You are on page 1of 29

Petrologi Batuan Metamorf

Nama : Fatima Tush Sholihah No. MHS : 410012256 STTNAS Jurusan Teknik Geologi Yogyakarta 2013

Petrologi Batuan Metamorf


Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada sebelumnya yang ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi mineral, tekstur dan struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid rate) akibat adanya perubahan temperatur, tekanan dan kondisi kimia di kerak bumi ( Ehlers & Blatt, 1982).Hasil dari perubahanperubahan fundamental batuan yang sebelumnya telah ada. Panas yang intensif yang dipancarkan oleh suatu massa magma yang sedang mengintrusi menyebabkan metamorfosa kontak. Metamorfosa regional yang meliputi daerah yang sangat luas disebabkan oleh efek tekanan dan panas pada batuan yang terkubur sangat dalam. Menurut H. G. F. Winkler (1967), metamorfisme adalah proses yang mengubah mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh terhadap kondisi fisika dan kimia dalam kerak bumi, dimana kondisi tersebut berbeda dengan sebelumnya. Proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa Batuan metamorf (atau batuan malihan) adalah salah satu kelompok

utama batuan yang merupakan hasil transformasi atau ubahan dari suatu tipe batuan yang telah ada sebelumnya, protolith, oleh suatu proses yang disebut metamorfisme, yang berarti "perubahan bentuk". Protolith yang dikenai panas (lebih besar dari 150 Celsius) dan tekanan ekstrem akan mengalami perubahan fisika dan/atau kimia yang besar. Protolith dapat berupa batuan sedimen, batuan beku, atau batuan metamorf lain yang lebih tua. Beberapa contoh batuan metamorf adalah gneis, batu sabak, batu marmer, dan skist. Batuan metamorf menyusun sebagian besar dari kerak Bumi dan digolongkan berdasarkan tekstur dan dari susunan kimia dan mineral (fasies metamorf) Mereka terbentuk jauh dibawah permukaan bumi oleh tegasan yang besar dari batuan diatasnya serta tekanan dan suhu tinggi. Mereka juga terbentuk oleh intrusi batu lebur, disebut magma, ke dalam batuan padat dan terbentuk terutama pada kontak antara magma dan batuan yang bersuhu tinggi.Penelitian batuan metamorf (saat ini tersingkap di permukaan bumi akibat erosi dan pengangkatan) memberikan kita informasi yang sangat berharga mengenai suhu dan tekanan yang terjadi jauh di dalam permukaan bumi.

Banyak mineral yang mempunyai batas-batas kestabilan tertentu yang jika dikenakan tekanan dan temperatur yang melebihi batas tersebut maka akan terjadi penyesuaian dalam batuan dengan membentuk mineral-mineral baru yang stabil. Disamping karena pengaruh tekanan dan temperatur, metamorfisme juga dipengaruhi oleh fluida, dimana fluida (H2O) dalam jumlah bervariasi di antara butiran mineral atau pori-pori batuan yang pada umumnya mengandung ion terlarut akan mempercepat proses metamorfisme.

Batuan metamorf memiliki beragam karakteristik. Karakteristik ini dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam pembentukan batuan tersebut yaitu, Komposisi mineral batuan asal Tekanan dan temperatur saat proses metamorfisme Pengaruh gaya tektonik, dan Pengaruh fluida

Batuan beku dan batuan sedimen terbentuk sebagai akibat adanya proses kimia fisika dan atau proses biologis pada kondisi permukaan maupun kondisi dalam bumi. Karena bumi merupakan suatu sistem yang dinamik, setelah terbentuk batuan dapat mengalami suatu kondisi baru yang dapat megakibatkan perubahan tekstur, struktur maupun komposisi mineral.Jika perubahan ini terjadi pada kondisi temperatur dan tekanan tertentu diatas kondisi terjadinya diagenesis dan dibawah kondisi terjadinya pelelehan maka perubahan tersebut dikenal sebagai metamorfosa.

Ciri utama metamorfosa ini adalah perubahan tersebut terjadi saat batuan tetap pada kondisi padat sedangkan kondisi kimianya terletak dibawah zona pelapukan dan sementasi (Ehlers & Blatt, 1982). Menurut Bucher dan Frey (1994), metamorfosa merupakan suatu proses yang mengakibatkan perubahan komposisi mineral dan atau struktur dan atau komposisi kimia batuan.Perubahan tersebut disebabkan oleh kondisi fisik dan atau kimia yang berbeda dengan yang umumnya terjadi pada zona pelapukan, sementasi dan diagenesis. Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab antara lain oleh adanya pemanasan akibat intrusi magmatik dan perubahan gradien geothermal. Panas dalam skala kecil juga bisa terjadi akibat adanya gesekan/friksi selama terjadinya deformasi suatu massa batuan. Pada batuan silikat batas bawah terjadinya metamorfosa umumnya pada suhu 1500 500 C yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral mg-carpholite, glaucophane, lawsonite,

paragonite, prehnite atau stilpnomelane. Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa sebelum terjadinya pelelehan adalah berkisar 6500 11000 C, tergantung jenis batuan asalnya (Bucher & Frey, 1994). Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antar butir batuan mempunyai peranan yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif yang banyak berperan adalah air beserta karbon dioksida , asam hidroklorik dan hidroflourik. Umumnya fluida dan gas tersebut bertindak sebagai katalis atau solven serta bersifat membantu reaksi kimia dan penyetimbangan mekanis. Oleh (Huang, 1962).

