You are on page 1of 16

PEMFIGUS VULGARIS

I.

PENDAHULUAN Istilah pemfigus berasal dari kata pemphix (Yunani) berarti melepuh atau gelembung.

Pemfigus merupakan kumpulan penyakit kulit autoimun berupa bula yang timbul dalam waktu yang lama, menyerang kulit dan membrana mukosa yang secara histopatologik ditandai dengan bula intraepidermal akibat proses akantolisis.(1,2) Pemfigus merupakan penyakit berat yang berpotensi mengancam nyawa.Ada dua jenis utama. Yang paling umum adalah pemfigus vulgaris, yang menyumbang setidaknya tiga perempat dari semua kasus, dan penyebab terbesar kematian. Pemfigus vegetans adalah varian langka pemfigus vulgaris. Jenis penting lainnya dari pemfigus, superficial pemfigus, juga memiliki dua varian: tipe generalized foliaceus type dan tipe localized erythematosus. Beberapa obat-obatan, seperti penicillamine, bisa mencetuskanreaksi seperti pemfigus-seperti, tapi kemudian autoantibodi jarang ditemukan. 3 Semua bentuk Pemfigus diatas memberikan gejala yang khas, yakni pembentukan bula yang kendur pada kulit yang umumnya terlihat normal dan mudah pecah, pada penekanan bula tersebut meluas (Nikolsky positif), akantolisis selalu positif, dan adanya antibody tipe IgG terhadap antigen interseluler di epidermis yang dapat ditemukan dalam serum, maupun terikat di epidermis.(2)

II.

EPIDEMIOLOGI Pemfigus Vulgaris merupakan bentuk yang tersering dijumpai (80% semua kasus

pemfigus lainnya). Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras. Frekuensi kedua jenis kelamin sama. Umumnya mengenai umur pertengahan (dekade ke-4 dan ke-5), termasuk dapat juga mengenai semua umur termasuk anak-anak. Penyakit autoimun ini paling banyak di jumpai di Negara-negara timur seperti India, Cina, Malaysia, dan Timur Tengah. Di India penyakit ini banyak mengenai anak-anak jika dibandingkan di Negara barat. Di Afrika Selatan, Pemfigus Vulgaris ini lebih sering terjadi pada bangsa India dibanding pada bangsa berkulit hitam dan berkulit putih. Pemfigus Vulgari jarang sekali terjadi pada orang barat. (1,2,7) 1

III.

ETIOLOGI Semua jenis pemfigus adalah penyakit autoimun yang patogen antibodi IgG mengikat

antigen dalam epidermis. Antigen utama adalah desmoglein 3 (dalam pemfigus vulgaris) dan desmoglein 1 (dalam superfisial pemfigus). Keduanya sel-adhesi molekul dari keluarga cadherin (lihat Tabel 2.5), ditemukan dalam desmosom. Reaksi antigen-antibodi mengganggu dengan adhesi, menyebabkan keratinosit untuk berantakan

IV. PATOGENESIS Pada penyakit ini, autoantibodi yang menyerang desmoglein pada permukaan keratinosit membuktikan bahwa autoantibodi ini bersifat patogenik. Antigen Pemfigus Vulgaris yang dikenali sebagai desmoglein 3 merupakan desmosomal kaderin yang terlibat dalam perlekatan interseluler pada epidermis. Antibodi yang berikatan pada domain ekstraseluler region terminal amino pada desmoglein 3 ini mempunyai efek langsung terhadap fungsi kaderin. Desmoglein 3 dapat ditemukan pada desmosom dan pada membran sel keratinosit. Dapat dideteksi pada setiap deferensiasi keratinosit terutamanya pada epidermis bawah dan lebih padat pada mukosa bucal dan kulit kepala berbanding di badan. Hal ini berbeda dengan antigen Pemfigus Foliaseus, desmoglein 1, yang dapat ditemukan pada epidermis, dan lebih padat pada epidermis atas. Pengaruh dari faktor lingkungan dan cara hidup individu belum dapat dibuktikan berpengaruh terhadap Pemfigus Vulgaris, namun penyakit ini dapat dikaitkan dengan genetik pada kebanyakan kasus. (1,6-8) 2

