You are on page 1of 21

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dalam proses pembelajaran bahwa penguasaan pengetahuan dan keterampilan hidup yang dibutuhkan siswa dalam menghadapi kehidupan rill adalah merupakan tujuan pendidikan. Tetapi dalam proses pembelajaran dalam kelas bagaiamana siswa dapat menguasai dan memahami bahan ajar secara tuntas masih merupakan masalah yang sulit. Hal tersebut dikarenakan bahwa dalam satu kelas para siswa adalah merupakan makhluk sosial yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari aspek kecerdasan, pisikologis, biologis. Dari perbedaan tersebut maka dapat menimbulkan beragamnya sikap dan anak didik di dalam kelas. Menjadi tugas guru bagaiman menjadikan keanekaragaman karakteristik siswa tersebut dapat diatasi sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Hal itu merupakan tugas bagi guru dalam mengelola kelas dengan baik. Keterampilan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran tidak hanya tertuang dalam penguasaan bahan ajar atau penggunaan metode pembelajaran, tetapi proses pembelajaran yang baik akan dipengaruhi pula oleh iklim belajar yang kondusif atau maksimal berkaitan dengan pengaturan orang (siswa) dan barang. Banyaknya keluhan guru karena sukarnya mengelola kelas sehingga tujuan pembelajaran sukar untuk dicapai. Hal ini kiranya tidak perlu terjadi apabila ada usaha yang dapat dilakukan oleh guru dalam menciptakan iklim belajar yang kondusif dan maksimal. Misalnya penataan ruang kelas berupa pengaturan/ penataan tempat duduk yang sesuai dengan kegiatan yang sedang berlangsung. Pengelolaan kelas yang baik akan melahirkan interaksi belajar mengajar yang baik pula. Tujuan pembelajaran pun dapat dicapai tanpa menemukan kendala yang berarti. Dengan tercapainya tujuan pembelajaran, maka dapat dikatakan bahwa guru telah berhasil dalam mengajar. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar dapat diketahui setelah diadakan evaluasi dengan seperangkat item soal yang sesuai dengan rumusan tujuan pembelajaran.

Dari permasalahan tersebut maka kiranya perlu bagi guru atau calon pengajar mengetahui dan memahami tentang pengelolaan kelas, salah satunya yaitu pengaturan ruangan kelas berupa penataan tempat duduk siswa. B. Tujuan Penulisan Dari pemaparan di atas maka yang menjadi tujuan penulisan makalah ini yaitu: Untuk memperoleh gambaran tentang apa itu pengelolaan kelas Untuk memperoleh gambaran tentang penataan tempat duduk siswa sebagai bentuk dari pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran dan pendidikan. C. Manfaat Penulisan Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu dapat menambah wawasan bagi guru dan mahasiswa keguruan tentang pengelolaan kelas, dan bagaimana penataan tempat duduk siswa sebagai bentuk dari pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Pada dasarnya pengertian pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata didik dan mendapat imbuhan pe dan akhiran an, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan. Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui

kegiatanbimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. B. Aliran-aliran dalam dunia pendidikn Ada setiap aliran pendidikan memiliki pandangan yang berbeda dalam memandang perkembangan manusia. Hal ini berdasarkan atas faktor-faktor dominan yang dijadikan sebagai dasar pijakan bagi perkembangan manusia. Untuk memberikan gambaran yang lebih

