You are on page 1of 17

MAKALAH

REVITALISASI POSISI PEREMPUAN DALAM PEMBENTUKAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK MELALUI PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN

DISUSUN OLEH :

ROZANA

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) CABANG MALANG 2013

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................... KATA PENGANTAR .............................................................................. PENDAHULUAN ..................................................................................... A. Latar Belakang ............................................................................... B. Rumusan Masalah .......................................................................... C. Tujuan Penulisan ............................................................................ D. Manfaat ........................................................................................... PEMBAHASAN ....................................................................................... A. Gambaran Umum Tata Pemerintahan di Indonesia ....................... B. Partisipasi Politik Perempuan ......................................................... 1. Kedudukan Perempuan dalam Pengambilan Keputusan ........... 2. Perwakilan Perempuan di Tata Pemerintahan ........................... 3. Tantangan Terbesar dalam Perwakilan Perempuan ................... C. Strategi Pemecahan Hambatan Perwakilan Perempuan ................. 1. Langkah Publik .......................................................................... 2. Langkah Organisasi Perempuan ................................................ 3. Pembentukan Aliansi ................................................................. 4. Pembagian Peran ....................................................................... 5. Merangkul Generasi Muda ........................................................ KESIMPULAN ......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

i ii

1 3 3 3 4 4 6 8 9 10 10 10 10 11 11 11 12 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang berjudul Revitalisasi Posisi Perempuan dalam Pembentukan Tata Pemerintahan yang Baik melalui Partisipasi Politik Perempuan Makalah ini berisikan tentang informasi bahwa perempuan dan politik adalah salah satu isu utama dalam wacana politik di Indonesia, dibuat sebagai syarat pendaftaran peserta Latihan Kader II (LK II) HMI Cabang Depok. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua dan dapat diterima sebagai makalah yang lolos seleksi pendaftaran LK II. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Malang, 20 Januari 2013

Penyusun Rozana

i ii

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Good governance telah diterjemahkan dalam berbagai istilah, misalnya penyelenggaraan pemerintahan yang amanah, tata pemerintahan yang baik, pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggunjawab, dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (clean government). Governance mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatif dan kemitraan. Lebih lengkapnya adalah proses dimana berbagai unsur dalam masyarakat menggalang kekuatan dan otoritas, dan mempengaruhi dan mengesahkan kebijakan dan keputusan tentang kehidupan publik, serta pembangunan ekonomi dan sosial (Batubara, Alwi Hasyim, 2006). UNDP mendefinisikan tata pemerintahan adalah pelaksanaan wewenang di bidang ekonomi, politik dan administratif dalam kerangka mengelola urusan suatu negara di semua tingkatan. Hal itu terdiri dari mekanisme, proses dan institusi yang warga negaranya dapat mengartikulasikan kepentingannya, menggunakan hak haknya, melaksanakan kewajiban, dan menengahi perbedaan perbedaan diantara mereka (undp, 2003). UNDP memberikan sembilan (9) karakteristik pelaksanaan tata pemeritahan yang baik, dua (2) diantaranya adalah: a) Partisipasi (keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung, maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif) , dan b) Equity (setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan) (undp, 2003).

