You are on page 1of 19

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Darah merupakan salah satu komponen dalam tubuh yang memiliki peranan sangat penting bagi manusia karena darahlah yang mengedarkan berbagai zat dan oksigen yang sangat dibutuhkan oleh sel-sel tubuh, bisa dibayangkan bagaimana rasanya jika kita kehabisan darah, pastinya tubuh tidak akan mampu berjalan dengan normal. Tanpa darah yang cukup, manusia akan mengalami gangguan kesehatan dan bahkan kematian. Secara garis besar darah berfungsi sebagai alat untuk transportasi oksigen dan zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Komposisi darah pada manusia adalah 55% cairan darah dan sisanya adalah sel-sel darah (darah padat) yang secara keseluruhan pada orang dewasa sebanyak 4-5 liter. Darah merupakan cairan tubuh yang berwarna merah, warna merah ini merupakan protein pernafasan yang mengandung besi berbentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen yang disebabkan oleh hemoglobin. Dalam darah juga terdapat kandungan seperti air, protein, mineral dan garam, selain itu darah juga dibedakan menjadi beberapa jenis. Pada masing-masing jenis darah juga memiliki peranan penting dalam tubuh. Jenis darah dalam tubuh, yaitu sel darah merah
(eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan kepingan darah (trombosit). Fungsi utama dari sel-sel darah merah, yang juga dikenal sebagai eritrosit, adalah mengangkut hemoglobin, dan seterusnya mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Selain mengangkut hemoglobin, sel-sel darah merah juga mempunyai fungsi lain. Contohnya, sel darah merah mengandung banyak sekali karbonik anhidrase, yang mengkatalisis reaksi antara karbon dioksida dan air, sehingga meningkatkan kecepatan reaksi bolak-balik ini beberapa ribu kali lipat. Cepatnya reaksi ini membuat air dalam darah bereaksi dengan banyak sekali karbon dioksida, dan dengan demikian mengangkutnya dari jaringan menuju paru-paru dalam bentuk ion bikarbonakt (HCO3-). Hemoglobin yang terdapat sel dalam sel juga merupakan dapar asam-basa (seperti juga pada kebanyakan protein), sehingga sel darah merah bertanggung jawab untuk sebagian besar daya pendaparan seluruh darah. Sel darah merah normal, berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter kira-kira 7,8 mikrometer dan dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 mikrometer dan pada bagian tengah 1 mikrometer atau kurang. Volume rata-rata sel darah merah adalah 90 sampai 95

mikrometer kubik. Bentuk sel darah merah dapat berubah-ubah ketika sel berjalan melewati kapiler. Sesungguhnya, sel darah merah merupakan suatu kantung yang dapat diubah menjadi berbagai bentuk. Selanjutnya, karena sel normal mempunyai membran yang sangat kuat untuk menampung banyak bahan material di dalamnya, maka perubahan bentuk tadi tidak akan meregangkan membran secara hebat, dan sebagai akibatnya, tidak akan memecahkan sel, seperti yang akan terjadi pada sel lainnya. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa fungsi terpenting sel darah merah adalah transpor O2 dan CO2 antara paru-paru dan jaringan. Suatu protein eritrosit, yaitu hemoglobin, memainkan peranan penting pada kedua proses tersebut.

1.2

Tujuan Penulisan

1) Untuk mengetahui nilai normal eritrosit 2) Untuk mengetahui cara menghitung jumlah eritrosit dalam darah 3) Untuk mengetahui etiologi, patogenesis, gejala klinis, serta terapi pada kelainan eritrosit

