You are on page 1of 66

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq MANAJEMEN PETERNAKAN RUSA wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui Dr. Ir.

Deden Ismail, MSi opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui UNIVERSITAS MAHASARASWATI opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg DENPASAR hjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbn 2004 mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert yuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas dfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklz xcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnm qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani yang berasal dari daging, susu dan telur di Indonesia, kebutuhan protein hewani yang berasal dari daging, masih terbatas dari ternak konvensional, misalnya sapi, kerbau, kambing, domba, babi dan unggas. Dengan demikian, upaya pemenuhan kebutuhan daging sebesar 7,6 kg/kapita/tahun baru dapat dipenuhi 75% saja, padahal Indonesia mempunyai potensi sumber daging yang cukup besar dan belum digarap, yaitu rusa (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994). Usaha pembudidayaan ternak rusa secara besar-besaran seperti yang telah dilaksanakan dinegara-negara yang telah maju, sampai saat ini belum dilakukan di Indonesia. Sedangkan negara-negara yang sudah membudidayakan rusa sebagai

penghasil daging antara lain adalah: Skandinavia, Rusia, China, Australia, Jerman, Selandia Baru, Amerika Serikat (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994; Mackay 1997), Caledonia Baru (Audigee, 1988). Menurut Semiadi et al. (1998), kebanyakan rusa yang dipelihara di Eropa adalah rusa yang berasal dari daerah beriklim sedang, seperti Rusa Fallow ( Dama dama), Rusa Merah (Cervus elaphus) dan Rus Wapiti/Elk (Cervus elaphus spp.), sedangkan sekitar tahun 1985, diversifikasi mulai berkembang dengan menggunakan rusa yang berasal dari daerah tropika, seperti Rusa Timor ( Cervus timorensis), Rusa Sambar (Cervus unicolor) dan Rusa Chital (Axis axis). Perkembangan rusa dari daerah tropika ini, banyak dicoba dikembangkan di Australia dan Kaledonia Baru (Chardonnet, 1988; van Mourik, 1985; Mylrea, 1992; Woodford dan Dunning, 1992). Rusa Bawean (Axis kuhli), Rusa Timor (Cervus timorensis) serta Rusa Sambar

(Cervus unicolor), merupakan satwa langka yang dilindungi sesuai dengan UU no 5 tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, berdasarkan undang-undang tersebut untuk menjaga agar rusa tidak punah, maka

Menteri Pertanian mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 362/Kpts/TN, 120/5/1990 tertanggal 20 Mei 1990, antara lain memasukkan rusa ke dalam kelompok aneka ternak yang dapat dibudidayakan sebagaimana halnya ternak lainnya, termasuk di dalamnya tentang pengaturan ijin usaha (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994). Dengan adanya Surat Keputusan Menteri Pertanian tersebut, maka sudah saatnya dipikirkan dan dikaji beberapa aspek yang menyangkut mengenai kemungkinan peternakan rusa, misalnya, dalam hal penyediaan bibit, pakan, kesehatan, reproduksi, tingkah laku, penanganan pasca panen dan pemasarannya. Karena penelitian mengenai rusa sangat sedikit dilakukan di Indonesia, sehingga banyak hal yang belum diketahui mengenai potensi rusa di Indonesia, baik mengenai produktifitas, tingkah laku, serta manajemennya (pengelolaannya). Manajemen yang berbeda-beda tentu akan memberi pengaruh terhadap produksi, dan reproduksi, bahkan tingkah laku rusa tersebut. Selain dari pada itu, akibat kurangnya informasi mengenai produksinya berupa daging, kulit dan tanduk, reproduksi, prospek serta kemungkinan pemasaran produk-produk rusa tersebut, merupakan hambatan bagi kemungkinan usaha pengembangan peternakan rusa tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asal-usul dan Penyebaran Rusa Rusa yang termasuk dalam familia Cervidae, dalam ordo Artiodactyla, yang

berarti berkuku genap, mempunyai 4 jari pada masing-masing kaki. Artiodactyle mempunyai 2 sub ordo. Dan rusa masuk dalam subordo Ruminansia , yang berarti 4 bagian perut (stomach). Banyak ahli zoologi yang tidak sepakat mengenai banyaknya spesies yang termasuk familia Cervidae. Banyak yang menyetujui bahwa terdapat 17 genera atau familia yang terbagi dalam 40 spesies dengan 190 subspesies. Beberapa dari 12 spesies dan lebih dari 40 subspesies rusa asli terdapat di Eropa dan Asia bagian utara, merupakan daerah yang dikenal sebagai Paleoarctic atau belahan utara dunia pada masa purba. Rusa mermpunyai masa evolusi yang panjang, yang di awali dari Eocene Epoch dalam masa Cenozoic, yang ditunjukkan dari adanya fosil bangsa ungulata (binatang memamah biak). Rusa dalam bentuknya yang sekarang ini dimulai dari masa

pertengahan Oligocene Epoch sekitar 25-30 juta tahun yang lalu. Nenek moyang rusa jauh dari bentuknya sekarang dan kecil badanya, serta mempunyai 5 jari, berbeda dengan 4 jari pada masing-masing kaki seperti sekarang ini. Badannya kecil, dan sekarang dapat dibandingkan ukurannya sebesar kucing. Berkelahi menggunakan gigi seperti pedang dari pada tanduknya. Sebagai contoh yang baik adalah Archeomeryx, yang merupakan ruminansia primitif, tak mempunyai tanduk tetapi mempunyai taring yang panjang sebagai alat membela diri. Kisaran geologi keluarga rusa pada awal Oligocene baru terjadi di Asia, dan akhir

Oligocene terjadi di Eropa, pada awal Miocene terjadi di Amerika Utara, pada masa Pleistocene baru terjadi di Amerika Selatan. Pada masa Oligocene Epoch, binatang memamah biak berkuku belah, binatang Protocera ruminansia. Pada masa ini binatang yang berlari dengan menggunakan kaki depannya mulai ada seperti rusa, jerapah, sapi, domba, antelope dan sebangsanya. Pada masa Miocene Epoch tersebut, beberapa rusa dari genus Palaeomeryx yang masih ada dan menjadi anggota genus Dircocerus, tidak mempunyai tanduk, dan yang jantan hanya mempunyai tanduk yang sederhana. Hal yang belum diketahui adalah tidak adanya rusa di Amerika Utara, meskipun nenek moyang Blastomeryx (rusa yang pertama) hidup pada lingkungan yang sama. Nenek moyang rusa tak bertanduk, tetapi beberapa diantaranya mempunyai kulit yang menutupi dasar tanduk tipis, dengan dua tannduk yang bercabang. Pada masa Pleistocene, rusa dari Eurasia mencapai Amerika Utara, dan di Amerika Utara hewan tersebut dikenal sebagai Wapiti (Cervus canadensis) dan Moose (Alces alces) Hal ini masih merupakan perkiraan, bagaimana pada masa purba, rusa dapat menyebar. Sebuah teori menyatakan bahwa hal ini terjadi karena adanya perubahan iklim di bumi, dan pergerakan es dari daratan yang menjembatani antara Euroasia dan Alaska. Beberapa kelompok rusa migrasi ke Amerika melalui jalan tersebut, tetapi tidak dapat kembali, karena ke dua daerah tersebut telah terpisah, dan air menggenangi daerah tersebut. Kelompok rusa tersebut terisolasi dan beradaptasi pada tempatnya yang baru. Kelompok rusa juga menuju ke Afrika pada masa Pliocene, tetapi hanya mencapai bagian utara benua itu. Pada masa Pleitocene, kelompok rusa juga migrasi menuju Amerika Selatan. Genus Rangifer, Reindeer di Euroasia dan Caribou di Amerika

Utara, beradaptasi dan tumbuh pada daerah tundra di Kutub Utara sampai sekarang. Pada waktu mencairnya es di jaman Pleistocene, Reindeer bergerak lebih ke utara. Seperti pada jaman es dan masa interglasial di jaman Pleitocene yang mulai dan berakhir, dunia digenangi oleh air laut. Ketika es bertambah banyak , lebih banyak daratan di belahan bumi utara, menjadi tak dapat didiami, tetapi beberapa bagian daerah pantai sekeliling daratan yang baru terbentuk, dengan segera ditempati oleh kelompok hewan yang terisolasi dari benua yang lebih besar. Mammalia di pulau-pulau yang menjadi bagian dari kelompok yang sama di daratan induknya, tetapi tetap tetap mempunyai bentuk badan yang besar, bila mendapati tekanan langsung, maka akan menjadi kerdil. Suatu contoh yang menarik adalah Pleistocene deer ( Megacerous giganteous) yang telah punah, yang mempunyai tanduk melingkar dengan panjang lebih dari 3 meter. Rangkanya yang lengkap diketemukan di Irlandia, dengan ukuran tanduk dari ujung ke ujung mencapai 3,5 m. Di Pulau Malta, bangsa yang sama dari rusa raksasa (Giant Deer) hidup disana, dengan tinggi hanya 1,5 m. Beberapa karakteristik dari rusa purba pada jaman Oligocene masih ada sampai sekarang. Di Eurasia, Chinese Water Deer ( Hydropotes inermis) yang ada di China dan Korea, serta Musk Deer (Moschus moschiferus) di bagian selatan Asia Tengah, tak mempunyai tanduk, tetapi mempunyai gigi seperti pedang. Rusa Chinese Water,

mempunyai tinggi sekitar 50 cm. Salah satu jenis terkecil adalah Pudu ( Pudu pudu) yang terdapat di bagian wilayah Pasifik di Amerika selatan. Rusa yang jantan beratnya dapat mencapai 12,5 kg dan tingginya dapat mencapai 30-35 cm. 2.2 Sistematika Rusa Rusa termasuk dalam Klas Mammalia, Ordo Artiodactyla dan Familia Cervidae

(Weigle, 1997) Familia Cervidae mempunyai 1) 2) 3) 4) 5) Genus Alces :Moose, Elk Eropa. Genus Axis : Axis, Chital, Hog, Kuhls, Bawean, Rusa Calamian. Genus Blatocerus:Rusa Marsh. Genus Capreolus: Roe Deer Genus Cervus: Red, Wapiti, Sambar, Thorolds, Schomburks, Swamp, Eld, Rusa dan Sika Deer. 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) 16) 17) Genus Dama: Fallow Deer, Persian Fallow Deer. Genus Elaphodus: Tufted Deer. Genus Elaphorus: Pere Davids Deer. Genus Hippocamelus: Huemel dan Guemel Deer Genus Hydropotes: Water Deer Genus Mazama: Broket Genus Moschus: Musk deer Genus Muntiacus: Muntjak Genus Odocoileus: Black tail Deer dan White-tail Deer. Genus Ozotoceros: Pampas Deer. Genus Pudu: Pudu. Genus Rangifer: Reindeer atau Caribou. Familia Cervidae terbagi atas lima sub familia (Jasin, 1992) 1. Sub familia Cervinae (rusa sebenarnya) yang bernenek moyang mirip nenek moyang rusa Muncak saat ini 17 genus, yaitu:

2. 3. 4. 5.

Sub familia Moschinae (rusa Mosk) Sub familia Muntiacinae (rusa Muncak) Sub familia Hydropotinae (rusa Air) Sub familia Odocoileinae (rusa Amerika dan rusa Roe)

Penjelasan masing-masing Sub familia sebagai berikut: 2.2.1 Cervinae Rusa ini memiliki kaki plesiometacarpal mengalami reduksi dan hanya jari sebelah menyebelah yang masih ada. Dasar dari tanduk pendek, sedangkan tanduknya sendiri panjang. Dari sub familia Cervinae terdapat 4 genera dan 62 subspesies yaitu: 1) Dama dama (rusa Eropa) bertanduk kosong. 2) Dama dama mesopotanica (rusa beratanduk kosong Iran) 3) Axis kuhlii (rusa Bawean), 4) Hyelatus spec dan sebagainya 2.2.2 Moschinae Rusa ini dikenal sebagai rusa Mosk yang mempunyai kedudukan istimewa, karena memiliki ciri: tak memiliki kantung empedu testes terbungkus dalam kantong dalam rongga abdomen pada masa perkawinan mengeluarkan bau yang tajam yang berasal dari sekresi kelenjar. Contoh dari sub familia iini adalah: Moschus moschiferus, yang memiliki panjang tubuh 80 - 100cm, ekor 4 - 6cm, tinggi 50 -70cm, berat 7 -17 kg, kepala kecil, dan pasta

hasil kelenjar yang berbau tajam di mana dahulu di pakai sebagai parfum di Cina. 2.2.3 Muntiacinae Seperti halnya Cervinae, maka Munticinae memiliki kaki muka Plesiometacarpal. Contoh sub familia ini: Muntiacus muntjak, yang memiliki 20 subspesies, di antaranya adalah: (1) Muntiacus muntjak vaginalis, yang terdapat di India Utara, Muntiacus muntjak muntjak (Muncak Jawa), dan lainnya. (2) Elaphodus cephalophus merupakan rusa besar dengan panjang tubuh 110 -160cm, ekor 7 -17cm, berat 40 -50kg, terdapat di Asia Tenggara. 2.2.4 Hydropotinae Anggota sub familia Hydropotinae tidak bertanduk, tubuh dengan ukuran panjang 75 -97cm tinggi 45 -55cm, ekor 4 -8cm, berat 12 -15kg. Contoh: Hydropotes inermis (Rusa Cina), Hydropotes inermis argyropus (rusa Korea). 2.2.5 Odocoileinae Yang termasuk dalam sub familia ini adalah: Capreolus capreolus pygargus (rusa Roe Siberia), Capreolus capreolus bedford (rusa Roe Peking), dan rusa Amerika Utara yang bertanduk masif (tidak kosong atau berongga).

