You are on page 1of 17

Politik serta Strategi Pertahanan Keamanan

Politik dan strategi pertahanan dan keamanan (Hankam) merupakan bagian integral dari politik dan Strategi Nasional (Polstranas). Polstra Hankam bersifat saling mengisi, saling mendukung dan saling memperkuat (Sinergi) dengan politik dan strategi bidang-bidang kehidupan lainnya dalam Polstranas.

A. DASAR-DASAR KONSEP PERTAHANAN KEAMANAN NASIONAL


Dengan adanya UU RI Pokok Hankamnas No. 20 Tahun 1982, sekarang disempurnakan dengan UU RI No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan dan Keamanan negara dan UU No. 2 tentang Kepolisian Negara maka baik politik maupun konsep pertahanan keamanan bangsa Indonesia serta semua doktrinnya telah mempunyai landasan yang kokoh. Politik dan konsep hankamnas telah lahir, dikembangkan dan dilaksanakan sejak bangsa Indonesia dituntut untuk mempertahankan dan mengamankan negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. 1. Falsafah Dalam kehidupan negara, aspek pertahanan keamanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara itu. Tanpa kemampuan mempertahankan diri dari ancaman dari luar dan dalam negeri, negara tidak dapat mempertahankan hidupnya. Bangsa Indonesia yang memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 bertekad bulat untuk membela serta mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan serta kedaulatan negara dan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pandangan bangsa Indonesia tentang pertahanan dan keamanan negara sebagaimana ditentukan dalam Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut. a. Kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengna perikemanusiaan dan perikeadilan. b. Pemerintahan negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. c. Adalah hak dan kewajiban setiap warga untuk ikut serta dalam usaha pembelaan negara. d. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnua dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2. Asas-asas Dari pandangan hidup (falsafah) yang diuraikan bangsa Indonesia menemukan asas-asas atau prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan pertahanan keamanan seperti tersebut dibawah ini. a. Bangsa Indonesia berhak dan wajib membela serta mempertahankan kemerdekaan negara yang telah diperjuangkan, meliputi segenap rakyat Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia yang tidak boleh jatuh ke tangan bangsa asing, termasuk segala kekayaan yang terkandung di dalamnya serta yang tercakup dalam yurisdiksi nasional. b. Upaya pertahanan keamanan negara merupakan tanggung jawab dan kehormatan setiap warga negara. Oleh sebab itu tidak seorang warga negara pun boleh menghindarkan diri dari kewajiban ikut serta dalam pembelaan negara, kecuali ditentukan dengan undang-undang. Selain itu, dalam prinsip ini terkandung pula pengertian bahwa upaya pertahanan keamanan

negara harus dilakukan berdasarkan asas keyakinan akan kekuatan sendiri dan tidak kenal menyerah, serta tidak mengandalkan bantuan atau perlindungan negara atau kekuatan asing. c. Bangsa Indonesia cinta perdamaian, tetapi lebih cinta kepada kemerdekaan dan kedaulatan. Bagi bangsa Indonesia, perang adalah tindakan tidak berperikemanusiaan, tidak sesuai dengan martabat manusia. Walaupun demikian, bangsa Indonesia menyadari bahwa struktur politik dunia dengan berbagai kepentingan nasional dan ideologi yang saling bertentangan, tidak sanggup secara pasti dan berlanjut untuk mencegah pecahnya perang, setidak-tidaknya untuk jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, bangsa Indonesia menyadari hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam setiap usaha perdamaian. Dalam hubungan itu, penyelesaian pertikaian atau pertentangan yang mungkin timbul antara Indonesia dan bangsa lain akan selalu diusahakan melalui cara-cara damai. Bagi bangsa Indonesia perang adalah jalur terakhir dan hanya dilakukan apabila semua usaha penyelesaian cara damai telah ditempuh dan tenyata tidak membawa hasil. Perang hanya dilakukan dalam keadaan terpaksa untuk mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan serta kepentingan nasional dan sedapat mungkin diusahakan agar wilayah nasional tidak menjadi ajang perang. Prinsip ini sekaligus member gambaran tentang pandangan bangsa Indonesia tentang perang dan damai d. Bangsa Indonesia menentang segala macam penjajahan dalam berbagai bentuk dan penampilan, menganut politik bebas aktif. Oleh karena itu, pertahanan keamanan negara ke luar bersifat defensif aktif yang berartitidak agresif dan tidak ekspansif dan sejauh kepentingan nasional tidak terancam, tidak akan mulai menyerang, sedangkan ke dalam bersifat prevensif aktif yang berarti sedini mungkin mengambil langkah dan tindakan guna mencegah dan mengatasi setiap kemungkinan timbulnya ancaman dalam bentuk apa pun dari dalam negeri. Atas dasar sikap dan pandangan ini bangsa Indonesia tidak membiarkan dirinya terikat atau ikut serta dalam suatu ikatan pertahanan keamanan dengan negara lain. Kerja sama di bidang pertahanan keamanan guna meningkatkan kemampuan dan keterampilan serta operasi keamanan perbatasan tidak merupakan suatu ikatan pertahanan keamanan (Persekutuan Militer). e. Bentuk perlawann rakyat Indonesia dalam rangka membela serta mempertahankan kemerdekaan bersifat kerakyatan dan kesemestaan, yang berarti melibatkan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional serta prasarana nasional yang bersifat kewilayahan, dalam arti seluruh wilayah negara merupakan tumpuan perlawanan. Perlawanan rakyat semesta dilaksanakan sesuai dengan perkembangan zaman. 3. Tujuan dan Fungsi Hankamnas Pertahanan Keamanan Nasional bertujuan menjamin tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 terhadap segala ancaman baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri dan tercapainya tujuan nasional. Pertahanan Keamanan Nasional berfungsi untuk berikut ini. a. Memelihara dan meningkatkan tannas dengan menanamkaan serta memupuk kecintaan kepada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia, penghayatan dan pengamalan Pancasila dan UUD 1945 sehingga bangsa Indonesia memiliki sikap mental yang meyakini hak dan kewajiban serta tanggung jawab sebagai warga negara yang rala berkorban untuk membela bangsa dan negara serta kepentingannya. b. Membangun, memelihara, dan mengembangkan secara terpadu dan terarah segenap komponen kekuatan Hankamnas, dengan memantapkan kemanunggalan segenap komponen kekuatan Hankamnas dengan seluruh rakyat Indonesia.

