Professional Documents
Culture Documents
N
i
i i
t C t s t r
1
) ( * ) ( ) ( (2.2)
Dimana N adalah jumlah pelanggan pada sistem (pada Gambar 2.7 ada dua
pelanggan). Jika r(t) dikalikan dengan kode penebar C
i
(t) dari pelanggan 1, hasil
keluaran sesuai dengan persamaan (2.3).
N
i
i i
t C t s t C t r t C t r
1
1 1 1
) ( * ) ( * ) ( ) ( * ) ( ) (
) ( * ) ( * ) ( ) ( * ) ( * ) ( ) (
1 2 2 1 1 1 1
t C t C t s t C t C t s t r (2.3)
Karena korelasi silang antara C
1
(t) dan C
2
(t) sangat kecil, keluaran dari
integrator untuk suku kedua adalah nol. Keluaran integrator untuk suku pertama
adalah s
i
(t), hal ini dikarenakan
1 ) ( * ) (
1 1
t C t C
Daya sinyal transmisi yang tersebar pada seluruh pita frekuensi yang
dialokasikan menyebabkan rapat dayanya menjadi lebih kecil. Ketika sinyal pita
lebar yang bercampur dikalikan dengan kode penebar tertentu hanya sinyal
pelanggan yang bersesuaian yang mengalami proses penyebaran kembali. Sinyal
hasil proses penyebaran kembali lebar pitanya menjadi lebih sempit.
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
18
Gambar 2.8 Perolehan kembali sinyal pelanggan
Pada Gambar 2.8 diperlihatkan bahwa pelanggan A mengalami proses
despreading. Sinyal pelanggan A dapat diperoleh kembali karena daya dari sinyal
setelah mengalami proses penyebaran kembali C lebih besar dari daya interferensi I.
Gambar 2.9 Sinyal pelanggan tidak dapat diperoleh kembali
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
19
Pada Gambar 2.9 diperlihatkan bahwa pelanggan A mengalami proses
despreading tetapi sinyal pelanggan A tidak dapat diperoleh kembali. Hal ini
dikarenakan daya dari sinyal setelah mengalami proses penyebaran kembali tidak
lebih besar dari interferensi yang dialami sinyal pelanggan A.
Penggunaan transmisi spektrum tersebar memiliki beberapa keuntungan
diantaraanya [6]:
1. Penggunaan kode-kode penebar yang saling orthogonal memberikan
kemampuan akses jamak pada sistem.
2. Proteksi terhadap interferensi kanal jamak (multipath interference). Kanal
jamak disebabkan adanya komponen pantulan (reflection) dan komponen
pembelokan (diffraction) dari sinyal informasi. Komponen dari sinyal
informasi dapat saling menginterferensi. Sinyal spektrum tersebar tahan
terhadap interferensi apabila kode penebar memiliki sifat otokorelasi yang
baik.
3. Tahan terhadap jamming. Karena rapat daya lebih rendah dan tersebar pada
pita frekuensi, sinyal informasi sulit untuk diganggu.
4. Meningkatkan privasi. Diperlukan sinkronisasi dan kode penebar yang sesuai
untuk memperoleh kembali sinyal informasi.
5. Lebih tahan terhadap derau. Pada proses penyebaran kembali di sisi
penerima, derau mengalami penyebaran seperti diperlihatkan pada Gambar
2.10. Sinyal informasi dapat diperoleh kembali dengan catatan level daya
derau jauh lebih kecil dibandingkan dengan level daya sinyal informasi.
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
20
Gambar 2.10 Sinyal spektrum tersebar lebih tahan terhadap derau
2.1.4 Proses Penyebaran pada WCDMA
Seperti telah disebutkan sebelumnya, sistem berbasis spektrum tersebar
menggunakan kode penebar untuk membedakan satu pelanggan dengan pelanggan
yang lain. Namun pada kenyataanya akan ada banyak aliran data secara simultan dari
masing-masing pelanggan yang aktif dan akan ada banyak aliran data secara simultan
dari satu Node B. Oleh karena itu, tidak hanya pemisahan pelanggan atau Node B
saja yang penting tetapi juga harus dilakukan pemisahan aliran-aliran data simultan
dari satu pelanggan atau Node B.
Pada WCDMA proses penyebaran dilakukan dalam dua tahap, yaitu
channelization dan scrambling [5] ,[6], [8]. Pada proses channelization aliran data
masing-masing pelanggan disebarkan dengan menggunakan channelization codes
dengan laju chips 3,84 Mcps. Kemudian dilakukan proses scrambling dengan
menggunakan kode pseudonoise (PN). Channelization menyebarkan aliran data
pelanggan sehingga menyebabkan dibutuhkannya lebar pita yang lebih besar. Karena
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
21
proses scrambling menggunakan laju chips yang sama dengan proses channelization
maka proses ini tidak lagi menambah lebar pita sinyal tersebar [5], [8].