Batuan metamorf dibagikan menjadi tiga kategori berdasarkan pada wujudnya di lapangan : batuan metamorf senduh, batuan metamorf dinamik, batuan metamorf rantau. Kawasan batuan metamorf rantau telah dibagi menjadi tiga kategori bergantung kepada kedudukan tektonik sejagat, yaitu kawasan perisai Pracambria, jaluran orogeni Fanerozoik, dan dasar lautan. Kajian terhadap batuan yang dilaut dari dasar lautan, dan baru-baru ini pula dalam proyek pengeboran laut dalam menunjukkan kehadiran batuan metamorf, kebanyakan adalah batuan beku dan batuan metamorf. Bataun dari dasar lautan adalah muda secara perbandingan geologinya, yang paling tua dijumpai berasal dari zaman Jura.

Batuan berkomposisi kegranitan hampir tidak dijumpai dari dasar lautan dan ini sangat berlawanan dengan kelimpahan dan pentingnya batuan ini di kawaasan perisai dan jaluran orogeni. Komposisi batuan dasar lautan, dan struktur serta metamorfismenya, dapat dijelaskan dengan melihat dari sudut pertumbuhannya melalui penghamparan dari pematangan tengah laut.

Batuan metamorf dapat dibedakan menjadi berikut ini. a. Batuan Metamorf Kontak Batuan yang mengalami metamorfose sebagai akibat dari adanya suhu yang sangat tinggi (sebagai akibat dari aktivitas magma). Adanya suhu yang sangat tinggi menyebabkan terjadinya perubahan bentuk maupun warna batuan. Contohnya batu kapur (gamping) menjadi marmer.

b. Batuan Metamorf Dinamo Batuan yang mengalami metamorfose sebagai akibat dari adanya tekanan yang tinggi (berasal dari tenaga endogen) dalam waktu yang lama. Contohnya batu lumpur (mud stone) menjzdi batu tulis (slate). Batuan ini banyak dijumpai di daerah patahan atau lipatan. c. Batuan Metamorf Kontak Pneumatolistis Batuan yang mengalami metamorfose sebagai akibat dari adanya pengaruh gas-gas yang ada pada magma. Contohnya kuarsa dengan gas fluorium berubah menjadi topas. Namun perlu dipahami bahwa proses metamorfosa terjadi dalam keadaan padat, dengan perubahan kimiawi dalam batas-batas tertentu saja dan meliputi proses-proses rekristalisasi, reorientasi dan pembentukan mineral-mineral baru dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimia yang sebelumnya telah ada. ( Graha, D.S, 1987 .)

Menurut Turner (1954, lihat Williams dkk, 1954:161-162) menyebutkan bahwa batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan mineralogik dan struktur oleh proses metamorfisme dan terjadi langsung dari fase padat tanpa melalui fase cair.

Jadi batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh proses metamorfosa. Proses metamorfosa merupakan suatu proses pengubahan batuan akibat perubahan tekanan, temperatur dan adanya aktifitas kimia fluida/gas atau variasi dari ketiga faktor tersebut. Proses metamorfosa merupakan proses isokimia, dimana tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia pada batuan yang mengalami metamorfosa. Temperatur berkisar antara 2000 C- 8000 C, tanpa melalui fase cair (batuan tetap berada pada fase padat).

Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab antara lain oleh adanya pemanasan akibat intrusi magmatik dan perubahan gradien geothermal. Panas dalam skala kecil juga bisa terjadi akibat adanya gesekan/friksi selama terjadinya deformasi suatu massa batuan. Pada batuan silikat batas bawah terjadinya metamorfosa umumnya pada suhu 1500 500 C yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral Mg-carpholite, Glaucophane, lawsonite, paragonite, prehnite atau stilpnomelane. Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa sebelum terjadinya pelelehan adalah berkisar 6500 11000 C, tergantung jenis batuan asalnya (Bucher & Frey, 1994). Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antar butir batuan mempunyai peranan yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif yang banyak berperan adalah air beserta karbon dioksida , asam hidroklorik dan hidroflourik. Umumnya fluida dan gas tersebut bertindak sebagai katalis atau solven serta bersifat membantu reaksi kimia dan penyetimbangan mekanis (Huang, 1962). 2. PROSES METAMORFISME Metamorfosa adalah proses rekristalisasi di kedalaman kerak bumi ( 3 20 km ) yang keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan padat, yakni tanpa melalui fasa cair. Sehingga terbentuk struktur dan mineralogi baru yang sesuai dengan lingkungan fisik baru pada tekanan ( P ) dan temperatur ( T ) tertentu.Menurut H.G.F. Winkler, 1967, metamorfisme adalah proses-proses yang mengubah mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau tanggapan terhadap kondisi fisik dan kimia di dalam kerak bumi, dimana kondisi fisik dan kimia tersebut berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesis. Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan induk, bisa batuan beku, batuan sedimen, ataupun batuan metamorf itu sendiri yang mengalami metamorfosa. Proses metamorfisme kadang-kadang tidak berlangsung sempurna, sehingga perubahan yang terjadi pada batuan asal tidak terlalu besar, hanya kekompakkan pada batuan saja yang bertambah. Proses metamorfisme yang sempurna menyebabkan karakteristik batuan asal tidak terlihat lagi. Pada kondisi perubahan yang sangat ekstrim, peningkatan temperatur mendekati titik lebur batuan, padahal perubahan batuan selama proses metamorfisme harus tetap dalam keadaan padat. Apabila sampai mencapai titik lebur batuan maka proses tersebut bukan lagi proses metamorfisme tetapi proses aktivitas magma.