Tanda utama pada Pemfigus Vulgaris adalah dengan mencari autoantibodi IgG pada permukaan keratinosit. Hal ini merupakan fungsi patogenik primer dalam mengurangi perlekatan antara sel-sel keratinosit yang menyebabkan terbentuknya bula-bula, erosi dan ulcer yang merupakan gambaran pada penyakit Pemfigus Vulgaris..(1,4,7) Autoantibodi patologik yang menyebabkan terjadinya Pemfigus Vulgaris adalah autoantibodi yang melawan desmoglein 1 dan desmoglein 3, yang mana hal ini yang menyebabkan terjadinya pembentukan bula. Pemeriksaan mikroskopi imunoelektron dapat menentukan lokasi antigen pada desmosom untuk kedua Pemfigus Vulgaris dan Pemfigus Foliaseus, yang lebih sering pada perlekatan sel-sel pada epitel bertanduk.(1,6,7)

Gambar 1: Kompensasi desmoglein; pada awal pemfigus vulgaris, antibodi hanya menyerang desmoglein 3, dan menghasilkan bulla pada lapisan mukosa dalam tanpa kompensasi dari desmoglein 1. Pada pemphigus mukokutaneus, antibodi menyerang kedua desmoglein 1 dan desmoglein 3, menyebabkan bulla terhasil pada kedua membran mukosa dan kulit.(7)

V.

DIAGNOSIS Untuk dapat mendiagnosis Pemfigus Vulgaris diperlukan anamnesis,pemeriksaan fisik

yang lengkap serta pemeriksaan penunjang seperti biopsi kulit yaitu dengan cara mengambil sampel kecil dari kulit yang berlepuh dan di periksa dibawah mikroskop dan immunofloresensi yaitu sampel yang diambil dari biopsi lalu di warnai dengan cairan flouresens. Lepuh dapat dijumpai pada berbagai penyakit sehingga dapat mempersulit dalam penegakkan diagnosis. Perlu dilakukan pemeriksaan manual dermatologi untuk membuktikan adanya Nikolskys sign yang 3

menunjukkan adanya Pemfigus vulgaris. Untuk mencari tanda ini, dokter akan dengan lembut menggosok daerah kulit normal di dekat daerah yang melepuh dengan kapas atau jari. Jika memiliki Pemfigus Vulgaris, lapisan atas kulit akan cenderung terkelupas.(9,10)

GEJALA KLINIS Pemfigus Vulgaris ditandai oleh adanya bulla berdinding tipis, relatif flaksid, dan mudah pecah yang timbul pada kulit atau membran mukosa normal maupun di atas dasar eritematous. Cairan bula pada awalnya jernih tetapi kemudian dapat menjadi hemoragik bahkan seropurulen. Bula-bula ini mudah pecah, dan secara cepat akan ruptur sehingga terbentuk erosi. Erosi ini sering berukuran besar dan dapat menjadi generalisata. Kemudian erosi akan tertutup krusta yang hanya sedikit atau bahkan tidak memiliki kecenderungan untuk sembuh. Tetapi bila lesi ini sembuh sering berupa hiperpigmentasi tanpa pembentukan jaringan parut.(4,9) Pemfigus Vulgaris biasanya timbul pertama kali di mulut kemudian di sela paha, kulit kepala, wajah, leher, aksila, dan genital. Pada awalnya hanya dijumpai sedikit bula, tetapi kemudian akan meluas dalam beberapa minggu, atau dapat juga terbatas pada satu atau beberapa lokasi selama beberapa bulan.(9) Tanda Nikolsky positif karena hilangnya kohesi antar sel di epidermis sehingga lapisan atas dapat dengan mudah digeser ke lateral dengan tekanan ringan. Kulit tanpa lapisan mukosa sangat jarang ditemukan pada Pemfigus Vulgaris. Pada suatu penelitian hanya 11% dari kasus Pemfigus Vulgaris.(7,9) Lesi di mulut muncul pertama kali dalam 60% kasus. Bula akan dengan mudah pecah dan mengakibatkan erosi mukosa yang terasa nyeri. Lesi ini akan meluas ke bibir dan membentuk krusta. Keterlibatan tenggorokan akan mengakibatkan timbulnya suara serak dan kesulitan menelan. Konjungtiva, mukosa nasal, vagina, penis, dan anus dapat juga terlibat.(9)

