Professional Documents
Culture Documents
Disclaimer Bahan ajar ini merupakan bahan referensi lepas yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan Pelatihan Penilaian AMDAL. Bahan ajar ini dapat dikembangkan oleh pengajar sesuai kebutuhan dengan tetap mengacu pada kaidah kurikulum dan peraturan yang berlaku.
KATA PENGANTAR
Bahan ajar ini dimaksudkan sebagai salah satu bahan pendukung dalam proses pembelajaran untuk Pelatihan Penilaian AMDAL yang diadakan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup bekerja sama dengan Pusat Studi Lingkungan Hidup untuk membantu Pemerintah Daerah memenuhi persyaratan lisensi bagi Komisi Penilai AMDAL Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun 2008 tentang Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai AMDAL Kabupaten/ Kota. Bahan ajar ini disusun atas kerjasama Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Negara Lingkungan Hidup dengan Asisten Deputi Urusan Pengkajian Dampak Lingkungan Kementrian Negara Lingkungan Hidup. Bahan ajar ini disusun secara singkat dan sederhana agar mudah dipahami oleh peserta diklat, yaitu para penilai AMDAL, yang umumnya memiliki kemampuan beragam. Bahan ajar ini dapat dikembangkan oleh pengajar sesuai kebutuhan dengan tetap mengacu pada kaidah kurikulum dan peraturan yang berlaku. Bahan ajar ini masih perlu disempurnakan, karena itu saran dan kritik membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan.
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Deskripsi Singkat 1.3 Tujuan Pembelajaran 1.4 Materi Pokok BAD II PENGERTIAN AMDAL 2.1 Definisi AMDAL 2.2 Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2.3 Distribusi Kewenangan AMDAL BAB III PERAN DAN MANFAAT AMDAL 3.1 Posisi AMDAL dalam Siklus Proyek 3.2 Peran AMDAL 3.3 Manfaat AMDAL BAB IV PROSES AMDAL 4.1 Proses AMDAL Internasional 4.2 Perkembangan AMDAL di Indonesia 4.3 Proses AMDAL yang Berlaku di Indonesia BAB V PENAPISAN 5.1 Pengertian Penapisan 5.2 Model Penapisan 5.3 Penapisan di Indonesia dan Kerangka Peraturannya BAB VI PROSEDUR KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM AMDAL 6.1 Pendahuluan 6.2 Tahap Persiapan Penyusunan AMDAL 6.3 Tahap Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL (KAANDAL) 6.4 Tahap Penilaian KAANDAL 6.5. Tahap Penilaian ANDAL, RKL dan RPL BAB VII PENUTUP 7.1 Rangkuman 7.2 Evaluasi DAFTAR PUSTAKA 22 22 23 18 19 20 21 21 15 15 15 8 10 13 6 7 7 3 4 4 1 1 1 2 iv v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Peraturan AMDAL dan Pelaksanaannya Tabel 2 Pelaksanaan AMDAL secara International Tabel 3 Perbandingan Proses AMDAL di Indonesia 7 9 12
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Proses AMDAL secara umum Gambar 2. Periode 1987 1993 Penerapan PP no 29/1986 Gambar 3 Periode 1993 2000 ; Penerapan PP no 51/1993 Gambar 4 Pasca 2000: Penerapan PP No.27/1999 Gambar 5. Skema Mekanisme Pelibatan Masyarakat dalam Proses AMDAL 6 9 10 11 16
vi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau AMDAL telah diperkenalkan dan diterapkan di Indonesia sejak tahun 1986 melalui pemberlakuan Peraturan Pemerintah No. 29 (PP 29/1986). Namun demikian, sebelum AMDAL menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seluruh kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting sebagaimana disyaratkan oleh PP 29/1986, sudah ada beberapa usaha atau kegiatan yang menerapkan AMDAL sesuai dengan kaidah-kaidah internasional. Hal ini tidak mengherankan karena secara internasional, AMDAL telah diperkenalkan sejak tahun 1970 di Amerika melalui NEPA, National Environmental Policy Act 1969. AMDAL diterapkan secara luas di Indonesia pada tahun 1986 dan peraturan AMDAL pada saat itu juga telah mewajibkan seluruh kegiatan yang telah beroperasi