utuh mengenai hal itu, maka berikut ini disajikan berbagai aliran klasik dan gerakan-gerakan baru dalam pendidikan. Aliran Klasik di Bagi Menjadi 4 yaitu Aliran Empirisme Aliran ini dimotori oleh seorang filosof berkebangsaan inggris yang raionalis bernama John Locke (1632-1704). Aliran ini bertolak dari Lockean tradition yang lebih mengutamakan perkembangan manusia dari sisi empirikyang secara eksternal dapat diamati dan mengabaikan pembawaan sebagai sisi internal manusia (Umar Tirtarahardja,2000:194). Secara etimologis empirisme berasal dari kata empiri yang berarti pengalaman. Pokok pikiran yang dikemukakan oleh aliran ini menyatakan bahwa pwngalaman adalah sumber pengetahuan, sedangkan pembawaan yang berupa bakat tidak diakuinya. Menurut aliran empirisme bahwa pada saat manusia dilahirkan sesungguhnya dalam keadaan kosong bagaikan tabula rasa yaitu sebuah meja berlapis lilin yang tidak dapat ditulis apapun di atasnya. Sehingga pendidikan memiliki peran yang sangat penting bahkan dapat menentukan keberadaan anak. Pendidikan dikatakan Maha Kuasa artinya Pendidikan memiliki kekuasaan dalam menentukan nasib anak. John Locke menganjurkan agar pendidikan disekolah dilaksanakan berdasarkan atas kemampuan rasio dan bukan perasaan. Aliran ini meyakini bahwa dengan memberikan pengalaman melalui didikan tertentu kepada anak, maka akan terwujudlah apa yang diinginkan. Sementara itu pembawaan yang berupa kemampuan dasar yang dibawa seseorang sejak lahir diabaikan sama sekali. Penganut aliran ini masih berkeyakinan bahwa manusia dipandang sebagai makhluk yang dapat dimanipulasi karena keberadaannya yang pasif. Aliran Nativisme Menurut Zahara Idris(1992:6) nativisme berasal dari bahasa latin nativus berarti terlahir. Seseorang berkembang berdasarkan pada apa yang dibawanya sejak lahir. Adapun inti ajarannya adalah bahwa perkembangan seseorang merupakan produk dari faktor pembawaanyang berupa bakat. Aliran ini dikenal juga dengan aliran pesimistik karena pandangannya yang menyatakan, bahwa orang yang berbakat tidak baik akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik, Begitu pula sebaliknya. Namun demikian aliran ini berpendapat bahwa pendidikan sama sekali

tidak berpengaruh terhadap perkembangan seseorang, sehingga bila pendidikan yang diberikan tidak sesuai dengan pembawaan seseorang maka tidak akan ada gunanya. Aliran Naturalisme Pandangan yang ada persamaannya dengan nativisme adalah aliran naturalisme (Umar Tirtarahardja, 2000:197).Lahirnya aliran ini dipelopori oleh J.J Rousseau, yang mengamati pendidikan. Ditulis dalam bukunya yang berjudul Emile menyatakan bahwa anak yang dilahirkan pada dasarnya dalam keadaan baik. Anak menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan hanya memiliki kewajiban memberi kesempatan kepada anak untuk tumbuh dengan sendirinya. Pendidikan sebaiknya diserahkan kepada alam. Oleh karena itu ciri utama aliran ini adalah bahwa dalam mendidik seorang anak hendaknya dikembalikan kepada alam agar penbawaan yang baik tersebut tidak dirusak oleh pendidik. Aliran Konvergensi Aliran ini dipelopori oleh William Stern (1871-1938). Aliran ini semakin dikenal setelah kedua aliran sebelumnya yakni empirisme dan nativisme tidak lagi banyak memiliki pengikut. Inti ajaran konvergensi adalah bahwa bakat, pembawaan dan lingkungan atau pengalamanlah yang menentukan pembentukan pribadi seseorang. Sehubungan dengan hal itu teori. Konvergensi yang dikemukakan William Stern berpendapat bahwa:

Pendidikan memiliki kemungkinan untuk dilaksanakan, dalam arti dijadikan penolong kepada anak untuk mengembangkan potensi. Yang membatasi hasil pendidikan anak adalah pembawaan dan lingkungannya. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern, aliran konvergensi dipandang lebih realistis, sehingga banyak diikuti oleh para pakar pendidikan. Gerakan-Gerakan Baru dalam Pedidikan dibagi menjadi 4 yaitu: Pembelajaran Alam Sekitar Dasar pemikiran yang terkandung di dalam pengajaran alam sekitar adalah peserta didik akan mendapat kecakapan dan kesanggupan baru dalam menghadapi dunia kenyataan. Penjelajahan seseorang dalam menemukan hal-hal baru, baik untuk pengetahuan, olah raga, maupun rekreasi menjadikan program pendidikan alam

