You are on page 1of 20

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA DAN PANDANGAN

HIDUP BANGSA
PENDIDIKAN PANCASILA

Disusun oleh:
ENING BUDHI RAHAYU
H1A010041

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO 2010

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan alam pikir manusia sebagai individu maupun kelompok telah
melahirkan persamaan pemikiran dan pemahaman ke arah perbaikan nilai-nilai hidup
manusia itu sendiri. Paham yang mendasar dan konseptual mengenai cita-cita hidup
manusia merupakan hakikat ideologi. Manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa di
dunia ternyata membawa dampak kepada ideologi yang berbeda-beda sesuai dengan
pemikiran, budaya, adat-istiadat, dan nilai-nilai yang melekat dalam kehidupan
masyarakat tersebut, termasuk Indonesia.
Indonesia terlahir melalui perjalanan yang sangat panjang mulai dari masa
kerajaan Kutai sampai masa keemasan kerajaan Majapahit serta munculnya kerajaankerajaan Islam. Kemudian mengalami masa penjajahan Belanda dan Jepang. Kondisi ini
telah menimbulkan semangat berbangsa yang satu, bertanah air satu, dan berbahasa satu,
yaitu Indonesia. Semangat ini akhirnya menjadi latar belakang para pemimpin yang
mewakili bangsa Indonesia memandang pentingnya dasar filsafat Negara sebagai simbol
nasionalisme.
Kenyataan hidup berbangsa dan bernegara bagi kita, bangsa Indonesia tidak dapat
dipisahkan dari sejarah masa lampau. Demikianlah halnya dengan terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk di dalamnya Pancasila sebagai dasar negaranya.
Sejarah masa lalu dengan masa kini dan masa mendatang merupakan suatu rangkaian
waktu yang berlanjut dan berkesinambungan. Meskipun demikian, bangsa Indonesia tetap
menjadikan Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidupnya.
Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat
Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya
dalam mengejar kehidupan lahir batin yang semakin baik, dalam masyarakat Indonesia
yang adil dan makmur.

Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara
seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian
dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya,
sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari
kehidupan bangsa Indonesia. Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan
kesaktian Pancasila itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan
pengamamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara
Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
1.2 Permasalahan
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dapat menelusuri sejarah kita
di masa lampau dan mencoba untuk melihat tugas-tugas yang kita emban ke masa depan,
yang keduanya menyadarkan kita akan perlunya menghayati dan mengamalkan Pancasila
sebagai ideologi Negara dan pandangan hidup bangsa. Sejarah di belakang telah dilalui
dengan berbagai cobaan terhadap Pancasila, hal tersebut menunjukkan dengan jelas
bahwa Pancasila yang berakar di bumi Indonesia senantiasa mampu mengatasi percobaan
nasional di masa lampau. Dari sejarah itu, kita mendapat pelajaran sangat berharga
bahwa selama ini Pancasila belum kita hayati dan juga belum kita amalkan secara
semestinya.
Penghayatan adalah suatu proses batin yang sebelum dihayati memerlukan
pengenalan dan pengertian tentang apa yang akan dihayati itu. Selanjutnya setelah
meresap di dalam hati, maka pengamalannya akan terasa sebagai sesuatu yang keluar
dari kesadaran sendiri, akan terasa sebagai sesuatu yang menjadi bagian dan sekaligus
tujuan hidup. Sementara itu, pengamatan terhadap tugas-tugas sejarah yang kita emban
ke masa depan yang penuh dengan segala kemungkinan itu, juga menyadarkan kita akan
perlunya penghayatan dan pengamalan Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Menghayati dan mengamalkan Pancasila sebagai ideologi Negara dan pandangan
hidup dalam memperbaiki nilai-nilai hidup bangsa.
2. Memenuhi tugas Pendidikan Pancasila

BABII
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
Berdasarkan etimologinya, ideologi berasal dari bahsa Yunani yang terdiri dari
dua kata yaitu idea berarti raut muka, perawakan, gagasan, dan buah pikiran dan logia
berarti ajaran. Dengan demikian, ideologi adalah ilmu tentang gagasan dan buah pikiran
atau science des ideas.

Pengertian ideologi secara umum adalah suatu kumpulan

gagasan, ide, keyakinan serta kepercayaan yang bersifat sistematis yang mengarahkan
tingkah laku seseorang dalam berbagai bidang kehidupan seperti :
1. Bidang politik, termasuk bidang hukum, pertahanan, dan keamanan.
2. Bidang sosial
3. Bidang kebudayaan
4. Bidang keagamaan
Ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi dasar bagi
suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan
pada hakikatnya merupakan asas kerohanian yang antara lain memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan
2. Mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman
hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan,
kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan
berkorban.
Kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi yang ada pada ideologi
tersebut, yaitu:
1. Dimensi realita, yaitu bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi tersebut
secara riil hidup di dalam serta bersumber dari budaya dan pengalaman sejarah dari
masyarakat atau bangsanya.
2. Dimensi idealisme, bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealism
yang memberikan harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman
dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari.