Gambar 2.11 Dua tahap penyebaran pada WCDMA
Secara sederhana proses penyebaran WCDMA diperlihatkan pada Gambar
2.11. Seluruh aliran data dari satu pelanggan atau BTS disebarkan dengan
menggunakan beberapa channelization codes tertentu. Aliran-aliran data ini
kemudian di jumlahkan terlebih dahulu sebelum dilakukan proses scrambling.
Gambar 2.12 Pengunaan kode PN dan OVSF
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
22
Pada Gambar 2.12 dapat dilihat aplikasi kode PN dan Kode OVSF pada
WCDMA yang memiliki fungsi berbeda pada transmisi uplink dan downlink. Pada
arah uplink kode PN digunakan oleh Node B untuk mengidentifikasi pelanggan yang
berbeda. Seteleh proses sinkronisasi selesai berbagai jenis layanan yang berasal dari
satu pelanggan dipisahkan dengan menggunakan kode OVSF. Pada arah downlink
kode PN digunakan oleh pelanggan untuk menandai Node B. Setiap Node B
mempunyai kode PN primer dan kode ini digunakan oleh pelanggan untuk
membedakan satu Node B dengan Node B yang lain. Selanjutnya kode OVSF
digunakan pelanggan pada proses penyebaran kembali untuk memperoleh sinyal
informasi.
2.1.5 Kanal Data Fisik Dan Kanal Kontrol Fisik (Physical Data Channel And
Physical Control Channel)
WCDMA dirancang untuk memberikan fleksibilitas pentransmisian data
pelanggan melalui antarmuka radio. Sebagai contoh, laju data dapat bervariasi untuk
setiap masing-masing frame (setiap 10 ms). Seorang pelanggan dapat mengirim dan
menerima paket data ketika sedang melakukan panggilan. Ketika mengirimkan
informasi, kanal kontrol fisik (physical control channel) dikombinasikan dengan
kanal data fisik (physical data channel). Walaupun kanal data fisik membawa
informasi pelanggan, kanal kontrol fisik diperlukan untuk membawa informasi
pendukung agar interpretasi data pada kanal data fisik yang bersangkutan dapat
dilakukan dengan benar.
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
23
2.1.5.1 DPDCH dan DPCCH Pada Arah Uplink
Dedicated Physical Data Channel (DPDCH) dan Dedicated Physical Control
Channel (CPCCH) pada arah uplink ditransmisikan secara paralel. Struktur DPDCH
dan DPCCH diperlihatkan pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Struktur frame DPDCH dan DPCCH pada arah uplink
Frame DPDCH membawa informasi dari pelanggan. DPCCH selalu
menggunakan faktor penyebaran 256. Setiap slot berisi 10 bit informasi DPCCH
yang terdiri atas bit pilot, bit Transport Format Combination Indicator (TFCI), bit
Feedback Indicator (FBI) dan bit Transmit Power Control (TPC).
Bit informasi pilot digunakan untuk perkiraan kanal dan sinkronisasi frame.
Bit TFCI memberitahukan laju bit dan pengkodean kanal untuk DPDCH. Bit TFCI
juga digunakan untuk memberitahukan format setiap kanal transport yang dibawa
CCTrCH. Bit FBI membawa informasi yang berhubungan dengan transmit diversity
pada Node B. WCDMA mendukung downlink transmit diversity dimana dua antena
digunakan untuk transmisi downlink. Pada transmit diversity daya atau fasa dari satu
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
24
antena berbeda dengan antena yang lain. Bit FBI digunakan untuk menginstruksikan
Node B untuk mengganti fasa atau daya yang digunakan. Bit TPC digunakan untuk
informasi kontrol daya (power control).
Tabel 2.1 memperlihatkan laju data maksimal kanal DPDCH pada arah uplink
dengan faktor penyebaran yang bervariasi.
Tabel 2.1 Laju data DPDCH (uplink)
Faktor penyebaran
DPDCH
Laju bit kanal
DPDCH (kbps)
Laju data maksimal dengan laju
pengkodean (kbps)
256 15 7,5
128 30 15
64 60 30
32 120 60
16 240 120
8 480 240
4 960 480
4, dengan 6 kode 5740 2.800
2.1.5.2 DPDCH dan DPCCH Pada Arah Downlink
Pada Gambar 2.14 diperlihatkan struktur frame DPDCH dan DPCCH pada
arah downlink.
Gambar 2.14 Struktur frame DPDCH dan DPCCH pada arah downlink
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
25
Frame DPDCH dan DPCCH tidak ditransmisikan secara terpisah melainkan
ditransmisikan secara time-multiplexed. Setiap slot pada frame terdapat dua DPDCH
dan tiga DPCCH. Fungsi bit-bit DPCCH pada arah downlink sama dengan fungsi bit-
bit DPCCH pada arah uplink.