2.3 Jenis Cervidae di Indonesia Jenis -jenis rusa dan daerah penyebarannya di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994)

10

Tabel 1. Jenis Rusa dan Daerah Penyebarannya di Indonesia No 1. 2. 3. Jenis Rusa Cervus unicolor Equinnus Cervus unicolor Brookei Cervus timorensis Russa Daerah Penyebaran Pulau Sumatera Pulau Kalimantan Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur 4. 5. Cervus timorensis floreciensis Cervus timorensis timorensis Bali, Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur, Timor Timur 6. 7. 8. 9. 10 11 . Cervus timorensis macassaricus Cervus timorensis djonga Cervus timorensis moluccensis Cervus timorensis ranschi Cervus timorensis laronesiotes Cervus timorensis kuhli (Axis kuhli)* Sulawesi Butung (Sulawesi Tenggara) Maluku, Irian Bali Jawa Barat Bawean (Jawa Timur)

Sumber: Van Bemmel (1972 dalam Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994) * Menurut Jasin (1993) 2.3.1 Rusa Timor (Cervus timorensis) Rusa ini merupakan hewan alami yang terdapat di beberapa pulau di Indonesia. Terdapat enam subspesies dari Cervus timorensis, yang berasal dari Maluku, Timor, Jawa, Sulawesi, Lombok dan Muna . Walaupun demikian, banyak subspesies dan

11

perkawinan silang diantaranya (Alikodra, 1990). Sedangkan menurut Whitehead (1972 dalam Schroider, 1976) ada 9 sub spesies Cervus timorensis. Warna tubuh dipengaruhi oleh musim, pada musim kemarau, rusa dewasa merah kecoklatan agak gelap pada bagian belakang, dan lebih terang pada bagian dada. Sedangkan di musim hujan, bagian atas menjadi ke abu-abuan dan pada rusa jantan bulu tengkuknya berkembang. Dari kejauhan, rusa sering kali salah dilihat sebagai rusa Sika, tetapi pada kenyataannya tak terdapatnya lingkaran warna putih pada bagian ekor dapat dipakai untuk membedakannya.. Hal yang spesifik pada rusa jantan mempunyai 6 gigi dengan tanpa gigi seri di bagian atas. Tanduknya akan lepas (putus) dan akan tumbuh kembali pada interval waktu yang teratur (Yasuma dan Alikodra,1990). Tanduk yang terbesar tumbuh pada Rusa Jawa, terutama di Jawa Barat dimana seekor rusa yang tertembak, panjang tanduknya mencapai 91 cm. Menurut Jacoeb dan Wiryosuhanto (1994), bobot badan rusa dewasa ini dapat mencapai 60 Kg, panjang badan berkisar antara 1,95 -2,10 m, tinggi badan mencapai 1,00 - 1,10 m, dan tinggi tumitnya 0,29 - 0,35 m. Umur sapih 4 bulan, dewasa kelamin betina terjadi pada umur 2 tahun 3 bulan, dan umur tua sekitar 15 - 18 tahun. Jenis rusa ini mempunyai daya adaptasi tinggi, dan dapat hidup di hutan-hutan yang lebat. Selang beranak antara yang pertama dan kedua berjarak 1 tahun 2 bulan. Sedangkan lama kebuntingan adalah antara 250 - 285 hari. Jumlah anak yang

dilahirkan pada umumnya berjumlah 2 ekor. Anak yang baru dilahirkan selalu berada dekat induknya. Induknya selalu berusaha menjaga anaknya seaman dan dan sebaik mungkin. Setelah lepas sapih, anak-anak rusa tersebut masih tetap bergabung dengan

12

kelompok induknya. Masa reproduksi pada rusa jantan ditandai dengan tingkah laku bersifat binal dari pada biasanya. Tak ada musim kawin yang pasti, tetapi pada beberapa penelitian

diketahui musim berahi rusa berkisar antara bulan Juli sampai bulan September, dengan puncaknya pada bulan Agustus. Sedangkan musim kelahiran berdasarkan penelitian antara bulan Mei sampai bulan Oktober, dengan masa bunting antara 267 - 280 hari. Rusa Jawa (Cervus timorensis russa) betina dapat beranak sebanyak tiga kali,

masing-masing seekor dalam waktu 27 bulan. Dan anak yang dilahirkan kebanyakan berwarna merah tanpa bintik-bintik pada kulitnya. Masa reproduksi rusa dimulai pada umur 2 - 12 tahun. Sedangkan umur

maksimum rusa bervariasi. Rusa Jawa yang berasal dari P Peucang berumur maksimum 12 tahun, dan rusa yang berasal dari P Jawa dapat bertahan hidup sampai umur 14 tahun, sedangkan rusa yang berasal dari P Karimun Jawa dapat hidup sampai umur 20 tahun. Masa pemeliharaan anaknya bertepatan dengan ketersediaan rumput di padang rumput. Pejantan akan memberi tanda dengan mengeluarkan lengkingan pada musim kawin, dan mulai mengadakan perkawinan. Perkawinan berlangsung secara alami, dan kopulasi relatif cepat dan singkat. Banyak daerah yang cocok untuk tempat hidup rusa Timor, dan rusa ini dijumpai di Kalimantan, Jawa, Maluku, dan Irian. Rusa Timor dapat hidup di dataran rendah sampai 2600 m dari permukaan laut. Penyakit dermatitis (kudis) dapat menyerang semua umur Rusa Timor di habitat aslinya, tetapi angka kematian yang disebabkan oleh penyakit ini hampir tidak ada

13

Sedangkan penyakit Paranthium

umumnya menyerang rusa umur 1 - 2 tahun.

Kemudian yang dapat menderita sakit sebanyak 40% dan angka kematian bisa mencapai 15%. Selain itu, Endoparasit menyerang Rusa Timor berusia muda, yaitu di bawah umur 1 tahun. Infeksi kulit sering terjadi karena luka akibat perkelahian antar mereka sendiri (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994). 2.3.2 Rusa Sambar (Cervus unicolor) Rusa Sambar, kadang-kadang dinamai Rusa Sumatera, Rusa Kalimantan atau Rusa Air. Pada umur dewasa, rusa ini mempunyai badan yang besar, tungkainya panjang, berbulu panjang dan lebat, berwarna hitam kecoklatan. Hidungnya berwarna gelap,

tebal, basah dan licin, serta ekornya agak panjang. Bobot badan anak rusa betina waktu lahir sekitar 3 kg, sedangkan berat lahir anak rusa jantan adalah 4 kg. Pada umur dewasa bobot badan Rusa Sambar jantan mencapai 45 kg, sedangkan betinanya mencapai 40 kg. Panjang badan berkisar antara 1,5 - 2,0 kg, dengan tinggi badan 1,40 - 1,60 m. Makanannya berupa rumput yang berair, dan daerah yang disenangi rusa ini adalah daerah padang alang-alang, hutan yang masih muda, dan daerah yang banyak menerima sinar matahari. Rusa ini dapat hidup di daerah ketinggian 600 m dpl. Spesies rusa ini banyak terdapat di Sumatera, Bangka dan kalimantan. Penyapihan anak rusa ini biasanya berkisar 3 - 4 bulan. Dan rusa ini sudah dianggap dewasa pada umur 8 bulan. Umur tertua yang dapat dicapai rusa ini adalah 11 tahun. Lama kebuntingan kurang lebih 7 bulan, dan melahirkan seekor anak untuk setiap dataran rendah, sampai

14

kelahiran. Interval beranak kadang-kadang lama sekali, sampai mencapai 1,5 tahun. Penyakit pada rusa Sambar ini belum diketahui. 2.3.3 Rusa Bawean (Axis kuhli) Nama lama yang masih sering dipakai adalah Hyelaphus kuhli atau kadang-

kadang disebut Cervus kuhli (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994; Jasin, 1993). Beberapa kepustakaan tertentu menyebutkan bahwa Rusa Bawean termasuk Axis pornicus kuhli, tetapi beberapa kepustkaan lain menyatakan bahwa Rusa Bawean berkembang menjadi suatu spesies baru. Pada kepustkaan yang menyebutkan bahwa Rusa Bawean sebagai subspesies, maka dikenal ada lima sub spesies yaitu : 1) Axis-axis (rusa India, Myanmar/Birma, Muangthai dan Indo China) 2) Axis pornicus pornicus (rusa India Utara) 3) Axis pornicus annamiticus (rusa India Selatan) 4) Axis pornicus kuhli (rusa Bawean) 5) Axis pornicus calmianensis (rusa Calma di Filipina) Rusa Bawean adalah rusa endemik yang hanya terdapat di pulau Bawean yang terletak di pulau Bawean, letaknya 145 km dari kota Gresik, dan termasuk Kabupaten Gresik. Satwa tersebut tergolong rusa yang langka di dunia dan di dalam Red data Book (IUCN) dikategorikan rare. Rusa jantan bertanduk. Rangganya baru tumbuh setelah rusa berumur lebih kurang 2 tahun. Cangga rangga yang ganjil, mempunyai arti tersendiri, yakni rusa tersebut berumur genap tahun. Rusa jantan sewaktu-waktu (biasanya bulan Agustus) menanggalkan rangganya di dalam hutan, setelah itu akan tumbuh rangga baru (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994).

15

Pada anak rusa yang lahir terdapat totol-totol putih dengan warna dasar coklat. Ekor berambut sikat dengan warna coklat pada bagian atas dari daerah pangkal ekornya dan warna putih pada bagian bawah dan dari daerah ujung ekor. Warna bulunya coklat terang, tetapi sekitar mata dan bagian leher sering Bobot badan dari Rusa Bawean pada waktu lahir belum diketahui secara pasti, sedang berat badan rusa Bawean jantan dewasa dapat mencapai 45 kg, panjang badan mencapai 140 cm, tinggi badan kurang lebih 65 cm, dan tinggi tumit lebih kurang 32 cm (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994). Sedangkan menurut Jasin (1993), panjang tubuh rusa Bawean berkisar 105 - 115 cm, tinggi 60 - 75 cm, panjang ekor 20 - 30 cm, dan berat lebih kurang 50 kg. Umur sapih lebih kurang 8 bulan, dan dewasa kelamin pada umur 2 tahun, dan rusa Bawean dapat mencapai umur 40 tahun (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994). Dari segi makannya, rusa Bawean relatif mudah beradaptasi terhadap hijauan yang tersedia di alam. Penyakit yang sering dijumpai pada rusa Bawean adalah Panarithium, Tympany, cacingan, dan luka akibat berkelahi. Penyakit Panarithium, merupakan salah satu penyakit yang menyerang rusa Bawean. Penyakit ini umumnya meningkat pada musim hujan, dan umumnya menyerang hewan yang masih berumur 1 - 3 tahun. Prosentase morbiditas yang ditimbulkan oleh penyakit ini sebesar 40%, sedangkan prosentase mortalitasnya sebesar 15%. Penyakit Tymphani atau kembung, diduga sering terjadi karena perubahan makanan. Penyakit ini bersifat akut dan bisa juga per akut. Tak ada batasan umur hewan yang kebal terhadap penyakit ini. Rusa pada semua umur dapat terserang

