You are on page 1of 35

1

darah memasuki atrium kanan dan saat melewati jantung darah dibagi dua aliran oleh krista devidens. Sebagian darah dialirkan darah dari vena kava inferior ke atrium kiri yang bercampur dengan darah vena pulmonalis, sementara sejumlah kecil memasuki atrium kanan yang bercampur darah dari vena kava superior. Krista devidens membentuk tepi dari vormanen ovale. Darah dari jantung kiri ke miokardium lewat pembuluh koroner ke dalam kepala, ektremitas atas lewat aorta asenden, kemudian setelah meninggalkan ventrikel darah memasuki trunkus pulmonalis ke darah langsung ke paru lewat duktus anteriosus dan memasuki aorta desenden ke seluruh badan dan anggota gerak bawah. Setelah perkembangan dalam uterus maka akan terjadi perubahan dalam perkembangan ekstra uterus di mana susunan sirkulasinya pun berubah dan terjadi perubahan pada foramen ovale, duktus artieriosus, dan duktus venosus. (Arif Muttaqin, 2009) Penyakit jantung kongenital merupakan kelainan struktur atau fungsi dari sistem kardiovaskular yang ditemukan pada saat lahir walaupun dapat ditemukan kemudian hari. Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan (PJB) adalah sekumpulan malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit jantung yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak-anak, apabila tidak dioperasi kebanyakan meninggal pada waktu bayi. Pada umumnya kelainan jantung bawaan dapat dideteksi sejak lahir, namun tak jarang gejalanya baru muncul setelah bayi berumur beberapa minggu atau berumur beberapa bulan. Gejala umum dari penyakit jatung bawaan adalah sesak nafas dan bibir terlihat kebiru-biruan. 1.2 Etiologi/penyebab (Arif Muttaqin, 2009) Sulit ditemuakan terjadi akibat interaksi genetik yang multi faktorial dan sistem lingkungan, sehingga sulit untuk ditentukan satu penyebab yang spesifik. Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka penyakit jantung bawaan yaitu faktor prenatal antara lain ibu

menderita panyakit infeksi (rubella), ibu alkoholisme, umur ibu lebih dari 40 tahun, ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin, ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu. Dan faktor genetik antara lain anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit penyakit jantung bawaan, ayah/ibu menderita penyakit jantung bawaan, kelainan kromosom seperti Sindrom Down dan lahir dengan kelainan bawaan yang lain. 1.3 Patofisiologi (Arif Muttaqin, 2009) Akibat yang timbul karena adanya defek septum atrium sangat tergantung dari besar dan lamanya pirau serta resistensi vaskular paru. Ukuran defek sendiri tidak dapat berperan dalam menentukan besaran dan arah pirau. Sebagaimana diketahui tidak dapat gradient antara atrium kiri dan kanan, aliran darah akan tergantung dengan besarnya resistensi. Oleh karena itu, ventrikel kanan lebih tipis dan lebih akomodatif, arah aliran atrium kiri dan atrium kanan akan menuju ventrikel kanan, sementara itu volume di atrium dan ventrikel tetap atau menurun. Terjadi perubahan konfigurasi distol di ventrikel kiri karena septum ventrikel akan cembung ke arah kiri. 1.4 Manifestasi klinis (Arif Muttaqin, 2009) Defek septum atrium lebih sering terjadi pada perempuan dengan rasio 2:1 antara perempuan dan pria. Defek septum atrium (DSA) sering tidak terdeteksi sampai dewasa karena biasanya asimtomatik dan tidak memberikan gambaran diagnosis fisik yang khas. Sesak nafas dan rasa capek paling sering merupakan keluhan awal demikian pula infeksi nafas yang berulang. Pasien dapat sesak nafas pada saat aktivitas dan berdebar-debar akibat takiaritmia atrium. Dan untuk manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel yang tidak terlihat selama 4-6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA

lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF). Kadangkadang terdapat tanda-tanda gagal jantung, machineri mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar di tepi sternum kiri atas), tekanan nadi besar (water hammer pulses) /nadi menonjol dan meloncat-loncat, tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg), takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hipermik, resiko endokarditis dan obsturksi pembuluh darah pulmonal, infeksi saluran nafas berulang mudah lelah, apnea, tachypnea, nasal flaring, retraksi dada, hipoksemia dan peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru). 1.5 Pemeriksaan penunjang (Arif Muttaqin, 2009) Pada pemeriksaan diagnostik dapat ditemukan pusasi ventrikel kanan pada daerah para sternal kanan, wide fixed splitting bunyi jantung kedua walaupun tidak selalu ada, bising sistolik tipe ejeksi pada daerah pulmonal pada garis sternal kiri atas, bising mid diastlolik pada daerah tricuspid dapat menyebar ke apeks. Foto Thorak: atrium dan ventrikel kiri membesar secara singnifikan (kardiomegali) gambaran vaskuler paru meningkat. Ekhokardiografi: rasio atrium kiri terhadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan). Pemeriksaan dengan Doppler berwarna digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya. Elektrokardiografi (EKG) bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar. Katerisasi jantung hanya dilakukan untuk mengevalusi lebih jauh hasil ECHO atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya. 1.6 Pentalaksanaan medis

(Arif Muttaqin, 2009) Pentalaksaan konservatif: restriksi cairan dan pemberian obat-obatan, furosemid (lasix) diberikan restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular, pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik unutk mencegah endokarditis bakterial. Pembedahan,

pemotongan atau pengikatan duktus. Non pembedahan, penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung.

hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas. Kriteria hasil, klien menunjukkan beraktivitas tanpa gejala-gejala yang berat, terutama mobilitas di tempat tidur. Intervensi: catat frekuensi jantung, irama serta perubahan tekanan darah selama dan sesudah aktivitas. R/: respon klien terhadap aktivitas dapat mengidentifikasikan penurunan oksigen miokard. 2. Kecemasan klien atau orang tua yang berhubungan dengan diagnosis penyakit, perubahan peran. Tujuan, dalam waktu 1x24 jam kecemasan klien atau keluarga berkurang. Kriteria hasil, klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasikan penyebab atau faktor yang

mempengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan dan wajah rileks. Intervensi, bantu klien untuk mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut. R/: cemas berkelanjutan memberikan dampak serangan jantung selanjutnya. 3. Resiko ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik yang berhubungan dengan tidak mau menerima pola hidup yang sesuai. Tujuan, dalam 1x24 jam klien mengenal faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan resiko kekambuhan klien secara subjektif menyatakan bersedia dan termotivasi untuk melakukan aturan terapeutik jangka panjang dan mau menerima perubahan pola hidup yang efektif, klien mempu mengulang faktor-faktor resiko kekambuhan. Intervensi, identifikasi faktor yang mendukung pelaksanaan terapeutik. R/: keluarga terdekat apakah suami atau istri atau anak-anak mampu mendapat penjelasan yang menjadi pengawas klien dalam menjalankan pola hidup yang efektif selama klien dirumah dan memiliki waktu yang optimal dalam menjaga klien. 2.4 Implementasi (Arif Muttaqin, 2009) Implementasi adalah realisasi dari perencanaan yang sudah ditentukan sebelumnya. 2.5 Evaluasi (Arif Muttaqin, 2009) Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan rencana keperwatan dalam memenuhi kebutuhan klien yang dinilai berdasarkan respon klien dan mengacu pada kriteria yang telah ditetapkan pada intervensi keperawatan.

Diagnosa Intoleransi aktivitas

Evaluasi (SOAP) yang S : - Klien mengatakan : saya ingin bertoleransi terhadap aktivitas yang ia lakukan.

berhubungan dengan penurunan curah jantung sekunder

pembesaran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. O : - Klien melaporkan adnya perubahan dalam dirinya.

Masalah

intoleransi

aktivitas diatasi sebagian.

P : Lanjutkan intervensi. Kecemasan klien atau orang tua S : - Klien mengatakan : klien yang diagnosis peran. O : - Klien melaporkan perasaan nyaman area abdomen setelah dilakukan tindakan keperawatan. Klien tampak tenang. berhubungan penyakit, dengan sudah mulai tidak merasa cemas perubahan lagi

A : Masalah kecemasan klien berhasil diatasi sebagian.