c. Mewujudkan seluruh Kepulauan Nusantara beserta yurisdiksi nasional sebagai suatu kesatuan pertahanan keamanan nasional dalam rangka perwujudan Wasantara. 4. Sistem Pertahanan Keamanan Nasional a. Upaya pertahanan keamanan negara Upaya pertahanan negara diselenggarakan melalui berikut ini. 1) Upaya pertahanan, yaitu untuk menghadapi kemungkinan serangan atau invasi dari luar, dilakukan dengan membangun serta membina daya dan kekuatan tangkal negara dan bangsa yang mampu meniadakan setiap ancaman dari luar negeri dalam bentuk dan wujud apa pun. 2) Untuk menghadapi kemungkinan gangguan keamanan dari dalam negeri. Upayanya ditujukan dalam bentuk memperkuat daya dan kekuatan tangkal negera dan bangsa yang mampu meniadakan setiap ancaman dari dalam negeri dalam bentuk dan wujud apa pun. Upaya pertahanan keamanan tersebut diwujudkan dalam sishankamrata dengan mendayagunakan sumber daya nasional dan prasaranan nasional secara menyeluruh, terpadu dan terarah, adil dan merata serta dipersiapkan sedini mungkin. b. Hakikat hankamnas kita adalah perlawanan rakyat semesta Hakikat Hankamnas kita adalah perlawanan rakyat semesta. Sifat-sifat utama sistem ini adalah sebagai berikut. 1) Kerakyatan Dengan pengertian, yaitu keikutsertaan seluruh rakyat warga negera sesuai dengan kemampuan dan keahlian dalam komponen kekuatan pertahanan keamanan nasional. 2) Kesemestaan Dengan pengertian, yaitu seluruh bangsa dan negara mampu memobilisasikan diri dan lingkungan guna menanggulangi setiap bentuk ancaman yang datang dari dalam negeri dan luar negeri. 3) Kewilayahan Dengan pengertian, yaitu seluruh wilayah negara merupakan titik tumpuan perlawanan (benteng) dan setiap lingkungan didayagunakan untuk mendukung setiap bentuk perlawanan secara berlanjut. Cara mewujudkan perlawanan rakyat semesta adalah dengan mempersenjatai rakyat secara psikis dengan ideologi Pancasila dan secara fisik dengan keterampilan bela negara yang diselenggarakan oleh pemerintah. Di samping itu, kemanunggalan ABRI rakyat yang merupakan Conditio Sine qua non (syarat mutlak). c. Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 1998 Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 1998 tentang Pokok Pertahanan dan Kekuatan Hankamnas dikelompokkan dalam 4 komponen, yaitu sebagai berikut. 1) Rakyat terlatih Rakyat terlatih merupakan salah satu bentuk keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara secara wajib yang menunjukkan sifat kesemestaan dan keserbagunaan dalam penyelenggaraan pertahanan keamanan negara. Pengikutsertaannya dilakukan secara bergilir dan berkala guna menuaikan Wajib Prabakti dan Wajib Bakti. Setelah seseorang warga negara selesai melakukan Wajib Prabakti (latihan), ia dimasukkan dalam organisasi yang

disebut Kesatuan Rakyat Terlatih. Rakyat terlatih ini dibina menurut lingkungan pendidikan, lingkungan pemukiman atau lingkungan pekerjaan. Seorang anggota kesatuan Rakyat Terlatih tetap berstatus sipil yang berhak tetap di dalam bidang pengabdian atau pekerjaan di samping aktivitasnya sebagai anggota Rakyat Terlatih. Kesatuan Rakyat Terlatih ini merupakan sumber personalia ABRI, untuk menjadi anggota militer suka rela atau militer wajib (cq cadangan nasional). Rakyat Terlatih sebagai komponen dasar bagi kesemestaan dan keserbagunaan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut. a) Ketertiban umum, yaitu memelihara ketertiban masyarakat, kelancaran roda pemerintahan dan segenap perangkatnya serta kelancaran kegiatan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup. b) Perlindungan rakyat, yaitu menanggulangi gangguan ketertiban hukum atau gangguan ketenteraman masyarakat. c) Keamanan rakyat, yaitu menaggulangi dan atau meniadakan gangguan keamanan masyarakat atau subversi yang dapat mengakibatkan terganggunya stabilitas keamanan. d) Perlawanan rakyat, yaitu menghadapi dan menghancurkan musuh yang hendak menduduki atau menguasai wilayah atau sebagian wilayah Republik Indonesia. 2) Angkatan bersenjata/TNI ABRI (sekarang TNI) merupakan komponen utama kekuatan pertahanan keamanan, dituntut kesiapsiagaannya dan ketanggapannya dalam menyelenggarakan pertahanan keamanan negara. ABRI/TNI berfungsi menyelenggarakan pertahanan keamanan negara. ABRI/TNI berfungsi selaku penindakdan penyaggah awal terhadap setiap ancaman yang selaku penindak dan penyanggah awal terhadap setiap ancaman yang datang dari dalam dan atau luar negeri, dan berkewajiban untuk melatih rakyat bagi pelaksanaan tugas pertahanan keamanan. Sumber ABRI/TNI adalah Rakyat Terlatih yang masuk menjadi anggota ABRI/TNI secara suka rela atau wajib. 3) Perlindungan masyarakat (LINMAS) Perlindungan masyarakat merupakan komponen khusus kekuatan pertahanan keamanan negara yang anggotanya adalah warga negera yang secara suka rela memilih lingkungan ini sebagai tempat berbaktinya. Mereka itu tidak digabungkan dalam komponen Rakyat Terlatih (Ratih), ABRI atau cadangna tentaran nasional. Fungsi-fungsi Linmas adlaah menanggulangi akibat bencana perang, bencana alam dan bencana-bencana lainnya serta memperkecil akibat malapetaka yang menimbulkan kerugian jiwa dan harta benda. 4) Sumber daya alam, sumber daya buatan, dan prasarana nasional Unsur-unsur yang nonmanusia ini merupakan komponen pendukung kekuatan pertahanan keamanan negara yang harus didayagunakan bagi peningkatan daya dan hasil guna serta kelancaran dan kelangsungan upaya pertahanan keamanan. Berdasarkan UU No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, kekuatan pertahanan negara terdiri dari 3 komponen, yaitu: a) Komponen Utama adalah TNI yang siap digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pertahanan. b) Komponen cadangan adalah sumber daya nasional yang disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan komponen utama.

