You are on page 1of 5

MAPPING Taenia saginata Aisyah Wardani NIM.

2110610012 Asia Tenggara adalah merupakan kawasan dimana Taenia saginata berada dengan presentase prevalensi rendah yaitu sekitar 1% (Sheikh dkk, 2008; Del Brutto, 2005; Marianto, 2011). Indonesia adalah salah satu dari lima negara penyandang kasus infeksi taeniasis dan sistiserkosis terbesar di daerah tropis (Nugarahandhini dan Widodo, 2013). Infeksi cestoda usus tersebut terdapat di tiga provinsi Indonesia dengan status endemi yaitu Sumatera Utara, Papua dan Bali (Ito dkk, 2002; Margono dkk, 2001; Simanjuntak dkk, 1997; Estuningsih, 2009). Penyakit taeniasis dan sistiserkosis sangat berkaitan erat dengan faktor sosiokultural, salah satunya adalah kebiasaan mengonsumsi makanan yang kurang sehat (Estuningsih, 2009). Penyakit taeniasis dan sistiserkosis disebabkan oleh Taenia saginata. Taenia saginata disebut juga cestoda usus karena habitat cacing ini dalam tubuh manusia terletak pada usus halus bagian atas. Manusia merupakan hospes definitif karena cacing Taenia saginata yang berkembang di usus manusia merupakan cacing Taenia saginata fase dewasa. Manifestasi cacing mengelompokkan Taenia saginata merupakan kelompok cacing endoparasit. Cara parasit Taenia saginata dapat berpindah ke manusia melalui oral. Cacing yang menginfeksi manusia ini kemudian keluar melalui feses dalam bentuk telur maupun proglotid gravid. Apabila feses manusia di buang di sembarang tempat, maka telur maupun proglotid gravid akan sampai di dalam tanah. Kemudian apabila hospes intermediet berupa sapi atau kerbau berhabitat di tempat tersebut ataupun sapi mengkonsumsi rumput atau air di tanah yang telah dinaungi telur dan proglotid gravid (akibat feses manusia yang terinfeksi), maka sapi akan mencerna telur dan proglotid gravid secara tidak sengaja. Telur dan proglotid gravid tersebut akan menetas dalam waktu 10-40 menit dalam sistem pencernaan hospes intermediet dengan bantuan enzim. Kemudian telur yang menetas dan proglotid gravid menembus dinding usus kemudian melalui sirkulasi akan mencapai predileksinya, yakni otot jantung, rahang lidah dan diafragma sehingga menimbulkan sebuah evaginasi pada otot. Penonjolan tersebut disebut kista yang dinamakan Cysticercus bovis. Bila daging sapi berisi kista tersebut dimakan manusia dalam keadaaan mentah atau setengah matang, Cysticercus bovis kembali dapat menginfeksi manusia. Untuk mengurangi prevalensi kehadiran infeksi cacing tersebut makan dibutuhkan suatu pemutusan siklus hidup. Salah satunya adalah memperbaiki kondisi berberapa faktor penyebab penyakit. Terdapat 3 faktor yang harus dipantau yakni hospes definitif, lingkungan dan hospes intermediet.

Hospes definitif dapat menginfeksi hospes intermediet melalui sistem buang air besar yang tidak sesuai. Tidak adanya fasilitas jamban pada rumah, maka akan menyebabkan manusia buang air di sembarangan tempat. Buang besar adalah point utama dimana manusia dapat menginfeksi sapi karena predileksi Taenia saginata terdapat pada sistem pencernaan manusia, yaitu pada jejunum bagian atas dimana telur dan proglotid gravidnya akan hinggap di feses manusia dan termakan sapi pada tempat tertentu. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyuluhan terhadap masyarakat terhadap pentingnya membuat jamban di tiap rumah. Sedangkan manusia dapat terinfeksi taeniasis melalui oral. Daging sapi infektif (mengandung kista) yang diolah dan disimpan tidak baik kemudian dimakan manusia. Untuk menghindari terjadinya taeniasis pada masyrakat maka perlu diadakan penyuluhan terhadap ibu-ibu di wilayah tertentu (misalnya RT tertentu pada kelurahan tertentu di kota Malang) mengenai pengolahan dan penyimpanan daging serta penggunaan alat-alat dapur yang higienis. Dalam mengobati hospes definitif maka baiknya menggunakan obat herbal untuk mencegah terjadinya resistensi. Obat herbal tersebut memanfaatkan zat aliin bawang dimana zat aliin merupakan antihelminth. Bawang yang notabene dikenal masyarakat dengan pelengkap bumbu-bumbu makanan dapat digunakan sebagai antihelminth. Hospes intermediet dapat menginfeksi manusia melalui oral yaitu pemberian rumput yang tidak sehat atau tercemar telur dan proglotid gravid pada feses manusia. Untuk itu maka perlu ada penyuluhan terhadap peternak di rumah-rumah warga yang memiliki hewan ternak (sapi atau kerbau) ataur pun RPH (Rumah Potong Hewan) untuk memberikan makanan sehat bagi hewan ternaknya. Untuk meningkatkan ketersediaan makanan yang sehat bagi sapi maka dibutuhkan adanya pendayagunaan lahan lahan sebagai pembudidayaan rumput sehat. Rumput sehat yang telah diberi vitamin kemudian dikemas dalam box package ataupun plastic package untuk tetap menjaga kebersihannya. Untuk mengurangi infeksi taeniasis pada manusia maka sapi atau kerbau terinfeksi diberi obat herbal dengan memanfaatkan limbah kulit delima sebagai antihelminth.