P : Lanjutkan intervensi. Resiko ketidakpatuhan terhadap S : - Klien mengatakan : saya aturan yang berhubungan dengan ingin mematuhi peaturan pola tidak mau menerima pola hidup hidup yang baik. yang sesuai.

O : - Klien melaporkan ingin mematuhi aturan terapeutik

untuk pola hidupnya.

A : - Masalah ketidakpatuhan klien terhadap aturan terapeutik teratasi.

P : Intervensi selesai.

2.6

Pengkajian klien dengan gangguan fungsi kardiovaskular (Arif Muttaqin, 2010) Sistem kardiovaskular berawal dari jantung yaitu

sebuah pompa berotot yang berdenyut secara ritmis dan berulang sebanyak 60-100 kali per menit. Setiap denyut menyebabkan darah mengalir dari jantung lalu ke seluruh tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang terdiri atas arteri, arterior, dan kapiler kemudia kembali ke jantung melalui venula dan vena. Fungsi dari sistem kardiovaskular adalah untuk memberikan dan mengalirkan suplai oksigen (O2) dan nutrisi ke seluruh jaringan serta organ tubuh yang di erlukan untuk proses metabolisme. Secara normal, setiap jaringan dan organ tubuh akan menerima aliran darah yang cukup serta mengandung nutrisi yang adekuat. Sangat banyak organisme pariasi yang di perlukan sistem kardivaskular agar fungsi regulasinya dapat merespons seluruh tubuh aktivitas dari tubuh. Salah satunya mekanisme meningkatkan suplai darah agar aktivitas jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan berat, aliran darah tersebut lebih banyak diarahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak yang berguna untuk memelihara sistem sirkulasi itu sendiri. Pertemuan pertama seorang perawat dengan klien yang memiliki masalah pada sistem kardiovaskular merupakan peristiwa yang penting, karena pada saat

tersebut tidak hanya dilakukan penilaian yang teliti dan pemeriksaan yang lengkap, tetapi juga merupakan kesempatan untuk membangun hubungan rasa saling percaya dan rasa saling pengertian, sehingga tujuan asuhan keperawatan dapat dicapai secara maksimal. Seorang perawat sebaiknya memberikan kesan sebagai orang yang ingin berbagi dan pendengar yang baik. Perawat dalam melakukan pengkajian keperawatan sistem kardiovaskular dituntut untuk memiliki ilmu pengetahuan tentang konsep anatomi, fisiologi, serta fasiologi sistem kardiovaskular. Perawat juga harus memiliki keterampilan asuhan yang seimbang juga pengalaman yang baik. Semua hal tersebut mampu mendukung kesempurnaan dalam menggali masalah klien. Adapun masalah yang harus dapat kita gali dari klien adalah: identitas masalah-masalah status klien, actual dan potensial masalah-masalah perawat kesehatan; membuat rencana pertemuan untuk identifikasi kebutuhan dan memberikan tindakan perawat yang khusus pada kebutuhan tersebut. Aplikasi pengkajian pada proses keperawatan memerlukan bermacam-macam keterampilan keperawatan. Hubungan interpersonal, meliputi: komunikasi,

mendengar, memberikan perhatian keadan klinis terbaru, pengetahuan, dan informasi. Keterampilan teknik: ditunjang dengan penggunaan peralatan dalam pelaksanaan prosedur. Keterampilan intelektual, yaitu: problem solving, pemikiran dan pendapat. Pengkajian keperawatan pada sistem kardiovaskular adalah salah satu dari komponen pada proses keperawatan yang merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan klien meliputi usaha penggumpulan data tentang status kesehatan seorang klien secara sistemmatis, akurat, singkat dan berkesinambungan. Komponen pengkajian keperawatan komprehenshif yang dilaksanakan perawat secara umum meliputi anamnesis pada klien, keluarga, pemeriksaan kesehatan; meninjau catatan/status klien untuk melihat pemeriksaan diagnostik; berkolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain, termasuk dalam hal pengkajian penatalaksanaan medis; dan terakhir meninjau literature yang terkait dengan keadan klien. Data tentang fisik, emosi, pertumbuhan, sosial, kebudayaan, intelektual, dan

10

aspek spiritual juga harus diketahui oleh perawat. Keahlian dalam melakukan observasi, komunikasi, wawancara dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk mewujudkan fase pengkajian prosses keperawatan. Tujuan pengkajian, menetapkan masalah pemenuhan kebutuhan klien hanya dapat diperoleh melalui analis dari suuatu pengkajian. Pengkajian ini memegang peran penting sebagai parameter yang mendasari seluruh tindakan yang akan dilakukan. Pengkajian merupakan bagian dari proses keperawatan, memduduki urutan pertama dari langkah dalam melakukan proses keperawatan tersebut. Agar dapat melakukan pengkajian dengan baik, maka diperlukan pemahaman, latihan, dan keterampilan untuk mengenal tanda serta gejala dari suatu gangguan nyata/aktual juga resiko yang ditampilkan oleh klien. Tujuan pengkajian sistem kardiovaskular meliputi hal-hal di bawah ini, mengkaji secara umum dari status mengenai keadaan klien, mengkaji fungsi fisiologi dan patologis gangguan pada sistem kardiovaskular, mengenal secara dini adanya masalah keperawatan klien, baik aktual maupun resiko, mengidentifikasi penyebab terjadinya masalah keperawatan, merencanakan cara mengatasi permasalah yang ada serta menghindari masalah yang mungkin akan terjadi. Penggumpulan data, menurut Nursalam (2002) pengumpulan data secara umum merupakan hal yang mutlak dilakukan perawat dalam melakukan pengkajian keperawatan. Penggumpulan data dapat dilihat dari tipe dan karakteristik data. Data subjektif, data subjektif adalah data yang didapat dari klien sebagai pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh perawat secara independen, tetapi melalui suatu interaksi atau komunikasi. Data subjektif sering didapatkan dari riwayat keperawatan termasuk persepsi klien, perasaan dan ide tentang status kesehatannya. Misalnya, penjelasan klien tentang nyeri, lemah, frustasi, dan malu. Informasi yang diberikan sumber lainnya, dari keluarga, konsultan, dan tenaga kesehatan lainnya juga dapat menjadi data subjektif jika didasarkan pada pendapat klien.

11

(Arif Muttaqin, 2009) Data objektif, data objektif adalah data yang dapat diobsevasi dan diukur. Informasi tersebut biasanya diperoleh melalui senses: 2S (sight smell) dan HT (hearing dan touch atau taste) selama pemeriksaan fisik. Fokus pengumpulan data meliputi hal-hal berikut ini antara lain status kesehatan sebelum dan sekarang, pola koping sebelumnya dansekarang, fungsi status sebelumnya dan sekarang, respons terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan, risiko unutk masalah potensial dan hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien. 2.7 Proses keperawatan klien dengan penyakit jantung bawaan (Arif Muttaqin, 2009) Penyakit jantung congenital atau penyakit jantung bawaan (PJB) adalah sekumpulan malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebayakan akan meninggal pada waktu bayi. Oleh karena itu, penyakit jantung bawaan yang ditemukan pada orang dewasa menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda. Hal ini pulalah yang menyebabkan perbedaan pola penyakit jantung bawaan pada anak dan pada orang dewasa. Angka kejadian PJB adalah 9-10 bayi dari 1.000 bayi lahir hidup. Penyebab terjadinya PJB belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa factor risiko atau predisposisi yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian PJB. (Arif Muttaqin, 2009) Klasifikasi, PJB dapat dibagi atas dua golongan besar, yaitu penyakit jantung bawaan non-sisnotik: defek septum atrium (ASD), defek septum ventricular (VSD), duktus arteri paten (PDA), pulmonary stenosis (SP) dan koarksio aorta (CA). dan penyakit jantung bawaan sisnotik: tetralogi fallot dan transposisi pembuluh darah besar (TGA). (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008) Penyakit jantung kongenital merupakan penyakit jantung yang terjadi akibat kelainan dalam perkembangan jantung dan pembuluh darah, sehingga dapat mengganggu dalam fungsi jantung dan sirkulasi