c) Komponen pendukung adalah sumber daya nasional yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan. Dalam konteks Undang-undang No. 3 Tahun 2002 ini, kepolisian negara yang merupakan alat negara yang berperan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, member pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat tetap berperan dalam sistem Hankam dan dapat dimasukkan ke dalam komponen cadangan. TNI dan kepolisian dapat saling memberikan bantuan satu sama lain sesuai dengan ketetapan MPR No. VII/MPR 2000. Hakikat Hankamnas adalah perlawanan rakyat semesta, dengan pengertian bahwa seluruh rakyat sesuai dengan bidang, kodrat, dan kemampuannya masing-masing diikutsertakan dalam penyelenggaraan pertahanan keamanan. Di bawah pimpinan pemerintah, seluruh potensi nasional dikerahkan dan digerakkan secara terpimpin, terkoordinasi dan teritegrasi untuk menghadapi dan mengatasi segala macam dan segala bentuk ancaman, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Ada dua bentuk konsep dasar dalam mengimplementasikan Hankamnas, yaitu Konsep pertahanan dan konsep keamanan nasional. a. Konsep pertahanan nasional Konsep ini ditujukan kepada menggagalkan usaha rencana agresi dan subversi dini musuh dengan jalan: 1) Menghancurkan dan melumpuhkan musuh diwilayahnya (kandangnya) sendiri. 2) Menghancurkan atau melumpuhkan musuh dalam perjalanan menuju Indonesia. 3) Menghancurkan atau melumpuhkan musuh di ambang pintu masuk wilayah perairan dan udara Indonesia. 4) Menghancurkan atau melumpuhkan musuh jika musuh berhasil masuk wilayah perairan dan udara Inodnesia. 5) Menghancurkan atau melumpuhkan musuh jika musuh berhasil mengadakan aksi-aksi pendaratan. 6) Menghancurkan atau melumpuhkan musuh jika musuh berhasil menduduki sebagian daratan kita dengan serangan balas yang menentukan. b. Konsep keamanan nasional Konsep ini ditujukan kepada menggagalkan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan musuh dalam bentuk-bentuk infiltasi dan subversi di bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan militer dalam negeri, baik yang ditimbulkan oleh kekuatan-kekuatan asing maupun oleh kekuatan-kekuatan dalam negeri sendiri dengan jalan melancarkan operasi-operasi keamanan secara gabungan. Bangsa Indonesia melaksanakan Hankamnas atas dasar sishankamrata dengan menggunakan sistasos secara serasi dan terpadu serta cara berperang yang bersifat konvensional dan tidak konvensional. Dengan terbitnya UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI maka konsep keamanan berada di bawah kewenangan PORLI. Keamanan dan ketertiban masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai dengan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam

menangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.

B. POLITIK HANKAM
Politik hankam ialah asas haluan, usaha, serta kebijaksanaan tindakan negara dalam bidang Hankam tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian), serta penggunaan secara totalitas potensi nasional untuk mencapai tujuan nasional. Untuk menjamin jalannya bangnas dalam rangka mencapai tujuan nasional maka diperlukan jaminan keamanan nasional. Keamanan nasional (memelihara suasana aman dan damai) merupakan prasyarat bagi kelancaran dan keberhasilan bangnas. Tujuan pertahanan dan keamanan nasional (Hankamnas) ialah menjamin tercegah atau teratasinya hal-hal yang langsung atau tidak langsung mengancam keamanan jalannya dan keberhasilan bangnas. Ancaman tersebut dapat berupa gangguan keamanan dalam negeri, ancaman terhadap kemerdekaan, kedaulatan dan integritas wilayah nasional, sedangkan ancaman yang tidak langsung ialah keamanan Asia Tenggara atau negara tetangga lainnya yang dapat berimplikasi terhadap keamanan dan kestabilan dalam negeri Indonesia. Bangsa Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia ditentukan oleh keberhasilan bangnas termasuk bidang hankam. Sehubungan dengan itu, dalam pertimbangan-pertimbangan menentukan upaya dan cara mencapai tujuan Hankamnas digunakan landasan pemikiran atau prinsip-prinsip yang dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, yaitu sebagai berikut. 1. Jaminan terhadap Ketidakpastian 2. Bersandar Kepada Kemampuan Sendiri 3. Politik Bebas Aktif 4. Perdamaian Dunia 5. Wawasan Nusantara (Wasantara) 6. Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Hankamrata)

C. KEBIJAKSANAAN HANKAMNAS
Dengan berpangkal tolak pada prinsip-prinsip penentuan tersebut sebagai landasan dalam pertimbangan strategi maka kebijaksanaan Hankamnas harus didasarkan pada upaya mencegah perang melalui usaha-usaha dalam negeri dan melalui usaha-usaha politik. Usaha-usaha tersebut harus didukung oleh daya tangkal terhadap perang terbatas dan perang revolusioners. Daya tangkal pada hakikatnya adalah suatu sarana guna memaksa pihak lain untuk tidak memerangi Indonesia, dengan menunjukkan kesungguhan kita dalam menangani masalah Hankamnas disertai pameran kekuatan dan kemampuan Hankamnas sedemikian rupa sehingga lawan-lawan potensial akan kehilangan kemampuan atau enggan untuk memerangi Indonesia. Hankamrata kurang memenuhi kebutuhan Hankamnas. Hal itu disebabkan: 1. Tidak semua daerah dalam wilayah Republik Indonesia berpenduduk cukup untuk memungkinkan perlawanan rakyat yang memadai. 2. Perlawanan rakyat baru diselenggarakan apabila musuh sudah berada di dalam wilayah Indonesia beberapa waktu lamanya, jadi tidak dapat menghancurkan atau menguasai musuh dengan segera sehingga rakyat akan menderita akibat pendudukan musuh. 3. Dari segi pertahanan secara konvensional perlawanan rakyat kurang bernilai, sebab harus melepaskan banyak wilayah ke tangan musuh dengan segala akibatnya.

4. Hankamrata memang ditujukan untuk mengalahkan musuh yang lebih kuat melalui agresi yang akan memakan waktu beserta akibatnya. Oleh karena itu, strategi yang ditempuh untuk mencapai tujuan Hankamnas barulah dapat mewujudkan daya tangkal terhadap gangguan keamanan dalam negeri. Ancaman perang dari luar negeri dihadapi dengan membangun kemampuan Hankamrata serta meniadakan kerawanannya dan membangun TNI dengan kekuatan siap yang kecil, tetapi efektif dalam pertempuran (small and effective Combat war) dan cadangan yang cukup, serta Polri yang memandai.