Laju data DPDCH arah downlink untuk faktor penyebaran yang bervariasi
diperlihatkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Laju data DPDCH (downlink)
Faktor
penyebaran
Laju simbol
kanal (kbps)
Laju bit
kanal
(kbps)
Laju bit
DPDCH
(kbps)
Laju data maksimal
dengan laju
pengkodean
512 7,5 15 3 6 1 3 kbps
256 15 30 12 24 6 12 kbps
128 30 60 42 51 20 24 kbps
64 60 120 90 45 kbps
32 120 240 210 105 kbps
16 240 480 432 215 kbps
8 480 960 912 456 kbps
4 960 1920 1872 936 kbps
4, 3 dengan kode 2800 5760 5616 2,8 Mbps
2.1.6 Kontrol Daya (Power Control)
Kontrol daya sangat penting penerapannya pada sistem yang berbasis
spektrum tersebar. Kontrol daya dibutuhkan baik pada arah uplink maupun pada arah
downlink [6],[8]. Pada arah uplink, setiap pelanggan dijaga untuk tidak
mentransmisikan sinyal dengan daya yang sama karena sinyal pelanggan yang lebih
dekat dengan Node B akan menutupi sinyal pelanggan yang lokasinya lebih jauh
(near-far-effect).
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
26
Gambar 2.15 Fenomena near-far-effect dan aplikasi kontrol daya pada arah uplink
Pada Gambar 2.15 dapat dilihat fenomena near-far-effect dan aplikasi kontrol
daya pada arah uplink. Dengan menggunakan kontrol daya, pelanggan yang
lokasinya lebih jauh dari Node B mentransmisikan sinyal dengan daya yang lebih
besar dibandingkan dengan pelanggan yang lokasinya lebih dekat.
Pada arah downlink setiap Node B mentransmisikan sinyal pada frekuensi
yang sama dan akan menimbulkan interferensi. Karena itu kontrol daya diperlukan
untuk mengatur daya sinyal transmisi Node B. Sinyal transmisi Node B yang sampai
ke sel yang bersebelahan dengan daya yang cukup rendah menyebabkan interferensi
yang ditimbulkan juga kecil.
Pada sistem UMTS digunakan metode fast closed-loop power control.
Pengukuran kualitas sinyal dilakukan pada penerima (baik pelanggan ataupun Node
B). Perbandingan daya sinyal terima dengan interferensi SIR diukur setiap 667 s
(satu slot waktu) kemudian nilainya dibandingkan dengan nilai SIR yang diinginkan
[6], [8]. Bit-bit TPC kemudian dikirim oleh penerima pada setiap slot waktu. Bit-bit
ini berisikan perintah untuk menaikkan atau menurunkan level daya sinyal transmisi.
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
27
BAB III
PROPAGASI GELOMBANG RADIO DAN ANALISIS DAERAH CAKUPAN
SEL JARINGAN UMTS
Dalam perancangan sistem komunikasi radio diperlukan perhitungan daya
keluaran pada antena penerima. Walaupun karakteristik rugi dan penguatan dari
peralatan pengirim dan penerima dapat diperoleh dari data pabrikannya, rugi efektif
diantara dua antena harus diperhitungkan sebagai karakteristik dari jalur propagasi
antara dua antena. Perbandingan antara daya yang ditransmisikan dengan daya yang
diterima pada antena penerima disebut dengan rugi propagasi (pathloss) dan
dinyatakan dalam decibel (dB).
3.1 Propagasi Ruang Bebas (Free Space Propagation)
Gambar (3.1) memperlihatkan kasus sederhana propagasi gelombang radio
yaitu propagasi line-of-sight (LOS) dimana tidak ada jalur pantulan yang disebabkan
permukaan tanah dan halangan lainnya [2].
Gambar 3.1 Propagasi Line-of-sight (LOS)
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
28
Daya terima pada antena penerima dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan (3.1) (persamaan propagasi ruang bebas).
(3.1)
Jika ada rugi-rugi lain (yang tidak berhubungan dengan propagasi radio) ikut
diperhitungkan, Persamaan (3.1) berubah menjadi Persamaan (3.2).
(3.2)
dimana:
P
r
adalah daya terima (watt)
P
t
adalah daya transmisi (watt)
adalah panjang gelombang (m)
G
t
adalah penguatan antena pengirim
G
r
adalah penguatan antena penerima
d adalah jarak antara antena pengirim dan antena penerima (m)
L
0
adalah rugi-rugi lain
L
p
adalah rugi propagasi ruang bebas (free space loss)
3.2 Pantulan, Pembelokan dan Hamburan (Reflection, Diffraction and
Scattering)
Jika sebelumnya jalur transmisi antara pengirim dan penerima berupa jalur
langsung atau LOS, sekarang jalur transmisi gelombang radio semakin kompleks
dengan berbagai daerah yang dipenuhi gedung, bangunan dan penghalang yang
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
29
lainnya. Gelombang radio dalam propagasinya mengalami pantulan, pembelokan dan
hamburan [2].
Gambar (3.2) memperlihatkan peristiwa pemantulan gelombang radio.
Pantulan terjadi ketika gelombang radio yang ditransmisikan mengenai objek yang
ukurannya jauh lebih besar dari panjang gelombang radio tersebut. Pantulan dapat
terjadi pada permukaan tanah, gedung dan tembok.
Gambar 3.2 Pemantulan gelombang radio
Gambar 3.3 Pembelokan gelombang radio
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
30
Gambar (3.3) memperlihatkan peristiwa pembelokan gelombang radio.