di Indonesia sebelum tahun 1986 untuk mengevaluasi kinerja lingkungannya melalui kerangka kerja Studi Evaluasi Mengenai Dampak Lingkungan (SEMDAL). Karenanya, di Indonesia sudah terdapat lebih dari 8.000 dokumen hasil studi AMDAL (KLH, 2004). Namun demikian, evaluasi terhadap penerapan AMDAL masih menunjukkan bahwa masih terdapat kegiatan yang bermasalah dalam pengelolaan lingkungannya. Hal ini tidak terlepas dari persepsi dalam pelaksanaan pengelolaan yang mengganggap bahwa AMDAL hanyalah merupakan syarat formalitas yang bersifat administratif dan birokratis. Hal lainnya adalah karena masih kurangnya pengetahuan tentang pengertian dan manfaat AMDAL. Lebih jauh, masih banyak faktor-faktor lain yang membuat pelaksanaan AMDAL tidak efektif. Rendahnya kualitas dokumen AMDAL juga dipengaruhi oleh hal-hal seperti: kompetensi anggota Komisi Penilai, integritas anggota Komisi Penilai, akuntabilitas proses penilaian dokumen, ataupun ketersediaan berbagai panduan AMDAL. Bahan ajar ini akan mengupas AMDAL dari segi kebijakan nasional dan pengertian AMDAL secara teknis. Harapannya, bahan ajar ini dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan pemahaman terhadap mekanisme AMDAL. Bagian utama dari bahan ajar ini akan membahas hal-hal yang mencakup pengertian, manfaat, dan proses AMDAL di Indonesia.
1.3.2 INDIKATOR KEBERHASILAN Memahami tujuan pembelajaran mata diklat serta mengetahui posisi mata diklat di dalam konteks keseluruhan diklat Memahami pengertian AMDAL secara umum menurut literature internasional ataupun secara khusus yang berlaku di Indonesia Menjelaskan peran dan manfaat AMDAL dalam pengelolaan lingkungan, dalam pengelolaan proyek, dan jenis-jenis pendekatan AMDAL Menguraikan kerangka kerja dan proses AMDAL dan tahapan dalam studi AMDAL Mengevaluasi jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL
AMDAL umumnya merupakan suatu pengaturan dari pemerintah dan penerapannya harus mengikuti prosedur tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Itu sebabnya menjadi sangat relevan untuk menguraikan kebijakan AMDAL di Indonesia.
Akibat dari distribusi kewenangan yang sangat luas ke daerah, pada saat ini masih banyak hal-hal yang kurang tepat dalam hal pelaksanaan AMDAL di daerah. Namun demikian hal ini harus lebih dipandang sebagai suatu tantangan daripada suatu kelemahan. Kebijakan desentralisasi pelaksanaan AMDAL saat ini memberikan kewenangan dan pengawasan kepada daerah yang dilandaskan pada berbagai argumentasi sebagai berikut: Daerah dipandang lebih tahu kondisi Iingkungan di daerahnya masing-masing yang memiliki kedekatan secara geografis, Dengan kedekatan tersebut, harapannya pengawasan akan Iebih efektif dilakukan oleh daerah, Upaya desentralisasi ini mendorong masyarakat setempat terlibat aktif dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan eksploitasi sumber daya alam yang dimilikinya. Pada akhirnya, proses AMDAL diharapkan dapat mempromosikan transparansi dan akuntabilitas dalam sistem kepemerintahan di daerah.
Untuk mengakomodasi kebijakan otonomi pemerintahan ini, telah ditetapkan pengaturan pembagian kewenangan antara pemerintah (pusat), propinsi, dan kabupaten/kota sesuai dengan Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 05 tahun 2008 tentang Tata Kerja Komisi Penilai AMDAL dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 06 tahun 2008 tentang Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai AMDAL Kabupaten/ Kota. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengantisipasi kebijakan di atas, beberapa diantaranya adalah melalui peningkatan kualitas penyelenggaraan AMDAL yang mencakup penguatan komisi penilai AMDAL, akreditasi penyelenggara pelatihan AMDAL dan sertifikasi anggota penyusun AMDAL.