16

penyakit ini. Psosentase yang sakit disebabkan oleh penyakit kembung ini sebesar 10%. Sedangkan angka kematian yang terjadi karena kembung adalah sebanyak 100%. Penyakit endoparasit, terutama cacing, menyerang hewan yang berusia muda (kurang dari 1 tahun) . Prosentase yang yang sakit dan disebabkan oleh endoparasit dapat mencapai 30% dan angka kematian yang ditimbulkannya dapat mencapai 30%. Luka umumnya terjadi karena akibat berkelahi, terutama pada musim berahi. Menurut Jacoeb dan Wiryosuhanto (1994), alat reproduksi rusa Bawean betina yang sedang berahi, menunjukkan adanya pembengkakan daerah vulva, warnanya merah, dan keluar exudat (cairan) bening sampai merah pada lubang vulva, serta ekornya sering diangkat ke atas. Lama kebuntingan lebih kurang 8 bulan atau sekitar 220 - 235 hari, selang beranak sekitar 1,5 tahun dengan jumlah anak yang lahir bervariasi 1 - 3 ekor, sedangkan menurut Jasin (1993), rusa Bawean hanya beranak seekor. Anak rusa Bawean yang yang baru lahir akan terdapat totol-totol putih pada punggungnya. Tanda ini tidak akan tampak bila rusa tersebut mulai dewasa. Rusa jantan dewasa berwarna coklat lebih gelap dibandingkan dengan yang betina. Di alam, rusa Bawean jarang hidup bergerombol dalam jumlah banyak, dan sering dijumpai dalam bentuk kawanan 2 - 3 ekor. Sifatnya Diurnal yaitu aktifitas hidupnya sebagian besar dilakukan pada siang hari. Termasuk diantaranya ialah aktifitas makan. Pada waktu siang hari ketika udara panas, hewan ini beristirahat di bawah pohon rindang sambil memamah biak. Rusa ini di habitat aslinya di P. Bawean dapat hidup pada daerah dengan keterjalan di atas 50% (Semiadi dkk., 1997), yang berbeda dengan Cervus timorensis dan rusa Sambar (Cervus unicolor) yang menyukai daerah agak terbuka dan daerah hutan lebat (Semiadi, Ngampongsai, 1987 dalam Semiadi dkk,,
Comment [u1]:

17

1997). Rusa Bawean, mencari makan waktu pagi-pagi sekali, kemudian beristirahat, dan mencari makan lagi pada petang hari hingga matahari terbenam. Bila kehidupannya

merasa terancam, maka rusa ini mengubah hidupnya menjadi Nocturnal, yaitu aktifitas hidupnya sebagian besar dilakukan pada siang hari. Pada malam hari mencari makan di padang terbuka, dan siang hari bersembunyi di dalam hutan. Habitat yang disukai oleh Rusa Bawean adalah semak belukar dan hutan yang bernaungan rendah, sedangkan kawasan hutan jati dengan sedikit atau tanpa naungan, kurang disukai (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994; Semiadi dkk., 1997). Pulau Bawean, terdiri dari kawasan yang banyak tersedia rumput muda, terutama pada bulan-bulan pertama setelah terjadi kebakaran. Hutan primer digunakan Rusa Bawean sebagai tempat beristirahat di siang hari. Kegiatan pembukaan hutan primer yang diatur sebenarnya dapat digunakan untuk memperbaiki habitat yang ada. Untuk penyediaan rumput muda bagi Rusa Bawean ini, maka dapat dilakukan pembakaran padang rumput secara berencana. Pembakaran padang rumput yang tidak terkendali akan menimbulkan bencana bagi kehidupan rusa tersebut. Umur Rusa Bawean dapat mencapai 10 - 15 tahun. Rusa jantan sewaktu-waktu (biasanya bulan Agustus) menanggalkan rangganya di dalam hutan. Setelah itu akan tumbuh rangga baru. Rusa-rusa yang dipelihara di Kebun Binatang Surabaya memiliki rangga yang lebih kecil, tidak simetris dan kurang bagus percabangannya dibandingkan dengan Rusa Bawean liar di habitat aslinya (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994; Jasin, 1992). 2.3.4 Kijang (Muntiacus muntjak)

18

Kijang termasuk famili Cervidae. Kijang muda dan dewasa berwarna seperti warna karat. Sedangkan pada anak kijang terdapat totol-totol terang. Kijang jantan bertanduk pendek dan keras, sedangkan yang betina tidak bertanduk. Penyebarannya merata di seluruh Kepulauan Indonesia, tanpa ada perbedaan konsentrasi populasi yang mencolok. Bentuk badan kijang jantan ramping kakinya relatif kecil tapi kuat. Tanduk muncul pada pedicle yang panjang, bertulang dan tertutup tertuutp bulu yang panjang dan lebat (100-120 mm). Di kebun binatang, pada umumnya kijang jantan sulit dikendalikan. Pedicle (cabang tanduk/rangga) terus menurun ke bawah dari setiap sisi kepala bagian muka sehingga seolah-olah pangkal tanduknya bersambungan satu sama lain. Bobot badan kijang dewasa lebih kurn 30 kg. Panjang kepala dan badan 0,80 - 1,00 m, tinggi badan atau gumba 0,40 -0,60 m. Umur sapih lebih kurang 7 bulan, dan dewasa kelamin pada umur 2 tahun. Kijang dianggap tua, bila mencapai umur 10 tahun. Kijang realtif mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. Makanan utamanya hijauan, biasanya berwujud dedaunan. Kijang pada umumnya tahan terhadap perubahan iklim dan terhadap serangan berbagai macam penyakit. Reproduksinya bersifat musiman, artinya masa berahinya terjadi pada musim tertentu, tidak setiap saat. Masa berahinya berlangsung antara bulan Agustus sampai bulan Oktober. Interval beranak bervariasi 1 - 1,5 tahun. Lama kebuntingan lebih kurang 6 bulan. Jumlah anak yang dilahirkan dari setiap kelahiran hanya satu ekor, dan jarang terjadi kelahiran kembar. Di hutan, kijang terlihat mulai berpasangan pada bulan Agustus atau September. Musim perkawinannya terjadi pada bulan Oktober. Sistem perkawinan Monogami, dan

19

perkawinan berlangsung relatif cepat dan pada saat kawin tersebut, mereka bersembunyi. Secara geografis daerah yang cocok untuk kijang adalah hutan primer dan hutan sekunder yang memiliki semak belukar arapat. Kijang dapat hidup mulai dari dataran rendah sampai pada ketinggian 2100 m dari permukaan laut. Penyakit Coryza dapat menyerang semua tingkatan umur, persentase terkena penyakit ini dapat mencapai 80% dengan angka kematian mencapai 100%. Sifat penyakitnya Akuut dan Perakut. Selain itu, penyakit Tympani atau kembung dapat menyerang kijang pada segala usia. Persentase kijang yang menderita kembung mencapai 10% dengan angka kembung pada kijang, umumnya kematian mencapai 100%. Berjangkitnya penyakit terjadi pada musim hujan. Selain itu penyakit tahun.

Endoparasit dapat menyerang kijang yang berumur muda, kurang dari 1

Persentase penderita penyakit ini dapat mencapai 30%, dengan tingkat kematian yang disebabkan penyakit ini dapat mencapai 50%. 2.4 Tanduk (Rangga) Rusa Tanduk (rangga) rusa terbentuk dari jaringan tulang. Tanduk rusa bercabangcabang, dan percabangan ini berawal dari bungkul yang terdapat di kepala. Selama masa pertumbuhannya, tanduk rusa terbungkus oleh kulit yang dinamai Velvet. Velvet akan mengering dan tanggal bila pertumbuhan tanduk telah sempurna. Untuk mencapai tingkat kesempurnaan dari pertumbuhan tanduk tersebut, memerlukan waktu selama 4 bulan. Biasanya hanya rusa jantan saja yang mempunyai tanduk . Setelah musim kawin, yaitu pada musim rontok, tanduk rusa akan tanggal (lepas), dan tanduk yang baru akan tumbuh kembali pada musim semi. Pertumbuhan

20

tanduk baru akan berlangsung selama hidupnya. Pertumbuhan tanduk didukung oleh pembuluh-pembuluh darah yang terdapat di dalam tanduk yang muda. Pembuluh-pembuluh darah tersebut dilindungi oleh beludru dan tulang rawan, setelah tanduk rusa menjadi kuat, maka beludru yang melindungi tanduk tersebut akan terlepas. Pertumbuhan tanduk rusa akan mencapai kesempurnaan setelah berumur 15-16 bulan. Jika rusa semakin tua, cabang tanduknya semakin banyak. Pada negara yang yang memiliki empat musim pertumbuhan dan pergantian tanduk rusa sebagai berikut: 1. Pada musim dingin tanduk rusa tanggal (lepas) 2. Akhir musim semi tunas tanduk tertutup oleh kulit yang yang disebut Velvet 3. Selama musim panas, tunas tanduk akan tumbuh dan mulai bercabang, 4. Selama musim rontok, tanduk menjadi runcing dan berbentuk penuh, Pada awal musim rontok tersebut, beludru pada batang pohon. Pertumbuhan dan perkembangan tanduk rusa dapat dilihat pada Gambar 1 (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994) pada rangga tersebut digosok-gosokkan

21

A. Rusa umur 7/8 bulan

B. Rusa umur 12/13 bulan

B. Rusa umur 14/15 bulan

D. Rusa umur 16 bulan

E. Rangga rusa muda terbungkus beludru Gambar 1. Perkembangan Pertumbuhan Rangga Rusa

22

Sebagai perbandingan, dapat dilihat perkembangan rangga Kijang ( Muntiacus muncak) pada Gambar 2.

Gambar A Keterangan 1. Rangga khas Muncak 2. Bungkulnya panjang 3. Taring

Gambar B Keterangan Bentuk rata-rata rangga yang tumbuh pertama kali

Gambar C Keterangan 1. Rangga 2. Duri-duri rangga 3. Bungkul

Gambar 2. Perkembangan Rangga pada Kijang ( Muntiacus muntjak)

Untuk melihat perbedaan antara bentuk rangga muda antara Rusa Cina

23

(Hydropetes inermis), Kijang (Muntiacus muntjak) dan Rusa Roe (Capreolus capreolus) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Perbedaan Bentuk Rangga Muda Antara Rusa Cina, Kijang dan Rusa Roe. Bentuk dan bagian-bagian dari rangga rusa dewasa dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

24

Keterangan: 1. Cula-cula awal 2. Mangkuk 3. Bekas patahan cula kedua 4. Cula ketiga 5. Bekas patahan cula ke empat 6. Cula kelima 7. Cula terakhir Gambar 4. Gambar Tanduk (rangga) Rusa Dewasa dan Bagian-bagiannya 2.5 Pakan Rusa Ruminansia liar dapat beradaptasi pada hampir semua bioma di dunia. Berdasarkan atas anatomi alat pencernaannya, maka bangsa ruminansia dibagi 8. Bekas pembuluh darah 9. Pangkal cula ketiga 10. Kerut-kerut 11. Bungkul 12. Pangkal 13. Dasar (tempat pertumbuhan rangga).

25

menjadi browser (pemilih konsentrat), pemakan hijauan (grazer) dan pemakan di antara ke duanya. Contoh yang jelas adalah White-tail deer (browser) dan Bison (grazer). White-tail Deer sangat pemilih (browser) yang memerlukan daunan (foliage) di musim panas dan ranting di musim dingin, serta memerlukan buah-buahan, kacangkacangan, biji-bijian yang berkualitas tinggi. Moncongnya panjang dan sempit, serta deretan giginya melengkung, sebagai alat untuk memilih makanan. Gerahamnya relatif pendek. Kelenjar ludahnya besar dan menghasilkan air liur yang mengandung protein yang berupa tannin yang kompleks. Ususnya relatif kecil dibandingkan berat badannya, dan ruminoretikulum relatif kecil dibandingkan keseluruhan saluran pencernaannya. Lubang retikulo-omasal besar, sebagai jalan partikel dedaunan besar yang masuk sebagai makanan. Caecum terbentuk dengan baik. Anatomi pencernaan yang serupa terdapat pada Mule Deer dan Moose (Hudson, 1998).. Sedangkan Bison, memakan rumput dan bagian-bagiannya sepanjang musim. Moncongnya yang lebih lebar,dengan gigi seri yang rata, sedikit memilih rumput,

dengan sangat efisien merumput/mengambil makanan (feed intake) pada lapangan rumput yang relatif sempit. Kelenjar ludah lebih kecil, rumen dan saliva (air liur) tidak terdiri dari tannin yang kompleks seperti pada hewan browser (pemilih). Geraham lebih tinggi puncaknya, yang membantu penggunaan graminoid silikat dan batuan (grit) yang termakan pada saat merumput ( grazing). Sebab rumen terpisah, ruminal papillae

bervariasi panjang dan tebalnya, dari bawah sampai ke atas rumen. Rumino-retikulum sangat besar (mencapai 25% dari berat hidup). Hubungan antara rumino-reticulum dan omasum adalah saling menarik dan mendorong partikel besar yang melaluinya. Contoh lain dari grazer (tetapi kadang kadang bersifat selektif) adalah sapi dan domba.