Pembelokan terjadi ketika gelombang radio yang ditransmisikan dibelokkan oleh
benda yang memiliki sisi permukaan yang tajam.
Gambar (3.4) memperlihatkan peristiwa hamburan gelombang radio.
Hamburan terjadi ketika gelombang radio yang ditransmisikan mengenai objek yang
ukurannya lebih kecil dibanding panjang gelombang radio tersebut. Hamburan dapat
disebabkan permukaan yang kasar, benda-benda kecil, lampu jalan, daun dan ranting
pohon.
Pantulan, pembelokan dan hamburan menyebabkan naik-turunnya level daya
pada penerima yang disebut dengan fading. Pengaruh yang ditimbulkan oleh fading
ikut diperhitungkan dalam analisis propagasi gelombang radio (fading margin).
3.3 Model Propagasi Radio COST 231 Hata
Karakteristik propagasi gelombang radio bersifat acak dan sangat sulit
dianalisis. Model propagasi radio digunakan untuk memprediksikan rugi propagasi
Gambar 3.4 Hamburan gelombang radio
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
31
yang dialami sinyal sepanjang jalur radio. Model propagasi radio yang digunakan
pada tugas akhir ini adalah model Cost 231 Hata.
Model COST 231 Hata dapat digunakan untuk analisis daerah suburban dan
urban. Cakupan model COST 231 Hata [1]:
1. Frekuensi: 1500 sampai dengan 2000 MHz
2. Tinggi antena UE 1 sampai dengan 10 m
3. Tinggi antena Node B 30 sampai dengan 100 m
4. Jarak sampai dengan 20 km
Rugi propagasi untuk model COST 231 Hata dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan (3.3) [1].
(3.3)
Dimana:
L adalah rugi propagasi (dB)
f adalah frekuensi (MHz)
h
B
adalah tinggi antena Node B (m)
h
UE
adalah tinggi antena UE (m)
C
H
adalah faktor koreksi tinggi antena UE
d adalah jarak antara UE dan Node B (km)
C adalah faktor koreksi
Faktor koreksi untuk model COST 231 Hata adalah 0 dB untuk daerah suburban dan
3 dB untuk daerah urban.
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
32
3.4 Analisis Daerah Cakupan Sel Jaringan UMTS
Analisis untuk downlink dan uplink pada jaringan UMTS tidak bergantung
satu sama lain. Jika analisis untuk downlink menitikberatkan pada kemampuan dan
daya transmisi Node B maka analisis uplink menitikberatkan pada daya transmisi
yang terbatas untuk setiap UE. Tugas akhir ini hanya memfokuskan analisis pada
arah uplink.
Gambar (3.5) memperlihatkan kondisi satu sel pada jaringan UMTS. Pada
transmisi uplink setiap UE mentransmisikan sinyal dengan daya P
S
(diukur pada
antena UE). Pada Node B sinyal diterima dengan daya P
R
yang lebih kecil
dikarenakan adanya rugi propagasi.
Sinyal yang diterima pada Node B dipisahkan dengan menggunakan kode
penebar. Deretan kode yang tidak bersifat orthogonal ideal menyebabkan adanya
derau atau interferensi. Interferensi yang dialami sinyal pelanggan i dihitung
menggunakan Persaman (3.4) [4].
(3.4)
Gambar 3.5 Sel jaringan UMTS
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
33
Dimana:
I
i
adalah interferensi yang dialami sinyal pelanggan ke-i (mW)
N
0
adalah derau pada penerima dan interferensi dari sel yang berdekatan (mW)
P
Rj
adalah daya sinyal pelanggan lain (mW)
ij
adalah faktor interferensi
Gambar (3.6) memperlihatkan rapat daya sinyal terima pada Node B sesuai
dengan kondisi pada Gambar (3.5). Sinyal untuk pelanggan ke-i saja yang
mengalami perubahan bentuk setelah proses penyebaran kembali dengan kode
penebar yang sama.
Proses penyebaran pada sistem UMTS menggunakan faktor penyebaran SF
yang bervariasi agar laju bit transmisi dapat bervariasi. Semakin banyak jumlah chip
untuk satu simbol data maka semakin besar penguatan penyebaran (spreading gain)
dan laju simbol data semakin kecil. Daya sinyal terima setelah proses penyebaran
kembali untuk pelanggan ke-i dapat dihitung menggunakan Persamaan (3.5) [4].
Gambar 3.6 Daya terima pada Node B setelah proses despreading
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
34
(3.5)
Dimana:
C
i
adalah daya terima pelanggan ke-i setelah proses penyebaran kembali (mW)
SF
i
adalah faktor penyebaran
P
Ri
adalah daya terima sinyal pelanggan ke-i (mW)
Untuk laju kesalahan bit yang diinginkan harus dipenuhi level perbandingan
daya sinyal dan derau (SNR) tertentu. Nilai SNR bergantung pada beberapa faktor,
misalnya teknik modulasi dan skema kontrol kesalahan yang digunakan. Pada sistem
berbasis spektrum tersebar umumnya perhitungan SNR dapat menggunakan
pendekatan perbandingan antara daya terima pelanggan ke-i setelah proses
penyebaran kembali dengan interferensi yang dialami pelanggan ke-i sehingga
diperoleh Persamaan (3.6) [4].