3. Dimensi fleksibilitas/dimensi pengembangan, yaitu ideology tersebut memiliki


keluwesan yang memungkinkan kepada generasi penerus bangsa, diperjuangkan dan
dipertahankan dengan semangat nasionalisme.
Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia maka Pancasila pada
hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil peranungan atau pemikiran seseorang
atau kelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia, namu Pancasila
diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang
terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara
dengan kata lain unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) Pancasila tidak lain
diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini
merupakan kausa materialis (asal bahan) Pancasila.
Pengertian sifat dasar Pancasila sebagai ideologi negara diperoleh dari sifat
dasarnya yang pertama dan utama (pokok), yakni dasar negara yang dioperasionalkan
secara individual maupun sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia: masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila. Untuk mencapai cita-cita itulah Pancasila berperanan
sebagai ideologi negara.
Ideologi merupakan satu kesatuan gagasan/ cita-cita dari, oleh dan mengenai
kehidupan seseorang atau sekelompok orang yang didasarkan pada filsafat atau
pandangan hidup tertentu. Maka Pancasila adalah ideologi negara, karena pencapaian
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila merupakan cita-cita yang senantiasa
diupayakan pelaksanaannya dalam keseharian hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Sedemikian pentingnya Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara
dijelaskan melalui Ketetapan MPR No.XX/MPRS/1966 (dan berbagai penegasannya
hingga kini) sebagai berikut: Pembukaan UUD 1945 sebagai Pernyataan Kemerdekaan
yang terperinci yang mengandung cita-cita luhur dari Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945, dan yang memuat Pancasila sebagai Dasar Negara merupakan satu
rangkaian dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan oleh sebab itu tidak
dapat diubah oleh siapa pun juga, termasuk MPR hasil pemilihan umum, yang

berdasarkan pasal 3 UUD berwenang menetapkan dan mengubah UUD, karena


mengubah isi Pembukaan berarti pembubaran negara.
Pancasila berakar pada kodrat manusia dan inherent (melekat) dalam eksistensi
manusia sebagai manusia, sehingga dengan menganalisis manusia, kita akan sampai juga
pada Pancasila, maka bangsa dan negara Indonesia yang dibangun atas moral kodrati
yang dimurnikan dan dipadatkan dalam Pancasila itu wajib tunduk padanya, membela
serta melaksanakannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai ideologi menyerupai norma agendi, yaitu norma atau pedoman
untuk bertindak/ berbuat. Dan sesuai dengan dalil bahwa segala sesuatu harus bertindak
menurut kodrat masing-masing (Noblesse oblige!), maka manusia pun harus bertindak
menurut kodrat rasionalnya karena manusia adalah makhluk jasmani-rohani yang berakal
budi. Kirdi Dipoyudo (1979:11) membedakan manusia yang baik dari yang tidak baik
berdasarkan moral kodrati: Manusia adalah baik sebagai manusia apabila dia selalu
bertindak secara rasional. Dengan akal budinya manusia dapat mengenal kodratnya dan
norma-norma yang mengikatnya sebagai manusia. Manusia yang menaati norma-norma
itu disebut baik, baik sebagai manusia atau baik dari segi moral (morally good). Normanorma itu disebut moral kodrati (natural morals), karena dijabarkan dari kodrat manusia.
Pancasila sebagai ideologi negara tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat
reformatif, dinamis, dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah
bersifat actual, dinamis, antisipatif, dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan
perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dinamika perkembangan
aspirasi masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai
ddasar yang terkandung di dalamnya, namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih
konkrit, sehingga memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalahmasalah aktual yang selalu berkembang.

BAB III
PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP BANGSA

Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama bangsa
Indonesia sekaligus penggerak perjuangan bangsa pada masa kolonialisme. Hal ini
sekaligus menjadi warna dan sikap serta pandangan hidup bangsa Indonesia.
Selain sebagai ideologi negara, Pancasila juga merupakan pandangan hidup
bangsa Indonesia. Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila berarti konsepsi
dasar tentang kehidupan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia dalam menghadapi
berbagai tantangan dalam menjalani hidup. Dalam konsepsi dasar itu terkandung gagasan
dan pikiran tentang kehidupan yang dianggap baik dan benar bagi bangsa Indonesia yang
bersifat majemuk.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sebenarnya merupakan perwujudan
dari nilai-nilai budaya milik bangsa Indonesia sendiri yang diyakini kebaikan dan
kebenarannya. Pancasila digali dari budaya bangsa sendiri yang sudah ada, tumbuh, dan
berkembang berabad-abad lamanya. Oleh karna itu, Pancasila adalah khas milik bangsa
Indonesia sejak keberadaannya sebagai sebuah bangsa. Pancasila merangkum nilai-nilai
yang sama yang terkandung dalam adat-istiadat, kebudayaan, dan agama-agama yang
ada di Indonesia. Dengan demikian, Pancasila sebagai pandangan hidup mencerminkan
jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila juga berperan sebagai pedoman dan
penuntun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian,
ia menjadi sebuah ukuran/kriteria umum yang diterima dan berlaku untuk semua pihak.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME dalam perjuangan untuk mencapai
kehidupan yang lebih sempurna senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang
dijunjungnya sebagai suatu pandangan hidup. Nilai-nilai luhur adalah merupakan suatu
tolak ukur kebaikan yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat mendasar dan abadi
seperti cita-cita yang hendak dicapainya dalam hidup manusia. Proses perumusan
pandangan hidup masyarakat dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup
bangsa yang kemudian dilembagakan lagi menjadi sebuah ideologi negara.