12

darah jantung atau yang dapat mengakibatkan sianosis dan asianosis. Penyakit jantung congenital sacara umum terdiri atas dua kelompok yakni sianosis dan asianosis. Pada kelompok sianosis tidak terjadi pencampuran darah yang teroksigenasi dalam sirkulasi sistemik dan pada yang asianosis terjadi pencampuan sirkulasi pulmoner dan sistemik. Secara umum oenyakit jantung sianotik seperti tetralofi fallot dan penyakit jantung nonsianotik seperti cacat sekat ventrikel, cacat sekat atrium, patent ductus arteriosus (PDA), stenosis aorta, stenosis pulmonal dan koartasio aorta. Cacat sekat ventrikel, merupakan kondisi dimana terjadi hubungan sekat (septem) yang memungkinkan darah mengalkir langsung atarventrikel, pada umunya dari kiri ke kanan. Tekanan di ventrikel kiri lebioh tinggi sehingga meningkatkan tekanan aliran ke ventrikrl kanan. Akibat volume darah yang meningkat dipompa ke paru, maka tahanan vaskuler pulmoner meningkat. Bila kondisi ini terus berlangsung maka tekanan ventrtikel kanan akan meningkat dan menyebabkan terjadinya pirau yang terbalik sehingga dapat menurunkan aliran darah dari ventrikel kanan ke kiri. Kondisi ini akibat septum atau sekat dalanm ventrikel tidak terbentuk secara sempurna. Cacat sekat atrium, kondisi ini merupakan akibat kelainan anatomi pada daerah atrium. Terdapat tiga macam yakni cacat sinus venosus dan cacat vena kavasuperior, cacat fossa ovalis dan cacat atrium sprimum.

2.8

Asuhan keperawatan anak dengan masalah kelainan jantung kongenital

1. Pengakajian keperawatan (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008) Pada pengkajian dapat ditemukan tanda-tanda serius yang terjadi selama masa bayi, dapat berupa sianosis, tidak mau makan, sesak nafas, nadi kecil atau sering terjadi infeksi traktus respiratorius atau keringat berlebihan. Dapat juga terjadi keluhan berdebar-debar dan pertunbuhan terganggu. Pada bayi dengan sianosis karena hipoksemia mengakibatkan kejang-kejang, misalnya pada anak dengan tetralogi fallot dan vebtrikel tunggal. Hal ini terjadi karena sianosi yang berat yang dapat dapat menyebabkan hipoksia otak. Apabila

13

sianosisnya berat akan terjadi polisitermia dan tampak pada angka hematokrit yang tinggi. Terjadinya polisitemia mempermudah timbulnya embolus atau tombus, dan bila hal ini terjadi di otak akan menimbulkan keluhan neurologis berat sampai terjadinya abses otak, bila thrombus tersebut terinfeksi. 2. Diagnosis/masalah keperawatan (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008) Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan kelainan jantung kongenital adalah penurunan curah jantung, perbahan pertumbuhan dan perkembangan, risiko infeksi, perubahan proses keluarga dan risiko cedera. 3. Rencana tindakan keperawatan 1. Penurunan curah jantung (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008) Pada kelainan jantung kongenital dapat terjadi kemungkinan penurunan curah jantung, hal ini dapat disebakan oleh adanya cacat struktur. Untuk itu sasaran perbaikan utama adalah perbaikan curah jantung untuk mencegah dampak yang lebih luas memperbaiki energy dan mengurangi adanya stress. Tindakan kurangi beban jantung dengan cara berikan digoxin, berikan obtobatan yang dapat menurunkan afterload, berikan diuretic, moniutoring frekuensi jantung, tekanan darah, perfusi jaringan, dan produksi urine, berikan istirahat yang cukup, berikan permainan atau aktivitas yang tenang dan menyenangkan serta bentu untuk memilihnya dan cegah peningkatan suhu karena dapat meningkatkan kebutuhan oksigen. 2. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008) Kelainan jantung bawaan juga dapat membuat anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan, hal ini disebabkan oleh adanya ketidakadekuatan oksigen dan nutrient pada tingkat jaringan sehingga anak perlu mendapatkan stimulasi pertumbuhan dan p[erkembangan yang cukup. Sasarannya adalah anak diharapakan dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kurva pertumbuhan atau perkembangan dan mampu melakukan aktivitas yang sesuai dengan usianya.

14

Tindakannya

antara

lain

berikan

diet/nutrisi

yang

cukup,

monitor

pertumbuhan dan perkembangan, berikan suplemen besi untuk mencegah terjadinya anemia, berikan kebebasan anak mengekspresikan aktivitasnya dan membantu anak untuk melakukan tugas perkembangan sesuia usianya. 3. Risiko injeksi (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008) Terjadinya kemungkinan infeksi pada anak dengan kelainan kongenital ini dapat disebakan adanya penurunan satatus kesehatan maka upayanya adalah mencegah jangan sampai anak mengalami infeksi. Tindakan berikan istirahat yang cukup, berikan nutrisi yang cukup dengan status gizi seimbang dan hindari kontak langsung dengan anak yang mangalami infeksi. 4. Perubahan proses keluarga (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008) Perubahan proses keluarga ini sering terjadip pada keluarga yang memiliki anak dengan kelainan jantung bawaan, karena keluarga akan merasakan ketakutan atau kecemasan atas penyakit anaknya serta

ketidakmampuan keluarga dalam mencari koping yang efektif. Tindakan diskusikan tentang masalah yang dihadapi seperti adanya ketakutan atau kecemasan, libatkan kelurga dalam berpartisipasi perawatan, bantu keluarga dalam menentukan aktivitas untuk anak dan ajari keterampilan dalam merawat anak di rumah seperti pemberian obat-obatan, makanan, tanda-tanda kekambuhan dan lain-lain. 5. Risiko cedera (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008) Risiko terjadinya cedera dapat disebakan oleh kondisi jantung dan prosedur terapi yang ada. Untuk mengurangi adanya cedera maka upaya yang dilakukan adalah keluarga mampu mengenali tanda komplikasi dini, serta mampu melakukan tindakan yang tepat dalam melakukan terapi. Tindakan ajari keluarga untuk mengenali tanda adanya komplikasi seperti adanya gagal jantung kongestif, tanda awalnya seperti takikardia, takipne, banyak keringat, keletihan, distress pernapasan, disritmia atau lainnya. Ajari keluargacara mengatasinya seperti tempatkan anak dalam posisi lutut dada dengan kepala dan dada ditinggikan, berikan oksigen dan hubungi ahlinya. Dan bantu keluarga dalam memutuskan tindakan pembedahan dan kaji perasaan yang dialaminya.