Agen atau media yang menyebabkan proses metamorfisme adalah panas, tekanan dan cairan kimia aktif. Ketiga media tersebut dapat bekerja bersama-sama pada batuan yang mengalami proses metamorfisme, tetapi derajat metamorfisme dan kontribusi dari tiap agen tersebut berbeda-beda. Pada proses metamorfisme tingkat rendah, kondisi temperatur dan tekanan hanya sedikit diatas kondisi proses pembatuan pada batuan sedimen. Sedangkan pada proses metamorfisme tingkat tinggi, kondisinya sedikit dibawah kondisi proses peleburan batuan. Tahap-Tahap Proses Metamorfisme 1.Rekristalisasi Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, disini terjadi penyusunan kembali kristalkristal dimana elemen-elemen kimia yang sudah ada sebelumnya sudah ada. 2.Reorientasi Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, disini pengorientasian kembali dari susunan kristal-kristal, dan ini akan berpengaruh pada tekstur dan struktur yang ada. 3.Pembentukan mineral-mineral baru Proses ini terjadi dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimiawi yang sebelumnya telah ada. TIPE METAMORFOSA Bucher & Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan geologinya, metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Metamorfosa regional/ dinamothermal Metamorfosa regional/dinamothermal merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga, yaitu metamorfosa orogenik, burial dan dasar samudera(Ocean-floor). 1. Metamorfosa Orogenik

Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang teroreintasi dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses metamorfosa memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan juta tahun. 2. Metamorfosa Burial Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisasi dan reaksi antara mineral dengan fluida. 3. Metamorfosa dasar Samudera(Ocean-Floor) Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut. 2. Metamorfosa Lokal Metamorfosa lokal merupakan proses metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini dapat dibedakan menjadi : 1.Metamorfosa Kontak Metamorfosa kontak terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di sekitar kontak massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh magma serta kadang oleh deformasi akibat gerakan magma. Zona metamorfosa kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antar mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta

penggantian/penambahan material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus. 2.Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal

Metamorfosa ini adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek hasil temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik atau quasi volkanik, contohnya pada xenolith atau pada zona dike. 3.Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinematik/Dinamik Metamorfosa kataklastik terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan granulasi batuan. Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault breccia, fault gauge, atau milonit. 4.Metamorfosa Hidrotermal/Metasomatisme Metamorfosa hidrothermal terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure. 5.Metamorfosa Impact Metamorfosa ini terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya mineral coesite dan stishovite. 6.Metamorfosa Retrogade/Diaropteris Metamorfosa ini terjadi akibat adanya penurunan temperatur sehingga kumpulan mineral metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada temperatur yang lebih rendah. MINERALOGI Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf dapat berupa mineral yang berasal dari batuan asalnya maupun dari mineral baru yang terbentuk akibat proses metamorfisme sehingga dapat digolongkan menjadi 3,yaitu : 1. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf seperti kuarsa, felspar, muskovit, biotit, hornblende, piroksen, olivin dan bijih besi.

2. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan sedimen dan batuan metamorf seperti kuarsa, muskovit, mineral-mineral lempung, kalsit dan dolomit. 3. Mineral indeks batuan metamorf seperti garnet, andalusit, kianit, silimanit, stautolit, kordierit, epidot dan klorit. Proses pertumbuhan mineral saat terjadinya metamorfosa pada fase padat dapat dibedakan menjadi secretionary growth, concentrionary growth dan replacement (Ramberg, 1952 dalam Jackson, 1970). Secretionary growth merupakan pertumbuhan kristal hasil reaksi kima fluida yang terdapat pada batuan yang terbentuk akibat adanya tekanan pada batuan tersebut. Concentrionary growth adalah proses pendesakan kristal oleh kristal lainnya untuk membuat ruang pertumbuhan. Sedangkan replacement merupakan proses penggantian mineral lama oleh mineral baru. Secara umum model pertumbuhan kristal ini dapat dilihat pada gambar IV.1. Kemampuan mineral untuk membuat ruang bagi pertumbuhannya tidak sama satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan oleh percobaan Becke, 1904 (Jackson, 1970). Percobaan ini menghasilkan Seri Kristaloblastik yang menunjukkan bahwa mineral pada seri yang tinggi akan lebih mudah membuat ruang pertumbuhan dengan mendesak mineral pada seri yang lebih rendah. Mineral dengan kekuatan kristaloblastik tinggi umumnya besar dan euhedral. Tekanan merupakan faktor yang mempengaruhi stabilitas mineral pada batuan metamorf (Huang, 1962). Dalam hal ini dikenal dua golongan mineral yaitu stress mineral dan antistress mineral. Stress mineral merupakan mineral yang kisaran stabilitasnya akan semakin besar bila terkena tekanan atau dengan kata lain merupakan mineral yang tahan terhadap tekanan. Mineral-mineral tersebut umumnya merupakan penciri batuan yang terkena deformasi sangat kuat. seperti sekis. Contoh stress mineral antara lain kloritoid, stauroilit dan kianit. Sedangkan antistress mineral adalah mineral yang kisaran stabilitasnya akan menurun pada kondisi tekanan yang sama. Mineral ini tidak tahan terhadap tekanan tinggi sehingga tidak pernah ditemukan pada batuan yang terdeformasi kuat. Contoh mineralnya antara lain andalusit, kordierit, augit, hypersten, olivin, potasium felspar dan anortit.

