You are on page 1of 86

BAB 1

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA
PENGERTIAN Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal di dunia karena eklampsia (Duley,1994). Insidens eklampsia di negara berkembang berkisar dari 1:100 sampai 1:1700 (Crowther, 1985), karena itu kejadian kejang ini harus dihindarkan. Dalam suatu studi multisenter, multinasional untuk membandingkan berbagai cara pengobatan, telah dibuktikan bahwa Magnesium sulfat merupakan obat yang paling efektif untuk mengatasi kejang pada eklampsia dibandingkan dengan obat lain misalnya diazepam. Untuk itu direkomendasikan menjadi obat terpilih dalam pengobatan eklampsia (The Eclampsia Collaborative Trial Group, 1995, Neilson, 1995, Lucas, Levano and Cunningham, 1995). Dalam Cochrane Eclampsia Review, Dudley dan Henderson-Smart (1995), Attallah (1997) menyatakan bahwa Magnesium sulfat dapat digunakan dengan mudah di negara berkembang, karena obat ini tidak mahal dan tidak memerlukan teknologi tinggi dalam penerapannya. Magnesium sulfat hendaknya digunakan sebagai standar pembanding bagi obat lain untuk mengatasi kejang pada eklampsia. Dapat disimpulkan bahwa penelitian mutakhir sangat mendukung penggunaan Magnesium sulfat untuk mengendalikan kejang eklampsia dan harus direkomendasikan sebagai obat terpilih. Eklampsia merupakan salah satu sebab utama kematian ibu di semua negara dan mengakibatkan sekitar 50.000 kematian ibu di dunia setiap tahun. Magnesium sulfat menjadi obat terpilih di semua negara untuk pengelolaan Preeklampsia/ Eklampsia. TUJUAN UMUM Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu untuk melakukan penilaian klinik, klasifikasi dan penatalaksanaan serta mencegah komplikasi hipertensi karena kehamilan. TUJUAN KHUSUS Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan memiliki kemampuan untuk: Mengenali gejala dan tanda hipertensi karena kehamilan dan menentukan diagnosis yang paling mungkin dalam hubungan dengan hipertensi yang dipicu oleh kehamilan (pregnancy induced hypertension) dan hipertensi kronik pada ibu hamil. Melakukan penatalaksanaan Preeklampsia / Eklampsia dan Hipertensi kronik pada ibu hamil Melakukan pemberian obat anti kejang (Magnesium sulfat dan Diasepam) serta obat anti hipertensi dalam penatalaksanaan Preeklampsia Berat dan Eklampsia

PRINSIP DASAR MASALAH Wanita hamil atau baru melahirkan mengeluh nyeri kepala hebat atau penglihatan kabur 1

Wanita hamil atau baru melahirkan menderita kejang atau kehilangan kesadaran/ koma

PENANGANAN UMUM Segera rawat Lakukan penilaian klinik terhadap keadaan umum, sambil mencari riwayat penyakit sekarang dan terdahulu dari pasien atau keluarganya Jika pasien tidak bernafas: - - Bebaskan jalan nafas - - Berikan O2 dengan sungkup - - Lakukan intubasi jika diperlukan Jika pasien kehilangan kesadaran / koma: - - Bebaskan jalan nafas - - Baringkan pada satu sisi - - Ukur suhu - - Periksa apakah ada kaku kuduk Jika pasien syok Lihat Penanganan Syok Jika terdapat perdarahan Lihat Penanganan Perdarahan Jika pasien kejang (Eklampsia)

Baringkan pada satu sisi, tempat tidur arah kepala ditinggikan sedikit untuk mengurangi kemungkinan aspirasi sekret, muntahan atau darah Bebaskan jalan nafas Pasang spatel lidah untuk menghindari tergigitnya lidah Fiksasi untuk menghindari pasien jatuh dari tempat tidur

BAGAN 1.1. PENILAIAN KLINIK PREKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA


TEKANAN DARAH

MENINGKAT (TD 140/90 mmHg)


Gejala/tanda lain

NORMAL

Gejala/tanda lain

Nyeri kepala dan/atau Gangguan penglihatan dan/atau Hiperrefleksia dan/atau

Kejang Riwayat kejang (+) Demam (-) Kaku kuduk (-)

Demam Nyeri kepala Kaku kuduk (+)

Trismus Spasme otot muka

Nyeri kepala Gangguan penglihatan Muntah

Disorientasi MALARIA SEREBRAL MENINGITIS ENSEFALITIS TETANUS Riwayat gejala serupa MIGRAINE

Proteinuria dan/atau EPILEPSI Koma

Hamil < 20 minggu

Hamil > 20 minggu

Hipertensi kronik

Superimposed preeclampsia

Kejang (-)

Kejang (+)

Hipertensi

Preeklampsia ringan

Preeklampsia berat

Eklampsia

GEJALA DAN TANDA Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan hipertensi dalam kehamilan, oleh karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak tergantung pada keadaan emosional pasien Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darah diastolik 90 mmHg pada 2 pengukuran berjarak 1 jam atau lebih Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi dalam: - - Hipertensi karena kehamilan, jika hipertensi terjadi pertama kali sesudah kehamilan 20 minggu, selama persalinan dan/atau dalam 48 jam post partum - - Hipertensi kronik, jika hipertensi terjadi sebelum kehamilan 20 minggu

TABEL 1. 1. Klasifikasi Hipertensi Dalam Kehamilan DIAGNOSIS


HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN Hipertensi

TEKANAN DARAH

TANDA LAIN

Tekanan diastolik 90 mmHg atau kenaikan 15 mmHg dalam 2 pengu-kuran berjarak 1 jam Idem Tekanan diastolik > 110 mmHg

Proteinuria (-) Kehamilan > 20 minggu Proteinuria 1+ Proteinuria 2+ Oliguria Hiperrefleksia Gangguan penglihatan Nyeri epigastrium Kejang

Preeklampsia ringan Preeklampsia berat

Eklampsia

Hipertensi

HIPERTENSI KRONIK Hipertensi kronik Superimposed preeklampsia

Hipertensi Hipertensi kronik

Kehamilan < 20 minggu Proteinuria dan tanda lain dari preeklampsia

HIPERTENSI KARENA KEHAMILAN Lebih sering terjadi pada primigravida. Keadaan patologis telah terjadi sejak implantasi, sehingga timbul iskemia plasenta yang kemudian diikuti dengan sindroma inflamasi. Risiko meningkat pada: - - Masa plasenta besar (gemelli, penyakit trofoblast) - - Hidramnion - - Diabetes melitus - - Isoimunisasi rhesus - - Faktor herediter - - Autoimun: SLE Hipertensi karena kehamilan: - - Hipertensi tanpa proteinuria atau edema - - Preeklampsia ringan - - Preeklampsia berat - - Eklampsia Hipertensi dalam kehamilan dan preeklampsia ringan sering ditemukan tanpa gejala, kecuali peningkatan tekanan darah. Prognosis menjadi lebih buruk dengan terdapatnya proteinuria. Edema tidak lagi menjadi suatu tanda yang sahih untuk preeklampsia. Preeklampsia berat didiagnosis pada kasus dengan salah satu gejala berikut: - - Tekanan darah diastolik > 110 mmHg - - Proteinuria 2+ - - Oliguria < 400 ml per 24 jam - - Edema paru: nafas pendek, sianosis dan adanya ronkhi - - Nyeri daerah epigastrium atau kuadran atas kanan perut - - Gangguan penglihatan: skotoma atau penglihatan yang berkabut 4

Nyeri kepala hebat yang tidak berkurang dengan pemberian analgetika biasa - Hiperrefleksia - Mata: spasme arteriolar, edema, ablasio retina - Koagulasi: koagulasi intravaskuler disseminata, sindrom HELLP - Pertumbuhan janin terhambat - Otak: edema serebri - Jantung: gagal jantung Eklampsia ditandai oleh gejala preeklampsia berat dan kejang - Kejang dapat terjadi dengan tidak tergantung pada beratnya hipertensi - Kejang bersifat tonik-klonik, menyerupai kejang pada epilepsy grand mal - Koma terjadi setelah kejang dan dapat berlangsung lama (beberapa jam)

HIPERTENSI KRONIK Hipertensi kronik dideteksi sebelum usia kehamilan 20 minggu Superimposed preeclampsia adalah hipertensi kronik dan preeklampsia

DIAGNOSIS BANDING Hipertensi kronik Jika tekanan darah sebelum kehamilan 20 minggu tidak diketahui, akan sulit untuk membedakan antara preeklampsia dan hipertensi kronik, dalam hal demikian, tangani sebagai hipertensi karena kehamilan. Proteinuria Sekret vagina atau cairan amnion dapat mengkontaminasi urin, sehingga terdapat proteinuria Kateterisasi tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan infeksi Infeksi kandung kemih, anemia berat, payah jantung dan partus lama juga dapat menyebabkan proteinuria Darah dalam urin, kontaminasi darah vagina dapat menghasilkan proteinuria positif palsu Kejang dan koma Eklampsia harus didiagnosa banding dengan epilepsi, malaria serebral, trauma kepala, penyakit serebrovaskuler, intoksikasi (alkohol, obat, racun), kelainan metabolisme (asidosis), meningitis, ensefalitis, ensefalopati, intoksikasi air, histeria dan lain-lain KOMPLIKASI Iskemia uteroplasenter - Pertumbuhan janin terhambat - Kematian janin - Persalinan prematur - Solusio plasenta Spasme arteriolar - Perdarahan serebral - Gagal jantung, ginjal dan hati - Ablasio retina - Thromboemboli - Gangguan pembekuan darah - Buta kortikal Kejang dan koma 5

- - Trauma karena kejang - - Aspirasi cairan, darah, muntahan dengan akibat gangguan pernafasan Penanganan tidak tepat - Edema paru - Infeksi saluran kemih - Kelebihan cairan - Komplikasi anestesi atau tindakan obstetrik

PENCEGAHAN Pembatasan kalori, cairan dan diet rendah garam tidak dapat mencegah hipertensi karena kehamilan, bahkan dapat membahayakan janin Manfaat aspirin, kalsium dan lain-lain dalam mencegah hipertensi karena kehamilan belum sepenuhnya terbukti Yang lebih perlu adalah deteksi dini dan penanganan cepat-tepat. Kasus harus ditindak lanjuti secara berkala dan diberi penerangan yang jelas bilamana harus kembali ke pelayanan kesehatan. Dalam rencana pendidikan, keluarga (suami, orang tua, mertua dll.) harus dilibatkan sejak awal Pemasukan cairan terlalu banyak mengakibatkan edema paru

Bagan 1.2 : Alur pengobatan Hipertensi dalam kehamilan HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

PREEKLAMPSIA RINGAN

PREEKLAMPSIA BERAT

EKLAMPSIA

HIPERTENSI KRONIK
Cari penyebab SLE, Diabetes

ISTIRAHAT Kendalikan tekanan darah

MgSO4 Turunkan Tensi RAWAT INAP

MgSO4 Turunkan Tensi

TERAPI + Kendalikan tensi 140/90

HELLP Terkendali Tak terkendali Gawat Janin PJT

<35 MINGGU

>35 MINGGU

TERMINASI KEHAMILAN dalam 6 jam

TERKENDALI

TAK TERKENDALI

STEROID

ATERM

TERMINASI

TERMINASI

TERMINASI ATERM TERMINASI

PENGELOLAAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN TANPA PROTEINURIA Jika kehamilan < 35 minggu, lakukan pengelolaan rawat jalan: Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria dan kondisi janin setiap minggu Jika tekanan darah meningkat, kelola sebagai preeklampsia Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin yang terhambat, rawat dan pertimbangkan terminasi kehamilan PREEKLAMPSIA RINGAN Jika kehamilan < 35 minggu dan tidak terdapat tanda perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan: Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria, refleks dan kondisi janin Lebih banyak istirahat Diet biasa Tidak perlu pemberian obat Jika tidak memungkinkan rawat jalan, rawat di rumah sakit: - - Diet biasa - - Lakukan pemantauan tekanan darah 2 kali sehari, proteinuria 1 kali sehari - - Tidak memerlukan pengobatan - Tidak memerlukan diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi jantung atau gagal ginjal akut - Jika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dapat dipulangkan: Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda preeklampsia berat Periksa ulang 2 kali seminggu Jika tekanan diastolik naik lagi rawat kembali - - Jika tidak terdapat tanda perbaikan tetap dirawat - Jika terdapat tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan - - Jika proteinuria meningkat, kelola sebagai preeklampsia berat Jika kehamilan > 35 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 5 IU dalam 500 ml Ringer Laktat/Dekstrose 5% IV 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter Foley, atau lakukan terminasi dengan bedah Caesar PREEKLAMPSIA BERAT DAN EKLAMPSIA Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia. Pengelolaan kejang: Beri obat anti kejang (anti konvulsan) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker oksigen, oksigen) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma Aspirasi mulut dan tenggorokan Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko aspirasi Berikan O2 4-6 liter/menit 8

Pengelolaan umum Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan diastolik antara 90-100 mmHg Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria Infus cairan dipertahankan 1.5 - 2 liter/24 jam Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan dan berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati

Anti konvulsan Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam, dengan risiko terjadinya depresi neonatal. TABEL 1. 2. Dosis Magnesium Sulfat untuk Preeklampsia dan Eklampsia MAGNESIUM SULFAT UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA
Alternatif I Dosis awal MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit Segera dilanjutkan dengan 15 ml MgSO4 (40%) 6 g dalam larutan Ringer Asetat / Ringer Laktat selama 6 jam Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 (40%) 2 g IV selama 5 menit Dosis Pemeliharaan Alternatif II Dosis awal Dosis pemeliharaan MgSO4 1 g / jam melalui infus Ringer Asetat / Ringer Laktat yang diberikan sampai 24 jam postpartum MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit Diikuti dengan MgSO4 (40%) 5 g IM dengan 1 ml Lignokain (dalam semprit yang sama) Pasien akan merasa agak panas pada saat pemberian MgSO4 Frekuensi pernafasan minimal 16 kali/menit Refleks patella (+) Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir Frekuensi pernafasan < 16 kali/menit Refleks patella (-), bradipnea (<16 kali/menit) Jika terjadi henti nafas: Bantu pernafasan dengan ventilator Berikan Kalsium glukonas 1 g (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi

Sebelum pemberian MgSO4 ulangan, lakukan pemeriksaan: Hentikan pemberian MgSO4, jika: Siapkan antidotum

TABEL 1.3. Dosis Diazepam untuk Preeklampsia dan Eklampsia

DIASEPAM UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA 9

Dosis awal Dosis pemeliharaan

Diasepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit Jika kejang berulang, ulangi pemberian sesuai dosis awal Diasepam 40 mg dalam 500 ml larutan Ringer laktat melalui infus Depresi pernafasan ibu baru mungkin akan terjadi bila dosis > 30 mg/jam Jangan berikan melebihi 100 mg/jam

Anti hipertensi Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg Nifedipin sublingual. Labetolol 10 mg oral. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan lagi Labetolol 20 mg oral.

Persalinan Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan pada eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada eklampsia), lakukan bedah Caesar Jika bedah Caesar akan dilakukan, perhatikan bahwa: - Tidak terdapat koagulopati. (koagulopati merupakan kontra indikasi anestesi spinal). - - Anestesia yang aman / terpilih adalah anestesia umum untuk eklampsia dan spinal untuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila risiko anestesi terlalu tinggi. Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan Oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml Dekstrose 10 tetes/menit atau dengan cara pemberian prostaglandin / misoprostol

Perawatan post partum Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang yang terakhir Teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolik masih > 90 mmHg Lakukan pemantauan jumlah urin

Rujukan Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, jika: - Terdapat oliguria (< 400 ml/24 jam) - Terdapat sindroma HELLP - Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah kejang

HIPERTENSI KRONIK Jika pasien sebelum hamil sudah mendapatkan pengobatan dengan obat anti hipertensi dan terpantau dengan baik, lanjutkan pengobatan tersebut Jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg atau tekanan sistolik 160 mmHg, berikan anti hipertensi Jika terdapat proteinuria, pikirkan superimposed preeclampsia Istirahat Lakukan pemantauan pertumbuhan dan kondisi janin Jika tidak terdapat komplikasi, tunggu persalinan sampai aterm 10

Jika terdapat preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat atau gawat janin, lakukan: - Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml Dekstrose melalui infus 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin. - Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter Foley Observasi komplikasi seperti solusio plasenta atau superimposed preeklampsia.

RINGKASAN Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan hipertensi dalam kehamilan, oleh karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak tergantung pada keadaan emosional pasien. Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darah diastolik 90 mmHg pada 2 pengukuran berjarak 1 jam atau lebih Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi dalam: - Hipertensi karena kehamilan, jika hipertensi terjadi pertama kali sesudah kehamilan 20 minggu, selama persalinan dan/atau dalam 48 jam post partum - - Hipertensi kronik, jika hipertensi terjadi sebelum kehamilan 20 minggu Pembatasan kalori, cairan dan diet rendah garam tidak dapat mencegah hipertensi karena kehamilan, bahkan dapat membahayakan janin. Manfaat aspirin, kalsium dan lain-lain dalam mencegah hipertensi karena kehamilan belum sepenuhnya terbukti. Yang lebih perlu adalah deteksi dini dan penanganan cepat-tepat. Kasus harus ditindak lanjuti secara berkala dan diberi penerangan yang jelas bilamana harus kembali ke pelayanan kesehatan. Dalam rencana pendidikan, keluarga (suami, orang tua, mertua dll.) harus dilibatkan sejak awal. Pemasukan cairan terlalu banyak mengakibatkan edema paru Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam, dengan risiko terjadinya depresi neonatal.

