You are on page 1of 4

Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 2, No.

4, Juli 2003

TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK KEJIBELING (Strobilanthus crispus BL) PADA TIKUS PUTIH
B. Wahjoedi, Adjirni, dan Pudjiastuti Puslitbang Farmasi dan Obat Tradisional, Badan Litbangkes Depkes RI Abstract Sub chronic toxicity study of Kejibeling (Strobilanthus crispus BL.) ethanolic extract had been carried out on 54 male Wistar albino rats for 3 months. The test materials were administered orally, every day. The dose of the extract were 12,5 mg/100 g BW and 125 mg/100 g BW and 1 ml/100 g BW of aquadest as vehicle. The results showed that 70% ethanolic extract of kejibeling didnt show toxicological effects on the internal body organs such as liver, lung, heart, kidney, gaster and intestine. Other parameters such as Hb, SGOT, SGPT, Ureum and Creatinine of blood serum didnt show significant differences. Keywords: Herbal medicine, Strobilanthus crispus BL., sub chronic toxicity PENDAHULUAN Kencing batu adalah istilah awam yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk Penyakit Batu Saluran Kemih (PBSK) (1). PBSK merupakan suatu penyakit kronis dan penyebab terjadinya batu tersebut belum diketahui dengan pasti (2). Penyakit kencing batu merupakan suatu penyakit yang masih banyak diderita oleh sebagian masyarakat Indonesia. Dari 245 orang penderita yang dirawat pada Sub Bagian Urologi Bagian Bedah FKUI/RSCM pada periode tahun 1979-1980, lokalisasi terjadinya batu saluran kemih yang terbanyak adalah pada ginjal (37%), buli-buli (30%) dan ureter (22%), dan akibat yang ditimbulkan oleh batu saluran kemih dapat berupa obstruksi, infeksi, rasa sakit dan metaplasia (3). Penyebab terjadinya batu saluran kemih belum diketahui dengan pasti, tetapi kecenderungan terjadinya batu diketahui mengikuti suatu pola tertentu, yaitu: 1) adanya supernaturasi dari zat-zat pembentuk batu, 2) adanya faktor lain yang menyebabkan kristalisasi dari zat-zat tersebut dan 3) adanya zat-zat/kelainan yang menyebabkan kristal berkumpul menjadi batu (4). Sampai sekarang obat modern untuk pengobatan penyakit ini belum menampakkan hasil yang memuaskan. Selain itu cara pembedahan maupun pemecahan batu memakai getaran kejut mulai banyak dilakukan (5,6), namun demikian harganya sangat mahal untuk ukuran kebanyakan masyarakat Indonesia. Sebaliknya secara empirik banyak tanaman obat digunakan untuk menanggulangi penyakit kencing batu, antara lain kejibeling (Strobilanthus crispus BL.). Demikian juga banyak produk jadi obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari tanaman obat beredar di masyarakat dengan indikasi untuk menghancurkan batu saluran kemih. Untuk memperoleh data mengenai pemakaian jangka panjang kejibeling, perlu dilakukan penelitian toksisitas subkronis ekstrak kejibeling pada hewan percobaan yaitu tikus putih selama 3 bulan. Digunakan ekstrak etanol karena pada umumnya penggunaan tanaman obat supaya memperoleh dosis penggunaan yang tetap dilakukan dalam bentuk ekstrak terstandar. BAHAN DAN CARA Bahan percobaan: Kejibeling diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat, Tawangmangu. Bahan setelah dikeringkan dalam suhu sekitar 50oC, diserbukkan kemudian dibuat ekstrak kental dengan jalan maserasi dan perkolasi menggunakan pelarut etanol 70% sesuai dengan cara Farmakope Indonesia edisi 3. Hewan uji: Tikus putih jantan galur Wistar, umur dewasa muda dengan berat sekitar 160 g. Metode percobaan: Menurut cara yang biasa dilakukan di Laboratorium Farmakologi Eksperimental, Puslitbang Farmasi dan Obat Tradisional, Badan Litbang Kesehatan, Jakarta dengan mengacu pada metode WHO (7). Cara percobaan Secara acak 54 ekor tikus percobaan dibagi menjadi 9 kelompok masing-masing 6 ekor. Pada setiap 3 kelompok, masing-masing diberi bahan uji, ekstrak etanol 70% kejibeling, dosis 12,5 mg/100 g berat badan (BB) dan 125 mg/100 g BB serta aquades 1 ml/100 g BB sebagai bahan kontrol. Bahan percobaan diberikan secara oral setiap hari selama 3 bulan terus menerus. Kondisi kesehatan hewan uji diperiksa setiap hari dan seminggu sekali ditimbang berat badannya. Hewan uji diberi minum dan makanan standar untuk hewan percobaan secara cukup, diletakkan dalam kandang metabolic cage