FASIES METAMORFIK Konsep fasies metamorfik diperkenalkan oleh Eskola, 1915 (Bucher & Frey, 1994). Eskola mengemukakan bahwa kumpulan mineral pada batuan metamorf merupakan karakteristik genetik yang sangat penting sehingga terdapat hubungan antara kumpulan mineral dan kompisisi batuan pada tingkat metamorfosa tertentu. Dengan kata lain sebuah fasies metamorfik merupakan kelompok batuan yang termetamorfosa pada kondisi yang sama yang dicirikan oleh kumpulan mineral yang tetap. Tiap fasies metamorfik dibatasi oleh tekanan dan temperatur tertentu serta dicirikan oleh hubungan teratur antara komposisi kimia dan mineralogi dalam batuan. STRUKTUR BATUAN METAMORF Struktur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi unit poligranular batuan tersebut(Jackson, 1970). Pembahasan mengenai struktur juga meliputi susunan bagian massa batuan termasuk hubungan geometrik antar bagian serta bentuk dan kenampakan internal bagian-bagian tersebut. (Bucher & Frey, 1994). Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi struktur foliasi dan nonfoliasi. 1. Struktur Foliasi

Yaitu struktur pada batuan metamorf yang ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineralmineral penyusun batuan metamorf. Struktur foliasi merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa batuan (Bucher & Frey, 1994). Foliasi ini dapat terjadi karena adanya penjajaran mineral-mineral menjadi lapisan-lapisan (gneissosity), orientasi

butiran(schistosity), permukaan belahan planar(cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut (Jackson, 1970). Struktur ini mencakup : 1. Struktur Skistosa (Schistosity) Terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih, prismatik atau lentikular (umumnya mika atau klorit) yang berukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut schist (sekis). Jadi, struktur skistosa ini adalah suatu struktur dimana mineral pipih (biotit,

muskovit, felspar) lebih dominan dibandingkan mineral butiran/prismatik. Karena banyaknya mineral pipih ini maka pada batuan terlihat adanya kesan sejajar dan penjajaran mineral pipih yang berbutir, keadaan ini disebut segregation bending. Struktur biasanya dihasilkan oleh proses metamorfosa regional, bisa juga metamorfosa kontak bila magmanya mempunya kekuatan injeksi yang maksimal (Turner, 1954).

2. Struktur Gneisik (Gnessic) Suatu struktur dimana jumlah mineral yang granular / berbutir relatif lebih banyak dari mineral pipih. Sehingga kenampakan kesejajaran adalah dari mineral yang granular. Terbentuk oleh adanya perselingan lapisan penjajaran mineral yang mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara mineral-mineral granular (feldspar dan kuarsa) dengan mineralmineral tabular atau prismatik (mineral ferromagnesium). Penjajaran mineral ini umumnya tidak menerus melainkan terputus-putus. Batuannya disebut gneiss.

3. Struktur Slaty cleavage Dalam struktur ini hampir sama dengan struktur skistosa, hanya mineral-mineralnya berukuran dan kesan kesejajaran mineralnya halus sekali (dari mineral lempung). Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus (mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya disebut slate (batusabak).

4. Struktur Phyllitic Struktur ini hampir mirip dengan slaty cleavage, hanya mineralnya dan kesan kesejajarannya sudah mulai agak kasar, terlihat rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih dengan mineral granular. Batuannya disebut phyllite (filit)

2. Struktur Non Foliasi.

Struktur non-folisi adalah struktur pada batuan metamorf dimana tidak terlihat adanya penjajaran mineral penyusun batuan metamorf. Yang termasuk dalam struktur foliasi adalah sebagai berikut.

1. Struktur Hornfelsik Dicirikan oleh adanya butiran-butitan mineral yang seragam. Terbentuk akibat adanya metamorfosa thermal dan yang dibentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional dan equigranular dan umumnya berbentuk polygonal. Batuannya disebut hornfels (batutanduk) 2. Struktur Kataklastik Struktur kataklastik adalah struktur yang berkembang oleh adanya penghancuran terhadap batuan asal yang mengalami metamorfosa dinamo. Terbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik. Batuannya disebut cataclasite (kataklasit). 3. Struktur Milonitik Struktur ini hampir sama dengan struktur pilonitik, hanya butirannya lebih halus lagi, serta dibedakan oleh adanya liniasi dari belahan permukaan yang berbentuk paralel, dimana struktur ini dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik. Ciri struktur ini adalah mineralnya berbutir halus menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer. Batuannya disebut mylonite (milonit). 4. Struktur Pilonitik Struktur ini menyerupai milonit tetapi butirannya lebih kasar dan strukturnya mendekati tipe struktur pada filit (pilonit = filit milonit) tetapi umumnya telah terjadi rekristalisasi. Ciriciri lainnya adalah kenampakan kilap sutera pada batuan yang mempunyai struktur ini. Batuannya disebut phyllonite (filonit) 5. Struktur Flaser Seperti struktur kataklastik dimana struktur batuan asal berbentuk lensa yang tertanam pada massa dasar milonit. 6. Struktur Augen Seperti struktur falser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar dalam massa dasar yang lebih halus. 7. Struktur Granulose Struktur ini hampir sama dengan struktur hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran yang tidak sama besar.