BAB 2

TINDAKAN OBSTETRI PADA PERTOLONGAN PERSALINAN


EKSTRAKSI VAKUM PENGERTIAN Penggunaan vakum ekstraktor (kadang-kadang disebut ventous, ekstraktor atau alat Malmstrom) untuk mempercepat persalinan makin populer dalam beberapa tahun terakhir, walaupun cara ini telah diketahui sejak lama. Beberapa negara lebih memilih vakum ekstraktor dibandingkan dengan forseps dengan keyakinan pada penggunaan vakum ekstraktor kejadian morbiditas pada bayi baru lahir, terutama luka remuk (crush injury) pada kepala janin lebih sedikit (Anata, 1991). Beberapa studi mutakhir menunjukkan bahwa vakum ekstraktor memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan persalinan dengan forseps, lebih-lebih karena ekstraksi vakum dapat dilakukan sebelum pembukaan serviks lengkap. Namun keberhasilan metode ini juga sangat tergantung pada pelaksanaan yang benar dan kompetensi operator. Dalam suatu studi mutakhir yang membandingkan hasil antara ekstraksi forseps dan vakum, diketahui bahwa lebih banyak ibu bersalin di kelompok vakum yang dapat melahirkan per vaginam dibandingkan di kelompok forseps. Mereka juga menemukan lebih sedikit ibu bersalin dengan kerusakan sfinkter ani atau 11

pelebaran luka bagian atas vagina di kelompok vakum yang secara statistik bermakna bila dibandingkan dengan kelompok forseps (Johnson, Rice dkk, 1994). Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan mortalitas maupun morbiditas ibu dan bayi antara kelompok forseps dibandingkan dengan kelompok vakum (Achanna dan Monga, 1994, William, Knuppel dkk., 1991, Sharma, Nanda dan Gulati, 1989). Kesimpulannya adalah vakum ekstraktor sama amannya dibandingkan dengan forseps. Perlu diinformasikan kepada ibu, suaminya dan anggota keluarga lainnya bahwa bayi akan memiliki pembengkakan besar di kepalanya yang khas bentuknya (harus dibedakan dengan suatu cephal hematoma karena trauma), karena bendungan cairan oleh pengisapan. Pembengkakan ini akan hilang dalam 24 jam, walaupun bisa lebih lama. Pemantauan secara ketat perlu dilakukan untuk mengetahui secara dini adanya kegagalan penyusutan dan segera merujuk ke dokter ahli anak atau dokter. Sesuai dengan Peraturan Menkes RI no. 572 tahun1994, Bidan diperkenankan untuk melakukan ekstraksi vakum pada saat pembukaan lengkap dan kepala berada didasar panggul. Vakum ekstraktor sama amannya dengan forseps bila digunakan oleh operator yang terlatih dan kompeten. Persalinan menggunakan vakum ekstraktor tidak meningkatkan morbiditas / mortalitas bayi baru lahir maupun ibu. Ekstraksi vakum mempunyai keunggulan dalam menolong distosia pada oksiput posterior dan melintang (transverse arrest). Tarikan pada kulit kepala bayi, dilakukan dengan membuat cengkeraman yang dihasilkan dari aplikasi tekanan negatif. Mangkok logam atau silastik akan memegang kulit kepala sebagai akibat tekanan negatif, menjadi kaput artifisial. Mangkok dihubungkan dengan tuas penarik (yang dipegang oleh penolong persalinan) melalui seutas rantai. Ada 3 gaya yang bekerja pada prosedur ini, yaitu tekanan intrauterin (oleh kontraksi), tekanan ekspresi eksternal (tenaga mengedan) dan gaya tarik (ekstraktor vakum). TUJUAN UMUM Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu untuk melakukan tindakan ekstraksi vakum. TUJUAN KHUSUS Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan mampu untuk: Mengetahui indikasi dan kontraindikasi untuk ekstraksi vakum Mengetahui syarat untuk ekstraksi vakum Menentukan dan melakukan tindakan penatalaksanaan Ekstraksi vakum dengan benar INDIKASI Kala II lama dengan presentasi belakang kepala/ verteks (pemantauan Partograf). Biasanya kepala tidak lahir karena adanya lilitan tali pusat, inertia uteri dan malposisi. KONTRA INDIKASI Malpresentasi (dahi, puncak kepala, muka, bokong) Panggul sempit (disproporsi kepala-panggul)

12

SYARAT KHUSUS Pembukaan serviks lengkap Presentasi kepala Cukup bulan (aterm) Tidak ada kesempitan panggul Anak hidup Penurunan kepala stasion 0 atau tidak lebih dari 2/5 diatas simfisis Kontraksi baik Ketuban sudah pecah Alat berfungsi baik Kegagalan ekstraksi vakum Kepala tidak turun setelah 3 kali penarikan atau tidak lahir setelah 25 menit Tekanan vakum bocor alat tak berfungsi Penyebab kepala tidak turun ialah: CPD, lilitan tali pusat yang erat. Ekstraksi vakum dihentikan bila kepala tidak turun atau terjadi bradikardia berat (gawat janin); lakukan seksio sesaria segera (bila perlu dengan anestesi lokal) dan sementara bayi belum dilahirkan dilakukan resusitasi intra uterin dengan tokolisis.

DISTOSIA BAHU
Makrosomia pada kehamilan cukup bulan adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan peningkatan morbiditas maternal dan neonatal, termasuk peningkatan kemungkinan persalinan dengan bedah Caesar dan distosia bahu. Makrosomia ditentukan dengan adanya kehamilan dengan berat bayi > 4,000 gram (Delpara, 1991). Dalam persalinan per vaginam, distosia bahu dicurigai pada taksiran besar, waktu persalinan yang memanjang dan pertolongan persalinan dengan ekstraksi vakum. Penelitian observasional pada saat ini menyarankan untuk tidak melakukan induksi persalinan pada persalinan dengan kecurigaan makrosomia, berkaitan dengan risiko morbiditas pada ibu dan neonatal (Friesen 1995; Weeks 1995) Bukti ilmiah pada saat ini menunjukkan bahwa apabila diperlukan pertolongan pada persalinan per vaginam, ekstraksi vakum menjadi pilihan yang pertama, terutama oleh karena secara bermakna tindakan ini memiliki risiko perlukaan pada ibu yang terendah (Chalmers dkk. 1989). PENGERTIAN Setelah kelahiran kepala akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) dibawah ospubis. Dorongan pada saat ibu mengedan akan menyebabkan bahu depan (anterior) berada dibawah pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring panggul, dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan dengan simfisis. Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk melipat kedalam panggul (mis. pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara, sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat akan menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelum bahu berhasil melipat masuk kedalam panggul. 13

Distosia bahu adalah suatu keadaan yang tidak dapat diduga sebelumnya Distosia bahu adalah kegawat daruratan obstetrik. Kegagalan untuk melahirkan bahu secara spontan menempatkan ibu dan bayi berisiko untuk terjadinya trauma. Insidens distosia bahu secara keseluruhan berkisar antara 0.3-1%, sedangkan pada berat badan bayi diatas 4,000 g insidens meningkat menjadi 5-7% dan pada berat badan bayi lebih dari 4,500 g insidensnya menjadi antara 8-10%. TUJUAN UMUM Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu untuk menentukan diagnosis dan penatalaksanaan distosia bahu TUJUAN KHUSUS Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan: Mengenali faktor risiko dan tanda dari distosia bahu Melakukan penatalaksanaan Distosia bahu Faktor Risiko Makrosomia (> 4000 g) - Taksiran berat janin pada kehamilan ini - Riwayat persalinan dengan bayi makrosomia - Riwayat keluarga dengan Makrosomia Diabetes gestasional Multiparitas Persalinan lewat bulan Tanda Tanda yang harus diwaspadai terhadap adanya kemungkinan distosia bahu: Kala II persalinan yang memanjang Kepala bayi melekat pada perineum (recoil of head on perineum -Turtle's sign) Prognosis 1. Distosia bahu dapat menyebabkan terjadinya kompresi pada tali pusat dan mengakibatkan Penurunan pH arterial pH 0.04 setiap menit Penurunan pH arterial 0.28 setelah tujuh menit pH arterial dibawah 7.0 akan menyebabkan tindakan resusitasi menjadi sulit 2. Komplikasi karena distosia bahu Kerusakan pleksus brachialis karena rudapaksa dalam persalinan (10%) Keadaan ini pada umumnya akan mengalami perbaikan pada tahun pertama, tetapi beberapa diantaranya menjadi kelainan menetap Erb-Duchenne Palsy Kerusakan terjadi pada nervus servikal setinggi tulang belakang servikal V dan VI Paralisis Klumpke's Paralisis yang terjadi pada nervus kolumna vertebralis setinggi tulang belakang servikal VIII dan thorakal I Patah tulang - Fraktur Klavikula - Fraktur Humerus Asfiksia janin Kematian bayi MASALAH Kepala bayi telah lahir tetapi bahu terhambat dan tidak dapat dilahirkan PENGELOLAAN UMUM Selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya distosia bahu pada setiap persalinan, terutama sebagai antisipasi terhadap taksiran berat janin yang besar dan persalinan pada ibu dengan Diabetes mellitus. 14

Harus selalu diupayakan untuk melakukan deteksi dini bayi makrosomia. Dianjurkan agar proaktif melakukan seksio sesarea bila terdapat makrosomia. INDIKASI Distosia bahu SYARAT Kondisi vital ibu cukup memadai, sehingga dapat bekerja sama untuk menyelesaikan persalinan Masih memiliki kemampuan untuk mengedan Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi tubuh bayi Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup Bukan monstrum atau kelainan kongenital yang menghalangi keluarnya bayi Gambar 2. 3. Manuver McRoberts Gambar 2.4. Tehnik melahirkan bahu pada distosia Manuver Hibbard (1969 / Resnick (1980) Gambar 2.5. Manuver Corkscrew Woods Gambar 2.6. Melahirkan bahu belakang (Schwartz dan Dixon) * Tangan penolong menyusuri lengan belakang dan menarik tangan keluar. Bahu depan dapat lahir biasa (D), namun bila ternyata sukar, bayi diputar (E), sehingga bahu depan lahir di belakang (F) RINGKASAN Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk melipat kedalam panggul (mis. pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara, sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat akan menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelum bahu berhasil melipat masuk kedalam panggul. Selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya distosia bahu pada setiap persalinan, terutama sebagai antisipasi terhadap taksiran berat janin yang besar dan persalinan pada ibu dengan Diabetes mellitus. Harus selalu diupayakan untuk melakukan deteksi dini bayi makrosomia. Dianjurkan agar proaktif melakukan seksio sesarea bila terdapat makrosomia. Tidak ada perbedaan mortalitas maupun morbiditas ibu dan bayi antara kelompok forseps dibandingkan dengan kelompok vakum. Syarat khusus untuk tindakan ekstraksi vakum adalah Pembukaan serviks lengkap, Presentasi kepala, Cukup bulan (aterm), Tidak ada kesempitan panggul, Anak hidup, Penurunan kepala stasion 0 atau tidak lebih dari 2/5 diatas simfisis, Kontraksi baik, Ketuban sudah pecah, Alat berfungsi baik.

BAB 3

PERDARAHAN POST PARTUM


BATASAN Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir. Dalam persalinan sukar untuk menentukan jumlah darah secara akurat karena tercampur dengan air ketuban dan serapan pada pakaian atau kain alas. Oleh karena itu bila terdapat perdarahan lebih banyak dari normal, sudah dianjurkan untuk melakukan pengobatan sebagai perdarahan postpartum. TUJUAN UMUM 15

Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu mengidentifikasi dan menatalaksana perdarahan post partum. TUJUAN KHUSUS Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan memiliki kemampuan untuk:
Mengidentifikasi tanda dan gejala serta mendiagnosis perdarahan post

partum
Menatalaksana perdarahan post partum sesuai prosedur baku Melakukan kompresi bimanual uterus Melakukan kompresi aorta abdominal Melakukan pemeriksaan laserasi jalan lahir/ robekan serviks Melakukan penjahitan robekan serviks Melakukan penglepasan plasenta secara manual

MASALAH Perdarahan post partum dini yaitu perdarahan setelah bayi lahir dalam 24 jam pertama persalinan dan perdarahan post partum lanjut yaitu perdarahan setelah 24 jam persalinan. Perdarahan post partum dapat disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta dan kelainan pembekuan darah. PENGELOLAAN UMUM Selalu siapkan tindakan gawat darurat Tata laksana persalinan kala III secara aktif Minta pertolongan pada petugas lain untuk membantu bila dimungkinkan Lakukan penilaian cepat keadaan umum ibu meliputi kesadaran nadi, tekanan darah, pernafasan dan suhu Jika terdapat syok lakukan segera penanganan Periksa kandung kemih, bila penuh kosongkan Cari penyebab perdarahan dan lakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebab perdarahan Tabel 3.1 Jenis Uterotonika Dan Cara Pemberiannya
JENIS DAN CARA OKSITOSIN ERGOMETRIN MISOPROSTOL

Dosis dan cara IV : 20 IU dalam 1 IM atau IV (lambat) : Oral atau rektal 400 g pemberian l larutan garam 0.2 mg dapat diulang sampai fisio logis dengan 1200 g tetesan cepat IM : 10 IU

16

Dosis lanjutan

IV : 20 IU dalam 1 Ulangi 0.2 mg l larutan garam setelah 15 menit fisio-logis dengan 40 tetes / menit

IM 400 g 2-4 jam setelah dosis awal

Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 Total 1 mg atau 5 Total 1200 g atau 3 per hari l larutan dengan dosis dosis Oksi-tosin Kontra Indikasi Pemberian IV Preeklampsia, vitium Nyeri kontraksi Asma secara cepat atau cordis, hipertensi bolus

Tabel 3.2. Diagnosi Banding Perdarahan Post partum GEJALA DAN TANDA GEJALA DAN TANDA TANDA DAN GEJALA LAIN TANDA DAN GEJALA LAIN DIAGNOSIS KERJA DIAGNOSIS KERJA

Uterus tidak berkontraksi dan Syok Atonia uteri lembek Perdarahan segera Bekukan setelah anak lahir darah pada serviks atau posisi terlentang akan menghambat aliran darah ke luar Darah segar yang mengalir Pucat segera setelah bayi lahir Lemah Uterus kontraksi dan keras Menggigil Plasenta lengkap Plasenta belum lahir setelah 30 menit Perdarahan segera (P3) Uterus berkontraksi dan keras Robekan jalan lahir

Tali pusat Retensio plasenta putus akibat traksi berlebihan Inversio uteri akibat tarikan Perdarahan lanjutan Uterus Tertinggalnya sebagian berkontraksi plasenta atau ketuban tetapi tinggi fundus tidak berkurang

Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap Perdarahan segera (P3)

Uterus tidak teraba Neurogenik Inversio uteri Lumen vagina terisi masa syok Tampak tali pusat (bila Pucat dan plasenta belum lahir) limbung Sub-involusi uterus Anemia Endometristis atau sisa 17

GEJALA DAN TANDA

TANDA DAN GEJALA LAIN

DIAGNOSIS KERJA fragmen plasenta (terinfeksi atau tidak) Late postpartum hemorrhage Perdarahan postpartum sekunder

Nyeri tekan perut bawah dan Demam pada uterus Perdarahan Lokhia mukopurulen dan berbau PENGELOLAAN KHUSUS

ATONIA UTERI
Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar. Atonia merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum; sekurang-kuranya 2/3 dari semua perdarahan postpartum disebabkan oleh atonia uteri. Upaya penanganan perdarahan postpartum disebabkan atonia uteri, harus dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang berisiko terjadinya atonia uteri. Kondisi ini mencakup: 1. Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal seperti pada: Polihidramnion Kehamilan kembar Makrosomi 2. Persalinan lama 3. Persalinan terlalu cepat 4. Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin 5. Infeksi intrapartum 6. Paritas tinggi Jika seorang wanita memiliki salah satu dari kondisi-kondisi yang berisiko ini, maka penting bagi penolong persalinan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya atoni uteri postpartum. Meskipun demikian, 20% atoni uteri postpartum dapat terjadi pada ibu tanpa faktor-faktor risiko ini. Adalah penting bagi semua penolong persalinan untuk mempersiapkan diri dalam melakukan penatalaksanaan awal terhadap masalah yang mungkin terjadi selama proses persalinan. Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan penanganan kala tiga secara aktif, yaitu: 1. Menyuntikan Oksitosin - Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal. - Menyuntikan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak mengenai pembuluh darah. 2. Peregangan Tali Pusat Terkendali

18

- Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau menggulung tali pusat - Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva - Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorsokranial 3. Mengeluarkan plasenta - Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bahwa kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva. - Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali klem hingga berjarak 5-10 dari vulva. - Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit - Suntikan ulang 10 IU Oksitosin i.m - Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh - Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual 4. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban. 5. Masase Uterus - Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras) 6. Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan - Kelengkapan plasenta dan ketuban - Kontraksi uterus - Perlukaan jalan lahir Bagan 3.1. Pengelolaan Atonia Uteri Tabel 3.3. Langkah-langkah Pascapersalinan No. Langkah No. Langkah Rinci Penatalaksanaan Keterangan Keterangan 19 Atonia Uteri

No. 1.

Langkah

Keterangan

Lakukan masase fundus Masase merangsang kontraksi uterus. Sambil uteri segera setelah melakukan masase sekaligus dapat dilakuplasenta dilahirkan kan penilaian kontraksi uterus Bersihkan kavum uteri dari selaput ketuban dan gumpalan darah. Mulai lakukan kompresi bimanual interna. Jika uterus berkontraksi keluarkan tangan setelah 1-2 menit. Jika uterus tetap tidak berkontraksi teruskan kompresi bimanual interna hingga 5 menit Minta keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna Selaput ketuban atau gumpalan darah dalam kavum uteri akan dapat menghalangi kontraksi uterus secara baik Sebagian besar atonia uteri akan teratasi dengan tindakan ini. Jika kompresi bimanual tidak berhasil setelah 5 menit, diperlukan tindakan lain

2.

3.

4.

Bila penolong hanya seorang diri, keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual secara eksternal selama anda melakukan langkah-langkah selanjutnya.

5.