26

Sebagian besar peternakan rusa di Canada dicampur.

memberikan makanan yang

Wapiti (Cervus canadensis), yang merupakan rusa pemakan campuran

sejati (mixed feeder) memerlukan sedikit lebih banyak serat (fiber) dibandingkan dengan Red Deer (Cervus elaphus) dan jauh lebih banyak, dibandingkan dengan White-tail Deer (Odocoileus virginanus). Meskipun tubuhnya lebih kecil, Fallow Deer ( Dama dama) dan Sika Deer (Cervus nippon) serupa dengan domba dalam hal karakteristik pencernaan, karena itu juga memerlukan serat. Karakteristik fungsional ditunjukkan dari bentuk anatominya. Dimana browser, paling mudah menyesuaikan diri terhadap keperluan hijauan, yang ditandai dengan

fermentasi yang cepat, tetapi rendah daya cernanya. Mereka menyaring bahan makanan yang telah siap dicerna, dan mendorong pemecahan partikel secara cepat melalui saluran pencernaan yang melebar, tanpa hambatan. Browser, di lain pihak, juga lebih baik mengkonsumsi hijauan seperti Grasses, di mana fermentasi berjalan lambat, tetapi lebih lengkap. Hewan yang bersifat mixed feeder (dapat bersifat browser dan grasses), mungkin menggunakan makanan yang lain dan kurang baik, tetapi menguntungkan, karena makanannya lebih fleksibel . Rusa memerlukan makanan sebagai mana halnya dengan hewan ruminansia, yaitu berupa hijauan dan konsentrat yang banyak mengandung protein dan karbohidrat. Rusa lebih cepat menyesuaikan diri terhadap bahan makanan atau ransum

berkonsentrat tinggi yang berbentuk pelet dari pada kambing. Kadar protein ransum akan mempengaruhi tingkat konsumsi air per bobot badan metabolik pada rusa dan kambing, tetapi tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering pada rusa ataupun

27

kambing. Selain itu, tidak ada perbedaan tingkat konsumsi air antara rusa dan kambing (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994). Upaya penyediaan dan pemberian makan untuk rusa, ditujukan untuk keperluan pertumbuhan dan ternak rusa yang disapih, pejantan untuk bibit, pejantan dan betina yang akan dipotong. Pelaksanaan drought management pada waktu yang singkat,

pada ternak rusa yang bunting dan laktasi, menunjukkan adanya pengurangan lemak tubuh. Sebagai contoh, di Queensland (Australia), karena adanya variabilitas iklim,

penggunaan Drought management merupakan usaha yang sangat penting dilakukan (Sinclair, 1998). Selanjutnya, di Queensland yang mempunyai iklim tropikal dan subtropikal, terdapat peningkatan kualitas dan kuantitas hijauan selama musim hujan (sekitar bulan Oktober sampai Maret/April) dan menurun kualitas dan kuantitasnya pada musim kemarau (kering) yang berlangsung dari bulan Maret/April hingga bulan September, maka pemberian makanan yang berkualitas tinggi, diperlukan untuk pejantan dan betina pada waktu pertumbuhan padang rumput yang rendah. Kekurangan hijauan ini diatasi dengan penambahan bijian (legume dan sereal), tepung protein, molasis, hijauan segar, hay dan silase yang berkualitas baik (Sinclair, 1998). Menurut Takandjandji dan Sinaga (1997), pada penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis) di Kupang, jenis pakan Rusa Timor terdiri dari rumput, legume, dan makanan penguat berupa dedak padi. tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Jenis pakan yang diberikan di penangkaran

28

Tabel 2. Jenis pakan Rusa Timor (Cervus timorensis) yang diberikan di penangkaran No Nama Lokal/daerah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Rumput gajah Rumput raja Rumput setaria Rumput hamil (Hamil grass) Turi Lamtoro Kabesak Beringin Name Busi Rumput lapangan Dedak padi Jenis Pakan Nama Latin Pennisetum purpureum Pennisetum purpuphoides Setaria sphacelata Panicum maximum Sesbania grandiflora Leucaena leucocephala Acacia leucophloea Ficus benjamina Pipturus argenteus Melochia umbellata Famili Graminae Graminae Graminae Graminae Leguminosae Leguminosae Leguminosae Moraceae Urticaceae Sterculiaceae

Sumber: Takandjandji dan Sinaga (1997)

Pada penangkaran rusa

Timor tersebut, pakan segar yang diberikan

berdasarkan bobot badan, dengan perhitungan 10% dari berat badan dikalikan dengan 2. Maksud dikalikan dengan 2 adalah: memperhitungkan jumlah hijauan yang tidak

dimakan, karena sudah tua, tidak disenangi, kotor terinjak-injak, dan telah bercampur

29

dengan faces/urine. Dan sebagai perangsang nafsu makan dan untuk mememenuhi kebutuhan mineral, selalu disertai penambahan garam dalam pakannya (Takandjandji dan Sinaga, 1997). 2.5.1 Air Menurut Jacoeb dan Wiryosuhanto (1994), rata-rata kebutuhan air untuk rusa yang sedang tumbuh dengan temperatur tubuh lebih dari 20 C adalah 3,0 liter per kg bahan kering yang dimakan.Untuk induk yang sedang bunting, dengan masa kebuntingan sampai 3 bulan dan temperatur lingkungan lebih dari 200 C adalah 4,5 liter. Untuk induk yang bunting sampai dengan 4 bulan, air minum yang diperlukan sebanyak 5,4 liter, sedangkan yang bunting diperlukan sebanyak 6,6 liter. Untuk induk yang sedang menyusui, kebutuhan air pada 8 minggu pertama sebanyak 4,5 liter, pada 8 minggu kedua sebanyak 3,8 liter. Kebutuhan sebanyak itu apabila suhu lingkungannya lebih dari 20
0 0

sampai dengan 5 bulan, banyaknya air yang

C. Bila pemberian air minum dibatasi,

terutama pada saat cuaca sedang panas, maka ternak akan bernafas lebih cepat. Hal ini menandakan bahwa ternak tersebut sangat kehausan, bila hal tersebut berlangsung lama, maka akan mengganggu proses kehidupan ternak rusa tersebut. Menngenai imbangan tingkat konsumsi air dibandingkan dengan konsumsi bahan kering untuk rusa sebesar 4,8, dan sebagai perbandingan, untuk kambing sebesar 3,9 Mengenai kebutuhan air, ternyata rusa membutuhkan air 10% lebih rendah dari air yang dikonsumsi kambing, dan rusa membutuhkan jumlah air dalam tubuhnya sekitar 33% di bawah jumlah air dalam tubuh kambing. Sehingga dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rusa lebih hemat menggunakan air dibandingkan dengan kambing.

30

2.5.2 Protein Protein yang diperlukan lebih rendah dari pada energi yang diperlukan, dan tidak ada penjelasan yang pasti mengenai hal tersebut, kecuali pada reindeer/caribou (Rangifer terandus) yang dapat beradaptasi dengan memakan lichen (Mould dan Robbins, 1981). Protein berlebihan yang dikonsumsi oleh rusa jantan dewasa, menyebabkan peradangan pada preputium penis, yang akan diperparah oleh amoniak dari urine di dalam sarung penis. Tetapi hal yang berbeda dikemukakan oleh Jacoeb dan Wiryosuhanto (1994), yang menyatakan bahwa kadar protein ransum berpengaruh terhadap pengeluaran air melalui urine dan faeces pada kambing, tetapi tidak mempunyai pengaruh pada rusa. Kandungan protein dalam ransum rusa yang baik sekitar 8% dengan TDN 65% (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994), sedangkan menurut Sinclair (1998), kandungan

protein kasar untuk makanan rusa adalah 10-18%, dan rusa akan mengkonsumsi bahan kering (dry matter) per hari sebanyak 2,5 3,5% dari berat badannya, dengan

penyediaan air minum yang cukup. Sedangkan menurut Hudson (1998), pada tahun pertama, rusa memerlukan protein dalam makanannya sampai 16%,. Jenis rusa lainnya yang hidup liar, memperoleh protein dari makanannya pada tingkat tersebut hanya pada awal musim panas dan pada musim semi. Sedangkan pada musim dingin, kebutuhan protein untuk rusa dewasa, dapat dicukupi dengan tingkat 8-10%, meskipun demikian palatabilitas makanan sangat penting. Mengenai pengaruh pemberian makanan yang berprotein pada rusa, Putto et al. (1998) mendapatkan bahwa tingkat pemberian protein yang optimum untuk menyapih

pertumbuhan rusa (Cervus timorensis) pejantan dan betina yang sedang

31

anaknya adalah 15%

(dari bahan kering), tetapi kandungan protein yang lebih tinggi,

menyebabkan tanduk tumbuh lebih awal dan pembentukan cabang yang lebih cepat. 2.5.3 Selulosa Rusa sebagai bangsa ruminansia, mempunyai sistem pencernaan seperti binatang ruminansia lainnya, yaitu mempunyai 4 jenis perut, yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Bangsa ruminansia mengunyah makanan dan mencampurnya dengan air liur sebelum ditelan.Selain itu kekmampuan lainnya dari ruminanisia adalah mengembalikan makanan dari Retikulo-rumen ke mulut untuk dikunyah ulang. Makanan untuk binatang ruminansia harus banyak mengandung sellulose, hemisellulose, pati dan karbohidrat yang larut dalam air. Rumput lapangan yang muda, diperkirakan mengandung sellulosa dan hemisellulosa sekitar 40% dari bahan kering dan karbohidrat yang larut dalam air, terutama fruktan, sekitar 25% (Jacoe dan Wiryosuhanto,1994). Selanjutnya Jacoeb dan Wiryosuhanto (1994) menyatakan bahwa rusa lebih

cepat menyesuaikan diri terhadap bahan makanan atau ransum berkonsentrat tinggi yang berbentuk pelet dari pada kambing, 2.5.4 Mineral Mengenai kebutuhan mineral, penelitian yang dilakukan terhadap Red Deer dan Wapiti, ternyata berbeda dengan ternak lainnya. Yang nampak adalah tingginya keperluan Cu (mungkin juga Selenium), dan relatif toleran terhadap keracunan Cu. Dosis Cu yang dianjurkan 15 ppm tergantung pada interaksi antara mineral. Dosis sebesar

ini tidak dianjurkan pada Fallow Deer (Reinken, 1990) Mengenai kebutuhan Ca, ada perbedaan antara rusa dan kambing. Rusa

32

membutuhkan 15 gram/hari, sedangkan kambing memerlukan 11gram /hari. Untuk rusa maupun kambing, kadar protein dalam ransum mempengaruhi konsumsi Ca. Konsumsi Ca cenderung meningkat dengan semakin meningkatnya tingkat protein dalam ransum. Rusa mengkonsumsi fosfor rata-rata 12,5 g/ekor/hari, sedangkan kambing sebanyak 9 gram/ekor/hari. Kadar protein dalam ransum juga mempengaruhi konsumsi fosfor pada rusa.

33

4.1 Manajemen Pemeliharaan Rusa Pemeliharaan rusa mempunyai beberapa tujuan yaitu pemeliharaan rusa dalam upaya untuk pelestarian melalui usaha penangkaran serta pemeliharaan untuk tujuan

komersial berupa usaha peternakan rusa. Sehingga berdasarkan hal tersebut, terdapat perbedaan manajemen pemeliharaan rusa sesuai dengan tujuannya. Berdasarkan hal tersebut, diperoleh manajemen pemeliharaan rusa pada usaha penangkaran, yang dibandingkan dengan pemeliharaan rusa pada usaha peternakan rusa. 4.1.1 Penangkaran Rusa Penangkaran adalah merupakan usaha budidaya satwa yang dilakukan pada suatu tempat tertentu guna memperbanyak populasi, untuk kemudian dapat dilepaskan kembali di alam. Selain itu, penangkaran rusa dapat berfungsi dan bermanfaat sebagai: 1) sarana perlindungan dan pelestarian alam (melalui penangkaran rusa dapat dilestarikan dan diselamatkan dari kepunahan) 2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat (dagingnya sebagai sumber protein yang dapat dikonsumsi untu memenuhi kebutuhan gizi, sedangkan tanduknya (rangga) dapat dipakai sebagai obat. 3) Sebagai pendukung kegiatan penelitian, pendidikan dan pariwisata. 4) Dapat menciptakan lapangan kerja 5) Meningkatkan kesuburan tanah/lahan hutan

34

4.1.1.1 Sistem Penangkaran Menurut macam, yaitu: a) Sistem terkurung b) Sistem semi terkurung c) Sistem terbuka a) Sistem terkurung Rusa dipelihara pada suatu areal yang dikelilingi pagar Pakan yang diberikan dari luar, dengan cara pengairan (pakan diambil dan dipotongpotong) b) Sistem semi terkurung Rusa dipelihara pada suatu areal yang arealnya lebih luas dari sistem terkurung, dan dipagari Rusa dibiarkan merumput sendiri tanpa dibantu dari luar (pakan tersedia di dalam areal) c) Sistem terbuka (bebas) Rusa dilepaskan dalam suatu areal yang terbentang luas dan berpagar serta terdapat vegetasi (pohon, semak dan rumput) sesuai dengan habitat asli di alam Pakan terdapat dalam areal penangkaran, sehingga tidak perlu dibantu dari luar 4.1.1.2 Persyaratan Lokasi Penangkaran Beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan dalam penetapan lokasi Sinaga dan Takandjandji (1997), sistem penangkaran rusa ada 3

penangkaran rusa, antara lain: Lokasi penangkaran rusa berada di luar kawasan suaka alam