Pemeriksaan feses merupakan tindakan sederhana dalam mengetahui tingkat penyebaran infeksi cacing , tidak hanya cacing Taenia saginata. Tidak adanya nilai pasti berapa presentase penyebaran infeksi cacing di Kota Malang maka pemeriksaan feses harusnya dilakukan. Pemeriksaan feses bisa saja dilakukan oleh biolog pada wilayah tertentu (misalnya di rumah masyarakat yang memiliki hewan ternak atau RPH) dimana hal tersebut berperan juga untuk melengkapi data presentase penyebaran infeksi cacing pemerintah kota Malang. Sebagai seorang

biolog yang berada di lingkungan Universitas Islam Malang, maka kontribusi yang dapat dilakukan yaitu: Memberi himbauan bagi warga UNISMA untuk mengonsumsi makanan di warung makanan yang bersih. Memberi penyuluhan atau minimal himbauan bagi pemilik warung makan untuk mengolah dan menyimpan makanan dengan baik serta menggunakan alat-alat dapur dengan sehat.

REVIEW THE RESULT OF THE DISCUSS OF MALARIASIS Group A Aisyah Wardani 2110610012 a. Tujuan mengetahui malariasis Untuk mengetahui bagaimana siklus hidup terjadinya malariasis. Untuk mengetahui dampak yang timbul akibat malariasis. Untuk mengetahui langkah langkah mengurangi dan mencegah terjadinya dampak (memutus siklus hidup). Untuk mengetahui penyebaran penyakit (epidemiologi) malariasis. Untuk mengetahui nomenklatur organisme berpengaruh terhadap malariasis. b. Hubungan dengan wawasan parasitologi Malariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh jenis protozoa Plasmodium malariae. Plasmodium sp tersebut selalu membutuhkan organisme lain dalam melakukan perkembangbiakan, sehingga disebut parasit obligat. Organisme tersebut tergolong endoparasit karena hidup pada sistem sirkulasi. c. Hubungan dengan teori heterogenesis Pada awalnya Plasmodium sp memiliki hidup yang mandiri dan tidak membutuhkan organisme lain. Tetapi karena adanya perubahan alam pada daerah tempat terdistribusinya, maka Plasmodium sp mempertahankan diri dengan lingkungan tersebut. Terjadinya perubahan lingkungan menimbulkan pengaruh yang berbeda-beda tiap individu Plasmodium sp Beberapa Plasmodium sp tertentu mati dan sebagian lainnya melakukan adaptasi sehingga Plasmodium sp berevolusi dengan mengubah perkembangan faal tubuh (fisiologi) dan kondisi fisiknya (morfologi). Pengaruh yang berbedabeda tiap individu tersebut dapat menurunkan berbagai jenis keturunan (filial pertama) sehingga menurunkan Plasmodium sp yang sekarang yaitu Plasmodium sp yang membutuhkan organisme lain untuk berkembang biak. d. Hospes definitif dan hospes intermediet Plasmodium sp Plasmodium sp memiliki 2 hospes yaitu hospes definitif dan hospes intermediet. Hospes definitif Plasmodium sp terdapat pada nyamuk dimana perkembangan parasit pada fase seksual terdapat pada nyamuk. Nyamuk yang diinfeksi adalah nyamuk Anopheles sp. Kemudian apabila nyamuk Anopheles sp terinfeksi tersebut menginokulasikan Plasmodium sp menuju hospes intermediet yaitu manusia dan hewan mamalia, maka hospes intermediet akan terjangkit malariasis. Cara Plasmodium sp dapat berpindah menuju tubuh hospes intermediet tersebut disebut pasif inokulatif dimana Plasmodium sp dimasukkan menggunakan proboscis nyamuk Anopheles sp bersama dengan ludah dan Plasmodium sp di permukaan kulit (satu lapis di bawah lapisan epidermis) dan masuk ke dalam darah manusia atau mamalia. Dalam waktu tiga puluh menit Plasmodium yang mula-mula ada pada fase sporozoid memasuki sel sel parenkim hati dan parasit berkembang. Sel hati yang

mengandung parasit kemudian pecah dan merozoid keluar dengan bebas. Merozoid memasuki sel darah merah dan berkembang menjadi skizon matang. Sebagian merozoid membentuk gametosit (gametosit jantan dan betina). Apabila nyamuk Anopheles sp betina kembali menghisap darah yang di dalamnya mengandung gametosit jantan dan betina maka Anopheles sp terinfeksi. Kemudian pada tubuh nyamuk terjadi fase seksual dimana menghasilkan ookinet yaitu cacing pendek yang menembus sel epitel dan membran basal dinding lambung dan membesar membentuk ookista. Di dalam ookista terdapat ribuan sporozoid. Sporozoid dapat menembus kelenjar nyamuk sehingga apabila nyamuk menusukkan proboscis pada manusia atau mamalia maka sporozoid masuk dalam darah manusia atau mamalia. e. Menurut lamanya Plasmodium sp termasuk parasit Plasmodium sp merupaka parasit stationer berkala dimana fase seksual menetap pada nyamuk Anopheles sp sedangkan fase aseksual pada eritrosit manusia atau mamalia. Sedangkan nyamuk Anopheles sp merupakan parasit temporer dimana hinggap pada tubuh manusia apabila nyamuk tersebut lapar.

You might also like