8. Struktur Liniasi Adalah struktur yang diperlihatkan oleh kumpulan mineral yang berbentuk seperti jarum (fibrous). Struktur ini terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-butiran (granular). Struktur non foliasi yang umum dijumpai antara lain : 1. Hornfelsic/granulose Terbentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional dan equigranular dan umumnya berbentuk polygonal. Batuannya disebut hornfels (batutanduk) 2. Kataklastik Berbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik. Batuannya disebut cataclasite (kataklasit). 3. Milonitic Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik. Cirri struktur ini adalah mineralnya berbutir halus, menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer. Batiannya disebut mylonite (milonit). 4. Phylonitic Mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur milonitik tetapi umumnya telah terjadi rekristalisasi. Cirri lainnya adlah kenampakan kilap sutera pada batuan yang ,mempunyai struktur ini. Batuannya disebut phyllonite (filonit) TEKSTUR BATUAN METAMORF Tekstur merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran, bentuk dan orientasi butir mineral individual penyusun batuan metamorf (Jackson, 1970). Penamaan tekstur batuan metamorf umumnya menggunakan awalan blasto atau akhiran blastic yang ditambahkan pada istilah dasarnya. Penamaan tekstur tersebut akan dibahas pada bagian berikut ini.

1. Tekstur berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfosa Berdasarkan ketahanannya terhadap proses metamorfosa ini tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi : 1) Relict/Palimset/Sisa Tekstur ini merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa tekstur batuan asalnya atau tekstur batuan asalnya masih tampak pada batuan metamorf tersebut. Awalan blasto digunakan untuk penamaan tekstur batuan metamorf ini. Contohnya adalah blastoporfiritik yaitu batuan metamorf yang tekstur porfiritik batuan beku asalnya masih bisa dikenali. Batuan yang mempunyai kondisi seperti ini sering disebut batuan metabeku atau metasedimen. . Dibedakan atas : Blastopsefitik, tekstur dengan ukuran butir lebih besar dari pasir(gravel). Blastopsemit, tekstur dengan ukuran butir pasir .Bastopelitik, tekstur dengan ukuran butir lempung. Blastoporfiritik, tekstur sisa dari batuan asal yang porfiritik.

2) Kristaloblastik Tekstur kristloblastik merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh sebab proses metamorfosa itu sendiri. Batuan dengan tekstur ini sudah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak. Penamaannya menggunakan akhiran blastik dapat dibedakan atas, sebagai berikut ini : Lapidoblastik, terdiri dari mineral-mineral tabular/pipih yang relatif terorientasi, seperti mineral mika group (muskovit, biotit). Nematoblastik, terdiri dari mineral-mineral prismatik yang relatif terorientasi, seperti mineral plagioklas, K-felspar, piroksin. Granoblastik, terdiri dari mineral-mineral granular (equidimensional) yang relatif terorientasi, seperti mineral kwarsa. Biasanya memperlihatkan batas-batas sutura (tidak teratur) dengan bentuk mineral yang anhedral.

Porfiriblastik, tekstur yang memperlihatkan beberapa mineral dengan ukuran yang lebih besar dikelilingi oleh mineral yang lebih kecil.

2. Tekstur berdasarkan ukuran butir Berdasarkan ukuran butirnya, tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi : 1. Fanerit, bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata 2. Afanit, Bila butiran kristal tidak dapat dibedakan dengan mata 3. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi : 1. Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan kristal itu sendiri 2. Subhedral, bila kristal dibatasi sebagian oleh bidang permukaannya sendiri dan sebagian oleh bidang permukaan kristal disekitarnya. 3. Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal lain disekitarnya. Pengertian bentuk kristal ini sama dengan yang dipergunakan pada batuan beku. Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi : (1) Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh Kristal berbentuk euhedral (2) Xenoblastik/Hypidioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk

anhedral. 4. Tekstur berdasarkan bentuk mineral Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi : (1) Lepidoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk tabular (2) Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatic

(3) Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas mineralnya bersifat sutured(tidak teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral. (4) Granuloblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas mineralnya bersifat unsutured(lebih teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral. Selain tekstur yang telah disebutkan diatas terdapat beberapa tekstur khusus lainnya yang umumnya akan tampak pada pengamatan petrografi, Yaitu:

Porfiroblastik, apabila terdapat beberapa mineral yangh ukurannya lebih besar tersebut sering disebut sebagai porphyroblasts

Poikiloblastik/Sieve Texture yaitu tekstur porfiroblastik dengan porphyroblasts tampak melingkupi beberapa kristal yang lebih kecil.

Mortar teksture, apabila fragmen mineral yang lebih besar terdapat pada massa dasar material yang berasal dari kirstal yang sama yang terkena pemecahan (crushing).

Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan polimeneralik yang tidak menunjukkan keteraturan orientasi.

Sacaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir. Batuan mineral yang hanya terdiri dari satu tekstur saja, sering disebut bertekstur homeoblastik, sedangkan batuan yang mempunyai lebih dari satu tekstur disebut bertekstur heteroblastik.

Batuan mineral yang hanya terdiri dari satu tekstur saja, sering disebut bertekstur homeoblastik, sedangkan batuan yang mempunyai lebih dari satu tekstur disebut bertekstur heteroblastik.