1.3

Rumusan Masalah 1) Apa pengertian eritrosit ? 2) Bagaimana pembentukkan dan masa hidup eritrosit ? 3) Penyakit akibat kelainan eritrosit ? 4) Bagaimana mengetahui nilai normal dan cara menghitung jumlah eritrosit dalam darah ? 5) Bagaimana mengetahui etiologi, patogenesis, gejala klinis, serta terapi pada kelainan

eritrosit ?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Darah Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan kata hemo- atau hemato- yang berasal dari bahasa Yunani haima yang berarti darah. Pada hewan lain, fungsi utama darah ialah mengangkut oksigen dari paru-paru atau insang ke jaringan tubuh. Dalam darah terkandung hemoglobin yang berfungsi sebagai pengikat oksigen. Pada sebagian hewan tak bertulang belakang atau invertebrata yang berukuran kecil, oksigen langsung meresap ke dalam plasma darah karena protein pembawa oksigennya terlarut secara bebas. Hemoglobin merupakan protein pengangkut oksigen paling efektif dan terdapat pada hewan-hewan bertulang belakang atau vertebrata. Hemosianin, yang berwarna biru, mengandung tembaga, dan digunakan oleh hewan crustaceae. Cumi-cumi menggunakan vanadium kromagen (berwarna hijau muda, biru, atau kuning oranye). Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Darah terdiri dari beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45% bagian dari darah, angka ini dinyatakan dalam nilai hermatokrit atau volume sel darah merah yang dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai 47. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah.

2.2 Jenis dan Fungsi Darah 1) Sel Darah Merah atau Eritrosit (Sekitar 99%) Sel darah merah mengandung hemoglobin yang bisa menyebabkan darah berwarna merah. Hemoglobin mempunyai fungsi yaitu untuk mengikat oksigen serta mengedarkannya ke

dalam seluruh lapisan sel tubuh manusia. Sel darah merah ini dibentuknya pada sumsum tulang merah yang letaknya di dalam tulang pipih dan tulang pendek. Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak dianggap sebagai sel dari segi biologi. Sel darah merah juga berperan dalam penentuan golongan darah. Orang yang kekurangan eritrosit menderita penyakit anemia. Dari segi biologi sel darah putih tidak dianggap sebagai sel karena eritrositnya tidak mempunyai nukleus sel atau organela. Fungsi sel darah merah (eritrosit), yaitu : Menyebarkan oksigen ke seluruh tubuh Menentukan golongan darah Kekebalan tubuh ketika sel darah merah terinfeksi oleh bakteri atau patogen, maka hemoglobin dalam sel darah merah akan menghacurkannya Dalam eritrosit tedapat senyawa S-nitrosothial yang berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan memperlancar arus menyebaran darah ke seluruh tubuh

2) Sel Darah Putih atau Leukosit (0,2%) Dalam diri manusia tidak hanya terdapat sel darah merah saja tetapi terdapat pula juga sel darah putih atau dikenal dengan leukosit. Leukosit memiliki ciri-ciri, yaitu tidak berwarna (bening), bentuknya pun tidak tetap, berinti, serta ukurannya pun lebih besar dari pada sel darah merah. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tetap. Orang yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukimia, sedangkan orang yang kekurangan leukosit menderita penyakit leukopenia. Fungsi sel darah putih (leukosit), yaitu : Melindungi tubuh terhadap kuman-kuman penyakit yang menyerang tubuh kita dengan cara memakan kuman-kuman penyakit tersebut (fagosit) Bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misal virus atau bakteri

3) Keping-keping Darah atau Trombosit (0,6 - 1,0%) Dalam sistem perdaran darah manusia keping darah lah yang mempunyai ukuran yang paling kecil dengan yang lainnya , bentuknya pun tidak teratur dan mudah pecah sehingga akan mengeluarkan tromboplastin dan enzim trombosit, serta tidak memiliki inti sel. Trombosit dibuat di dalam sumsum merah pada tulang pipih dan tulang pendek. Trombosit bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah. Fungsi keping darah (trombosit), yaitu :