Gambar 1 Posisi dan Masukan AMDAL dfalam Siklus Proyek (diadaptasi dari Asian Development Bank 1997)
Dilihat dari manfaat-manfaat dan prinsip-prinsip di atas, nampak semuanya hal tersebut sangat ideal. Dalam kenyataannya terdapat berbagai contoh dimana rekomendasi dari suatu studi AMDAL dapat memberikan alternatif dan solusi yang lebih baik, misalnya: Rencana lokasi seperti pada Industri Semen Langkat di Sumatera Utara dan Industri Semen Gombong di Jawa Tengah atau pada lokasi landfill limbah B3 Indo Bharat Rayon di jawa Barat. Disain teknis seperti pada Proyek Pengembangan Lahan Gambut 1 Juta Hektar di Kalimantan Tengah, Pembangunan PLTA Cirata di Jawa Barat, dan Industri Semen Gombong di Jawa Tengah. Persyaratan lain LNGTangguh di Papua dan Industri Semen Makmur Indonesia di Jawa Barat.
Walaupun tidak banyak yang melakukan kajian secara rinci terhadap manfaat langsung dari AMDAL, salah satu kajian literatur menunjukkan bahwa studi AMDAL ternyata dapat merevisi biaya proyek karena terjadi penghematan setelah melakukan kajian berbagai alternatif proyek yang ada dan dampaknya di masa mendatang.
terlindungnya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/ atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup; Guna mencapai sasaran tersebut, salah satu perangkat pengelolaan lingkungan hidup adalah AMDAL. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa prosedur AMDAL bisa berlainan dari satu negara dengan negara lainnya. Namun demikian seluruh sistem AMDAL mengadopsi prinsip-prinsip utama dalam proses AMDALnya. Secara umum proses AMDAL mencakup proses penapisan, pelingkupan, penyiapan dokumen AMDAL, penilaian dokumenAMDAL, pengambilan keputusan dan pengelolaan serta pemantauan. Tahapan dan proses AMDAL secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
Berdasarkan literatur, pelaksanaan AMDAL di negara-negara ASEAN ditampilkan di bawah ini. Jelas terlihat bahwa terdapat banyak perbedaan penerapan AMDAL, baik dal tingkat adopsi, lamanya penerapan AMDAL, dan komponen-komponen dari proses AMDAL yang dipakai. Indonesia tergolong sebagai negara yang sudah cukup lama menerapkan AMDAL seperti halnya di Malaysia. Pada saat ini sistem AMDAL Indonesia bahkan telah mengadopsi seluruh komponen dari proses AMDAL yang berlaku umum. Tabel 1. Peraturan AMDAL dan Pelaksanaannya
Catatan: Untuk Indonesia kolom CIA dan Pp diberi tanda (v) karena Indonesia telah memiliki Public Consultation (KEPKA BAPEDAL 08/2000) dan Pedoman Kajian Dampak Kumulatif tahun 2006 .sumber Briffet (1999 -146) Catatan: Adhoc, prosedur administrative: L, peraturan; CIA, kajian dampak kumulatif, EMP, rencana pengelolaan lingkungan; Mi, mitigasi, Mo, pemantauan wajib, PP, partisipasi masyarakat; Pr, Prediksi; Sc, Skopuing, Sg, panduan sektoral: Sr, daftar penapisan; V, sudah diadopsi dilaksanakan; X tidak digunakan secara regular, - belum diperkenalkan. Sebenarnya Indonesia telah memiliki suatu undang-undang yang mensyaratkan pelaksanan AMDAL sejak tahun 1982 (Pemerintah Indonesia, Undang-undang No 4 Tahun 1982) Pelaksanaan AMDAL secara internasional tidak menunjJkkan perbedaan yang menyolok, dalam artian bahwa tidak semua istem AMDAL di berbagai negara-negara (bahkan di negara maju) telah mengadopsi seluruh prinsip penerapan AMDAL yang baik. Hal ini dapat dilihat pada gambar di halaman berikut. Adopsi seluruh prinsip AMDAL belum tentu dapat memberikan jaminan bahwa AMDAL telah dilaksanakan dengan baik. Tantangannya adalah bagaimana menerapkan seluruh proses AMDAL dengan baik, benar, dan konsisten. Tabel 2 Pelaksanaan AMDAL secara International
