You are on page 1of 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sejarah tentang masalah perkembangan pemikiran keislaman memiliki mata
rantai yang panjang dan kajian atas persolan ini pasti akan melibatkan
kompleksitas ,namun sejalan dengan itu upaya pangilan iformasi mengenal
perkembangan pemikira isalam melaluin data-data [naska-naska]yang dihasilkan
oleh para pemikiran terdahulu([ulama terdahulu)menjadi sesuatu yang mutlak
harus terus dilakukan,mengingat tema yang terkandung dalam naskah-naskah
tersebut pun sangat beragam dan diantar tema yang cukup dominan serta telah
banyak menarik perhatian para penelitian naskah adalah tentang tasawuf .
Dalam islam kita mengenal al-ahwal yang terbagi menjadi al khauf,arrajaasy-
sauf,dan Murakobah dan banyak lagi,dimana sering di temukan perbedaan
pendapat dari berbagai tokoh-tokoh .
Dari paparan diatas penulis tertarik untuk memabahas tentang corak-corak
tasawuf tersebut dan menemukan maksut dari ial-ahwal

B. Rumus Masalah
Dari latar belakang masalah di atas ,maka muncul tugas penulis untuk
menjelaskan lebih jawu tentang
a. Al- ahwal
b. Al-khauf
c. Ar-raja
d. Al-uns
e. Kurban



2
C. Tujuan
Tujuan dari penyususunan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat
menambah khazanah ilmu pengetaun mengenal:
a. Al- ahwal
b. Al-khauf
c. Ar-raja
d. Al-uns
e. Kurban
f. Mahabbat
g. Untuk memenuhi tugas pak murkilin,m.ag



















3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Ahwal
Menurut ahli sufi al-ahwal (jamak dari hal itu bahasa inggris state adalah
sltuasi kejiwan yang diperoleh seseorang sebagai karunia allah ,bukan mental dari
hasil usahanya (Rivay.2002:13).dengan kata lain ,seseorang salik (penem pujalan
arekat)yang serius hatinya dipenuhi hatinya dipenuhi bersifat-bersifan hati
sehingga banyak hal sifa yang kemudian berubah dalam dirinya .bagain dan sufi
sepakat menyebut gejalanya ini sebagian ahwal dan dan sebagai sufi sepakat
menyebut gejala ini sebagai ahwal damsebagai sufi lain menyebutkan sebagai
magamat (kedudukan/tikatan).
1

Apabila diperahatikan,al ahwal itu,sebenarnya adalah merupakan manifestasi
dari maqom yang mereka lalui ,dengan kata lain ,bahwa kondisi mental yang
diperoleh sufi itu sebagai hasil dari amal yang mereka lakukan .Cuma saja karena
orang sufi selamanya bersikap hati-hati dan bersera diri kepada allah ,mereka
segan mengatakannya .sebab dalam kesempatan yang lain mereka juga
mengatakan bahwa ,kendatipun sikap mental atau kondisi kejiwaan itu di peroleh
sebagai karunia allah ,tetapi orang yang ingin mendapatkanya harus berusa
meningkatkan kawalitasnya amal ,nini berarti berarti bahwa orang yang pantas
menerima al ahwal itu adalah orang yang berusaha arah itu .
Kalau maqom adalah merupakan tingkatan sikap hidup yang dapat dilihat
tingkalaku dan perbuatan seseorang,maka al-ahwal adalah kondisi mental yang
sifatnya abstrak .ia tidak dapat dilihat hanya dapat dipahami dan dirasakan orang
yang mengalaminya oleh (Said Usaman,1981:148) karena itu sulit untuk
dilukiskan secara informatif.