Membekukan darah yaitu jika terdapat luka pendarahan dalam tubuh, trombosit ini

berfungsi untuk menghentikan dan menyembuhkannya Serum darah atau plasma terdiri atas : Air Protein Mineral : 91,0% : 8,0% (albumin, globulin, protrombin dan fibrinogen) : 0.9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam dari kalsium, fosfor,

magnesium dan zat besi, dll) Plasma darah pada dasarnya adalah larutan air yang mengandung : Albumin Bahan pembeku darah Immunoglobin (antibodi) Hormon Berbagai jenis protein Berbagai jenis garam

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Eritrosit Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Setiap mm kubiknya darah pada seorang laki-laki dewasa mengandung kira-kira 5 juta sel darah merah dan pada seorang perempuan dewasa kira-kira 4 juta sel darah merah. Eritrosit mempunyai bentuk bikonkaf, seperti cakram dengan garis tengah 7,5 uM dan tidak berinti. Warna eritrosit kekuning-kuningan dan dapat berwarna merah karena dalam sitoplasmanya terdapat pigmen warna merah berupa hemoglobin. Tiap-tiap sel darah merah mengandung 200 juta molekul hemoglobin. Hemoglobin (Hb) merupakan suatu protein yang mengandung senyawa besi hemin. Hemoglobin mempunyai fungsi mengikat oksigen di paru-paru dan mengedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Jadi, dapat dikatakan bahwa di paru-paru terjadi reaksi antara hemoglobin dengan oksigen. 2 Hb2+ 4 O2 ==> 4 Hb O2 (oksihemoglobin) Setelah sampai di sel-sel tubuh, terjadi reaksi pelepasan oksigen oleh Hb 4 Hb O2 ==> 2 Hb2 + 4 O2 Hitung eritrosit adalah jumlah eritrosit per milimeter kubik atau mikroliter darah. Seperti hitung leukosit, untuk menghitung jumlah sel-sel eritrosit ada dua metode, yaitu manual dan elektronik (automatik). Metode manual hampir sama dengan hitung leukosit, yaitu menggunakan bilik hitung. Namun, hitung eritrosit lebih sukar daripada hitung leukosit. Prinsip hitung eritrosit manual adalah darah diencerkan dalam larutan isotonis untuk memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis. Larutan pengencer yang digunakan adalah:

Larutan Hayem : Natrium sulfat 2,5 gram, Natrium klorida 0,5 gram, Merkuri klorida 0,25 gram, Aquadest 100 ml. Pada keadaan hiperglobulinemia, larutan ini tidak dapat dipergunakan karena dapat menyebabkan precipitasi protein, rouleaux, aglutinasi.

Larutan Gower : Natrium sulfat 12,5 gram, Asam asetat glasial 33,3 ml, Aquadest 200 ml. Larutan ini mencegah aglutinasi dan rouleaux.

Natrium klorida 0,85 %.

Harga Normal :

Dewasa laki-laki Dewasa perempuan

: 4,50 6,50 (x106/L) : 3,80 4,80 (x106/L)

Bayi baru lahir Anak usia 1-3 tahun Anak usia 4-5 tahun Anak usia 6-10 tahun

: 4,30 6,30 (x106/L) : 3,60 5,20 (x106/L) : 3,70 5,70 (x106/L) : 3,80 5,80 (x106/L)