Salah satu aspek mendasar dari pembangunan manusia adalah partisipasi politik. Dunia saat ini masih dipenuhi ketidakadilan terhadap perempuan. Penghasilan yang diterima perempuan, misalnya hanya 75% yang diterima laki laki. Sekitar 46% dari orang dewasa yang buta huruf adalah perempuan. Persentase perempuan yang menduduki kursi diparlemen di dunia rata rata haya 14% dari total anggota parlemen (untuk Indonesia angka ini 8%) (undp, 2003). Perempuan yang jumlahnya hampir separuh atau 49,9% dari penduduk Indonesia saat ini, merupakan subyek, potensi dan aset pembangunan bangsa. Kalau tidak ada perempuan perempuan Indonesia dengan keahlian yang bermacam macam, pembangunan kita tidak bervariasi seperti sekarang. Oleh karena itu, perempuan harus diberdayakan karena sangatlah strategis dalam membangun budaya dan karakter bagi generasi pene rus bangsa. Absennya suara perempuan dalam tata pemerintahan yang sudah berlangsung lama dan sebag ian besar disebabkan oleh rendahnya representasi dan partisipasi di struktur kelembagaan, baik di pemerintah, partai politik, organisasi nonpemerintah, maupun perusahaan swasta. Namun peningkatan partisipasi politik perlu diarahkan lebih jauh lagi pada hubungan yang kompleks antara kekuasaan, kemiskinan dan partisipasi. Perempuan ingin dan butuh terlibat dalam putusan putusan yang mempengaruhi pribadinya, keluarga, komunitas dan negara (Idris, Kartini Fahmi, 2008). Peran perempuan dalam memajukan bangsa Indonesia mirip seperti sayap burung yang tidak mungkin bisa terbang dengan satu sayap, tetapi harus dengan dua sayap. Jika laki laki berperan sebagai sayap, maka perempuan adalah sayap yang lain. Agar masyarakat Indonesia berdiri diatas bangunan yang benar, maka UUD 1945 telah memberikan beban kepada masing masing laki laki dan perempuan. Sehingga untuk menciptakan tata pemerintahan yang baik diperlukan perumusan perangkat hukum dan pembentukan struktur struktur kelembagaan baru yang dapat melindungi hak hak politik, ekonomi, sosial dan budaya perempuan (Qarquti, Hanan, 2008). Ada banyak alasan kenapa begitu pentingnya pemberdayaan perempuan dalam negara yang berkembang. Keberhasilan pemberdayaan di negara berkembang adalah identik dengan keberhasilan usaha membangun bangsa. Kalau

ada rekapitulasi dalam bidang per-bank-kan, mestinya ada rekapitulasi dalam upaya pemberdayaan manusia yaitu dengan melipatgandakan program dan ilmu untuk pemberdayaan perempuan (Suyono, Haryono, 2003). Berdasarkan paparan diatas, maka penulis akan mengangkat judul Revitalisasi Posisi Perempuan dalam Pembentukan Tata Pemerintahan yang Baik melalui Partisipasi Politik Perempuan. Makalah ini akan menunjukkan bahwa perempuan dan politik adalah salah satu isu utama dalam wacana politik di Indonesia.

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana gambaran umum tata pemerintahan di Indonesia? 2. Bagaimana partisipasi politik perempuan di Indonesia saat ini? 3. Apa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi hambatan perwakilan perempuan?

C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui gambaran umum tata pemeritahan yang baik. 2. Untuk mengetahui sejauh mana partisipasi politik perempuan di Indonesia saat ini. 3. Untuk mengetahui langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi hambatan perwakilan perempuan.

D. Manfaat Penulisan Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah dapat dijadikan salah satu bahan rujukan dan diskusi dalam memperjuangkan posisi perempuan dalam kesetaraan politik demi terwujudnya tata pemerintahan yang baik.

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tata Pemerintahan di Indonesia Ada tiga pilar pokok yang mendukung kemampuan suatu bangsa dalam melaksanakan good governance, yakni: pemerintah (the state), civil society (masyarakat adab, masyarakat madani, masyarakat sipil), dan pasar atau dunia usaha. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab baru tercapai bila dalam penerapan otoritas politik, ekonomi dan administrasi ketiga unsur tersebut memiliki jaringan dan interaksi yang setara dan sinergis. Interaksi dan kemitraan seperti itu biasanya baru dapat berkembang subur bila ada kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta tata aturan yang jelas dan pasti. Good governance yang sehat juga akan berkembang sehat dibawah