Tekstur heteroblastik, bila batuan metamorf mempunyai lebih dari satu tekstur, seperti lepidoblastik dan granuloblastik. Tekstur homeoblastik, bila batuan metamorf hanya mempunyai satu tekstur saja.

Komposisi Mineral Batuan Metamorf

Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf dapat berupa mineral yang berasal dari batuan asalnya maupun dari mineral baru yang terbentuk akibat proses metamorfisme sehingga dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut.

1. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf seperti kuarsa, felspar, muskovit, biotit, hornblende, piroksen, olivin dan bijih besi.

2. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan sedimen dan batuan metamorf seperti kuarsa, muskovit, mineral-mineral lempung, kalsit dan dolomit.

3. Mineral indeks batuan metamorf seperti garnet, andalusit, kianit, silimanit, stautolit, kordierit, epidot dan klorit.

Proses pertumbuhan mineral saat terjadinya metamorfosa pada fase padat dapat dibedakan menjadi secretionary growth, concentrionary growth dan replacement (Ramberg, 1952 dalam Jackson, 1970). Secretionary growth merupakan pertumbuhan kristal hasil reaksi kima fluida yang terdapat pada batuan yang terbentuk akibat adanya tekanan pada batuan tersebut. Concentrionary growth adalah proses pendesakan kristal oleh kristal lainnya untuk membuat ruang pertumbuhan.

Sedangkan replacement merupakan proses penggantian mineral lama oleh mineral baru. Kemampuan mineral untuk membuat ruang bagi pertumbuhannya tidak sama satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan oleh percobaan Becke, 1904 (Jackson, 1970). Percobaan ini menghasilkan Seri Kristaloblastik yang menunjukkan bahwa mineral pada seri yang tinggi akan lebih mudah membuat ruang pertumbuhan dengan mendesak mineral pada seri yang lebih rendah. Mineral dengan kekuatan kristaloblastik tinggi umumnya besar dan euhedral.

Tekanan merupakan faktor yang mempengaruhi stabilitas mineral pada batuan metamorf (Huang, 1962). Dalam hal ini dikenal dua golongan mineral yaitu stress mineral dan antistress mineral. Mineral-mineral tersebut umumnya merupakan penciri batuan yang terkena deformasi sangat kuat. seperti sekis.

1. Mineral Stress Mineral stress adalah suatu mineral yang stabil dalam kondisi tekanan (tahan terhadap tekanan) , dimana mineral dapat terbentuk pipih / tabular, prismatik, maka mineral tersebut akan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya / stress. Contoh : Mica Zeolit Trenmolit aktinolit Glaukovan Hornblende Klorit Serpentine Epidote Sillimenite Staurolit Klanit Antofilit

2.Mineral Antistress Mineral antistress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan dan biasanya berbentuk equidimensional. Contoh : Kuarsa Kalsit Felspar Kordierit Garnet

Selain mineral stress dan mineral antistress ada juga mineral yang khas dijumpai pada batuan metamorf, antara lain :

Contoh : Sillimenit ,Garnet,Kianit,Grafit,Epidote,Klorit

Keterangan : (1) mineral khas dari metamorfosa regional (2) mineral yang khas dari metamorfosa thermal (3) mineral yang khas yang dihasilkan oleh efek larutan kimia

PENAMAAN DAN KLASIFIKASI BATUAN METAMORF Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk sebagai akibat dari proses metamorfosa pada batuan yang sudah ada karena perubahan temperatur (T), tekanan (P), atau Temperatur (T) dan Tekanan (P) secara bersamaan. Klasifikasian tersebut adalah sebagai

berikut, yaitu :

Berdasarkan komposisi kimia Disini ditinjau terhadap unsur-unsur kimia yang terkandung didalam batuan metamorf, yang akan mencirikan batuan asal sebelum batuan metamorf tersebut terbentuk yang dicirikan dengan kelebihan atau kekurangan kandungan SiO2. Berdasarkan komposisi kimianya, maka batuan metamorf terbagi menjadi lima kelompok, yaitu sebagai berikut.

1. Calcic Metamophic Rock Adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan yang bersifat kalsik (kaya unsur Al), umumnya terdiri dari batu lempung dan serpih. Contoh : batu sabak dan phylitic.

2. Quartz Feldpathic Rock Adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan yang kaya akan unsur kuarsa dan felspar, batuan asal umumnya terdiri dari batu pasir, batuan beku basa dan lain-lain. Contoh : gneiss.

3. Calcareous Metamorphic Rock Adalah batuan metamorf yang berasal dari batu gamping dan dolomit. Contoh : marmer (batugamping termetamorfosakan secara kontak maupun regional).

4. Basic Metamorphic Rock Adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan beku basa, semi basa dan menengah. Serta tufa atau batuan sedimen yang bersifat napalan dengan kandungan unsur-unsur K, Al, Fe, dan Mg.

5. Magnesian Metamorphic Rock Adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan yang kaya akan unsur Mg. Contoh : serpentinit, skiss, klorite.