35

Terletak di tempat tenang, aman dari gangguan Mudah dicapai, baik pada musim kemarau maupun musim hujan Tersedianya air yang banyak sepanjang tahun, untuk keperluan minum rusa, pembersihan kandang, penyiraman pakan, maupun untuk tempat berkubang Topografi rata, sampai bergelombang ringan Luas lahan minimal 0,5 ha dan atau sesuai dengan kebutuhan Terisolasi dari pengaruh binatang/ternak lain Permukaan tanah bertekstur halus, bukan batu karang, yang permukaannya runcing dan kasar Tersedia pohon-pohon peneduh karena rusa memerlukan tempat untuk berteduh dan tempat berlindung dari panas atau hujan Mudah mendapatkan hijauan yang digunakan sebagai pakan sepanjang tahun 4.1.1.3 Sarana dan Prasarana Penangkaran a. Kandang Berfungsi sebagai tempat berlindung dari hujan, panas, predator,

berteduh/beristirahat, berkembang biak, makan/minum, perawatan bagi yang sakit, dan pengotrolan Disekat sesuai dengan status fisiologi rusa Diberi pintu, agar mudah dalam penanganan sehari-hari baik dalam pemberian pakan, penangkapan untuk penimbangan dan pengukuran, pemberian tanda, serta pemeriksaan kesehatan Mempunyai kandang khusus, sebaiknya berbentuk bulat, yang digunakan untuk perawatan kesehatan rusa yang sakit, dan rusa yang baru datang,

36

yaitu: dinding terbuat dari bahan yang baik dan kuat, dengan tinggi minimal 2m bentuk melingkar serta tertutup rapat, dan rusa akan mudah diberi perlakuan, sehingga tidak menimbulkan kepanikan/stres. b. Pagar Dibuat di sekeliling areal penangkaran Bahan pagar terdiri dari tiang besi siku atau pohon hidup, serta kawat. Tinggi tiang pagar besi siku minimum 2,5 m dari atas permukaan tanah, ditanam 50 - 75 cm dengan ponadsi beton Ujung bagian atas tiang pagar dibengkokkan sepanjang 0,5 m Jarak antara tiang pagar 2 m Tinggi tiang pohon hidup 2,5 m dari atas permukaan tanag, diameter minimum 10 cm, ditanam dengan jarak antar pohon 50 - 75 cm Pohon hidup ditanam di antara tiang besi Kawat untuk pagar adalah kawat ram (harmonika) dengan tinggi minimum 2,5 m, kawat duri sebanyak 3-4 baris pada tiang besi yang dibengkokkan c. Bangunan Peneduh Atap terbuat dari alang-alang dan atau seng, genting, tanpa dinding Berfungsi sebagai tempat berteduh dan dapat juga untuk menyimpan pakan Bangunan peneduh ditempatkan 1 buah tiap kandang d. Tempat Makan dan Minum Terbuat dari kayu/papan

37

Berbentuk patungan dengan panjang 1,5 - 2 m, dan segi 6 sama sisi dengan panjang 50-75 cm Tempat minum sebaiknya ember plastik dengan diameter yang agar lebar, dibenamkan ke dalam tanah, atau dapat berbentuk palungan air yang dapat dibuat dari kayu dan dilapisis plastik, dengan tinnggi sekitar 30 cm dari permukaan tanah Tempat makan dan minum terdapat di setiap kandang

d. Jalan Kontrol dan Saluran Air Berfungsi untuk pengontrolan, dan pemberian pakan Terletak di sepanjang pinggir kandang, lebar 1,5 - 2 m Saluran air diperlukan untuk mengairi lahan pakan, kandsang, dan untuk minum rusa Sebaiknya tersedia bak penampung dan menara air pemeliharaan areal

e. Gudang dan Peralatan Gudang digunakan untuk penyimpanan peralatan dan bahan-bahan

perlengkapan penangkaran Peralatan yang dibutuhkan adalah timbangan, generator, perlengkapan kandang, pemeliharaan pakan, pakan (berupa makanan penguat misal dedak padi, dedak jagung dan sebagainya), dan obat-obatan 4.1.1.4 Teknik Pemeliharaan a. Pemeliharaan Rusa

38

1. Pengelompokan Rusa Dalam pemeliharaan rusa, baik untuk penangkaran maupun untuk peternakan rusa, diperlukan usaha pengelompokan rusa (Takandjandji dan Sinaga, 1997; Sinclair, 1998; Woodfrod, 1998) dengan maksud untuk: Memudahkan dalam pemberian pakan sesuai dengan kebutuhan Memudahkan dalam pengaturan perkawinan Menghindari perkawinan sedarah ( in breeding) Menhindari agar pejantan tidak mengganggu rusa lainnya Keamanan bagi induk yang bunting dalam proses kelahiran Ketenangan bagi induk yang menyusui dalam merawat anak Menghindari perkawinan sebelum waktunya mewmperoleh kesempatan makan bagi rusa yang baru disapih Memudahkan penanganan bagi rusa yang sakit memudahkan pemeliharaan bagi rusa yang baru datang, agar cepat beradaptasi Cara pengelompokan rusa tersebut, didasarkan atas status fisiologi yaitu pada: Jantan dan betina yang telah siap kawin Jantan yang belum siap kawin (baru disapih) Betina yang belum siap kawin (baru disapih) Betina yang sedang bunting Betina yang melahirkan Rusa yang sakit Rusa yang baru datang (dipelihara/ditangkap)

39

2. Penyapihan Anak Rusa Usaha penyapihan anak rusa sangat penting dilakuka, dengan cara: Induk disatukan dengan anaknya sampai berumur 4 bulan agar anak rusa mendapat air susu lebih banyak Penyapihan sebelum 4 bulan diperlukan apenambahan air susu dari luar ( milk replacer) Setelah disapih, pemeliharaan tetap terpisah antara jantan dan betina untuk menghindari kemungkinan terjadinya perkawinan lebih awal b. Pemeliharaan Pagar dan Kandang Pemeriksaan dan pemeliharaan pagar, harus dilakukan secara teratur agar rusa tidak keluar kandang akibat kerusakan pagar Kerusakan pagar sering terjadi pada saat musim kawin, karena adanya perkelahian antar sessama pejantan, dan pertumbuhan/pengguguran tanduk Lingkungan dan ventilasi dalam kandang harus tetap dijaga agar tidak lembab c. Pemeliharaan Pakan Pemeliharaan pakan perlu dilakukan untuk memperoleh pakan yang baik, agar pakan tersedia secara kontinyu sepanjang tahun Pemeliharaan pakan dilakukan dengan cara pembersihan, pengolahan

tanah, pemupukan, pendangiran, dan penyiraman Pembersihan rumput liar dan pendangiran dilakukan 3 bulan sekali. Pengolahan tanah dan pemupukan 1 tahun sekali Penyiraman dilakukan pada musim kemarau 4.1.1.5 Teknik Pemberian Pakan

40

Pakan segar diberikan berdasarkan bobot badan dengan perhitungan 10% dikalikan bobot badan dikalikan dengan 2. Maksud dikalikan dengan 2 yaitu, diperhitungkan jumlah hijauan yang tidak dimakan karena sudah tua, tidak disenangi, kotor terinjak-injak dan telah bercampur faeces dan urine Pemberian pakan selalu disertai pemberian garam, untuk merangsang nafsu makan dan untuk memenuhi kebutuhan mineral Pemberian pakan dilakukan dengan cara pengaritan (hijauan dipotong), baik pada musim hujan maupun musim kemarau, tergantung sistem penangkaran Frekuensi pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari yaitu: pagi, siang dan malam Pemberian pakan tambahan dapat berupa dedak padi, yang diberikan 3 kali seminggu Pemberian pakan bagi rusa yang sedang bunting harus diperhatikan baik kualitas maupun kuantiatsnya, karena peranan makanan sangat penting untuk pertumbuhan janin dalam rahim, juga untuk mempertahankan kondisi tubuh induknya Pemberian pakan pada anak rusa dimulai pada umur 2 minggu, yaitu dengan cara memberikan hijauan muda yang dipotong kecil-kecil Air bersih harus selalu tersedia dalam kandang. Pada musim kawin, rusa jantan sangat menyenangi air sebagai tempat berkubang sambil berteriakteriak dan mengejar betina Jenis pakan rusa terdiri dari rumput, legume dan makanan penguat berupa dedak padi, seperti yang dilakukan di Usaha Penangkaran Rusa Timor

41

(Cervus timorensis) di Kupang, NTT (Takandjandji dan Sinaga, 1997) dapat dilihat pada Tabel 2. 4.1.1.6 Teknik Reproduksi Reproduksi adalah suatu proses biologi, yang terjadi antara jantan dan betina dengan tujuan untuk membentuk satu individu baru dalam kehidupannya. Teknik reproduksi yang dilakukan pada usaha penangkaran Rusa Timor ( Cervus timorensis) sebagai berikut (Takandjandji dan Sinaga, 1997): Secara ideal, perbandingan antara jantan dan betina dalam penangkaran 1:4 Perkawinan pertama yang tepat pada rusa betina yang belum kawin,

dilakukan beberapa bulan setelah rusa mencapai dewasa kelamin (pubertas). Bila perkawinan pada saat pubertas, induk akan sulit melahirkan, bahkan anak yang dilahirkan cenderung lemah dan mati, karena organ-organ rteproduksi belum berkembang dengan sempurna Pubertas pada rusa betina, ditandai dengan mulainya reproduksi sel telur yang dapat diovulasikan, dan dewasa kelamin betina terjadi pada umur 2 tahun 3 bulan (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994) Pubertas pada rusa jantan, ditandai dengan terdapatnya sel mani ejaculat Pubertas menandakan bahwa rusa betina sudah dapat berproduksi dan menghasilkan anak, walaupun belum mencapai dewasa tubuh. Dewasa kelamin terjadi sebelum dewasa tubuh (Takandjandji dan Sinaga, 1997) Dari penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis) di Kupang NTT (Takandjandji pada

42

dan Sinaga (1997) memperoleh data reproduksi sebagai berikut: Rata-rata umur pubertas pada rusa jantan 8 bulan, sedangkan betina rata rata 8,1 bulan Rata-rata siklus berahi (jarak antara satu periode berahi ke periode berikutnya) pada rusa betina 20,25 hari Lama berahi, 2,25 hari Umur yang tepat untuk betina dara (betina yang belum pernah kawin) untuk dikawinkan adalah 15,2 bulan, dan jantan 12,6 bulan Bagi rusa yang berproduksi, sebaiknya dilakukan pada saat rusa betina sedang berahi. Musim kawin dipenangkaran lebih sering terjadi pada bulan Januari, dan musim melahirkan pada bulan September Lama bunting pada rusa di penangkaran 8,3 bulan, sedangkan menurut Jacoeb dan Wiryosuhanto (1994) adalah 250 -285 hari (8,3 -9,5 bulan) Rusa Timor (Cervus timorensis) selalu beranak tunggal Anak rusa disapih pada umur 4 bulan, penyapihan dilakukan sebelum berumur 4 bulan, harus memperoleh air susu tambahan dari luar. 4.1.1.7 Teknik Pemindahan Rusa Teknik pemindahan rusa yang dilakukan di penangkaran rusa, meliputi penangkapan rusa dan pengangkutan rusa (Takandjandji dan Sinaga, 1997) a. Penangkapan Rusa Menjepit leher dengan tangan kanan Kedua mata ditutup dengan menggunakan tangan kiri agar dapat mengurangi stres

43

Petugas lain, memegang kedua pangkal paha dari arah samping. Penangkapan pada rusa jantan yang mempunyai tanduk kokoh atau sempurna, harus mendapat perhatian yang lebih serius karena sangat galak dan liar b. Pengangkutan Rusa Apabila jarak pengangkutan sangat jauh dan membutuhkan waktu lama, sebaiknya menggunakan peti berbentuk kurungan dan diangkut dengan truk atau kendaraan lain Peti terbuat dari kayu/papan Peti harus mempunyai lubang udara Ukuran peti dibuat sedemikian rupa agar rusa dapat berdiri dan bergerak bebas selama dalam perjalanan Satu peti hanya untuk satu ekor rusa Selama dalam perjalanan, rusa harus tetap diberi makanan/hijauan dan air minum Pengangkutan dilakukan pada malam hari atau menjelang malam, agar rusa tidak kepanasan. Sebelum berangkat dan setelah tiba di lokasi penangkaran yang baru, rusa disuntik dengan obat anti stres oelh dokter hewan. 4.1.2 Peternakan Rusa Usaha peternakan rusa secara komersial belum dilakukan di Indonesia, dan di Indonesia baru pada usaha pemeliharaan, atau hanya sekedar kegemaran (hobby) saja (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994). Sedangkan usaha peternakan rusa secara komersial sudah banyak dilakukan di luar negeri, seperti yang telah banyak terdapat di Amerika Serikat, Canada (Saskatchewan, 1996; Hudson, 1998) dengan menternakkan rusa yang

