You are on page 1of 43

CASE REPORT ACQUIRED PROTHROMBIN COMPLEX DEFICIENCY

Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi

Pembimbing : dr. Dina Siti Daliyanti, Sp.A

Penyusun : Amira (0861050-176)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PERIODE 18 NOVEMBER 2013 18 JANUARI 2013

HALAMAN PENGESAHAN

Telah diterima dan disetujui "Laporan Kasus Aqcuired Prothrombin Complex Deficiency" sebagai salah satu syarat guna mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Bekasi periode 18 November 2013 - 18 Januari 2013.

Bekasi, Desember 2013 Pembimbing,

dr. Dina S Daliyanti, Sp.A

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT karena berkat petunjuk, karunia, dan rahmat-Nya sehingga tugas laporan kasus yang berjudul Aqcuired Prothrombin Complex Deficiency ini dapat terselesaikan. Penulisan laporan kasus ini dibuat guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi. Penulis berharap pembuatan laporan kasus ini berfungsi sebagai apa yang telah disebut di atas. Dalam penulisan laporan kasus akan sulit terselesaikan tanpa dukungan berbagai pihak. Untuk itu dengan segenap ketulusan hati, penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada : 1. dr. Dina S Daliyanti, Sp.A selaku pembimbing dalam penyusunan tugas laporan kasus ini. 2. Kedua orang tua dan keluarga yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan moril dan materiil selama mengikuti Kepaniteraan Klinik. 3. Teman-teman yang mengikuti kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi atas dukungan dan bantuan dalam penyusunan tugas laporan kasus ini. Semoga semua pihak yang telah disebutkan tadi mendapat anugerah yang berlimpah dari ALLAH SWT atas segala kebaikan yang diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa hasil laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun serta bermanfaat untuk perkembangan ilmu kesehatan anak.

Bekasi, Desember 2013

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

Perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) disebut juga sebagai Hemorrhagic Disease of the Newborn (HDN), dahulu lebih dikenal dengan Acquired Prothrombin Complex Deficiency (APCD). PDVK adalah perdarahan spontan atau akibat trauma yang disebabkan karena penurunan aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX, dan X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi lain, kadar fibrinogen, dan jumlah trombosit, masih dalam batas normal. Kelainan ini akan segera membaik dengan pemberian vitamin K. 1 Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Towsend pada tahun 1894 sebagai perdarahan dar berbagai tempat pada bayi sehat tanpa trauma,asfiksia, ataupun infeksi pada hari pertama sampai kelima kehidupan. Hubungan antara defisiensi vitamin K dengan adanya perdarahan spontan diperhatikan pertama kali oleh Dam pada tahun 1929, sedangkan hubungan antara defisiensi vitamin K dengan HDN dikemukakan pertama kali oleh Brinkhous dkk pada tahun 1937. 2 The American Academy of Pediatrics (AAP) pada tahun 1961 memberi batasan pada HDN sebagai suatu penyakit perdarahan yang terjadi pada hari-hari pertama kehidupan yang disebabkan oleh kekurangan vitamin K dan ditandai oleh kekurangan protrombin, prokonvertin dan mungkin juga faktor-faktor lain. Batasan awal berubah menjadi Vitamin K Dependent Bleeding (VKDB)/ atau perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK). 2 Angka kejadian HDN pada bayi yang tidak mendapat vitamin K profilaksis diberbagai Negara dilaporkan berbeda-beda. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kejadian HDN lebih sering didapatkan pada bayi-bayi yang mendapat air susu ibu (ASI) dibandingkan dengan yang mendapat susu formula. Angka kejadian HDN berkisar antara 1 tiap 200 sampai tiap 400 kelahiran pada bayi-bayi yang tidak mendapat vitamin K profilaksis. 2

Survey di Jepang menemukan kasus ini pada 1:4.500 bayi, 81% diantaranya ditemukan komplikasi perdarahan intracranial. Angka kejadian ini juga menurun setelah diperkenalkannya pemberian profilaksis vitamin K pada semua bayi baru lahir. 2 Di Thailand angka kesakitan bayi karena perdarahan akibat defisiensi vitamin K1 berkisar 1:1.200 sampai 1:1.400 kelahiran hidup. Angka tersebut dapat turun menjadi 10:100.000 kelahiran hidup dengan pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir. Data PDVK secara nasionl di Indonesia belum tersedia. 2 Proses hemostasis merupakan mekanisme yang kompleks, terdiri dari empat fase yaitu fase vaskular (terjadi reaksi lokal pembuluh darah), fase trombosit (timbul aktifitas trombosit), fase plasma (terjadi interaksi beberapa faktor koagulasi spesifik yang beredar di dalam darah) dan fase fibrinolisis (proses lisis bekuan darah). Bila salah satu dari keempat proses ini terganggu, maka akan timbul gangguan hemostasis dengan manifestasi klinis perdarahan, misalnya pada defisiensi kompleks protrombin (faktor II,VII, IX dan X). Defisiensi kompleks protrombin dapat disebabkan oleh defisiensi vitamin K dan penyakit hati. 3 Gangguan pada proses pembekuan darah, dapat berupa kelainan yang diturunkan secara genetik atau kelainan yang didapat. Gangguan pembekuan yang didapat bisa disebabkan oleh adanya gangguan faktor koagulasi karena kekurangan faktor pembekuan yang tergantung vitamin K, penyakit hati, percepatan penghancuran faktor koagulasi dan inhibitor koagulasi. Salah satu diantaranya adalah defisiensi kompleks protrombin yaitu kekurangan faktor-faktor koagulasi faktor II, VII, IX dan X. 3

BAB II LAPORAN KASUS

I. Data Nama Umur

Identitas Pasien dan Orangtua Pasien By.K 16 Minggu Laki-laki Ayah Tn. R 39 tahun Laki-laki Ibu Ny. RS 32 tahun Perempuan

Jenis Kelamin Alamat Agama Suku bangsa Pendidikan Pekerjaan Keterangan

Pekayon Jaya, Bekasi Selatan Islam Hubungan Islam Jawa SMA Supir Truk dengan Ayah kandung Islam Sunda SMP IRT Ibu kandung

orang tua : Anak kandung

II.

Anamnesis Dilakukan secara Alloanamnesis dengan ibu pasien pada hari Senin, 16 Desember 2013

pukul 12.00 WIB di Ruang PICU. Keluhan Utama : Os datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan kejang sejak 5 jam SMRS. Keluhan Tambahan : Pucat, Badan kaku, tidak menangis, sesak napas, muntah menyemprot

Riwayat Penyakit Sekarang : Bayi K, usia 6 minggu datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan kejang sejak 5 jam SMRS, kejang terjadi kurang lebih selama 15 menit. Demam tersebut tidak disertai dengan demam. Menurut ibu pasien kejang tersebut seperti kelojotan dan matanya melirik kearah atas. Setelah kejang berhenti pasien juga terlihat kejang yang hanya berupa gerakan menghentak pada tubuh sebelah kanan saja. Ibu pasien mengaku setelah kejang yang pertama tiba-tiba mata anaknya yang sebelah kanan tidak bisa membuka, dan anaknya mulai tidak menangis. Ibu pasien juga mengaku setelah itu leher anaknya dan tubuhnya menjadi kaku, lehernya tidak bisa di gerakkan ke arah kiri dan tubuh kirinya kurang aktif. Keluhan juga disertai muntah yang menyemprot sebanyak 2 kali. Pasien juga tampak seperti kesulitan saat bernapas. Keluhan seperti mimisan dan buang air berwarna kehitaman disangkal. Pasien juga terlihat sangat pucat. Sebelum kerumah sakit pasien sempat diurut oleh tetangganya, pasien juga sempat dibawa ke klinik dokter sebelum ke rumah sakit. Pasien belum diberikan obat apapun untun meringankan kejangnya. Riwayat keluarga menderita kejang disangkal. Gangguan BAB dan BAK disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu : Penyakit Alergi Cacingan DBD Thypoid Otitis Parotis Umur Penyakit Difteria Diare Kejang Maag Varicela Operasi Umur Penyakit Jantung Ginjal Darah Radang paru Tuberkulosis Morbili Umur -