Berdasarkan asosiasi di lapangan Dipakai kriteria lapangan dan asosiasi mineral serta tekstur yang berhubungan dengan alam, dan penyebab tekanan dan temperatur. Misalnya pada suatu zona sesar kita dapatkan batuan

metamorf dengan struktur kataklastik, maka dari sini kita bisa memperkirakan jenis metamorfosanya. Hubungan antara Tekstur dan Struktur Batuan Metamorf

Facies merupakan suatu pengelompokkan mineral-mineral metamorfik berdasarkan tekanan dan temperatur dalam pembentukannya pada batuan metamorf. Setiap facies pada batuan metamorf pada umumnya dinamakan berdasarkan jenis batuan (kumpulan mineral), kesamaan sifat-sifat fisik atau kimia. Dalam hubungannya, tekstur dan struktur batuan metamorf sangat dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur dalam proses metamorfisme. Dan dalam facies metamorfisme, tekanan dan temperatur merupakan faktor dominan, dimana semakin tinggi derajat metamorfisme (facies berkembang), struktur akan semakin berfoliasi dan mineral-mineral metamorfik akan semakin tampak kasar dan besar. Tatanama batuan metamorf secara umum tidak sesismatik penamaan batuan beku atau sedimen. Kebanyakan nama batuan metamorf didasarkan pada kenampakan struktur dan teksturnya. Untuk memperjelas banyak dipergunakan kata tambahan yang menunjukkan ciri khusus batuan metamorf tersebut, misalnya keberadaan mineral pencirinya (contohnya sekis klorit) atau nama batuan beku yang mempunyai komposisi yang sama (contohnya granite gneiss). Beberapa nama batuan juga berdasarkan jenis mineral penyusun utamanya (contohnya kuarsit) atau dapat pula dinamakan berdasarkan fasies metamorfiknya (misalnya granulit). Dasar Penamaan Batuan Metamorf

Kebanyakan nama batuan metamorf didasarkan pada kenampakan struktur dan teksturnya. Untuk memperjelas banyak dipergunakan kata tambahan yang menunjukkan ciri khusus batuan metamorf tersebut, misalnya keberadaan mineral pencirinya (contohnya sekis, klorit) atau nama batuan beku yang mempunyai komposisi yang sama (contohnya granite, gneiss). Beberapa nama batuan juga berdasarkan jenis mineral penyusun utamanya (contohnya kuarsit) atau dapat pula dinamakan berdasarkan fasies metamorfiknya (misalnya granulit). Selain batuan yang penamaannya berdasarkan struktur, batuan metamorf lainnya yang banyak dikenal antara lain :

Amphibolit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral utama penyusunnya adalah amfibol (umumnya hornblende) dan plagioklas. Batuan ini dapat menunjukkan schystosity bila mineral prismatiknya terorientasi. Eclogit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral penyusun utamanya adalah piroksen ompasit (diopsid kaya sodium dan aluminium) dan garnet kaya pyrope. Granulit, yaitu tekstur batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang tersusun oleh mineral utama kuarsa dan felspar serta sedikit piroksen dan garnet. Kuarsa dan garnet yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneissic. Serpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir semuanya berupa mineral kelompok serpentin. Kadang dijumpai mineral tambahan seperti klorit, talk dan karbonat yang umumnya berwarna hijau. Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat (kalsit atau dolomit) dan umumnya bertekstur granoblastik. Skarn, yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral calc-silikat seperti garnet, epidot. Umumnya terjadi karena perubahan komposisi batuan disekitar kontak dengan batuan beku. Kuarsit, yaitu batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa. Soapstone, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral utama talk. Rodingit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi calc-silikat yang terjadi akibat alterasi metasomatik batuan beku basa didekat batuan beku ultrabasa yang mengalami serpentinitasi.

Penamaan batuan metamorf lainnya dapat didasarkan pada : Berdasarkan tekstur dan struktur. Contoh : batusabak / slate, filit, gneiss, skiss, granulit. Berdasarkan komposisi mineral penyusun yang dominan. Contoh : kwarsit, aphiboit, marmer. Berdasarkan jenis batuan asal dengan menambahkan kata meta didepannya. Contoh : meta batupasir, meta batugamping

Selain batuan yang penamaannya berdasarkan struktur, batuan metamorf lainnya yang banyak dikenal antara lain :

Amphibolit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral utama penyusunnya adalah amfibol(umumnya hornblende) dan plagioklas. Batuan ini dapat menunjukkan schystosity bila mineral prismatiknya terorientasi.

Eclogit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral penyusun utamanya adalah piroksen ompasit (diopsid kaya sodium dan aluminium) dan garnet kaya pyrope.

Granulit, yaitu tekstur batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang tersusun oleh mineral utama kuarsa dan felspar serta sedikit piroksen dan garnet. Kuarsa dan garnet yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneissic.

Serpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir semuanya berupa mineral kelompok serpentin. Kadang dijumpai mineral tambahan seperti

klorit, talk dan karbonat yang umumnya berwarna hijau. Serpentinit, batuan yang terdiri atas satu atau lebih mineral serpentine dimana mineral ini dibentuk oleh proses serpentinisasi (serpentinization). Serpentinisasi adalah proses proses metamorfosis temperatur rendah yang menyertakan tekanan dan air, sedikit silica mafic dan batuan ultramafic teroksidasi dan ter-hidrolize dengan air menjadi serpentinit. Gambar. 3.18. Batuan Serpentinit

- Asal : Batuan beku basa - Warna : Hijau terang / gelap - Ukuran butir : Medium grained - Struktur : Non foliasi - Komposisi : Serpentine - Ciri khas : Kilap berminyak dan lebih keras dibanding kuku jari

Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat (kalsit atau dolomit) dan umumnya bertekstur granoblastik. Terbentuk ketika batu gamping mendapat tekanan dan panas sehingga mengalami perubahan dan rekristalisasi kalsit. Utamanya tersusun dari kalsium karbonat. Marmer bersifat padat, kompak dan tanpa foliasi. Gambar. 3.14. Batuan Marmer Asal : Metamorfisme batu gamping, dolostone Warna : Bervariasi Ukuran butir : Medium Coarse Grained Struktur : Non foliasi

Komposisi : Kalsit atau Dolomit Derajat metamorfisme : Rendah Tinggi Ciri khas : Tekstur berupa butiran seperti gula, terkadang terdapat fosil, bereaksi dengan HCl.