Berikan Metil ergometrin Metil ergometrin yang diberikan secara 0,2 mg intramuskular/ intramuskular akan mulai bekerja dalam 5-7 intra vena menit dan menyebabkan kontraksi uterus Pemberian intravena bila sudah terpasang infus sebelumnya Berikan infus cairan larutan Ringer laktat dan Oksitosin 20 IU/500 cc Anda telah memberikan Oksitosin pada waktu penatalaksanaan aktif kala tiga dan Metil ergometrin intramuskuler. Oksitosin intravena akan bekerja segera untuk menyebabkan uterus berkontraksi. Ringer Laktat akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama atoni. Jika uterus wanita belum berkontraksi selama 6 langkah pertama, sangat mungkin bahwa ia mengalami perdarahan postpartum dan memerlukan penggantian darah yang hilang secara cepat. Jika atoni tidak teratasi setelah 7 langkah pertama, mungkin ibu mengalami masalah serius lainnya. Tampon uterovagina dapat dilakukan apabila penolong telah terlatih. Rujuk segera ke rumah sakit Atoni bukan merupakan hal yang sederhana dan memerlukan perawatan gawat darurat di fasilitas dimana dapat dilaksanakan bedah dan pemberian tranfusi darah Berikan infus 500 cc cairan pertama dalam waktu 10 menit. Kemudian ibu memerlukan cairan tambahan, setidak-tidaknya 500 cc/jam pada jam pertama, dan 500 cc/4 jam pada jam-jam berikutnya. Jika anda tidak mempunyai cukup persediaan cairan intravena, berikan cairan 500 cc yang ketiga 20

6.

7.

Mulai lagi kompresi bimanual interna atau Pasang tampon uterovagina

8.

Buat persiapan untuk merujuk segera

9.

Teruskan cairan intravena hingga ibu mencapai tempat rujukan

No.

Langkah

Keterangan tersebut secara perlahan, hingga cukup untuk sampai di tempat rujukan. Berikan ibu minum untuk tambahan rehidrasi.

10. Lakukan laparotomi : Pertimbangan antara lain paritas, kondisi ibu, Pertimbangkan antara jumlah perdarahan. tindakan mempertahankan uterus dengan ligasi arteri uterina/ hipogastrika atau histerektomi. Kompresi Bimanual Internal Letakan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan untuk menahan bagian belakang uterus sejauh mungkin. Letakkan tangan yang lain pada korpus depan dari dalam vagina, kemudian tekan kedua tangan untuk mengkompresi pembuluh darah di dinding uterus. Amati jumlah darah yang keluar yang ditampung dalam pan. Jika perdarahan berkurang, teruskan kompresi, pertahankan hingga uterus dapat berkontraksi atau hingga pasien sampai di tempat rujukan. Jika tidak berhasil, cobalah mengajarkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk penatalaksaan atonia uteri. a. Robekan Perineum b. HematomaVulva c. Robekan dinding vagina d. Robekan serviks e. Ruptura uteri Robekan Perineum Dibagi atas 4 tingkat Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum Kolporeksis adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan di vagina bagian atas, sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan ini memanjang atau melingkar. Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus partus presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi persalinan operatif pervaginam harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum keadaan jalan lahir termasuk serviks. Pengelolaan a. Episiotomi, robekan perineum, dan robekan vulva Ketiga jenis perlukaan tersebut harus dijahit. 1. Robekan perineum tingkat I 21

Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan angka delapan (figure of eight). 2. Robekan perineum tingkat II Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I atau tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing dijepit dengan klem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau delujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur. 3. Robekan perineum tingkat III Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit dengan 2 3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II. 4. Robekan perineum tingkat IV Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota. b. Hematoma vulva 1. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma. Pada hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan kompres. 2. Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar. c. Robekan dinding vagina 1. Robekan dinding vagina harus dijahit. 2. Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah sakit. d. Robekan serviks Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. Bibir depan dan bibir belakang serviks dijepit dengan klem Fenster (Gambar 2.3). Kemudian serviks ditarik sedikit untuk menentukan letak robekan dan 22

ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk menghentikan perdarahan.

Gambar 3.3 Teknik menjahit robekan serviks

RETENSIO PLASENTA
Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta disebut plasenta adhesiva. Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena villi korialisnya menembus desidua sampai miometrium disebut plasenta akreta. Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi belum lahir karena terhalang oleh lingkaran konstriksi di bagian bawah rahim disebut plasenta inkarserata. Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual. Prosedur plasenta manual sebagai berikut: Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual dilakukan dalam narkosis, karena relaksasi otot memudahkan pelaksanaannya terutama bila retensi telah lama. Sebaiknya juga dipasang infus NaCl 0,9% sebelum tindakan dilakukan. Setelah desinfektan tangan dan vulva termasuk daerah seputarnya, labia dibeberkan dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan dimasukkan secara obstetrik ke dalam vagina. Sekarang tangan kiri menahan fundus untuk mencegah kolporeksis. Tangan kanan dengan posisi obstetrik menuju ke ostium uteri dan terus ke lokasi plasenta; tangan dalam ini menyusuri tali pusat agar tidak terjadi salah jalan (false route). Supaya tali pusat mudah diraba, dapat diregangkan oleh pembantu (asisten). Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan tersebut dipindahkan ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk menentukan bidang pelepasan yang tepat. Kemudian dengan sisi tangan kanan sebelah kelingking (ulner), plasenta dilepaskan pada bidang antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim. Setelah seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik keluar. Kesulitan yang mungkin dijumpai pada waktu pelepasan plasenta secara manual ialah adanya lingkaran konstriksi yang hanya dapat dilalui dengan dilatasi oleh tangan dalam secara perlahan-lahan dan dalam nakrosis yang dalam. Lokasi plasenta pada dinding depan rahim juga sedikit lebih sukar dilepaskan daripada lokasi di dinding belakang. Ada kalanya plasenta tidak dapat dilepaskan secara manual seperti halnya pada plasenta akreta, dalam hal ini tindakan dihentikan.

23

Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap, segera dilakukan kompresi bimanual uterus dan disuntikkan Ergometrin 0.2 mg IM atau IV sampai kontraksi uterus baik. Pada kasus retensio plasenta, risiko atonia uteri tinggi oleh karena itu harus segera dilakukan tindakan pencegahan perdarahan postpartum. Apabila kontraksi rahim tetap buruk, dilanjutkan dengan tindakan sesuai prosedur tindakan pada atonia uteri. Plasenta akreta ditangani dengan histerektomi oleh karena itu harus dirujuk ke rumah sakit.

Gambar 3.4 Pelepasan plasenta secara manual SISA PLASENTA Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 6 10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok. Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim. Pengelolaan 1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. 2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. 3. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

BAB 4

INFEKSI NIFAS
PRINSIP DASAR Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan disebut infeksi nifas. Suhu 38C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2 10 postpartum dan diukur per oral sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiding puerperalis. Kenaikan suhu tubuh yang terjadi di dalam masa nifas, dianggap sebagai infeksi nifas jika tidak ditemukan sebab-sebab ekstragenital. 24

Beberapa faktor predisposisi: - kurang gizi atau malnutrisi, - anemia, - higiene, - kelelahan, - proses persalinan bermasalah: partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya proses pencegahan infeksi, periksa dalam yang berlebihan,

TUJUAN UMUM Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu melakukan resusitasi cairan dan antibiotik pada infeksi metritis TUJUAN KHUSUS Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan memiliki kemampuan untuk:

Menjelaskan beberapa penyebab infeksi nifas Menjelaskan rencana terapi sepsis karena infeksi metritis Melakukan praktek pemberian infus dan antibiotik pada sepsis karena metritis

MASALAH Infeksi nifas merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin. Derajat komplikasi bervariasi sangat tajam, mulai dari mastitis hingga adanya koagulasi intravaskular diseminata.

PENANGANAN UMUM Antisipasi setiap faktor kondisi (faktor predisposisi) dan masalah dalam proses persalinan yang dapat berlanjut menjadi penyulit / komplikasi dalam masa nifas. Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi nifas. Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi uang dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan. Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui. Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera. Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu yang mengalami infeksi pada saat persalinan. Berikan hidrasi oral / IV secukupnya.

PENILAIAN KLINIK Tabel 4.1: Diagnosis Febris Pascapersalinan


Gejala dan tanda yang selalu didapat Gejala lain yang mungkin didapat Kemungkinan diagnosis

25

Gejala dan tanda yang selalu didapat Nyeri perut bagian bawah Lokhia purulen dan berbau Uterus tegang dan subinvolusi Nyeri perut bagian bawah Pembesaran perut bawah Demam terus menerus Nyeri perut bagian bawah Bising usus tidak ada

Gejala lain yang mungkin didapat Perdarahan pervaginam Syok Peningkatan sel darah putih, terutama polimorfonuklear Dengan antibiotik tidak membaik Pembengkakan pada adneksa atau kavum Douglas Perut yang tegang (rebound tenderness) Anoreksia/muntah

Kemungkinan diagnosis Metritis (Endometritis / Endomiometritis)

Abses pelvik

Peritonitis

Nyeri payudara dan tegang

Payudara yang mengeras dan membesar (pada kedua payudara) Biasanya terjadinya antara hari 35 pascapersalinan

Bendungan pada payudara

Nyeri payudara dan tegang/bengkak

Ada inflamasi yang didahului bendungan kemerahan yang batasnya jelas pada payudara Biasanya hanya satu payudara Biasanya terjadi antara 3 4 minggu pascapersalinan

Mastitis

Payudara yang tegang dan padat kemerahan

Pembengkakan dengan adanya fluktuasi Mengalir nanah

Abses payudara

Nyeri pada luka / irisan dan tegang/indurasi

Luka/irisan pada perut dan perineal yang mengeras/indurasi Keluar pus Kemerahan

Selulitis pada luka (perineal / Abdominal)

Luka yang mengeras disertai pengeluaran cairan serous atau kemerahan dari luka; tidak ada / sedikit erithema dekat luka insisi Disuria Nyeri dan tegang pada daerah pinggang

Abses atau hematoma pada luka insisi

Infeksi pada traktus urinarius

26

Gejala dan tanda yang selalu didapat

Gejala lain yang mungkin didapat Nyeri suprapublik Uterus tidak mengeras Menggigil

Kemungkinan diagnosis

Demam yang tinggi walau mendapat antibiotika menggigil

Ketegangan pada otot kaki Komplikasi pada paru, ginjal, persendian, mata dan jaringan subkutan

Thrombosis vena dalam (deep vein thrombosis) (a) Thromboflebitis: - - pelviotromboflebitis - - Femoralis Pneumonia

Konsolidasi Batuk Peningkatan frekuensi nafas Mengigil

Kerongkongan yang terasa penuh Keluar dahak Kesukaran bernafas Nyeri dada Pembesaran liver Pembesaran limpa Kuning Nyeri epigastrium

Malaria Tifoid (b) Hepatitis (c)

a. a. Beri infus heparin. b. b. Obati dengan antibiotika dan berikan terapi suportif dan observasi. c. c. Berikan terapi suportif (hepatoprotektor).

PENGELOLAAN (Sesuaikan dengan tabel diagnosis)

METRITIS Metritis adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi abses pelviks, peritonitis, syok septik, thrombosis vena yang dalam, emboli pulmonal, infeksi pelvik yang menahun, dispareunia, penyumbatan tuba dan infertilitas. Berikan transfusi bila dibutuhkan (Packed Red Cell). Berikan antibiotika spektrum luas dalam dosis yang tinggi. Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. Lanjutkan antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam. Pertimbangkan pemberian antitetanus profilaksis. Bila dicurigai adanya sisa plasenta, lakukan pengeluaran (digital atau dengan kuret tumpul besar). 27

Bila ada pus lakukan drainase (kalau perlu kolpotomi), ibu dalam posisi Fowler. Bila tak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif dan ada tanda peritonitis generalisata lakukan laparotomi dan keluarkan pus. Bila pada evaluasi uterus nekrotik dan septik lakukan histerektomi subtotal.

BENDUNGAN PAYUDARA Bendungan payudara adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi. Hal ini bukan disebabkan overdistensi dari saluran sistem laktasi. Bila ibu menyusui bayinya: Susukan sesering mungkin. Kedua payudara disusukan. Kompres hangat payudara sebelum disusukan. Bantu dengan memijat payudara untuk permulaan menyusui. Sangga payudara. Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui. Bila demam tinggi berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengetahui hasilnya. Bila ibu tidak menyusui: Sangga payudara. Kompres dingin payudara untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit. Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam. Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara. Pompa dan kosongkan payudara.

INFEKSI PAYUDARA Mastitis Payudara tegang / indurasi dan kemerahan Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang. Sangga payudara. Kompres dingin. Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam. Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada pus. Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan. Abses Payudara Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang kemerahan. Diperlukan anestesi umum (ketamin). Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak memotong saluran ASI. Pecahkan kantung pus dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan. Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam. Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Sangga payudara. Kompres dingin. Berikan Parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan. Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus. Lakukan follow up setelah pemberian pengobatan selama 3 hari.

28

ABSES PELVIS Bila pelviks abses ada tanda cairan fluktuasi pada daerah cul-de-sac, lakukan kolpotomi atau dengan laparotomi. Ibu posisi Fowler. Berikan antibiotika spektrum luas dalam dosis yang tinggi - Ampisilin 2 g IV kemudian 1 g setiap 6 jam, ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. Lanjutkan antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam.

PERITONITIS Lakukan pemasangan selang nasogastrik bila perut kembung akibat ileus. Berikan infus (NaCL atau Ringer laktat) sebanyak 3000 ml. Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam: - Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam, ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. Laparotomi diperlukan untuk pembersihan perut (peritoneal lavage) bila terdapat kantong abses.

INFEKSI LUKA PERINEAL DAN LUKA ABDOMINAL Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi yang kurang baik. Bedakan antara wound abcess, wound seroma, wound hematoma, dan wound cellulitis. - - Wound abcess, wound seroma dan wound hematoma suatu pengerasan yang tidak biasa dengan mengeluarkan cairan serous atau kemerahan dan tidak ada/sedikit erithema sekitar luka insisi. - Wound cellulitis didapatkan erithema dan edema meluas mulai dari tempat insisi. Bila didapat pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan lakukan pengeluaran serta kompres antiseptik. Daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridemen. Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika. Bila infeksi relatif superfisial, berikan Ampisilin 500 mg per oral selama 6 jam dan Metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selama 5 hari. Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis, beri Penisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam (atau Ampisilin inj 1 g 4 x/hari) ditambah dengan Gentamisin 5 mg/kg berat badan per hari IV sekali ditambah dengan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas panas selama 24 jam. Bila ada jaringan nekrotik harus dibuang. Lakukan jahitan sekunder 2 4 minggu setelah infeksi membaik. Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan sering ganti.

TROMBOFLEBITIS Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah di sepanjang vena dan cabang-cabangnya sehingga terjadi tromboflebitis. Klasifikasi Pelviotromboflebitis Pelviotromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipogastrika. Vena yang paling sering 29

terkena ialah vena ovarika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak di bagian atas uterus; proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ialah ke vena renalis, sedangkan perluasan inveksi dari vena ovarika dekstra ialah ke vena kava inferior. Peritoneum, yang menutupi vena ovarika dekstra, mengalami inflamasi dan akan menyebabkan perisalpingo-ooforitis dan periapendisitis. Perluasan infeksi dari vena utruna ialah ke vena iliaka komunis. Tromboflebitis femoralis Trombofelbitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya vena femoralis, vena poplitea dan vena safvena.

PELVIOTROMBOFLEBITIS Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan/atau perut bagian samping, timbul pada hari ke 2 3 masa nifas dengan atau tanpa panas. Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut: - - menggigil berulang kali. Menggigil inisial terjadi sangat berat (30 40 menit) dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas. - - Suhu badan naik turun secara tajam (36C menjadi 40C), yang diikuti dengan penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis). - - Penyakit dapat berlangsung selama 1 3 bulan. - - Cenderung berbentuk pus, yang menjalar ke mana-mana, terutama ke paru-paru. Gambaran darah: - Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar ke sirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia). - Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat yang tepat sebelum mulainya menggigil. Meskipun bakteri ditemukan di dalam darah selama menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob. Pada periksa dalam hampir tidak diketemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena ialah vena ovarika yang sukar dicapai pada pemeriksaan.

Komplikasi Komplikasi pada paru-paru: infark, abses, pneumonia, Komplikasi pada ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti dengan proteinuria dan hematuria, Komplikasi pada persendian, mara dan jaringan subkutan. Penanganan Rawat inap Penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan mencegah terjadinya emboli pulmonum. Terapi medik Pemberian antibiotika (lihat antibiotika kombinasi dan alternatif, seperti yang tercantum dalam penatalaksanaan metritis) dan heparin jika terdapat tandatanda atau dugaan adanya emboli pulmonum. Terapi operatif 30

Pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru, meskipun sedang dilakukan heparinisasi.

TROMBOFLEBITIS FEMORALIS (Flegmasia alba dolens) Penilaian klinik Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7 10 hari, kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke 10 20, yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali. Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan memberikan tanda-tanda sebagai berikut: - Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta sukar bergerak, lebih panas dibanding dengan kaki lainnya. - - Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagian atas. - - Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha. - - Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, putih, nyeri dan dingin, pulsasi menurun. - Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri dan pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah ke atas. - - Nyeri pada betis, yang akan terjadi spontan atau dengan memijit betis atau dengan meregangkan tendo akhiles (tanda Homan).

Penanganan Perawatan Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompres pada kaki. Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaos kaki panjang yang elastik selama mungkin. Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui. Terapi medik: pemberian antibiotika dan analgetika.