Kesan : Os belum pernah menderita sakit lain maupun sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga : Di keluarga Os tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :


7

KEHAMILAN

Morbiditas kehamilan Perawatan antenatal

Tidak ditemukan kelainan Tidak rutin periksa ke

dokter/bidan KELAHIRAN Tempat kelahiran Penolong persalinan Cara persalinan Masa gestasi Rumah Bersalin Bidan Spontan 37 minggu Berat lahir 2600 g Panjang badan 46 cm Keadaan bayi Lingkar kepala tidak ingat Langsung menangis Nilai apgar tidak tahu Tidak ada kelainan bawaan *menurut ibu pasien anaknya hanya di berikan imunisasi hepatitis B saat baru lahir, tidak diberikan vit.K

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan : Pertumbuhan gigi I Psikomotor Mengangkat kepala Tengkurap Duduk Berdiri Berjalan Bicara Kesan ::: :::::-

Riwayat Makanan : Umur (bulan) 0-2 2-4 4-6 6-8 8-10 ASI/PASI ASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim -

Kesan : kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik Riwayat Imunisasi : Vaksin BCG DPT POLIO CAMPAK HEPATITIS B Setelah lahir x x Dasar (umur) x x Ulangan (umur)

Kesan : Imunisasi dasar sejauh ini lengkap

Riwayat Keluarga : Data Nama Perkawinan ke Umur Keadaan kesehatan Ayah Tn. R Pertama 39 Baik Ibu Ny. RS Pertama 32 Baik

Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik

Riwayat Perumahan dan Sanitasi : Tinggal di rumah sendiri. Terdapat dua kamar. Ventilasi cukup baik, cahaya matahari cukup, air minum dan air mandi berasal dari air tanah. Kesan : Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien cukup baik

III.

Pemeriksaan fisik Keadaan umum Tanda Vital Kesadaran Frekuensi nadi Tekanan darah : somnolen : 132x/menit : Tidak dihitung : 35,4C : Tampak sakit berat

Frekuensi pernapasan : 32x/menit Suhu tubuh

Data antropometri Berat badan Panjang badan o BB/U o TB/U o BB/TB o Kesan : 4 kg : 49 cm

Status gizi menurut CDC : = 23/29 x 100% = 79,3%

= 121/134 x 100% = 90,3% = 23/23 x 100% = gizi normal : 45 cm : 47 cm : 21 cm = 100%

Lingkar kepala Lingkar dada Lingkar lengan atas

Kepala Bentuk : Normocephali Ubun-ubun besar menonjol. Rambut Mata : Hitam, tidak mudah dicabut, distribusi cukup baik : Conjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+, lakrimasi +/+, ptosis +/Telinga Hidung Mulut : : KGB dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar
10

: Normotia, serumen -/cuping hidung +/+

: Septum deviasi (-), sekret -/- warna kehijauan, nafas

: Sianosis (+) ,Bibir tampak kering (-), faring hiperemis (-),

Wajah Leher

Thorax Paru-paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : pergerakan napas cepat, pergerakan otot bantu pernapasan (+) : : sonor pada kedua paru : suara napas vesikuler, ronkhi -/- wheezing -/-

Jantung Inspeksi Palpasi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis : Teraba iktus cordis pada ICS V, 1 cm medial linea midklavikula kiri Perkusi Batas kanan Batas kiri Batas atas Auskultasi : Sela iga V linea parasternalis kanan. : Sela iga V, 1cm sebelah medial linea midklavikula kiri. : Sela iga II linea parasternal kiri. : Bunyi jantung I-II murni reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen Inspeksi Auskultasi : Perut datar, : Bising usus (+) Palpasi : Supel, turgor kulit baik, hepar dan lien tidak teraba membesar Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen : Ikterik (-), petechie (-), : Akral hangat pada keempat ekstremitas, sianosis (+), edema (-), CRT < 2

Kulit Ekstremitas

IV. 1.

Pemeriksaan Neurologis Tanda Rangsang Selaput Otak Kaku kuduk Brudzinski I Lasegue Kernig Brudzinski II ::: >70/>70 : >135/>135 : -/11

2.

Nervus Kranialis N. I N. II Acies visus Visus campus Lihat warna Funduskopi : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak valid dinilai

N. III, N. IV, dan N. VI Kedudukan bola mata : Ortoposisi +/+ Gerak bola mata Ptosis Exophtalmus Nystagmus Pupil Bentuk Reflex cahaya langsung : Bulat, isokor 3mm/3mm : +/+ : sulit dinilai : +/: -/: -/-

Reflex cahaya tidak langsung : +/+ N. V Cabang motorik Cabang sensorik Ophtalmikus : Tidak valid dinilai Maksilaris : Tidak valid dinilai : Tidak valid dinilai

Mandibularis : Tidak valid dinilai N. VII Motorik orbitofrontalis Motorik orbikularis okuli Lipatan nasolabial Pengecapan lidah N. VIII Nistagmus Koklearis : Tidak dilakukan : Tuli konduktif : Tidak dilakukan
12

: Tidak valid dinilai : Tidak valid dinilai : Tidak valid dinilai : Tidak dilakukan

Tuli perseptif : Tidak dilakukan Tinnitus : Tidak dilakukan

N. IX dan N. X Arkus faring simetris, uvula ditengah N. XI Mengangkat bahu Menoleh N. XII Pergerakkan lidah Atrofi Fasikulasi Tremor a. : Simetris, tidak ada deviasi :::Sistem Motorik : Bergerak aktif/tidak bergerak aktif : Tidak dilakukan : tidak baik/ tidak baik

Ekstremitas atas proksimal-distal

Ekstremitas bawah proksimal-distal : Bergerak aktif b. Tremor Chorea Atetose : -/c. d. e. Trofik Tonus : Eutrofi +/+ : Normotonus +/+ Gerakan Involunter : -/: -/: -/-

Sistem Sensorik : Tidak dapat dinilai : Tidak dapat dinilai

Propioseptif Eksterioseptif f. Ataxia Tes Romberg Disdiadokokinesia Jari-jari

Fungsi Serebelar : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan
13

Jari-hidung Tumit-lutut

: Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

Rebound phenomenon : Tidak dilakukan g. Fungsi Luhur : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dapat dinilai Fungsi Otonom : Baik : Baik : Baik

Astereognosia Apraxia Afasia h. Miksi Defekasi Sekresi keringat i. Refleks

Pemeriksaan Bicep Tricep Patella Achilles Hoffmann-Tromner Babinsky Rooting Grasp

Kanan +2 +2 +2 +2 Tidak dilakukan + +

Kiri +2 +2 +2 +2 Tidak dilakukan -

14

V.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 15/12/2013, pukul 16.40 WIB Jenis Pemeriksaan HEMATOLOGI RUTIN Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit LED Index Eritrosit MCV MCH MCHC IMUNOSEROLOGI CRP Kualitatif KIMIA KLINIK GDS Protein Total Albumin Globulin FUNGSI HATI AST (SGOT) ALT (SGPT) FUNGSI GINJAL Ureum Kreatinin ELEKTROLIT Natrium 128 mmol/L 135-155
15