sekitar dipandang sangat penting. Melalui penjelajahan yang dilakukan, maka sekarang peserta didik, akan menghayati secara langsung tentang keadaan alam sekitar, belajar sambil mengerjakan sesuatu dengan serta merta memanfaatkan waktu senggangnya. Pendidikan alam sekitar ini mudah dilaksanakan di segala jenjang pendidikan. Konsekuensinya, dalam persiapan perlu dipikirkan tentang biaya ketika akan diadakan penjelajahan seperti halnya biaya transportasi, biaya hidup selama penjelajahan, penginapan dan sebagainya. Pengajaran Pusat Perhatian (Centres Dinteret) Penemuan adalah Ovide Decroly (1871-1923), seorang dokter perancis mendirikan yayasan untuk anak-anak abnormal yang bertempat dirumahnya pada tahun1901. pada tahun1907 metodenya diterapkan pada anak-anak normal. Pengajaran disusun menurut pusat perhatian anak, yang dinamai centres dinteret. Decroly mencari dan menyelidiki naluri anak dalam pertumbuhannya (secara intrinsik). Naluri yang perlu didapatkan adalah naluri untuk mempertahankan diri,untuk makan, bermain dan bekerja, dari meniru. Berangkat dari naluri tersebut selanjutnya disusun pusat perhatian seperti: untuk makan, untuk berlindung, mempertahankan diri terhadap musuh, dan untuk bekerja. Yang menarik pada pendidikan/ pengajaran Decroly yaitu bahwa anak selalu bekerja sendiri tanpa ditolong dan dilayani. Sekolah Kerja George Kerschensteiner (1854-1932) menulis karangan tentang arbeitsshule. Ia seorang guru ilmu pasti yang diangkat sebagai inspektur di Munchen. Pada tahun 1898 ia mengembangkan cita-cita pendidikan, bagi kerschensteiner, tujuan hidup manusia yang tertinggi adalah mengabdi kepada negara. Berhubungan dengan itu kewajiban sekolah yang terpenting ialah menyiapkan peserta didik untuk sesuatu pekerjaan. Jadi yang menjadi pusat tujuan pengajaran adalah kerja untuk menatap masa mendatang. Melalui bekerja, manusia menuju ke lingkungan kebudayaan masyarakatnya. Peserta didik bekerja berkelompok sesuai dengan bagian masingmasing, sehingga menimbulkan tanggung jawab. Pengajaran Proyek Proyek pengajaran berarti kegiatan, sedangkan belajar mengandung arti kesempatan untuk memilih, merancang, berlatih, memimpin dan sebagainya. Dalam hal ini

penting ialah bahwa peserta didik telah aktif memecahkan persoalan, maka wataknya akan terbentuk. Demikian konsep pemikiran WH Kilpatrick di dalam pengajaran proyek. Dua aliran Pokok Pedidikan di Indonesia Perguruan Kebangsaan Taman Siswa Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, ada salah seorang putera Indonesia yang bernama Raden mas Soewardi Soerjaningrat. Ia gemar menulis dengan menggunakan bahasa Belanda yang halus dan mengandung sindiran terhadap pemerintah Belanda, tulisannya bejudul Alks ik een Nederlander was yang artinya Andai saja saya seorang Belanda. Dari tulisannya yang dianggap tajam oleh pemerintah Belanda inilah ia dibuang di Negeri Belanda. Ketika berada di tempat pembuangan beliau merasa bebas dalam menyatakan pendapat-pendapatnya, sedang di tanah air sendiri yang dikuasai oleh pemerintah penjajah Belanda justru kebebasannya terganggu. Dari kecintaannya terhadap pendidikan yang sekaligus merupakan perwujudan dari citacitanya, maka pacta tanggal 3 juli 1922 di Yogyakarta didirikanlah suatu taman kanak-kanak yang diberi nama Taman Indriya. Kemudian berkembang lagi dan semakin luas hingga seluruh lembaganya diberi nama perguruan Kebangsaan Taman Siswa. Pada jaman penjajahan Belanda, Taman Siswa bersikap noncooperative dan menolak pemberian subsidi. Di dalam melaksanakan konsep pendidikannya Taman Siswa memiliki asas-asas sebagai berikut: Asas merdeka untuk mengatur dirinya sendiri. Hendaknya setiap peserta didik dapat berkembang menurut kodrat dan bakatnya,namun mereka dididik dengan sistem among atau tut wuri handayani. Asas Kebudayaan yang dalam hal ini kebudayaan Indonesia sendiri.