31

BAB 5 BAYI BERAT LAHIR RENDAH BATASAN Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 g tanpa memandang masa gestasi (berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir). PRINSIP DASAR
BBLR sampai saat ini masih merupakan masalah di Indonesia, karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa neonatal. Menurut SKRT 2001, 29% kematian neonatal karena BBLR Masalah yang sering timbul sebagai penyulit BBLR adalah Hipotermia, Hipoglikemia, Hiperbilirubinemia, Infeksi atau sepsis dan gangguan minum

Penyebab BBLR
o Persalinan kurang bulan / prematur

Bayi lahir pada umur kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu. Pada umumnya bayi kurang bulan disebabkan tidak mampunya uterus menahan janin, gangguan selama kehamilan, lepasnya plasenta lebih cepat dari waktunya atau rangsangan yang memudahkan terjadinya kontraksi uterus sebelum cukup bulan. Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup diluar rahim. Semakin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh semakin kurang sempurna dan prognosisnya semakin kurang baik. Kelompok BBLR ini sering mendapatkan penyulit atau komplikasi akibat kurang matangnya organ karena masa gestasi yang kurang ( prematur)
o Bayi lahir kecil untuk masa kehamilan

Bayi lahir kecil untuk masa kehamilannya karena ada hambatan pertumbuhan saat dalam kandungan (Janin tumbuh lambat). Retardasi pertumbuhan intrauterin berhubungan dengan keadaan yang mengganggu sirkulasi dan efisiensi plasenta dengan pertumbuhan dan perkembangan janin atau dengan keadaan umum dan gizi ibu. Keadaan ini mengakibatkan kurangnya oksigen dan nutrisi secara kronik dalam waktu yang lama untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Kematangan fungsi organ tergantung pada usia kehamilan walaupun berat lahirnya kecil.
Beberapa faktor predisposisi: o Faktor ibu adalah umur, jumlah paritas, penyakit kehamilan, gizi kurang atau malnutrisi, trauma, kelelahan, merokok, kehamilan yang tak diinginkan. o Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan ganda, o Faktor janin adalah kelainan bawaan, infeksi.

TUJUAN UMUM Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu :


Menjelaskan tentang penyebab dan komplikasi BBLR 32

Melakukan manajeman BBLR dengan berbagai penyulitnya sesuai dengan fasilitas yang tersedia

TUJUAN KHUSUS Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan memiliki kemampuan untuk::
Menjelaskan beberapa penyebab dan faktor predisposisi BBLR. Mengindentifikasi BBLR menurut masa gestasi Melakukan manajemen umum BBLR. Mengindentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajemen hipotermi Mengindentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajemen hipoglikemi Mengindentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajemen ikterus

Kremer II ke atas (hiperbilirubinemi)


Mengindentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajemen infeksi

neonatal
Mengindentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajeman masalah

pemberian minum.

Langkah Promotif / Preventif


Mencegah persalinan prematur (Lihat Pedoman Praktis Pelayanan Kesehatan maternal dan Neonatal Bab Persalinan Kurang Bulan ) Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas Meningkatkan status nutrisi ibu

DIAGNOSTIK Anamnesis
Umur ibu Riwayat persalinan sebelumnya Jumlah paritas, jarak kelahiran sebelumnya Kenaikan berat badan selama hamil Aktivitas Penyakit yang diderita selama hamil Obat-obatan yang diminum selama hamil

Pemeriksaan fisik
Berat lahir kurang 2500 gram Untuk BBLR Kurang Bulan :

Tanda prematuritas :
o Tulang rawan telinga belum terbentuk 33

o Masih terdapat lanugo (rambut halus pada kulit) o Refleks refleks masih lemah o Alat kelamin luar: pada perempuan labium mayus belum menutup labium minus, pada laki-laki belum terjadi penurunan testis dan kulit testis rata (rugae testis belum terbentuk) Untuk BBLR Kecil untuk Masa Kehamilan :

Tanda Janin Tumbuh Lambat :


o Tidak dijumpai tanda prematuritas seperti tersebut di atas o Kulit keriput o Kuku lebih panjang

Komplikasi BBLR Tabel 5.1 di bawah ini dapat membantu memberi gambaran tentang komplikasi BBLR Tabel 5.1 Penilaian klinik
Anamnesis Anamnesis Bayi terpapar dengan suhu lingkungan yang rendah Waktu timbulnya kurang 2 hari Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang Kemungkinan diagnosis Kemungkinan diagnosis

Menangis lemah Suhu tubuh Hipotermi Kurang aktif kurang 36.5 0 C Malas minum Kulit teraba dingin Kulit mengeras kemerahan Frekuensi jantung kurang 100 kali per menit Napas pelan dan dalam Kadar glukose darah kurang 45 mg/dL (2.6 mmol/L) Hipoglikemia

Kejang Kejang, tremor, timbul saat letargi atau lahir sampai tidak sadar dengan hari ke 3 Riwayat ibu Diabetes Ikterik (warna kuning) timbul saat lahir sampai dengan hari ke 3. Berlangsung Kulit , konjungtiva berwarna kuning Pucat

Ikterus/ Hiperbilirubinemia

34

Anamnesis lebih dari 3 minggu. Riwayat infeksi maternal Riwayat ibu pengguna obat. Riwayat Ikterus pada bayi yang lahir sebelumnya

Pemeriksaan

Pemeriksaan penunjang

Kemungkinan diagnosis

Ibu tidak Bayi kelihatan dapat atau bugar tidak berhasil menyusui Malas atau tidak mau minum Waktu timbul sejak lahir

Kenaikan berat Masalah bayi kurang 20 pemberian minum gram/hari selama 3 hari

Ibu demam Bila ditemukan Laboratorium Infeksi atau sebelum beberapa dari darah: Curiga Sepsis dan selama temuan ganda: Jumlah lekosit persalinan Bayi malas lekositosis Ketuban minum atau Pecah Dini Demam tinggi lekopenia), Persalinan atau trombositope dengan hipotermi nia tindakan Bayi Gambaran Timbul letargi/kurang darah tepi asfiksia aktip (bila tersedia pada saat Gangguan fasilitas) lahir napas Bayi malas Kulit ikterus minum Sklerema atau Timbul pada skleredema saat lahir Kejang sampai 28 hari Bayi KMK atau lebih bulan Air ketuban bercampur mekonium Lahir dengan riwayat Lahir dengan asfiksia Air ketuban bercampur mekonium Tali pusat berwarna kuning kehijauan Pemeriksaan Radiologi dada (bila tersedia) Sindroma Aspirasi mekonium

35

Anamnesis asfiksia

Pemeriksaan

Pemeriksaan penunjang

Kemungkinan diagnosis

MANAJEMEN UMUM Setiap menemukan BBLR , lakukan manajemen umum sebagai berikut :
Stabilisasi suhu, jaga bayi tetap hangat Jaga jalan napas tetap bersih dan terbuka Nilai segera kondisi bayi tentang tanda vital: pernapasan, denyut jantung, warna kulit dan aktifitas Bila bayi mengalami gangguan napas , dikelola gangguan napas Bila bayi kejang, potong kejang dengan anti konvulsan Bila bayi dehidrasi, pasang jalur intravena, berikan cairan rehidrasi IV. Kelola sesuai dengan kondisi spesifik atau komplikasinya

Pemberian minum
Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara apapun: o Periksa apakah bayi puas setelah menyusu; o Catat jumlah urine setiap bayi kencing untuk menilai kecukupan minum (paling kurang 6 kali sehari); Timbang bayi setiap hari, hitung penambahan/pengurangan berat, sesuaikan pemberian cairan dan susu, serta catat hasilnya: Bayi dengan berat 1500 - 2500 g tidak boleh kehilangan berat lebih 10% dari berat lahirnya pada 4-5 hari pertama; Apabila kenaikan berat badan bayi tidak adekuat, tangani sebagai Masalah kenaikan berat badan tidak adekuat. Apabila bayi telah menyusu ibu, perhatikan cara pemberian ASI dan kemampuan bayi mengisap paling kurang sehari sekali. Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.

BERAT LAHIR 1750 - 2500 GRAM Bayi sehat


Biarkan bayi menyusu ke ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (misal setiap 2 jam) bila perlu. Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektivitas menyusui. Apabila bayi kurang dapat mengisap, tambahkan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum. 36

Bayi sakit
Bila berat badan 1750-2000 gram atau lebih dengan gangguan napas, kejang dan gangguan minum segera lakukan rujukan Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan minum seperti pada bayi sehat. Apabila bayi memerlukan cairan IV: o Hanya berikan cairan IV selama 24 jam pertama; o Mulai berikan minum per oral pada hari ke 2 atau segera setelah bayi stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tandatanda siap untuk menyusu; o Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (misal gangguan napas, kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung: o Berikan cairan IV dan ASI menurut umur, lihat tabel; o Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal 3 jam sekali). apabila bayi telah mendapat minum 160 ml/kg berat badan per hari tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum; o Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.

Tabel 5.2 Jumlah cairan yang dibutuhkan bayi (mL/kg) Hari ke Berat > 1500 g < 1500 g 60 80 80 100 100 120 120 140 150 150 1 2 3 4 5+

Tabel 5.3 Jumlah cairan IV dan ASI untuk bayi sakit berat 1750 2500 g Pemberian U m u r (hari) 12 3 4 5 6 7 0 0 0

Kecepatan 5 4 3 2 cairan IV (mL/jam atau tetes mikro/menit)

Jumlah ASI 0 6 14 22 30 35 38 setiap 3 jam (mL/kali) PEMANTAUAN


37

I. Kenaikan berat badan dan pemberian minum setelah umur 7 hari


Bayi akan kehilangan berat selama 7-10 hari pertama. Bayi dengan berat lahir > 1500 g dapat kehilangan berat sampai 10%. Berat lahir biasanya tercapai kembali dalam 14 hari kecuali apabila terjadi komplikasi. Setelah berat lahir tercapai kembali, kenaikan berat badan selama tiga bulan seharusnya: o 150200 g seminggu untuk bayi < 1500 g (misalnya 2030 g/hari) o 200250 g seminggu untuk bayi 1500 2500 g (misalnya 3035 g/hari). Bila bayi sudah mendapat ASI secara penuh (pada semua kategori berat) dan telah berusia lebih dari 7 hari: o Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 mL/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 mL/kg/hari; o Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan kenaikan berat badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180 mL/kg/hari; o Apabila kenaikan berat tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI sampai 200 mL/kg/hari; o Apabila kenaikan berat tetap kurang dari batas yang telah disebutkan diatas dalam waktu lebih seminggu padahal bayi sudah mendapat ASI 200 mL/kg BB per hari, tangani sebagai Kemungkinan kenaikan berat badan tidak adekuat.

II. Tanda kecukupan pemberian ASI


o Kencing minimal 6 kali dalam 24 jam o Bayi tidur lelap setelah pemberian ASI o Peningkatan berat badan setelah 7 hari pertama sebanyak 20 gram setiap hari.

Pemulangan penderita :
o Bayi suhu stabil o Toleransi minum per oral baik, diutamakan pemberian ASI. Bila tidak bisa diberikan ASI dengan cara menetek dapat diberikan dengan alternatip cara pemberian minum yang lain. o Ibu sanggup merawat BBLR di rumah

MANAJEMEN SPESIFIK / MANAJEMEN LANJUT Sesuai dengan tabel temuan klinis (Tabel 5.1) HIPOTERMI BATASAN Hipotermi adalah suhu tubuh kurang dari 36.5C pada pengukuran suhu melalui ketiak. PRINSIP DASAR
38

Hipotermi sering terjadi pada neonatus terutama pada BBLR karena pusat pengaturan suhu tubuh bayi yang belum sempurna, permukaan tubuh bayi relatif luas, kemampuan produksi dan menyimpan panas terbatas. Suhu tubuh rendah dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan yang dingin (suhu lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah) atau bayi dalam keadaan basah atau tidak berpakaian. Hipotermi merupakan suatu tanda bahaya karena dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung paru dan kematian.

Mekanisme kehilangan panas


1. Radiasi: dari bayi ke lingkungan dingin terdekat. 2. Konduksi: langsung dari bayi ke sesuatu yang kontak dg bayi 3. Konveksi: kehilangan panas dari bayi ke udara sekitar 4. Evaporasi: penguapan air dari kulit bayi

Gambar 5.1. Mekanisme Kehilangan Panas Pencegahan hipotermi dengan melakukan tindakan promotif atau preventif

TUJUAN UMUM Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang hipotermi, penyebab dan mampu melaksanakan penanganan atau manajemennya
Radiasi Konveksi Evaporasi Konduksi

TUJUAN KHUSUS Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu:


Melakukan langkah-langkah promotif / preventif hipotermi Menjelaskan klasifikasi hipotermi Melaksanakan tata laksana hipotermi.

39

Langkah Promotif/Preventif
Rawat bayi kecil di ruang yang hangat (tidak kurang 25C dan bebas dari aliran angin). Jangan meletakkan bayi dekat dengan benda yang dingin (misal dinding dingin atau jendela) walaupun bayi dalam inkubator atau di bawah pemancar panas. Jangan meletakkan bayi langsung di permukaan yang dingin (mis. alasi tempat tidur atau meja periksa dengan kain atau selimut hangat sebelum bayi diletakkan). Pada waktu dipindahkan ke tempat lain, jaga bayi tetap hangat dan gunakan pemancar panas atau kontak kulit dengan perawat. Bayi harus tetap berpakaian atau diselimuti setiap saat, agar tetap hangat walau dalam keadaan dilakukan tindakan. Misal bila dipasang jalur infus intravena atau selama resusitasi dengan cara: o Memakai pakaian dan mengenakan topi. o Bungkus bayi dengan pakaian yang kering dan lembut dan selimuti. o Buka bagian tubuh yang diperlukan untuk pemantauan atau tindakan. Berikan tambahan kehangatan pada waktu dilakukan tindakan (mis. menggunakan pemancar panas). Ganti popok setiap kali basah. Bila ada sesuatu yang basah ditempelkan di kulit (mis. kain kasa yang basah), usahakan agar bayi tetap hangat. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin. Ukur suhu tubuh sesuai jadwal pada tabel (lihat lampiran)

Tabel 5.4 Pengukuran suhu tubuh Keadaan bayi


Bayi sakit Bayi kecil Frekuensi Pengukuran Tiap jam Tiap 12 jam Sekali sehari

Bayi keadaan membaik

40

Tabel 5.5 Suhu inkubator yang direkomendasi menurut berat dan umur bayi
Berat bayi 35 oC < 1500 g 1500-2000 g 2100-2500 g > 2500 g
a

Suhu inkubator (oC) menurut umura 34 oC 11 hari 3 minggu 1-10 hari 1-2 hari 33 oC 3-5 minggu 11 hari4 minggu 3 hari-3 minggu 1-2 hari 32 oC > 5 minggu > 4 minggu > 3 minggu > 2 hari 1-10 hari

Bila jenis inkubatornya berdinding tunggal, naikkan suhu inkubator 1 oC setiap perbedaan suhu 7 oC antara suhu ruang dan inkubator.

Tabel 5.6 Suhu kamar untuk bayi dengan pakaian


Berat Badan 1500 2000 g > 2000 g Suhu ruangan 28 30oC 26 28oC

Catatan: jangan digunakan untuk bayi < 1500 g


Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti, kontak kulit ke kulit, Kangaroo Mother Care, pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk. (lihat table Cara menghangatkan bayi)

Tabel 5.7 Cara menghangatkan bayi


CARA PETUNJUK PENGGUNAAN Untuk semua bayi Untuk menghangatkan bayi dalam waktu singkat, atau menghangatkan bayi hipotermi (32 36,4oC) apabila cara lain tidak mungkin dilakukan

Kontak kulit

Kangaroo Mother Care (KMC)

Untuk menstabilkan bayi dengan berat badan < 2500 g, terutama direkomendasikan untuk perawatan berkelanjutan bayi dengan berat badan < 1800 g
Tidak untuk bayi yang sakit berat (sepsis, gangguan napas berat). Tidak untuk Ibu yang menderita penyakit berat yang tidak dapat merawat bayinya. Pada ibu yang sedang sakit, dapat dilakukan oleh keluarga (pengganti ibu) Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 1500 g 41

Pemancar

panas

Lampu penghangat Inkubator

atau lebih Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan tindakan, atau menghangatkan kembali bayi hipotermi

Bila tidak tersedia pemancar panas, dapat digunakan lampu pijar maksimal 60 watt dengan jarak 60 cm Penghangatan berkelanjutanan bayi dengan berat < 1500 g yang tidak dapat dilakukan KMC
Untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)

Boks penghangat

Ruangan hangat

Bila tidak tersedia inkubator, dapat digunakan boks penghangat dengan menggunakan lampu pijar maksimal 60 watt sebagai sumber panas Untuk merawat bayi dengan berat < 2500 g yang tidak memerlukan tindakan diagnostik atau prosedur pengobatan, Tidak untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)

DIAGNOSTIK Anamnesis
Riwayat bayi yang tidak dikeringkan sesudah lahir, dan tidak dijaga kehangatannya. Riwayat terpapar dengan lingkungan yang dingin Riwayat melakukan tindakan tanpa tambahan kehangat pada bayi.