15

(Nelson, 2000) Evaluasi bayi atau anak dengan penyakit jantung kongenital, evaluasi awal bayi atau anak dengan dugaan penyakit jantung kongenital melibatkan pendekatan sistematik dengan tiga komponen utama. Pertama, defek jantung kongenital dapat dibagi menjadi dua kelompok besar didasarkan apda adanya atau tidak adanya sianosis yang dapat ditentukan pemeriksaan fisik, dibantu dengan oksimetri trabskutan. Kedua, dua kelompok ini dapat lebih lanjut dibagi atas dasar apakah radiografi dada menunjukan corak vaskular paru bertambah, normal atau berkurang. Akhirnya, elektrokardiogram dapat digunakan untuk menentukan apakah ada hipertrofi ventrikel kanan, kiri, atau biventriluler sifat suara jantung dan adanya serta sifat setiap bising lebih lanjut menyempitkan diagnosis banding. Diognosis akhir kemudian dikonfirmasi dengan ekokardiografi atau kateteralisasi jantung. Lesi jantung kongenital asianotik, lesi jantung kongenital asianotik dapat digolngkan sesuai dengan beban fisiologis yang menonjol yang mereka tempatkan pada jantung. Walaupun banyak lesi jantung kongenital menginduksi lebih dari pada satu gangguan fisiologis, adalah membantu memfokuskan pada kelainan beban primer untuk tujuan penggolongan. Lesi yang paling sering adalah lesi lesi yang menimbulkan beban volume, dan yang paling sering dari keadaan ini adalah lesi shunt dari kiri ke kanan. Regurgitasi katup antriovenrtrikuler dan beberapa kardiomiopati merupakan penyebab lain penambahan beban volume. Golongan lesi kedua utama menyebabkan penambahan beban tekanan, yang paling sering akibat obstruksi aliran keluar ventrikel atau penyempitan salah satu pembuluh darah besar. Lesi yang berakibat kenaikan beban volume, lesi yang paling sering pada kelompok ini adalah lesi yang menimbulkan shunt dari kiri ke kanan: defek sekat antrium (ASD), defek sekat ventrikel (VSD), defek sekat antrioventrikularis (AVSD, kanal AV), dan duktus arteriosus paten (PDA). Sebutan persamaan patofisiologi pada kelompok ini adalah komunikasi antara sisi sirkulasi sistematik dan pulmonal, yang menimbulkan shunt darah teroksigenasi penuh kembali kedalam paru-paru. Shunt ini dapat dihitung dengan menghitung rasio darah pulmonal dengan aliran sistemik, atau

16

Qp: Qs. Dengan demikian shunt 2:1 biasanya menyatakan bahwa ada dua kali aliran darah pulmonal normal. Arah dan besar shunt yan melewati komunikasi demekian tergantung pada ukuran defek dan tekanan relatif pulmonal dan sistemik serta tahanan vaskuler pulmonal dan sistemik. Faktor-faktor ini dinamik dan dapat berubah secaraa dramatis menurut umur. Dengan demikian pada lesi seperti VSD besar, mungkin ada shunt kecil dan sedikit gejala selama umur minggu pertama. Bertambah volume darah dalam paru-paru menurunkan kelenturan pulmonal dan menaikan kerja pernapasan. Cairan bocor keselah interstisial dan alveoli, menimbulkan edema paru. Namum, istilah gagal jantung adalah nama yang salah, curah ventrikel kiri total sbenarnya beberapa kali lebih besar dari pada normal walaupun banyak dari curah ini tidak efektik karena ia kembali langsung ke paruparu. Untuk mempertahankan tingkat curah ventrikel kiri yang tinggi ini, frekuensi jantung dan volume sekuncup dinaikan, diperantarai oleh kenaikan aktifitas sistem saraf simpatis. Lesi tambahan yang memaksakan beban volume pada jantung adalah lesi regurgitan dan kardiomiopati. Regurgitasi katub antrioventrikuler ditemukan paling sering pada penderita dengan defek sekat antriovertikuler varsial atau komplit. Pada lesi ini, kombinasi shunt dari kiri ke kanan dengan regurgitasi katub antrioventrikuler menambah beban volume pada jantung dan menimbulkan gejala yang lebih berat. Kebalikan shunt dari kiri ke kanan, yang biasanya fungsi otot jantung intrinsik normal, adalah kardiomiopati yang fungsi otot jantungnya berkurang. Kardiomiopati dapat mengenai kontraktilitas sistolik, relaksasi diastolik, atau keduanya. Penurunan fungsi jantung mengakibatkan kenaikan tekanan pengisian antrium dan ventrikel, dan terjadi edema pulmonal akibat kenaiakan tekanan kapiler. Etiologi utama kardiomiopati pada bayi dan anak adalah miokarditis virus, kisaran yang luas gangguan metabolik, dan vibroelastosis endrokardial.

17

Lesi yang mengakibatkan kenaikan beban tekanan, sebutan persamaan patofisiologi yang sering dari lesi ini adalah obstruksi aliran darah normal. Yang paling sering adalah obstruksi pada aliran keluar ventrikel: stenosis katup pulmonal,stenosis katup aorta, dan kaorkaktosio aorta. Yang kurang sering adalah obstruksi pada aliran kedalam ventrikel: stenosis trikuspidal atau mitral dan komtriatriatum. Obsdtruksi aliran kelua ventrikel dapat terjadi pada katup, dibawah katup (misalnya ventrikel kanan ruangan ganda, membrana subaorta),atau diatasnya (misalnya, stenosis cabang polmonal atau stenosis aorta supravalvuler). Gambaran klinis adalah sangat berbeda bila obstruksi pada aliran keluar berat, biasanya ditemukan pada masa neonatus yang segera. Bayi dapat menjadi sakit berat dalam beberapa jam lahir. Stenosis pulmonal berat pada masa neonatus (SP kritis) menoimbulkan tanda-tanda gagal jantung sisi kanan (hepatomegali, edema parifer) dan sianosis karena shunt dario kanan kekiri melewati foramen ovale. Stenosis aorta berat pada masa neonatus (SA kritis) datang dengan tanda-tanda gagal jantung sisi kiri (edema pulmonal, perfusi jelek), gagal jantung sisi kanan (hepatomegali, edema parifer) dan dapat menjelek dengan cepat sampai kolaps sirkulasi total. Pada anak yang lebih tua, kaorktasio aorta biasanya datang dengan hipertensi tubuh bagian atas dan nadi hilang pada ekstremitas inferior. Pada dekat masa neonatus, tanda koarktasio mungkin tertunda karena adanya duktus arteriosus paten. Pada penderita ini, ujung aorta duktus dapat berperan sebagai saluran untuk mengalirkan darah ke sebagian pintasan obstruksi. Bayi ini menjadi bergejala bila duktus akhirnya menutup. Lesi jantung kongenital sianotik, kelompok lesi jantung kongential ini dapat juga selanjutnya dibagi berdasarkan atas patofisiologi: apakah aliran darah pulmonal mengurang (tetralogi fallot, atresia pulmonalis dengan sekat utuh, atresia trikuspidal, anomali total muara vena pulmonalis dengan obstruksi) atau bertambah (transposisi arteri-arteri besar vertikel tunggal, trunkus arteriosus, anomali total muara vena pulmonis tanpa obstruksi). Sebagaimana pada lesi asianotik, radiografi dada merupakan alat yang bermanfaat untuk membedakan dua kategori ini.

18

Lesi sianotik dengan aliran darah pulmonal berkurang, lesi ini harus memasukkan obstruksi pada aliran darah pulmonal (pada setinggi katup trikuspidal, ventrikel kanan, atau katup pulmonal) dan jalur dengannya darah venosa sistemik dapat melalui shunt dari kanan ke kiri dan masuk sirkulasi sistemik (melalui feramen ovale paten, ASD atau VSD). Lesi yang sering pada kelompok ini adalah atresia trikuspidal, tetralogi Fallot, dan berbagai bentuk ventrikel tunggal dengan stenosis pulmonal. Pada lesi ini, derajat sianosi tergantung pada derajat obstruksi pada aliran darah pulmonal. Jika obstruksi ringan, sianosis tidak ada pada saat istirahat. Namun, pada penderita ini dapat terjadi serangan hipersianotik selama stres. Sebaliknya, jika obstruksi berat, aliran darah pulmonal mungkin tergantung pada terbukanya duktus arteriosus. Bila duktus menutup selama umur beberapa hari pertama, neonatus datang dengan hipoksemia yang dalam dan syok. Lesi sianotik dengan aliran darah pulmonal bertambah, pada kelompok lesi ini, tidak ada obstruksi pada aliran darah pulmonal. Sianosis disebabkan oleh hubungan ventrikel-arteri abnormal atau oleh campuran total darah venosa sistemik dan venosa pulmonal dalam jantung. Transposisi arteri-arteri besar (TGV) adalah yang paling sering dari kelompok lesi pertama. Pada TGV, aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteria pulmonalis dari ventrikel kiri. Darah vena sistemik yang kembali ke antrium kanan dan dipompa secara langsung kembali ke tubuh, dan darah teroksegenasi yang kembali ke dalam paru-paru. Membukanya jalur janin (foramen ovale dan duktus arteriosus) memungkinkan sedikit pencampuran pada masa dekat neonatus: namun, bila duktus mulai menutup pada bayi terjadi sianosis berat. Lesi yang mencampur total adalah lesi defek jantung dengan atrium atau ventrikel komunis, anomali total muara vena pulmonalis, dan trunkus arteriosus. Pada kelompok ini, darah venosa sistemik yang tereduksi dan darah venosa pulmonal yang teroksigenasi bercampur sempurna dalam jantung, menghasilkan saturasi oksigen yang sama di dalam arteria pulmonalis dan aorta. Jika tidak ada obstruksi pada aliran darah pulmonal, bayi ini datang dengan kombinasi sianosis dan gagal jantung.