Gambar 2. Pemfigus vulgaris. A. Bula flaksid B. Lesi oral(7)

Gambar 3. Pemfigus vulgaris. Erosi luas akibat lepuh pada kulit(7)

PEMERIKSAAN PENUNJANG Beberapa pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain:

Biopsi Kulit dan Patologi Anatomi Pada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil dari kulit yang berlepuh dan diperiksa di bawah mikroskop. Pasien yang akan dibiopsi sebaiknya pada pinggir lesi yang masih baru dan dekat dari kulit yang normal. Gambaran histopatologi utama adalah adanya akantolisis yaitu pemisahan keratinosit satu dengan yang lain. Pada pemfigus vulgaris dapat dijumpai adanya akantolisis suprabasiler, sedangkan pada pemfigus foliaseus akantolisis terjadi di bawah 5

stratum korneum dan pada stratum granulosum. Lalu pada pemfigus paraneoplastik, di jumpai akantolisis suprabasiler dan disertai vacoular interface change. (7,9,11)

C Gambar 4. Gambaran histopatologi pemfigus. (A). Pemfigus vulgaris (B). Pemfigus foliaseus (C). Pemfigus paraneoplastik.(7)

Imunofluoresensi Imunofluoresensi langsung Sampel yang diambil dari biopsi diwarnai dengan cairan fluoresens. Pemeriksaan ini dinamakan direct immunofluorescence (DIF). DIF menunjukan deposit antibodi dan imunoreaktan lainnya secara in vivo, misalnya komplemen. DIF biasanya menunjukkan IgG yang menempel pada permukaan keratinosit yang di dalam maupun sekitar lesi.(3,7) Imunofluoresensi tidak langsung Antibodi terhadap keratinosit dideteksi melalui serum pasien. Pemeriksaan ini ditegakkan jika pemeriksaan imunofluoresensi langsung dinyatakan positif. Serum penderita mengandung autoantibodi IgG yang menempel pada epidermis dapat dideteksi dengan 6

pemeriksaaan ini. Sekitar 80-90% hasil pemeriksaan ini dinyatakan sebagai penderita Pemfigus Vulgaris.(7)

(A)
langsung.(7)

(B)

Gambar 5. Imunofluoresensi pada pemfigus. (A). Imunofluoresensi langsung. (B). Imunofluoresensi tidak

VI.

DIAGNOSA BANDING

1.

Pemfigoid Bulosa Pemfigoid Bulosa adalah penyakit autoimun kronik yang bisa terjadi pada semua umur

terutama pada orang tua. Biasanya di awali dengan rasa gatal, urtikaria,dan lesi yang eritematous. Gejala klinis pada Pemfigoid Bulosa adalah terbentuknya bula yang besar dengan tekanan meningkat pada kulit normal atau dengan basal eritematous. Bula-bula ini sering timbul pada daerah abdomen bagian bawah, bagian paha depan atau paha atas, dan fleksor lengan atas, walaupun ia bisa timbul dimana-mana bagian tubuh. Bula yang terbentuk biasanya terisi dengan cairan bening dan bisa juga terdapat perdarahan. Kulit yang lepas apabila bula-bula itu pecah biasanya mempunyai potensi reepitelisasi, tidak seperti Pemfigus Vulgaris, erosi yang terjadi tidak menyebar ke perifer. Lesi pada Pemfigoid Bulosa tidak mengakibatkan pembentukan jaringan parut. .(1,4,12) Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk menentukan Pemfigus Bulosa adalah biopsi yang memberikan gambaran bula subepidermal tanpa nekrosis pada epidermal dengan infiltrat limfosit, histiosit dan eosinofil pada permukaan dermal.(1,4,7)

Gambar 6. Pemfigoid Bulosa pada dada(7)

Gambar 7: Imunofluoresensi pada pemfigoid bullosa(7)

2.