1
Abdul fattah,2000:107
4
Namun, penulis lebih sependapat dengan rosihan anwar dan mukhtar solihin
(2000:71) yang mengatakan bahwa al-ahwal sama dengan bakat ,sedangkan
maqam diperoleh dengan daya dan upaya.jelasnya han ini tak sama dengan
maqam,keduanyan kedunya tidak sama dipisakan .
Telah di sebutkan di atas bahwa penjelasan mengenai perbedaan magamt yang
membingungkan karena definisi dari masing-masing tokoh tasawuh berbeda
tetapi umumnya yang dipakai sebagai berikut:magamat adalah perjalanan
sepritulan yang diperjuangkan oleh para sufi untuk memperolenya.
Perjungan ini pada hakikatnya merupakan perjuangan spiritual yang panjang
melelekan untuk melawan hawa nafsu tertmaksuk ego manusia yang dipandang
sebagai berhala besar dan merupakan kendalah untuk menuju Tuhan ,di dalam
kenyataanya parasalaik memang untuk berpinda dari satu maqm ke maqam yang
lain memerluakan waktu terbilang tahun, sedangkan ahwal sering diperoleh
secara sepontan sebagai hadiah dari Tuhan lebih lanjut kaum sufi mengatakan
bahwa ahwal adah anugerah dan maqam adalah perolehan .tidak ada maqam yang
tidak dimasuki hal dan tidak mengikat (dinamis) al-rasali dalam memberi
pandangan yang menyatakan bahwa apabila seseorang telah mantap dan tetap
dalam satu maqam, ia akan memperoleh sesuatu perasaan tertentu dan itulah
ahwal.mengenal ahwal ini juga memberi contoh tentang warna kuning pada emas
dan warna kuning yang tidak dapat berubah seperti pada sakit kuning. Seperti itu
atau ahwal seseorang. kondisi atau sifat yang tetap di namakan maqam
sedangkan sifat berubah dinamakan maqam sedangkan sifst yang beruba
dinamakan ahwal. Menurut syihabuddin suhrawan di seserong tidak mungkiun
naik kemqam yang lebih tinggi sebelum memperbaiki maqam sebelumnya
,namun, sebelum beranjak naik, dari mqam yang lebih tinggi turunlah ahwal yang
dengan itu magmanya menjedi kenyatan
oleh karena itu, kenaikan seorang salik dari satu maqam ke magma berikutnya
di sebebkan kekuasaan allah dan anugranya ,bukan di sebabkan oleh usahnya
sendiri pernyatan atas diberikan pemahaman bahwa maqam adalah bersifat lebih
5
permat keberadanya pada diri sang halik dari ahwal. Selain itu maqam lebih
merupakan hasil upaya aktif para salik sedangkan ahwal merupakan anugarah
atau uluran Allah yang sifatnya pasif.
2

Sebagaimana halnya dengan mqam ,ahwal juga terdiri beberapa macam
,namun konsep pembagin atau formasi serta jumlah ahwal berbeda-beda di kalang
sufi di antara macam-macam ahwan yaitu :khauf,rajasyaugdan uns
3


B. Muraqobah
Maksud muraqabah ialah merasakan keagungan Allah kapanpun dan
dimanapun serta merasakan kebersamaan-Nya di kala sepi maupun ramai.
Caranya dengan mengecek niatan kita saat beraktivitas apakah untuk ridha Allah
atau yang lain. Jika benar-benar karena-Nya maka kita akan melaksanakannya
kendatipun hawa nafsu kita tidak setuju.
4

Muraqabah atau perasaan diawasi adalah upaya menghadirkan
kesadaran adanya muraqabatullah (pengawasan Allah). Bila hal tersebut tertanam
secara baik dalam diri seorang Muslim maka dalam dirinya terdapat 'waskat'
(pengawasan melekat atau built in control) yakni sebuah mekanisme yang sudah
inheren, dalam dirinya. Artinya ia akan aktif mengawasi dan mengontrol dirinya
sendiri karena ia sadar senantiasa berada di bawah pengawasan Allah


2
Abdul Nata,1996:148
3
Gaid Usman,198:149
4
Abdul Fattah Sayyid Ahmad, DR., Tasawuf: antara Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah, Jakarta:
Khalifa, 2000 HAL 112
6
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui
apa yang dibisikkan hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya dari urat
lehernya".(QS. 50:16).
5




"Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri dan Dia mengetahui apa yang di daratan
dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir pun dalam kegelapan bumi dan
tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab
yang nyata (Lauh Mahfuzh)".(QS. 6:59)
6

Kemudian dalam HR. Ahmad, Nabi SAW bersabda, "Jangan engkau
mengatakan engkau sendiri, sesungguhnya Allah bersamamu. Dan jangan
pula mengatakan tak ada yang mengetahui isi hatimu, sesungguhnya Allah
mengetahui".
Muraqabatullah atau kesadaran tentang adanya pengawasan Allah akan
melahirkan ma'iyatullah (kesertaan Allah) seperti nampak pada keyakinan
Rasulullah SAW (QS. 9:40) bahwa "Sesungguhnya Allah bersama kita"
ketika Abu Bakar r.a sangat cemas musuh akan bisa mengetahui keberadaan
Nabi dan menangkapnya. Begitu pula pada diri Nabi Musa a.s ketika
menghadapi jalan buntu karena di belakang tentara Fir'aun mengepung dan