3.2 Pembentukkan dan Masa Hidup Eritrosit Dalam minggu-minggu pertama kehidupan embrio, sel-sel darah merah primitif yang berinti diproduksi oleh yolk sac. Selama pertengahan trimester masa gestasi, hati dianggap sebagai organ utama untuk melakukan produksi sel-sel darah merah, walaupn terdapat juga sel-sel darah merah dalam jumlah cukup banyak yang diproduksi dalam limpa dan limfonodus. Lalu selama bulan terakhir kehamilan dan sesudah lahir, sel-sel darah merah hanya dihasilkan oleh sumsum tulang. Pada dasarnya sumsum tulang dari semua tulang menghasilkan sel darah merah sampai seseorang berusia 5 tahun. Tetapi, sumsum dari tulang panjang, kecuali bagian proksimal humerus dan tibia menjadi sangat berlemak dan tidak memproduksi sel-sel darah merah setelah kurang lebih berusia 20 tahun. Setelah usia ini, kebanyakan sel darah merah dihasilkan dalam sumsum tulang membranosa seperti verebrata sternum, iga dan ilium. Bahkan dalam tulang-tulang ini, sumsum menjadi kurang produktif sesuai dengan bertambahnya usia.
Masa hidup eritrosit hanya sekitar 120 hari atau 4 bulan, kemudian dirombak di dalam hati dan limpa. Sebagian hemoglobin diubah menjadi bilirubin dan biliverdin, yaitu pigmen biru yang memberi warna empedu. Zat besi hasil penguraian hemoglobin dikirim ke hati dan limpa, selanjutnya digunakan untuk membentuk eritrosit baru. Kira-kira setiap hari ada 200.000 eritrosit yang dibentuk dan dirombak. Jumlah ini kurang dari 1% dari jumlah eritrosit secara keseluruhan.

Eritrosit dibentuk dalam sumsum merah tulang pipih, misalnya di tulang dada, tulang selangka, dan di dalam ruas-ruas tulang belakang. Pembentukannya terjadi selama tujuh hari. Pada awalnya eritrosit mempunyai inti, kemudian inti lenyap dan hemoglobin terbentuk. Setelah hemoglobin terbentuk, eritrosit dilepas dari tempat pembentukannya dan masuk ke dalam sirkulasi darah. Eritrosit dalam tubuh dapat berkurang karena luka sehingga mengeluarkan banyak darah atau karena penyakit, seperti malaria dan demam berdarah. Keadaan seperti ini dapat mengganggu pembentukan eritrosit.

3.3

Kelainan Eritrosit Kelainan eritrosit dapat digolongkan menjadi : 1) Kelainan Berdasarkan Ukuran Eritrosit (Ukuran Normal 6,2-8,2 nm) Makrosit Ukuran eritrosit yang lebih dari 8,2 nm terjadi karena pematangan inti eritrosit terganggu, dijumpai pada defisiensi vitamin B12 atau asam folat. Penyebab lainnya adalah karena rangsangan eritroprotein yang berakibat meningkatnya sintesa hemoglobin dan meningkatkan pelepasan retikulosit ke dalam sirkulasi darah. Sel ini di dapatkan pada anemia megaloblastik, penyakit hati menahun berupa thinmacrocytes dan pada keadaan dengan retikulositosis, seperti anemia hemolitik atau anemia pasca pendarahan. Mikrosit Ukuran eritrosit yang kurang dari 6,2 nm. Terjadi karena menurunnya sintesa hemoglobin yang disebabkan defisiensi besi, defeksintesa globulin, atau kelainan mitokondria yang mempengaruhi unsur hem dan molekul hemoglobin. Sel ini didapatkan pada anemia hemolitik, megaloblastik, dan pada anemia defisiensi besi. Anisositosis Pada kelainan ini tidak ditemukan suatu kelainan hematologi yang spesifik, keadaan ini ditandai dengan adanya eritrosit dengan ukuran yang tidak sama besar dalam sediaan apusan darah tepi (bermacam-macam ukuran). Sel ini didapatkan pada anemia mikrositik yang ada bersamaan anemia makrositik pada anemia gizi.

2)

Kelainan Berdasarkan Bentuk Eritrosit Ovalosit Eritrosit yang berbentuk lonjong. Eritrosit memiliki sel dengan sumbu panjang kurang dari dua kali sumbu pendek. Ovalosit ditemukan dengan kemungkinan bahwa pasien menderita kelainan yang diturunkan yang mempengaruhi sitoskeleton eritrosit misalnya ovalositosis herediter.