(3.6)
Substitusi Persamaan (3.4) dan (3.5) ke Persamaan (3.6) diperoleh Persamaan (3.7).
(3.7)
Dengan faktor layanan (service factor) S
i
:
Maka diperoleh Persamaan (3.8).
(3.8)
Pada kasus layanan tunggal (single service case) setiap sinyal pelanggan
ditransmisikan dengan menggunakan nilai SF yang sama dan menyebabkan faktor
layanan S
i
untuk setiap pelanggan besarnya juga sama. Dengan asumsi faktor
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
35
interferensi untuk setiap kombinasi kode nilainya sama maka diperoleh Persamaan
(3.9) dan (3.10).
(3.9)
(3.10)
Dengan asumsi level daya P
R
pada Node B untuk setiap pelanggan adalah
sama maka Persamaan (3.8) berubah menjadi Persamaan (3.11).
(3.11)
Dari Persamaan (3.11) dapat dilihat bahwa pembagi harus memenuhi
Persamaan (3.12).
(3.12)
Adanya rugi-rugi propagasi menyebabkan kemungkinan tidak terpenuhinya
level daya terima yang diinginkan pada Node B. Hal ini disebabkan daya transmisi
UE yang terbatas. Untuk itu perlu dihitung rugi propagasi maksimal yang diizinkan
dengan menggunakan Persamaan (3.13).
(3.13)
Dimana:
L
P max
adalah rugi propagasi maksimal yang diizinkan (dB)
P
S max
adalah daya transmisi maksimal UE (dBm)
P
R
adalah daya terima pada Node B (dBm)
G
UE
adalah penguatan antena UE (dB)
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
36
G
B
adalah penguatan antena Node B (dB)
L
UE
adalah rugi pada UE (dB)
L
B
adalah rugi pada Node B (dB)
L
F
adalah fading margin (dB)
Setelah nilai rugi propagasi maksimal yang diizinkan diperoleh, dapat
diperkirakan jarak maksimal yang diizinkan antara UE dengan Node B dengan
menggunakan persamaan model propagasi radio COST 231 Hata. Jarak inilah yang
kemudian menjadi perkiraan daerah cakupan dari satu sel jaringan UMTS.
Dengan asumsi sel berada pada daerah suburban, tinggi antena Node B 50 m,
tinggi antena UE 1,5 m dan besar frekuensi 2 GHz, persamaan rugi propagasi untuk
model COST 231 Hata menjadi Persamaan (3.14).
(3.14)
Untuk daerah urban persamaan rugi propagasi untuk model COST 231 Hata menjadi
Persamaan (3.15).
(3.15)
Dimana:
L
P max
adalah rugi propagasi maksimal yang diizinkan pada sistem
d
max
adalah jarak maksimal yang diizinkan antara UE dengan Node B.
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
37
BAB IV
PERHITUNGAN DAERAH CAKUPAN SATU SEL PADA JARINGAN UMTS
Perhitungan daerah cakupan sel dilakukan dalam dua tahap, yaitu perhitungan
batas maksimal jumlah pelanggan aktif dalam satu sel dan jarak maksimal yang
diizinkan antara UE dengan Node B.
4.1 Perhitungan Batas Maksimal Jumlah Pelanggan Aktif Dalam Satu Sel
Parameter yang digunakan dalam perhitungan diperlihatkan pada Tabel 4.1.
Parameter Nilai
SNR 3 dB
SF 4, 8,16, 32, 64, 128, 256
0,5
Langkah perhitungan batas maksimal pelanggan aktif dalam satu sel:
1. SNR diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk tanpa satuan
SNR
dB
= 3 dB
2. Perhitungan faktor layanan S (sebagai contoh untuk SF = 256)
3. Perhitungan batas maksimal jumlah pelanggan aktif
Tabel 4.1 Parameter perhitungan batas maksimal jumlah pelanggan aktif
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
38
Dari contoh perhitungan diperoleh batas maksimal jumlah pelanggan aktif
dalam satu sel untuk SNR sebesar 3 dB, faktor penyebaran 256 dan faktor interferensi
0,5 adalah 256 pelanggan.