5
Alquran
6
Alquran
7
laut merah ada di depan mata. Namun ketika umat pengikutnya panik dan
ketakutan, beliau sangat yakin adanya kesertaan Allah. Ia berkata, "Sekali-kali
tidak (akan tersusul). Rabbku bersamaku. Dia akan menunjukiku jalan".
7


C. Mahhabat
Mahabbah adalah cinta yang luhur, suci dan tanpa syarat kepada Allah.
Pencapaian cinta ini mengubah murid dari orang-orang yang menginginkan
Allah menjadi murad, orang yang diinginkan Allah. Bila ingin mendaki
mulai dari derajat orang yang mencintai Allah ke derajat orang yang dicintai
Allah, jalan ke arah sana adalah dengan amalan pribadinya.
Keutamaan mahabbah itu sendiri dijelaskan oleh Rasul dalam sebuah hadits:
Diriwayatkan daripada Anas bin Malik r.a katanya: Seorang lelaki yang
berasal dari pedalaman bertanya Rasulullah s.a.w: Bilakah berlakunya Kiamat?
Rasulullah s.a.w bersabda: Apakah persediaan kamu untuk menghadapinya?
Lelaki itu menjawab: Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah s.a.w
bersabda: Kamu akan tetap bersama orang yang kamu cintai.
Amalan manusia memang masih begitu banyak kelemahan dan kekurangan,
namun bila manusia telah mampu menyatukan rasa cinta (mahabbah) yang
sejati, bersih dan abadi kepada Allah dan Rasul-Nya ke dalam hatinya, maka
itulah yang akan mampu menutupi kekurangan-kekurangan pada amalnya, lalu
mengantarkannya ke tempat yang luhur, yang boleh jadi sulit diraih angan-
angannya, serta kemuliaannya sulit digapai oleh kedudukannya.
Oleh sebab itu, perawi hadits di atas, Anas bin Malik pernah mengatakan, Aku
mencintai Allah, Rasul-Nya, Abu Bakar dan Umar, dengan harapan semoga
kelak aku bersama dengan mereka, meskipun aku tidak pernah melakukan
layaknya perbuatan mereka.

7
Syukur, Amin. 1999. Menggugat Tasawuf; Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Hal 18
8
Masalah semacam ini adalah masalah yang sedemikian agung yaitu
kedudukan yang diperebutkan oleh mereka yang berlomba kepada kebaikan, dan
menjadi kepribadian orang-orang yang beramal, dan dalam rangka menuju ke
arah sana, mereka yang berlomba tersebut saling bergegas. Kedudukan tersebut
menjadi wilayah fana para pecinta dan para ahli ibadah menentramkan jiwanya.
Keutamaan yang lain adalah dapat mengantarkan hamba yang memiliki
kecintaan tersebut di antara penghuni langit. Sebab para malaikat akan selalu
mencintai orang-orang yang dicintai oleh Allah atas kedekatannya dengan-Nya,
juga karena mereka selalu memenuhi perintah Allah. sebagaimana sabda
Rasulullah:
Apabila Allah mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril,
Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia! Kemudian Jibril pun
mencintainya. Lalu, Jibril menyerukan kepada seluruh penghuni langit,
Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia! Kemudian, penghuni
langit itupun mencintainya. Lalu, orang tersebut didudukkan sebagai orang yang
diterima di muka bumi. (HR. Imam Bukhari)

D. Qurbah
Kurban dalam bahasa Arab disebut udhiyah, yang berarti menyembelih
hewan pada pagi hari. Sedangkan menurut istilah, kurban adalah beribadah
kepada Allah dengan cara menyembelih hewan tertentu pada hari raya Idul Adha
dan hari tasyrik (tanggal 11,12 dan 13 Zulhijah)
8

Perintah menyembelih Kurban
Firman Allah SWT:
!.| ..,Ls .>l _. ,,l > _ _| ..!: > ., _

8
M.Si, Rizal Qosim, Drs. M. 2005, Pengalaman Fiqih, Yogyakarta: PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, hal 23
9
Artinya: Sesungguhnya kami memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu da berkubanlah. Sesungguhnya orang-
orang yang membenci kamu dialah yang terputus.(QS. Al-Kautsar ayat 1-3)
Hukum Berkurban ada 3,yaitu:
1. Wajib bagi yang mampu
Kurban wajib bagi yang mampu, dijelaskan oleh firman Allah QS. Al-
Kautsar ayat 1-3:
!.| ..,Ls .>l _. ,,l > _ _| ..!: > ., _