141

Toksisitas Sub Kronis (B. Wahjoedi, dkk.)

yang dibuat dari aluminium dengan ukuran 35 cm x 25 cm x 17 cm. Setiap kandang berisi 2 ekor tikus. Minimal seminggu sekali serbuk bedding kandang tikus diganti dengan yang baru. Rancangan percobaan adalah seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Rancangan percobaan
Lama Pemberian Dosis (Bulan) Kel. Bahan Percobaan (mg/100g) 1 2 3 I Ekstr. Kejibeling 12,5 II Ekstr. Kejibeling 125 III Aquades 1 IV Ekstr. Kejibeling 12,5 V Ekstr. Kejibeling 125 VI Aquades 1 VII Ekstr. Kejibeling 12,5 VIII Ekstr. Kejibeling 125 IX Aquades 1 Keterangan : Pada akhir periode semua tikus dikorbankan

Tabel 3. Hasil pemeriksaan makroskopik organ tubuh tikus setelah 2 bulan


Kel IV Bahan Dosis J Ekstr. kejibeling Ekstr. V kejibeling VI Aquades Keterangan: N = Normal Pn = Pneumonia 12,5 125 1 N N N P Pn(3) Pn(1) Organ H G N N N N N N L N N N U N N N

J = Jantung H = Hati L = Lambung

P = Paru G = Ginjal U = Usus

Tabel 4. Hasil pemeriksaan makroskopik organ tubuh tikus setelah 3 bulan


Kel Bahan Dosis (mg/100g) J P Organ H G Sr(1) N N = Paru = Ginjal = Usus N N N L N N N U N N N

Pada bulan ke-1, ke-2 dan ke-3 pemberian bahan, masing-masing kelompok tikus dengan ekstrak kejibeling dosis 12,5 mg/100 g BB dan 125 mg/100 g BB serta aquades dikorbankan, diotopsi kemudian diperiksa ada atau tidak ada kelainan secara makroskopik dari organ-organ penting tubuhnya, antara lain jantung, paru, hati, ginjal, lambung dan usus. Dari organ-organ tersebut dibuat kupe histologi dengan cara standar menggunakan pewarnaan hematoksilin dan eosin untuk melihat ada atau tidak adanya kelainan histopatologis. Juga dilakukan pemeriksaan biokimia darah terhadap SGOT, SGPT, Ureum dan Kreatinin, serta kadar Hb darah. Analisis data menggunakan t-test. HASIL Hasil percobaan toksisitas subkronis ekstrak kejibeling selama 3 bulan dicantumkan dalam Tabel 2 s/d 10. Tabel 2. Hasil pemeriksaan makroskopik organ tubuh tikus setelah 1 bulan
Kel I Bahan Dosis (mg/100g) 12,5 125 1 J N N N P Pn(2) Pn(2) Pn(4) Organ H G N N N N N N L N N N U N N N

Ekstr. VII 12,5 N Pn(1) kejibeling Ekstr. VIII 125 N N kejibeling IX Aquades 1 N Cal(1) Keterangan: N = Normal J = Jantung P Pn = Pneumonia H = Hati G Sr = Sarang Radang L = Lambung U Cal = Kalsikosis

Tabel 5. Hasil pemeriksaan histopatologi organ tubuh tikus setelah 1 bulan


Kel I II Bahan Ekstr. kejibeling Ekstr. kejibeling Aquades Dosis (mg/100g) 12,5 125 J T(6) T(6) P Pn(6) Pn(6) Organ H G T(1) T(6) T(2) DL(2) B(1) DL(6) T(6) L T(2) AE(4) AE(6) U T(2) AE(1) T(4) AE(2) AE(6)

III

T(6)

Pn(6)

T(6)

AE(6)

Keterangan: T = Tdk Ada Kelainan Pn = Pneumonia DL = Degenerasi Lemak AE = Akumulasi Eosinofil

J = Jantung H = Hati L = Lambung

P = Paru G = Ginjal U = Usus

Tabel 6. Hasil pemeriksaan histopatologi organ tubuh tikus setelah 2 bulan


Kel IV V VI Bahan Ekstr. kejibeling Ekstr. kejibeling Aquades Dosis (mg/100g) 12,5 125 1 J T(6) T(5) PC(1) T(6) P T(6) Pn(6) Pn(6) Organ H G DL(4) T(6) Hn(1) DL(6) T(6) DL(6) T(6) L T(6) T(5) AE(3) T(6) U T(6) T(3) AE(3) T(6)