Skarn, Yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral calc-silikat seperti garnet, epidot. Umumnya terjadi karena perubahan komposisi batuan disekitar kontak dengan batuan beku.

Kuarsit, Yaitu batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa. 6. Kuarsit - Asal : Metamorfisme sandstone ( - Warna : Abu-abu, kekuningan, c cokelat dan merah - Ukuran butir : Medium coarse - Struktur : Non foliasi - Derajat. M : Intermediate tinggi Gambar. 3.15. Batuan Kwarsit

Adalah suatu batuan metamorf yang keras dan kuat (lebih keras dibanding glas). Terbentuk ketika batupasir (sandstone) mendapat tekanan dan temperatur yang tinggi. Ketika batupasir bermetamorfosis menjadi kuarsit, butir-butir kuarsa mengalami

rekristalisasi,dan biasanya tekstur dan struktur asal pada batupasir terhapus oleh proses metamorfosis .

Soapstone, Yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral utama talk.

Rodingit, Yaitu batuan metamorf dengan komposisi calc-silikat yang terjadi akibat alterasi metasomatik batuan beku basa didekat batuan beku ultrabasa yang mengalami serpentinitasi.

Slate Slate merupakan batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfosisme batuan sedimen Shale atau Mudstone (batulempung) pada temperatur dan suhu yang rendah. Memiliki struktur foliasi (slaty cleavage) dan tersusun atas butir-butir yang sangat halus (very fine grained). Gambar. 3.10. Batuan Slate Asal : Metamorfisme Shale dan Mudstone Warna : Abu-abu, hitam, hijau, merah

Ukuran butir : Very fine grained Struktur : Foliasi (Slaty Cleavage) Komposisi : Quartz, Muscovite, Illite Derajat metamorfisme : Rendah Ciri khas : Mudah membelah menjadi lembaran tipis

Filit Asal : Metamorfisme Shale Warna : Merah, kehijauan Ukuran butir : Halus Stuktur : Foliated (Slaty-Schistose) Komposisi : Mika, kuarsa, klorit Derajat M : Rendah Intermediate

Merupakan batuan yang terbentuk dari kelanjutan proses metamorfosisme dari Slate. Ciri khasnya adalah membelah mengikuti permukaan gelombang.

Gneiss Merupakan batuan yang terbentuk dari hasil metamorfosisme batuan beku dalam temperatur dan tekanan yang tinggi. Dalam Gneiss dapat diperoleh rekristalisasi dan foliasi dari kuarsa, feldspar, mika dan amphibole dengan ciri khas adalah kwarsa dan feldspar nampak berselang-seling dengan lapisan tipis kaya amphibole dan mika. Asal : Metamorfisme regional siltstone, shale, granit Warna : Abu-abu Ukuran butir : Medium Coarse grained Struktur : Foliated (Gneissic) Komposisi : Kuarsa, feldspar, amphibole, mika Derajat metamorfisme : Tinggi

Sekis Asal : Metamorfisme siltstone, shale, dan basalt Warna : Hitam, hijau, ungu Ukuran butir : Fine Medium Coarse

Struktur : Foliated (Schistose) Komposisi : Mika, grafit, hornblende Derajat M : Intermediate Tinggi Gambar. 3.13. Batuan Sekis

Mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-berkas bergelombang yang diperlihatkan dengan kristal yang mengkilap. Ciri khas batuan ini adalah foliasi yang kadang bergelombang, terkadang terdapat kristal garnet

Milonit Milonit merupakan batuan metamorf kompak. Terbentuk oleh rekristalisasi dinamis mineral-mineral pokok yang mengakibatkan pengurangan ukuran butir-butir batuan. Butir-butir batuan ini lebih halus dan dapat dibelah seperti schistose. Gambar. 3.16. Batuan Milonit Asal : Metamorfisme dinamik Warna : Abu-abu, kehitaman, coklat, biru Ukuran butir : Fine grained Struktur : Non foliasi Komposisi : Kemungkinan berbeda untuk setiap batuan Derajat metamorfisme : Tinggi Ciri khas : Dapat dibelah-belah

Hornfels Hornfels terbentuk ketika shale dan claystone mengalami metamorfosis oleh temperatur dan intrusi beku, terbentuk di dekat dengan sumber panas seperti dapur magma, dike, sil. Hornfels bersifat padat tanpa foliasi, warnanya abu-abu, biru kehitaman, hitam dengan ukuran butir yang fine grained dan ciri khasnya lebih keras dari glas dan tekstur merata.

Daftar Pustaka
http://febryirfansyah.wordpress.com/2009/08/14/petrologi-batuan-metamorf/ http://harahapyahoo5555.blogspot.com/2010/01/laporan-petrologi-batuan-metamorfdan_23.html http://ourgeology.blogspot.com/2011/01/petrologi-batuan-metamorf.html http://www.scribd.com/doc/24796702/Petrologi-batuan-metamorf

You might also like