Dermatitis Herpetiformis Gejala klinis primer pada Dermatitis Herpetiformis adalah papul eritematous, plak yang

menyerupai urtika atau yang paling biasa ditemukan adalah vesikel. Bula yang besar sangat jarang muncul pada penyakit ini. Akibat dari hilang timbulnya gejala klinis pada Dermatitis Herpetiformis bisa menyebabkan terjadinya hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Gejala yang timbul pada pasien bisa hanya krusta dan gejala klinis primer yang lain tidak ditemukan. Gejala klinis ini biasanya timbul secara simetris pada siku, lutut, bahu dan daerah sakral. Lokasi seperti kulit kepala, muka dan garis anak rambut. Biasanya dermatitis herpetimformis dapat mengenai anak dan dewasa, keadaanya umumnya baik, keluhannya sangat gatal, ruam polimorf dan memiliki tempat predileksi sedangkan pemfigus terutama mengenai orang dewasa, keadaann umumnya buruk, tidak gatal, bula berdinding kendur dan biasanya generalisata (1,7,12) Pada gambaran histopatologik dermatitis herpetiformis letak vesikel bulla di subepidermal, sedangkan pada pemfigus vulgaris terletak di intraepiderma dan terdapat akantolisis. 8

Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosa Dermatitis Herpetiformis adalah pemeriksaan immunoflouresensi, di mana ditemukan antibodi IgA yang berikatan dengan substansi intermiofibril pada otot polos, sedangkan pada pemfigus vulgaris menunjukkan IgG yang terletak intradermal. .(1,12)

Gambar 8: Dermatitis herpetiformis(7)

Gambar 9: Imunofloresensi pada dermatitis herpetiformis menunjukkan deposit IgA secara granular(
7)

Gambar 10: Biopsi lesi pada dermatitis herpetiformis menunjukkan penumpukan neutrofil dan eosinofil dan vesikulasi sub-epidermal(7)

3. Pemfigus eritematosus Pemfigus eritematosus yang juga dikenal sebagai Sindrom Senear- Usher merupakan varian dari pemfigud foliaseus. Pasien memiliki fitur imunologi dari lupus eritematosus dan pemfigus . antibodu mengenali antigen pemfigus foliaceus yaitu desmoglein 1. Progresi menjadi lupus eritematous sistemik jarang terjadi, kemungkinan pemfigus eritomatous ada kaitannya dengan myasthenia gravis atau thymoma. Lesi kulit berupa bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama di atas hidung dan pipi pada wajah menyerupai kupu-kupu sehingga menyerupai lupus eritematous atau dermatitis seboroik. Sinar matahari dapat memperburuk penyakit ini. Lesi pada mukosa mulut jarang terjadi. Hubungannya dengan lupus eritematosus juga terlihat pada pemeriksaan immunifloresensi langsung, pada tes tersebut di dapatkan antibody di interselular dan juga di membrane basalis.(1,2)

Gambar11..Pemphigus erythematosus. Lesi berupa skuama dan krusta terlihat pada


hidung dan daerah malar wajah.(4)

4. Pemfigus Foliaseus Karakteristik dari lesi pemfigus foliaseus adalah adanya skuama, erosi krusta, dan sering pada bagian yang mengalami eritematosa. Perjalanana penyakit kronik, remisi terjadi temporer. Lesi primer berupa vesikel yang kecil yang tidak mencolok biasanya sulit untuk di temukan, penyakit ini dapat menetap dan terlokalisasi selama bertahun-tahun atau bisa dengan cepat berkembang menjadi eritroderma eksfoliatif awalnya timbul vesikel/bula, skuama, krusta dan 10

sedikit eksudatif kemudian memecah dan meninggalkan erosi. Mula-mula dapat mengenai kepala yang berambut, muka, dan dada bagian atas sehingga mirip dermatitis seboroik.

Kemudian menjalar simetris dan mengenai seluruh tubuh setelah beberapa bulan. Yang khas adalah terdapatnya eritema yang menyeluruh di sertai banyak skuama yang kasar, agak berbau, dan hanya terdapat sedikit bula yang kendur, lesi di mulut jarang ditemukan Paparan sinar matahari dan panas dapat memperburuk aktivitas penyakit, pasien biasa mengeluh adanya rasa sakit dan perih pada lesi kulit.7 Penyakit ini umumnya mengenai orang dewasa antara umur 4050 tahun. Gejalanya tidak seberat pemfigus Vulgaris,(2,7)

Gambar 12. Pemfigus Foliaseus. Lesi berupa skuama & krusta pada punggung.(7)