Transformasi pandangan hidup masyarakat menjadi pandangan hidup bangsa dan


akhirnya menjadi pandangan dasar negara juga terjadi pada pandangan hidup Pancasila.
Pancasila sebelum dirumuskan menjadi dasar negara dan ideologi negara, nilai-nilainya
telah terdapat pada bangsa Indonesia dalam adat istiadat, budaya serta dalam agamaagama sebagai pandangan hidup masyarakat Indonesia. Dengan suatu pandangan hidup
yang jelas maka bangsa Indonesia akan maniliki pegangan dan pedoman bagaimana
mengenal dan memecahkan berbagai masalah politik, sosial budaya, eonomi, hukum,
hankam dan persoalan lainnya dalam gerak masyarakat yang semakin maju.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan sutau kristalisasi dari nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka pandangan hidup tersebut dijunjung
tinggi oleh warganya karena pandangan hidup Pancasila berakar pada budaya dan
pandangan hidup masyarakat. Dengan demikian pandangan hidup Pancasila bagi bangsa
Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika harus merupakan asas pemersatu bangsa sehingga
tidak boleh mematikan keanekaragaman.
Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah
mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup. Dengan
pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang
dihadapinya dengan menentukan arah serta cara bagaimana bangsa itu memecahkan
persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka sesuatu bangsa akan
merasa terus terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti
timbul, baik persoalan-persoalan di dalam masyarakat sendiri maupun persoalanpersoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini.
Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan
pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah politik, ekonomi, sosial dan
budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman
pada pandangan hidup itu pula sesuatu bangsa akan membangun dirinya.
Dalam pandangan hidup ini terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang
dicita-citakan oleh sesuatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan
gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pada akhirnya,
pandangan hidup sesuatu bangsa adalah suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki
oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa
itu untuk mewujudkannya.

Karena itulah dalam melaksanakan pembangunan misalnya, kita tidak dapat


begitu saja mencontoh atau meniru model yang dilakukan oleh bangsa lain, tanpa
menyesuaikannya dengan pandangan hidup dan kebutuhan-keutuhan bangsa kita sendiri.
Suatu corak pembangunan yang barangkali baik dan memuaskan bagi sesuatu bangsa,
belum tentu baik atau memuaskan bagi bangsa yang lain. Karena itulah pandangan hidup
suatu bangsa merupakan masalah yang sangat asasi bagi kekokohan dan kelestarian
sesuatu bangsa.
Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia,
pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara kita. Di samping itu, maka bagi kita
Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Pancasila bagi kita
merupakan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan
watak yang sudah berurat akar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Ialah suatu
kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencaai kebahagiaan jika
dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai
pribadi, dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan
alam, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya,maupun dalam mengejar kemajuan
lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.
Negara Republik Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya melampaui dan
menempuh berbagai jalan dengan gaya yang berbeda. Bangsa Indonesia lahir sesudah
melampaui perjuangan yang sangat panjang, dengan memberikan segala pengorbanan
dan menahan segala macam penderitaan. Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan
yang ditempuhnya sendiri yang merupakan hasila antara proses sejarah di masa lampau,
tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa datang, yang secara keseluruhan
membentuk kepribadiannya sendiri, yang bersamaan dengan lahirnya Bangsa dan Negara
itu, kepribadian itu ditetapkan sebagai pandangan hidup dan dasar negara yaitu
Pancasila.
Karena itu, Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945; melainkan
telah melalui proses panjang, dimatangkan oleh sejarah perjuangan bangsa kita sendiri,
dengan melihat pengalaman-pengalaman bangsa lain, dengan diilhami oleh gagasan
besar dunia, dengan tetap berakar pada kepribadian dan gagasan-gagasan besar bangsa
kita sendiri . Karena Pancasila sudah menjadi pandangan hidup yang berakar dalam
kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup

ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam
rumusan yang agak berbeda, namun dalam tiga buah Undang-Undang Dasar yang pernah
kita miliki yaitu dalam Pembukaan UUD 1945, Mukadimah Konstitusi Republik
Indonesia Serikat dan Mukadimah UUDS RI (1950) Pancasila itu tetap tercantum di
dalamnya.
Demikianlah, maka Pancasila yang kita gali dari bumi Indonesia sendiri merupakan :
1) Dasar Negara kita, Republik Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber
yang

berlaku

di

negara

kita,

Indonesia.

2) Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan kita, serta memberi
petunjuk dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dalam
masyarakat

kita

yang

beraneka

ragam

sifatnya.