Asas kerakyatan, pendidikan dan pengajaran harus diberikan kepada seluruh rakyat. Asas kekuatan sendiri (berdikari). Dengan demikian segala pembelanjaan ditutup dengan uang pendapatan sendiri. Asas berhamba kepada anak. Pada saat Indonesia merdeka pada tahun 1945, dan dua tahun berikutnya berhasil disusun dasar-dasar Taman Siswa yang dikenal dengan Panca Darma. Kelima dasar yang dimaksud adalah:

Kemanusiaan Harus ada cinta kasih terhadap sesama manusia dan terhadap seluruh makhluk Allah SWT. Kodrat Hidup Termasuk Kodrat hidup adalah pembawaan. Kebangsaan Tidak boleh bersifat chauvinistic (menyombongkan kehebatan bangsa sendiri) dan tidak boleh

bertentangan dengan kepentingan umum manusia. Kebudayaan Kebudayaan nasional harus dipelihara. Pendidik harus mengajak peserta didik meresapi jiwa bangsa yang terwujud dalam kebudayaannya. Kemerdekaan Kebebasan Ki Hajar Dewantara juga menentukan semboyan bagi kaum pendidik, antara lain: ing ngarso sung tulodho, artinya jika pendidik berada di muka dia berkewajiban memberi teladan kepada para peserta didiknya. Ing madya mangun karso artinya: jika di tengah membangun semangat, berswakarya, dan berkreasi pada peserta didik. Tut wuri handayani artinya jika di belakang pendidik mengikuti dan mengarahkan peserta didik agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab. Ruang Pedidikan INS di Kayutanam Sebuah sekolah lain timbul sebagai reaksi terhadap sekolah-sekolah pemerintah Hindia Belanda yaitu INS ( Indonesiche Nederlansce School) di kayutanam, yaitu suatu kota kecil di dekat padang panjang Sumatera Barat. Sekolah ini mempunyai rencana pelajaran dan metode sendiri yang hampir mirip dengan rancangan kerschensteiner dengan arbeitsschulenya. M. Syafei dengan sekolahnya ingin membentuk pemuda-pemuda Indonesia yang berani tegak sendiri, berusaha sendiri, hidup bebas dan tidak tergantung buat seumur hidupnya pada pemerintah sebagai pegawainya. Adapun dasar pemikiran INS adalah: Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menentang intelektualisme,aktif, giat dan punya daya cipta serta dinamis. Memperhatikan bakat dan lingkungan siswa. Berpikir secara rasional, bukan secara mistik.

C. Masalah Pendidikan di Indonesia Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia yaitu: Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan.Dalam hal ini,interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik. Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya.Dimana,masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan. Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk. Faktor-faktor tersebut yaitu : a) Rendahnya Kualitas Sarana Fisik Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya. b) Rendahnya Kualitas Guru Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun secara kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah. Secara umum, para guru di Indonesia kurang bisa memerankan fungsinya dengan optimal, karena pemerintah masih kurang memperhatikan mereka, khususnya dalam upaya meningkatkan profesionalismenya. Hal itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan

disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan seperti ini menimpa lebih dari separoh guru di Indonesia, baik di SD, SLTP dan SMU/SMK. Artinya lebih dari 50 persen guru SD, SLTP dan SMU/SMK di Indonesia sebenarnya tidak memenuhi kelayakan mengajar. Dengan kondisi dan situasi seperti itu, diharapkan pendidikan yang berlangsung di sekolah harus secara seimbang dapat mencerdaskan kehidupan anak dan harus menanamkan budi pekerti kepada anak didik. Sangat kurang tepat bila sekolah hanya mengembangkan kecerdasan anak didik, namun mengabaikan penanaman budi pekerti kepada para siswanya. Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru. c) Rendahnya Kesejahteraan Guru Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya. d) Rendahnya Prestasi Siswa Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat. Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan

tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya. e) Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut. f) Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. g) Mahalnya Biaya Pendidikan Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain

kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta. D. Pengertian Pengelolaan Kelas Menurut Winataputra (2003), menyatakan bahwa pengelolaan kelas adalah serangkaian kegiatan guru yang ditujukan untuk mendorong munculnya tingkah laku siswa yang diharapkan dan menghilangkan tingkah laku siswa yang tidak diharapkan, menciptakan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosoi- emosional yang positif , serta menciptakan dan memelihara organisasi kelas yang produktif dan efektif. Akhmad Sudrajat (akhmadsudrajat.wordpress.com), menyatakan bahwa: Pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan rapport, penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu, penetapan norma kelompok yang produktif), didalamnya mencakup pengaturan orang (peserta didik) dan fasilitas. Dan menurut Winzer (Winataputra, 1003: 9.9) menyatakan bahwa pengelolaan kelas adalah cara-cara yang ditempuh guru dalam menciptakan lingkungan kelas agar tidak terjadi kekacauan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai tujuan akademis dan sosial. Dari pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru yang ditujukan untuk menciptakan kondisi kelas yang memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran yang kondusif dan maksimal. Pengelolaan kelas ditekankan pada aspek pengaturan (management) lingkungan pembelajaran yaitu berkaitan dengan pengaturan orang (siswa) dan barang/ fasilitas. Kegiatan guru tersebut dapat berupa pengaturan kondisi dan fasilitas yang berada di dalam kelas yang diperlukan dalam proses pembelajaran diantaranya tempat duduk, perlengkapan dan bahan ajar, lingkungan kelas (cahaya, temperatur udara, ventilasi) dll. E. Penataan Ruang Kelas Pembelajaran yang efektif dapat bermula dari iklim kelas yang dapat menciptakan suasana belajar yang menggairahkan, untuk itu perlu diperhatikan pengaturan/ penataan ruang

kelas dan isinya, selama proses pembelajaran. Lingkunagan kelas perlu ditata dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya interaksi yang aktif antara siswa dengan guru, dan antar siswa. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menata lingkungan fisik kelas menurut Loisell (Winataputra, 2003: 9.22) yaitu: 1. Visibility ( Keleluasaan Pandangan) Visibility artinya penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas tidak mengganggu pandangan siswa, sehingga siswa secara leluasa dapat memandang guru, benda atau kegiatan yang sedang berlangsung. Begitu pula guru harus dapat memandang semua siswa kegiatan pembelajaran. 2. Accesibility (mudah dicapai) Penataan ruang harus dapat memudahkan siswa untuk meraih atau mengambil barangbarang yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu jarak antar tempat duduk harus cukup untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja. 3. Fleksibilitas (Keluwesan) Barang-barang di dalam kelas hendaknya mudah ditata dan dipindahkan yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Seperti penataan tempat duduk yang perlu dirubah jika proses pembelajaran menggunakan metode diskusi, dan kerja kelompok. 4. Kenyamanan Kenyamanan disini berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas. 5. Keindahan Prinsip keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan dapat berengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk bekelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu dan memantau tingkah laku siswa dalam belajar. Dalam pengaturan ruang belajar, hal-hal berikut perlu diperhatikan menurut Conny Semawan,dkk. (udhiezx.wordpress: 3) yaitu:

Ukuran bentuk kelas

Bentuk serta ukuran bangku dan meja Jumlah siswa dalam kelas Jumlah siswa dalam setiap kelompok Jumlah kelompok dalam kelas Komposisi siswa dalam kelompok (seperti siswa yang pandai dan kurang pandai, pria dan wanita).