Hasil 9,1 ribu/L 1,57 juta/uL 4,6 g/dL 12,3 % 257 ribu/ L 100 mm/jam

Nilai Normal

5,5-15,5 4-5 10,8-12,8 35-43 229-553 0-10

78,6 fL 29,2 pg 37,1 %

75-87 24-30 31-37

Reaktif

Non reaktif

152 mg/dl 4,5 g/dl 2,81 g/dl 1,69 g/dl

60-110 6,6-8,0 3,5-4,5 1,5-3,0

36 U/L 27U/L

< 37 <41

9 mg/dl 0,21 mg/dl

20-40 1,5-1,3

Kalium Klorida

4,5 mmol/L 90 mmol/L

3,6-5,5 98-109

Hasil Laboratorium Gambaran Darah Tepi Eritrosit : Normositi anisopoikilositosis, makrositik (+), ovalosit(+), sel target (+), polikromasi, aglutinasi. Leukosit : Kesan jumlah normal, hipersegmentasi (+), granula toksik (+), limfosit atipik (+) Blast Promielosit Mielosit : 0% : 0% : 0% Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit : 2% : 1% : 51% : 40% : 6%

Metamielosit : 0% Basofil : 0%

Eritrosit berinti/ 100 leukosit Trombosit Kesan : Kesan jumlah cukup, kelompok trombosit (+) : Anemia ec penyakit kronik dengan proses pendarahan dan infeksi.

Tanggal 16/12/2013, pukul 08.31 WIB Jenis Pemeriksaan HEMATOSIS PT PT Control APTT PTT Control 16,0 detik 16,3 detik 38 detik 35,5 detik 12-18 12,4-17,9 20-40 27,5-39,5 Hasil Nilai Normal

Tanggal 18/12/2013, pukul 07.00 WIB Jenis Pemeriksaan Leukosit Hb Ht Trombosit Hasil 6,7ribu/l 14,3 g/dl 43,8 % 199 ribu/ l Nilai Normal 5,5-15,5 10,8-12,8 35-43 229-553

16

KIMIA KLINIK GDS ELEKTROLIT Natrium Kalium Clorida 145 mmol/L 4,2mmol/L 107mmol/L 135-145 3,5-5,0 94-111 117mg/dl 60-110

Pemeriksaan CT-Brain Non Contras (18/12/2013)

Kesan : Suspek perdarahan pareital dextra dengan infark temporo parietal dan frontal dextra. DD/ odem diertai midline shift ke kiri dan pendesakan ventrikel lateral.

VI.

Resume Bayi K, usia 6 minggu datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan kejang sejak 5

jam SMRS, kejang terjadi kurang lebih selama 15 menit. Demam tersebut tidak disertai dengan demam. Menurut ibu pasien kejang tersebut seperti kelojotan dan matanya melirik kearah atas. Setelah kejang berhenti pasien juga terlihat kejang yang hanya berupa gerakan menghentak pada tubuh sebelah kanan saja. Ibu pasien mengaku setelah kejang yang pertama tiba-tiba mata anaknya yang sebelah kanan tidak bisa membuka, dan anaknya mulai tidak menangis. Ibu pasien
17

juga mengaku setelah itu leher anaknya dan tubuhnya menjadi kaku, lehernya tidak bisa di gerakkan ke arah kiri dan tubuh kirinya kurang aktif. Keluhan juga disertai muntah yang menyemprot sebanyak 2 kali. Pasien juga tampak seperti kesulitan saat bernapas. Keluhan seperti mimisan dan buang air berwarna kehitaman disangkal. Sebelum kerumah sakit pasien sempat diurut oleh tetangganya, pasien juga sempat dibawa ke klinik dokter sebelum ke rumah sakit. Pasien belum diberikan obat apapun untun meringankan kejangnya. Riwayat keluarga menderita kejang disangkal. Gangguan BAB dan BAK disangkal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keaadaran umum pasien tampak sakit berat, kesadaran somnolen, takikardi, mata konjungtiva anemis +/+, ptosis +/-, bibir tampak sianosis, akral atas dan bawah dingin, leher kaku, kelemahan otot tubuh sebelah kiri. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 15 Desember 2013, eritrosit 1,57 juta/L, hemoglobin 4,6 g/dl, hematokrit 12,3 %, LED 100 mm/jam, MCHC 37,1%, GDS 152 mg/dl, Albumin 2,81 g/dl, ureum 9 mg/dl, kreatinin 0,21 mg/dl, CRP kualitatif reaktif.

VII.

Diagnosis Kerja Anemia Kejang fokal dan Hemiparase N.VII e.c ICH e.c APCD

VIII. Diagnosis Banding Anemia : Kejang Fokal : - spasme infantil APCD : - Trauma kepala

IX.

Penatalaksanaan

Non medikamentosa : 1. Komunikasi-Informasi-Edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan pasien 2. Rawat inap di ruang PICU dengan monitor 3. Observasi tanda-tanda vital 4. Oksigenasi 2-4 liter/menit

18

Medikamentosa : 1. Tatalaksana cairan Line 1 : NaCl 10 ml/kgbb = 10 x 4 = 40 cc (loading) Line 2 : Kaen IB

2. Vitamin K 1x1mg IV (selama 3 hari) 3. Sibital 20 mg/kgbb = 20 x 4kg = 80mg dalam Nacl 50ml (habil dalam waktu 30 menit) 4. Rumatan sibital 2x10mg IV 5. Manitol 20% 15ml/8jam 6. Cefazidime 2x200mg IV 7. Benutrion VE 80ml 8. Sanmol drip 40mg IV 9. Tranfusi : PRC : Hb x BB x 4 = (12-4,6) x 4kg x 4 = 118cc ( dijadikan 3 kali pemberian 20cc, 40cc, 50cc) 10. Lasix 1mg/kgbb = 4mg IV

X.

Prognosis Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam : dubia ad bonam : dubia ad malam : dubia ad malam

FOLLOW UP Tanggal 16/12/201 3 Perawatan hari II Subjective Anemia Kejang (-) Objective N: 130x/menit S: 360C RR: 28x/menit Mata konjungtiva anemis +/+, Assesment Planning Anemia dengan Diit: Puasa hemiparase N.VII Cairan dextra e.c ICH e.c intravena: APCD I Kaen 1B II NaCl Sibital
19

ptosis +/Paru SN vesicular +/+, rh -/-, wh -/Hemiparase sinistra Intake : 1860 Output :760 Balance : +1100 Diuresis: 66

17/12/201 3 Perawatan hari II

Kejang (-)

N: 130x/menit S: 360C RR: 28x/menit Mata konjungtiva anemis +/+, ptosis +/Paru SN vesicular +/+, rh -/-, wh -/Hemiparase sinistra Intake : 660 Output :1080 Balance : -420 Diuresis: 10

2x10mg IV Ceftazidin 2x200mg IV Sanmol drip 40mg Benutrion VE 80ml Vit K1 1x1mg (hari ke 2) Manitol 20% 3x15ml Tranfusi PRC Tranfusi FFP 20ml/kgBB= 80cc Piracetam 2x100mg Saran : CT brain non contras. Morbili stadium Diit: LLM erupsi dengan 3x10cc infeksi sekunder Cairan bronkopneumonia intravena: I Kaen 1B II NaCl Sibital 2x10mg IV Ceftazidin 2x200mg IV Sanmol drip 40mg Benutrion VE 80ml Vit K1 1x1mg (hari ke 3) Manitol 20% 3x15ml
20