Pemeriksaan fisik Tabel 5.8 Klasifikasi Hipotermi


Anamnesis Pemeriksaan Klasifikasi Hipotermia sedang

Bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah


Waktu timbulnya kurang dari 2 hari

Suhu tubuh 32 C 36.4 C Gangguan napas Denyut jantung kurang dari 100 kali/menit Malas minum
Letargi

Bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah


Waktu timbulnya kurang dari 2 hari

Suhu tubuh < 32 C Tanda lain hipotermia sedang Kulit teraba keras
Napas pelan dan dalam

Hipotermia berat

42

Tidak terpapar dengan dingin atau panas yang berlebihan

Suhu tubuh berfluktuasi antara 36 C 39 C meskipun berada di suhu lingkungan yang stabil
Fluktuasi terjadi sesudah periode suhu stabil

Suhu tubuh tidak stabil (lihat Dugaan sepsis)

MANAJEMEN HIPOTERMIA BERAT Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya, bila mungkin. Gunakan inkubator atau ruangan hangat, bila perlu. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai topi dan selimuti dengan selimut hangat. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah. Bila bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas lebih 60 atau kurang 30 kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi), lihat bab tentang Gangguan napas. Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan pipa infus tetap terpasang di bawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan. Periksa kadar glukose darah, bila kadar glukose darah kurang 45 mg/dL (2.6 mmol/L), tangani hipoglikemia. Nilai tanda bahaya setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam batas normal. Ambil sampel darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang disebutkan dalam penanganan Kemungkinan besar sepsis. Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap : - Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum; - Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI peras begitu suhu bayi mencapai 35 C. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0.5 C/jam, berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam. Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap jam. 43

Setelah suhu tubuh bayi normal: o Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi; o Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3 jam. Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di Rumah Sakit, bayi dapat dipulangkan dan nasehati ibu bagaimana cara menjaga agar bayi tetap hangat selama di rumah. HIPOTERMIA SEDANG Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat, memakai topi dan selimuti dengan selimut hangat. Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan kontak kulit dengan kulit (perawatan bayi lekat). Bila ibu tidak ada: o Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas. Gunakan inkubator dan ruangan hangat, bila perlu; o Periksa suhu alat penghangat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan pengatur suhu. o Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah. Anjurkan Ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum. Mintalah ibu untuk mengamati tanda bahaya (mis. gangguan napas, kejang) dan segera mencari pertolongan bila terjadi hal tersebut. Periksa kadar glukose darah, bila < 45 mg/dL (2.6 mmol/L), tangani hipoglikemia. Nilai tanda bahaya, Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0.5 C/jam, berarti usaha menghangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu setiap 2 jam. Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0.5 C/jam, cari tanda sepsis1. Setelah suhu tubuh normal: o Lakukan perawatan lanjutan. o Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan, bayi dapat dipulangkan. Nasihati ibu cara menghangatkan bayi di rumah. 44

HIPOGLIKEMIA BATASAN Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L) PRINSIP DASAR
Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah. Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian. Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes melitus. Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir. Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada.

TUJUAN UMUM Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang hipoglikemi, penyebab dan mampu melaksanakan penanganan atau manajemennya TUJUAN KHUSUS Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu :
Melakukan langkah-langkah promotif / preventif hipoglikemi Menjelaskan tanda, gejala, diagnosis hipoglikemi Melaksanakan penanganan hipoglikemi dengan jalan memasang jalur infus intra vena dan atau memasang pipa nasogastrik

Langkah Promotif/Preventif
Penganan/ pengendalian kadar glukosa ibu Diabetes Mellitus (Lihat pengelolaan ibu DM di Buku Panduan Praktis Pelayanan Maternal dan Neonatal). Penanganan keadaan yang dapat mengakibatkan BBLR. Penanganan keadaan yang dapat meningkatkan penggunaan glukosa bayi (mis. pada asfiksia, hipotermi, hiperterm, gangguan pernapasan) Pemenuhan kebutuhan nutrisi rumatan dengan minum ASI dini.

DIAGNOSTIK Anamnesis
Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan Riwayat bayi prematur Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK) Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK) 45

Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan Pemeriksaan klinis Hipoglikemi sering asimtomatis, pada keadaan ini terapi sudah harus dilakukan agar prognosis menjadi lebih baik. Gejala yang sering terlihat adalah: tremor ("jitteriness") bayi lemah, apatis, letargik, keringat dingin sianosis kejang apne atau nafas lambat, tidak teratur tangis melengking atau lemah merintih. hipotoni masalah minum nistagmus gerakan involunter pada mata MANAJEMEN Berikan glukose 10% 2 mL/kg secara IV bolus pelan dalam lima menit. Jika jalur IV tidak dapat dipasang dengan cepat, berikan larutan glukose melalui pipa lambung dengan dosis yang sama. Infus Glukose 10% sesuai kebutuhan rumatan, kemudian lakukan rujukan Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.

IKTERUS/ HIPERBILIRUBINEMIA BATASAN


Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Klinis ikterus tampak bila kadar bilirubin dalam serum adalah 5 mg/dl ( 85 mol/L).Disebut Hiperbilirubin adalah keadaan kadar bilirubin serum > 13 mg/dL

PRINSIP DASAR
Bayi sering mengalami ikterus pada mingu pertama kehidupan, terutama bayi kurang bulan. Dapat terjadi secara normal atau fisiologis dan patologis. Kemungkinan ikterus sebagai gejala awal penyakit utama yang berat pada neonatus. Peningkatan bilirubin dalam darah disebabkan oleh pembentukan yang berlebihan dan atau pengeluaran yang kurang sempurna. 46

Ikterus perlu ditangani secara seksama, karena bilirubin akan masuk ke dalam sel syaraf dan merusak sehingga otak terganggu dan mengakibatkan kecacatan sepanjang hidup atau kematian (ensepalopati biliaris) .

TUJUAN UMUM Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang ikterus, penyebab dan mampu melaksanakan penanganan atau manajemen nya TUJUAN KHUSUS Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu :
Melakukan langkah-langkah promotif / preventif ikterus Menjelaskan tanda, gejala, diagnosis ikterus. Melaksanakan penanganan ikterus.

Langkah Promotif/Preventif
Menghindari penggunaan obat pada ibu hamil yang dapat mengakibatkan ikterus (sulfa, anti malaria, nitro furantoin, aspirin) Penanganan keadaan yang dapat mengakibatkan BBLR. Penanganan infeksi maternal, ketuban pecah dini (Lihat Bab Infeksi Maternal) Penanganan asfiksia, trauma persalinan. Pemenuhan kebutuhan nutrisi rumatan dengan minum ASI dini dan ekslusif

DIAGNOSTIK Anamnesis
Riwayat ikterus pada anak sebelumnya Riwayat penyakit anemi dengan pembesaran hati, limpa atau pengangkatan limpa dalam keluarga. Riwayat penggunaan obat selama ibu hamil Riwayat infeksi maternal, ketuban pecah dini Riwayat trauma persalinan, asfiksia. Riwayat infeksi maternal, ketuban pecah dini

Pemeriksaan
Pemeriksaan klinis ikterus dapat dilakukan pada bayi baru lahir asal dengan menggunakan pencahayaan yang memadai. Ikterus akan terlihat lebih berat bila dilihat dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang. Tekan kulit dengan ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan: - Hari 1 tekan pada ujung hidung atau dahi; - Hari 2 tekan pada lengan atau tungkai; - Hari 3 dan seterusnya, tekan pada tangan dan kaki. 47

Ikterus muncul pertama di daerah wajah, menjalar ke arah kaudal tubuh, dan ekstremitas. Pemeriksaan penunjang kadar bilirubin serum total saat tanda klinis ikterus pertama ditemukan sangat berguna untuk data dasar mengamati penjalaran ikterus ke arah kaudal tubuh. Tentukan tingkat keparahan ikterus secara kasar dengan melihat pewarnaan kuning pada tubuh metode Kremer. Pemeriksaan kadar bilirubin

Tabel 5.9 Pembagian ikterus menurut metode Kremer


Derajat Ikterus I II III IV V Daerah Ikterus Daerah kepala dan leher Sampai badan atas Sampai badan bawah hingga tungkai Sampai daerah lengan, kaki bawah, lutut. Sampai daerah telapak tangan dan kaki Perkiraan kadar bilirubin 5.0 mg% 9.0 mg% 11.4 mg% 12.4 mg% 16.0 mg%

Gambar 5.2. Metoda Kraemer


Tabel 5.10 Perkiraan Klinis derajat ikterus

Usia Hari 1 Hari 2 Hari 3 dan seterusnya


a

Ikterus terlihat pada Setiap ikterus yang terlihata Lengan dan tungkai b Tangan dan kaki

Klasifikasi

Ikterus berat

Bila ikterus terlihat di bagian mana saja dari tubuh bayi pada hari 1, menunjukkan kondisi bayi sangat serius. Lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum. b Bila ikterus terlihat pada lengan dan tungkai sampai ke tangan dan kaki pada hari 2, menunjukkan kondisi bayi sangat serius. Lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum. Pemeriksaan tanda klinis lain seperti gangguan minum, keadaan umum, apnea, suhu yang labil, sangat membantu menegakkan diagnosis penyakit utama disamping keadaan hiperbilirubinemianya. Tindak lanjut pada neonatus yang menderita hiperbilirubinemia harus dilakukan setelah bayi dipulangkan terutama pada 7 hari pertama pasca kelahiran. Bila ikterus menetap sampai minggu ke 2 pasca kelahiran, dianjurkan untuk pemeriksaan kadar billirubin serum total dan direk, serta kadar bilirubin dalam urin.

Pemeriksaan penunjang
48

Untuk Puskesmas fasilitas penunjang biasanya jarang tersedia, sehingga pemeriksaan atau penajaman klinis sangat diutamakan Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut
Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran. Bila ibu memiliki golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan. Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama kelahiran.

Tabel 5.11 Diagnosis banding ikterus Pemeriksaan penunjang atau diagnosis lain yang sudah diketahui Hb < 13 g/dl, Ht < 39% Bilirubin >8 mg/dl pada hari ke 1 atau Kadar Bilirubin > 13mg/dl pada hari ke 2 ikterus/ kadar bilirubin cepat Bila ada fasilitas: Coombs tes positif Defisiensi G6PD Inkompatibili tas gol. Darah ABO atau Rh

Anamnesis

Pemeriksaan

Kemungkinan diagnosis

Timbul saat lahir samp ai denga n hari ke 2 Riwayat ikterus pada bayi sebelum nya Riwayat penyakit keluarga : ikterus, anemi, pembesa ran hati, pengang katan limpa.de fisiensi G6 PD Timbul saat

Sangat Ikterus Sangat pucat

Ikterus hemolitilk akibat inkompatibilit as darah

Sangat Ikterus

Lekositosis, leukopeni,

Ikterus diduga karena


49

lahir samp ai denga n hari ke 2 atau lebih Riwayat infeksi maternal Timbul pada hari 1 Riwayat ibu hamil penggun a obat Ikterus hebat timbu l pada hari ke 2 Ensefalop ati timbul pada hari ke 3 -7 Ikterus hebat yang tidak atau terlamba t diobati Ikterus mene tap setela

Tanda tersangka infeksi/sep sis (malas minum, kurang aktif, tangis lemah, suhu tubuh abnormal Ikterus

trombosito penia

infeksi berat/ sepsis (tangani dugaan infeksi berat dan foto terapi bila diperlukan)

Ikterus akibat obat

Sangat ikterus Kejang Postur abnor mal, letargi

Bila ada fasilita s: Hasil tes Coomb s positif

Ensefalop ati bilirubin (Kernikterus) (obati kejang dan tangani Ensefalop ati bilirubin)

Ikterus berlan gsung >2 mingg

Faktor pendu kung: Urin gelap,

Ikterus berkepanj angan (Prolonge d ikterus)


50

h usia 2 mingg u

u pada bayi cukup bulan dan > 3 mingg u pada bayi kurang bulan Bayi tamp ak sehat

feses pucat. Pening katan bilirubi n direk

Timbul hari ke 2 atau lebih. Bayi berat lahir rendah

Ikterus pada bayi prematu r

MANAJEMEN
Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat rawat jalan dengan nasehat untuk kembali jika ikterus berlangsung lebih dari 2 minggu. Jika bayi dapat menghisap, anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan ASI eksklusif lebih sering minimal setiap 2 jam. Jika bayi tidak dapat menyusui, ASI dapat diberikan melalui pipa nasogastrik atau dengan gelas dan sendok. Letakkan bayi ditempat yang cukup mendapat sinar mata hari pagi selama 30 menit selama 3-4 hari. Jaga agar bayi tetap hangat. Kelola faktor risiko (asfiksia dan infeksi) karena dapat menimbulkan ensefalopati biliaris. Setiap Ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis dan membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjut; minimal kadar bilirubin serum total, pemeriksaan kearah adanya penyakit hemolisis. Pada bayi dengan Ikterus Kremer III atau lebih perlu dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap setelah keadaan bayi stabil Tabel 5.12 Panduan terapi sinar berdasarkan kadar bilirubin serum (jika fasilitas tersedia)

Faktor risiko : BBLR, penyakit hemolisis karena inkompatibilitas gologan darah, asfiksia atau asidosis, hipoksia, trauma serebral, atau infeksi sistemik Pemulangan dan pemantauan lanjutan.
51

Nasehati ibunya mengenai pemberian minum dan membawa kembali jika menjadi semakin kuning MASALAH PEMBERIAN MINUM

PRINSIP DASAR
Masalah minum sering terjadi pada bayi baru lahir, bayi berat lahir rendah, atau pada bayi sakit berat. Masalah pemberian minum perlu mendapat perhatian khusus selain untuk mengurangi risiko terjadinya penyakit juga untuk memenuhi tumbuh kembang bayi. MASALAH PALING SERING TERJADI Bayi yang semula minum baik menjadi malas minum Bayi malas minum sejak lahir Berat bayi tidak naik Ibu cemas tentang cara pemberian minum, terutama pada bayi kecil, atau bayi kembar TUJUAN UMUM

Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan masalah pemberian minum, penyebab dan mampu melaksanakan penanganan atau manajemen masalah pemberian minum TUJUAN KHUSUS Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu:
Menjelaskan beberapa masalah pemberian minum Menjelaskan penyebab, tanda, masalah pemberian minum Menjelaskan rencana penanganan masalah pemberian Melakukan praktek cara pemberian minum ASI yang tepat pada BBLR, bayi kembar. Mampu melakukan pemasangan pipa lambung dengan baik Langkah Promotif / Preventif Perawatan antenatal yang meliputi perawatan payu dara. Mencegah kelahiran BBLR Penanganan infeksi maternal Perawatan pasca natal yang baik dan berkualitas DIAGNOSTIK

Anamnesis
Riwayat cara pemberian minum bayi 52

Riwat terjadinya masalah pembeian minum Riwayat penimbangan bayi Riwayat infeksi maternal , ketuban pecah dini Pemeriksaan fisik

Pada Tabel 5.13 di bawah ini dapat dilihat dan dipikirkan Diagnosis Banding Bayi dengan Masalah Minum Tabel 5.13 Diagnosis Banding Masalah minum MANAJEMEN UMUM
Bila bayi bisa minum tanpa batuk, tersedak atau muntah sejak pertama kali minum sesudah lahir, lanjutkan dengan kemungkinan diagnosis lain. Bila bayi mengalami batuk, tersedak atau muntah sejak pertama kali diberi minum coba pasang pipa lambung. o Bila tidak berhasil maka kemungkinan adanya kelainan bedah, pasang jalur infus dengan cairan rumatan dan pemberian minum ditunda. Rujuk penderita setelah keadaan stabil o Bila pipa lambung berhasil masuk, pastikan pipa masuk kelambung, lakukan aspirasi cairan lambung dan biarkan mengalir sendiri. Kemudian lanjutkan dengan kemungkinan diagnosis lain MANAJEMEN KHUSUS

Pada ibu tidak dapatmenyusui atau tidak berhasil menyusui, lakukan manajemen sebagai berikut: Kecemasan pada ibu
Memberikan pengertian dan cara pemberian ASI yang tepat. Perhatikan dan catat berat bayi setiap hari Menjelaskan dan bekerjasama dengan ibu mengenai teknik menyusui selama tiga hari - Yakinkan ibu bila cara ibu benar - Bila cara belum benar, nasehati ibu cara yang sesuai - Bila berat bayi meningkat minimal 60 gram dalam 3 hari yakinkan ibu bahwa ASI nya cukup. - Bila peningkatan berat bayi tidak mencapai minimal 60 gram dalam 3 hari, kelola sebagai persangkaan berat tidak naik dengan adekuat. Persangkaan berat bayi tidak naik dengan adekuat Kenaikan berat bayi tidak adekuat jika ditemukan kenaikan berat bayi kurang 60 gram selama 3 hari berturut-turut. Periksa penyebab berat tidak naik sebelumnya 53

o Apakah telah diberi minum sesuai rencana, yakikan bayi telah mendapat minum dan cairan secukupnya. o Apakah suhu lingkungan bayi optimal. o Cari tanda sepsis dan lakukan pengobatan. o Pengobatan infeksi pada mulut jika ditemukan. Bila tidak ditemukan penyebab pasti, lakukan tindakan meningkatkan jumlah ASI yang diterima oleh bayi dengan cara : o Menaikkan frekuensi minum, menambah lamya waktu menyusui o Berganti payudara setiap mulai menyusui dan pastikan bayi dapat mengosongkan satu payudara sebelum pindah kepayudara yang lain. o Ibu cukup minum, gizi dan tidak kelelahan. Bil o Hendaknya sesudah menyusui, ibu memeras ASI nya dan bayi dengan cara alternatif sebagai tambahan setelah bayi menyusui. Bila tidak dapat memeras ASI, beri bayi 10 ml susuformula deng menggunakan gelas atau sendok. Susu formula tidak harus diberika Tersedia selama, mudah diperoleh, dapat digunakan seca

dapat dipersiapkan secara steril sesuai petunjuk.


per hari selama 3 hari berturut-turut, kemudian turunkan susu formula sampai 5 ml setiap kali minum selama 2 hari. o Bila kenaikan berat badan cukup (> 20 g/ha hentikan susu formula seluruhnya. Bila berat badan turun di bawah 20 susu formula sebanyak 10 ml setiap kali minum, dan ulangi kembali proses di atas. Setelah susu fo selama 3 hari berikutnya. Jika kenaikan berat badan berlangsung dengan kecepatan yang sama atau lebih baik, bayi dipulangkan ke rumah.