Sferosit Sel yang berbentuk bulat atau mendekati bulat. Sferosit merupakan sel yang telah kehilangan sitosol yang setara. Karena kelainan dari sitoskeleton dan membrane eritrosit. Schistocyte Merupakan fragmen eritrosit berukuran kecil dan bentuknya teratur, berwarna lebih tua. Terjadi pada anemia hemolitik karena combusco reaksi penolakan pada transplantasi ginjal. Teardrop Cell (Dacroytes) Berbentuk seperti buah pir. Terjadi ketika ada fibrosis sumsum tulang atau diseritrpoesis berat dan juga dibeberapa anemia hemolitik, anemia

megaloblastik, thalasemia mayor, myelofibrosi idiopati karena metastatis kersinoma atau infiltrasi myelofibrosis sumsum tulang lainnya. Blister Cell Eritrosit yang terdapat lepuhan satu atau lebih berupa vakuola yang mudah pecah, bila pecah sel tersebut bisa menjadi keratosis dan fragmentosit. Terjadi pada anemia hemolitik mikroangiopati. Acantocyte / Burr Cell Eritrosit mempunyai tonjolan satu atau lebih pada membran dinding sel kaku. Terdapat duri-duri di permukaan membran yang ukurannya bervariasi menyebabkan sensitif terhadap pengaruh dari dalam maupun luar sel. Terjadi pada sirosis hati dan disertai anemia hemolitik, hemangioma hati, hepatitis pada neonatal. Sickle Cell Eritrosit yang berbentuk sabit. Terjadi pada reaksi transfusi, sferositosis congenital, anemia sel sickle, anemia hemolitik.

Stomatocyte Eritrosit berbentuk central pallor seperti mulut. Terjadi pada alkoholisme akut sirosis alkoholik, defisiensi glutsthione, sferosis herediter, nukleosis infeksiosa, thallasemia. Target Cell Eritrosit yang bentuknya seperti topi orang Meksiko. Terjadi pada hemogfobinopati, anemia hemolitik, penyakit hati.

3)

Kelainan Berdasarkan Warna Eritrosit Hipokromia Penurunan warna eritrosit yaitu peningkatan diameter central pallor melebihi normal sehingga tampak lebih pucat. Terjadi pada anemia defisiensi besi, anemia sideroblastik, thallasemia dan pada infeksi menahun. Anisokromasia Adanya peningkatan variabilitas warna dari hipokrim dan normokrom. Anisokromasia umumnya menunjukkan adanya perubahan kondisi seperti kekurangan zat besi dan anemia penyakit kronis. Polikromasia Eritrosit berwarna merah muda sampai biru. Terjadi pada anemia hemoliltik dan hemopoesis ekstrameduler.

4)

Kelainan Bedasarkan Penurunan dan Peningkatan Eritrosit


Penurunan Eritrosit Kehilangan darah (perdarahan), anemia, leukemia, infeksi kronis, mieloma multipel, cairan per intravena berlebih, gagal ginjal kronis, kehamilan, hidrasi berlebihan. Penyebab defisiensi besi adalah penyebab anemia paling umum. Defisiensi besi dapat terjadidari pola makan sehari-hari yang rendah besi. Kurang protein, asam folat, vitamin B12 dari makanan sehari-hari juga memungkinkan terjadinya anemia, mengingat pentingnya unsur-unsur tersebut dalam pembentukkan sel-sel darah merah. Anemia juga bisa disebabkan hal-hal lain seperti pendarahan kecil tetapi terus menerus (slow bleeding) seperti akibat wasir, tukak lambung, kanker lambung atau

10

usus dan efek penggunaan aspirin atau obat-obat nonsteroidal anti inflamasi terus menerus, menstruasi berat, penyakit yang berhubungan dengan darah seperti leukemia dan infeksi (cacing, malaria). Pecandu alkohol, perokok, pasien dengan penyakit saluran pencernaan (gastritis, celiac disease atau crohns disease), vegetarian ekstrim, orang lanjut usia dan wanita hamil termasuk yang beresiko defisiensi besi, akibat gizi buruk atau kurang gizi atau penyerapan gizi kurang baik. Peningkatan Eritrosit Peningkatan eritrosit dapat menyebabkan polisitemia era, hemokonsentrasi atau dehidrasi, hipertensi, penyakit kardiovaskular. Salah satu penyakit akibat peningkatan eritrosit adalah hipertensi, hipertensi tidak menimbulkan gejala meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.