3) Jiwa dan kepribadiaan bangsa Indonesia, karena Pancasila memberikan corak yang
khas kepada bangsa Indonesia, dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, aserta
merupakan ciri khas yang membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain.
4) Tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yakni suatu nmasyarakat adil dan
makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah NKRI
yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan
bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam pergaulan dunia yang
merdeka,

bersahabat,

tertib

dan

damai.

5) Perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil rakyat Indonesia
menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan
sekedar karena ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa
Indonesia yang terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena Pancasila itu
telah mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah perjuangan bangsa.
Oleh karena itu yang penting adalah bagaimana kita memahami, menghayati dan
mengamalkan Pancasila dalam segala segi kehidupan. Tanpa ini, maka Pancasila hanya
akan merupakan rangkaian kata-kata indah yang terlukis dalam Pembukaan UUD 1945,
yang merupakan rumusan yang beku dan mati, serta tidak mempunyai arti bagi
kehidupan bangsa kita.

Pandangan Hidup Bangsa Tersingkirkan. Jika sejarah awal munculnya


multikultur sebagai sebuah gerakan yang hadir akibat dilantunkannya suara-suara
minoritas atau budaya-budaya yang terpinggirkan. Saat inipun multikultural dapat
dikatakan masih berkutat dengan isu-isu tersebut. Hak-hak budaya lokal dan kaum
terpinggirkan yang seringkali tidak diakui sebagai bagian dari budaya bangsa adalah
wilayah kerja utamanya. Meskipun demikian lingkup kerja gerakan ini semakin beragam
dengan semakin banyaknya suara-suara kecil yang ingin diperjuangkan.
Budaya sebagai budaya, tidak lagi menjadi isu sentral dalam gerakan ini. Sesuai
perkembangan jaman, budaya yang sering diartikan sebagai daya cipta, karsa, dan karya
manusiadalam artian positif mengalami dekandensi pemaknaan. Hampir semua
yang dapat dihasilkan oleh manusia, saat ini bisa diketegorikan sebagai budaya. Padahal
hal ini tentu mendistorsi nilai dasariah awal budaya itu sendiri. Budaya yang dahulu
diidentikkan sebagai pancaran dari nilai-nilai yang baik telah dirubah menjadi sosok
yang lebih beragam dan berwarna. Hampir selalu, yang menjadi acuan untuk menilai satu
budaya yang baik itu seperti apa, subjektifitas dalam kelompok atau bangsa akan selalu
hadir.
Baik dan buruk dapat dilihat dari kacamata masing-masing, tergantung siapa yang
melihat. Bisa saja baiknya nilai budaya satu kelompok itu dianggap buruk nilai. Dan
kebalikan dari itu, buruknya nilai budaya satu kelompok bisa saja menjadi satu nilai yang
baik menurut yang lain. Budaya seks bebas misalnya, oleh mereka yang menganggap
seks bebas sebagai sesuatu yang biasa, tentu budaya seks bebas dapat menjadi baik.
Padahal, pada umumnya budaya seks bebas ini memiliki nilai hakiki buruk di dalam
dirinya. Kenyataan inilah yang akhirnya membawa nilai baik dalam budaya itu menjadi
relatif. Kerelatifan nilai baik dalam budaya inipun tidak hanya bersinggungan dengan
budaya dari hasil perilaku manusia pada umumnya. Budaya sebagai satu pandangan
hidup bersamapun tak mampu membendung gelombang ini, tak terkecuali Pancasila
sekalipun. Bangsa ini pasti ingat betul bagaimana Pancasila pada masa-masa prareformasi, dijunjung-junjung dan diagung-agungkan. Di masa Soekarno, meskipun
diduakan Pancasila masih merupakan pandangan hidup bangsa, sebagai satu kaidah
dengan nilai-nilai baik yang dapat dijadikan pegangan. Hampir semua setuju bahwa
Pancasila adalah baik. Sedangkan di masa Soeharto, Pancasila mendapatkan tempat suci
di dalam diri bangsa ini. Tempat suci itu menjadikannya sebagai satu pandangan hidup