44

berasal dari daerah beriklim sedang, seperti Rusa Fallow ( Dama dama), Rusa Merah (Cervus elaphus) dan Rusa Wapiti/Elk (Cervus elaphus spp.). Perkembangan rusa dari daerah tropika, banyak dikembangkan di Selandia Baru (Semiadi et al, 1998), Australia dan Kaledonia Baru (Chardonet, 1998; van Mourik, 1985; Mylrea, 1992; Woodford dan Dunning, 1992; Sinclair, 1998; Chardonnet, 1998; van Mourik, 1985; Mylrea, 1992). Rusa dari daerah tropika seperti Cervus timorensis dan Sambar (Cervus unicolor) banyak dikembangkan dan diternakkan di Australia (Mackay, 1998; Sinclair, 1998; Woodford, 1998) terutama di negara bagian yang mempunyai iklim sama atau relatif sama dengan daerah tropika, seperti peternakan Rusa Timor ( Cervus timorensis) yang ada di Queensland. Di negara bagian Queensland tersebut banyak peternakan rusa yang

menternakkan rusa (Cervus timorensis), dan merupakan ternak dari daerah tropis asli Indonesia. Populasinya mulai berkembang dengan pesat di New South Wales dan

Australian Torres Strait Islands pada awal 1990. Dan peternakan rusa mulai dikembangkan di Queensland pada awal tahun 1980-an, dan menunjukkan bahwa Rusa Timor (Cervus timorensis) yang diternakkan di Queensland meliputi 50% dari total rusa yang diternakkan di Queensland. Ada 2 subspesies yang diternakkan yaitu: Moluccan rusa (Cervus timorensis moluccensis) dan Rusa Jawa/Javan Rusa (Cervus timorensis russa). Perkawinan silang diantara 2 subspesies tersebut banyak terjadi di peternakan rusa tersebut. 4.1.2.1 Disain Peternakan, Penanganan dan Pengendalian Disain dari peternakan, disain padang penggembalan merupakan masalah yang sangat penting dalam hubungannya dengan tatakerja peternakan untuk menangani

45

usaha peternakan, termasuk keamanan dan kenyamanan penanganan, terutama untuk peternakan rusa yang memerlukan pagar yang ltertentu dengan peralatan yang lebih spesifik Tata letak kandang (Paddock) harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat berhubungan langsung dengan jalan utama menuju padang penggembalaan, kemudian harus ditentukan dimana tempat ternak bernaung. Banyaknya kandang harus dapat mencukupi kebutuhan, berdasarkan manajemen penggembalaan dan cara perkawinan yang dilakukan, banyaknya ternak yang disapih dan ternak rusa yang masih muda serta ternak rusa yang siap di potong. Pagar kawat rata-rata dibuat tingginya 1,8 m, yang mengelilingi areal kandang, tahan terhadap terhadap terjangan ternak. Sebagai tambahan, dipasang pagar yang lebih murah, dengan ketinggian sekitar 1,5 m, sebagai pembatas di bagian dalam kandang. Seringkali pada beberapa tempat perlu diberi pagar, untuk menghindari predator (pemangsa) rusa serta untuk keamanan. Sebenarnya tidak ada ketentuan yang baku mengenai luas padang

penggembalaan, meskipun demikian, kandang harus didisain sedemikian rupa supaya dapat memenuhi kebutuhan penanganan rusa yang aman dalam bentuk kelompok atau per ekor, misalnya dalam kegiatan pemasangan tag (tanda) di telinganya, vaksinasi, pemberian minum, pemeriksaan kebuntingan, pelepasan tanduk. Perencanaan alat bantu di padang penggembalaan sangat penting yang dapat digunakan untuk pengelompokkan ternak dan sebagai alat bantu untuk menyapih.

Biasanya pintu jebakan (drop floor) sangat cocok untuk mengisolasi ternak rusa, dan sangat sesuai bila digabungkan dengan alat/mesin timbangan untuk mengukur berat

46

tubuh. Petunjuk manajemen untuk peternak rusa di Queensland dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4 berikut (Sinclair, 1998).

47

Tabel 3. Manajemen Pemeliharaan Ternak Rusa ( Cervus timorensis dan Molucan Rusa (Cervus timorensis moluccansis) di Queensland Jenis Kelamin Jantan Kulit tanduk Jan - Maret Kawin Apr - Juni Juli - Sept Okt-Des Kawin Tanduk lepas

russa)

Periode kawin utama Kulit/tanduk Tanduk mengeras Keras

Betina

Masa pemeliharaan Laktasi

Pemeliharaan berlanjut Menyapih Akhir menyapih

Tabel 4. Manajemen Pemberian Makan Ternak Rusa ( Cervus timorensis russa) dan Moluccan Rusa (Cervus timorensis moluccansis) di Queensland. Jenis Kelamin Jantan Kebutuhan makanan sedang Kebutuhan makan tinggi Kebutuhan makanan tambahan Jan - Maret Apr - Juni Juli - Sept Okt-Des

Betina

Kebutuhan makan tinggi

Kebutuhan makanan sedang

Kebutuhan makanan tambahan

Rusa pada umumnya lebih tenang di dalam kandang, terutama dalam kelompok besar dan bergerombol seperti yang nampak dalam habitat alaminya. Untuk

memindahkan rusa dari kandang (paddock) ke

padang penggembalaan, perlu

dipersiapkan peralatan yang diperlukan, keterampilan peternak yang memadai, yang

48

dapat menangani rusa dan penyiapan padang penggembalaan. Dengan pengetahuan dan latihan, rusa mudah ditangani. Pejantan dengan

tanduk yang besar dan kuat mungkin akan menjadi agresif bila digembalakan dalam keadaan stress dan keompoknya dicampur, meskipun demikian, akan segera berpencar untuk menghindari gangguan dari ternak lain. Pemotongan tanduk rusa yang keras, merupakan hal yang dianjurkan dan sangat penting dilakukan untuk menghindari kecelakaan dan memudahkan penanganannya, terutama diperlukan pada saat ternak rusa tersebut diangkut dan akan dipotong. Kastrasi sebelum pubertas pada pejantan tak diperlukan sebagai usaha untuk mencegah sifat agresif rusa jantan, walaupun pengebirian (kastrasi) sekarang ini tidak dipertimbangkan pada usaha peternakan rusa terutama pada rusa pejantan. Pada pejantan yang galak dianjurkan untuk dilakukan culling. 4.1.2.2 Perkawinan, Pemeliharaan Anak (Calving) dan Penyapihan Melihat sifat alaminya sebagai hewan tropis, tak ada keseuaian antara musim dengan perkawinan. Perkawinan dan calving terjadi sepanjang tahun, meskipun sedikit banyak musim juga berpengaruh terhadap usaha peternakan di Australia. 1. Perkawinan dan reproduksi Rusa Maluku (Cervus timorensis moluccensis) yang jantan tampaknya tidak dipengaruhi oleh musim yang berhubungan dengan proses reproduksi dan pergantian tanduk, serta fertilitas rusa yang betina dapat beranak sepanjang tahun. Secara umum angka adalah tinggi, yang ditandai dengan tingkat keberhasilan kebuntingan

mencapai 90%. Masa kebuntingan 240 hari. Tidak dilakukan pengaturan perkawinan. Meskipun demikian, peternak di bagian selatan dan tenggara mendapatkan cara

49

pengaturan perkawinan dengan maksud supaya masa pemeliharaan (calving period) mencapai musim semi (pada bulan September atau sesudahnya) yang akan lebih menguntungkan, yaitu 3 bulan masa perkawinan sampai pada akhir Januari. Siklus

estrus lamanya 18-20 hari. Sebaliknya , pada Rusa Jawa ( Cervus timorensis russa), meskipun musim tak mempengaruhi perkawinan, dari pengamatan pada peternakan di Queensland, ternyata nampak pengaruh yang kuat dari musim terhadap reproduksi dan pergantian tanduk. Suatu penelitian di lapangan, menunjukkan bahwa kebanyakan rusa Jawa dewasa

menyusui anaknya antara Maret sampai Mei, dengan lama kebuntingan 252 hari, meskipun pertama kali beranak dapat terjadi pada bulan Juni sampai Oktober. Rusa betina seringkali tetap subur sepanjang tahun, dan pejantan aktivitas seksual dan fertil bila tanduknya sudah merupakan tanduk yang tetap. Betina dewasa (setelah beranak yeng kedua dan seterusnya), tingkat keberhasilan kebuntingan mencapai 95%, dibandingkan dengan keberhasilan kebuntingan pada kebuntingan pertama mencapai 85%. Interval calving antara 21I hari (dari kelahiran yang terakhir) sampai 366 hari (setahun penuh) untuk melahirkan anak pada musim gugur. Meskipun demikian, untuk mencegah perkawinan misalnya: dengan memindahkan pejantan dari kelompoknya pada bulan Oktober sampai Januari, untuk mencegah betinanya melahirkan pada

musim dingin yang berlangsung pada bulan Juni sampai bulan Agustus di bagian selatan Queensland) yang merupakan pola kelahiran anak rusa. Sehingga anak yang lahir musim gugur akan melahirkan anak pada musim semi berikutnya (pada umur 15 - 18 bulan) dan anak yang lahir musim semi akan melahirkan anak pada musim gugur tahun berikutnya. Rusa betina yang melahirkan anak sebelum umur 19 bulan hanya dapat

50

dicapai dengan manajemen dan makanan yang baik, sedangkan sebagian besar rusa betina hanya akan melahirkan anak pertama kali pada umur 2 tahun.Secara umum, tidak pernah diketahui adanya Rusa Jawa (Javan rusa) yang melahirkan anak setelah musim panas (antara Desember sampai Februari). Pada umumnya velvet (kulit) tanduk pada rusa jantan terbentuk pada musim panas, dan tanduk tidak cukup kuat/keras terbentuk pada saat musim kawin pada bulan Januari sampai Februari dan menyebabkan menyusui anaknya (calving) di peternakan pada saat itu musim dingin. Akibatnya, pemeliharaan Rusa Maluku atau persilangan antara rusa Maluku

dengan rusa Jawa, dengan memperhatikan beberapa karakteristik pertumbuhan velvet tanduk, dapat membantu meramalkan kelahiran anak di musim semi di bagian utara dan tenggara Queensland. Berdasarkan atas pergantian tanduk, Rusa Jawa mengadakan perkawinan dari Juli sampai September, dan persilangan antara Rusa Jawa dan Rusa Maluku atau Rusa Maluku lebih bervariasi waktu perkawinannya bersamaan waktunya dengan

terbentuknya tanduk yang tetap. Sifat agresif yang ditunjukkan rusa jantan pada waktu musim kawin hanya terjadi diantara kelompok yang mempunyai tanduk tetap (tanduk keras), dan saat perkawinan, hierarki antar individu yang lebih dominan. Tidak seperti

spesies rusa yang berasal dari daerah beriklim dingin, Rusa Jawa atau Rusa Maluku tidak berusaha berkumpul dengan betina-betinanya. Selama musim kawin ini rusa jantan berkubang dan mengasah mengasah tanduknya pada rumput yang panjang. Pubertas rusa dipengaruhi oleh makanannya, dan Rusa Jawa betina mulai puber dan siap kawin dengan berat 45 - 50 kg, sedangkan pada Rusa Maluku mencapai berat 35 - 40 kg. Sedangkan rusa jantan, pubertas terjadi bila beratnya telah mencapai 30 -

51

35 kg, yang ada hubungannya dengan pertumbuhan cabang tanduknya. Berat badan rusa jantan dan betinak ini dicapai pada umur 9 bulan. Rusa jantan mulai memproduksi sperma pada berat badan 45 - 50 kg, dan mulai dapat kawin pertama kali yang ditandai dengan tumbuhnya tanduk yang keras yang pertama pada umur 12 - 14 bulan.