Berkaitan dengan penataan ruang kelas belajar maka pada penulisan makalah ini hanya berkaitan dengan pengelolaan kelas berupa penempatan tempat duduk siswa saja. F. Tempat Duduk Siswa Tempat duduk merupakan fasilitas atau barang yang diperlukan oleh siswa dalam proses pembelajaran terutama dalam proses belajar di kelas di sekolah formal.tempat duduk dapat mempengaruhi proses pembelajaran siswa, bila tempat duduknya bagus, tidak terlalu rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi empat panjang, sesuai dengan keadaan tubuh siswa. Maka siswa akan merasa nyaman dan dapat belajar dengan tenang. Bentuk dan ukuran tempat yang digunakan bermacam-macam, ada yang satu tempat duduk dapat di duduki oleh seorang siswa, dan satu tempat yang diduduki oleh beberapa orang siswa. Sebaiknya tempat duduk siswa itu mudah di ubah-ubah formasinya yang disesuaikan dengan kebutuhan kegiatan pembelajaran. Untuk ukuran tempat dudukpun sebaiknya tidak terlalu besar ataupun terlalu kecil sehingga mudah untuk diubah-ubah dan juga harus disesuaikan dengan ukuran bentuk kelas. Sebenarnya banyak macam posisi tempat duduk yang bias digunakan di dalam kelas seperti berjejer ke belakang, bentuk setengah lingkaran, berhadapan, dan sebagainga. Biasanya posisi tempat duduk berjejer kebelakang digunakandalam kelas dengan metode belajar ceramah. Dan untuk metode diskusi dapat menggunakan posisi setengah lingkaran atau berhadapan. Dan sebagai alternatif penataan tempat duduk dengan metode kerja kelompok atau bahkan bentuk pembelajaran kooperatif, maka menurut Lie (2007: 52) ada beberapa model penataan bangku yang biasa digunakan dalam pembelajaran kooperatif, diantaranya seperti:

Meja tapal kuda, siswa bekelompok di ujung meja Penataan tapal kuda, siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan Meja Panjang

Meja Kelompok, siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan Meja berbaris, dua kelompok duduk berbagi satu meja

Dan masih ada beberapa bentuk posisi tempat duduk yang dapat diterapkan dalam pembelajaran kooperatif ini. Dalam memilih desain penataan tempat duduk perlu memperhatikan jumlah siswa dalam satu kelas yang kan disesuaikan pula dengan metode yang akan digunakan. Hal yang tidak boleh kita lupakan bahwa dalam penataan tempat duduk siswa tersebut guru tidak hanya menyesuaikan dengan metode pembelajaran yang digunakan saja. Tetapi seorang guru perlu mempertimbangkan karakteristik individu siswa, baik dilihat dari aspek kecerdasan, psikologis, dan biologis siswa itu sendiri. Hal ini penting karena guru perlu menyusun atau menata tempat duduk yang dapat memberikan suasana yang nyaman bagi para siswa. Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (udhiezx.wordpress: 4) melihat siswa sebagai individu dengan segala perbedaan dan persamaannya yang pada intinya mencakup ketiga aspek di atas. Persamaan dan perbedaan dimaksud adalah :

Persamaan dan perbedaan dalam kecerdasan (inteligensi). Persamaan dan perbedaan dalam kecakapan Persamaan dan perbedaan dalam hasil belajar Persamaan dan perbedaan dalam bakat Persamaan dan perbedaan dalam sikap

Persamaan dan perbedaan dalam kebiasaan Persamaan dan perbedaan dalam pengetahuan/pengalaman Persamaan dan perbedaan dalam ciri-ciri jasmaniah Persamaan dan perbedaan dalam minat Persamaan dan perbedaan dalam cita-cita Persamaan dan perbedaan dalam kebutuhan Persamaan dan perbedaan dalam kepribadian Persamaan dan perbedaan dalam pola-pola dan tempo perkembangan Persamaan dan perbedaan dalam latar belakang lingkungan. Berbagai persamaan dan perbedaan kepribadian siswa di atas, sangat berguna dalam