Perhitungan batas maksimal jumlah pelanggan aktif pada tugas akhir ini
menggunakan program yang ditulis dengan bahasa pemrograman Matlab (Lampiran
1). Dengan menggunakan parameter pada Tabel 4.1 diperoleh grafik yang
diperlihatkan pada Gambar 4.1.
faktor layanan
0 20 40 60 80 100 120 140
0
50
100
150
200
250
300
Juml ah Maksi mal Pel anggan dal am Satu Sel Jari ngan UMTS
Faktor Layanan (S)
J
u
m
l
a
h
P
e
l
a
n
g
g
a
n
(
n
)
e =0,5
Gambar 4.1 Grafik jumlah maksimal pelanggan dalam satu sel jaringan UMTS sebagai fungsi dari
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
39
Dari Gambar 4.1 dapat dilihat jumlah maksimal pelanggan yang diizinkan
dalam satu sel bervariasi untuk tiap faktor layanan. Jumlah maksimal pelangan
tertinggi diperoleh ketika faktor layanan pelanggan adalah 128 (faktor penyebaran
256) yaitu 256 pelanggan. Jumlah maksimal pelanggan terendah diperoleh ketika
faktor layanan yang digunakan adalah 2 (faktor penyebaran 4) yaitu 4 pelanggan.
4.2 Perhitungan Jarak Maksimal Antara UE Dengan Node B
Parameter yang digunakan dalam perhitungan jarak maksimal antara UE
dengan Node B diperlihatkan pada Tabel 4.2.
Parameter Nilai
N
0
- 90 dBm
S 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128
n max 256 pelanggan
0,5
F 2 GHz
h
B
50 m
h
UE
1,5 m
P
S max
125 mW
UE loss 2 dB
Gain antena Node B 17 dB
Node B loss 3 dB
Fading margin 11 dB
Langkah perhitungan jarak maksimal antara UE dengan Node B:
1. N
0
diubah ke bentuk mW
N
0 dB
= - 90 dBm
Tabel 4.2 Parameter perhitungan jarak maksimal antara UE dengan Node B
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
40
2. Perhitungan level daya terima pelanggan pada Node B (sebagai contoh untuk
n = 25, = 0,5 dan S = 128)
3. Level daya terima diubah ke bentuk dBm
4. P
S max
diubah ke bentuk dBm
5. Perhitungan rugi propagasi maksimal yang diizinkan
6. Perhitungan jarak maksimal yang diizinkan antara UE dengan Node B
(daerah suburban)
134,7 + 33,8 log d = 132,614
d = 0,868 km
d = 868 m
7. Perhitungan jarak maksimal yang diizinkan antara UE dengan Node B
(daerah urban)
137,7 + 33,8 log d = 132,614
d = 0,707 km
d = 707 m
Dari contoh perhitungan diperoleh rugi propagasi maksimal yang diizinkan
untuk faktor interferensi sebesar 0,5 , faktor layanan 128 dan 25 pelanggan aktif
dalam sel adalah 132,614 dB. Dari rugi propagasi tersebut diperkirakan jarak
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
41
maksimal yang diizinkan antara UE dengan Node B untuk frekuensi 2 GHz, tinggi
antena Node B 50 m dan tinggi antena UE 1,5 m adalah 868 m untuk daerah
suburban dan 707 m untuk daerah urban.
Perhitungan jarak maksimal yang diizinkan antara UE dengan Node B pada
tugas akhir ini menggunakan program yang ditulis dengan bahasa pemrograman
Matlab (Lampiran 2). Dengan menggunakan parameter pada Tabel 4.2 diperoleh
grafik yang diperlihatkan pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3.
penyebaran yang bervariasi (daerah suburban)
Pada Gambar 4.2 dapat dilihat jarak maksimal yang diizinkan antara UE
dengan Node B untuk daerah suburban. Jarak maksimal yang diizinkan bervariasi
untuk tiap faktor penyebaran dan jumlah pelanggan aktif dalam sel tersebut. Jarak
maksimal terjauh diperoleh ketika hanya satu pelanggan yang aktif dan pelanggan
0 50 100 150 200 250 300
200
300
400
500
600
700
800
Perki raan Coverage Sel Jari ngan UMTS
J umlah Pelanggan
J
a
r
a
k
(
m
e
t
e
r
)
SF=4
SF=8
SF=16
SF=32
SF=64
SF=128
SF=256
Gambar 4.2 Grafik daerah cakupan sel sebagai fungsi dari jumlah pelanggan dengan faktor
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
42
tersebut menggunakan faktor penyebaran 256 yaitu sejauh 893 meter. Jarak
maksimal terdekat adalah sama untuk tiap-tiap faktor penyebaran yaitu ketika
pelanggan yang aktif mencapai batas maksimal yang diizinkan yaitu sejauh 173
meter.
penyebaran yang bervariasi (daerah urban)
Pada Gambar 4.3 dapat dilihat jarak maksimal yang diizinkan bervariasi
untuk tiap faktor penyebaran dan jumlah pelanggan aktif dalam sel tersebut. Jarak
maksimal terjauh diperoleh ketika hanya satu pelanggan yang aktif dan pelanggan
tersebut menggunakan faktor penyebaran 256 yaitu sejauh 728 meter. Jarak
maksimal terdekat adalah sama untuk tiap-tiap faktor penyebaran yaitu ketika
pelanggan yang aktif mencapai batas maksimal yang diizinkan yaitu sejauh 141
meter.