D. STRATEGI PERTAHANAN DAN KEAMANAN


Pada hakikatnya strategi Hankamnas ialah tata cara, pembinaan, dan penggunaan kekuatankekuatan serta saranan Hankamnas untuk mewujudkan politik Hankamnas, yaitu sebagai berikut. 1. Pengamanan terhadap sasaran dan tujuan nasional. 2. Penyempurnaan keefektifan dan integrasi ABRI sehingga dapat menjadi inti kekuatan Hankamnas yang kokoh dan disegani pihak lain. 3. Penyusunan kekuatan Hankamnas yang ditujukan untuk stabilitas keamanan dan perdamaian di Asia Tenggara khususnya dan dunia pada umumnya. Untuk melaksanakan politik Hankamnas tersebut maka strategi yang ditempuh adalah membangun kekuatan penangkalan untuk menghadapi gangguan keamanan dalam negeri dan ancaman invasi dari luar. Dalam upaya penyusunan strategi tersebut (pembuatan rencana strategi) dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut. 1. Prinsip Ekonomis dan Politis 2. Mencukupu Kebutuhan Sendiri 3. Dislokasi Kekuatan 4. Undang-undang dan Doktrin 5. Penelitan, Pengembangan, dan Teknologi 6. Dwifungsi ABRI 7. Manajemen 8. Pemanfaatan Peluang

E. PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN KEKUATAN


Tujuan pembangunan Hankamnas berpangkal pada strategi Hankamnas, Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, pertahanan keamanan harus dibangun pertama-tama untuk mewujudkan daya tangkal, yaitu kekuatan yang memberikan keyakinan kepada setiap pihak yang mempunyai maksud memusuhi bangsa Indonesia dan merencanakan melakukan agresi dengan cara apa pun juga, tidak dapat mencapai tujuan atau maksudnya. Daya tangkal demikian terutama harus bersandar pada kekuatan rakyat Indonesia seluruhnya harus memiliki ketahanan ideologi dan mental yang tangguh untuk menolak serta melawan setiap usaha atau gejala atau musuh dari dalam maupun dari luar negeri yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa Indonesia ideologi Pancasila, nilai-nilai nasional lainya, serta integritas wilayah negera Republik Indonesia. Daya tangkal ini kemudian harus dibulatkan dengan membangun kekuatan-kekuatan nyata maupun potensial yang secara integrative mewujudkan kemampuan-kemampuan yang sanggup

melaksanakan tugas umum yang terkandung dalam strategi pertahanan keamanan, dan yang sekaligus melaksanakan hak serta kedaulatan negara atas wilayahnya berdasarkan Wasantara. 1. Sasaran Kekuatan Kekuatan rakyat di bidang pertahanan keamanan yang merata di seluruh wilayah negara dan nyata dapat dirasakan, yang terwujud oleh masa rakyat yang militant, spontan, didasari ketahanan ideologi Pancasila dan rasa cinta terhadap tanah air, untuk menentang setiap usaha atau gejala yang membahayakan atau melawan musuh yang mengancam kelangsungan hidup bangsa Indonesia tanpa mengenal menyerah. a. ABRI sebagai kekuatan Hankam Angkatan perang atau ABRI dengan kekuatan siap yang kecil dan cadangan yang cukup, yang sanggup menghadapi situasi yang bisa timbul di masa depan dan menjalankan berbagai tugas lainnya yang bisa dibebankan kepadanya termasuk pelaksanaan hak serta kedaulatan negara atas seluruh wilayahnya. Polri yang cukup dan mampu menjalankan ketertiban masyarakat, menyelenggarakan penyelamatan. b. ABRI sebagai kekuatan sosial ABRI yang mampu merupakan penjelmaan jiwa dan semangat pengabdian ABRI sebagai kekuatan sosial, yang bersama-sama kekuatan sosial lainnya dapat melaksanakan kegiatankegiatan yang menunjang usaha peningkatan stabilitas nasional, perwujudan cita-cita kemerdekaan dan pencapaian tannas yang menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. 2. Sasaran Kemampuan Hankamnas Sasaran kemampuan Hankamnas adalah sebagai berikut. a. Kemampuan intelijen strategik b. Kemampuan pembinaan wilayah c. Kemampuan lawan subversi d. Kemampuan lawan berusuhan massal e. Kemampuan lawan teror f. Kemampuan pengamatan laut g. Kemampuan pengintaian dan perondaan lepas pantai h. Kemampuan peperangan laut i. Kemampuan peperangan darat j. Kemampuan pengamatan udara k. Kemampuan pertahanan udara l. Kemampuan penyerangan udara m. Kemampuan peperangan amfibi n. Kemampuan penyerbuan lintas udara o. Kemampuan peperangan lawan gerilya p. Kemampuan pemindahan strategi q. Kemampuan penertiban masyarakat r. Kemampuan penyelamatan masyarakat s. Kemampuan peperangan hukum t. Kemampuan peperangan wilayah

3. Sasaran Program Sektor Hankamnas dibagi 4 subsektor, yaitu: a. Subsektor kekuatan pertahanan. b. Subsektor kekuatan keamanan. c. Subsektor dukungan umum. d. Subsektor bakti ABRI. Setiap subsector terdiri dari program-program dengan sasaran-sasaran programnya sebagai yang diutarakan berikut ini. a. Subsektor kekuatan pertahanan Subsektor ini, meliputi program-program berikut ini. 1) Program bala pertahanan wilayah. Program ini menangani pembinaan kekuatan TNI-AD, TNI-AL, TNI-AU yang menitikberatkan pada kemampuan-kemampuan wilayah masingmasing. 2) Program bala pertahanan terpusat. Program ini menangani pembinaan kekuatan TNI-AD, TNI-AL, dan TNI-AU yang menitikberatkan pada peningkatan kemampuan masing-masing secara nasional. 3) Program bala cadangan. Program ini menangani pembinaan kekuatan cadangan dengan titik berat pada pembentukan satuan tempur, angkutan, dan personalia militer cadangan golongan perwira. 4) Program intelijen dan komunikasi terpusat. Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan intelijen strategi dan komunikasi strategi. 5) Program angkutan terpusat. Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan pemindahan-pemindahan strategik. b. Subsektor kekuatan keamanan Subsektor ini, meliputi program-program berikut ini. 1) Program kepolisian daerah. Program ini melaksanakan pembinaan kemampuan kepolisian daerah. 2) Program kepolisian pusat. Program ini untuk membina kepolisian pusat. 3) Program angkutan terpusat. Program ini untuk peningkatan angkutan strategik Polisi. 4) Program bantuan keamanan masyarakat. Program ini untuk pembinaan kekuatan bantuan keamanan masyarakat pada peningkatan pembentukan berbagai jenis kepolisian khusus baik pemerintah maupun swasta. 5) Program intelijen kepolisian. Program ini untuk meningkatkan kemampuan intelijen kepolisian. c. Subsektor dukungan umum Subsektor ini meliputi program-program sebagai berikut. 1) Program penelitian dan pengembangan. Program ini, dimaksudkan untuk meningkatkan penelitian dan pengembangan, antara lain penyempurnaan doktrin Hankamnas serta kerja sama dengan lembaga-lembaga penelitian lain. 2) Program pembekalan dan pemeriharaan terpusat. Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan pembekalan dan pemeliharaan terpusat, seperti produksi senjata ringan, amunisi, bahan-bahan peledak, alat-alat perhubungan, bekal perang, perbaikan berat, dan modifikasi alat tempur.