5. Pemfigus Vegetans Pemfigus vegetans adalah ditemukan. varian jinak dari pemfigus vulgaris dan sangat jarang

Biasanya timbul pada usia lebih awal dari pemfigus vulgaris. Keadaan umum

penderita masih baik. Gambaran klinis yang khas adalah mula-mula muncul lesi kulit mirip pemfigus vulgaris, tetapi erosinya cepat mongering dan menimbulkan jaringan granulasi hipertrofik berbentuk vegetasi atau bentukan papilomatous. Lokasinya biasanya di daerah lipatan paha, perineum, walaupun dapat ditemukan di setiap tempat seperti hidung, mulut, leher dan kepala.(1,5) Terdapat 2 tipe dari pemfigus vegetans yaitu tipe Neumann dan tipe Hallopeau (pyodermite vegetante). Pada pemfigus vegetans tipe Neumann, vesikel dan bulla yang pecah akan membentk erosi granulasi hipertofik dan mudah berdarah. Lesi akan berkembang menjadi 11

massa vegetative dan mengeluarkan serum dan pus. Ujung-ujungnya dipenuhi dengan pustule yang kecil, erosi pada tepi lesi menginduksi vegetasi baru lalu kemudian vegetasi tersebut menjadi kering, pecah- pecah dan hyperkeratosis. Lesi oral hampir selalu di temukan, perjalanan penyakit lebih lama daripada pemfigus vulgaris, dapat terjadi lebih akut dengan gambaran pemfigus vulgaris lebih dominan dan dapat fatal. Sedangkan pada tipe Hallopeau, perjalanan penyakit kronik, tetapi dapat seperti pemfigus vulgaris dan fatal. Lesi primer ialah pustule-pustul yang bersatu, meluas ke perifer, menjadi vegetative dan menutupi daerah yang luas di aksilla dan perineum. Di dalam mulut, dalam terlihat gambaran yang khas ialah granulomatosis seperti beledu.(1,2)

Gambar 13. Pemfigus vegetans. Lesi papillomatous vegetative.(4)

VII. 1.

PENATALAKSANAAN (13-15)
Medikamentosa Glukokortiroid, 2-3 mg/KgBB prednison sampai penghentian pembentukan lepuhan baru dan hilangnya tanda Nikolsky. Kemudian pengurangan dengan

cepat untuk sekitar setengah dosis awal sampai pasien hampir bersih, diikuti dengan tappering dosis dengan sangat lambat untuk meminimalkan

keefektifitasan dari dosis. 12

Terapi imunosupresif

yang bersamaan. Agen imunosupresif diberikan

bersamaan untuk mengurangi efek glukokortikoid. Azathioprine, 2-3 mg/KgBB sampai pembersihan lengkap. Tapering dosis

hingga 1mg/KgBB. Pemberian dengan hanya azathioprinedilanjutkan bahkan setelah penghentian pengobatan glukokortikoid dan mungkin harus

dilanjutkan selama berbulan-bulan. Methotrexate, Baik secara oral (PO) atau IM dengan dosis 2535 mg/minggu. Dosis penyesuaian dibuat seperti azathioprine. Cyclophosphamide, 100-200 mg/sehari, dengan pengurangan dosis 50100 mg/sehari. Atau terapi cyclophosphamide "bolus" dengan 1000 mg IV

seminggu sekali atau setiap 2 minggu di tahap awal, sebagai perbaikan oleh 50-100 mg/d PO. Plasmapheresis, dalam hubungannya dengan glukokortikoid dan

diikuti

agen

imunosupresif pada pasien kurang terkontrol, pada tahap awal pengobatann untuk mengurangi titer antibodi. Plasmaphresis dengan iklosporin atau siklosposfamid dan fotoforesis ekstrakorporal dapat berguna. Gold therapy, untuk kasus-kasus ringan. Setelah pengujian awal dosis 10 mg terkadang juga telah diteliti

IM, 25 sampai 50 mg gold natrium thiomalate diberikan IM , interval per minggu dengan dosis kumulatif maksimum 1 gr. Dosis tinggi imunoglobulin intravena (HIVIg) (2 g/KgBB setiap 3- 4 minggu) telah dilaporkan memiliki efek sparing glukokortikoid.

2.