19

Sebaliknya, jika ada stenosis pulmonal, bayi ini datang dengan sianosis saja, sama dengan penderita tetralogi Fallot. 2.9 Fisiologi jantung dan pembuluh darah (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008) Dalam memahami jantung atau sebuah sistem kardiovaskular terdapat tiga komponen yang berperan dalam sebuah sistem yakni jantung itu sendiri sebagai alat untuk memompa, pembuluh darah sebagai tempat untuk mengalirkan, dan darah bagian yang mengatur sistem berjalan sesuai dengan kondisi yang ada. Jantung dalam bekerja sebagai alat untuk mensirkulasikan darah ke paru guna pertukaran gas. Dalam jantung terdapat berbagai ruangan. Hal ini guna mencegah percampuran darah. Jantung menerima darah tidak teroksigenasi dari vena kava superior, vena kava inferior, dan sistem koroner, dan melalui katub trikuspidalis menuju ke ventrikel kanan dan dipompakan menuju paru, melalui katup mitral ke ventrikel kiri dan sirkulasi sistemik. Arteri koronaria memberikan darah ke miokardium dan arteri koronaria itu sendiri memiliki cabang sebagai berikut. Arteria decending dan anterior serta arteria sirkumfleksi. Arteria koronaria bagian kanan juga akan memberikan darah ke nodus SA ventrikel kanan. Vena koronaria akan mengembalikan darah ke sinus dan bersirkulasi ke dalam paru. Kontraksi jantung diawali dari nodus SA akan berjalan ke atrium kiri melalui bundle bachman dan ke nodus AV dan HIS sampai kontraksi atrium maksimal. Kemudian impuls akan berjalan dari AV junction ke bundle his melaui atrionodal dan kemudian ke serabut purkinye serta akan menghasilkan kontraksi pada ventrikel (Yasmin A., Ni luh Gede: 1993). (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008) Pembuluh darah sebagai tempat untuk menglirkan darah yang dipompa oleh jantung ke sel, sangat pennting dalam menghantarkan sirkulasi. Apabila saluran mengalami gangguan atau pembuntuan, maka akan menghambat peredaran dan mengganggu sistem kardiovaskular secara utuh. Masalah yang sering terjadi adalah adanya atherosklerosis, sebuah pembentukan plak yang terjadi pada dinding arteri bagian dalam. Apabila bagian media atau tengah

20

yang mengalami hal yang sama maka akan terjadi arteriosklerosis. Seharusnya bagian tersebut elastis.

2.10

Prosedur diagnostik kardiologi anak (Dr. Abdul Latief, Dr Partogi M.Napitupulu, dkk) Diagnosis klinis yang teliti

pada kelainan sistem kardiovaskular biasanya dengan 4 cara pemeriksaan klinis noninvasif yaitu anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan elektrokardiografi dan pemeriksaan radiologis dada. Pemeriksaan khusus non-invasif lainnya seperti fonokardiografi dan ekokardiografi mungkin diperlukan untuk memperjelas diagnosis. Pemeriksaan khusus invasive berupa kateterisasi jantung dan angiografi merupakan revolusi bagi diagnosis pra-mortem; namun evaluasi klinis yang cermat tetap merupakan hal terpenting. Pemeriksaan invasive dan non-invasif saling berhubungan dan saling melengkapi. Adanya kelainan jantung bawaan biasanya mulai diduga karena didapatkan keluhan orang tua atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisis; bahkan ada kalanya diagnosis yang tepat telah dapat ditegakkan berdasarkan penemuan fisis saja. Pemeriksaan klinis merupakan dasar utama pada seleksi penderita untuk pemeriksaan invasive, serta berperan dalam perencanaan pemeriksaan invasive tersebut. Lagipula penemuan fisis berguna untuk menilai perkembangan alamiah suatu kelainan kardiovaskular, serta untuk menilai hasil koreksi bedah kelainan kardiovaskular. (Dr. Abdul Latief, Dr Partogi M.Napitupulu, dkk) Anamnesis pada kardiologi anak merupakan bagian dari anamnesis pediatrik secara menyeluruh. Anamnesis pediatrik umum yang teliti seharusnya telah mancakup anamnesis kardiologi pediatrik; kalaupun hendak dilakukan anamnesis pediatrik umum. Dari orang tua penderita kita mengharapkan keterangan terperinci tentang keadaan bayi/anak sebagai manifestasi kelainan kardiovaskular seperti akan diurakan. (Dr. Abdul Latief, Dr Partogi M.Napitupulu, dkk) Sianosis merupakan manifestasi saturasi oksigen arteri yang berkurung dan terlihat sebagai warna kebiruan disekitar mulut dan ujung-ujung jari. Orang tua yang belum berpengalaman seringkali tidak dapat menilai sianosis yang ringan, bahkan perlu yang sedang

21

sekalipun. Perlu ditanyakan dengan teliti kapankah sianosis mulai timbul, yaitu apakah segera setelah lahir atau beberapa minggu/bulan kemudian. Juga perlu ditanyakan apakah derajat birunya tetap,berkurang atau bertambah. Seringkali sianosis timbul secara bertahap, yaitu mula-mula hanya ringan dan hanya terlihat bila anak menangis, lama kelamaan derajat biru dapat bertambah sehingga penderita tampak sudah biru walaupun dalam keadaan istirahat. Tentang bayi yang menjadi biru bila menangis ini penting dibedakan 2 hal. Bila bayi menjadi biru setelah menangis biasa, mungkin ini disebabkan oleh kelainan jantung. Tetapi bila biru hanya timbul bila menangis lama sambil menahan nafas seperti waktu ketakutan/marah, hal ini disebut sebagai kejang nafas (breath-holding spells), yang bukan merupakan manifestasi kelainan kardivaskular. Bayi dan anak dengan kelainan jantung bawaan sianotik, khususnya tetralogi fallot, dapat mengalami serangan sianotik (cyanotic spells). Hal ini harus ditanyakan kepada orang tuanya; bila ada kapan mulai timbul, frekuensinya, lamanya setiap kali serangan sianotik. Nama lain untuk serangan sianotik ialah serangan anoksik, serangan hipoksik, takipnea paroksimal. Penderita kelainan jantung bawaan sianotik (misalnya tetralogi fallot) yang sudah bisa berjalan, mungkin akan menunjukan gejala squatting (jongkok) setelah berjalan atau bermain beberapa waktu lamanya. Ini juga ditanyakan dengan teliti, pada umur berapa gejala tersebut mulai timbul, progresivitasnya dan berapa jauh anak berjalan sebelum jongkok. Menurunnya toleransi latihan, bayi dan anak dengan kelainan jantung dapat mengalami penurunan toleransi latihan. Hal ini disebabkan karena kelainan kardiovaskular yang bermakna mengakibatkan jantung tidak dapat memenuhi kebutuhan sirkulasi dalam keadaan kebutuhan yang meningkat (cadangan jantung berkurang). Pada anak besar toleransi latihan ini dapat dinilai secara kasar dengan menanyakan kepada orang tua dan anaknya sendiri, apakah anak terlihat/merasa lekas letih, nafas memburu setelah berjalan/berlari sampai jarak tertentu. Orang tua yang cukup memperhatikan anaknya dapat menjelaskan apakah aktivitas anak tersebut sama dengan anak-anak lain. Pada bayi toleransi latihan dapat dinilai dari ada atau tidaknya kesulitan minum susu, baik ASI maupun pengganti ASI (feeding difficulty).