3) Program pendidikan, kesehatan dan kegiatan umum personalia. Program ini untuk meningkatkan kemampuan personalia melalui pendidikan kejuruan/keahlian, pendidikan pembentukan personalia, demiliterisasikan pegawai sipil, pendidikan perawatan personalia, penyaluran personalia. 4) Program administrasi dan manajemen. Program ini untuk meningkatkan kemampuan administrasi dan manajemen. d. Subsektor Bakto ABRI Subsektor ini terdiri dari program bakti ABRI yang mencakup peningkatan operasi bakti.

F. PENGGUNAAN KEKUATAN
Pola dasar penggunaan kekuatan Hankamnas secara umum diperlukan untuk suatu operasi tentang tepatnya kekuatan dan kelemahan. Segi yang kuat dijadikan pancangan kaki dan dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan memberikan kekuatan kepada segi yang lemah untuk diperbaiki dan diperkuat sehingga lambat laun dapat diperoleh kekuatan nasional yang seimbang dan serasi. Dengan demikian, politik dan strategi Hankamnas akan memperhatikan dan berpijak kepada situasi dan kondisi kekuatan yang riil. Pola dasar penggunaan kekuatan Hankamnas yang ditujukan ke dalam mencakup kegiatan sebagai berikut. 1. Persuasi 2. Ancaman Langsung 3. Penghancuran

RANGKUMAN
Politik Hankamnas ialah asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan tindakan negara dalam bidan hankam tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian) serta penggunaan secara totalitas dari potensi nasional untuk mencapai tujuan Hankamnas dalam rangka mencapai tujuan nasional. Strategi Hankamnas ialah tata cara untuk melaksanakan politik nasional untuk mencapai tujuan Hankamnas. Pertahanan dan keamanan nasional bertujuan menjamin tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 terhadap segala ancaman baik yang datang dari luar negeri maupun dari dalam negeri dalma rangka mencapai tujuan nasional. Upaya pertahanan dan keamanan nasional tersebut diwujudkan dalam Sishankamrata yang bersifat kerakyatan, kesemestaan dan kewilayahan. Dalam upaya mencapai tujuan Hankamnas, yang dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara digunakan landasan pemeliharaan atau prinsip dasar yaitu jaminan terhadap ketidakpastian masa depan, bersandar kepada kemampuan diri sendiri, politik bebas aktif, perdamaian dunia, Wasantara dan sishankamrata saling memperkuat (sinergi) dengan politik strategi bidang-bidang kehidupan lainnya (yang berhubungan dengan masalah-masalah kesejahteraan). Polstra Hankamnas merupakan bagian integral politik strategi Nasional, Polstra Hankamnas bersifat saling mengisi, saling mendukung dengan Polstra bidang lainnya. Polstra Hankamnas dilandasi oleh ideologi Pancasila dan UUD 1945. Oleh karenanya mengandung prinsip-prinsip, perlindungan seluruh bangsa Indonesia yang berpijak kepada kemampuan diri sendiri. Bangsa Indonesia cinta kepada perdamaian, tetapi lebih cinta kepada kemerdekaan dan kedaulatan. Perang adalah tindakan yang tidak sesuai dengan Pancasila (tidak berperikemanusiaan). Oleh karena itu, bagi bangsa Indonesia merupakan jalan terakhir, sejauh mungkin konflik/pertentangan diselesaikan dengan cara damai. Kendatipun demikian upaya pertahanan dan keamanan Nasional, harus dibina dan ditingkatkan untuk menghadapi ketidakpastian ancaman yang mungkin timbul yang datang dari dalam atau dari luar. Oleh karena kita menganut politik luar negeri bebas aktif dan berakar pada falsafah Pancasila, maka sistem pertahanan dan keamanan negara keluar bersifat defensif-aktif yang berarti tidak agresif dan ekspansif, dan ke dalam bersifat preventif-aktif yang berarti sedini mungkin mengambil langkah-langkah dan tindakan guna mencegah dan mengatasi setiap kemungkinan timbulnya ancaman. Untuk melaksanakan politik hankamnas maka strategi yang ditempuh ialah membangun kekuatan penangkalan untuk menghadapi gangguan keamanan dalam negeri. Dalam upaya menyusun strategi tersebut dengan mempertimbangkan prinsipprinsip; ekonomis dan politis, mencukupi kebutuhan sendiri, dislokasi kekuatan, undang-undang dan doktrin, penelitian pengembangan dan teknologi, dwifungsi ABRI, manajemen dan pemanfaatan peluang.

Dwi Fungsi ABRI dalam Kenangan


Dwi fungsi ABRI, mempunyai pengertian bahwa ABRI pengemban fungsi kekuatan Hankam dan sekaligus fungsi sebagai kekuatan sosial politik. Oleh karena ABRI mengemban fungsi Hankam dan fungsi sosial politik maka disebut sebagai Dwi Fungsi ABRI. Fungsi sebagai kekuatan Hankam sudah banyak dibahas pada modul-modul terdahulu di mana ABRI merupakan komponen utama dalam kekuatan Hankam