Artinya: Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang
banyak. Maka dirikan lah shalat karena Tuhanmu dan berkubanlah.
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.
(QS. Al-Kautsar 1-3)
2. Sunnah
9

Berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW menjelaskan:

Artinya: Nabi SAW bersabda: Saya diperintah untuk menyembelih kurban
dan kurban itu sunnah bagi kamu.
3. Sunnah Muakkad
Berdasarkan hadist riwayat Daruqutni menjelaskan:

Artinya: Diwajibkan melaksanakan kurban bagiku dan tidak wajib atas
kamu.(HR. Daruqutni)
Jenis-jenis binatang yang dapat untuk kurban, syaratnya adalah:

9
M.Si, Rizal Qosim, Drs. M. 2005, Pengalaman Fiqih, Yogyakarta: PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, hal 23

10
1. Domba , syaratnya telah berumur 1 tahun lebih atau sudah berganti gigi.
2. Kambing , syaratnya telah berumur 2 tahun atau lebih.
3. Sapi atau Kerbau, syaratnya yelah berumur 2 tahun atau lebih.
4. Unta , syaratnya telah berumur 5 tahun atau lebih.
10

Sebaiknya berkurban dengan binatang yang mulus dan gemuk serta tidak
cacat, seperti:
1. Jelas-jelas sakit
2. Sangat kurus
3. Sebelah matanya tidak berfungsi atau keduanya
4. Pincang
5. Putus telinga
6. Putus ekor
Hewan yang dijadikan untuk kurban hendaklah hewan jantan yang sehat,
bagus, bersih, tidak ada cacat seperti buta, pincang, sangat kurus, tidak terpotong
telinganya sebelah atau ekornya terpotong dan sebagainya.
11

Syarat dan waktu melaksanakan Kurban
Orang yang berkurban beragama Islam
Dilaksanakan pada bulan Zulhijah
12


E. Al-khauf
Khauf menurut ahli sufi adalah suatu sikap mental merasa takut kepada
Allah karena kurang sempurna pengabdiannya. Takut dan kawatir kalau-kalau
Allah tidak senang padanya. Oleh karena itu adanya perasaan seperti itu maka ia
selalu berusaha agar sikap dan tingkah laku perbuatannya tidak menyimpang dari
yang dikehendaki Allah. Sikap mental ini merangsang seseorang melakukan hal-

10
Ibrahim Tatang, Drs. 1996, Fiqih Mts, Bandung: Armiko, hal 11
11
Ibid., hal 12
12
Ibrahim Tatang, Drs. 1996, Fiqih Mts, Bandung: Armiko, hal 11

11
hal yang baik dan mendorongnya untuk menjauhi perbuatan maksiat. Perasaan
khauf ini timbul karena pengenalan dan klecintaan kepada Allah sudah
mendalam, sehingga ia merasa kawatir kalau-kalau Allah melupkannya atau takut
kepada siksa Allah. (said usman, 1981 :148)
Allah juga menggambarkan tentang hari kiamat dengan gambaran yang
mengerikan agar kita takut dalam menghadapinya ; Surat Al- Haj 1-2




Artinya :
(1) Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan
hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat).
(2) (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah
semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah
kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan
mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu
sangat kerasnya.
Macam-macam Al-khauf
Pengarang Manazilus-Sa'irin menjelaskan, bahwa khauf artinya tidak merasa
tenang dan aman karena mendengar suatu pengabaran. Dengan kata -lain tidak
merasa aman karena mengetahui apa yang dikabarkan Allah, baik yang berupa
janji maupun ancaman. Menurutnya ada tiga derajat khauf

12
1. khauf terhadap hukuman, yaitu khauf yang ditunjang iman hingga menjadi
benar. Ini khan f nya orang-orang awam
2. Khau f terhadap tipu daya selagi dia dalam keadaan radar dan yang bisa
mengganggu kesenangan hatinya.
3. Ini merupakan khauf nya orang-orang khusus, yang praktis tidak lagi
mempunyai khauf selain Bari haibah karena pengagungan. Ini merupakan
derajat paling tinggi dalam khauf.
13