22

Bayi normal setelah minum selama kurang lebih 6 jam akan menetek pada ibunya terus-menerus sampai kenyang, rata-rata selama 10 15 menit. Pada bayi yang minum pengganti ASI, setelah umur 1 bulan biasanya dapat menghabiskan 100ml atau lebih sekaligus. Pada bayi dengan kelainan jantung bawaan yang bermakna, kemampuan untuk minum terus-menerus ini berkurang. Bayi akan minum beberapa menit, kemudian terlihat bernafas cepat/sesak, terengan-engah, istirahat atau tertidur baru kemudian minta minum lagi. Pada keadaan gagal jantung yang berat, bayi sampai tidak mampu untuk minum sama sekali. Dan menilai keterangan orang tua mengenai hal tersebut kita harus berhati-hati, sebab tidak jarang bayi yang sama sekali sehat dengan toleransi latihan yang baik, dapat saja minum sedikit-sedikit atau sebentarsebentar istirahat. Biasanya hal ini terjadi karena bayi seringkali diberi minum, sehingga ia tidak lapar. Hambatan tumbuh kembang, kelainan jantung bawaan yang disertai peningkatan aliran darah ke paru yang hebat, hipoksemia berat atau gagal jantung kongestif kronis dapat mengakibatkan hambatan pertumbuhan dan perkembangan jasmani, motorik dan mental penderita. Secara fisis, berat badan lebih jelas terhambat dari pada tinggi badan. Tidak jarang berat badan masih normal atau sedikit dibawah normal.mal. Kepala biasanya tumbuh sesuai dengan usia kronologis, sehingga sekilas didapat kesan adanya hidrosefalus atau makrosefalus. Pada setiap kali kunjungan hendaknya berat dan tinggi badan diukur dan dipetakan pada kurve baku berat dan tinggi badan. Penderita gagal jantung yang dapat dikompensasi dengan obat biasanya akan menunjukan kenaikan berat badan yang lebih kurang sesuai. Bila berat badan makin lama makin jauh dari normal, berate kompensasi sepenuhnya tidak tercapai sehingga diperlukan terapi medis yang lebih intensif atau merupakan indikasi untuk melakukan tidakan bedah. Ada atau tidaknya hambatan perkembangan diketahui dengan menanyakan perkembangan fisis, motorik serta mental dan kemudian membandingkannya dengan nilai-nilai normal untuk umur yang sesuai. Infeksi saluran nafas berulang, penderita kelainan jantung bawaan yang disertai peningkatan aliran darah ke paru yang bermakna seringkali menderita infeksi

23

saluran nafas bagian atas maupun pneumonia berulang. Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri maupun mikroorganisme lain. Hal ini disebabkan antara lain oleh karena traktus respiratorius penderita menjadi basah sehingga fungsi toilet bronchial menjadi terganggu. Terdapatnya gagal jantung akan menambah kemungkinan terjadinya infeksi saluran nafas ini, demikian pula keadaan umum penderita yang buruk (gizi kurang, anoreksia) pada kelainan jantung sianotik memberi pengaruh yang sama. Pada bayi dan anak normal sampai umur 2 tahun, infeksi saluran nafas ringan sampai sedang sebanyak 5-6 kali setahun mungkin masih normal. Riwayat keluarga dan lain-lain, meskipun tidak konklutif, tetapi data statistik menunjukan bahwa beberapa kelainan jantung bawaan serta penyakit jantung didapat (reuma) mempunyai kecendrungan familiar. Hendaknya diteliti terdapatnya penyakitpenyakit dalam keluarga seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung, cacat bawaan, alergi dan lain-lain. Riwayat kehamilan ibu (minum obat-obat tertentu, adanya penyakit, perdarahan, trauma, radiasi) perlu diteliti sebab mungkin dapat memberi petunjuk penyebab kelainan jantung bawaan. Penyakit yang diderita ibu serta obat-obat yang diminum ibu menjelang bayi lahit juga perlu ditanyakan, demikian pula riwayat kelahiran bayi seperti lahir cukup bulan atau kurang bulan, cara kelahiran, adanya asfiksia neonatal, berat badan lahir rendah dan lain-lain perlu dicatat. Untuk kelainan jantung didapat, khususnya demam reumatik/penyakit jantung reumatik perlu ditelusuri hal-hal yang mengarah ke diagnosis. Adanya demam, kelainan sendi, eritema marginatum, gerakan-gerakan korea, nodul subkutan perlu ditanyakan secara khusus. (Nelson, 2000) Epidemoligi penyakit jantung kongenital, insiden, penyakit jantung kongenital terjadi sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup. Insiden lebih tinggi pada yang lahir mati (2%), abortus (10-25%), dan bayi prematur (seekitar 2% termasuk defek sekat ventrukael [VSD], tetapi tidak termasuk duktus arteriosus paten sementara[PDA]). Insiden menyeluruh ini tidak termasuk plolaps katup mitral, PDA pada bayi pretern, dan katup aorta bikuspid (ada sekitar 0,9% seri dewasa). Pada bayi-bayi dengan defek jantung kongenital, ada spektrum keparahan yang lebar : sekitar 2-3 dari 1000 bayi neonatus total akan bergejala penyakit jantung pada usia 1

24

tahun pertama. Diagnosis ditegakkan pada umur 1 minggu pada 40-50% penderita dengan penyakit jantung kongenital dan pada umur 1 bulan pada 50-60% penderita. Sejak pembedahan palatif atau korektif berkembang, jumlah anak yang hidup dengan penyakit jantung kongenital bertambah secara dramatis. Kebanyakan defek kongenital ditoleransi dengan baik selama kehidupan janin karena sifat paralel sirkulasi janin. Bahkan defek jantung berat, misalnya, hipopnasi ventrikel kiri berat, biasanya dapat dikompensasi dengan baik oleh sirkulasi janin. Hanya oleh sirkulasi ibu dihilangkan jalur janin (duktus arteriossus dan foramen ovale) tertutup atau restriksi, dan sistem kardiovaskular tidak tergantung dipertahankan sehingga pengaruh himudinamik sepenuhnya dari kelaminan anatomi menjadi tampak. Satu pengecualian utama adalah kasus lesi regurgitasi, yang paling sering katup trikuspidal. Pada lesi ini, misalnya, anomali Ebsteni. Sirkulasi janin paralel tidak dapat menkompensasi dengan cukup karena beban volume yang dibebankan pada jantung kanan. Gagal jantung dalam rahim sering kali dengan efusipleura dengan asites janin (hydrop fetalis), dapat terjadi. Etiologi. Etiologi kebanyakan defek jantung kongenital masih belum diketahui. Namun, kemajuan dalam genetik molekuler baru-baru ini dapat segera memungkinkan identifikasi kelainan kromosom sepesifik yang terkait dengan bvanyak defek. Telah lama disadari bahwa faktor genetik memainkan bbeberapa peran pada penyakit jantung kongenital misalnya, jenis PSD tertentu (suprakristal) lebih sering pada anak berlatar balakang asia. Lagi pula resiko penyakit janting kongenital berulang bertambah dari 0,8% sampai sekitar 2-6% jika keluarga tingkat pertama (orang tua atau saudaranya) terkena. Sekarang, sekitar 3% penyakit jantung kongenital mempunyai defek 1 gena yang dapat diidetifikasikan, seperti sindrom Marfan dan Noonan. 5-8% penderita dengan penyakit jantung kongenital mempunyai keterkaitan dengan kelainan kromosom: penyakit jantung ditemukan semakin besar dari 90% pada penderita trisome 18, 50% penderita trisome 21, dan 40% dari mereka dengan XO (sindrum turner). Dua dari empat persen kasus penyakit jantung kongenital dihubungkan dengan lingkungan atau keadaan ibi ya ng merugikan dan