18/12/201 3 Perawatan hari III

Kejang (+) selama 15 menit

N: 138x/menit S: 36,40C RR: 28x/menit Mata konjungtiva anemis -/-, ptosis +/Paru SN vesicular +/+, rh -/-, wh -/Hemiparase sinistra Intake : 545 Output :470 Balance : +75 Diuresis: 36

APCD dengan status konvulsi

19/12/201 3 Perawatan hari IV

Kejang (-)

N: 121x/menit S: 35,60C RR: 32x/menit Wajah edema +/+ Mata konjungtiva anemis -/-, ptosis +/-, edema +/+ Paru SN vesicular +/+, rh -/-, wh -/Hemiparase

APCD dalam perbaikan

Diit: LLM 3x10cc Cairan intravena: I Kaen 1B Sibital 2x10mg IV Drip midazolam dalam dextrose 0,1mg/kgbb/j am bertahap. Mulai dari 1cc/jam2cc/jam3cc/jam4cc/jam. Ceftazidin 2x200mg IV (hari ke 4) Sanmol drip 40mg Benutrion VE 80ml Manitol 20% 3x15ml Diit: LLM 3x10cc Cairan intravena: I Kaen 1B 14tpm/mikrp Sibital 2x10mg IV Drip midazolam dalam dextrose 0,3mg/jam
21

sinistra Ektremitas + + + + Intake : 1100 Output : 790 Balance : +320 Diuresis: 5,7

Ceftazidin 2x200mg IV (hari ke 5) Sanmol drip 40mg Benutrion VE 80ml/24jam Manitol 20% 3x15ml Dilantin 2x10mg

22

BAB III ANALISIS KASUS

Pada pasien ini diagnosis Aqcuired Prothrombin Complex Deficiency dari anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis pasien bayi berusia 6 minggu datang dengan keluhan kejang sejak 5 jam SMRS, tanpa disertai demam terjadi mendadak, terus menerus sampai sampai kerumah sakit. Ibu Pasien mengaku anaknya baru pertama kali mengalami hal seperti ini. Setelah kejang pertama mata kanan anaknya mulai tidak bisa terbuka dan lehernya menjadi kaku sehingga pasien tidak dapat menoleh ke kiri. Dirumah pasien juga sempat muntah menyemprot sebanyak 2 kali. Riwayat trauma kepala disangkal. Saat kejang sampai sekarang anaknya tidak mau minum ASI. Menurut ibunya saat lahir anaknya tidak diberikan vitamin K. Keluhan tidak disertai dengan mimisan ataupun pendarahan dari tempat lainnya. Dari riwayat sakit di atas, diagnosis dapat diarahkan ke penyakit APCD. Keadaan khusus yang dikenal sebagai Hemorragic Disease of the Newborn (HDN), merupakan suatu keadaaan akibat kekurangan vitamin K (APCD) pada masa neonatus. Terdapat penurunan kadar faktor II, VII, IX, dan X yang merupakan faktor pembekuan darah yang tergantung kepada vitamin K dalam derajat sedang pada semua neonatus yang berumur 48-72 jam dan kadar faktorfaktor tersebut secara berangsur-angsur akan kembali normal pada umur 7-10 hari. Keadaan transien ini mungkin diakibatkan karena kurangnya vitamin K pada ibu dan tidak adanya flora normal usus yang bertanggung jawab terhadap sintesis vitamin K. Manifestasi perdarahan karena defisiensi vitamin K tidak spesifik dan bervariasi mulai dari memar ringan sampai ekimosis generalisata, pucat, perdarahan kulit, gastrointestinal, vagina sampai perdarahan intracranial yang dapat mengancam jiwa. Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat terutama trauma lahir seperti hematoma sefal. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi dikulit, mata, hidung, dan saluran cerna. Perdarahan dikulit sering berupa purpura, ekimosis, atau perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik. Tempat perdarahan lain yaitu umbilicus, sirkumsisi. Manifestasi perdarahan pada neonatus sedikit berbeda dari anak yang lebih besar dan dewasa. Pada neonatus perdarahan dapat timbul dalam bentuk perdarahan discalp, hematoma sefal yang besar,

23

perdarahan intracranial, perdarahan tali pusat, perdarahan pada bekas sirkumsisi, oozing pada bekas suntikan dan kadang-kadang perdarahan gastrointestinal. Perdarahan intracranial merupakan komplikasi tersering 63%, 80-100% berupa perdarahan subdural dan subaraknoid. Pada perdarahan intracranial didapatkan gejala peningkatan tekanan intracranial (TIK) bahkan kadang-kadang tidak menunjukkan gejala ataupun tanda. Pada sebagian besar kasus (60%) didapatkan sakit kepala, muntah, ubun-ubun besar menonjol, pucat dan kejang. Gejala lain yang ditemukan adalah fotofobia, edema papil, penurunan kesadaran, perubahan tekanan nadi, pupil anisokor serta kelainan neurologis fokal. Pemeriksaan laboratorium Hb 4,6g/dL, ini menunjukan adanya anemia akibat proses pendarahan. hematokrit 12,3%, LED 100 mm/jam, CRP kualitatif reaktif dan hasil CT-Brain Non contras menunjukan adanya pendarahan pada bagial parietal dextra. Pada pasien ini juga terdapat defisit neurologis yang dapat memperkuat diagnosis telah terjadi pendarahan intrakranial akibat dari kekurangan vitamin K. Pada perawatan hari ke 2 dan ke 3 pasien sudah menunjukan perbaikan dengan pemberian vitamin K sebanyak 1x1mg sealam 3 hari, leher yang saat awal kaku pada hari itu sudah mulai membaik dan dapat menoleh ke kiri, ptosisnya juga mulai membaik walaupun belum sempurna kembali ke normal.Ubun-ubun masih menonjol menunjukan masih adanya proses peningkatan TIK dan adanya edema dari korteks serebri. Pada perawatan hari ke 3 pasien kembali kejang selama 15 menit didukung oleh keadaan faktor intrakranial dan peningkatan TIK.

24

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) disebut juga sebagai Hemorrhagic Disease of the Newborn (HDN), dahulu lebih dikenal dengan Acquired Prothrombin Complex Deficiency (APCD). PDVK adalah perdarahan spontan atau akibat trauma yang disebabkan karena penurunan aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX, dan X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi lain, kadar fibrinogen, dan jumlah trombosit, masih dalam batas normal. Kelainan ini akan segera membaik dengan pemberian vitamin K. II.2 DEFISIENSI VITAMIN K Vitamin K merupakan salah satu vitamin larut dalam lemak, yang diperlukan dalam sintesis protein tergantung vitamin K (Vitamin K dependent protein ) atau GIa. Vitamin K diperlukan sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX dan X (kompleks protrombin) serta protein C dan S yang berperan sebagai antikoagulan (menghambat proses pembekuan). Molekul-molekul faktor II, VII, IX dan X pertama kali disintesis dalam sel hati dan disimpan dalam bentuk prekursor tidak aktif. Molekul yang dikenal sebagai descarboxy proteins ini disebut PIVKA (Proteins Induced by Vitamin K Absence). Vitamin K diperlukan untuk konversi prekursor tidak aktif menjadi faktor pembekuan yang aktif. Proses konversi ini terjadi pada tahap postribosomal, dimana radikal karboksil dengan vitamin K sebagai katalis akan menempel pada residu asam glutamate dari precursor molekul untuk membentuk (-carboxyglutamic acids yang mampu mengikat
Ca2+.