membantu usaha pengaturan siswa di kelas. Terutama berhubungan dengan masalah bagaimana pola pengelompokan siswa dan penataan tempat duduk dengan metode belajar kelompok guna menciptakan lingkungan belajar aktif dan kreatif, sehingga kegiatan belajar yang penuh kesenangan dan bergairah dapat terlaksana. Penempatan siswa kiranya harus mempertimbangan pula pada aspek biologis seperti, postur tubuh siswa, dimana menempatkan siswa yang mempunyai tubuh tinggi dan atau rendah. Dan bagaimana menempatkan siswa yang mempunyai kelainan dalam arti secara psikologis, misalnya siswa yang hiper aktif, suka melamun, dll. G. Penataan Tempat Duduk Siswa Sebagai Bentuk Pengelolaan Kelas Tujuan utama penataan lingkungan fisik kelas ialah mengarahkan kegiatan siswa dan mencegah munculnya tingkah laku siswa yang tidak diharapkan melalui penataan tempat duduk, perabot, pajangan, dan barang-barang lainnya di dalam kelas. Penataan tempat duduk adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengelola kelas. Karena pengelolaan kelas yang efektif akan menentukan hasil pembelajaran yang dicapai. Dengan penataan tempat duduk yang baik maka diharapkan akan menciptakan kondisi belajar yang kondusif, dan juga menyenangkan bagi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Winzer (Winataputra, 2003: 9-21) bahwa penataan lingkungan kelas yang tepat berpengaruh terhadap tingkat keterlibatan dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Lebih jauh, diketahui bahwa tempat duduk berpengaruh jumlah terhadap waktu yang digunakan siswa untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.

Sesuai dengan maksud pengelolaan kelas sendiri bahwa pengelolaan kelas merupakan upaya yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif, melalui kegiatan pengaturan siswa dan barang/ fasilitas. Selain itu pengelolaan kelas dimaksudkan untuk menciptakakan, memelihara tingkah laku siswa yang dapat mendukung proses pembelajaran. Maka dengan demikian pengelolaan kelas berupa penataan tempat duduk siswa sebagai bentuk pengelolaan kelas dapat membantu menciptakan proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. H. Peran Guru Dalam keseluruhan kegiatan pendidikan di tingkat operasional, guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan. Sejalan dengan tugas utamanya sebagai pendidik di sekolah, guru melakukan tugas-tugas kinerja pendidikan dalam bimbingan, pengajaran, dan latihan. Semua kegiatan itu sangat terkait dengan upaya pengembangan para peserta didik melalui keteladanan, penciptaan lingkungan pendidikan yang kondusif, membimbing, mengajar, dan melatih peserta didik. Dengan perkembangan dan tuntutan yang berkembang dewasa ini, peran-peran guru mengalami perluasan, yaitu sebagai pelatih, konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, dan pembelajar. o Guru Sebagai Pendidik Pendidik dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 didefinisikan dengan tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Bab XI Pasal 39 Ayat 2 dikatakan bahwa Guru sebagai pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Peran guru sebagai pendidik merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan, tugas-tugas pengawasan dan pembinaan serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-

aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalamanpengalaman lebih lanjut. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkah laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada. Menurut Abdurrahman An Nahlawi, dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, agar seorang guru dapan menjalankan fungsinya sebagai pendidik, maka ia harus memiliki sifat-sifat berikut ini: 1. Setiap pendidik harus memiliki sifat rabbani, yaitu memiliki ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Seorang guru hendaknya menyempurnakan sifat rabbaniahnya dengan keikhlasan. 3. Seorang pendidik hendaknya mengajarkan ilmunya dengan sabar. 4. Seorang pendidik harus memiliki kejujuran dengan menerapkn apa yang dia ajarkan dalam kehidupan pribadinya. 5. Seorang guru harus senantiasa meningkatkan wawasan, dan pengetahuannya. 6. Seorang pendidik harus cerdik dan terampil dalam menciptakan metode pengajaran yang variatif serta sesuai dengan situasi dan materi pelajaran. 7. Seorang guru harus mampu bersikap tegas dan meletakkan sesuatu sesuai proporsinya. 8. Seorang guru dituntut untuk memahami psikologi anak didiknya. 9. Seorang guru dituntut untuk peka terhadap fenomena kehidupan sehingga dia mampu memahami berbagai kecenderungan dunia beserta dampak dan akibatnya terhadap anak didik. 10. Seorang guru dituntut untuk memiliki sikap adil terhadap seluruh anak didiknya. o Guru Sebagai Pengajar Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Jika faktor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui pembelajaran, peserta didik dapat belajar dengan baik. Guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik dan terampil dalam memecahkan masalah.