25

pengaruh teratogenik, termasuk diabetes melitus ibu, fenilketonuria, lupus eritematosus sistemik, sindrom nubela kongenital dan obat-obatan. Nasehat (counseling) genetik. Orang tua yang mempunyai anak dengan penyakit jantung kongenital memerlukan nasehat berkenan dengan kemungkinan malformasi jantung yang terjadi pada anak berikutnya. Dengan pengecualian sindrom yang diketahui karena mutasi gena, kebanyakan penyakit jantung kongenital adalah akibat dari pola pewarisan multifaktorial, yang menyebabkan resiko berulang rendah. Ada sekitar 0,8% inseden penyakit jantung kongenital pada populasi normal, dan insiden ini bertambah sampai 2-6% pada kehamilan kedua pasca-melahirkan anak dengan penyakit jantung kongenital, tergantung pada jenis lesi pada anak pertama. Bila dua saudara menderita penyakit jantung kongenital, resiko untuk anak ketiga terkena mencapai 20-30%. Pada umumnya, bila anak kedua menemukan menderita jantung kongenital, kelainan ini akan cenderung merupakan kelas serupa seperti lesi yang ditemukan pada anak pertama. Namun, tingkat keparahan dapat sangat berdeda, dan cacat yang menyertai mungkin bervariasi. Lesi jantung tertentu, misalnya, lesi obstruktif sisi kiri, mungkin disertai dengan frekuensi berulang yang jauh lebih tinggi karena adanya defek ringan yang secara klinis tidak jelas, misalnya katup aorta bikuspid, pada anggota keluarga lain. Ekokardiografi jaini telah memperbaiki deteksi lesi jantung kongenital pada penderita resiko tinggi. Namun, resolusidan penetapan ekokardiografi janin tidak sempurna. Lagi pula, lesi jantung kongenital dapat berkembang selama perjalanan kehamilan, misalnya stenosis aorta sedang dengan ventrikel kiri ukuran normal kehamilan 18 minggu dapat berkembang menjadi atresia aorta dengan ventrikel kiri hipoplastik pada kehamilan 34 minggu karena penurunan aliran melalui jantung kiri selama setengah kehamilan berikutnya. Faktor utama dalam menentukan keadaan ini status kardiovaskular ibu. Bila ada defek jantung kongenital ringan, atau sesudah perbaikan yang berhasil lesi yang lebih berat, ada kemingkinan kahamilan normal. Kenaikan beban hemodinamik pada

26

penderita dengan fungsi jantung jelek dapat mengakibatkan pertambahan resiko yang berarti pada ibu juga pada janinnya. Inseden aborsi spontans pada adanya penyakit jantung kongenital berat, tinggi, terutama bila penderita sianosis. Resiko ibu npada keadaan ini juga sangat tinggi. Karenanya, penting membahas berbagai metode pembatasan kelahiran dengan wanita muda dengan lesi jantung kongenital yang sudah diperbaiki atau paliasi. Profilaksis anti biotik terhadap endokarditis juga terindikasi pada saat persalinan. (Kathleen Morgan Speer, 2007) Diagnosis keperawatan, penurunan curah jantung yang berhubungan dengan aritmia jantung. Hasil yang diharapkan anak akan mempertahankan curah jantung efektif yang ditandai oleh waktu pengisian kapiler selama 3 sampai 5 detik, mukosa membran merah muda, peningkatan tingkat energi, dan peningkatan asupan makan. Intervensi, pantau status kardiovasikular anak dengan menggunakan monitor jantung: (Kathleen Morgan Speer, 2007) 1. Kaji dan catatat denyut apikal anak, denyut perifer, tekanan darah, waktu pengisian kapiler, asupn dan haluaran cairan, serta karakteristik kulit (seperti mottling, warna, endema, suhu tubuh, dan diaphoresis). 2. Berikan penggobatan kardiovasikular, sesui petunjuk. 3. Bantu anak menyimpan energi, yaitu dengan pemberian asuhan keperawatan yang bertahap. (Kathleen Morgan Speer, 2007) Diagnosis keperawatan, resiko cedera yang berhubungan dengan dosis obat, respons fisiologik terhadap obat. Hasil yang

diharapkan, anak tidak mengalami cedera akibat dosis atau respons fisiologik pengobatan. Intervensi (Kathleen Morgan Speer, 2007) 1. Setelah pemberian pengobatan, pantau denyut dan menggunakan alat pantau jantung. 2. Pantau kadar kalium dan kalsium. Waspada terhadap tanda klinis irama jantung dengan

tidakeseimbangan kalsium dan kalium.

27

3. Lakukan pemantauan ulang untuk menilai ketepatan pemberian seluruh dosis, sebelum obat tersebut benar-benar diberikan; yakinkan bahwa pasien menerima jumlah obat sesui dengan yang didasarkan. Rasional (Kathleen Morgan Speer, 2007) 1. Pengobatan antiaritmia dapat menimbulkan aritmia, kondisi yang dapat didekteksi melalui alat pantau jantung. 2. Efektivitas pengobatan antiaritmia bergantung pada penempatan yang tepat dari elektroit inrtaselular. Ketidakkeseimbangan kalium dapat menyebabkan aritmia; ketidak keseimbangan kalsium dapat menyebabkan henti jantung. 3. Memberikan obat dalam jumlah yang terlalu banyak atau sedikit, dapat menyebabkan aritmia. (Kathleen Morgan Speer, 2007) Dignosis keperawatan, resikoinfeksi yang berhubungan dengan tempa tusukan intravena dan penggunaan elektoda jantung. Hasil yang diharapkan anak tidak menunjukan tanda-tanda infeksi, yang ditandai oleh tidak adanya eritema, nyeri tekan pembengkakkan pada tempat tusukan atau di lokasi elektroda, suhu tubuh 36,4 C sampai 37,2 C dan tanda vital sesuai dengan usia. Intervensi (Kathleen Morgan Speer, 2007) 1. Pantau tempat pasukan tiap pengantian .V. setiap jam untuk kemungkinan eritema atau infiltrasi, dan kemungkinan mencabut jarum I.V. 2. Ganti slang I.V. setiap 24-72 jam dengan tepat. 3. Pantau ruam atau eritema pada tempat elektroda, setiap penggantiandinas. Rasional (Kathleen Morgan Speer, 2007) 1. Pengkajian lokasi tusukan I.V. Setiap jam membantu mendekteksi terbakarnya kulit, akibat dari inflilrtasi kimiawi atau terhentinya obat artiaritmia yang disebabkan oleh pencabutan jarum I.V.- keduanya merupakan sumber infeksi yang mungkin. 2. Mengganti selang secara teratur, membantu mencegah pertumbuhan bakteri, tempat tusukan I.V. yang sulit diakses mungkin jarang diganti.

28

3. Jeli elektroda dapat menyebabkan iritasi kulit, yang memungkinkan terjadinya infeksi. Pelepasan perekat elektroda dapat menyebabkan kerusakan kulit, menimbulkan potensi tempat infiltrasi bakteri. Penggunaan elektroda jarum juga menjadi potensi tempat infiltrasibakteri. (Kathleen Morgan Speer, 2007) Diagnosis keperawatan, deficit aktivitas pengalih yang berhubungan dengan pembatasan aktivitas akibat pemasangan monitor jantung. Hasil yang di harapkan anak akan keterpartipasi dalam aktivitas kehidupananak walaupun tarpasang monitor jantung. Intervensi (Kathleen Morgan Speer, 2007) 1. Konsol dengan ahli terapi bermain tentang aktivitas bermain yang tepat dan stimulasi anak. 2. Dorong anak berinteraksi dengan anak lain dalam unit itu, yang bebas dari infeksi pernapasan. 3. Beri boneka, permainan, dan buku-buku yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Rasional (Kathleen Morgan Speer, 2007) 1. Ahli terapi bermain dapat merencanakan aktivitas yang tepat berdasarkan pada tingkat perkembangan dan pembatasan fisik. 2. Kontak dengan teman sebaya akan mencegah perasaan terisolasi dan mendorong anak berpartisipasi dalam aktivitas. 3. Aktivitas semacam ini mengalihkan perhatian anak dari kondisinya dan membantu menguragi kebosanan. Kegiat ini juga member stimulasi untuk membantu tumbuh-kembang anak. (Kathleen Morgan Speer, 2007) Diagnosis keperawatan, defisit pengetahuan yang berhubungan dengan penyakit anak, rawat inap di rumah sakit dan perawatan dirumah. Hasil yang diharapkan, orang tua akan mengekspresikan pemahamannya tentang penyakit anak, alas an hospitalisasi, dan petunjuk perawatan di rumah, serta mendemontrasikan prosedur perawat di rumah. Intervensi (Kathleen Morgan Speer, 2007)