Meskipun rusa jantan yang pertama kali mempunyai tanduk yang keras ( spikers) akan dikeluarkan dari kelompok dan masuk ke dalam kelompok rusa muda untuk diambil dagingnya (venison). Pada beberapa peternakan, rusa jantan sering kali dikawinkan di atas umur 2 tahun, sebab pada sat itu merupakan kondisi yang baik untuk mulai dikawinkan. Permasalahan yang dihadapi pada perkawinan antara rusa yang tidak dipisahkan di padang penggembalaan yaitu bercampurnya kelompok rusa muda, dengan rusa yang menyusui, dengan pejantan dewasa lainnya. Untuk itu perlu penanganan terhadap

penggembalaan ini perlu diperhatikan. Mengenai penggunaan Inseminasi Buatan (IB) telah dicoba, dan memberikan hasil yang baik, tetapi secara komersial pada saat ini belum dilakukan. Persilangan antara Rusa Jawa dengan Sambar ( Cervus unicolor) menghasilkan anak yang fertil yang dikenal sebasgai Rusa Samson ( Samson deer), tetapi jenis ini secara komersial belum dikembangkan di Australia. Perkawinan secara alami antara Rusa Jawa jantan dengan Rusa Merah ( Cervus elaphus) yang terjadi pada beberapa peternakan di Queensland rupanya menghasilkan keturunan yang fertil, meskipun ada beberapa masalah yang dihadapi yaitu kesesuaian antara jenis tropika dengan jenis rusa beriklim sedang merupakan faktor penghambat persilangan diantara keduanya.

52

Meskipun rusa

jantan dan betina tetap produktif

sampai umur lebih dari 10

tahun, tetapi secara ekonomis untuk melakukan culling pada ternak ini di bawah umur 10 tahun, dengan replacement (penggantian) 10 - 15% per tahun. 2. Kelahiran dan Laktasi Berat lahir Rusa Jawa rata-rata 4,7 kg untuk betina, dan 5,1 kg untuk jantan, sedangkan untuk Rusa Maluku (Moluccan deer) lebih kecil, yaitu 3,5 kg untuk betina, dan 4,0 kg untuk jantan. Kembar dua jarang terjadi. Kematian pada saat kelahiran dapat mencapai 20%, yang diakibatkan oleh kesalahan induknya, dimakan predator, tekanan (stress) lingkungan dan makanan yang jelek. Gejala kedinginan (Hypothermia) dan stress cuaca merupakan masalah yang sering dihadapi pada peternakan rusa pada saat musim dingin di bagian selatan Queesland. Sehubungan dengan masalah kelahiran dan pemeliharaan anak (calving time) tersebut, maka dapat dianjurkan hal-hal sebagai berikut: 1. Usahakan mengurangi stress lingkungan bagi ternak rusa di padang penggembalaan atau tempat berteduh (shelter) dari teriknya matahari dan udara yang dingin. 2. Kemudahan untuk memisahkan kelompok betina yang akan mellahirkan dan yang memelihara anaknya dari kelompok lannya dan campur tangan manusia. 3. Menghindarkan diri dari predator, dengan pemasangan pagar yang kuat. 4. Penyediaan makan yang cukup untuk ternak yang bunting dan selama laktasi. sesedikit mungkin

53

Meskipun demikian, perlu dihindari induknya terlalu gemuk pada saat melahirkan, untuk mencegah terjadinya Dystocia. Induk Rusa Jawa /Maluku mempunyai sifat memelihara anak ( calving behavior)

seperti jenis rusa lainnya. Induk rusa tersebut akan melindungi dan menyembunyikan anaknya minggu pertama setelah melahirkan, dan anaknya sendiri belum dapat berjalan. dan induknya tetap bersembunyi dan tak mau didekati 3 - 4 hari pertama setelah melahirkan. Mengenai komposisi air susu Cervus timorensis diperoleh susunan sebagai berikut: protein 5,8% lemak 11% laktosa 5,3% bahan padat (solid) 24% 3. Penyapihan Anak rusa akan disapih pada umur 4 bulan (kalau dikontrol), dan 8 bulan (di alam), umur sapih untuk Rusa Jawa 25 kg dan Rusa Maluku 18 kg. Weaning rate

mencapai 85% dari kelompok betina dewasa, sedangkan betina yang beranak pertama kali pada umur 2 tahun mencapai 75 -80%. Ternak yang disapih perlu dikelompokkan dari kelompok utama, sebaiknya diberi makanan post-weaning. Selama penyapihan, anak rusa yang masih muda dipisahkan dari induknya, serta ditempatkan pada padang penggembalaan dan kandang yang akan ditempatinya. Untuk itu, perlu diadaptasikan dengan keadaan padang penggembalaan, kandang,

penyesuaian tempat makan dan sebagainya. Pada saat ini, ternak mulai dilakukan eartag (pasang tanda di telinga), dipisahkan

54

jenis kelaminnya (sexing), penimbangan dan vaksinasi. 4. Pertumbuhan dan Makanan Rusa Jawa jantan dewasa, tingginya dapat mencapai 110 cm dengan berat badan dapat mencapai 120 - 160 kg, sedangkan rusa betinanya mencapai tinggi 90 cm dengan berat berkisar 65 - 90 kg. Sedangkan Rusa Maluku, beratnya yang jantan dewasa antara 80 -100 kg, sedangkan yang betina beratnya antara 50 - 60 kg. Rusa Jawa jantan dan betina muda, dapat mencapai berat, masing-masing 70 - 80 kg dan 40 -60 kg, sedangkan Rusa Maluku yang mempunyai ukuran tubuh lebih kecil, mencapai 45 - 60 kg untuk jantan, dan 30 - 50 kg untuk betina. Sebagai gambaran umum tanpa memperhatikan manajemen dan faktor makanan, Rusa Maluku ukurannya adalah 75% dibandingkan dengan Rusa jawa. Dari penelitian yang diadakan terhadap Rusa Jawa (Sinclair, 1998), diperoleh hasil adanya pertambahan berat badan/hari pada anak rusa sebelum disapih, sebesar 200 g/hari untuk jantan dan 170 g/hari pada betina. Pertumbuhan setelah disapih sampai umur potong (14 bulan), pertambahan berat badan/hari pada jantan sebesar 150 g, sedangkan pada betina 115 g. Peneklitian ini dilakukan pada pasture alami di daerah subtropis dengan pemberian makanan tambahan pada musim dingin. Pertambahan

berat badan ini dipengaruhi oleh produksi pasture akibat perubahan musim, dengan pertambahan berat badan rusa dewasa mencapai 60% selama bulan Oktober sampai Januari. Ini perlu diperhatikan, karena pada rusa jantan dewasa secara berkala mengikuti pola pertumbuhan akan kehilangan 15% berat badannya sebelum kawin pada musim kawin. Cara pemberian makan yang baik perlu diperhatikan untuk memenuhi kebutuhan

55

makanan bagi ternak untuk pertumbuhan, penyapihan, bibit pejantan, pejantan dan betina yang akan di culling untuk dipotong. Untuk memenuhi kebutuhan ternak yang laktasi dan bunting perlu diberikan makanan tambahan, meskipun penelitian menunjukkan bahwa rusa betina itu nampaknya menyimpan cadangan lemak yang cukup. Hal ini dalam rangka mengatasi

tekanan terhadap kebutuhan makanan dalam jangka pendek. Sebagai realisasi dari beragamnya iklim, maka peternak rusa di Queenslandmelakukan , drought management. Makanan tambahan yang berkualitas tinggi diperlukan, terutama karena hasil pasture yang kurang baik (musim gugur dan musim dingin) yang bertepatan waktunya dengan musim kawin, kelahiran dan laktasi. Pada umumnya, setelah kawin berat badan rusa jantan akan bertambah, karena bertepatan waktunya dengan musim hujan, sehingga pasture tumbuh baik kuantitas dan kualitasnya. Defisiensi pasture untuk menghasilkan bahan makanan harus dipenuhi dengan makanan tambahan seperti biji-bijian seperti legume dan sereal, tepung protein,

molasis, hijauan dan silage serta hay yang berkualitas baik.. Keperluan nutrisi yang utama untuk pertumbuhan dan produksi, berkisar antara 9 - 12 MJME/kg bahan kering untuk kebutuhan energi, dan 10 - 18% protein kasar dalam makanan. Rusa diharapkan akan mengkonsumsi bahan kering 2,5 - 3,5% dari berat badannya, dengan pemberian air minum yang cukup. 5. Pengawasan Kesehatan Ternak Dari peternakan Rusa (Cervus timorensis) di Queensland Australia, diperoleh data adanya kematian pada ternak rusa yang berumur lebih dari 6 bulan (telah disapih), sebesar 2% pada betina dan 4% untuk jantan, meskipun kematian pada rusa dewasa

56

mencapai 10%. Sebagian besar kematian pada ternak rusa yang dewasa diakibatkan oleh tekanan lingkungan , faktor makanan, stres akibat penanganan. vaksinasi dilakukan secara teratur misalnya Clostridial dianjurkan, selain itu vaksiansi Leptospiral juga dianjurkan sebagai usaha pencegahan. Rusa sebagai hewan tropis, ternyata toleran terhadap Cattle tick ( Boophilus microplus), meskipun demikian, ternak rusa tersebut di Australia mudah terjangkit Paralysis tick ( Ixodes holocyclus), dan penyakit MCF (Malignant Catarrhal Fever) yang diperoleh karena berhubungan dengan domba (sebagai carrier)dengan tingkat kematian yang tinggi. Karena itu pada

peternakan rusa dihindarkan adanya hubungan dengan ternak domba. 6. Produksi Daging Rusa (Venison) Sinclair (1998) dan Woodford (1998) serta SAF (1996) menyatakan bahwa hasil utama usaha peternakan rusa adalah daging rusa (vanison), walaupun hasil sampingan lainnya yang diperoleh adalah kulit tanduk (velvet antler) serta kulitnya. Daging rusa yang

mempunyai tekstur lembut, dan berwarna merah. Prosentase daging bersih

diperoleh dari berat karkas pada Rusa Jawa berkisar 60 -62%, yang diperoleh dari rusa jantan pada umur 13 - 15 bulan, dan berat karkas mencapai 40 - 55 kg. Lemak dagingnya mencapai ketebalan 8 - 18 mm. Ketebalan lemak daging ini tergantung dari jenis makanan dan kualitasnya. Sebagai perbandingan, menurut Jacoeb dan Wiryosuhanto (1994), Rusa Bawean ( Axis kuhli) dengan berat hidup 20,5 kg dapat mengahsilkan karkas seberat 15,3 kg atau hampir 71% dari total berat hidupnya. Dan dari berat karkas tersebut, dapat menghasilkan 12,3 kg daging atau 60% dari berat karkas. Rusa yang ideal untuk dipotong pada umur 14 - 20 bulan, dengan kualitas daging

57

yang semakin menurun dengan bertambah tuanya umur ternak rusa pada saat dipotong. Harga daging rusa relatif cukup tinggi, di Australia harga daging rusa mencapai $3,20 - $ 4,0/kg karkas pada tahun 1996 (Woodford, 1998), sedangkan di Malaysia RM 30/kg (PPRUK, 1998) 7. Produksi Kulit (Velvet) Tanduk Pergantian tanduk rusa tampaknya sama dengan jenis rusa dari daerah beriklim sedang, dan selalu berganti, walaupun persamaan ini tidak nampak dengan jelas. Dari suatu pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar pejantan dari satu kelompok menunjukkan tingkat pertumbuhan tanduk yang sama pada waktu yang sama. Di

negara bagian Queensland Australia (1998), tanduk rusa ( Cervus timorensis) biasanya terbentuk antara bulan Oktober dan Februari, dengan tanduk yang baru terbentuk dari jaringan regenerasi yang tertutup oleh bulu tebal dan kasar, selanjutnya disebut sebagai Kulit Tanduk (Velvet antler). Sebagian besar rusa jantan mempunyai tanduk yang keras mulai bulan Juni, paling lambat November, bertepatan dengan dugaan adanya perubahan akibat Sedangkan tanduk

pertumbuhan testes dan spermatogenesis serta aktivitas kawin.

yang keras seringkali berganti setiap 9 - 24 bulan. Tanduk mulai tumbuh pada rusa jantan muda sekitar 2 bulan sesudah cabang tumbuh, dengan tanduk yang keras

pertama kali tumbuh yang disebut tanduk awal (Spiker antler). Berat tanduk yang pertama tumbuh (Spiker antler) berkisar antara 50 - 200 g, dan berat tanduk seluruhnya berkisar antara 1,0 sampai 2,5 kg. Velvet tanduk di ambil oleh petugas dengan keterampilan khusus, dan velvet tanduk tersebut sering dipakai untuk obat-obatan Cina, dan potongan velvet tanduk