Kriteria Evaluasi
Amerika Serikat
01. Dasar Hukum 02. Cakupan 03. Alternatif 04. Penapisan 05. Pelingkupan 06. Penyusunan Dokumen AMDAL
v c v v v v
v v c v c c
v v v v v v
v x v v v c
v c v v v v
v v c v c x
v v v v v v
07. Penilaian Dokumen AMDAL 08. Pengambilan Keputusan 09. Pemantauan Dampak 10. Penanggulangan (mitigasi) 11. Konsultasi dan Partisipasi 12. Pemantauan Sistem 13. Biaya dan Manfaat 14. Kajian Lingkungan Strategis
v v x v v v c
c c x v c x v c
v c c v v v v v
c c c v v v v c
c c c v v v v c
v v x v v x x c
x x x v v v v x
10
11
Tahap Pengembangan: antara 1993 2000, PP No. 51/1993. Tahap ini memberi penekanan pada penyederhanaan proses AMDAL sejalan dengan deregulasi birokrasi pemerintahan. Muatan deregulasi mencakup penghilangan proses SEMDAL dan pengenalan berbagai pendekatan dalam proses AMDAL (proyek tunggal, terpadu, kawasan, dan regional).
12
Tahap Perbaikan (Refinement): pasca-2000, UU 23/1997 dan PP No. 27/1999 Tahap ini memberikan penekanan pada prosedur pelibatan masyarakat, sentralisasi kewenangan dan redesentralisasi kepada pemerintah daerah serta adanya pendekatan AMDAL lintas batas. Revitalisasi AMDAL: setelah 2004-2005 Wacana perlunya undang-undang AMDAL tersendiri yang memberikan klausal sanksi hukum yang jelasterhadap pelanggar proses AMDAL, reformasi mekanisme AMDAL, pengaturan weAnang proses AMDAL sejalan dengan revisi UU 22 dan perlunya perangkat pengelolaan lingkungan lainnya (KLS,
ERA, EMS, Audit) di dalam perangkat pencegahan. Dua gambar di atas menunjukan perbedaan yang cukup mencolok pada penerapan AMDAL dalam kurun waktu sebelum tahun 1993 dan sesudahnya. Perbedaan yang terlihat jelas adalah adanya penyederhanaan proses AMDAL dimana kerangka kerja Studi Evaluasi Mengenai Dampak Lingkungan (SEMDAL) sudah tidak lagi digunakan dalam sistem dan peraturan AMDAL. Hal ini didasari oleh pertimbangan bahwa semua kegiatan yang sudah berjalan sudah memenuhi kewajibannya untuk melakukan evaluasi pengelolaan lingkungan pada kegiatan mereka. Hal ini berlaku pada berbagai usaha dan/atau kegiatan yang sudah beroperasi dimana kegiatannya sudah berjalan jauh sebelum peraturan dan perundang-undangan lingkungan hidup diperkenalkan dan diterapkan di Indonesia yaitu pada tahun 1982.
13
Proses AMDAL yang berlaku saat ini juga dicirikan oleh sentralisasi kewenangan penilaian AMDAL pada instansi yang mengelola dan mengendalikan lingkungan (berbeda sebelumnya yang dilakukan oleh departemen sektoral), dan tersebar pelaksanaannya di pusat dan daerah. Untuk lebih jelasnya, perbedaan proses AMDAL dan peraturannya dapat dilihat pada skema sebagai berikut: Tabel 3 Perbandingan Proses AMDAL di Indonesia
14
BAB V. PENAPISAN
Indikator keberhasilan: Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diktat diharapkan dapat mengevaluasi jenis usaha dan/ atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL Jika diamati pada seluruh skema, tampak bahwa penapisan (screening) adalah merupakan tahap awal yang sangat penting dari seluruh sistem AMDAL baik secara nasional ataupun secara internasional. Tabel praktek pelaksanaan AMDAL secara internasional bahkan menunjukkan bahwa penapisan merupakan suatu kriteria yang mendukung kinerja pelaksanaan AMDAL pada suatu sistem di negara-negara maju.