0 50 100 150 200 250 300
200
300
400
500
600
700
Perki raan Coverage Sel Jari ngan UMTS
J umlah Pelanggan
J
a
r
a
k
(
m
e
t
e
r
)
SF=4
SF=8
SF=16
SF=32
SF=64
SF=128
SF=256
Gambar 4.3 Grafik daerah cakupan sel sebagai fungsi dari jumlah pelanggan dengan faktor
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
43
BAB V
PENUTUP
Berikut ini kesimpulan dari pembahasan babbab sebelumnya dan saran serta
kemungkinan pengembangan dan penyempurnaan tugas akhir ini.
5.1 Kesimpulan
1. Semakin besar faktor penyebaran yang digunakan dalam transmisi sinyal
informasi maka semakin banyak jumlah pelanggan yang dapat aktif dalam
satu sel.
2. Semakin banyak jumlah pelanggan yang aktif dalam satu sel menyebabkan
semakin kecilnya rugi propagasi maksimal yang diizinkan serta semakin
besarnya interferensi yang dialami sinyal satu pelanggan. Hal ini
menyebabkan semakin dekat jarak maksimal yang diizinkan antara UE
dengan Node B.
3. Semakin besar faktor penyebaran dari kode penebar yang digunakan dalam
transmisi sinyal informasi menyebabkan semakin besarnya rugi propagasi
maksimal yang diizinkan serta semakin jauh jarak maksimal yang diizinkan
antara UE dengan Node B.
5.2 Saran
Analisis coverage sel dapat dilakukan dengan menggunakan simulasi. Dalam
analisis dapat juga diperhitungkan kasus layanan jamak (multi service case).
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
44
DAFTAR PUSTAKA
1. City RF Propagation Model.
faculty.ksu.edu.sa/adelali/Student%20Presentations%20May%202008/City%
20RF%20Propagation%20Models.pdf, diakses tanggal 25 Agustus 2008.
2. Garg, Vijay. Wireless Communications and Networking. Elseiver, Inc.
2007. Hal 47-50.
3. Holma, Hari; Toskala, Anti. WCDMA For UMTS (Radio Access for Third
Generation Mobile Communications). John Wiley & Sons, Ltd. 2004. Hal
1-10 dan 75-80.
4. J.Schuler, et al. Performance Analysis Of A Single Umts Cell. torsten-
mueller.net/publications/eww2000_UMTS.pdf, di akses tanggal 9 Juli 2008.
5. Karim, MR; Saraf, M. WCDMA and CDMA 2000 For 3G Mobile
Network. McGraw Hill. 2002. Hal 55-106.
6. Korhonen, Juha. Introduction to 3G Mobile Communication. Artech
House. 2003. Hal 25-36 dan 111-116.
7. Rao, Rama T; Prassad M.V.S.N. Coverage and Capacity Studies for A
CDMA Cell In Different Radio Propagation Environment.
www.ursi.org/Proceedings/ProcGA05/pdf/F04.2(0531).pdf, di akses tanggal
31 Mei 2008.
8. Smith, Clint; Collins, Daniel. 3G Wireless Network. McGrawHill. 2002. Hal
221-257.
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
45
9. WCDMA Link Budget. www.umtsworld.com/technology/linkbudget.htm,
diakses tanggal 9 Juli 2008.
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
Lampiran 1
%========================================================================
%Li st pr ogr amunt uk menghi t ung j uml ah maksi mal pel anggan
%dal amsat u sel j ar i ngan UMTS.
%Dengan f akt or penyebar an SF ber var i asi .
%
%ol eh : Adhi t ya Tr i Ananda Nasut i on
%4 Mar et 2009, 11: 48 am
%========================================================================
cl ear ;
cl c;
%par amet er yang di gunakan dal amper hi t ungan
snr _db = 3; %SNR si nyal t er i ma pada Node B
sf = [ 4 8 16 32 64 128 256] ; %f akt or penyebar an
e = 0. 5; %f akt or i nt er f er ensi
%ni l ai SNR di ubah ke bent uk t anpa sat uan
snr = r ound( 10^( snr _db/ 10) ) ;
%menghi t ung f akt or l ayanan S
s = sf / snr ;
%menghi t ung bat as maksi mal pel anggan dal amsat u sel
bat as = cei l ( s. / e+1) ;
%j uml ah pel anggan yang mungki n har us l ebi h keci l dar i
%bat as maksi mal dal amsat u sel
n = bat as- 1;
%menampi l kan gr af i k hasi l per hi t ungan
pl ot ( s, n, ' r ' ) , . . .
t i t l e( ' J uml ah Maksi mal Pel anggan dal amSat u Sel J ar i ngan UMTS' , . . .
' f ont wei ght ' , ' bol d' ) , . . .
xl abel ( ' Fakt or Layanan ( S) ' ) , . . .
yl abel ( ' J uml ah Pel anggan ( n) ' ) , . . .
l egend( ' e = 0, 5' ) , . . .
gr i d on
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
Lampiran 2
%========================================================================
%Li st pr ogr amunt uk menghi t ung per ki r aan cover age sat u sel j ar i ngan UMTS
%sebagai f ungsi dar i j uml ah pel anggan yang akt i f pada sel t er sebut dengan
%f akt or penyebar an SF yang ber var i asi .