A. SEJARAH DWI FUNGSI ABRI (FUNGSI SOSIAL POLITIK)


Dalam perkembangannya organisasi militer yang dilakukan dari kancah perjuangan rakyat mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan, tidak hanya bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanan negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila tetapi juga bertanggung jawab atas kemakmuran (kesejahteraan) masyarakat. Oleh Karen itu, wajar dalma periode perjuangan kemerdekaan melawan Belanda, Panglima Besar Jenderal Sudirman sering menyampaikan pendapat TNI kepada pemerintah, baik diminta ataupun tidak diminta untuk menjamin tercapainya kemerdekaan. Pendapat dan sikap TNI seperti itu belumlah dapat dikatakan tegas campur tangan militer di dalam pemerintah karena suatu perjuangan kemerdekaan adalah biasa digunakan strategi campuran (Mix-strategies) yakni dengan memanfaatkan cara-cara diplomasi digabung dengan cara militer. Istilah dwi fungsi ABRI baru secara jelas lahir pada tahun 1960, setelah Jenderal A.H. Nasution selaku kepala staf TNI Angkatan Darat berceramah dalam acara Dies Natalis Akademi Militer di Magelang tanggal 11 November 1958. Nasution mengemukakan apa yang disebutnya sebagai jalan tengah TNI. Hakikat dari jalan tengah TNI tersebut ialah ABRI bukanlah alat mempertahankan kemederkaan semata, tetapi juga sebagai kekuatan politik. Pada tahun 1948-1949 Agresi Militer Belanda II, pemimpin politik sipil ditangkap Belanda, peran ABRI menjadi meningkat. Pada tahun 1957-1959 ketika pemimpin sipil juga tidak mampu mengatasi pemberontak daerah ABRI bersama rakyat tampil menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada Pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965 di mana kepemimpinan sipil, gagal menyelamatkan Pancasila dari rongrongan Partai Komunis Indonesia, lagi-lagi ABRI tampil menyelamatkan Republik yang tercinta ini. Dengan adanya legalitas fungsi-fungsi sosial politik ABRI ini, secara bertahap mempercepat pernyataan ABRI berperan lebih besar di bidang sosial politik. Setelah G 30 S/PKI gagal, tampak pengaruh ABRI semakin besar sehingga memungkinkan ABRI turun menentukan kebijaksanaan nasional dalam pembangunan. Berbagai macam konsep dan strategi dikembangkan dan dibangun dalam mengisi bangnas dan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Diantaranya yang terkenal ialah Wasantara, tannas dam Strategi Perjuangan Rakyat Semesta (Sishankamrata). Ketiga konsep ini menuntut hubungan yang erat dan saling menguntungkan antara militer dan rakyat. Implikasi dari hal ini memperluas keterlibatan militer dalam aspek sosial politik masyarakat. Perluasan ini ditunjukkan oleh masukknya para perwira ABRI ke dalam berbagai bidang, lembaga pemerintahan. Meskipun demikian tidak berarti militer menggantikan orang-orang sipil. Perluasan peran ABRI biasanya pada posisi-posisi kunci, diminta oleh departemen/instansi/lembaga yang terkait, serta dengan memperhatikan tahap-tahap pembangunan dan perkembangan kemajuan bangsa. Konsep penempatan inilah yang melahirkan konsep kekaryaan ABRI dengan memegang prinsipprinsip tersebut. Konsep dwi fungsi tidak sama dengan konsep kekaryaan. Kekaryaan itu lebih ditentukan oleh pihak luar, bukan oleh ABRI. ABRI hanya menyiapkan sumber daya. Dengan

demikian kekaryaan bersifat menjembatani antara dwi fungsi dengan kebutuhan pembangunan. Undang-undang No. 20 Tahun 1982 tentang Pertahanan dan Keamanan Negara ada Pasal 28 menggambarkan ABRI sebagai kekuatan dinamisator dan stabilisator bergandengan dengan kekuatan-kekuatan sosial lain yang mengamankan keberhasilan perjuangan nasional, dalam mengisi kemerdekaan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Undang-undang No. 20 Tahun 1982 tersebut memberikan kesempatan kepada ABRI mengaktualisasikan perannya. Struktur organisasinya sejalan dengan struktur pemerintahan sipil, di mana pada tingkat provinsi komando dan pengendalian teritorial dilakukan oleh Panglima Daerah Militer (Kodam), pada tingkat Karesidenan dilakukan oleh Komandan Korem, pada tingkat Kabupaten oleh Komandan Kodim, pada tingkat Kecamatan dilakukan oleh Koramil dan pada tingkat Desa/Kelurahan oleh Babinsa (Bintara Pembina Desa). Pengorganisasian disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi daerah, khususnya diluar Pulau Jawa. Dengan kata lain, provinsi tidak selalu berpasangan dengna Kodam, begitu juga Karesidenan dan Kabupaten tidak selalu berpasangan dengan Korem dan Kodim, dan seterusnya.

B. HAKIKAT ABRI SEBAGAI KEKUATAN SOSIAL POLITIK


1. Hakikat Sosial Politik ABRI Hakikat Sospol ABRI adalah jiwa, tekad, dan semangat pengabdian ABRI sebagai kekuatan sospol untuk secar aktif berperan serta bersama-sama dengan segenap kekuatan sosial lainnya, memikul tugas dan tanggung jawab perjuangan bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan dan kedaulatannya. 2. Sikap dan Tekad Sosial Politik Berdasarkan hakikat ABRI sebagai kekuatan sosial politik disertai landasan pengalaman sejarah perjuangan ABRI sejak tahun 1945 dan dengan mewaspadai kondisi lingkungan strategis yang dihadapi nusa dan bangsa maka sikap dan tekad sosial politik ABRI adalah sebagai berikut. a. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 harus diamankan, dipertahankan, serta dilaksanakan secara murni dan konsekuen. b. Peran ABRI sebagai kekuatan sosial politik adalah konsep politik yang bersifat tetap dan merupakan tata nilai yang berlanjut serta melekat pada setiap generasi ABRI. c. Peranan ABRI sebagai kekuatan sosial politik tetap berpegang teguh pada Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. d. Sosial politik ABRI mengutamakan asas musyawarah untuk mufakat dan menolak paham politik adu kekuatan karena dapat menimbulkan perpecahan serta merongrong persatuan dan kesatuan bangsa. Sosial politik ABRI tidak akan menjurus kepada militerisme, diktatorisme, ataupun totaliterisme, serta menolak paham-paham lain yang tidak sesuai dengan nilai luhur Pancasila.

C. TUJUAN ABRI SEBAGAI KEKUATAN SOSIAL POLITIK


Tujuan ABRI sebagai kekuatan sosial politik ialah untuk mewujudkan stabilitas nasional yang mantap dan dinamik di segenap aspek kehidupan bangsa dalam rangka pemantapan tannas untuk mewujudkan tujuan nasional berdasarkan Pancasila. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan adalah dengan ikut serta secara aktif dalam segala usaha dan kegiatan rakyat dan negara dalam bidang ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya dalam rangka meningkatkan kesadaran dan kemantapan dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara untuk memperkokoh tannas dalam rangka mencapai tujuan-tujuan nasional.