M
Terangkan bahwa ASI nya Beri penjelasan bahwa bayi kecil mungkin tidak dapat minum pada hari-hari pertama dan hal ini normal karena: o Mudah capai dan menghisap masih lemah o Menghisap dengan singkat kemudian berhen o Tertidur saat sedang minum o Ada waktu jeda yang cukup p o Ingin minum lebih sering dibanding bayi yang lebih b 54

Yakinkan ibu bahwa menyusui dengan ASI akan lebih mu sudah lebih besar Hendaknya ibu me o Yakin bahwa bayinya disusui minimal 8 kali 24 jam sampai berat 2500 gram. Bila bayi tidak dapat bangun sendiri sewaktu mau minum, hendaknya ibu membangunkannya untuk menyusu. Bila bayi melepaskan hisapannya dari satu payudara berikan payu lainnya Selalu m meningkatkan aliran ASI dengan sedikit memeras sedikit ASI nya sebelum menempelkan bayi ke payudaranya. Biarkan bayi menyusu untuk waktu yang membiarkan waktu jeda yang cukup panjang antara hisapan atau hisapan yang pelan dan lama. Jangan menghentikan bayi menyusu selama bayi masih berusaha atau ingin tetap menyusu. Jangan Anjurkan agar ibu hanya memberi ASI untuk 4-6 bulan pertama. cukup, anjurkan ibu untuk memberikan ASI peras dengan menggu alternatip cara pemberian minum dengan cangkir, sendok atau pipa lambung. Bila suplai ASI cukup (dilihat bayi minum 6 kali atau lebih dalam 24 jam) tetapi bera hari), ibu hendaknya memeras ASI dalam dua cangkir yang berbeda. Hendaknya ibu memberikan pertama kali kepada bayinya pertama kali ASI peras dalam cangkir ke dua yang mengandung lebih kaya lemak kemudian baru ASI yang ada di dalam cangkir bila bayi masih memerlukan. mberi Minum Bayi Kembar

Yakinkan ASI nya cukup untuk kedua bayinya. Bila bayinya kecil, terangkan cukup lama untuk memulai menyusui ASI denga Hendaknya ibu mengikuti prinsip umum menyusui, sebagai tambahan ibu harus : o Mulai menyusui salah satu bayinya pada saat payudara sudah siap untuk o Yakin bahwa bayi yang lebih lemah mendapat cukup ASI Beri ASI peras pemberian minum, sesudah selesai menyusu bila diperluk o Secara bergantian menggilir payudara setiap kali menyusui

Saat timbul ikterus

Bayi cukup bulan sehat kadar

Bayi dengan faktor risiko (kadar bilirubin, mg/dl;umol/l)


55

bilirubin, mg/dl; (umol/l) Hari ke 1 Setiap terlihat ikterus Setiap terlihat ikterus 13 (220) 16 (270) 17 (290) Kemungkinan diagnosis

Hari ke 15 (260) 2 Hari ke 18 (310) 3 Hari ke 20 (340) 4 dst

Anamnesis Pemeriksaan Malas atau tidak mau minum Sebelumnya minum dengan baik Timbul 6 jam atau lebih setelah lahir Riwayat infeksi maternal , Ketuban pecah dini Malas atau tidak mau minum, sebelumnya minum baik Timbul sejak lahir

Bayi tampak Curiga sakit Infeksi Tanda infeksi (sepsis) : Kesulitan bernapas, suhu tubuh tidak stabil, iritabel, kejang, tidak sadar, muntah,

Bayi berat Bayi kecil lahir < 2500 gram atau kehamilan kurang dari 37 minggu Cara pemberian minum salah Kecemasan pada ibu

Ibu tidak Bayi dapat kelihatan menyusui sehat atau tidak berhasil menyusui Ibu cemas dan khawatir tidak dapat menyusui Waktu timbul 1 hari

56

atau lebih Bayi regurgitasi, beberapa kali tersedak dan batuk setelah minum Timbul pada hari ke 1 atau lebih Bayi regurgitasi sejak pertama minum Waktu timbul 1 hari Air ketuban bercampur mekonium Bayi batuk, tersedak dan regurgitasi sejak pertama kali minum Minum dimuntahkan Waktu timbul sejak lahir Celah antara Celah langitpalatum dan langit mulut atau keluar minum lewat hidung

Pipa Iritasi lambung lambung dapat masuk Bayi kelihatan sehat

Pipa Kelainan lambung Bedah tidak dapat masuk. Keluar air liur atau cairan dari mulut, walaupun tidak diberi minum

BAB 6 ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR BATASAN Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. PRINSIP DASAR
Asfiksia merupakan penyebab kematian neonatal yang paling tinggi. Menurut SKRT 2001, 27% kematian neonatal diakibatkan oleh Asfiksia dan angka kematian sekitar 41.94% di RS pusat rujukan propinsi. Asfiksia perinatal dapat terjadi selama antepartum, intrapartum maupun postpartum Asfiksia selain kecacatan dapat menyebabkan kematian dapat mengakibatkan

57

TUJUAN UMUM Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang Asfiksia bayi baru lahir, penyebab dan mampu melaksanakan manajemen asfiksia TUJUAN KHUSUS Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu :
Melakukan langkah langkah resusitasi dengan benar : o Melakukan penilaian bayi baru lahir o Melakukan Langkah awal resusitasi o Melakukan Ventilasi Tekanan positip dengan menggunakan balon dan sungkup o Melakukan kompresi dada o Memberikan obat-obatan yang diperlukan o Memasang pipa endotrakheal (bagi dokter ) o Mengetahui kapan harus menghentikan resusitasi Melaksanakan tata laksana pasca resusitasi Mengetahui dan mampu melakukan rujukan pada kasus asfiksia

LANGKAH PROMOTIF/PREVENTIF Sebetulnya asfiksia pada BBL, dapat dicegah, maka sebaiknya dilakukan tindakan pencegahan sebagai berikut:
Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas, Meningkatkan status nutrisi ibu Manajemen persalinan yang baik dan benar Melaksanakan Pelayanan neonatal esensial terutama dengan melakukan resusitasi yang baik dan benar yang sesuai standar.

Fisiologi pernapasan bayi baru lahir Oksigen sangat penting untuk kehidupan sebelum dan sesudah persalinan. Selama di dalam rahim, janin mendapatkan Oksigen dan nutrien dari ibu melalui mekanisme difusi melalui plasenta yang berasal dari ibu diberikan kepada darah janin. Sebelum lahir, alveoli paru bayi menguncup dan terisi oleh cairan. Paru janin tidak tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan CO2 (karbon dioksida) sehingga paru tidak perlu diperfusi atau dialiri darah dalam jumlah besar. Setelah lahir, bayi tidak berhubungan dengan plasenta lagi sehingga dan akan segera bergantung kepada paru sebagai sumber utama oksigen. Oleh karena itu, maka beberapa saat sesudah lahir paru harus segera terisi oksigen dan pembuluih darah paru harus berelaksasi untuk memberikan perfusi pada alveoli dan menyerap oksigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Reaksi bayi pada masa transisi normal
58

Biasanya BBL akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru. Hal ini mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan interstitial di paru, sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteri ulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap konstriksi dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen sehingga tidak dapat memberikan perfusi ke oragan organ tubuh yang penting seperti otak, jantung, ginjal dan lain lain. Bila keadaan ini berlangsung lama maka akan menyebabkan kerusakan jaringan otak dan organ lain yang dapat menyebabkan kematian atau kecacatan Patofisiologi Asfiksia adalah keadaan BBL tidak bernafas secara spontan dan teratur. Sering sekali seorang bayi yang mengalami gawat janin sebelum persalinan akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan kondisi ibu, masalah pada tali pusat dan plasenta atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan. Perubahan yang terjadi pada saat asfiksia Pernapasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika BBL kekurangan oksigen. Pada periode awal bayi akan mengalami napas cepat (rapid breathing) yang disebut dengan gasping primer. Setelah periode awal ini akan diikuti dengan keadaan bayi tidak bernapas (apnu) yang disebut apnu primer. Pada saat ini frekuensi jantung mulai menurun, namun tekanan darah masih tetap bertahan. Gambar 6.1 Apnu primer dan sekunder Bila keadaan ini berlangsung lama dan tidak dilakukan pertolongan pada BBL, maka bayi akan melakukan usaha napas megap-megap yang disebut gasping sekunder dan kemudian masuk ke dalam periode apnu sekunder. Pada saat ini frekuensi jantung semakin menurun dan tekanan darah semakin menurun dan bisa menyebabkan kematian bila bayi tidak segera ditolong. Sehingga setiap menjumpai kasus dengan apnu, harus dianggap sebagai apnu sekunder dan segera dilakukan resusitasi Penyebab Asfiksia Asfiksia pada BBL dapat disebabkan oleh karena faktor ibu, faktor bayi dan faktor tali pusat atau plasenta Faktor ibu : Keadaan Ibu yang dapat mengakibatkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin berkurang akibatnya akan mengakibatkan Gawat Janin dan akan berlanjut sebagai Asfiksia BBL, antara lain :
Preeklampsia dan eklampsia Perdarahan antepartum abnormal ( plasenta previa atau solusio plasenta) Partus lama atau partus macet Demam sebelum dan selama persalinan Infeksi berat ( malaria, sifilid, TBC, HIV) Kehamilan lebih bulan ( lebih 42 minggu kehamilan ) 59

Faktor plasenta dan talipusat Keadaan plasenta atau talipusat yang dapat mengakibatkan asfiksia BBL akibat penurunan aliran darah dan oksigen melalui talipusat bayi
Infark plasenta Hematom plasenta Lilitan talipusat Talipusat pendek Simpul talipusat Prolapsus talipusat

Faktor bayi Keadaan bayi yang dapat mengalami asfiksia walaupun kadang kadang tanpa didahului tanda gawat janin:
Bayi kurang bulan/prematur ( kurang 37 minggu kehamilan) Air ketuban bercampur mekonium Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernapasan bayi

DIAGNOSTIK Anamnesis :
Gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan tali pusat, sungsang, ekst raksi vakum, ekstraksi forsep, dll). Lahir tidak bernafas/menangis. Air ketuban bercampur mekonium.

Pemeriksaan fisis :
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap. Denyut jantung < 100X/menit Kulit sianosis, pucat. Tonus otot menurun. Untuk diagnosis asfiksia tidak perlu menunggu nilai Skor Apgar

MANAJEMEN 1. Resusitasi ( Tahapan Resusitasi Lihat Bagan )


Begitu bayi lahir tidak menangis, maka dilakukan Langkah Awal yang terdiri dari

o Hangatkan bayi di bawah pemancar panas atau lampu


o Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi Gambar 6.2. Posisi Kepala yang benar

60

o Isap lendir dari mulut kemudian hidung o Keringkan bayi sambil merangsang taktil dengan menggosok punggung atau menyentil ujung jari kaki dan mengganti kain yang basah dengan yang kering
Gambar 6.3. Cara Menegringkan dan Merangsang taktil

o Reposisi kepala bayi o Nilai bayi : usaha napas , warna kulit dan denyut jantung Bila bayi tidak bernapas lakukan ventilasi tekanan positip (VTP) dengan memakai balon dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40 -60 kali per menit Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denyut jantung Bila belum bernapas dan denyut jantung 60 x/menit lanjutkan VTP dengan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denyut jantung o Bila denyut jantung < 60 x/menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan kompresi dada o Bila denyut jantung > 60 x/menit kompresi dada dihentikan, VTP dilanjutkan

Gambar 6.4. Posisi Penolong dan cara Ventilasi dan Kompresi dada Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi
Selanjutnya lihat Bagan 6.1

2. Terapi medikamentosa: Epinefrin : Indikasi: Denyut jantug bayi <60x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belum ada respons.
Asistolik.

Dosis: 0.1-0.3 ml/kg BB dalam larutan 1:10.000 (0.01 mg-0.03 mg/kg BB) Cara: IV atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu. Cairan pengganti volume darah Indikasi:
Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi. 61

Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.

Jenis cairan :
Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0.9%, Ringer Laktat) Transfusi darah gol.O negatif jika diduga kehilangan darah banyak dan bila fasilitas tersedia

Dosis: Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Bikarbonat : Indikasi:
Asidosis metabolik secara klinis ( napas cepat dan dalam, sianosis)

Prasyarat: Bayi telah dilakukan ventilasi dengan efektip Dosis: 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/KgBB (4.2%) atau 1 ml /kgbb (7.4%) Cara: Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit. Efek samping: Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak. Bagan 6.1 Tahapan Resusitasi TINDAKAN SETELAH RESUSITASI Setelah melakukan resusitasi , maka harus dilakukan tindakan :
Pemantauan Pasca Resusitasi Dekontaminasi, mencuci dan mensterilkan alat Membuat Catatan Tindakan Resusitasi Konseling pada Keluarga

A. Pemantauan pasca resusitasi


Sering sekali kejadian bahwa setelah dilakukan resusitasi dan berhasil, bayi dianggap sudah baik dan tidak perlu dipantau (dimonitor), pada hal bayi masih mempunyai potensi atau risiko terjadinya hal yang fatal, mis. karena kedinginan, hipoglikemia dan kejang. Untuk itu, pasca resusitasi harus tetap dilakukan pengawasan sebagai berikut: Bayi harus dipantau secara khusus: o Bukan dirawat secara Rawat gabung o Pantau tanda vital: napas, jantung, kesadaran dan produksi urin o Jaga bayi agar senantiasa hangat (Lihat cara menghangatkan ) o Bila tersedia fasilitas, periksa kadar gula darah o Perhatian khusus diberikan pada waktu malam hari 62

Berikan imunisasi Hepatitis B pada saat bayi masih dirawat dan Polio pada saat pulang.

Kapan harus merujuk :


Rujukan yang paling ideal adalah rujukan antepartum untuk ibu risiko tinggi /komplikasi . Bila Puskesmas tidak mempunyai fasilitas lengkap,maka o Lakukan rujukan bila bayi tidak memberi respons terhadap tindakan resusitasi selama 2- 3 menit Bila Puskesmas mempunyai fasilitas lengkap dan kemampuan melakukan pemasangan ET dan pemberian obat-obatan serta bayi tidak memberikan respons terhadap tindakan resusitasi, maka segera lakukan rujukan Bila oleh karena satu dan lain hal bayi tidak dapat dirujuk, maka dilakukan tindakan yang paling optimal di Puskesmas dan berikan dukungan emosional kepada ibu dan keluarga Bila sampai dengan 10 menit bayi tidak dapat dirujuk, jelaskan kepada orang tua tentang prognosis bayi yang kurang baik dan pertimbangan manfaat rujukan untuk bayi ini kurang bila terlalu lama tidak segera dirujuk

Kapan menghentikan resusitasi . Resusitasi dinilai tidak berhasil jika: Bayi tidak bernapas spontan dan tidak terdengar denyut jantung setelah dilakukan resusitasi secara efektif selama 15 menit. B. Dekontaminasi, mencuci dan mensterilkan alat
1. Buanglah kateter penghisap, pipa ET dan ekstraktor lendir sekali pakai (disposable) ke dalam kantong plastik atau tempat yang tidak bocor 2. Untuk kateter, pipa ET dan ekstraktor lendir yang dipakai daur ulang : Rendam didalam dekontaminasi larutan khlorin 0,5 % selama 10 menit untuk

Cuci dengan air dan deterjen Gunakan semprit untuk membilas kateter/pipa 3. Lepaskan katup dan sungkup periksa apakah ada yang robek atau retak 4. Cuci katup dan sungkup dengan air dan deterjen, periksa apakah ada kerusakan, kemudian basuhlah 5. Pilih salah satu cara sterilisasi atau desinfeksi derajat tinggi : Sterilisasi dengan autoclaf 120 C, selama 30 menit bila dibungkus, selama 20 menit, bila tidak dibungkus Desinfeksi tingkat tinggi (DTT) : - Dengan direbus atau dikukus selama 20 menit dari titik didih air atau

63

- Direndam dalam larutan kimia (klorin 0.1% atau glutaraldehid 2% selama 20 menit kemudian dibilas dengan air yang sudah DTT) 6. Cuci tangan dengan sabun dan air, keringkan dengan kain yang bersih dan kering atau keringkan dengan udara 7. Setelah didisinfeksi dengan larutan kimia, basuh seluruh alat dengan air bersih dan biarkan kering dengan udara 8. Pasang kembali balon 9. Periksa untuk meyakinkan bahwa balon tetap berfungsi : Tutup katup yang keluar dengan membuat lekatan dengan telapak tangan dan amati balon akan mengembang lagi bila lekatan dilepas. Ulangi percobaan tersebut dengan memakai sungkup yang sudah dipasang pada balon

C. Mencatat tindakan resusitasi Catat hal hal di bawah ini dengan rinci
Kondisi bayi saat lahir Tindakan yang diperlukan untuk memulai pernapasan ( Tahapan resusitasi yang telah dilakukan ) Waktu antara lahir dengan memulai pernapasan Pengamatan secara klinis selama dan sesudah tindakan resusitasi Hasil tindakan resusitasi Bila tindakan resusitasi gagal, apa kemungkinan penyebab kegagalan Nama nama tenaga kesehatan yang menangani tindakan

D. Konseling pada keluarga :


Bila resusitasi berhasil dan bayi dirawat secara rawat gabung , lakukan Konseling Pemberian ASI dini dan eksklusif dan Asuhan Bayi Normal lain nya (Perawatan Neonatal Esensial) Bila bayi memerlukan perawatan atau pemantauan khusus, konseling keluarga tentang Pemberian ASI dini dan jelaskan tentang keadaan bayi Bila bayi sudah tidak memerlukan perawatan lagi di Puskesmas , nasehati ibu dan keluarga untuk kunjungan ulang untuk pemantauan tumbuh kembang bayi selanjutnya Bila resusitasi tidak berhasil atau bayi meninggal dun ia, berikan dukungan emosional kepada keluarga

PEMANTAUAN TUMBUH KEMBANG Bila bayi mampu bertahan hidup setelah dilakukan resusitasi, perlu pemantauan setelah pulang dari perawatan sebagai berikut : Lakukan kunjungan neonatal minimal sebelum bayi berumur 7 hari.
Apakah pernah timbul kejang selama di rumah. 64

Apakah pernah timbul gangguan napas: sesak napas, retraksi, apneu. Apakah bayi minum ASI dengan baik ( dapat menghisap dan menetek dengan baik) Apakah dijumpai tanda atau gejala gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada kunjungan berikutnya (Lihat Buku Panduan Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang)

Pemantauan teratur sangat diperlukan dan bila dapat dideteksi secara dini kelainan atau komplikasi pasca resusitasi, maka harus segera di rujuk ke Rumah Sakit Rujukan BAB 7 GANGGUAN NAPAS PADA BAYI BARU LAHIR BATASAN Gangguan napas pada bayi baru lahir ( BBL) adalah keadaan bayi yang sebelum nya normal atau bayi dengan asfiksia yang sudah dilakukan resusitasi dan berhasil, tetapi beberapa saat kemudian mengalami gangguan napas , biasanya mengalami masalah sebagai berikut : Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau lebih tanda tambahan gangguan napas. Frekuensi napas bayi kurang 30 kali/menit. Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir). Bayi apnea (napas berhenti lebih 20 detik).