%
%ol eh: Adhi t ya Tr i Ananda Nasut i on
%4 Mar et 2009, 12: 35 pm
%
%Dal amper hi t ungan di gunakan model pr opagasi COST 231 Hat a.
%Unt uk f r ekuensi 2 GHz, t i nggi ant ena Node B 50 mdan
%t i nggi ant ena UE 1, 5 mdi per ol eh per samaan r ugi pr opagasi nya
%134, 7 + 33, 8 l og d + C
%di mana :
%C = 0 dB unt uk daer ah subur ban
%C = 3 dB unt uk daer ah ur ban
%d adal ah j ar ak ant ar a UE dengan Node B ( km)
%
%Dal amper hi t ungan ni l ai C dapat di gant i sesuai dengan kebut uhan anal i si s
%( daer ah subur ban at au ur ban)
%========================================================================
cl ear ;
cl c;
%par amet er yang di gunakan dal amper hi t ungan
c = 0; %daer ah subur ban at au ur ban?
snr _db = 3; %SNR si nyal t er i ma pada Node B
sf = [ 4 8 16 32 64 128 256] ; %f akt or penyebar an
e = 0. 5; %f akt or i nt er f er ensi
no_dbm = - 90; %i nt er f er ensi dar i sel l ai n
ps_mw = 125; %daya t r ansmi si UE
gs_db = 0; %penguat an ant ena UE
gr _db = 17; %penguat an ant ena Node B
l s_db = 2; %r ugi pada UE
l r _db = 3; %r ugi pada Node B
f adi ng_db = 11; %r ugi aki bat f adi ng
%ni l ai SNR di ubah ke bent uk t anpa sat uan
snr = r ound( 10^( snr _db/ 10) ) ;
%ni l ai Ps di ubah ke bent uk dBm
ps_dbm= 10*l og10( ps_mw) ;
%ni l ai No di ubah ke bent uk mW
no_mw = 10^( no_dbm/ 10) ;
%menghi t ung f akt or l ayanan S
s = sf / snr ;
%menghi t ung bat as maksi mal pel anggan dal amsat u sel
bat as = cei l ( s/ e +1) ;
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009
%j uml ah pel anggan yang mungki n har us l ebi h keci l dar i
%bat as maksi mal dal amsat u sel
n = bat as- 1;
%Hasi l per hi t ungan unt uk l evel si nyal t er i ma pada Node B, r ugi pr opagasi
%dan j ar ak maksi mal ant ar a UE dengan Node B masi n- masi ng di si mpan dal am
%mat r i ks ber di mensi 256X7
%dengan
%t i ap bar i s unt uk j uml ah pel anggan n yang akt i f
%t i ap kol omunt uk f akt or l ayanan S yang ber beda
pr _mw = zer os( n( 1, 7) , 7) ;
pr _dbm = zer os( n( 1, 7) , 7) ;
l p_db = zer os( n( 1, 7) , 7) ;
l og_j ar ak = zer os( n( 1, 7) , 7) ;
j ar ak_km = zer os( n( 1, 7) , 7) ;
j ar ak_m = zer os( n( 1, 7) , 7) ;
f or x = 1: 7
f or y = 1: n( 1, x)
pr _mw( y, x) = no_mw / ( s( 1, x) - e*( y- 1) ) ;
pr _dbm( y, x) = 10*l og10( pr _mw( y, x) ) ;
l p_db( y, x) = ps_dbm- pr _dbm( y, x) + gs_db + gr _db. . .
- l s_db - l r _db - f adi ng_db;
l og_j ar ak( y, x) = ( l p_db( y, x) - ( 134. 7+c) ) / 33. 8;
j ar ak_km( y, x) = ( 10^l og_j ar ak( y, x) ) ;
j ar ak_m( y, x) = r ound( 1000*j ar ak_km( y, x) ) ;
end
end
%menampi l kan gr af i k hasi l per hi t ungan
i = 1: n( 1, 7) ;
pl ot ( i , j ar ak_m( : , 1) , . . .
i , j ar ak_m( : , 2) , . . .
i , j ar ak_m( : , 3) , . . .
i , j ar ak_m( : , 4) , . . .
i , j ar ak_m( : , 5) , . . .
i , j ar ak_m( : , 6) , . . .
i , j ar ak_m( : , 7) ) , . . .
t i t l e( ' Per ki r aan Cover age Sel J ar i ngan UMTS' , ' f ont wei ght ' , ' bol d' ) , . . .
xl abel ( ' J uml ah Pel anggan' ) , . . .
yl abel ( ' J ar ak ( met er ) ' ) , . . .
yl i m( [ j ar ak_m( 256, 7) j ar ak_m( 1, 7) ] ) , . . .
l egend( ' SF=4' , ' SF=8' , ' SF=16' , ' SF=32' , ' SF=64' , ' SF=128' , ' SF=256' ) , . . .
gr i d on
Adhityia Tri Ananda Nasution : Analisis Daerah Sel Jaringan Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) Ditinjau Dari
Arah UPLINK, 2009.
USU Repository 2009