Non Medikamentosa Pada pemberian terapi dengan dosis optimal, tetapi pasien masih merasakan

gejala-gejala ringan dari penyakit ini. Maka perawatan luka yang baik adalah sangat penting karena ia dapat memicu penyembuhan bula dan erosi. Pasien disarankan mengurangi aktivitas agar resiko cedera pada kulit dan lapisan mukosa pada fase aktif penyakit ini dapat berkurang. Aktivitas-aktivitas yang patut dikurangi adalah olahraga dan makan atau minum yang dapat mengiritasi rongga mulut (makanan pedas, asam, keras, dan renyah).(4) 13

VIII. PROGNOSIS (1,7) Sebelum adanya terapi glukokortikoid, PV hampir selalu berakibat fatal, dan Pemfigus Foliaseus berakibat fatal pada 60% pasien. Pemfigus Foliaseus hampir selalu berakibat fatal pada pasien usia lanjut dengan sejumlah permasalahan dalam pengobatan. Penambahan glukokortikoid sistemik dan penggunaan terapi imunosupresif telah meningkatkan prognosis pasien dengan PV. Namun demikian, PV tetap merupakan penyakit yang dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Infeksi sering menjadi penyebab kematian, dan dengan meningkatnya kebutuhan akan imunosupresan pada penyakit yang aktif, terapi seringkali menjadi faktor yang berperan dalam menyebabkan kematian. Dengan terapi glukokortikoid dan imunosupresan, mortalitas (baik dari penyakit maupun terapi) pasien dengan PV yang diikuti dalam 4 sampai 10 tahun adalah 10% atau kurang, dimana pada Pemfigus Foliaseus angka ini cenderung lebih kecil. Aktivitas penyakit umumnya berkurang dengan waktu dan relaps paling banyak terjadi di 2 pertama setelah diagnosis. Keadaan ini lebih buruk pada pasien yang lebih tua.

14

DAFTAR PUSTAKA

1.

Wojnarowsa, F., Rook's Textbook of Dermatology, in Immunobullous Diseases, T. Burns, Editor. 2004, Blackwell: Australia. p. 2033-91.

2.

Wiryadu, B.E., Dermatosis Vesikobulosa Kronik. 5 ed. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, ed. A. Djuanda. 2007, Jakarta: FKUI. p. 204-12.

3.

Zeina

B,

Sakka

N.

Pemphigus

vulgaris,

2010.

Available

from

www.emedicine.medscape.com [cited 2012 October 4]. 4. Amagai, M., Pemphigus, in Dermatology, J.L. Bolognia, Editor. 2008, Elsevier: Spain. p. 417-29. 5. Kariosentono, H., Penyakit Vesiko-Bulosa. Ilmu Penyakit Kulit, ed. M. Harahap. 2000, Jakarta: Hipokrates. p. 134-7 6. Hertl, M., Autoimmune disease of the skin: Pathogenesis, Diagnosis, Management. 2005, Springer-Verlag Wien: Austria. p. 60-79. 7. Stanley, J.R., Pemphigus, in Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine, K. Wolff, Editor. 2008, McGraw-Hill: New York. p. 459-74. 8. Hall, J.C., Sauer's Manual of Skin Diseases. 2000, Lippincott Williams & Wilkins. p. 232-36. 9. James, W.D., Andrews Diseases of The Skin Clinical Symptoms. 2006, Saunders Elsevier: Philadelphia. p. 581-93. 10. 11. Brown, R.G., Dermatology Lectures Notes. 8 ed. 2002: Erlangga Medical Series. p. 144-6 Beers, H.M. Pemfigus Vulgaris. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy 2008. Available from www.merckmanuals.com [cited 2012 October 4] 12. Habif, T.P., Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 2003, Mosby. p. 547-86.

15

13.

Wolff, K., Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 5 ed. 2007, New York: McGraw-Hill. p.

14.

Crispian, S., Pemphigus Vulgaris: Update on Etiopathogenesis, Oral Manifestations, and Management, in Critical Reviews in Oral Biology & Medicine. 2002, Sage: London. p. 397-408.

15.

Ahmed, R., Treatment of Pemphigus Vulgaris with Rituximab and Intravenous Immune Globulin. The New England Journal Of Medicine, 2006: p. 1772-9.

16

You might also like