Ekstr. kejibeling Ekstr. II kejibeling III Aquades Keterangan: N = Normal Pn = Pneumonia

J = Jantung H = Hati L = Lambung

P = Paru G = Ginjal U = Usus

Keterangan: T = Tdk Ada Kelainan Pn = Pneumonia DL = Degenerasi Lemak AE = Akumulasi Eosinofil

J = Jantung H = Hati L = Lambung

P = Paru G = Ginjal U = Usus

142

Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 2, No. 4, Juli 2003

Tabel 7. Hasil pemeriksaan histopatologi organ tubuh tikus setelah 2 bulan


Kel VII VIII IX Bahan Ekstr. kejibeling Ekstr. kejibeling Aquades Dosis (mg/100g) 12,5 125 1 Organ J T(6) T(6) T(6) J H L P Pn(6) T(6) T(6) H T(0) DL(4) T(2) DL(4) T(2) DL(4) G T(1) MP(4) T(6) T(6) P G U L T(2) AE(2) AE(6) AE(6) = Paru = Ginjal = Usus U T(6) T(5) AE(1) T(6)

Keterangan: T = Tdk Ada Kelainan Pn = Pneumonia DL = Degenerasi Lemak AE = Akumulasi Eosinofil

= Jantung = Hati = Lambung

Tabel 8. Hasil pemeriksaan biokimia darah tikus setelah 2 bulan


Kel A B C N 6 6 6 Bahan Ekstr. kejibeling Ekstr. kejibeling Aquades
Dosis (mg/100g)

Hb (g/dl) 13,35 12,79 13,25

SGOT mg/dl 81,84 83,86 85,85

SGPT mg/dl 45,68 47,70 47,74

Ureum mg/dl 32,61 24,57 30,30

Kreatinin mg/dl

12,5 125 1

0,58 0,54 0,59

Keterangan: N= Jumlah tikus

Tabel 9. Hasil pemeriksaan biokimia darah tikus setelah 3 bulan


Kel A B C N 6 6 6 Bahan Ekstr. kejibeling Ekstr. kejibeling Aquades Dosis (mg/100g) 12,5 125 1 Hb (g/dl) SGOT mg/dl 90,61 98,61 82,19 SGPT mg/dl 53,78 66,80 49,09 Ureum mg/dl 28,33 29,71 28,75 Kreatinin mg/dl 0,63 0,66 0,62

Keterangan: N= Jumlah tikus

Tabel 10. Hasil penimbangan berat badan tikus percobaan selama 3 bulan Kel
A B

N
6 6

Bahan
Ekstr. kejibeling Ekstr. kejibeling Aquades

Dosis (mg/100g)
12,5 125

1
171 198 156

2
186 212 176

3
200 215 180

4
202 223 193

5
204 225 195

Minggu ke-: 7 8
223 239 205 225 244 210

9
232 259 211

10
230 262 212

11
233 263 217

12
240 263 222

13
242 265 219

213 231 201

C 6 1 Keterangan: N = Jumlah tikus

PEMBAHASAN Penelitian toksisitas subkronis dilakukan menurut cara yang biasa dilakukan di laboratorium farmakologi eksperimental Puslitbang Farmasi, Badan Litbangkes. Dengan acuan cara WHO, metode ini dapat diandalkan karena sudah sering melakukan

sehingga secara teknis tidak menjadi masalah. Hal lain yang perlu dikemukakan di sini adalah penggunaan parameter pemeriksaan biokimia darah, yaitu SGOT, SGPT, ureum dan kreatinin serta hemoglobin darah (Hb) untuk mengetahui bahwa sebelum bahan uji berpengaruh pada organ-organ

143

Toksisitas Sub Kronis (B. Wahjoedi, dkk.)