58

disimpan di freezer dan disortir berdasarkan kualitas (grade) tertentu, sebab penentuan harga berdasarkan atas kualitasnya. Harga tanduk rusa (velvet antlier) di Australia mencapai $120/kg untuk velvet dengan kualitas terbaik (top grade), dan Rusa Merah (Red Deer) velvetnya dapat

mencapai berat 3 kg (Mackay, 1998), sedangkan di Malaysia, harga velvet rusa (Cervus timorensis) mencapai RM 3000 (PPRUK, 1998). 4.2 Prospek Pemeliharaan Rusa Bagi Perkembangan Peternakan Pertambahan jumlah penduduk Indonesia dari tahuh ke tahun selalu meningkat, berdasarkan sensus tahun 1990, ternyata rata-rata laju pertambahan penduduk Indonesai sebesar 1,5%. Pemerintah melalui KB berusaha menekan pertambahan pertambahan penduuk, dan diharapkan pada tahun 2000, maksimum mencapai 210 juta jiwa. Dengan meningkatnya jumlah penduduk, berarti terjadi kenaikan permintaan

bahan pangan, sandang, dan papan. Untuk dapat memenuhi permintaan yang semakin bertambah itu, maka terutama bahan pangan. Dalam rangka peningkatan kebutuhan di bidang pangan, khususnya mengenai ketersediaan protein hewani asal ternak, maka perlu dipikirkan bagaimana usaha terbaik yang perlu ditempuh supaya dapat mengimbangi kenaikan jumlah penduduk tersebut. Jenis-jenis ternak yang selama ini menjadi tumpuan sebagai penyedia bahan pangan, khususnya sebagai penyedia protein hewani asala ternak seperti kerbau, sapi potong, babi, kambing, domba dan unggas, ternyata perkembangan populasinya cenderung kurang seimbang dengan kenaikan permintaan akibat pertambahan harus diimbangi dengan penyediaan bahan-bahan tersebut,

59

penduduk yang begitu pesat. Diversifikasi sumber protein dengan membudidayakan jenis satwa liar tertentu melalui usaha budidaya yeng berpedoman pada prinsip kelestarian merupakan usaha yang dapat dibenarkan, sebab keseimbangan pemanfaatan dan potensi sumberdaya alam tetap dapat dipertahankan. Berdasar analisis deskripsi biologis dalam hal kkemudahan reproduksi, tingginya derajat adaptasi terhadap ekologis yang luas dan kemudahan dalam penyediaan pakan, maka rusa merupakan pilihan yang baik untuk dikembangkan. Demikian pula di tingkat keluarga petani, pemeliharaan bintang ini hanya membutuhkan modal yang relatif kecil. Pangsa pasar (market share) masih terbuka lebar, memungkinkan pemeliharaan rusa menjadi salah satu terobosan baru dalam usaha diversifikasi sumber protein hewani. Dengan adanya komoditas baru ini, berarti terbuka pula lapangan pekerjaan baru di bidang peternakan. Peranan rusa sebagai salah satu alternatif penghasil daging tidak perlu diragukan lagi, sebab pengalaman-pengalaman di luar negeri membuktikan bahwa usaha pembudidayaan dan usaha peternakan rusa berhasil dengan baik. Menurut Hamid dalam Jacoeb dan Wiryosuhanto (1994), ternyata Rusa Bawean (Axis kuhli) mempunyai karkas yang tinggi, yaitu Rusa Bawean dengan berat hidup 20,5 kg dapat menghasilkan karkas seberat 15,3 kg atau hampir 71% dari total berat hidupnya. Dan dari berat karkas tersebut, dapat menghasilkan 12,3 kg daging atau

60% dari berat karkas. Selanjutnya, kandungan mineral dan kandungan kalorinya lebih tinggi dari pada daging sapi. Sebagai perbandingan Rusa Jawa (Cervus timorensis russa) yang dipelihara di Queensland Australia, mempunyai berat karkas sebesar 60 -

60

62% dari total berat hidupnya (Sinclair, 1998) Dari pengalaman pemeliharaan di kebun Binatang Surabaya, ternyata Rusa

Bawean, dapat dikembangbiakkan seperti halnya ternak-ternak yang umum dikenal oleh masyarakat, seperti yang dikemukakan oleh Jacoeb dan Wiryosuhanto (1994). Usaha peternakan rusa di Malaysia, juga dimulai dari usaha peternakan rakyat (PPRUK, 1998), demikian juga usaha peternakan rusa di Caledonia Baru (Audige, 1988) Dengan

adanya kenyataan ini,

di masa mendatang, rusa jelas mempunyai prospek sangat

bagus. Selain dagingnya dapat dipakai sebagai sumber protein hewani, rusa juga dapat dipakai sebagai obyek oleh raga berburu, sebagai mana banyak dilakukan di negaranegara Eropa dan Amerika Serikat. Hal ini bisa dilakukan pada daerah yang mempunyai populasi rusa terlalu banyak dan melebihi daya dukung lingkungan daerah tersebut (Over population), misalnya seperti populasi rusa di P. Moyo, yang melebihi daya

dukung lingkungan di daerah tersebut, pada waktu tertentu diadakan usaha perburuan yang dikaitkan dengan kegiatan wisata (wisata buru). Selain dagingnya dapat menjadi sumber protein hewani, pada usaha perburuan, rusa dapat juga sebagai obyek penyaluran kesenangan pada waktu berburu. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah pengawasan yang ketat oleh pengusaha wisata agar hewan rusa buruan yang dibunuh jumlahnya tidak melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan hanya rusa dengan umur tertentu saja yang boleh dibunuh, agar keseimbangan ekologis tetap terjaga. Karena itu, usaha membudidayakan satwa liar, tidak boleh hanya dilihat dari segi ekonominya saja, tetapi yang penting adalah bagaimana dengan pembudidayaan rusa itu melalui usaha penangkaran dan peternakan, populasi dan produktifitasnya bertambah. Apalagi dari kepentingan hidup manusia, hewan disebut bermanfaat bila

61

secara langsung dapat memberikan keuntungan bagi kehidupan manusia, yaitu dapat dijadikan bahan penyedia pangan dan sandang atau dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan lain. Rusa yang terdapat di Indonesia, umumnya dapat hidup dengan baik di daerah padang rumput, padang alang-alang dan daerah yang mempunyai tumbuh-tumbuhan sejenis Kondisi daerah yang terdapat di seluruh Indonesia. Bertitik tolak dari sifat daya penyesuaian diri yang demikian itu, maka selain berguna untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, sehingga usaha budidaya rusa secara langsung juga dapat meningkatkan kesuburan tanah ditempat dimana rusa tersebut berada. Daerah-daerah seperti ini banyak dijumpai di setiap kepulauan Indonesia. Untuk mendukung keberhasilan proses pengembang biakan rusa, perlu dilakukan penelitian tentang jenis-jenis tumbuhan yang disukai oleh rusa. Apakah cukup tersedia di seluruh daerah yang akan dipergunakan untuk proses pengembangbiakan tersebut. Jenis tanaman yang paling disukai rusa dari penelitian yang dilakukan terhadap populasi rusa di cagar alam P. Peucang (Jawa Barat) terdapat 38 famili tumbuhan, yang terdiri dari famili Graminae, Euphorbiaceae, Sterculiaceae, Leguminosae dan sebagainya (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994). Usaha pemeliharaan rusa yang dilakukan oleh masyarakat, ternyata sudah pernah dicoba di Jawa Timur, yaitu pada tahun 1981 dilakukan usaha pemeliharaan rusa sebanyak 23 ekor di Madura. Kemudian pada awal 1983 dari sejumlah itu tinggal 17 ekor. Meskipun terjadi kematian terutama pada awal pemeliharaan, tetapi kematian lebih disena ngi oleh rusa untuk keperluan hidupnya,banyak

62

banyak terjadi karena kecelakaan atau luka-luka. Meskipun demikian, dilaporkan bahwa pada tahun itu terjadi kelahiran sebanyak 7 ekor (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994). Sistem penyebaran rusa kepada perorangan, rupanya menarik minat anggota masyarakat lainnya untuk memelihara rusa dari Kebun Binatang Surabaya ini, selain untuk mengetahui rasa daging rusa, juga untuk menikmati nilai estetisnya. Karena besarnya minat dari masyarakat dan Pemerintah Daerah di Madura, maka Kebun Binatang Surabaya menyerahkan sebanyak 40 ekor rusa untuk proyek

penangkaran di Madura. Selain dari pada itu, Rusa Bawean

yang dipelihara dan

dikembang biakkan oleh masyarakat, statusnya merupakan titipan. Satawa ini tidak boleh dijual atau disemebelih secara bebas. Peraturan yang demikian diharapkan hanya bersifat sementara dan sewaktu-waktu dapat diubah sesuai dengan perkembangan zaman. Sementara itu, untuk lebih mendorong gairah masyarakat membudidayakan atau memelihara rusa, perlu dipikirkan beberapa kemudahan, antara lain pemberian kredit bagi yang berminat beternak rusa. Selain sistem pemeliharaan seperti yang dilakukan di Kebun Binatang atau Taman Safari, serta usaha penangkaran lainnya seperti penangkaran di Kupang (NTT), perlu pula dikembangkan sistem pemeliharaan seperti halnya peternakan kambing atau domba. Sejauh ini, peternakan rusa secara komersial belum dilakukan, walaupun usaha ke arah ini sudah mulai direncanakan seperti di Irian Jaya, Kalimantan Timur dan Sumatera (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994). Sistem pengelolaan rusa di Indonesia sampai saaat ini masih belum mengarah kepada usaha peternakan, tetapi baru pada taraf penyaluran kesenangan (hobi) saja. Tetapi dengan melihat kondisi lingkungan dan keterampilan yang ada, termasuk

63

kemungkinan pemmasaran hasil produksi peternakan rusa, maka pemeliharaan rusa untuk pengembangan usaha peternakan di Indonesia mempunyai prospek yang sangat baik.

64

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil pembahasan tersebut, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1 Rusa merupakan sumber protein hewani yang cukup besar dan belum dimanfaatkan. 2 Dari 11 jenis rusa di Indonesia, maka Cervus timorensis merupakan jenis yang paling luas penyebarannya, dari Pulau Jawa sampai ke Indonesia Bagian Timur 3 Usaha pengembang biakan rusa di Indonesia, masih terbatas pada usaha penangkaran, baik di Kebun Binatang, Taman Safari, maupun pada usaha

penangkaran dan usaha pemeliharaan lainnya, tetapi belum dikembangkan dalam bentuk usaha peternakan. 4 Usaha pemeliharaan rusa dapat dilakukan oleh masyarakat di daerah pedesaan, memerlukan manajemen pemeliharaan sederhana dan dapat dilakukan oleh rakyat, karena: a. Rusa merupakan hewan asli dari daerah Indonesia b. Rusa dapat. hidup di daerah yang beriklim kering atau panas c. Rusa mempunyai daya adaptasi tinggi baik terhadap lingkungan maupun terhadap kekurangan pakan. 5. Kemungkinan usaha peternakan rusa di Indonesia mempunyai prospek yang baik, karena harga daging, kulit dan tanduknya merupakan komoditas yang bernilai mahal. Kulit tanduk (velvet tanduk) merupakan komoditas yang dapat diekspor untuk keperluan obat-obatan tradisional 5.2 Saran Sehubungan dengan hal tersebut, dapat disarankan:

65

1 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penerapan teknologi pembudidayaan, seperti efisiensi penggunaan pakan dan prospek peternakan rusa di Indonesia, dalam usaha memenuhi kebutuhan protein hewani dan usaha peningkatan pendapatan masyarakat. 2 Usaha pengembangan peternakan rusa dilakukan secara bertahap, terutama di daerah-daerah yang sudah berpengalaman memeliharanya, walaupun masih dalam taraf kesenangan (hobi) 3 Pada tahap pertama, pemerintah perlu mengembangkan pembibitan peternakan rusa sebagai sumber bibit dan mendorong tumbuhnya peternak rusa di kalangan masyarakat atau kalangan swasta lainnya, serta perlu adanya masyarakat untuk memperoleh bibit ternak rusa. 4 Agar diperkenankan bagi pihak swasta maupun pemerintah untuk mengimpor rusa yang sudah diternakkan di negara lain, yang mudah beradaptasi dengan kondisi yang ada di Indonesia, sebagai salah satu upaya memperoleh bibit. Untuk itu perlu pengawasan kesehatan yang ketat, sehingga kemungkinan penyebaran zoonosis dan anthropozoonosis dari ternak yang berasal dari luar negeri dapat dihindari sedini mungkin. 5 Perlu dilakukan usaha menggali sumber-sumber bibit rusa asli Indonesia, melalui upaya domestikasi. 6 Perlu diperlonggar masalah ijin pemeliharaan dan pemasaran rusa seperti halnya komoditas yang sudah umum dikenal seperti: sapi, kambing dan domba 7 Perlu disediakan informasi yang cukup tentang cara pemeliharaan dan data dasar mengenai rusa khususnya rusa asli di Indonesia kemudahan bagi

66

You might also like