You are on page 1of 3

Khutbah Idul Adha 1434 H

Ketaatan dan Pengorbanan untuk Perubahan Besar Dunia Menuju Khilafah







.
!
:

Alhamdulillhi Rabbi al-lamn, segala puji marilah kita panjatkan ke hadhirat Allah Swt, Tuhan
semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan dan suri tauladan kita,
Rasulullah Muhammad Saw, beserta keluarga, para shahabatnya, dan seluruh umatnya yang senantiasa
menaati risalahnya, serta berjuang tak kenal lelah untuk menerapkan dan menyebarluaskannya ke seluruh
pelosok dunia hingga akhir zaman.
Hari ini, umat Islam di seluruh penjuru dunia bersama-sama menggemakan pujian atas kebesaran
Allah Swt. Lebih dari 1,57 milyar kaum Muslimin di seluruh dunia mengagungkan asma Allah Swt melalui
takbir, tahlil, dan tahmid. Sementara itu, pada 9 Dzulhijjah kemarin, lebih dari 3 juta saudara kita kaum
Muslimin dari seluruh penjuru dunia telah berkumpul di Padang Arafah, menunaikan ibadah haji, rukun
Islam yang kelima.

Maasiral muslimin rahimakumullah,


Di hari Idul Adha, 10 Dzulhijjah 1434 H ini, kita mengenang kembali peristiwa agung pengorbanan
Nabi Ibrahim dalam menaati perintah Allah Swt untuk menyembelih putranya, Ismail. Bagi Nabi Ibrahim,
Ismail adalah buah hati, harapan dan kecintaannya, yang telah sangat lama didambakan. Namun di tengah
rasa bahagia itu, turunlah perintah Allah kepadanya untuk menyembelih putra kesayangannya itu. Allah Swt
berfirman:

Maka tatkala anak itu telah sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim
berkata: hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
pikirkanlah apa pendapatmu (TQS. ash-Shaffat: 102).
Terhadap perintah itu, Nabi Ibrahim mengedepankan kecintaan yang tinggi yakni kecintaan kepada
Allah Swt dan menyingkirkan kecintaan yang rendah, yakni kecintaan kepada anak, harta, dan dunia.
Perintah amat berat itu pun disambut oleh Ismail As dengan penuh kesabaran. Ismail pun
mengukuhkan keteguhan jiwa ayahandanya dengan mengatakan:

Wahai Ayahanda, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah engkau akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar (TQS. ash-Shaffat: 102)

Maasiral muslimin rahimakumullah,


Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail tersebut seharusnya menjadi teladan bagi kita saat ini. Tidak hanya
teladan dalam pelaksanaan ibadah haji dan ibadah qurban, namun juga teladan dalam berjuang dan
berkorban demi terwujudnya ketaatan kepada hukum-hukum Allah Swt secara kaffah. Sungguh, kini banyak
hukum Allah Swt yang diabaikan, khususnya syariah Islam yang berkaitan dengan pengaturan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, baik dalam bidang pemerintahan, ekonomi, sosial, hukum pidana,
pendidikan, politik luar negeri dan sebagainya.
Belum diamalkannya syariah Islam secara kaffah dalam kehidupan kita inilah yang menyebabkan
kehidupan kaum Muslimin terpuruk dan terjajah. Saudara-saudara kita di Suriah, Mesir, Palestina, Iraq,
Afghanistan, Xinjiang, Chechnya, Rohingya, Thailand Selatan, Filipina Selatan dan lainnya, dijajah, disiksa,
dibantai dan banyak yang diusir dari negerinya, tanpa ada yang melindungi dan membelanya.
Sementara di Indonesia, rakyat terhimpit kemiskinan, harga-harga kebutuhan pokok terus
membumbung tinggi, pendidikan mahal tapi kualitasnya rendah, kekayaan alam kita dikeruk oleh korporasi
asing, layanan kesehatan makin mahal, budaya kufur seperti Miss World semakin marak, dan korupsi kian
merajalela. Kasus yang terakhir, Ketua Mahkamah Konstitusi tertangkap tangan oleh KPK dengan barang
bukti uang sekitar Rp 4 milyar. Korupsi ini melibatkan tiga pilar demokrasi sekaligus yakni yudikatif,
legislatif, dan eksekutif. Ini bukti yang ke sekian kalinya bahwa demokrasi melahirkan korupsi.
Sungguh, pangkal keterpurukan ini bersumber pada satu hal yakni penyimpangan terhadap aturan
Allah Swt. Ini karena kaum Muslim berpaling dari Al-Quran. Keadaan itu telah diterangkan oleh Allah Swt :

Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit dan
Kami akan mengumpulkan dia pada Hari Kiamat nanti dalam keadaan buta. (QS. Thaha : 124)
Menurut Imam Ibnu Katsir makna berpaling dari peringatan-Ku adalah: menyalahi perintah-Ku dan
apa yang Aku turunkan kepada Rasul-Ku, melupakannya dan mengambil petunjuk dari selainnya (Tafsir alQuran al-Azhim, V/323).
Sedangkan penghidupan yang sempit adalah kehidupan yang semakin melarat, miskin, sengsara, menderita, terjajah, teraniaya, tertindas dan sebagainya, seperti yang terjadi di negeri-negeri Muslim saat ini.