Faktor pembekuan (faktor II, VII, IX, X) yang memiliki kemampuan mengikat

Ca2+ ini memegang peranan dalam mekanisme hemostasis fase plasma. Kekurangan vitamin K dapat menimbulkan gangguan dari proses koagulasi sehingga menyebabkan kecenderungan terjadinya perdarahan atau dikenal dengan Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB).3

25

Gambar 2 menunjukkan terjadinya fase karbosilaksi dalam siklus metabolisme vitamin K. Pada kondisi defisiensi vitamin K, rantai polipeptida dari faktor koagulasi tergantung vitamin K tetap terbentuk normal, namun fase karboksilasi (proses gamma karboksilasi dari amino terminal glutamic acid) tidak terjadi. Sehingga bentuk akarboksi dari faktor II, VII, IX dan X tidak mampu berikatan dengan ion kalsium dan tidak dapat berubah menjadi bentuk aktif yang diperlukan dalam proses koagulasi.3

Angka kejadian VKDB berkisar antara 1:200 sampai 1:400 kelahiran bayi yang tidak mendapat vitamin K profilaksis. Di Amerika Serikat, frekuensi VKDB dilaporkan bervariasi antara 0,25-1,5% pada tahun 1961, dan menurun menjadi 0-0,44% pada 10 tahun terakhir dengan adanya program pemberian profilaksis vitamin K.7,13,15 Di Jepang, insidens VKDB mencapai 20 25 per 100.000 kelahiran.16 Danielsson pada tahun 2004 melaporkan bahwa insidens VKDB di Hanoi Vietnam sangat tinggi, sebesar 116 per 100.000 kelahiran.17 Angka kematian akibat VKDB di Asia mencapai 1:1200 sampai 1:1400 kelahiran.2,18 Angka kejadian tersebut ditemukan lebih tinggi, mencapai 1:500 kelahiran, di daerah-daerah yang tidak memberikan profilaksis vitamin K secara rutin pada bayi baru lahir.2

26

Di Indonesia, data mengenai VKDB secara nasional belum tersedia. Hingga tahun 2004 didapatkan 21 kasus di RSCM Jakarta, 6 kasus di RS Dr Sardjito Yogyakarta dan 8 kasus di RSU Dr Soetomo Surabaya.2 II. 3 ETIOLOGI 3 Secara umum gangguan pembekuan darah masa anak disebabkan oleh beberapa keadaan seperti pada tabel 1.

27

Keadaan yang berhubungan dengan defisiensi faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K adalah : a. Prematuritas b. Kadar faktor pembekuan yang tergantung pada vitamin K pada waktu lahir berbanding lurus dengan umur kehamilan dan berat pada waktu lahir. Pada bayi premature fungsi hati masih belum matang dan respon terhadap vitamin K subnormal. c. Asupan makanan yang tidak adekuat d. Terlambatnya kolonisasi kuman e. Komplikasi obstetrik dan perinatal f. Kekurangan vitamin K pada ibu Suatu keadaan khusus yang dikenal sebagai Hemorragic Disease of the Newborn (HDN), merupakan suatu keadaaan akibat kekurangan vitamin K pada masa neonatus. Terdapat penurunan kadar faktor II, VII, IX, dan X yang merupakan faktor pembekuan darah yang tergantung kepada vitamin K dalam derajat sedang pada semua neonatus yang berumur 48-72 jam dan kadar faktor-faktor tersebut secara berangsur-angsur akan kembali normal pada umur 710 hari. Keadaan transien ini mungkin diakibatkan karena kurangnya vitamin K pada ibu dan tidak adanya flora normal usus yang bertanggung jawab terhadap sintesis vitamin K. Pada keadaan obstruksi biliaris baik intrahepatik maupun ekstrahepatik akan terjadi kekurangan vitamin K karena tidak adanya garam empedu pada usus yang diperlukan untuk absorpsi vitamin K, terutama vitamin K1 dan K2. Obstruksi yang komplit akan mengakibatkan gangguan proses pembekuan dan perdarahan setelah 2-4 minggu. Sindrom malabsorpsi serta gangguan saluran cerna kronis dapat menyebabkan kekurangan vitamin K akibat berkurangnya absorpsi vitamin K.

28

Obat yang bersifat antagonis terhadap vitamin K seperti coumarin, menghambat kerja vitamin K secara kompetitif, yaitu dengan cara menghambat siklus vitamin K antara bentuk teroksidasi dan tereduksi sehingga terjadi akumulasi dari vitamin K2,3 epokside dan pelepasan gkarboksilasi yang hasil akhirnya akan menghambat pembentukan faktor pembekuan. Pemberian antibiotik yang lama menyebabkan penurunan produksi vitamin K dengan cara menghambat sintesis vitamin K2 oleh bakteri atau dapat juga secara langsung mempengaruhi reaksi karboksilase. Kekurangan vitamin K dapat juga disebabkan penggunaan obat kolestiramin yang efek kerjanya mengikat garam empedu sehingga akan mengurangu absorpsi vitamin K yang memerlukan garam empedu pada proses absorpsinya

II. 4 PATOFISIOLOGI 2 Semua neonatus dalam 48-72 jam setelah kelahiran secara fisiologis mengalami penurunan kadar faktor koagulasi yang bergantung vitamin K (faktor II, VII, IX, dan X) sekitar 50%, kadar-kadar faktor tersebut secara berangsur akan kembali normal dalam usia 7-10 hari. Keadaan transien ini mungkin diakibatkan oleh kurangnya vitamin K ibu dan tidak adanya flora normal usus yang bertanggungjawab terhadap sintesis vitamin K sehingga cadangan vitamin K pada bayi baru lahir rendah. Diantara neonatus (lebih sering pada bayi premature dibanding yang cukup bula) ada yang mengalami defisiensi ini lebih berat dan lebih lama sehingga mekanisme hemostasis fase plasma terganggu dan timbul perdarahan spontan.

II.5 PROSES KOAGULASI 2 Proses koagulasi atau kaskade pembekuan darah terdiri dari jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik dimulai saat darah mengenai permukaan sel endotelial, sedangkan jalur ekstrinsik dimulai dengan pelepasan tissue factor (Faktor III) pada tempat terjadinya luka. Jalur pembekuan darah intrinsik memerlukan faktor VIII, IX, X, XI dan XII, dibantu dengan protein prekalikrein, high-molecular weight kininogen (HMWK), ion kalsium dan
29

fosfolipid dari trombosit. Jalur ini dimulai ketika prekalikrein, HMWK, faktor XI dan faktor XII bersentuhan dengan permukaan sel endotelial, yang disebut dengan fase kontak. Adanya fase kontak ini menyebabkan konversi dari prekalikrein menjadi kalikrein, yang kemudian mengaktifkan faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa memacu proses pembekuan melalui aktivasi faktor XI, IX, X dan II (protrombin) secara berurutan (Gambar 1). Aktifasi faktor Xa memerlukan bantuan dari tenase complex, terdiri dari ion Ca, faktor VIIIa, IXa dan X, yang terdapat pada permukaan sel trombosit. Faktor VIIIa pada proses koagulasi bersifat seperti reseptor terhadap faktor IXa dan X. Aktifasi faktor VIII menjadi faktor VIIIa dipicu oleh terbentuknya trombin, akan tetapi makin tinggi kadar trombin, malah akan memecah faktor VIIIa menjadi bentuk inaktif. Jalur ekstrinsik dimulai pada tempat terjadinya luka dengan melepaskan tissue factor (TF). TF merupakan suatu lipoprotein yang terdapat pada permukaan sel, adanya kontak dengan plasma akan memulai terjadinya proses koagulasi. TF akan berikatan dengan faktor VIIa akan mempercepat aktifasi faktor X menjadi faktor Xa sama seperti proses pada jalur intrinsik. Aktifasi faktor VII terjadi melalui kerja dari trombin dan faktor Xa. Faktor VIIa dan TF ternyata juga mampu mengaktifkan faktor IX, sehingga membentuk hubungan antara jalur ekstrinsik dan intrinsik.1,5

