You are on page 1of 11

1

EFEK NEFROPROTEKTIF DEKOKSI BIJI Persea americana Mill. JANGKA PANJANG TERHADAP KADAR KREATININ DAN GAMBARAN HISTOLOGIS GINJAL TIKUS YANG DIINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

Yudhytha Anggarhani Quraisyin, Phebe Hendra Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

ABSTRACT The aim of this research to estabish nephroprotective effect of dekoksi Persea americana Mill. seed by reducing creatinine serum level and histologic review in rats induced by carbon tetrachloride and get the effective dose. This research was an experimental research with direct sampling design. This research used Wistar male rats, age 2-3 months, and weight 150-250 g. The rats were divided into six treatment groups randomly. The first group (negative control) was given olive oil 2 ml/kgBW. Then, the second group (nephrotoxin control) was givencarbon tetrachloride 2 ml/kgBW i.p. Third group (extract control) was given dekoksi dekoksi Persea americana Mill.seed 1142,86 mg/kgBW.The fourth until sixth group (treatment) were given dekoksi Persea americana Mill.seed dose 360,71; 642,06; and 1142,86 mg/kgBW orally once a dayfor six days successively and then in the seventh day all of the treatments group were given carbon tetrachloride 2 ml/kgBW by i.p. Fourty eight hours later, blood was collected from the orbital sinus eye to be measured creatinine serum level and examined the histological properties of kidney. It was analyzed statistically with One Way Anova and Scheffe test. Based of the result of the research, dekoksi Persea americana Mill.seed gave nephroprotective effects by reducing creatinine serum level. Nephroprotective effect with dose of 360,71; 642,06; and 1142,86 mg/kgBW successively were 100%; 90,476%, and 52,381%. The effective dose of dekoksi Persea americana Mill. seed was 360,71 mg/kgBW. We cannot say that using of dekoksi biji Persea americana Mill. can protect tke kidney until the structural phase. Keywords : Persea americana Mill. seed, nephroprotective, carbon tetrachloride, creatinine, histologic, dekoksi

PENDAHULUAN Ginjal merupakan salah satu organ yang vital bagi manusia terkait fungsi utamanya sebagai organ ekskresi (Pearce, 2009). Gagal ginjal menjadi salah satu penyakit yang marak akhir-akhir ini. Jumlah penderita gagal ginjal di Indonesia belum diketahui secara akurat. Berdasarkan data InaSN pada tahun 2002-2004 jumlah penderita ESRD di Indonesia paling banyak berada di Jawa dan Bali (Prodjosujadi, 2006). Rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan hanya 10.000 pasien yang menjalani hemodialisis dari sekitar 150.000 penderita ESRD di Indonesia (YDGI, 2009). Untuk mengatasi minimnya terapi pada penderita gagal ginjal, dapat digunakan obat tradisional sebagai pilihan terapi. Persea americana Mill. (alpukat) merupakan tanaman yang tersebar secara merata di Indonesia (Rukmana, 1997). Ekstrak air dari biji Persea americana Mill. ini banyak digunakan untuk terapi sejumlah penyakit degeneratif seperti diabetes, hiperkolesterolemia, dan hipertensi di Nigeria (Imafidon dan Okunrobo, 2009). Kemampuan ini didasarkan pada kandungannya akan sejumlah senyawa antioksidan, seperti flavonoid, saponin, dan tanin (Nwaoguikpe dan Braide, 2011) yang mampu mengatasi radikal bebas. Karbon tetraklorida sebagai senyawa model yang digunakan untuk memicu terjadinya stres oksidatif pada hewan uji. Karbon tetraklorida sitokrom P450 menjadi radikal bebas triklorometil nantinya akan dimetabolisme oleh ( CCl3) (Basu, 2003) dan

triklorometilperoksida (OOCCl3) yang lebih reaktif (US Enviromental Protection Agency, 2010). Triklorometil peroksi dapat menyerang poli asam lemak tidak jenuh pada membran sel sehingga membentuk Reactive Oxygen Species (ROS) yang akhirnya menyebabkan nekrosis sel (Recknagel, Glende , Dolak, Waller, 1989). Karbon tetraklorida menginduksi peningkatan sejumlah hidroperoksida dan malondialdehida (hasil peroksidasi lipid) secara signifikan di dalam darah, baik di hepar maupun di ginjal. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah glutation di hepar dan ginjal secara signifikan (Bashandy and AlWasel, 2011). Kandungan

antioksidan dalam biji Persea americana Mill. berpotensi menangkal radikal bebas dari reaksi tersebut. Belum pernah ada penelitian sebelumnya mengenai efek dekoksi biji Persea americana Mill. sehingga penelitian ini merupakan penelitian eksploratif. Bentuk sediaan yang digunakan dalam penelitian ini berupa dekoksi. Dekoksi merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan-bahan herbal dengan air sebagai pelarut pada suhu 90C selama 30 menit di atas penangas air (Badan POM RI, 2010). Dekoksi dipilih sebagai bentuk sediaan karena dekoksi merupakan cara yang paling sering digunakan oleh masyarakat dalam konsumsi obat tradisional, namun dengan metode yang lebih terstandarisasi. Sehingga diharapkan dapat diketahui efeknya sesuai dengan yang digunakan pada masyarakat luas.

METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji Persea americana yang

diperoleh dari daerah Padang, Sumatera Barat pada bulan Januari 2013. Bahan kimia yang digunakan karbon tetraklorida, olive oil (Bertolli), aquadest, aquabidestilata, kontrol serum kreatinin Cobas, dan reagen serum kreatinin. Hewan uji yang digunakan yaitu tikus janan galur Wistar dengan berat badan antara 150-250 g, umur 2-3 bulan, sehat. Alat yang digunakan panci lapis enamel, termometer, stopwatch, penangas air, timbangan analitik, kain flannel, moisture balance, alat-alat gelas, sentrifuge, vortex, spuit per oral dan syringe 3 cc Terumo, spuit ip. dan syringe 1 cc Terumo, pipa kapiler, tabung Eppendorf, Microlab 200 Merck. Biji Persea americana Mill. yang digunakan sudah dalam bentuk serbuk berwarna kecoklatan, diperoleh dari wilayah Padang, Sumatera Barat pada bulan Januari, 2013. Dekoksi biji Persea americana Mill. diperoleh dengan mengekstrak 8,00 g serbuk kering biji Persea americana Mill. dalam 100,0 ml air pada suhu 90C selama 30 menit pada panci

enamel (Badan POM RI, 2010). Sebelumnya serbuk dibasahi terlebih dahulu dengan 16 mL aquadest. Kemudian hasil dekok disaring dengan menggunakan kain flanel hingga mencapai volume 100,0 mL. Jika volume kurang dapat ditambahkan air secukupnya lalu disaring lagi hingga volumenya mencapai 100,0 mL. Penelitian ini membutuhkan tiga puluh ekor tikus yang dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan, masing-masing sejumlah lima ekor tikus. Kelompok I (kontrol nefrotoksin) diberi larutan karbon tetraklorida : olive oil (1:1) dosis 2 ml/kgBB secara i.p. Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil dosis 2 ml/kgBB secara i.p. Kelompok III (kontrol ekstrak) diberi dekoksi biji Persea americana Mill. dosis 1142,86 mg/kgBB selama enam hari berturut-turut secara per oral. Kelompok IV, V dan VI merupakan kelompok perlakuan yang diberi dekoksi biji Persea americana Mill. enam hari berturut-turut dengan dosis 360,71; 642,06; dan 1142,86 mg/kgBB. Pada hari ke-7 kelompok IV-VI diberi larutan karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB secara intraperitonial . Setelah 48 jam diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata, lalu diukur kadar kreatinin serumnya. Setelah pengambilan darah untuk pengukuran kadar serum kreatinin, tikus dikorbankan serta diambil organ ginjalnya. Organ ginjal tersebut kemudian dicuci pada larutan saline (NaCl 0,9%) dan diawetkan dengan direndam dalam formalin 10% untuk dibuat preparat histologis lalu diamati penampakan mikroskopiknya. Data aktivitas kreatinin serum diuji dengan Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui distribusi data, dan untuk analisis variansi digunakan Levenes test untuk melihat homogenitas varian antar kelompoknya. Jika distribusi data normal dan homogen maka dilanjutkan dengan analisis variansi pola searah (one way ANOVA) untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok dengan taraf kepercayaan 95%. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Bila data tidak homogen atau tidak normal

distribusinya maka dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan kadar kreatinin serum antar kelompok. Kemudian dilanjutkan uji dengan Mann Whitney untuk melihat perbedaan tiap kelompok. Perhitungan persen efek nefroprotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus:
( ( ) ( ) )