kepemimpinan yang berwibawa dan memiliki visi yang jelas (Effendi, Sofyan, 2005). Berbagai assessment yang diadakan oleh lembaga-lembaga internasional selama ini menyimpulkan bahwa Indonesia sampai saat ini belum pernah mampu mengambangkan good governance. Mungkin karena alasan itulah Gerakan Reformasi yang digulirkan oleh para mahasiswa dari berbagai kampus telah menjadikan good governance, walaupun masih terbatas pada Pemberantasan Praktek KKN (Clean Governance). Namun, hingga saat ini salah satu tuntutan pokok dari Amanat Reformasi itupun belum terlaksana. Kebijakan yang tidak jelas, penempatan personil yang tidak kredibel, enforcement menggunakan, serta kehidupan politik yang kurang berorientasi pada kepentingnan bangsa telah menyebabkan dunia bertanya apakah Indonesia memang serius melaksanakan good governance. Pengembangan good governance harus menjadi tanggungjawab kita semua. Dalam kondisi seperti sekarang, pemerintah, yang selama ini mendapat tempat yang dominan dalam penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi, sukar diharapkan secara sadar dan sukarela, akan berubah dan menjelma menjadi bagian yang efektif dari good governance Indonesia. Karena itu pembangunan good governance dalam menuju Indonesia masa depan harus dilakukan melalui tekanan eksternal dari luar birokrasi atau pemerintah, yakni

melalui pemberdayaan civil society untuk memperbesar partisipasi berbagai warganegara dalam penyelenggaraan pemerintahan. Aksi aksi terorisme, penyebaran penyakit, bertahannya tingkat kemiskinan, serta merebaknya peranan perang sipil bukanlah hal ikhwal yang berdiri sendiri. Peristiwa peristiwa itu merupakan gejala politik dimana negara sebagai institusi terpenting dalam masyarakat gagal menjalankan perannya. Menurutnya, gejala kegagalan semacam itulah yang menjadi ancaman terbesar bagi umat manusia pada awal abad ke 21 (Fukuyama, 2005). Peran negara harus dipahami dalam dua dimensi, yaitu cakupan (scope) maupun kekuatan atau kapasitas (strenght). Kedua hal ini merupakan alat analisis untuk membedah apa yang sesungguhnya dimaksud dengan peran negara, serta peran seperti apa yang kita anggap idel untuk dilakukannya. Suatu negara yang kuat ditandai oleh kemampuannya manjamin bahwa hukum dan kebijakan yang dilahirkannya ditaati oleh masyarakat, tanpa harus menebarkan ancaman, paksaan, dan kecemasan yang berlebuhan. Elemen dasar yang ada pada negara yang kuat adalah otoritas yang efektif dan terlembaga. Jika terjadi pelanggaran atau penentangan terhadap otoritas ini, ia mampu mengatasinya, kalau perlu dengan alat alat pemaksa yang secara sah dikuasainya. Hanya dengan kekuatan semacam inilah negara mampu menjaga keamanan, ketertiban, kebebasan, serta jika bersifat intervensionis mampu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan ekonomi. Jika negara tidak mampu menjaga otoritas semacam ini, ia disebut sebagai negara lemah (Fukuyama, 2005). Baik negara yang kuat maupun yang lemah memiliki cakupan peranan yang berbeda, dan tidak otomatis berhubungan. Cakupan itu ditentukan dari seberapa jauh negara tersebut melakukan atau tidak melakukan kegiatan publik tertentu, seperti pembentukan sistem pertahanan dan peradilan, memungut pajak, melakukan intervensi dan regulasi ekonomi, dan membangun infrastruktur, dan semacamnya. Pembangunan negara adalah penciptaan lembaga lembaga pemerintahan baru dan penguatan lembaga lembaga yang telah ada. Pembangunan negara merupakan satu persoalan paling penting bagi komunitas dunia karena negara negara lemah atau gagal adalah sumber dari persoalan

dunia yang paling serius, mulai dari kemiskinan, AIDS, obat bius, hingga terorisme.