Maasiral muslimin rahimakumullah,


Kondisi tersebut tak boleh dibiarkan dan didiamkan. Umat Islam harus bangkit dan siap berjuang
untuk mewujudkan perubahan besar dunia menuju penerapan syariah Islam secara kaffah, sebagaimana
yang diinginkan oleh Allah Swt melalui firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah: 208:

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah
kalian menuruti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.
Untuk menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam semua aspek kehidupan, baik individu,
masyarakat, dan negara, dibutuhkan institusi yang mewadahinya. Institusi tersebut tidak lain adalah
Khilafah Islamiyah yang berfungsi sebagai munaffidzah al-syarah atau pelaksana syariah. Hanya dengan
Khilafah, Islam dapat ditegakkan secara sempurna dan hukum-hukumnya dapat ditegakkan secara
menyeluruh. Inilah yang hilang dari dunia Islam karena Khilafah diruntuhkan pada tahun 1924 sehingga
semua hukum Islam ditelantarkan hingga sekarang.
Khilafah tersebut juga berfungsi sebagai penjaga (hrisah) bagi kaum Muslimin, baik agama, darah,
harta, maupun kehormatan mereka. Rasulullah Saw bersabda:

Sesungguhnya seorang pemimpin itu adalah perisai, di belakangnya orang-orang berperang, dan
kepadanya orang-orang mencari perlindungan (HR. Bukhari-Muslim).
Kata Imam dalam hadits ini maksudnya adalah Khalifah. Imam an-Nawawi menyatakan, hadist itu
bermakna bahwa Imam/Khalifah merupakan benteng/tameng karena ia melindungi rakyat dari serangan
musuh terhadap kaum Muslimin, memelihara hubungan kaum Muslimin satu sama lain dan menjaga
kekayaan kaum Muslimin.
Urgensi negara sebagai penjaga bagi umat ini juga ditegaskan oleh al-Imam al-Ghazali. Beliau berkata:

) ( . [

]


Agama adalah pondasi, sedangkan kekuasaan adalah penjaga. Sesuatu tanpa pondasi akan roboh, dan
sesuatu tanpa penjaga akan hilang.

Maasiral muslimin rahimakumullah,


Rasulullah Saw dan para shahabatnya telah menjadikan perjuangan dakwah untuk menerapkan
syariah dalam naungan Daulah Islam Madinah sebagai perkara hidup dan mati. Beliau Saw menegaskan
bahwa tidak akan mundur selangkah pun hingga kemenangan itu datang atau binasa dalam perjuangan.
Rasulullah bersabda:

Demi Allah, andai saja mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, (lalu
mereka minta) agar aku meninggalkan urusan(agama) ini, maka demi Allah, sampai urusan(agama) itu dimenangkan oleh Allah, atau aku binasa di jalannya, aku tetap tidak akan meninggalkannya.(HR. Ibn Hisyam)
Karenanya wajib bagi kita kaum Muslimin untuk terus-menerus berjuang untuk menerapkan syariah
Islam dengan menegakkan Khilafah, sebagai bentuk ketaatan kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Tentu saja
dengan menanggung segala risiko hingga kita dimenangkan oleh Allah Swt atau kita binasa karenanya.
Memang perubahan besar dunia menuju tegaknya Khilafah tersebut tidak mudah, namun memerlukan
perjuangan dan pengorbanan yang besar dari segenap kaum Muslimin. Dengan pengorbanan itu, insya Allah
perjuangan yang sekilas tampak sulit itu akan menemukan hasilnya dalam waktu yang tidak lama lagi.
Sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah Swt:

Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih di antara kalian, bahwa Dia
benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa; Dia benar-benar akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai
untuk mereka; dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka sesudah mereka berada dalam
ketakutanmenjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah Aku tanpa mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun. Siapa saja yang kafir sesudah janji itu, mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS.An-Nuur:55)

Maasiral muslimin rahimakumullah,


Akhirnya, marilah kita memohon kepada Allah, semoga Allah Swt mengabulkan seluruh permohonan
kita. Semoga Allah Swt memberi kita kesabaran dan keikhlasan, serta menguatkan kita untuk berperan
penting dalam upaya melakukan perubahan besar dunia menuju tegaknya Khilafah Islamiyah.

You might also like