100%

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar kreatinin serum pada setiap kelompok dianalisis secara statistik sehingga diperoleh efek nefroprotektif dari tiga variasi dosis praperlakuan jangka panjang dekoksi biji Persea americana Mill. dan dihitung persentase efek nefroprotektifnya, dan sebagai data pendukung digunakan gambaran histologi ginjal tikus. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pemberian olive oil 2 ml/kgBB sebagai kontrol negatif memberikan pengaruh berupa peningkatan kadar serum kreatinin, namun peningkatan tersebut masih dalam range normal. Gambaran histologis ginjal yang digunakan sebagai data pendukung menunjukkan adanya degenerasi hidropik epitel tubulus (DHET) baik yang disertai dengan intratubular hialin cast (ITC) maupun tidak. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan adanya gangguan patologis

terhadap hewan uji karena sistem imun atau paparan lingkungan, atau pencuplikan untuk histologi yang dilakukan tepat mengenai bagian yang rusak. Jika dibandingkan dengan kolompok kontrol olive oil 2 ml/kgBB, kelompok kontrol nefrotoksin karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB mengalami peningkatan kadar hingga 1,7 kali lipat dan menunjukkan adanya perbedaan kadar serum kreatinin secara signifikan antara kontrol olive oil dengan kontrol karbon tetraklorida. Namun, dari uji histologi yang dilakukan pada kelompok kontrol nefrotoksin tidak menunjukkan adanya perubahan patologi secara spesifik. Hal ini dapat disebabkan kerusakan yang terjadi belum mencapai perubahan struktural, walaupun sudah

terjadi perubahan biokimia berupa peningkatan kadar kreatinin. Karena pada pemejanan dengan karbon tetraklorida ginjal merupakan organ sasaran sekunder, sedangkan organ sasaran utamanya adalah hati. Uji kontrol dekoksi biji Persea americana Mill. dilakukan untuk memastikan peningkatan kadar serum kreatinin tikus bukan dikarenakan pemberian sediaan uji. Hasil uji baik secara biokimiawi aupun uji histologi menunjukkan pemaparan dekoksi biji Persea americana Mill. benar-benar tidak mempengaruhi ginjal hewan uji baik secara biokimia maupun seluler. Ketiga dosis dekoksi biji Persea americana Mill. menunjukkan semakin meningkatnya dosis justru kadar serum kreatinin juga semain menurun. Hal ini disebabkan adanya mekanisme prooksidan sebagai efek aktivitas penggunaan dosis tinggi jangka panjang antioksidan. Sehingga, antioksidan yang merupakan donor elektron bebas jika terlalu banyak atau terlalu lama terpapar ke sel maka akan mengoksidasi sel-sel itu sendiri yang ditandai dengan penurunan kadar serum kreatinin pada dosis yang tinggi. Namun, secara biokimia perlakuan dosis 360,71; 642,06 dan 1142,86 mg/kgBB mampu mencegah peningkatan kadar kreatinin setelah dipejani dengan karbon tetraklorida. Namun, efek nefroprotektif optimal terdapat pada perlakuan dosis 360,71 karena % nefroprotektifnya mencapai 100%. Jika dilihat dari data pendukung ditemukan sejumlah kerusakan yang kemungkinan besar bukan disebabkan pengaruh pemejanan, tetapi karena adanya gangguan patologis terhadap hewan uji karena sistem imun atau paparan lingkungan, atau pencuplikan untuk histologi yang dilakukan tepat mengenai bagian yang rusak. Sitokrom P450 akan memetabolisme karbon tetraklorida menjadi radikal bebas triklorometil (CCl3) dan triklorometilperoksida (OOCCl3) yang lebih reaktif.

Triklorometil peroksi dapat menyerang poli asam lemak tidak jenuh pada membran sel dengan mengambil hidrogen dari metilen karbon diantara ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh yang akan membentuk radikal bebas lemak sehingga membentuk Reactive

Oxygen Species (ROS) yang akhirnya menyebabkan nekrosis sel. Hasil peroksidasi lipid dari proses ini akan berupa hidroperoksida dan malondialdehida yang akan menyebabkan penurunan glutation pada hepar dan ginjal yang menunjukkan kerusakan pada hepar dan ginjal. Ekstrak air biji alpukat mampu mencegah peningkatan kadar kreatinin pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida karena memiliki banyak khasiat terkait kandungan senyawa antioksidannya, seperti flavonoid, dan tanin. Adanya kandungan tokoferol pada biji alpukat, maka jaringan akan terlindungi dari peroksidasi lipid. Tokoferol merupakan antioksidan alami yang mampu membersihkan radikal bebas. KESIMPULAN Pemberian dekoksi biji Persea americana Mill. pada dosis 360,71; 642,06; dan 1142,86 mg/kgBB mempunyai efek nefroprotektif berupa penurunan kadar serum kreatinin pada tikus jantan galur Wistar yang diinduksi karbon tetraklorida dengan efek nefroprotektif berturut-turut 100; 90,5; dan 52,4%. Dosis efektif nefroprotektif dekoksi biji Persea americana Mill. adalah 360,71 mg/kgBB. Namun, belum diketahui pengaruh pemberian dekoksi biji Persea americana Mill. pada tikus jantan galur Wistar yang diinduksi karbon tetraklorida hingga tingkat seluler organ ginjal.