dengan nilai-nilai baik secara mutlak. Hingga apa-apa yang tidak sesuai dengannya harus
menjadi entitas-entitas diri yang terbuang. Paska reformasi, Pancasila mendapatkan
dirinya dalam kontraposisi dengan dirinya pada masa-masa sebelumnya. Pancasila pelan
tapi pasti, semakin menyingkir dari gegap gempita kehidupan bangsa Indonesia. Disadari
atau tidak, Pancasila mulai mati suri sejak reformasi bergulir. Bangsa ini menjadi apatis
terhadap Pancasila.Kevakiyan pandangan hidup bersama ini membawa dampak yang
bisa dikatakan tidak baik. Pertama, kekosongan ini menjadikan suara-suara minoritas
yang dulunya terkekang, mulai muncul kepermukaan. Padahal bila dibiarkan, suara-suara
minoritas yang semakin vokal akan menimbulkan kebebasan yang keblabasan. Setiap
kelompok merasa berhak untuk melakukan apa yang dirasa menjadi hak mereka. Hakhak itu diumbar dengan tanpa melihat kewajiban yang ada karena hak tersebut.
Kebebasan inilah yang sekarang menjadi kebebasan yang tak berarah. Dan tentunya ini
sangat riskan dalam upaya menegakkan kembali bangsa ini. Kedua, dengan tidak adanya
Pancasila, maka benih-benih perpecahanpun akan semakin nampak. Meskipun Pancasila
sebagai hasil upaya manusia, namun karena pengupayaannya didasarkan keragaman
bangsa indonesia, di dalam perbedaan itu posisi Pancasila sangatlah vital.
Uniknya, keberagaman di dalam Indonesia memerlukan sesuatu yang dapat
mengikat perbedaan itu dengan tanpa merendahkan yang lain. Pancasila hadir bukan atas
nama satu kelompok. Pancasila ada karena menaungi keberagaman dalam bangsa ini.
Menghidupkan Pancasila banyak sekali upaya yang dilakukan untuk mencoba
mengangkat kembali Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. Namun, hingga saat ini
upaya-upaya itu belum begitu menemukan hasilnya. Stigma buruk terlanjur
melumpuhkannya. sehingga kepercayaan terhadapnyapun kian melemah. Menemukan
cara untuk menghidupkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa masih menjadi
pekerjaan rumah yang rumit bagi bangsa ini. Namun, karena pentingnya kehadiran
Pancasila, akan lebih baik bila jalan keluar itu segera ditemukan.

Pancasila tidak boleh mati, apalagi menjadi sebuah prasasti tanpa arti. Jangan
biarkan Pancasila semakin beasik maksyuk dengan kesendiriannya. Dan jangan biarkan
Pancasila menjadi satu di antara berbagai macam suara multikultur lain yang menjerit
tanpa dapat didengar suaranya. Save our nation, save our Pancasila.
Pancasila telah mengalami perjalanan satu generasi. 65 tahun. Dalam kurun
waktu tersebut banyak peristiwa sejarah yang dihadapi oleh Pancasila. Salah satu
peristiwa sejarah yang paling terkenal adalah tantangan terhadap Pancasila berupa
G30S/PKI. Peristiwa yang lain yang mewarnai perjalanan Pancasila adalah penetapan P4
oleh MPR tahun 1978, kemudian penetapan Pancasila sebagai azas tunggal dan
pencabutan Tap MPR tentang P4 dan penghapusan azas tunggal.
Penetapan P4 dan azas tunggal merupakan bentuk formalisasi Pancasila yang
dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru sebagai perwujudan kediktatoran pada masa itu.
Akan tetapi, formalisasi Pancasila tersebut tidak mampu melembagakan Pancasila ke
dalam jiwa setiap manusia Indonesia. Akibatnya, walaupun penataran P4 dilaksanakan
terus menerus, Pancasila tetap tidak tertanam dalam jiwa Bangsa Indonesia. Pancasila
tidak mampu menjadi pandangan hidup bangsa.
Banyaknya korupsi, manipulasi anggaran dan penyimpangan-penyimpangan lain
yang dilakukan oleh pejabat dan aparat merupakan bukti bahwa mereka yang seharusnya
menjadi teladan dalam berpancasila pun gagal menjadikan Pancasila sebagai pandangan
hidup mereka.
Menekan masyarakat dalam berpolitik, mencurangi pemilu secara sistematik
dalam pemilu selama Orde Baru juga merupakan perwujudan dari pengkhianatan kepada
Pancasila. Orde Baru telah melakukan formalisasi Pancasila dan menggunakan Pancasila
sebagai senjata untuk menakut-nakuti masyarakat. Alih-alih melembagakan Pancasila ke
dalam jiwa setiap warga negara, pemerintah Orde Baru justru membuat Pancasila
menjadi hantu bagi masyarakat. Akibatnya, masyarakat tidak mampu menjiwai
Pancasila.
Kini, marilah kita kembalikan esensi Pancasila sebagai Dasar Negara dan
Pandangan Hidup Bangsa. Formalitas Pancasila tidak kita perlukan lagi. Justru
pengejawantahannya dalam kehidupan kita sehari-harilah yang perlu kita wujudkan.