30

Selanjutnya faktor Xa akan mengaktifkan protombin (faktor II) menjadi trombin (faktor IIa). Trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer dengan bantuan kompleks protrombinase yang terdiri dari fosfolipid sel trombosit, ion Ca, faktor V dan Xa. Faktor V merupakan kofaktor dalam pembentukan kompleks protrombinase. Seperti faktor VIII, Faktor V teraktifasi menjadi faktor Va dipicu oleh adanya trombin. Selain itu trombin juga mengubah faktor XIII menjadi faktor XIIIa yang akan membantu pembentukan cross-linked fibrin polymer yang lebih kuat.

31

II.6 FAKTOR RESIKO 2,3 Faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya VKDB antara lain obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K, yang diminum ibu selama kehamilan, seperti antikonvulsan (karbamasepin, fenitoin, fenobarbital), antibiotika (sefalosporin),

antituberkulostatik (INH, rifampicin) dan antikoagulan (warfarin). Faktor resiko lain adalah kurangnya sintesis vitamin K oleh bakteri usus karena pemakaian antibiotika berlebihan, gangguan fungsi hati (kolestasis), kurangnya asupan vitamin K pada bayi yang mendapatkan ASI eksklusif, serta malabsorbsi vitamin K akibat kelainan usus maupun akibat diare.2 Kadar vitamin K pada ASI < 5 mg/ml, jauh lebih rendah dibandingkan dengan susu formula yaitu sekitar 50 - 60 mg/ml. Selain itu pada usus bayi yang mendapat susu formula, mengandung bakteri bacteriodes fragilis yang mampu memproduksi vitamin K. Sedangkan pada bayi dengan ASI eksklusif, ususnya mengandung bakteri Lactobacillus yang tidak dapat memproduksi vitamin K.2 II.7 PERKEMBANGAN HEMOSTASIS SELAMA MASA ANAK 3 Sistem koagulasi pada neonatus masih imatur sehingga pada saat lahir kadar protein koagulasi lebih rendah. Kadar dari sistem prokoagulasi seperti protein prekalikrein, HMWK, faktor V, XI dan XII serta faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (II, VII, IX, X) pada bayi cukup bulan lebih rendah 15 20% dibandingkan dewasa dan lebih rendah lagi pada bayi kurang bulan. Kadar inhibitor koagulasi seperti antitrombin, protein C dan S juga lebih rendah 50% dari normal. Sedangkan kadar faktor VIII, faktor von Willebrand dan fibrinogen setara dengan dewasa. Kadar protein prokoagulasi ini secara bertahap akan meningkat dan dapat mencapai kadar yang sama dengan dewasa pada usia 6 bulan. Kadar faktor koagulasi\ yang tergantung vitamin K berangsur kembali ke normal pada usia 7-10 hari. Cadangan vitamin K pada bayi baru lahir rendah mungkin disebabkan oleh kurangnya vitamin K ibu serta tidak adanya cadangan flora normal usus yang mampu mensintesis vitamin K.

32

Selain itu kadar inhibitor koagulasi juga meningkat dalam 3 6 bulan pertama kehidupan kecuali protein C yang masih rendah sampai usia belasan tahun.2 Meskipun kadar beberapa protein koagulasi lebih rendah, pemeriksaan prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT) tidak jauh berbeda dibandingkan dengan anak dan dewasa. Namun didapatkan pemanjangan pemeriksaan bleeding time terutama pada usia < 10 tahun, sehingga interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium harus dilakukan secara hati-hati. II. 8 MANIFESTASI KLINIS DAN LABORATORIUM 2,3 Manifestasi perdarahan karena defisiensi vitamin K tidak spesifik dan bervariasi mulai dari memar ringan sampai ekimosis generalisata, pucat, perdarahan kulit, gastrointestinal, vagina sampai perdarahan intracranial yang dapat mengancam jiwa. Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat terutama trauma lahir seperti hematoma sefal. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi dikulit, mata, hidung, dan saluran cerna. Perdarahan dikulit sering berupa purpura, ekimosis, atau perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik. Tempat perdarahan lain yaitu umbilicus, sirkumsisi. Manifestasi perdarahan pada neonatus sedikit berbeda dari anak yang lebih besar dan dewasa. Pada neonatus perdarahan dapat timbul dalam bentuk perdarahan discalp, hematoma sefal yang besar, perdarahan intracranial, perdarahan tali pusat, perdarahan pada bekas sirkumsisi, oozing pada bekas suntikan dan kadang-kadang perdarahan gastrointestinal. Perdarahan intracranial merupakan komplikasi tersering 63%, 80-100% berupa perdarahan subdural dan subaraknoid. Pada perdarahan intracranial didapatkan gejala peningkatan tekanan intracranial (TIK) bahkan kadang-kadang tidak menunjukkan gejala ataupun tanda. Pada sebagian besar kasus (60%) didapatkan sakit kepala, muntah, ubun-ubun besar menonjol, pucat dan kejang. Gejala lain yang ditemukan adalah fotofobia, edema papil, penurunan kesadaran, perubahan tekanan nadi, pupil anisokor serta kelainan neurologis fokal.

Pada HDN terdapat 3 macam bentuk klinis yaitu : bentuk dini, klasik, lambat.
33

Pada pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya kekurangan vitamin K, meliputi pemeriksaan : waktu perdarahan, waktu pembekuan, PTT, PT, TT (thrombin time), jumlah trombosit, kadar hemoglobin, morfologi darah tepi. Pemeriksaan faktor-faktor pembekuan darah bergantung kepada vitamin K, fibrinogen, faktor V dan VII dapat pula dilakukan.

II.9 GANGGUAN KOAGULASI PADA PENYAKIT HATI 2,3 Meskipun kelainan hati yang mendasari berbeda, patofisiologi terjadinya abnormalitas hemostasis pada penyakit hati hampir sama baik pada neonatus, anak maupun dewasa. Hati adalah organ yang penting untuk sintesis faktor-faktor koagulasi (fibrinogen, prekalikrein, HMWK, II, V, VII, IX,X, XI, XII dan XIII), sintesis plasminogen, regulator koagulasi (antitrombin III, protein C dan S) dan inhibitor fibrinolisis. Hati juga berperan dalam pemecahan faktor faktor koagulasi maupun fibrinolisis yang aktif dari sirkulasi. Gangguan fungsi hati dapat menyebabkan gangguan sintesis protein faktor koagulasi. Selain itu hati merupakan tempat reaksi karboksilasi post ribosom dari protein yang tergantung vitamin K sehingga pada gangguan fungsi hepar penggunaan vitamin K akan terganggu pula. Gangguan fungsi hati dapat disebabkan oleh imaturitas, infeksi, hipoksia, sindrom Reye, sirosis dan lain-lain. Manifestasi perdarahan dan gambaran laboratorium tergantung pada berat ringannya kerusakan hati. Perdarahan spontan jarang terjadi, pada umumnya terjadi perdarahan di bawah kulit yang timbul akibat prosedur yang invasif. Pada sirosis hepatis dapat terjadi perdarahan dari gaster dan varises esofagus yang dapat mengancam jiwa Pemeriksaan PT memanjang pertama kali dikarenakan kadar faktor VII menurun paling awal, jika kerusakan hepar terus berlanjut akan diikuti dengan pemanjangan PTT.