3.4 Mengetahui Nilai Normal dan Menghitung Jumlah Eritrosit Nilai normal jumlah eritrosit pada : Pria : 4,5 5,5 juta L darah

Wanita : 4,0 5,0 juta L darah Untuk menghitung jumlah sel darah merah dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu uji Red Blood Cell Count (RBC) yang menghitung jumlah total sel darah merah itu sendiri yaitu uji Hemoglobin (Hb/HGB), dan uji hematokrit (HI/HTC) yang mengukur presentase sel darah merah. Hasil uji yang menunjukkan nilai Hb atau HI yang sangat rendah menunjukkan orang tesebut terkena anemia, yaitu selsel tubuh tidak mendapat pasokan oksigen yang cukup untuk keperluan metabolisme. Elemen eritrosit yang umum diuji, yaitu : 1) Volume Eritrosit Rata-rata (VER) atau Mean Corpuscular Volume (MCV), yaitu mengukur volume rata-rata eritrosit. MCV berarti ukuran eritrosit di bawah ukuran normal. MCV yang besar dapat terjadi pada penderita HIV yang sedang mengalami

11

pengobatan. MCV yang besar akan menampakan eritrosit berukuran besar dan berwarna merah muda. Hal ini menunjukkan anemia megaloblastik. 2) Lebar Eritrosit atau Red Blood Cell Distribution Width (RDW). Hasil uji ini dapat membantu jenis anemia dan kekurangan beberapa vitamin. 3) Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (HER) atau Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER) atau Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC), yaitu jumlah dan tingkat kepekatan hemoglobin darah. MCH dihitung dengan membagi jumlah hemoglobin total dengan jumlah eritrosit total.

Cara Menghitung Jumlah Eritrosit : Prinsip : Darah di encerkan dalam larutan isotonis untuk memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis. Larutan pengencer yang digunakan : 1) Larutan Hayem terdiri dari : Natrium sulfat 5 g Natrium chloride 0,5 g Mercury chloride 0,5 g Aquadest ad 200 ml

2) Larutan Gowers terdiri dari : Natrium sulfat 12,5 g Asam asetat glacial 33,3 ml Aquadest ad 200 ml

Menghitung Jumlah Eritrosit : Jumlah eritrosit (/L darah) = n Fp Vb

Vb = 80 P L T = 80 1/20 1/20 0,1 = 0,02 L darah

12

Fp =

100 Volume eritrosit yg diambil

Keterangan : n = Jumlah eritrosit yang dihitung pada kamar hitung

Fp = Faktor pengenceran Vb = Volume bidang yg dihitung

Perhitungan Leukosit dan Eritrosit : Lingkaran Besar Lingkaran Kecil : Daerah perhitungan leukosit : Daerah perhitungan eritrosit

Cara Menghitung : Mengisi pipet eritrosit (darah dihisap sampai garis tanda 0,5 dan larutan pengencer sampai tanda 101. Mengisi kamar hitung. Menghitung jumlah sel dengan menggunakan mikroskop pembesaran sedang atau 40x. Hitung semua eritrosit yang terdapat dalam 5 bidang yang tersusun dari 16 bidang kecil.