B. Partisipasi Politik Perempuan Pada saat ini, beberapa dekade setelah terbukanya kesempatan secara luas bagi perempuan untuk memasuki sekolah sekolah yang dikehendaki, keadaan masih menunjukkan kecenderungan umum, yakni semakin tinggi jenjang sekolah, semakin sedikit jumlah perempuannya dibanding pria. Gambaran yang sama juga ditemui dalam jenjang kepangkatan maupun posisi di birokrsi pemerintahan. Semakin tinggi kepangkatan ataupun posisi, semakin kecil jumlah perempuan yang mencapainya. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, pemerintah bersama sama dengan LSM memberi perhatian khusus terhadap pemberdayaan perempuan dibidang bidang sebagai berikut: perbaikan kualitas hidup perempuan, perbaikan perlindungan hukum terhadap buruh perempuan, peningkatan perempuan di masyarakat dan penciptaan serta pengkondisian iklim sosial bagi pengembangan jati diri perempuan (Mudzhar, Atho dkk, 2001). Dari fakta fakta sejarah kita peroleh gambaran yang menarik perhatian yang berhubungan dengan kedudukan dan peranan perempuan di Indonesia. Perempuan Indonesia ternyata bisa memperoleh kedudukan, wewenang dan kekuasaan tertinggi sebagai kepala negara. Di samping itu, mereka juga telah berkiprah diberbagai bidang yang sering dianggap sebagai duniaan laki laki. Hal ini bertentangan sekali dengan gambaran umum yang ada tentang Indonesia dimana kaum perempuan yang dibedakan dari kaum laki laki mempunyai kedudukan yang rendah dan hidup terkekang. Mereka seolah olah tidak mempunyai peluang untuk berkembang. Dalam kenyataannya, terdapat banyak bukti bahwa di masa lalu kaum perempuan Indonesia pernah memegang jabatan pimpinan sebagai kepala negara dan juga berperan aktif dalam berbagai bidang, baik politik, ekonomi, sosial dan budaya, bahkan militer. Misalnya Kerajaan Majapahit di Jawa Timur juga pernah diperintah oleh seorang raja putri selama 22 tahun. Ketika Raja Jayanegara meninggal pada tahun 1328 tidak meninggalkan putra mahkota. Maka adiknya seorang putri diangkat untuk menggantikannya dengan gelar Ratu

Tribhuwanatunggadewi

Jayawisnuwardhani.

Perempuan

seperti

Ratu

Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani ini bisa dikategorikan sebagai pimpinan tradisional karena pada umumnya mereka nerkuasa berdasarkan jenjang keturunan dari keluarga elit tradisonal. Keadaan berubah ketika pendidikan Barat yang bersifat modern mulai diperkenalkan dan mendorong munculnya kelompok baru yang disebut kaum elit modern. Mereka memiliki wawasan dan cakrawala pandang yang lebih luas dan memahami dimensi permasalahan dengan lebih mendalam. Ide ide luar yang mereka pelajari, seperti liberalisme, nasionalisme, dan hak asasi manusia menambah kemampuan mereka memahami persoalan yang dihadapi oleh bangsanya pada masa itu yang hidup dalam alam penjajahan (Mudzhar, Atho dkk, 2001). Kiprah kepemimpinan perempuan dalam masyarakat Indonesia semakin berkembang walaupun secara proporsional jumlahnya belum seimbang dengan jumlah penduduk secara keseluruhan. Demikian juga dalam hal kualitasnya masih belum dapat mengimbangi kualitas kaum laki laki. Pada jabatan birokrasi atau pemerintahan, dalam eselon I sampai III pada tahun 1984 hanya terdapat 5,5% dan tahun 1989 naik menjadi 6,5%. Dalam kabinet Presiden tahun 2001 hanya ada satu menteri yang menjabat pimpinan departemen yang secara tradisional dianggap cocok untuk perempuan, yaitu Departemen Sosial dan seorang Menteri Negara Urusan Peranan Wanita. Dalam Kabinet Pembangunan VII jumlah menteri perempuan bertambah satu menjadi tiga orang. Bila kita tinjau dari angka angka statistik untuk anggota DPR maka gambaran umum bahwa perempuan masih terbelakang semakin jelas (Mudzhar, Atho dkk, 2001). Dari fakta sejarah yang telah dikemukakan di atas, terdapat bukti bahwa perempuan Indonesia sebenarnya pernah berkiprah menjadi pemimpin dalam segala bidang kemasyarakatan; bahkan menjadi kepala negara dan pemerintahan. Namun dalam kenyataannya masa kini, nampaklah bahwa peluang untuk tampil menghadapi banyak hambatan. Padahal kita tahu bahwa peluang untuk itu semakin banyak tersedia. Kesempatan memperoleh pendidikan pun semakin beragam dan terbuka lebar.

1.