29

1. Ajarkan orang tua hal-hal berikut ini: penyebab artimia anak, tanda dan gejala gagal jantung, termasuk takipnea, takirkadia, diaphoresis, kelelahan, kesulitan makan, endema perifer, pencapaian beratbadan secara cepat, dispnea, dan sinosis, kerja, dosis, pemberian, dan kemungkinan efek samping obat antiaritmia, pemahaman orang tua tentang penyebab penyakit anak menimbulkan perasaan untuk mengendalikan situasi dengan baik, pengenalan tanda dan gejala gagal jantung mendorong orang tua segera mencari pertulongan medis jika diperlukan, membantu menghindari komplikasi yang serius, mengetahui kerja obat, dosis yang tepat, dan pemberian obat antiritmia membantu orang. 2. Jelaskan maksud dan penggunaan alat pantau jantung pada orang tua dan anak (jika usianya sesuai). Jika anak dipasang alat pantau di rumah, jelaskan bagaimana bila sistem berkerja, bagaimana mengatur alarm dan jenis masalah yang dapat dicegah saat menggunakan alat pantau di rumah. Jika masalah terjadi, sampaikan orang tua untuk menghubungi rumah sakit atau dokter. 3. Yakinkan orang tua untuk mengikuti kelas resusistasi jantung-paru, sebelum anak dipulangkan dari rumah sakit. Rasional (Kathleen Morgan Speer, 2007) 1. Pemahaman tentang sifat alamiah dan keseriusan kondisi anak membantu orang tua mematuhi pengobatan dan memantau perkembangan anak membantu orang tua mematuhi pengobatan dan memantau perkembangan anak. Pemahaman orang tua tentang penyebab penyakit anak menimbulkan perasaan untuk mengendalikan situasi dengan baik. Pengenalan tanda dan gejala gagal jantung mendorong orang tua segera mencari pertulungan medis jika diperlukan, membantu menhindari komplikasi yang serius. Mengetahui kerja obat, dosis ysng tepat, dan pemberian obat antritmia membantu orang tua untuk mengikuti pengobatan anak; mengenali efek samping member arahan pada orang tua untuk segera memberikan perhatian medis, jika diperlukan. 2. Penjelasan seperti ini mengurangi ketakutan orang tua dan mencegah tindakan yang tidak perlu dalam pengoperasian alat pantau, berikan perhatian sehingga

30

memungkingkan orang tua untuk berkonsentrasi pada berbagai aspek tentang perawatan anak. 3. Orang tua perlu mengetahui kapan dan bagaimana memulai RJP, untuk menumpang sirkulasi dan pernapasan anak, pada saat terjadi henti jantung karena aritmia. 2.11 Perawatan anak gangguan sistem kardiovaskular (Ngastiyah, 2005) Kelainan kardiovaskular pada anak dapat digolongkan menjadi penyakit jantung bawaan (PJB) atau congenital heart disease (CHD) dan penyakit jantung didapat (acquired heart disease). Penyakit jantung bawaan, penyakit jantung bawaan merupakan kelainan jantung yang sudah ada sejak bayi lahir, jadi kelainan tersebut terjadi sebelum bayi lahir. Tetapi kelainan jantung bawaan ini tidak selalu memberi gejala segera setelah bayi lahir; tidak jarang kelainan tersebut baru ditemukan setelah pasien berumur beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun. Kelainan jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang disebabkan gangguan perkembangan sistem kardiovaskular pada embrio yang diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Jantung seharusnya terbentuk lengkap pada akhir bulan kedua kehamilan. Penggolongan penyakit jantung bawaan: 1. PJB non-sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah, misalnya defek septum ventrikel (DSV), defek septum atrium (DSA), dan duktus arteriosus persisten (DAP). 2. PJB non-sianotik dengan vaslularisasi paru normal. Pada golongan ini termasuk stenosis aorta (SA), stenosis pulmonal (SP), dan koarktasio aorta. 3. PJB sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang. Pada golongan ini yang paling banyak adalah tetralogi Fallot (TF). 4. PJB sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah ; misalnya transposisi arteri besar (TAB).

31

Apabila pada masa kehamilan 2 bulan pertama ibu menderita penyakit rubella atau penyakit virus lainnya, atau makan obat-obatan tertentu seperti talidomid, atau terkena sinar radiasi, mungkin dapat terjadi penyakit jantung bawaan. Hipoksia janin juga dapat menjadi penyebab terjadinya PJB, yakni duktus arteriosus persisten. Terdapat berbagai cara penggolongan PJB; penggolongan yang cukup sederhana adalah penggolongan yang didasarkan pada adanya sianosis serta vaskularisasi paru. Untuk menetukan jenis PJB diperlukan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik lengkap, elektrokardiografi, foto toraks, dan ekokardiografi. Pada sebagian kasus diperlukan kateterisasi jantung. Angka kejadian PJB baik di negara maju maupun di negara berkembang hampir sama, yakni sekitar 6 sampai 10 per 1000 kelahiran hidup, atau rata-rata 8 per 1000 kelahiran hidup. Frekuensi kejadian PJB sesuai jenisnya: Defek septum ventrikel Defek septum atrium Duktus arteriosus persisten Stenosis pulmonal Tetralogi Fallot Transporsisi arteri besar Lain-lain 25-30% 10% 10% 5-10% 5-10% 5% masing-masing < 2%

Pasien dengan PJB terancam mengalami pelbagai komplikasi antara lain: 1. Gagal jantung kongestif 2. Renjatan kardiogenik 3. Aritmia 4. Endokarditis bakterialis 5. Hipertensi 6. Hipertensi pulmonal 7. Tromboemboli dan abses otak 8. Henti jantung

2.12

Bermain bagi anak

32

(Suriadi dan Rita Yuliani, 2010) Bermain adalah suatu konsep yang sangat penting bagi anak. Konsep pembelajaran bagi anak adalah bagaimana mereka bermain. Dengan bermain mereka belajar tentang dunia luar dan lingkunganmya dimana mereka berada. Fungsi khusus bermain pada anak mencakup perluasan keterampilan sensorimotor, kreativitas, intelektual dan perkembangan sosial. Berikut adalah fungsi bermain bagi anak. 2.12.1 Perkembangan fisik 1. Perkembangan keterampilan gerakan halus dan kasar 2. Koordinasi otot-otot 3. Eksplorasi 4. Stimulasi kinestetik 5. Perkembangan sandi dan tulang 2.12.2 Perkembangan kognitif 1. Penggunaan rasa: sentuhan, pengliahatan, pendengaran, bau dan rasa 2. Belajar mengenal warna, ukuran, ketajaman, tekstur, objek yang penting 3. Penyelesaian maasalah: berpikir kritis 4. Kreativitas 5. Koordinasi tangga kaki 2.12.3 Perkembangan emosional 1. Belajar strategi koping 2. Memberikan jalan keluar pada stress 3. Mengembangkan kesadaran diri 4. Memberikan bermain, dengan memberikan rasa atau makna penting 5. Perkembangan sosial 6. Keterampilan perkembangan sosial 7. Belajar salah dan benar 8. Belajar membedakan peran melalui permainan imaginative 2.12.4 Perkembangan moral 1. Belajar beerperilaku yang dapat diterima dan tidak diterima 2. Belajar sharing menyadari perasaan orang lain

33

3. Belajar siapa mereka dan tempat mereka di alam ini (Suriadi dan Rita Yuliani, 2010)

34

35

3.2

Saran Kami berharap, makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat dan dapat

diterima. Kami mohon kritik, saran yang bersifat membangun agar dalam penyusunan makalah berikutnya bisa lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat berguna bagi masyarakat dan siapapun yang membacanya.

You might also like