13

Kesalahan dalam menghitung eritrosit yaitu pada menghitung jumlah eritrosit memakai lensa objektif kecil atau pembesaran 10x, sehingga sangat tidak teliti hasilnya. Pemeriksaan Laboratorium : 1) Darah Tepi Pansitopenia : Penurunan jumlah eritrosit, granulosit, dan trombosit Persentase retikulosit normal atau menurun Limfosit relatif 2) Laju Endap Darah (LED) meningkat >100 mm dalam jam pertama 3) Aspirasi sumsum tulang menunjukkan hiposelular

3.5 Mengetahui Etiologi, Patogenesis, Gejala Klinis, dan Terapi Etiologi Perdarahan kronik Kualitas besi dalam makanan tidak baik (banyak serat, kurang vitamin C, rendah daging) Kebutuhan besi meningkat ( menyusui, kehamilan, anak dalam masa pertumbuhan) Gangguan absorbsi (tropical sprue, kolitis kronik, gastrektomi)

Patogenesis Terdapat reaksi autoimun, limfosit T sitotoksik merantai destruksi sel bakal hematopoietik sehingga terjadi kegagalan sumsum tulang. Pada sumsum tulang hampir tidak ada sel-sel CD34, sehingaa jumlah sel-sel progenitor dari eritrosit, granulosit, dan trombosit sangat sedikit, tetapi sel- sel limfosit T dan B umumnya normal.

Gejala Klinis Sindrom Anemia a) Gejala Umum : lemah, lesu, cepat lelah, tinitus, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak napas, dispepsia b) Tanda Umum : konjugtiva, mukosa mulut, telapak tangan, dan jaringan bawah kuku tampak pucat

14

Gejala dan Tanda Khas a) Anemia Defisiensi Besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, kuku sendok b) Anemia Megaloblastik : glositis, gangguan neurologik, (defisiensi vitamin B12) c) Anemia Hemolitik : ikterus, splenomegali d) Anemia Aplastik : perdarahan, infeksi Gejala dan Tanda Penyakit Dasar : sangat bervariasi

Terapi Terapi Besi Oral Sulfas Ferosus 3x200 mg, setiap 200 mg mengandung 66 besi elemental. Sebaiknya diberikan sebelum makan, bila terjadi intoleransi bisa diberikan saat atau setelah makan. Efek samping : mual, muntah dan konstipasi. Terapi Besi Parental Indikasi : intoleransi, kepatuhan terhadap pengobatan rendah malabsorbsi. Iron dextran complex mengandung 50 mg besi/ml, diberikan secara IV/IM . Efek samping : reaksi anafilaksis. Diet : bahan makanan hewani, vitamin C Respon terapi baik bila Hb normal setelah 4-10 minggu terapi dilanjutkan sampai 12 minggu.

15

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Darah terdiri dari beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45% bagian dari darah, angka ini dinyatakan dalam nilai hermatokrit atau volume sel darah merah yang dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai 47. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah. Jenis darah dalam tubuh, yaitu : 1) Sel darah merah atau eritrosit ( Sekitar 99%) 2) Sel darah puti atau leukosit (0,2%) 3) Keping-keping darah atau trombosit (0,6%-1,0%) Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Setiap mm kubiknya darah pada seorang laki-laki dewasa mengandung kira-kira 5 juta sel darah merah dan pada seorang perempuan dewasa kira-kira 4 juta sel darah merah. Eritrosit mempunyai bentuk bikonkaf, seperti cakram dengan garis tengah 7,5 uM dan tidak berinti. Warna eritrosit kekuning-kuningan dan dapat berwarna merah karena dalam sitoplasmanya terdapat pigmen warna merah berupa hemoglobin. Masa hidup eritrosit hanya sekitar 120 hari atau 4 bulan, kemudian dirombak di dalam hati dan limpa. Sebagian hemoglobin diubah menjadi bilirubin dan biliverdin, yaitu pigmen biru yang memberi warna empedu. Zat besi hasil penguraian hemoglobin dikirim ke hati dan limpa, selanjutnya digunakan untuk membentuk eritrosit baru. Kira-kira setiap hari ada 200.000 eritrosit yang dibentuk dan dirombak. Jumlah ini kurang dari 1% dari jumlah eritrosit secara keseluruhan.