D. TUGAS DAN FUNGSI ABRI SEBAGAI KEKUATAN SOSIAL POLITIK


1. Tujuan ABRI sebagai Kekuatan Sosial Politik a. Bersama-sama dengan organisasi kekuatan sosial lainnya mengamankan dan menyukseskan perjuangan bangsa dalam mengisi kemerdekaan serta mendorong setiap upaya meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Inodnesia dalam rangka memantapkan tannas guna mewujudkan tujuan nasional. b. Mendorong dan mendiamisasikan pengembangan kehidupan demokrasi Pancasila dan kehidupan konstitusional berdasarkan UUD 1945 dalma segala usaha dan kegiatan bangnas. 2. Fungsi ABRI sebagai Kekuatan Sosial ABRI sebagai kekuatan sosial politik berperan sebagai pelopor, stabilisator dan dinamisator, serta mengemban fungsi-fungsi sebagai berikut. a. Mengamankan, mengawal dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. b. Berperan serta dalam pengambilan keputusan yang menyangkut masalah kenegaraan dan pemerintahan dalam rangka menjamin pengembangan kehidupan demokrasi Pancasila dan kehidupan konstitusional berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. c. Mengamankan dan menyukseskan bangnas sesuai dengan GBHN. d. Memelihara dan mengembangkan persatuan dan kesatuan bangsa serta memelihara dan mengembangkan stabilitas nasional yang mantap dan dinamik demik berhasilnya bangnas. e. Melaksanakan komunikasi sosial dengan organisasi kemasyarakatan dan kekuatan sosial politik lainnya untuk menjalin saling pengertian, dan keterpaduan upaya penanggulangan hakikat masalah sospol. f. Membina kemampuan dan kekuatan sosial politik dalam rangka membina penyelenggaraan sosial politik negara.

E. POLA OPERASI SOSIAL POLITIK ABRI


1. Pola operasi sospol adalah suatu rangkaian konsepsi operasi penyelesaian masalah sospol dengan menciptakan situasi dan kondisi sospol yang mantap dan dinamis dengna menggunakan kekuatan ABRI sebagai kekuatan sospol bersama kekuatan sosial lainnya untuk mencegah dan menetrlisasi ancaman terhadap pembangunan dan stabilitas nasional yang dapat mengganggu dan menghambat tercapainya tujuan nasional. Masalah sospol dapat berupa perbedaan persepsi yang mendasar tentang Pancasila sebagai ideologi negara, kerasahan sosial (dalam arti luas) yang dapat berkembang menjadi ancaman yang dapat membahayakan keselamatan bangsa dan negara serta anasir-anasir subversi yang dapat menghambat dan mengganggu keberhasilan dan kesinambungan Bangnas. Dengan mengkaji hakikat ancaman politik tersebut maka rangkaian konsepsi operasi yang dilaksanakan adalah sebagai berikut. a. Operasi penciptaan kondisi sosial politik yang menjamin stabilitas nasional dengan meningkatkan kepekaan pengamatan kondisi sosial politik agar dapat menemukan keresahan sosial secara dini.

b. Operasi pengendalian sosial politik dengan mengupayakan keterpaduan cara dan usaha antara ABRI, Pemerintah, dan kekuatan sosial lain mulai dari tingkat pusat sampai daerah dalma rangka menanggulangi hakikat permasalahan sosial politik. c. Operasi pemantapan kondisi sosial politik dengan menggiatkan semua upaya pembinaan sosial politik secara terpadu dalam rangka mewujudkan kehidupan masyarakat yang stabil dan dinamis serta meningkatkan tannas. 2. Di dalam penyelenggaraannya, pola operasi sosial politik dapat dilaksanakan secara berdiri sendiri atau merupakan pola operasi yang terkait dengan pola operasi pertahanan ataupun pola operasi keamanan dalam negeri. 3. Sebagai landasan pelaksanaan operasi sospol digunakan pedoman penjabaran yang bersifat konseptual operatif, pada strata Doktrin Pelaksanaan yang disusun secara tersendiri dan dinamakan Doktrin Operasi Sospol.

F. BERBAGAI PENDAPAT TENTANG DWI FUNGSI ABRI (FUNGSI SOSIAL POLITIK)


Sejarah telah mencatat bahwa dwi fungsi ABRI membawa ABRI cukup berperan dalam kehidupan politik nasional secara bertahap. Tujuannya ialah ikut serta secara aktif dalam segala usaha kegiatan bangsa dan negara dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya dalam rangka meningkatkan kesadaran dan kemantapan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk memperkokoh Tannas dalam rangka mencapai tujuan nasional. Peran sosial politik ABRI dengan intensitas yang tinggi dan cakupan yang luas di segenap aspek kehidupan bangsa dan negara, dapat menggeser peran kelompok nonmiliter, dan menjadi adu silang pendapat pro dan kontra tentang dwi fungsi ABRI tersebut. Sebagai suatu kajian yang bersifat ilmiah dan bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan Anda dapat mengkaji beberapa pendapat yang bertentangan terhadap fungsi sosial politik ABRI untuk dapat mempertajam penalaran anda sebagai berikut ini 1. Dukungan terhadap Dwi Fungsi ABRI (Fungsi Sospol) Presiden Soeharto (1970) Menyatakan bahwa dwi fungsi ABRI adalah salah satu aspek-aspek implementasi demokrasi Pancasila dalam sistem negara kita. Sistem inilah yang telah dibangun bangsa Indonesia dan yang telah kita terima bersama. 2. Kritik terhadap Dwi Fungsi ABRI Jenderal Abdul Haris Nasution sebagai orang pertama kali mengusulkan peran sosial politik ABRI termasuk kelompok orang yang risau melihat cara menafsirkan dan mengimplementasikan dwi fungsi ABRI selama Orde Baru. Menurut Nasution, seandainya ABRI akan memainkan peran politik, seharusnya peran itu ada di MPR, bukan dalam politik negera sehari-hari. Mengenai hubungan ABRI dengan Partai politik juga dikritik karena kedekatan ABRI dengan Golkar mengakibatkan ABRI tidak lagi berada di atas segala paham dan golongan rakyat. Sehubungan dengan bidang-bidang nonmiliter, Nasution mengkritik peningkatan partisipasi ABRI dalam bidang-bidang nonmiliter tersebut. 3. Dwi Fungsi ABRI di Masa Depan Konsep dwi fungsi ABRI (cq. fungsi sospol) apakah masih relevan atau tidak? Mempertanyakan bahkan memperdebatkan hanya menghabiskan waktu dan energi saja. Kenyataan sejarah dan budaya bangsa Indonesia dapat menerima konsep dwi fungsi ABRI ini.

Sejalan dengan perkembangan kemajuan bangsa khususnya semakin meningkatnya taraf pendidikan dan kesejahteraan rakyat maka perlu dipertanyakan dan berusaha untuk dijawab ialah bagaimana dwi fungsi ABRI diaktualisasikan di masa depan yang situasinya serba baru. Jawabannya tergantung pada bagaimana ABRI melihat dirinya sendiri, dan bagaimana pula tanggapan masyarakat sipit terhadap ABRI.