15
dengan menetapkan daftar tapis yang telah disusun oleh Menteri LH setelah mendapat masukan dari berbagai instansi teknis. Untuk periode pemberlakuan Peraturan Perrterintah No. 27/1999, terdapat dua ketetapan yang diacu yaitu Keputusan Menteri LH No.17/2001 yang kemudian disempurnakan melalui Peraturan Menteri LH No. 11/2006. Dengan demikian, suatu kegiatan dibandingkan dengan daftar yang ada dalam ketetapan tersebut dan jika tercantum, langsung melakukan AMDAL. Sementara itu, rencana usaha atau kegiatan yang tidak terkena wajib AMDAL langsung melakukan penyusunan UKL dan UPL. Contoh jenis rencana kegiatan yang mesti dilengkapi dengan dokumen AMDAL, misalnya seperti pada contoh 3 bidang sebagai berikut: 1. Bidang Kehutanan
16
2. Bidang Pariwisata Pada umumnya, dampak penting yang ditimbulkan adalah gangguan terhadap ekosistem, hidrologi, bentang alam, dan konflik sosial
3. Bidang Rekayasa Genetika Kegiatan-kegiatan yang menggunakan hasil rekayasa genetik berpotensi menimbulkan dampak terhadap kesehatan manusia dan keseimbangan ekosistem.
17
6.1 PENDAHULUAN
Setelah memahami pengertian dan manfaat AMDAL secara keseluruhan, salah satu hal yang sangat krusial dalam proses AMDAL adalah prosedur keterlibatan masyarakat. Keterlibatan masyarakt diatur di dalam suatu panduan tersendiri yaitu di dalam Keputusan Kepala Bapedal No. 08 tahun 2000. Berdasarkan pelaksanaan selama ini, pelibatan masyarakat di dalam sistem AMDAL di Indonesia memiliki karakteristik utama yang mencakup: Keterlibatan masyarakat dalam AMDAL dimulai dengan pengurnuman, Masyarakat dalam memberikan masukan dibantu oleh organisasi lingkungan/LSM, Terdapat keterlibatan langsung masyarakat yang terkena dampak dalam proses pengambilan keputusan (proses partisipasi) melalui keikutsertaan dalam Komisi Penilai AMDAL, Terdapat mekanisme konsultasi masyarakat di luar proses pengambilan keputusan, Terdapat mekanisme penyampaian masukan tertulis, dan Adanya pertemuan masyarakat yang harus dilakukan dan didorong terutama oleh pemrakarsa.