penting tubuh hewan uji, tentu menimbulkan reaksi lebih dahulu pada kualitas peredaran darahnya. Secara ideal seharusnya dilakukan berbagai parameter pemeriksaan biokimia darah dan gambaran darah normal secara lengkap. Namun demikian parameter yang digunakan dalam penelitian ini untuk pemeriksaan biokimia darah cukup memadai terutama pengaruhnya pada organ hati dan ginjal. Penelitian menggunakan hewan uji dewasa muda dalam arti masih dalam proses pertumbuhan sehingga dapat diketahui secara langsung dan optimal pengaruh bahan uji dengan menggunakan parameter pengamatan atau penimbangan berat badan selama percobaan. Ternyata hasil percobaan terlihat bahwa berat badan hewan uji selama penelitian 3 bulan tidak menurun, bahkan bertambah (Tabel 10), demikian juga pengamatan kesehatan setiap hari tidak menunjukkan gejala-gejala gangguan kesehatan Ini berarti bahwa selama penelitian berlangsung kondisi hewan uji dalam keadaan sehat. Pada pemeriksaan makroskopik organ-organ penting tubuh hewan uji, yaitu jantung, paru, hati, ginjal, lambung dan usus, baik pada bulan pertama, kedua maupun ketiga pemberian bahan uji, tidak ditemukan kelainan spesifik atau masih dalam batasbatas normal. Pada beberapa tikus ditemukan dalam keadaan menderita pneumonia, kalsikosis dan sarang radang pada parunya, belum merupakan kelainan yang berhubungan dengan bahan uji. Dan ternyata berdasarkan hasil pemeriksaan histologi ditemukan lesi yang paling umum adalah bronchopneumonia. Lesi ini ditemukan juga pada hampir semua tikus dan ditandai dengan infiltrasi sel radang, terutama limfosit, makrofag dan kadang-kadang sel raksasa di sekitar bronchiolus. Pada beberapa tikus terdapat infiltrasi neutrofil pada alveoli dan jaringan interstitial dan pulmonary edema. Lesi ini kemungkinan disebabkan oleh virus atau mikoplasma dan jelas tidak ada hubungannya dengan perlakuan. Pada lambung dan kadang-kadang usus terdapat infiltrasi eosinofil yang cukup hebat. Lesi semacam ini biasanya disebabkan oleh cacing. Kemungkinan cacing ini bermigrasi dari lambung atau usus ke hati. Lesi pada lambung dan usus ini tidak ada hubungannya dengan perlakuan, karena ditemukan juga pada kelompok kontrol dan perlakuan lain. Lesi pada hati berupa degenerasi lemak (fatty changes), pertambahan sel Kuppfer, single cell,

necrosis dan sebagainya, adalah lesi yang sangat ringan dan juga tidak berhubungan dengan perlakuan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemeriksaan parameter biokimia darah maupun hemoglobin, ternyata selama penelitian nilai SGOT, SGPT, ureum dan kreatinin, tidak terlihat perbedaan yang nyata antara kelompok yang diberi bahan uji dan kontrol pada P=5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak kejibeling dosis 12,5 mg/100 g bb dan 125 mg/100 g bb yang diberikan terus-menerus setiap hari secara oral selama 3 bulan pada tikus percobaan , tidak menimbulkan keracunan atau kerusakan pada organorgan penting hewan uji , antara lain jantung, paru, hati, ginjal, lambung dan usus. KESIMPULAN Ekstrak etanol 70% daun kejibeling yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat Tawangmangu pada penelitian toksisitas subkronis pada tikus percobaan yang diberikan setiap hari, dengan dosis 12,5 mg/100 g berat badan dan 125 mg/100 g berat badan selama 3 bulan, cukup aman, tidak menyebabkan keracunan maupun kerusakan organ-organ penting, seperti jantung, paru, hati, ginjal, lambung dan usus. DAFTAR PUSTAKA 1. Sudarman, M, dan Harsono, R, 1968, Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang, PT Karya Wreda, Cetakan II. 2. Rahardjo, D dan Firdaoessaleh 1987, Pengelolaan Batu Ginjal. MKI Vol. 37, No. 9, 30 September: 469-472. 3. Rahardjo, D dan Firdaoessaleh 1987, Aspek Bedah Batu Saluran Kemih. MKI, Vol. 37, No.9, 30 September: 471-476. 4. Rahardjo, D 1987, Usaha-usaha Pencegahan Kemungkinan Residif Setelah Pembedahan Batu Saluran Kemih yang Dapat Dilakukan oleh Dokter Bedah. MKI, Vo. 37, No.9, 30 September: 477-480. 5. Heryanto, J., 1988, Batu Ginjal, Cermin Dunia Kedokteran, No. 48: 35-37. 6. Smith, K 1987, General Urology 10th. Ed. Lange Medical Los Altos, California: 207-241. 7. WHO 1975, General Guide to periode of administration in toxicological studies, Technical Report Series No. 563: 22.

144

You might also like