Guru sebagai pengajar lebih menekankan kepada tugas dalam merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Dalam tugas ini guru dituntut untuk memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan teknis mengajar, di samping menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkannya. Dalam kegiatan pembelajaran, guru akan bertindak sebagai fasilisator dan motivator yang bersikap akrab dengan penuh tanggung jawab, serta memperlakukan peserta didik sebagai mitra dalam menggali dan mengolah informasi menuju tujuan belajar mengajar yang telah direncanakan. Guru dalam melaksanakan tugas profesinya selalu dihadapkan pada berbagai pilihan, karena kenyataan di lapangan kadang tidak sesuai dengan harapan, seperti cara bertindak, bahan belajar yang paling sesuai, metode penyajian yang paling efektif, alat bantu yang paling cocok, langkah-langkah yang paling efisien, sumber belajar yang paling lengkap, sistem evaluasi yang sesuai. Meskipun guru sebagai pelaksana tugas otonom, guru juga diberikan keleluasaan untuk mengelola pembelajaran, dan guru harus dapat menentukan pilihannya dengan mempertimbangkan semua aspek yang relevan atau menunjang tujuan yang hendak dicapai. Dalam hal ini guru bertindak sebagai pengambil keputusan. Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran, yaitu: membuat ilustrasi, mendefinisikan, menganalisis, bertanya, merespon, mendengarkan, menciptakan kepercayaan, memberikan pandangan yang bervariasi, menyediakan media untuk mengkaji materi standar, dan menyesuaikan metode pembelajaran. Agar pembelajaran memiliki kekuatan yang maksimal, guru harus senantiasa berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan semangat yang telah dimilikinya ketika mempelajari materi.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Keterampilan pengelolaan kelas perlu dimiliki oleh guru, karena hal ini akan membantu dalam pencapaian tujuan pembelajaran sendiri. Pengelolaan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru yang ditujukan untuk menciptakan kondisi kelas yang memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran yang kondusif dan maksimal. Pengelolaan kelas ditekankan pada aspek pengaturan (management) lingkungan

pembelajaran yaitu berkaitan dengan pengaturan orang (siswa) dan barang/ fasilitas. Salah satu bentuk pengelolaan kelas adalah penatan tempat duduk, dimana penatan tempat duduk perlu memperhatikan lingkungan fisik kelas dan juga keanekaragaman karakteristik siswa, serta mempertimbangkan kesesuaian metode yang digunakan dengan tujuan akhir dari pembelajaran itu sendiri. Kondisi dan posisi tempat duduk dapat menentukan tingkat aktivitas belajar siswa di kelas. Hal tersebut sisebabkan karena tempat duduk yang nyaman akan membantu siswa untuk tenang dalam belajar dan apat pula menimbulkan gairah belajar siswa. B. Saran Kiranya perlu menjadi perhatian bagi guru dan bahkan calon pengajar bahwa keterampilan mengelola kelas salah satunya penataan tempat duduk harus dikuasai. Pengelolaan kelas menyangkut kepada menciptakan iklim atau kondisi belajar yang kondusif dan aksimal. Melalui penatan tempat duduk yang tepat diharapkan akan menfasilitasi siswa untuk belajar dengan aktif. Adapun saran yang dapat dilakukan dalam penatan tempat duduk seperti:

Menentukan posisi tempat duduk yang disesuaikan dengan metode pembelajaran dan tujuan pembelajaran.

Kondisi baik bentuk, ukuran tempat duduk harus baik dan pas Menggunakan tempat duduk yang mudah diatur atau diubah-ubah untuk mempermudah merubah posisi tempat duduk

Penempatan siswa sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya, misalnya menempatkan siswa yang berpostur tingi di belakang, menempatkan siswa yang hiper aktif di depan sehingga guru mudah untuk memantau.

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Sudrajat. 2008. Teknik Pengelolaan Kelas. http://akhmadsudrajat.wordpress.com. Anita Lie. 2007. Cooperative Learning (Memperaktikan Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas). Jakarta: PT Grasindo Udin S. Winataputra. 2003. Srategi Belajar mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional http://udhiexz.wordpress.com/2008/05/27/pengelolaan-kelas/ Epa Muhopilah*)) adalah mahasiswa tingkat IV pada Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIPUniversitas Kuningan. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu tu

You might also like