Kedudukan Perempuan dalam Pengambilan Keputusan Perempuan berkeinginan mempengaruhi keputusan keputusan yang

menyangkut kehidupan dan keluarga mereka, perekonomian dan nasib masyarakat, negara, serta struktur hubungan internasional. Partisipasi politik dan representasi perempuan merupakan esensi dari perjuangan tersebut. Hal itu juga memungkinkan perempuan dan laki laki dari segala ras dan usia untuk menikmati hak hak asasinya. Hal itu sekaligus merupakan jalan untuk mempengaruhi alokasi sumber daya pembangunan yang merata dan yang menentukan kehidupan baik bagi perempuan dan laki laki di segala usia (undp, 2003). Sebenarnya dasar hukum kesetaraan hak dan kesempatan bagi perempuan cukup kuat. Namun, sekalipun dalam kerangka hukum formal yang sudah progresif, banyak kendala masih menghambat partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan di semua tingkat. Masih banyak kalangan perempuan yang tidak memahami hak hak mereka karena kurangnya kesadaran mereka dan informasi yang kurang memadai. Begitu juga, sebagian besar kaum pria belum menyadari betapa pentingnya kesetaraan perempuan dalam pengambilan keputusan. Lingkungan sosial budaya yang ada tidak kondusif bagi partisipasi penuh perempuan dalam dunia politik atau pengambilan keputusan skala nasional, sementara banyak kendala institusional masih menghambat akses kaum perempuan kepada kekuasaan (Gardiner, Mayling Oey, 1996). Karena itu, walaupun ada wakil rakyat perempuan dan Menteri Urusan Peranan Wanita dalam politik Indonesia, hanya sedikit sekali kaum perempuan terlibat dalam pembuatan kebijakan, perencanaan pembangunan, atau menduduki posisi penentu kebijakan yang mampu menentukan program dan proyek pembangunan. Setelah menyadari bahwa partisipasi ekonomi dan partisipasi politik tidak dapat dipisahkan, maka transformasi kelembagaan diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pemberdayaan ekonomi dan politik perempuan. Pemahaman yang lebih mendalam atas hambatan di pasar tenaga kerja dan upah kerja juga penting sebagai prasyarat bagi transformasi tersebut. Hal itu penting terutama karena kemandirian ekonomi perempuan merupakan

faktor kritis bagi upaya mempengaruhi keputusan yang menyangkut kehidupan perempuan dan keluarganya.

2.

Perwakilan Perempuan di Tata Pemerintahan Kesetaraan gender, bearti perempuan dan laki laki menikmati status

dan memiliki kondisi yang sama untuk menggunakan hak haknya dan kemampuannya secara penuh dalam memberikan kontribusinya kepada

pembangunan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan demikian, kesetaraan gender merupakan penilaian yang sama yang diberikan masyarakat atas kesamaan dan perbedaan antara perempuan dan laki laki (Hubeis, Aida Vitayala, 2010). Alasan perempuan perlu berpolitik adalah : a. Trend global peran perempuan yang semakin mengemuka di semua lini kehidupan. b. Komitmen politik untuk sekurang kurangnya 30% keterwakilan perempuan dalam legislatif. c. Peluang era demokrasi reformasi dan pemilihan langsung/basis kompetensi untuk posisi posisi strategis di publik. d. Trend keadilan dan kesetaraan gender (KKG); di tingkat nasional dan internasional yang semakin bergemuruh (tapi, tetap masih diperlukan untuk diperjuangkan dan direbut). Indikator mengenai perwakilan perempuan yang digunakan sekarang beragam, dari peningkatan kesadaran terhadap isu isu perempuan hingga perubahan proses dan struktur kelembagaan dan upaya mempengaruhi wacana pemerintahan itu sendiri. Meskipun ada harapan bahwa politisi perempuan, dalam posisinya, dapat mengajukan agenda gender, hal itu bukanlah merupakan suatu kebutuhan dan memang biasanya mereka tidak mampu melakukannya. Pada banyak kasus, jumlah mereka belum mencapai masa kritis yang diperlukan. Bahkan jika masa kritis masih harus dibentuk dan diperkuat. Dalam UNDP (2003), disebutkan bahwa partisipasi perempuan dalam politik tidak dapat dipisahkan dari status sosial ekonomi mereka, terutama pada faktor faktor sebagai berikut:

a. Perempuan biasanya tidak memiliki akses yang sama ke sarana partisipasi dibanding dengan laki laki, misalnya dalam hal keterampilan yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan atau akses ke media informasi, termasuk teknologi komunikasi terbaru. b. Perempuan juga seringkali tidak mempunyai kekuasaan untuk keputusan dalam rumah tangga. Di banyak negara berkembang, hak milik perempuan, termasuk tanah dan jaminan lain, secara hukum menjadi milik suami, ayah, atau anak laki laki mereka. Oleh karena itu mereka tidak bisa menghindari bias gender dan penghalang lain ke akses pembuatan keputusan politik.

3.

Tantangan Terbesar dalam Perwakilan Perempuan Disamping sejumlah kemajuan yang mengesankan tersebut, abad 21 juga

memperlihatkan berkurangnya 100 juta perempuan dari jumlah penduduk dunia. Kita tidak mengetahui berapa jumlah janin yang telah digugurkan sebelumlahir ke dunia, akibat dari kemajuan teknologi di bidang kedokteran yang memungkinkan kita mengetahui jenis kelamin yang sedang dikandung. Kemajuan itu dapat memperbesar kecenderungan untuk memilih bayi laki laki yang selama itu mendominasi sejarah manusia (UNDP, 2003).

C. Strategi Pemecahan Hambatan Perwakilan Perempuan 1. Langkah Publik Perlu dirumuskan kerangka waktu bagi pencapaian kesetaraan gender dalam representasi politik di tahun 2013. Tujuan yang tidak dibatasi akan membuat pemerintah, partai politik, para pelobi, kelompok perempuan kehilangan akuntabilitas. a. Affirmative Action di Badan Legislatif Penundaan keadilan merupakan pengingkaran terhadap keadilan.

Ironisnya, pepatah Amerika itu telah lama diterapkan kepada individu yang dikenai tuduhan kriminal, tetapi tidak bagi perempuan yang berjumlah separo dari jumlah penduduk. Affirmative action didunia politik adalah langkah sementara yang diperlukan untuk memperoleh keadilan

10

dalam jangkan panjang bagi perempuan secara sosial dan ekonomi, didunia privat maupun publik. Target minimum 30 33,3% tidaklah lebih dari masa kritis. Hal itu masih jauh dari kesetaraan. Sebagai suatu kesetaraan pun masih diragukan. b. Partai Politik dan Reformasi Sistem Pemilu Selama targetnya adalah di tingkat distrik ke atas, sistem partai telah lama menjadi kendala bagi kepemimpinan perempuan. Selain affirmative action di tingkat legislatif, partai politik harus memiliki komitmen terhadap kesetaraan dan menjamin bahwa jumlah perempuan mencapai 50% dari keanggotaan partai, pemimpin, pejabat komite, dan calon legislatif. 2. Langkah Organisasi Perempuan a. Pelatihan Teknologi Informasi Sudah banyak studi, yang menekankan pentingnya akses ke teknologi informaasi untuk mengatasi kesenjangan gender. Organisasi perempuan memainkan peran cukup penting dalam memanfaatkan teknologi baru. Organisasi organisasi masyarakat sipil yang dulu terabaikan, melalui teknologi yang tidak mengenal batas wilayah itu, kini memperoleh suara yang cukup dari pemerintahan. Beberapa strategi pelatihan yang dikembangkan untuk peningkatan partisipasi perempuan adalah sebagai berikut: Advokasi kesadaran gender dalam politik Pengembangan kapasitas melalui jaringan Kemampuan negosiasi Manajemen Pengembangan konstituen Analisis anggaran Kemampuan mengarus-utamakan gender Penggunaan media massa Pendidikan politik dan pendidikan pemilih Mobilisasi massa Strategi jangka panjang untuk merangkul generasi muda

11

3.