BAB IV
HUBUNGAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARAN DAN
SEBAGAI PANDANGAN HIDUP BANGSA

Ketika Negara-bangsa tersusun, maka sebenarnya telah ada berbarengan dengan


eksistensi negara itu suatu perjanjian bersama atau Kontrak sosial, sebagai kebulatan
pikiran atau cita-cita dalam mendirikan Negara-bangsa tersebut. Perjanjian ini sebagai
pengejawantahan dari kemauan bersama ( J.J. Rousseu : Volonte General ) untuk
menyusun hidup bersama dalam wadah sebuah Negara-bangsa. Selanjutnya bagunan
Negara-bangsa yang didirikan itu tegak diatas sebuah Keyakinan kokoh bersama suatu
Komunitas politik, yang kemudian biasa disebut sebagai kepercayaan politik (Political
belief) milik bersama seluruh warga Negara-bangsa, yang kemudian menjadi sebuah
Ideologi. Selanjutnya oleh perjalanan sejarah bangsa akan dijadikan landasan tidak
bergerak yang tangguh sepanjang keberadaan Negara-bangsa tersebut dan sekaligus
menjadi cita-cita yang harus diwujudkan dalam kehidupan nyata masa kini dan masa
selanjutnya. Itulah sebabnya maka keyakinan politik itu akhirnya menjadi gagasan abadi
untuk diaktualisasikan dalam kehidupan perpolitikan komunitas sebuah Negara-bangsa.
Kepercayaan politik adalah angan-angan atau lebih tegasnya merupakan buah
pikiran nasional seluruh warga bangsa, hasil konsensual dari sebuah kontrak sosial dalam
sejarah pendirian Negara-bangsa sejak awal, tentang jalan politik dunianya secara umum.
Oleh karena itu, kepercayaan politik, selain berisi nilai-nilai luhur yang diyakini bersifat
abadi, juga merupakan realitas milik tertinggi idealisme bangsa menghadapi kenyataan
hidup yang mengelilinginya. Kepercayaan tersebut setelah terbentuk akan terus
operasional sepanjang masa.
Apabila kepercayaan politik lahir dari kultur politik rakyat sejak awal berdirinya
Negara-bangsa, maka ideologi lahir dan kemudian berkembang dari kepercayaan politik
yang terbentuk dari kemauan umum perjanjian masyarakat sebagai keyakinan politik,
yang selanjutnya akan menjadi dasar bagi terwujudnya mekanisme suatu sistem nilai dan
norma dasar politik Negara-bangsa seterusnya, selaras dengan perkembangan zaman.

Konsep budaya politik merupakan keseluruhan perwujudan kegiatan kesadaran


keyakinan atau kepercayaan politik yang terus berkembang oleh pengaruh dan dominasi
ideologi dengan nilai-nilai abadi yang terkandung di dalamnya, yang secara dinamis
terus berkembang selaras perkembangan waktu dan lingkungan yang mengelilinginya
dan bisa saling mempengaruhi. Karena ideologi tidak hanya terhenti pada kumpulan
ideas abstrak yang sangat berharga, tetapi akan terus mengembangkan diri selaras
adaptasi lingkungan dan zaman, sehingga melahirkan sikap-sikap masyarakat yang terus
mengembangkan diri selaras adaptasi lingkungan dan zaman, sehingga melahirkan opiniopini yang lebih maju, tetapi juga mampu membangkitkan sikap dan watak yang
dilandasi pandangan hidup secara ideologis, hal ini sejalan dengan bimbingan ideologi
yang penuh dengan nilai luhur tersebut.
Disinilah letak relevansi dan korelasi pandangan hidup dengan Ideologi.
Selanjutnya pandangan hidup ini harus dikaitkan dengan kata-kata Negara maupun
Bangsa, sebab manusia sebagai individu akan memiliki pandangan hidup yang bervariasi
dengan spesifikasinya masing-masing, sesuai dengan latar belakang individunya, baik
manyangkut famili, suku, ras, agama, kepentingan, budaya, tradisi, keturunan dan lainlainya, yang bisa menjadi faktor pengaruh kuat terhadap pandangan hidup individual atau
kelompok. Namun, ketika mereka menjadi anggota tetap sebuah Negara-bangsa, individu
yang telah diikat oleh Volonte General itu harus tunduk pada kristalisasi pandangan
hidup yang telah terbentuk ideologi Negara-bangsa tersebut.
Dalam kehidupan bernegara-bangsa telah menjadi pengertian dan pengakuan
secara universal, bahwa individu secara rasional maupun emosional akan tunduk kepada
suara bersama yang sebenarnya telah mereka peroleh dan bangun secara demokratis.
Demokrasi adalah realitas pluralistik, sedang setiap masyarakat pluralistik lazim akan
mewajibkan setiap anggotanya untuk memiliki pedoman yang sama bagi pengaturan
hidup bersama mereka yang disepakati, tanpa merugikan apa yang menjadi latar
belakang yang dimiliki masing-masing individu, misalnya ketika sebuah prinsip
Berketuhanan telah diterima dalam sebuah kontrak sosial, maka setiap individu anggota
masyarakat atau warga negara-bangsa yang berasal dari agama apapun atau suku
manapun akan menerima dengan lapang dada. Mereka dengan penuh kesadaran loyal
kepada prinsip kebersamaan, sedang spesifikasi atau aturan khusus keagamaannya
sendiri atau kepercayaannya tidak akan terusik sedikit pun sebagai akibat penerimaannya

sendiri atau kepercayaannya tidak akan terusik sedikit pun sebagai akibat penerimaannya
tersebut, bahkan mereka akan merasa lebih terlindungi kebebasan praktik khusus
keagamaannya maupun yang menjadi kepercayaannya. Maka pengakuan adanya Tuhan
dan pengagungan akan eksistensi-Nya akhirnya bisa menjadi Pandangan hidup bangsa,
dan pandangan hidup ini dapat dipertanggung-jawabkan kepada siapa pun. Pandangan
hidup ini tegak tidak dapat ditawar-tawar lagi sekaligus memberikan kepuasan pada
pluralisme masyarakat.
Berbicara tentang ideologi yang menjadi rujukan pandangan hidup Negarabangsa, Prof. Dr. William T. Bluhm PhD, guru besar dalam Political Science pada
Chicago University, dalam bukunya Modern Political Idologies and Attitudes (Culture ),
melihat