PRINSIP DASAR Gangguan Napas merupakan salah satu Kegawatan Perinatal yang dapat memberi dampak buruk bagi BBL yaitu kematian atau bila dapat bertahan hidup dengan gejala sisa atau sekuele Bila terjadi apnea, ini merupakan salah satu Tanda Bahaya atau Danger Sign yang harus segera ditangani di manapun BBL tersebut berada Gangguan napas dapat diakibatkan oleh banyak faktor penyebab, namun penanganan awal kegawatannya yang merupakan hal yang sangat penting

TUJUAN UMUM Setelah mempelajari bab ini dan mengikuti pelatihan ini, diharapkan peserta mengetahui dan mampu : Menjelaskan tentang Gangguan napas dan faktor penyebab gangguan napas Melaksanakan manajemen gangguan napas ringan dan sedang pada bayi BBL

65

TUJUAN KHUSUS Setelah mengikuti pelatihan ini, maka diharapkan peserta : Mengetahui dan mampu menjelaskan tentang Penyebab gangguan napas Mampu melaksanakan manajemen Gangguan napas ringan dan sedang pada BBL, dengan cara: o o Menjaga patensi jalan napas o o Memberikan terapi Oksigen o o Melakukan resusitasi bila diperlukan

PENYEBAB GANGGUAN NAPAS Kelainan paru: Pnemonia Kelainan jantung: Penyakit Jantung Bawaan , Disfungsi miokardium Kelainan Susunan Syaraf Pusat akibat: Asfiksia, Perdarahan otak Kelainan metabolik: Hipoglikemia, Asidosis metabolik Kelainan Bedah: Pneumotoraks, Fistel Trakheoesofageal, Hernia diafragmatika Kelainan lain: Sindrom Aspirasi Mekonium, Transient tachypnea of the Newborn Penyakit Membra Hialin, Bila menurut masa gestasi, penyebab gangguan napas adalah sebagai berikut : Pada Bayi Kurang Bulan : o o Penyakit Membran Hialin o o Pneumonia o o Asfiksia o o Kelainan atau Malformasi Kongenital Pada Bayi Cukup Bulan : o o o o o o o o o o Sindrom Aspirasi Mekonium Pneumonia Transient Tachypnea of the Newborn Asidosis Kelainan atau Malformasi Kongenital

DIAGNOSTIK Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas : anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

Anamnesis : Waktu timbulnya Gangguan Napas Usia Kehamilan


66

Pengobatan steroid antenatal Faktor predisposisi: KPD (Ketuban Pecah Dini), Demam pada ibu sebelum persalinan Riwayat Asfiksia dan Persalinan dengan tindakan Riwayat aspirasi

Pemeriksaan Fisik Gambaran Klinis Gangguan napas Gangguan napas merupakan sindrom klinis yang terdiri dari kumpulan gejala sebagai berikut: Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit atau frekuensi napas bayi kurang 30 kali/menit dan mungkin menunjukkan satu atau lebih tanda tambahan gangguan napas sebagai berikut : o o Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir). o o Tarikan dinding dada o o Merintih o o Bayi apnea (napas berhenti lebih 20 detik).

Secara klinis Gangguan napas dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu : Tabel 7.1 Frekuensi napas > 60 kali/menit ATAU > 90 kali/ menit ATAU < 30 kali/ menit 60-90 kali/menit Gangguan napas berat Gangguan napas sedang Gangguan napas ringan Klasifikasi gangguan napas Gejala tambahan gangguan napas DENGAN DENGAN Klasifikasi

Sianosis sentral DAN tarikan Gangguan dinding dada atau merintih saat napas berat ekspirasi. Sianosis sentral ATAU tarikan dinding dada ATAU merintih saat ekspirasi. Gejala lain dari gangguan napas.

DENGAN atau TANPA DENGAN

Tarikan dinding dada merintih saat ekspirasi

ATAU Gangguan napas sedang

tetapi

67

TANPA ATAU > 90 kali/ menit 60-90 kali/menit 60-90 kali/menit TANPA TANPA DENGAN

Sianosis sentral Tarikan dinding dada merintih saat ekspirasi sianosis sentral. Tarikan dinding dada merintih saat ekspirasi sianosis sentral. Sianosis sentral atau atau atau Gangguan atau napas ringan Kelainan jantung kongenital atau

tetapi TANPA

Tarikan dinding merintih.

dada

Pemeriksaan penunjang Seharus nya dilakukan pemeriksaan radiologik, tetapi berhubung Puskesmas biasanya sangat jarang tersedia fasilitas pemeriksaan penunjang, maka penajaman pengamatan atau pemeriksaan klinis sangat diutamakan Pemeriksaan laboratorium darah rutin dan preparat darah apus untuk mendiagnosis kemungkinan adanya infeksi atau sepsis neonatal

MANAJEMEN UMUM Pasang jalur infus intravena , sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infuse Dekstrosa 5 % o o Pantau selalu tanda vital o o Jaga patensi jalan napas o o Berikan Oksigen ( 2-3 liter/menit dengan kateter nasal ) Jika bayi mengalami apnea: o o Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan o o Lakukan penilaian lanjut Bila terjadi kejang potong kejang Segera periksa kadar glukosa darah ( bila fasilitas tersedia ) Pemberian nutrisi adekuat

Setelah manajemen umum, segera dilakukan manajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat Gangguan napas. Sesuai dengan fasilitas yang ada, yang dapat dikelola di Puskesmas adalah Gangguan Napas Ringan dan Gangguan Napas Sedang (sesuai kasus),
68

sedangkan Gangguan Napas Berat, dan Kelainan jantung kongenital harus segera di rujuk ke Rumah Sakit Rujukan

MANAJEMEN SPESIFIK atau MANAJEMEN LANJUT

GANGGUAN NAPAS SEDANG Lanjutkan pemberian O2 2-3 liter/menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat diberikan O2 4-5 liter/menit dengan sungkup Bayi jangan diberikan minum. Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi Kemungkinan besar sepsis: o o Suhu aksiler < 34 oC atau > 39 oC; o o Air ketuban bercampur mekonium; o o Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18 jam). Bila suhu aksiler 34 36.5 oC atau 37.5 39 oC tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam: o o Bila suhu masih belum stabil atau gangguan napas belum ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi Kemungkinan besar sepsis o o Jika suhu normal, teruskan mengamati bayi. Apabila suhu kembali abnormal, ulangi tahapan tersebut diatas. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam. Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk Kemungkinan besar sepsis dan segera rujuk ke Rumah Sakit Rujukan Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan (frekuensi napas menurun tidak kurang dari 30 kali/menit, tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang) disertai perbaikan tanda klinis: Kurangi terapi O2 secara bertahap. Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara alternatif pemberian minum. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minum baik dan tak ada alasan bayi tetap tinggal di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

GANGGUAN NAPAS RINGAN Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut Transient Tachypnea of the Newborn (TTN), terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi
69

tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus, gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik. Amati pernapasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya. Bila dalam pengamatan gangguan napas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya, terapi untuk Kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan napas sedang dan segera dirujuk ke Rumah Sakit Rujukan Berikanikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minum. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 3060 kali/menit. Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi napas menetap antara 30-60 kali/menit, tidak ada tanda-tanda sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan, bayi dapat dipulangkan BAB 8 KEJANG PADA BAYI BARU LAHIR

BATASAN Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurologi baik fungsi motorik maupun fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak

PRINSIP DASAR Kejang merupakan keadaan emergensi atau tanda bahaya yang sering terjadi pada neonatus, karena kejang yang berkepanjangan dapat mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi ke langsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan gejala sisa di kemudian hari. Termasuk dalam kelompok gejala ini adalah spasme dan tidak sadar atau gangguan kesadaran. Keadaan ini dapat diakibatkan oleh asfiksia neonatorum, hipoglikemia atau merupakan tanda meningitis atau masalah susunan saraf. Kejang merupakan satu tanda atau gejala yang dapat dijumpai pada satu atau lebih masalah pada BBL Apapun penyebabnya, kejang sebagai salah satu Tanda Bahaya atau Danger sign pada neonatus harus segera dikelola dengan baik Sebetulnya timbulnya kejang dapat diantisipasi dengan melakukan tindakan promotip atau preventip Secara klinis kejang pada bayi diklasifikasikan klonik,tonik, mioklonik, subtle

70

TUJUAN UMUM Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu menjelaskan tentang penyebab kejang, dampak kejang pada bayi baru lahir serta manajemen kejang dengan baik

TUJUAN KHUSUS Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan memiliki kemampuan untuk:

Menjelaskan beberapa penyebab kejang pada bayi baru lahir Menjelaskan rencana terapi kejang pada bayi baru lahir Melakukan praktek menjaga patensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah hipoksia otak yang berlanjut. Melakukan cara memotong kejang dengan baik Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta tunjangan nutrisi adekuat

MASALAH Kejang pada bayi baru lahir apapun penyebabnya dapat menimbulkan cacat pada syaraf dan atau kemunduran mental dikemudian hari.

Langkah promotip atau preventip: Mencegah persalinan bayi kurang bulan Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman Mencegah asfiksia neonatorum Melakukan resusitasi dengan benar Melakukan tindakan pencegahan Infeksi . Mengendalikan kadar glukosa darah ibu. Antisipasi setiap faktor kondisi (faktor predisposisi) dan masalah dalam proses persalinan yang dapat berlanjut menjadi penyulit/komplikasi dalam masa nifas. Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi nifas. Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan. Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui. Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera. Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu yang mengalami infeksi pada saat persalinan. Berikan hidrasi oral/IV secukupnya.

DIAGNOSTIK
71

Anamnesis : Riwayat persalinan: bayi lahir prematur, lahir dengan tindakan, penolong persalinan, asfiksia neonatorum. Riwayat imunisasi tetanus ibu, penolong persalinan bukan tenaga kesehatan. Riwayat perawatan tali pusat dengan obat tradisional. Riwayat kejang, penurunan kesadaran, ada gerakan abnormal pada mata, mulut, lidah dan ekstrimitas. Riwayat spasme atau kekakuan pada ekstremitas, otot mulut dan perut. Kejang dipicu oleh kebisingan atau prosedur atau tindakan pengobatan. Riwayat bayi malas minum sesudah dapat mium normal. Adanya faktor risiko infeksi. Riwayat ibu mendapat obat mis. heroin, metadon, propoxypen, sekobarbital, alkohol. Riwayat perubahan warna kulit (kuning) Saat timbulnya dan lama terjadinya kejang. Pemeriksaan fisik Kejang: Gerakan abnormal pada wajah, mata, mulut, lidah dan ekstrimitas Ekstensi atau fleksi tonik ekstremitas, gerakan seperti mengayuh sepeda, mata berkedip, berputar, juling. Tangisan melingking dengan nada tinggi, sukar berhenti. Perubahan status kesadaran, apnea, ikterus, ubun-ubun besar membonjol, suhu tubuh tidak normal.

Spasme: Bayi tetap sadar, menangis kesakitan Trismus, kekakuan otot mulut, rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir mencucu. Opistotonus, kekakuan pada ekstremitas, perut, kontraksi otot tidak terkendali. Dipicu oleh kebisingan, cahaya, atau prosedur diagnostik. Infeksi tali pusat.

DIAGNOSIS BANDING Untuk membuat diagnosis banding dan mengetahui Manajemen Spesifik dapat dilihat Tabel 8.1 di bawah ini

Tabel 8.1 Diagnosis banding kejang, spasme dan tidak sadar


72

Temuan Pemeriksaan penunjang / diagnosis lain yang sudah diketahui Kadar glukose darah kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L)

Anamnesis Timbul saat lahir sampai dengan hari ke 3 Riwayat ibu Diabetes

Pemeriksaan Kejang, tremor, letargi atau tidak sadar Bayi kecil (berat lahir < 2500 g atau umur kehamilan < 37 minggu) Bayi sangat besar (berat lahir > 4000 g) Spasme

Kemungkinan diagnosis Hipoglikemia

Ibu tidak diimunisasi tetanus toksoid Malas minum sesudah minum normal sebelumnya Timbul pada hari ke 3 sampai 14 Lahir di rumah dengan lingkungan kurang higienis Pengolesan bahan tidak steril pada tali pusat Timbul pada hari ke 2 atau lebih

Infeksi tali pusat

Tetanus neonatorum

Kejang atau tidak sadar Ubun-ubun besar membonjol Letargi

Sepsis

Curiga meningitis (tangani meningitis dan obati kejang)

Riwayat resusitasi

Kejang atau tidak sadar

Asfiksia
73

Temuan Pemeriksaan penunjang / diagnosis lain yang sudah diketahui

Anamnesis pada saat lahir atau bayi tidak bernapas minimal satu menit sesudah lahir Timbul pada hari ke 1 sampai ke 4 Persalinan dengan penyulit (misal partus lama atau gawat janin) Timbul pada hari ke 1 sampai 7 Kondisi bayi mendadak memburuk Mendadak pucat Ikterus hebat timbul pada hari ke 2 Ensefalopati timbul pada hari ke 3 - 7 Ikterus hebat yang tidak atau terlambat diobati
a

Pemeriksaan Layuh atau letargi Gangguan napas Suhu tidak normal Mengantuk atau aktivitas menurun Iritabel atau rewel

Kemungkinan diagnosis neonatorum dan/atau Trauma (obati kejang, dan tangani asfiksia neonatorum)

Kejang atau tidak sadar Bayi kecil (berat lahir < 2500 g atau umur kehamilan < 37 minggu) Gangguan napas berat Kejang Opistotonus

Perdarahan intraventrikular (Nilai dan tangani perdarahan dan juga asfiksia neonatorum) Hasil tes Coombs positif Ensefalopati bilirubin (Kernikterus) (obati kejang dan tangani Ensefalopati bilirubin)

MANAJEMEN UMUM

Bebaskan jalan napas dan Oksigenasi


74

Medikamentosa untuk memotong kejang Memasang jalur infus intravena Pengobatan sesuai dengan penyebab

Medikamentosa 1. 1. Fenobarbital 20 mg/kg berat badan intra vena dalam waktu 5 menit, jika kejang tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kg berat badan sebanyak 2 kali dengan selang waktu 30 menit. Jika tidak tersedia jalur intravena, dan atau tidak tersedia sediaan obat intravena, maka dapat diberikan intramuskuler 2. 2. Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin 20 mg/kg berat badan intravena dalam larutan garam fisiologis dengan kecepatan 1mg/kgberat badan / menit. Pengobatan rumatan 1. Fenobarbital 3-5 mg/ kg BB /hari, dosis tunggal atau terbagi tiap 12 jam secara intravena atau per oral, sampai bebas kejang 7 hari. 2. Fenitoin 4-8 mg/kg/ hari intravena atau per oral. Dosis terbagi dua atau tiga.

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mencari penyebab kejang Laboratorium Darah Rutin dan pengecatan Gram , kadar Glukosa darah dengan dekstrostik.

Pada kecurigaan infeksi (meningitis) Pemeriksaan darah ditemukan adanya lekositosis (>h 25.000/ mm3) atau lekopenia (< 5000/mm3) dan trombositopenia (< 150.000/mm3)

Gangguan metabolik Hipoglikemi (glukosa darah < 45 mg/gl,

Diduga/ ada riwayat jejas pada kepala Pemeriksaan berkala hemoglobin dan hematokrit untuk memantau perdarahan intraventrikuler serta didapat perdarahan pada cairan serebrospinal. Pemeriksaan kadar bilirubin total/ direk dan pemeriksaan kadar bilirubin bebas (bila tersedia) indirek meningkat,

75

MANAJEMEN SPESIFIK atau MANAJEMEN LANJUT 1. Meningitis Antibiotik awal diberikan Ampisilin dan Gentamisin, bila organisme tidak dapat ditemukan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti Ampisilin dan beri Sefotaksim disamping tetap beri Gentamisin. Antibiotika diberikan sampai 14 hari setelah ada perbaikan (table 8.2)

Tabel 8.2 Dosis antibiotik Ampisilin Sefotaksim Gentamisin IV IV IV, IM 100 mg/kg setiap 12 jam 50 mg/kg setiap 12 jam 100 mg/kg setiap 8jam 50 mg/kg setiap 6 jam

< 2 kg 4mg/kg sekali sehari 2 kg 5mg/kg sekali sehari 3.5mg/kg sekali sehari 3.5mg/kg sekali sehari

2. Gangguan metabolik Diagnosis kejang yang disebabkan oleh karena gangguan metabolisme sangat sulit ditegakkan karena terbatasnya fasilitas dan kemampuan pemeriksaan penunjang di Puskesmas, karena tidak ada gejala klinis yang khas untuk beberapa kejang metabolik, mis. hiponatremia, hipernatremia dan hipomagnesimia. Untuk itu manajemen umum diperlukan untuk kejang metabolik ini, dan segera dirujuk Bila tersedia fasilitas pemeriksaan kadar glukosa darah, lakukan manajemen hipoglikemia (Lihat manajemen Hipoglikemia) Dugaan diagnosis kejang disebabkan oleh hipokalsemia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis berupa karpopedal spasme dan riwayat hipoksia atau asfiksia. Untuk kasus ini diberi:
76

o o Kalsium glukonas 10%, 1-2 ml/kg berat badan dengan aquadest sama banyak secara intravena dalam 5 menit. Dapat diulang setelah 10 menit jika tidak ada respon klinis. 3. Kern ikterus: ( lihat hiper bilirubinemia) 4. Hipoksia: optimalisasi ventilasi dan terapi oksigen 5. Spasme/ tetanus Beri Diazepam 10mg/kg/hari dengan drip selama 24 jam atau bolus IV tiap 3 jam, maksimum 40 mg/ kg/hari Bila frekuensi napas kurang 30 kali per menit, hentikan pemberian obat meskipun bayi masih mengalami spasme. Bila tali pusat merah dan membengkak, mengeluarkan pus atau berbau busuk, obati untuk infeksi tali pusat. Beri bayi: o o Human Tetanus immunoglobin 500 U IM, bila tersedia, atau beri padanannya, antitoksin tetanus 5,000 IU IM.toksoid tetanus IM pada tempat yg berbeda dg tempat pemberian antitoksin o o Benzyl Penicillin G 100,000 IU/kg BB IV atau IM dua kali sehari selama tujuh hari Anjurkan ibunya untuk mendapat toksoid tetanus 0.5 ml (untuk melindunginya dan bayi yg dikandung berikutnya) dan kembali bulan depan untuk pemberian dosis ke dua. Pada kasus perdarah subdural, trauma SSP dan hidrosefalus diperlukan tindakan bedah, dapat dirujuk.