F. Ar-raja
Raja berarti mengharapkan sesuatu dari Allah s.w.t. ketika berdoa maka kita
penuh harapan bahwa doa kita akan dikabulkan oleh Allah s.w.t. Al-ghazali
memandang raja sebagai senangnya hati karena menunggu sang kekasih datang
kepadanya.sedangkan menurut Al-kusyairio raja adalah keterpautan hati kepada
sesuatu yang diinginkannya terjadi di masa akan datang sementara itu Abu akar
al- warraq menrangkan bahwa raja ialah kesenangan dari Allah bagi hati orang
yang takut jika tidak karene itu maka binasalah diri mereka dan hilanglah akal
mereka. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan ahli sufi diatas maka dapat
dipahami bahwa raja adalah sikap optimis dalam memperoleh karunia dan
nikmat Allah s.w.t yang disediakan bagi hambahnya yang shaleh dan dalam
dirinya timbul rasa optimis yang besar untuk melakukan berbagai amal terpuji
dan menjauhi perbuatan yang buruk dan keji.
Kata ini berarti satu sikap mental optimisme dalam memperoleh karunia
dan nikmat ilahi yang disediakan bagi hambah-hambahNya yang shaleh. Oleh
karena itu Allah maha pengampun, pengasih, dan penyayang, maka seorang
hamba yang taat merasa akan memperoleh limpahan karunia ilahi. Jiwanya penuh
pengharapan akan mendapat ampunan, merasa lapang dada penuh gairah menanti
rahmat dan kasih sayang Allah karena itu merasa itu akan terjadi. Perasaan

13
Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 2003 : 132
13
optimis akan memberikan semangat dan gairah melakukan mujahad demi
terwujudnya apa yang diidam-idamkan itu.
14










14
Said Usman, 1981 : 150
14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ahwal merupakan istilah tasawuf yang berarti suatu keadaan mental
seperti perasaan senang, sedih, takut, dan sebagainya. Hal yang bisa dikenal
adalah perasaan takut (al-khauf) rasa berteman (al-uns) dan rendah hati
(tawadhu).
Pada intinya tasawuf adalah upayah melatih jiwa dengan berbagai kegiatan
yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga
tercermin ahklak yang mulia dan dekat dengan Allah s.w.t. inilah esensi atau
hakikat tasawuf itu sendiri.

B. Saran
Setelah pnjelasan dalam makalah ini sebagai manusia biasa penulis memohon
maaf apabila terjadi kesalahan dalam penjabaran masalah atau penyimpangan-
penyimpanganya. Penulis menerima saran yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan dalam penulisan makalah selanjutnya.











15
DAFTAR PUSTAKA

Harun Nasutio, Falsafat Dan Mistesisme Dan Islam (Jakarta : bulan bintang , 1983)

Abudin Nata, Akhlak tasawuf, (Jakarta : raja Grafindo Persada, 1996)

Said Usman. Pengantar ilmu tasawuf, (Medan Raja Grafindo Persada, 1981)

Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Madarijus Salikin ( Pendakilan Menju Allah), ( Pustaka
Al-Kautsar : 1998)

M.Si, Rizal Qosim, Drs. M. 2005, Pengalaman Fiqih, Yogyakarta: PT. Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri,
Ibrahim Tatang, Drs. 1996, Fiqih Mts, Bandung: Armiko,
M.A, Mundzier Suparta M., 2006, fiqih, Bandung: Karya Toha Putra,












iii
16
KATA PENGATAR

Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan allah swt sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya
Penuliskan ucapkan terimakasih kepada dosen pemimbing yang telah
membantu penulis dalam membuat makalah ini dengan teman-teman yang telah
memberi motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehinga penulis
dapat menyelesaikan makalah dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan keritik dan
saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimana yng akan datang

Bengkulu, November 2013


Penyusun.













ii
17
DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL .......................................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFATR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................. 2
C. Rumusan Masalah ................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Ahwal ............................................................................ 3
B. Muraqobah .......................................................................................... 5
C. Mahhabat ............................................................................................. 7
D. Qurbah ............................................................................................... 8
E. Al-khauf ............................................................................................. 10


BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 14
B. Kritik dan Saran .................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... iii



ii
18
MAKALAH
TASAWUF
Al-Ahwal, Murakobah, Kurbah, Mahhabat, Khauf dan Raja




Di susun oleh :
Puji Astuti
Penti Hanifa Carolina
Reka Puspita



Dosen
Murkilim, M.Ag







PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU (IAIN)
2013

19

You might also like