ada

(empat)

teori

mengenai

Ideologi

(1). Teori kepentingan: Bahwa ideologi itu bersifat kejiwaan yang bisa diselidiki dan
dijelaskan. Ideas yang terbentuk sebagai akibat realitas sekitar manusia. Manusia yang
berakal bisa menggunakan reason untuk menciptakan hidupnya dengan memanipulasi
realitas dunia yang ada d sekitarnya. Maka ideologi harus dipandang sebagai
rasionalisaasi kepentingan yang mungkin juga bersifat irrasional. Alatnya ialah politik.
(2). Teori kebenaran : Dr. Blim dalam hal ini mengikuti pandangan filosuf wanita Hanna
Arendt tentang aktivitas manusia di dunia yang merefleksikan ideologi, yakni untuk
menjalankan proses kehidupan. Ideologi kemudian muncul secara rasional dan bebas,
yang ingin mewujudkan hakekat kebenaran. Sehingga apabila hakekat kebenaran yang
lahir dari ideologi ini direalisasikan, maka hasilnya adalah perubahan sosial politik
maupun ekonomi yang diinginkan, artinya kebenaran dapat diwujudkan oleh usaha
politik.
(3). Teori kesulitan sosial : Ideologi lahir dari hal-hal yang tidak disadari, sebagai pola
jawaban terhadap kesulitan-kesulitan yang timbul dari masyarakat. Kesulitan tersebut
sebagai pathologi yang memerlukan obat dan penyembuhan, maka fungsi ideologi adalah
remedial

atau

kuratif.

(4). Teori kesulitan kultural : Ideologi timbul karena hal-hal yang menyangkut hubungan
perasaan dan arti hidup (Sentiment and Meaning). Kedudukan ideologi sama seperti ilmu
pengetahuan teknologi, agama dan filsafat. Akibat selalu ada dislokasi sosial dan kultural
dalam kehidupan manusia, maka manusia memerlukan arti hidup yang baru dan segar.
Ideologi mencoba menjawab dengan pikiran-pikiran yang segar yang membumi, berisi
kebijakan dan prinsip dasar, otoritas tertentu maupun teologi yang jelas. Dari sana

disusunlah program-program maupun platforms yang praktis, bisa pula disusun blueprint
membangun autonomous politoics, akhirnya membekali otoritas politik dengan konsepkonsep politik yang tepat.
Dari empat teori terbentuknya ideologi Bluhm tersebut (Kepentingan, Kebenaran,
Kesulitan sosial dan Kesulitan kultural ), maka pandangan hidup sebagai follow-up
ideologi akhirnya juga harus mampu menghadapi 4 (empat) masalah besar kemanusiaan
itu, yakni : (1) Mampu mengatasi kepentingan kehidupannya, (2) Menciptakan
pandangan hidup yang berisi kebenaran yang diaktulasasikan (3) Menghilangkan semua
kesulitan sosial, dan (4) Menghapuskan semuan keruwetan kultural melalui otoritas
politik yang kuat.
Upaya aktualisasi ideologi melalui kegiatan pandangan hidup itu akhirnya akan
mampu menciptakan Jati diri Bangsa yang berupa identitas dan kepribadian, sebagai
manifestasi ideologi yang telah berakar kuat menjadi Pandangan hidup. Pandangan hidup
yang dalam istilah Jerman adalah Weltanschauung atau pandangan manusia tentang
dunia yang mengelilinginya, yang dalam berbangsa dan bernegara merupakan
perlengkapan diri atau senjata ampuh bermata dua, yakni (1) Senjata tajam untuk bisa
memenuhi seluruh kepentingan manusia hidup di dunia yang serba langka, dan sekaligus
juga (2) Sebagai alat canggih untuk mencapai ekspresi kebenaran dalam menghadapi
realitas kehidupan duniawi. Oleh karenanya ideologi bangsa menjelma menjadi
pandangan hidup tadi akan selalu mengalami transformasi ke arah yang lebih ideal dan
mengarah kepada kesempurnaan. Sebagai pandangan hidup maka idealismenya akan
selalu memberikan pengetahuan obyektif tentang otoritas politik atau pandangan otonom
mengatasi berbagai masalah, bagaimanapun ruwet dan komplikasinya.
Dalam hubungan ini pemikir terkenal Alfred North Whitehead dalam essaynya
yang berjudul adventures of Ideas mengemukakan adanya teori distorsi dalam menulis
sejarah bangsa-bangsa, akan selalu ada penyimpangan atau bentuk yang tidak normal,
karena akan terpengaruh oleh pandangan hidupnya sendiri yang diyakini kebenaranya,
kemudian diwujudkan dalam bentuk kritisisme dan penilaian fakta tertentu. Demikian
juga pemikiran atau Ideas yang dilahirkan oleh sebuah ideologi, yang selalu lahir dari
sejarah sebuah bangsa, adalah akan tetap terperangkap oleh intellectual stand point atau
titik pandang/pendidikan intellektual bangsa ketika ideologi maupun pandangan hidup
akan tetap terdistorsi oleh pandangan-pandangan yang hidup dari komunitas politik