Terapi Suportif Menjaga patensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah hipoksia otak yang berlanjut. Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta tunjangan nutrisi adekuat Mengurangi rangsang suara, cahaya maupun tindakan invasif untuk menghindari bangkitan kejang pada penderita tetanus, pasang pipa nasogastrik dan beri ASI peras diantara spasme. Mulai dengan jumlah setengah kebutuhan perhari dan pelan-pelan dinaikkan jumlah ASI yang diberikan sehingga tercapai jumlah yang diperlukan Rujukan Bila bayi sudah dilakukan manajemen umum dan sudah dilakukan manajemen spesifik tetapi bayi masih, segera dirujuk

BAB 9 INFEKSI NEONATAL

77

BATASAN Infeksi Neonatal merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan protozoa dapat menyebabkan sepsis pada pada bayi baru lahir.

PRINSIP DASAR Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak spesifik, sehingga skrining sepsis dan pengelolaan terhadap faktor risiko perlu dilakukan. Mekanisme daya tahan tubuh neonatus masih imatur sehingga memudahkan invasi mikroorganisme, sehingga infeksi mudah menjadi berat dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu beberapa jam atau beberapa hari bila tidak mendapat pengobatan yang tepat. Infeksi pada bayi baru lahir dapat terjadi in utero (antenatal), pada waktu persalinan (intranatal), atau setelah lahir dan selama periode neonatal (pasca natal). Penyebaran transplasenta merupakan jalan tersering masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh janin. Infeksi yang didapat saat persalinan terjadi akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi atau dari cairan vagina, tinja, urin ibu. Semua infeksi yang terjadi setelah lahir disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum: o o Ibu demam sebelum dan selama persalinan o o Ketuban Pecah Dini o o Persalinan dengan tindakan o o Timbul asfiksia pada saat lahir o o BBLR Terapi awal pada bayi baru lahir yang mengalami infeksi harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil kultur

MASALAH PALING SERING TERJADI Angka kematian sepsis neonatorum cukup tinggi (13-50% ) Masalah yang sering timbul sebagai komplikasi sepsis neonatorum: Meningitis, kejang, hipotermia, hiperbilirubinemia, gangguan nafas dan gangguan minum

TUJUAN UMUM Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu : Menjelaskan tentang faktor risiko, penyebab dan komplikasi infeksi neonatal Melakukan manajeman infeksi neonatal sesuai dengan fasilitas yang tersedia TUJUAN KHUSUS Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu :
78

Mengindentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajemen infeksi neonatal Mengindentifikasi tanda, gejala, diagnosis serta manajemen komplikasi infeksi neonatal Mengetahui dan melaksanakan langkah promotif dan preventif untuk infeksi neonatal

Langkah promotif / preventif


Mencegah dan mengobati ibu demam dengan kecurigaan infeksi berat atau infeksi intrauterin. Mencegah dan pengobatan ibu dengan ketuban pecah dini. Perawatan antenatal yang baik dan berkualitas Mencegah persalinan bayi kurang bulan Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman Mencegah asfiksia neonatorum Melakukan resusitasi dengan benar Melakukan tindakan pencegahan Infeksi Melakukan identifikasi awal terhadap faktor risiko sepsis dan pengelolaan yang efektif.

DIAGNOSTIK Anamnesis

Riwayat ibu mengalami infeksi intra uterin, demam dengan kecurigaan infeksi berat atau ketuban pecah dini. Riwayat persalinan tindakan, penolong persalinan, lingkungan persalinan yang kurang higienis Riwayat lahir asfiksia berat, bayi kurang bulan, berat lahir rendah. Riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercampur mekonium Riwayat bayi malas minum, penyakitnya cepat memberat Riwayat keadaan bayi lunglai, mengantuk atau aktivitas berkurang atau iritabel /rewel, bayi malas minum, demam tinggi atau hipotermi, gangguan napas, kulit ikterus, sklerema atau skleredema, kejang

Pemeriksaan fisik Keadaan umum Suhu tubuh tidak normal (hipotermi atau hipertermi), letargi atau lunglai, mengantuk atau aktivitas berkurang Malas minum sebelumnya minum dengan baik. Iritabel atau rewel, Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis Gastrointestinal: Muntah, diare, perut kembung, hepatomegali
79

Tanda mulai muncul sesudah hari ke empat. Kulit: ikterik Perfusi kulit kurang, sianosis, pucat, petekie, ruam, sklerem,

Kardiopulmuner: Takipnu, gangguan napas, takikardi, hipotensi Neurologis: Iritabilitas, penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun membonjol, kaku kuduk sesuai dengan meningitis.

Tabel 9.1 Kelompok temuan yang berhubungan dengan infeksi neonatorum Kategori A 1) 1) Kesulitan bernapas (mis. apnea, napas lebih dari 30 kali per menit, retraksi dinding dada, grunting pada waktu ekspirasi, sianosis sentral) 2) 2) Kejang 3) 3) Tidak sadar 4) 4) Suhu tubuh tidak normal, (tidak normal sejak lahir & tidak memberi respons terhadap terapi atau suhu tidak stabil sesudah pengukuran suhu normal selama tiga kali atau lebih, menyokong ke arah sepsis) 5) 5) Persalinan di lingkungan yang kurang higienis (menyokong ke arah sepsis) 6) 6) Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis (menyokong kearah sepsis) Kategori B 1) 1) Tremor 2) 2) Letargi atau lunglai 3) 3) Mengantuk atau aktivitas berkurang 4) 4) Iritabel atau rewel 5) 5) Muntah (menyokong ke arah sepsis) 6) 6) Perut kembung (menyokong ke arah sepsis) 7) 7) Tanda tanda mulai muncul sesudah hari ke empat (menyokong ke arah sepsis) 8) 8) Air ketuban bercampur mekonium 9) 9) Malas minum sebelumnya minum dengan baik (menyokong ke arah sepsis)

Pemeriksaan penunjang Untuk Puskesmas fasilitas penunjang biasanya jarang tersedia, sehingga pemeriksaan atau penajaman klinis sangat diutamakan Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut Pemeriksaan jumlah lekosit dan hitung jenis secara serial untuk menilai perubahan akibat infeksi, adanya lekositosis atau lekopeni, trombositopenia Ditemukan kuman pada pemeriksaan pengecatan Gram dari darah. Gangguan metabolik : hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik. Peningkatan kadar bilirubin
80

MANAJEMEN UMUM Dugaan sepsis Jika tidak ditemukan riwayat infeksi intra uteri, ditemukan satu kategori A dan satu atau dua kategori B maka kelola untuk tanda khususnya (mis. kejang). Lakukan pemantauan. Jika ditemukan tambahan tanda sepsis, maka dikelola sebagai kecurigaan besar sepsis. Kecurigaan besar sepsis Pada bayi umur sampai dengan 3 hari o o Bila ada riwayat ibu dengan infeksi rahim, demam dengan kecurigaan infeksi berat atau (ketuban pecah dini) atau bayi mempunyai 2 atau lebih Kategori A ,atau 3 atau lebih Kategori B Pada bayi umur lebih dari tiga hari o o Bila bayi mempunyai dua atau lebih temuan Kategori A atau tiga atau lebih temuan Kategori B. A. Antibiotik Antibiotik awal diberikan Ampisilin dan Gentamisin, bila organisme tidak dapat ditemukan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti Ampisilin dan beri Sefotaksim disamping tetap beri Gentamisin. Jika ditemukan organisme penyebab infeksi, digunakan antibiotik sesuai uji kepekaan kuman. Antibiotika diberikan sampai 7 hari setelah ada perbaikan (dosis lihat table 9.2). Pada sepsis dengan meningitis, pemberian antibiotik sesuai pengobatan meningitis.

Tabel 9.2 Dosis antibiotik untuk sepsis Antibiotik Cara Pemberian Dosis dalam mg Hari 1-7 Ampisilin Ampisilin untuk meningitis Sefotaksim IV, IM IV 50 mg/kg setiap 12 jam 100mg/kg setiap 12 jam 50mg/kg setiap 12 jam Hari 8+ 50mg/kg setiap 8jam 100 mg/kg setiap 8jam 50 mg/kg setiap 8 jam
81

IV, IM

Sefotaksim untuk meningitis Gentamisin

IV

50mg/kg setiap 6 jam

50 mg/kg setiap 6 jam

IV, IM 4mg/kg sekali sehari

< 2 kg 3,5mg/kg setiap 12 jam 2 kg 5mg/kg sekali sehari 3,5mg/kg setiap 12 jam

B. Respirasi Menjaga jalan napas tetap bersih dan trbuka dan pemberian oksigen untuk mencegah hipoksia. Pada kasus tertentu membutuhkan ventilator mekanik. C.Kardiovaskuler Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta pemantauan tanda vital dan perfusi jaringan untuk cegah syok.

MANAJEMEN SPESIFIK / MANAJEMEN LANJUT Pengobatan terhadap tanda khusus lain atau penyakit penyerta serta komplikasi yang terjadi (mis. kejang, hipoglikemi, gangguan napas, ikterus).

RUJUKAN Persiapkan untuk merujuk bayi yang menderita infeksi neonatal dengan komplikasi, setelah keadaan stabil. Pengelolan bersama dengan sub bagian neurologi anak, pediatri sosial, bagian mata, bedah syaraf dan rehabilitasi medik. Pemantauan (Monitoring) Tumbuh Kembang Komplikasi yang sering terjadi pada penderita dengan sepsis dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang, mis. gejala sisa neurologis berupa retardasi mental, gangguan penglihatan, kesukaran belajar, kelainan tingkah laku.

82

BAB 10 RUJUKAN DAN TRANSPORTASI BAYI BARU LAHIR

PRINSIP DASAR Keadaan paling ideal untuk merujuk adalah Rujukan Antepartum (rujukan pada saat janin masih ada dalam kandungan ibu). Namun sayangnya tidak semua keadaan dapat terdiagnosis secara dini, sehingga rujukan dini dapat dilakukan. Apalagi bila terjadi kedaruratan pada ibu maupun janin dan kehamilan harus segera di terminasi serta memerlukan rujukan ke fasilitas yang lebih lengkap, maka akan timbul masalah baik pada ibu maupun bayi Perubahan keadaan dan penyakit pada bayi baru lahir demikian cepatnya, untuk itu dibutuhkan tata laksana segera dan adekuat pada fasilitas yang lebih lengkap dan terdekat (Sistem Regionalisasi Rujukan Perinatal). Apabila bayi dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, yakinkan bahwa bayi akan mendapatkan keuntungan atau nilai positip dibanding bila hanya tetap dirawat di tempat asalnya. Harus diperhatikan bahwa saat merujuk, bayi harus dalam keadaan stabil atau minimal tanda bahaya sudah dikelola lebih dulu Perlu melibatkan orang tua atau keluarga dalam mengambil keputusan untuk merujuk dan jelaskan kenapa bayi harus dirujuk

TUJUAN UMUM Setelah menyelesaikan bab ini, peserta dapat mengetahui dan mampu : Menjelaskan pentingnya rujukan BBL yang mempunyai masalah berat Mempersiapkan dan melaksanakan rujukan TUJUAN KHUSUS Setelah pelatihan ini, peserta mampu : Menjelaskan kepada orangtua atau keluarga mengapa bayi harus dirujuk Menjelaskan kasus yang harus segera dirujuk Melaksanakan sistem rujukan dan transportasi untuk BBL dengan benar Kasus atau keadaan yang memerlukan rujukan ke fasilitas yang lebih lengkap: Gangguan napas sedang dan berat, apapun penyebabnya Asfiksia yang tidak memberi respons pada tindakan resusitasi, sebaiknya dalam 10 menit pertama Kasus bedah neonatus BBLR < 1750 g BBLR 1750 - 2000 g dengan kejang, gangguan napas, gangguan pemberian minum Bayi hipotermi berat
83

Ikterus yang tidak memberikan respons dengan fototerapi Kemungkinan penyakit jantung bawaan Bayi ibu diabetes mellitus dengan hipoglikemia simtomatik Kejang yang tidak teratasi Tersangka infeksi (sepsis, meningitis) berat / dengan komplikasi Penyakit hemolisis Tersangka renjatan yang tidak memberi respons baik Hipoglikemia yang tidak dapat teratasi

SISTEM RUJUKAN DAN TRANSPORTASI Perhatikan regionalisasi Rujukan Perinatal dalam menentukan tujuan rujukan, sehingga dapat merujuk dengan cepat, aman dan benar Puskesmas merupakan penyaring kasus risiko yang perlu dirujuk sesuai dengan besaran risiko, jarak dan faktor lainnya Memberi informasi kesehatan dan prognosis bayinya dan melibatkan orangtua atau keluarga dalam mengambil keputusan untuk merujuk Melengkapi syarat- syarat rujukan ((persetujuan tindakan, surat rujukan, catatan medis). Untuk kasus tertentu kadang diperlukan sampel darah ibu. Merujuk bayi dalam keadaan stabil, menjaga kehangatan bayi dan ruangan dalam kendaraan yang digunakan untuk merujuk, dan menjaga jalan napas tetap bersih dan terbuka selama transportasi. Bila memungkinkan bayi tetap diberi ASI. Harus disertai dengan tenaga yang terampil melakukan Resusitasi

DATA YANG HARUS DISEDIAKAN Data dasar yang harus diinformasikan: 1. 1. Identitas bayi dan tanggal lahir 2. 2. Identitas orang tua 3. 3. Riwayat kehamilan, persalinan dan prosesnya, tindakan resusitasi yang dilakukan. 4. 4. Obat yang dikonsumsi oleh ibu 5. 5. Nilai Apgar (tidak selalu harus diinformasikan, bila tidak tersedia waktu karena melakukan tindakan resusitasi aktif) 6. 6. Masa Gestasi dan berat lahir. 7. 7. Tanda vital (suhu, frekuensi jantung, pernapasan, warna kulit dan aktif/tidak nya bayi) 8. 8. Tindakan/prosedur klinik dan terapi lain yang sudah diberikan 9. 9. Bila tersedia data pemeriksaan penunjang yang ada (glukosa, elektrolit, dan lain-lain) SYARAT UNTUK MELAKUKAN TRANSPORTASI 1. 2. 3. 4. 1. Bayi dalam keadaan stabil 2. Bayi harus dalam keadaan hangat 3. Kendaraan pengangkut juga harus dalam keadaan hangat 4. Didampingi oleh tenaga kesehatan yang trampil melakukan tindakan resusitasi, minimal ventilasi
84

5. 5. Tersedia peralatan dan obat yang dibutuhkan Bayi dalam keadaan stabil, bila: Jalan napas bebas dan ventilasi adekuat. Kulit dan bibir kemerahan Frekuensi jantung 120-160 kali/menit Suhu aksiler 36.5-37 oC (97.7-98.6 oF) Masalah metabolik terkoreksi Masalah spesifik penderita sudah dilakukan manajemen awal

Peralatan dan Obat yang diperlukan : Idealnya bayi dirujuk dengan menggunakan inkubator transpot dan dipasang monitor. Berhubung alat tersebut sangat jarang tersedia di Puskesmas, maka perhatikan cara menghangatkan bayi Peralatan dan obat-obatan minimal yang harus tersedia: o o Alat resusitasi lengkap, termasuk laringoskop dan pipa endotrakeal o o Obat obatan emergensi o o Selimut penghangat o o Alat untuk melakukan pemasangan jalur intra vena o o Oksigen dalam tabung Alat Resusitasi /bantuan ventilasi: selama transportasi Indikasi bantuan ventilasi bila ada salah satu keadaan berikut: o o Bradikardi (FJ < 100 x/menit) o o Sianosis sentral dengan oksigen 100% o o Apnea periodik

Pemberian Oksigen (Terapi Oksigen) Indikasi pemberian oksigen o o Bayi mengalami sianosis sentral (warna kebiruan di sekitar bibir) dan akral (warna kebiruan di kuku, tangan dan kaki). o o Bayi dengan gangguan napas Pemberian oksigen membutuhkan pengawasan (konsentrasi, kelembaban dan suhu) Jumlah Oksigen yang diberikan: o o Melalui kateter nasal 2-3 l/menit (konsentrasi 21%). o o Melalui sungkup 4-5 l/ menit (konsentrasi 40%) o o Melalui head box 6-8 l/ menit (konsentrasi > 50%) Kecukupan kebutuhan oksigen terlihat dari hilangnya sianosis sentral.

Penilaian Oksigenisasi Keberhasilan oksigenasi selama transportasi dinilai perbaikan klinis, sebagai berikut: Perubahan warna kulit menjadi kemerahan dari perubahan

85

Denyut jantung bertambah baik Kadang kadang bisa mulai timbul napas spontan

Pengawasan Suhu Pengawasan suhu dan menjaga kehangatan bayi selama transportasi menjadi suatu keharusan Suhu normal: Ketiak 36.5-37.5 oC (97.7-98.6 oF)

Cara menghangatkan bayi : Membungkus atau menyelimuti bayi dengan kain yang kering, hangat dan tebal Membungkus kepala bayi atau memakai topi/tutup kepala Jangan meletakkan bayi ditepi jendela atau pintu kendaraan pengangkut Kalau memungkinkan dapat pula dilakukan Perawatan Bayi Melekat (Kangaroo Mother Care)

86

You might also like