Penatalaksanaan utama adalah untuk penyakit primer yang mendasarinya. Penanganan abnormalitas koagulasi pada penyakit hati tergantung pada gejala klinis yang terjadi serta tempat
34

timbulnya perdarahan (misalnya perdarahan GIT, perdarahan tempat bekas biopsi). FFP dapat diberikan dengan dosis 10 15 ml/kg berat badan karena mengandung semua faktor - faktor koagulasi yang dibutuhkan. Kriopresipitat 1 kantung / 5 kg berat badan diberikan untuk mengatasi hipofibrinogenemia. Pemberian konsentrat kompleks protrombin yang mengandung faktor II, VII, IX dan X dengan konsentrasi tinggi, dapat dipertimbangkan pada kondisi tertentu misalnya untuk persiapan biopsi hati atau pada keadaan dimana perdarahan sudah tidak dapat diatasi dengan terapi di atas. Pada penyakit hati juga terjadi defisiensi faktor faktor koagulasi tergantung vitamin K, maka pemberian vitamin K mampu mengoreksi koagulopati yang terjadi. Vitamin K1 diberikan secara oral, subkutan atau intravena (tidak secara intramuskular) dengan dosis 1 mg (untuk bayi), 2 3 mg (untuk anak) dan 5 10 mg (untuk dewasa). Prognosis kelainan ini tergantung pada penyakit primer yang mendasarinya dan pemberian terapi yang adekuat dalam mengatasi perdarahannya.

35

II. 10 KLASIFIKASI 2,3 Tabel 2 menunjukkan klasifikasi VKDB pada anak berdasarkan etiologi dan onset terjadinya menjadi 4 kelompok yaitu VKDB dini, VKDB klasik, VKDB lambat atau acquired prothrombin complex deficiency (APCD) dan Secondary prothrombin complex (PC) deficiency

II. 11 DIAGNOSIS 2,3 Pendekatan diagnosis VKDB melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Anamnesis dilakukan untuk mencari informasi tentang onset perdarahan, lokasi perdarahan, pola pemberian makanan (ASI atau susu formula), serta riwayat pemberian obat-obatan antikoagulan pada ibu selama kehamilan. Anamnesis untuk menyingkirkan kemungkinan lain dengan pemeriksaan atas keadaan umum dan lokasi fisik perdarahan pada tempat-tempat tertentu seperti saluran cerna berupa hematemesis atau melena, dari hidung, kulit kepala, tali pusat atau bekas sirkumsisi.
36

Penting untuk diketahui adalah jika ditemukan neonatus dengan keadaan umum baik tetapi ada perdarahan segar dari mulut atau feses berdarah maka harus dibedakan apakah itu darah ibu yang tertelan pada saat persalinan atau memang perdarahan saluran cerna. Cara membedakannya dengan melakukan uji Apt, warna merah muda menunjukkan darah bayi sedangkan warna kuning kecoklatan menunjukkan darah ibu. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk melihat keadaan umum bayi, lokasi dan bentuk perdarahan pada tempat-tempat tertentu seperti GIT, umbilikus, hidung, bekas sirkumsisi dan lain sebagainya. Pada bayi/anak yang menderita kekurangan vitamin K biasanya keadaan umum penderita baik, tidak tampak sakit. Pada pemeriksaan laboratorium dari gangguan pembekuan darah karena kekurangan vitamin K menunjukkan : a. Penurunan aktifitas faktor II, VII, IX, dan X b. Waktu pembekuan memanjang c. Prothrombin Time (PT) dan Partial Thromboplastin Time (PTT) memanjang d. (TT) dan masa perdarahan normal e. Jumlah trombosit, waktu perdarahan, fibrinogen, faktor V dan VIII, fragilitas kapiler serta retraksi bekuan normal f. Faktor koagulasi lain normal sesuai dengan usia Pemeriksaan lain seperti USG, CT Scan atau MRI dapat dilakukan untuk melihat lokasi perdarahan misalnya jika dicurigai adanya perdarahan intrakranial. Selain itu respon yang baik terhadap pemberian vitamin K memperkuat diagnosis VKDB. VKDB harus dibedakan dengan gangguan hemostasis lain baik yang didapat maupun yang bersifat kongenital. Diantaranya gangguan fungsi hati juga dapat menyebabkan gangguan sintesis faktor-faktor pembekuan darah, sehingga memberikan manifestasi klinis perdarahan.

37

II.12 DIAGNOSIS BANDING 2,3 Gangguan pembekuan darah akibat kekurangan vitamin K merupakan salah satu dari penyakit gangguan pembekuan darah yang didapat, sehingga harus dibedakan dengan penyakit lain yang dapat mengakibatkan gangguan pembekuan darah. Terdapat banyak penyebab gangguan pembekuan darah. Terdapat banyak penyebab ganguan pembekuan darah yang didapat, tetapi pada bayi dan anak kelainan tersering yang perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding sebelum kita mendiagnosis suatu kelainan pembekuan darah akibat kekurangan vitamin K adalah penyakit hati dan DIC ( Disseminated Intravascular Coagulation ). Ketiga keadaan tersebut dapat dibedakan berdasarkan informasi yang didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium. Kadang-kadang pada saat yang sama terjadi 2 keadaan misalnya defisiensi vitamin K disertai penyakit hati atau penyakit hati dan DIC. Pada penyakit hati, gangguan koagulasi terjadi terutama pada penyakit hati yang berat, dicari kearah kemungkinan etiologi dan manifestasi kelainan penyakit hatinya seperti ikterik, tanda-tanda gagal hati, dan sebagainya. Pada DIC hampir selalu ada penyebab primernya dan penderita sering dalam keadaan sakit berat. Informasi diperkuat dengan melihat hasil laboratorium seperti tampak pada table 3.