Kelainan eritrosit dapat digolongkan menjadi : 1) Kelainan Berdasarkan Ukuran Eritrosit (Ukuran Normal 6,2-8,2 nm) Makrosit Mikrosit Anisositosis

16

2) Kelainan Berdasarkan Bentuk Eritrosit Ovalosit Sferosit Schistocyte Teardrop Cell (Dacroytes) Blister Cell Acantocyte / Burr Cell Sickle Cell Stomatocyte Target Cell

3) Kelainan Berdasarkan Warna Eritrosit Hipokromia Anisokromasia Polikromasia

4) Kelainan Bedasarkan Penurunan dan Peningkatan Eritrosit Untuk menghitung jumlah sel darah merah dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu uji Red Blood Cell Count (RBC) yang menghitung jumlah total sel darah merah itu sendiri yaitu uji Hemoglobin (Hb/HGB), dan uji hematokrit (HI/HTC) yang mengukur presentase sel darah merah. Hasil uji yang menunjukkan nilai Hb atau HI yang sangat rendah menunjukkan orang tesebut terkena anemia, yaitu selsel tubuh tidak mendapat pasokan oksigen yang cukup untuk keperluan metabolisme. Elemen eritrosit yang umum diuji, yaitu : 1) Volume Eritrosit Rata-rata (VER) atau Mean Corpuscular Volume (MCV), yaitu mengukur volume rata-rata eritrosit. MCV berarti ukuran eritrosit di bawah ukuran normal. MCV yang besar dapat terjadi pada penderita HIV yang sedang mengalami pengobatan. MCV yang besar akan menampakan eritrosit berukuran besar dan berwarna merah muda. Hal ini menunjukkan anemia megaloblastik. 2) Lebar Eritrosit atau Red Blood Cell Distribution Width (RDW). Hasil uji ini dapat membantu jenis anemia dan kekurangan beberapa vitamin.

17

3) Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (HER) atau Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER) atau Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC), yaitu jumlah dan tingkat kepekatan hemoglobin darah. MCH dihitung dengan membagi jumlah hemoglobin total dengan jumlah eritrosit total.

Larutan pengencer yang digunakan : 1) Larutan Hayem terdiri dari : Natrium sulfat 5 g Natrium chloride 0,5 g Mercury chloride 0,5 g Aquadest ad 200 ml

2) Larutan Gowers terdiri dari : Natrium sulfat 12,5 g Asam asetat glacial 33,3 ml Aquadest ad 200 ml

Menghitung Jumlah Eritrosit : Jumlah eritrosit (/L darah) = n Fp Vb

Vb = 80 P L T = 80 1/20 1/20 0,1 = 0,02 L darah

Fp =

100 Volume eritrosit yg diambil

Keterangan : n = Jumlah eritrosit yang dihitung pada kamar hitung

Fp = Faktor pengenceran

18

Vb = Volume bidang yg dihitung Perhitungan Leukosit dan Eritrosit : Lingkaran Besar Lingkaran Kecil : Daerah perhitungan leukosit : Daerah perhitungan eritrosit

Etiologi terdiri dari : Perdarahan kronik Kualitas besi dalam makanan tidak baik (banyak serat, kurang vitamin C, rendah daging) Kebutuhan besi meningkat ( menyusui, kehamilan, anak dalam masa pertumbuhan) Gangguan absorbsi (tropical sprue, kolitis kronik, gastrektomi)

Patogenesis terdiri dari : Terdapat reaksi autoimun, limfosit T sitotoksik merantai destruksi sel bakal hematopoietik sehingga terjadi kegagalan sumsum tulang. Pada sumsum tulang hampir tidak ada sel-sel CD34, sehingaa jumlah sel-sel progenitor dari eritrosit, granulosit, dan trombosit sangat sedikit, tetapi sel- sel limfosit T dan B umumnya normal.

Gejala klinis terdiri dari : Sindrom Anemia Gejala dan Tanda Khas Gejala dan Tanda Penyakit Dasar : sangat bervariasi

Terapi terdiri dari : Terapi Besi Oral Terapi Besi Parental Diet : bahan makanan hewani, vitamin C

19

You might also like