terutama para elitenya, walaupun distorsi disini tidak harus berarti negatif, tetapi justru
lebih banyak arah positif dan korrelatifbta menuju perfeksi.
Hampir senada dengan itu, Prof. Robert Dahl, sebagai yang dikutip William E,
Connolly dalam Political Science and Ideology (New York 1967), berpendapat, bahwa
nilai yang lahir dari sebuah idea yang ditulis para ahli dalam kerangka konsensual sering
harus dibungkus oleh sebuah Rhetorika atau balaghoh ( yakni seni penyusunan kalimat
yang memiliki tujuan terntentu yang mulia ). Rhetorika tersebut oleh Prof. Dahl lebih
ditegaskan sebagai Consensual Rhetoric, sebagai representasi asli tentang sesuatu
masalah, ialah sebuah produk masyarakat secara kollektif, dan akhirnya bisa
menyelimuti seluruh proses sistem politik selanjutnya.
Baik teori distorsinya Whitehead maupun rhetrorikanya Dahl beranggapan
tentang arti pentingnya ideas yang dimissikan oleh ideologi sebagai hasil kollektif
konsensual yang bernilai luhur. Ketika kumpulan pemikiran itu bergerak aktif dalam
sikap dan tingkah laku komunitas politik, yakni bangsa dalam perjalanan sejarah
panjangnya, maka Consensual rhetoric akan terus hidup dinamis dan terbuka luas untuk
masukan atau penafsiran baru, mengisi sejarah negara-bangsa untuk selamanya.
Untuk lebih memperjelas obyektivitas produk politik dari sebuah ideologi yang
berkembang, bapak sosiologi Karl Mannheim menyimpulkan bahwa semua Political
thinking termasuk di dalamnya apa yang disebut ideologi atau pendangan politik suatu
bangsa akan selalu Relational artinya terkait erat antara kepentingan dan situasi
lingkungan para pemikir, ketika ideologi tersebut terbentuk. ideologi karenanya sebagai
gambaran mungkin tidak sempurna tentang realitas itu. Hanya yang menjadi opposant
yang bisa memberikan gambaran distorsi yang ada pada pandangan ideologis. Oleh
karena itu dalam masyarakat liberal berkembang adanya kelompok cendikiawan yang
free floating (freischweben), yang merasa tidak terikat lagi pada kelompok terntentu atau
tatanan tertentu yang sudah established. Para floaters ini kemudian menghindar dari
konflik politik yang sering muncul dalam kehidupan demokrasi. Namun apabila secara
obyektif kultur politik suatu bangsa dimonitor secara teliti, maka tidak jarang ditemukan
bahwa ideologi bisa mempunyai arti aslinya yang ilmiah dan tidak sedikitpun terdistorsi
oleh kepentingan atau otoritas politik tertentu.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi yang ada pada suatu ideologi.
2. Ideologi merupakan satu kesatuan gagasan/ cita-cita dari, oleh dan mengenai kehidupan
seseorang atau sekelompok orang yang didasarkan pada filsafat atau pandangan hidup
tertentu.
3. Pancasila merupakan cita-cita yang senantiasa diupayakan pelaksanaannya dalam
keseharian hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
4. Pancasila sebagai ideologi negara tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat
reformatif, dinamis, dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah
bersifat actual, dinamis, antisipatif, dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan
perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dinamika perkembangan
aspirasi masyarakat.
5. Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia,
pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara kita. Di samping itu, maka bagi
kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia.
B. Saran-saran
1. Agar bangsa Indonesia dapat memperbaiki nilai-nilai dalam kehidupannya, sangat
diperlukan penghayatan dan pengamalan Pancasila dengan semestinya.
2. Untuk menjadi bangsa yang maju, hendaknya masyarakat Indonesia berpedoman pada
Pancasila, karena Pancasila merupakan nilai-nilai luhur yang dijadikan pedoman dan
pandangan hidup bangsa kita, bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
http://ahmadrocklee.blogspot.com/2007/08/pancasila-sebagai-ideologi-negara.html
http://www.anakciremai.com/2008/09/makalah-ppkn-tentang-landasan.html
http://id.shvoong.com/law-and-politics/1702566-pandangan-hidup-bangsa-terpinggirkan/
http://www.mail-archive.com/bicara@yahoogroups.com/msg03453.html
http://makalah-kampus.blogspot.com/2008/10/makalah-ppkn-tentang-pancasila.html
http://moharifwidarto.com/2009/04/mengembalikan-pancasila-sebagai-pandangan-hidupbangsa/
http://niychynk.wordpress.com/2009/04/14/pancasila-sebagai-pandangan-hidup-bangsaindonesia/
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=1291
http://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/01/pancasila-sebagai-ideologi/

You might also like