Secara sederhana, pelibatan masyarakat dalam proses AMDAL harus dilakukan dengan dasar pertimbangan bahwa: Masyarakat memang patut berkesempatan mengetahui masa depan mereka Masyarakat adalah tetangga anda Masyarakat berhak tahu tentang perubahan lingkungannya Msyarakat Iebih memahami kondisi lingkungan setempat Untuk Iebih jelasnya, mekanisme pelibatan asyarakat dalam proses
18
19
Mekanisme pelibatan masyarakat membagi tanggung jawab pelaksanaan dalam tiga kelompok sesuai hak dan kewajiban yang telah digariskan, yaitu apa yang menjadi bagian masyarakat, pemerintah, dan pemrakarsa. Untuk memudahkan dalam memahami mekanisme tersebut, maka pelaksanaan pelibatan masyarakat di dalam proses AMDAL diuraikan sesuai dengan tahaptahap sebagai berikut:
c. Mengumumkan hal-hal yang mencakup: Nama dan alamat pemrakarsa; Lokasi dan luas usaha dan/atau kegiatan, serta dilengkapi dengan peta wilayah rencana usaha dan/atau kegiatan; Jenis usaha dan/atau kegiatan; Produk yang akan dihasilkan; Jenis dan volume limbah yang akan dihasilkan, serta cara penanganannya; Dampak lingkungan hidup yang akan timbul; Tanggal pengumuman tersebut mulai dipasang dan Batas waktu pemberian saran, pendapat, dan tanggapan dari warga masyarakat; dan Nama dan alamat instansi yang bertanggung jawab dalam menerima saran, pendapat, dan tanggapan dari warga masyarakat
Adapun dalam melakukan pengumuman diharuskan mengikuti ketentuan spesifikasi media dan teknik pengumuman sebagaimana telah diatur dalam pedoman Kepdal 08/2000. Selanjutnya, instansi yang bertanggung jawab wajib mengumumkan rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan memulai menyusun AMDAL yang mencakup: Lokasi usaha dan/atau kegiatan serta dilengkapi dengan peta wilayah rencana usaha dan/atau kegiatan; Jenis usaha dan/atau kegiatan; Nama dan alamat pemrakarsa; Tanggal pengumuman tersebut mulai dipasang dan batas waktu pemberian saran, pendapat dan tanggapan dari warga masyarakat; dan Nama dan alamat instansi yang bertanggung jawab menerima saran, pendapat, dan tanggapan dari warga masyarakat.
20
Berdasarkan pengumuman yang disampaikan oleh kedua pihak di atas, masyarakat yang berkepentingan kemudian berhak menyampaikan saran, pendapat, dan tanggapan terhadap rencana usaha dan/ atau kegiatan yang diumumkan selama periode 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal pengumuman dilaksanakan, dan disampaikan kepada instansi yang mengelola dan mengendalikan dampak lingkungan baik di pemerintah pusat maupun di daerah.
pertemuan publik, lokakarya, seminar, diskusi terfokus dan metoda-metoda lain yang dapat dipergunakan untuk berkomunikasi secara dua arah).
21
22
7.2 EVALUASI
1. Jelaskan tiga muatan utama di dalam definisi AMDAL 2. Uraikan perkembangan sistem AMDAL di Indonesia sejak pertama kali diterapkan 3. Jelaskan secara singkat kebijakan pelaksanaan AMDAL yang dilaksanakan saat ini 4. Apa saja landasan pemikiran yang digunakan sehingga desentralisasi pelaksanaan AMDAL dipandang menjadi sangat perlu saat ini 5. Sebutkan beberapa manfaat pelaksanaan AMDAL 6. Uraikan proses AMDAL yang berlaku saat ini 7. Bagaimana posisi pelaksanaan AMDAL di Indonesia di bandingkan dengan pelaksanaan di negara lain 8. Apa yang dimaksud dengan penapisan 9. Bagaimana penapisan dilakukan di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Briffett, C. 1999. Environmental Impact Assessment in East Asia. In J. Petts (Ed.), Handbook of Environmental Impact Assessment Volume 2. Environmental ImpactAssessment in Practice: Impact and Limitations (pp. 143-167). Oxford ; Malden: Blackwell Science. Glasson, J., Chadwick, A., & Therivel, R. 1999. Introduction to environmental impact assessment: principles and procedures, process, practice and prospects (2nd ed.). London: UCL Press. Harvey, N. 1998. Environmental Impact Assessment: Procedures, Practice and Prospects in Australia. Melbourne: Oxford University Press. Pemerintah Indonesia. 1986. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Jakarta: Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Pemerintah Indonesia. 1993. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Jakarta: BAPEDAL. Pemerintah Indonesia. 1997. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1998 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: BAPEDAL. Pemerintah Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Jakarta: BAPEDAL. Purnama, D. 2003. Reform of the EIA Process in Indonesia: Improving the Role of Public Involvement. Journal of Environmental Impact Assessment Review. Wood, C. 1995. Environmental impact assessment: a comparative review. Harlow: Longman Scientific & Technical. Wood, C. 2003. Environmental impact assessment: a comparative review (2nd ed.). Upper Saddle River ; London: Prentice Hall.
23