38

II.13 PENCEGAHAN VKDB 2 Dapat dilakukan dengan pemberian vitamin K Profilaksis. Ada tiga bentuk vitamin K, yaitu : 1. Vitamin K1 (phylloquinone), terdapat dalam sayuran hijau 2. Vitamin K2 (menaquinone), disintesis oleh flora usus normal 3. Vitamin K3 (menadione), vitamin K sintetis yang sekarang jarang diberikan karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik. Pemberian vitamin K per oral sama efektifnya dibandingkan pemberian intramuskular dalam mencegah terjadinya VKDB klasik, namun tidak efektif dalam mencegah timbulnya VKDB lambat.2 Amerika Serikat merekomendasikan penggunaan phytonadione, suatu sintesis analog vitamin K1 yang larut dalam lemak, diberikan secara i.m.13 Thailand sejak tahun 1988 merekomendasikan pemberian vitamin K 2 mg per oral untuk bayi normal dan 0,5 1 mg i.m untuk bayi prematur atau tidak sehat. Ternyata mampu menurunkan angka kejadian VKDB dari 30 70 menjadi 4 7 per 100.000 kelahiran. Sejak tahun 1999 Vitamin K 1 mg i.m harus diberikan pada semua bayi baru lahir dan diberikan bersama imunisasi rutin.11 Kanada sejak tahun 1997 merekomendasikan pemberian vitamin K1 intramuskular 0,5 mg (untuk bayi < 1500 g) dan 1 mg (untuk bayi > 1500 g) diberikan dalam waktu 6 jam setelah lahir. Untuk orang tua yang menolak pemberian secara i.m, vitamin K1 diberikan per oral dengan dosis 2 mg segera setelah minum, diulang pada usia 2 4 minggu dan 6-8 minggu. AAP pada tahun 2003 merekomendasikan pemberian vitamin K pada semua bayi baru lahir dengan dosis tunggal 0,5 1 mg i.m.15 Departemen Kesehatan RI pada tahun 2003 mengajukan rekomendasi untuk pemberian vitamin K1 pada semua bayi baru lahir dengan dosis 1 mg i.m (dosis tunggal) atau secara per oral 3 kali @ 2 mg pada waktu bayi baru lahir, umur 3 7 hari dan umur 1 2 tahun.21

39

Untuk ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan harus mendapat profilaksis vitamin K1 5 mg/hari selama trimester ketiga atau 10 mg i.m pada 24 jam sebelum melahirkan. Selanjutnya bayinya diberi vitamin K1 1 mg i.m dan diulang 24 jam kemudian. Meskipun ada penelitian yang melaporkan hubungan antara pemberian vitamin K i.m dengan meningkatnya angka kejadian kanker pada anak, namun penelitian terbaru yang dilakukan oleh McKinney pada tahun 1998 tidak membuktikan adanya peningkatan resiko terjadinya kanker pada anak yang mendapatkan profilaksis vitamin K i.m.

II. 14 PENATALAKSANAAN 2,3 Secara garis besar penatalaksanaan VKDB dibagi atas penatalaksanaan antenatal untuk mencegah terjadinya penyakit ini dan penatalaksanaan setelah bayi lahir untuk mencegah dan mengobati bila terjadi perdarahan. A. Pemberian vitamin K profilaksis Hasil penelitian terakhir menunjukkan, bahwa dalam mencegah terjadinya VKDB bentuk klasik pemberian vitamin K peroral sama efektif, lebih murah dan lebih aman daripada pemberian secara intramuscular (IM), namun untuk mencegah VKDB bentuk lambat pemberian vitamin K oral tidak seefektif IM. Efikasi profilaksis oral meningkat dengan pemberian berulang 3 kali dibanding dengan dosis 2 mg daripada dosis 1 mg, pemberian vitamin K oral yang diberikan tiap hari atau tiap minggu sama efektifnya dengan profilaksis vitamin K IM. AAP mengatakan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efikasi, keamanan, bioavailabilitas dan dosis optimal vitamin K oral sediaan baru untuk mencegah VKDB lambat. Cara pemberian oral merupakan alternative pada kasus-kasus bila orangtua pasien menolak cara pemberian IM untuk melindungi bayi mereka karena injeksi. Disamping itu untuk keamanan, bayi yang ditolong oleh dukun bayi sebaiknya diberikan secara oral.

40

Cara pemberian vitamin K secara IM lebih disukai dengan alas an sebagai berikut: a. Absorpsi vitamin K1 oral tidak sebaik vitamin K1 IM, terutama pada bayi diare b. Beberapa dosis vitamin K1 oral diperlukan selama beberapa minggu, sebagai konsekuensinya tingkat kepatuhan orangtua pasien dapat merupakan masalah c. Kemungkinan terdapat asupan vitamin K1 oral yang tidak adekuat karena absorpsinya atau ada regurgitasi d. Efektifitas vitamin K1 oral belum diakui secara penuh Sampai saat ini tidak ada cukup bukti yang mendukung hubungan profilaksis vitamin K dengan insidens kanker pada anak dikemudian hari. Health Technology Assessment (HTA) Departemen Kesehatan RI (2003) mengajukan rekomendasi sebagai berikut: a. Semua bayi baru lahir harus mendapatkan profilaksis vitamin K1 b. Jenis vitamin K yang digunakan adalah vitamin K1 c. Cara pemberian vitamin K1 adalah secara IM atau oral d. Dosis yang diberikan untuk semua bayi baru lahir adalah: IM, 1 mg dosis tunggal atau Oral, 3 kali @ 2 mg, diberikan pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari, dan pada saat bayi berumur 1-2 tahun e. Untuk bayi baru lahir yang ditolong oleh dukun bayi maka diwajib pemberian profilaksis vitamin K1 secara oral f. Kebijakan ini harus dikoordinasikan bersama Direktorat Pelayanan Farmasi dan Peralatan dalam penyediaan vitamin K1 dosis 2 mg/tablet yang dikemas dalam bentuk strip 3 tablet atau kelipatannya. g. Profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir dijadikan sebagai program nasional
41

B. Pengobatan defisiensi vitamin K Bayi yang dicurigai mengalami VKDB harus segera mendapat pengobatan vitamin K1 dengan dosis 1 2 mg/hari selama 1 3 hari.Vitamin K1 tidak boleh diberikan secara intramuskular karena akan membentuk hematoma yang besar, sebaiknya pemberian dilakukan secara subkutan karena absorbsinya cepat, dan efeknya hanya sedikit lebih lambat duibanding dengan cara pemberian sistemik. Pemberian secara intravena harus diperti.mbangkan dengan seksama karena dapat memberikan reaksi anafilaksis, meskipun jarang terjadi. Selain itu pemberian fresh frozen plasma (FFP) dapat dipertimbangkan pada bayi dengan perdarahan yang luas dengan dosis 10 15 ml/kg, mampu meningkatkan kadar faktor koagulasi tergantung vitamin K sampai 0,1 0,2 unit/ml. Respon pengobatan diharapkan terjadi dalam waktu 4 6 jam, ditandai dengan berhentinya perdarahan dan pemeriksaan faal hemostasis yang membaik. Pada bayi cukup bulan, jika tidak didapatkan perbaikan dalam 24 jam maka harus dipikirkan kelainan yang lain misalnya penyakit hati.

II.12 PROGNOSIS Prognosis VKDB ringan pada umumnya baik, setelah mendapat vitamin K1 akan membaik dalam waktu 24 jam. Angka kematian pada VKDB dengan manifestasi perdarahan berat seperti intrakranial, intratorakal dan intraabdominal sangat tinggi. Pada perdarahan intrakranial angka kematian dapat mencapai 25% dan kecacatan permanen mencapai 50 65%. Angka kematian kasus di Amerika Serikat telah menurun pada tahun-tahun ini sampai tingkat rendah pada semua kelompok umur, terutama karena keadaan sosial ekonomi membaik.10

42

DAFTAR PUSTAKA

1. William W. Current Pediatric Diagnosis & Treatment. 21st edition. USA: MacGraw-Hill Education. 2012. 2. Prof. DR. dr. Sudigdo Sastroasmoro Perdarahan Akibat Defisiensi Vitamin K, Buku Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak 2007: 279-281 3. Respati H, Reniarti L, Susanah S. Gangguan Pembekuan Darah. Didapat: Defisiensi Vitamin K. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, Eds. Buku Ajar Hematologi-onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2005:182-96. 4. Respati H, Reniarti L, Susanah S. Hemorrhagic Disease of the Newborn Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, Eds. Buku Ajar Hematologi-onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2005:197-206

43

You might also like