Pembentukan Aliansi Proses membangun aliansi itu membutuhkan mitra untuk bekerjasama

dalam berbagai isu di semua aspek pemerintahan. Peran negara adalah memperbaiki kebijakan untuk mencapai kesetaraan gender di struktur pemerintahan. Kekuatan masyarakat sipil terletak pada langkah langkah yang akan meningkatkan kualitas partisipasi politik perempuan, seperti pelatihan, lobi dan kerja lapangan. Keduanya mempengaruhi sektor swata. Hampir semua negara dibutuhkan penciptaan hubungan yang positif antara politisi dan masyarakat sipil dan saling berbagi antara perempuan diberbagai bidang untuk membentuk strategi pelengkap. Disamping itu keterlibatan dengan pemimpin agama, terutama bila menyangkut interpretasi ayat suci yang menghambat partisipasi perempuan. Secara keseluruhan, membangun aliansi menjadi mekanisme yang efektif untuk: a. Pertukaran informasi mengenai pengalaman perempuan dalam mengidentifikasi syarat syarat yang diperlukan untuk menciptakan hubungan yang berkelanjutan diantara berbagai aktor pemerintahan b. Dialog antar semua aktor untuk meningkatkan dampak dari partisipasi politik perempuan. c. Membangun akuntabilitas perempuan di antara berbagai konstituen. 4. Pembagian Peran Usaha membangun aliansi dan kerjasama khusus diperlukan untuk mengubah persepsi yang menyangkut kepemimpinan perempuan, terutama dengan menyebarkan informasi kepemimpinan perempuan yang kredibel, efektif, dan lebih baik daripada laki laki diberbagai bidang dan di seluruh lapisan masyarakat. 5. Merangkul Generasi Muda Bila pendidikan politik dan peranan perempuan diberikan setelah mereka di rancukan oleh peran perempuan yang lain dan kegiatan ekonomi, transformasi sistem politik akan tetap berjalan lambat, mungkin baru tercapai seabad atau satu milenium kemudian.

12

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah : 1. Dalam pelaksanaan tata pemerintahan di Indonesia, perangkat hukum dan pembentukan struktur struktur kelambagaan baru yang dapat melindungi hak hak politik, ekonomi, sosial dan budaya perempuan dirasakan masih sangat minim. 2. Partisipasi politik perempuan di Indonesia masih jauh ketinggalan dari persentase rata rata perempuan yang menduduki kursi parlemen di dunia yaitu Indonesia hanya mampu 8% sedangkan rata rata dunia 14%. 3. Hambatan yang dialami dalam mewujudkan keterwakilan perempuan di parleman dapat di selesaikan a) langkah publik salah satunya dengan affirmative action, b) Langkah langkah Organisasi perempuan dengan pelaksanaan pelatihan, c) pembentukan aliansi, d) Pembagian peran, e)merangkul generasi muda.

13

DAFTAR PUSTAKA

Batubara, Alwi Hasyim. 2006. Konsep Good Governance dalam Konsep Otonomi Daerah. USU Press. Medan Effendi, Sofian. 2005. Membangun Good Governance: Tugas Kita Bersama. UGM Press. Yogyakarta Fukuyama, Francis. 2005. Memperkuat Negara : Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21. Freedom Institute dan PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gardiner, Mayling Oey, et al. 1996. Perempuan Indonesia Dulu dan Kini. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Hubies, Aida Vitayala. 2010. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. IPB Press, Bogor. Idris, Kartini Fahmi. 2008. Jati Diri Perempuan Muslim : Perspektif Islam Terhadap Kesetaraan Gender. UI Press, Jakarta Mudzhar, Atho, et al. 2001. Wanita dalam Masyarakat Indonesia : Akses, Pemberdayaan dan Kesempatan. Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta Qarquti, Hanan. 2008. Kisah Sang Wanita : Menyelami Sejarah Kaum Wanita di Segala Zaman hingga Zaman Cahaya Islam. Mirqat Publishing, Jakarta. Subadio, Maria Ulfah. 1978. Peranan dan Kedudukan Wanita Indonesia : Bunga Rampai Tulisan Tulisan. UI Press. Jakarta. UNDP. 2003. Partisipasi Politik Perempuan dan Tata Pemerintahan yang Baik: Tantangan Abad 21 terjemahan Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO). Jakarta

14

You might also like