REFERENSI Badan POM RI, 2010, Pembuatan Sediaan Herbal, Direktorat Obat Asli Indonesia, Jakarta. Bashandy, S.A., and AlWasel, S.H., 2011, Carbon Tetrachoride-induced Hepatoxicity and Nephrotoxicity in Rats : Protective Role of Vitamin C, Journal of Pharmacology and Toxicology, 6 (3) : 283-292. Basu S., 2003, Carbon Tetrachloride-Induced Lipid Peroxidation: Eicosanoid Formation and Their Regulation by Antioxidant Nutrients, Toxicology, 189: 113 - 127. Imafidon, K.E., and Okunrobo, O.L., 2009, Biochemical Evaluation of the Tadomedicinal Uses of the Seeds of Persea americana Mill., (Family: Lauraceae), World Journal of Medical Sciences, 4 (2) : 143-146.

Nwaoguikpe, R.N., and Braide, W.,2011, The Effect of Aqueous Seed Extract of Persea americana (Avocado Pear) on Serum Lipid and Cholesterol Levels in Rabbits, African Journal of Pharmacy and Pharmacology Research, Vol. 1(2) pp. 023-029. Pearce, E.C., 2009, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta, hal. 298-302. Prodjosudjadi,W., 2006, Incidence, Prevalence, Treatment and Cost Ofend-Stage Renal Disease in Indonesia, Ethnicity & Disease,Volume 16. Recknagel, R.O., Glende, E.A., Dolak, J.A., and Waller R.L.,1989, Mechanism of Carbon Tetrachloride Toxicity, Pharmacol. Ther., 43: 139-154. Rukmana, R., 1997, Budi Daya Alpukat, Kanisius, Yogyakarta, p.11. U.S.Department of Health and Human Services, 2005, Toxicological Profile for Carbon Tetrachloride, Agency for Toxic Substances and Disease Registry, Georgia. YDGI, 2009, Statistic, http://www.ygdi.org/_about.php?view=_statistic, diakses pada 5 Mei 2013.

Tabel I. Purata SD serum kreatinin praperlakuan dekoksi biji Persea americana Mill. Pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida, n=5 Purata SD % efek Kelompok Perlakuan serum kreatinin nefroprotektif (mg/dL) Kontrol nefrotoksin karbon I 1,00 0,12 tetraklorida 2mL/kgBB Kontrol negatif olive oil II 0,58 0,04 2mL/kgBB III DBPA 1142,86 mg/kgBB 0,62 0,08 DBPA 360,71 mg/kgBB + IV 0,58 0,04 100% karbon tetraklorida 2mL/kgBB DBPA 642,06 mg/kgBB + V 0,62 0,04 90,5% karbon tetraklorida 2mL/kgBB DBPA 1142,86 mg/kgBB + VI 0,78 0,04 52,4% karbon tetraklorida 2mL/kgBB Keterangan : DBPA = dekoksi biji Persea americana Mill.

Gambar 1. Diagram batang purata serum kreatinin praperlakuan dekoksi biji Persea americana Mill. pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida

10

Tabel II. Hasil pemeriksaan histologis ginjal pada keenam kelompok perlakuan Kelompok Perlakuan Gambaran Histologis Ginjal Kontrol negatif olive oil Terdapat perubahan struktural berupa degenerasi hidropik epitel tubulus pada satu tikus dan intratubular hialin cast. Kontrol Nefrotoksin Gambaran sel ginjal normal, tidak terdapat perubahan patologik spesifik. Gambaran sel ginjal normal, tidak terdapat perubahan DBPA 1142,86 mg/kgBB patologik spesifik. Terdapat perubahan berupa nefritis interstitialis pada DBPA 360,71 mg/kgBB dua tikus yang disertai dengan nekrosis epithel tubulus + karbon tetraklorida maupun radang di pelvis renis, dan intratubular hyalin 2mL/kgBB cast pada satu tikus lain. DBPA 642,06 mg/kgBB Terdapat perubahan berupa dilatasi lumen tubulus pada + karbon tetraklorida kedua tikus dan satu tikus yang lain tidak terjadi 2mL/kgBB perubahan apapun. Terdapat perubahan struktural pada satu tikus berupa DBPA 1142,86 mg/kgBB degenerasi hidropik dan intratubular hyalin cast, + karbon tetraklorida sedangkan pada dua tikus lain tidak terdapat perubahan 2mL/kgBB apapun. Keterangan : DBPA = dekoksi biji Persea americana Mill.

(a)

(b)

11

(c)

(d)

(e)

(f)

(g) Gambar 2. Gambaran histologis ginjal tikus normal (a), degenerasi hidropik epitel tubulus (DHET) (b), intratubular cast (c), nekrosis epitel tubular (d), nekrosis interstitialis (e), dilatasi lumen tubulus (f), radang pelvis renal (g)

You might also like