G. ORDE BARU DIGANTIKAN ORDE REFORMASI


Dalam tahun 1998 situasi perekonomian semakin memburuk, krisis moneter berubah menjadi krisis ekonomi, pelarian modal dan anjloknya nilai rupiah ($US 1 = Rp 17.000,00) dengan berbagai implikasinya menimbulkan keresahan sosial. Setelah terpilihnya Soeharto menjadi Presiden kembali dengan suarah bulat lebih menyuburkan KKN (Kolusi, Korupso, dan Nepotisme). Aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui demonstrasi mahasiswa tidak pernah digubris. Bersama dengan para mahasiswa para pemimpin oposisi di antaranya seperti Amin Rais, Megawati dan Abdulrahman Wahid menyuarakan tuntutan reformasi.

H. TNI DALAM NEGARA DEMOKRASI


TNI sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Republik Indonesia dan sebagai pembela Pancasila sebagai Dasar Negara, dengan sendirinya selalu mendukung dan berpartisipasi dalam perwujudan demokrasi sebagai sistem politik, sistem ekonomi dan sistem sosial. Untuk itu, TNI harus menjadi lembaga yang relevan dengan perkembangan RI sebagai negara demokrasi yaitu TNI harus merupakan satu organisasi militer yang sepenuhnya sesuai dengan kepentingan rakyat. Hal ini, meliputi syarat-syarat yang harus dipenuhi TNI, antara lain berikut ini. 1. TNI merupaka organisasi militer yang teraturm berdisiplin, dan taat menjalankan semua ketentuan hukum undang-undang dan peraturan yang berlaku. 2. TNI menempatkan diri di bawah kekuasaan Pemerintah, menjalankan segala kehendak Pemerintah sepenuhnya, tanpa ada politik TNI sendiri. Kebijaksanaan yang dibuat TNI adalah kebijaksanaan untuk melaksanakan kehendak Pemerintah dengan sebaik-baiknya. 3. TNI menjalankan semua fungsi yang ditetapkan undang-undang, khususnya yang bersangkutan kemampuan yang setinggi-tingginya untuk melaksanakan itu yang sekurangkurangnya sama dengan kemampuan militer yang ada pada negara-negara di sekitar Indonesia. 4. TNI harus merupakan organisasi yang dicintai dan dipercaya rakyat Indonesia serta mewujudkan perpaduan harmonis antara kekuatan militer profesional dan kekuatan rakyat. 5. TNI memimpin dan mendidik anggotanya menjadi warga negara yang menyadari pentingnya Pancasila Dasar Negara dan menjadi anggota TNI yang senantiasa mengusahakan yang terbaik bagi RI dan TNI.

RANGKUMAN
Dwi fungsi ABRI mengandung pengertian bahwa ABRI mengemban dua fungsi, yaitu fungsi sebagai kekuatan Hankam dan fungsi sebagai kekuatan sosial poliik. Fungsi sebagai kekuatan sosial politik hakikatnya adalah tekad dan semangat pengabdian ABRI untuk ikut secara aktif berperan serta bersama-sama dengan segenap kekuatan sosial politik lainnya memikul tugas dan tanggung jawab perjuangan bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan dan kedaulatannya. Tujuannya ialah untuk mewujudkan stabilitas nasional yang mantap dan dinamik di segenap aspek kehidupan bangsa dalam rangka memantapkan tannas untuk mewujudkan tujuan nasional berdasarkan Pancasila. Lahirnya ABRI sebagai kekuatan sosial politik di Indonesia berangkat dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia merebut kemerdekaan yang mempertahankan kemerdekaan RI. Pengalaman sejarah itu mengakibatkan bagaimanan ABRI memandang dirinya yakni sebagai alat revolusi dan alat negara, juga sebagai pejuang yang terpanggil untuk memberikan jasanya kepada semua aspek kehidupan dan pembangunan bangsa. Ketertiabannya dalam memerankan funsi sosial politik ini, didorong oleh kondisi internal (ABRI) dan kondisi eksternal termasuk lingkungan strategik internasional. Pada tahun 1948-1949 (Agresi Militer Belanda II) pemimpin-pemimpin politik ditangkap Belanda, peran ABRI menjadi meningkat. Pada tahun 1957-1959 ketika pemimpin politik sipil juga tidak mampu mengatasi pemberontakan daerah, ABRI tampil menyelamatkan negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada saat pemberontakan G 30 S/PKI di mana kepemimpinan sipil gagal menyelamatkan Pancasila dari rongrongan Partai Komunis, lagi-lagi ABRI tampil di depan menyelamatkan Republik ini. Secara historis dan budaya dwi fungsi ABRI dapat diterima rakyat Indonesia kendatipun harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Peran serta politik tersebut semakin besar setelah penumpasan G 30 S/PKI sehingga memungkinkan ABRI turut menentukan kebijaksanaan nasional dalam pembangunan. Hal itu ditunjukkan oleh masuknya para perwira ABRI ke dalam berbagai bidang; lembaga pemerintahan, lembaga legislatif, lembaga ekonomi kemasyarakatan. Meskipun demikian tidak berarti militer menggantikan peranan sipil. Perluasan peran biasanya pada posisi-posisi kunci dengan cara penempatan (kekaryaan) dan yang diminta oleh lembaga instansi terkait, serta dengan memperhatikan perkembangan pembangunan dan kehidupan bangsa. Luasnya penempatan personil militer tersebut pada instansi/lembaga pemerintahan dan lembaga masyarakat menimbulkan silang pendapat yang menuntut perlunya aktualisasi dwi fungsi ABRI (fungsi sospol) di masa depan. Aktualisasi dwi fungsi ABRI di masa depan ini akan efektif apabila ada keseimbangan kepentingan, yaitu keharmonian antara kepentingan militer dan kepentingan sipil. Konsensus selalu dapat dibuat atas dasar tidak satu pun pihak boleh mendominasi pihak yang lain. Kecurigaan terhadap golongan lain harus dihindari, kearifan harus ditumbuhkan agar konflik internal tentang hal ini tidak merebak menjadi perpecahan yang mengganggu tannas. Runtuhnya rezim orde baru diganti dengan orde reformasi mengeliminasi peran TNI (militer) dalam negara secara bertahap. TNI diharapkan menjadi kekuatan, pertahanan yang profesional sebagaimana layaknya kekuatan pertahanan di negara-negara yang sudah maju untuk itu segala keperluannya harus didukung oleh pemerintah dan pengelolaan yang profesional.

You might also like