You are on page 1of 7

ASKEP STRUMA LAPORAN PENDAHULUAN STRUMA A. KONSEP MEDIK 1.

Pengertian struma nodosa non toksik Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik te raba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme. (Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal. 461, FKUI, 1987). 2. Anatomi fisiologi kelenjar tyroid a. Anatomi Kelenjar tyroid terdiri dari dua lobus yang berkapsul, yang terletak di sebelah kanan dan kiri trakea. Kedua lobus dihubungkan oleh isthmus yang menyilang trake a sedikit di bawah kartilago krikoid. Berat kelenjar tyroid normal pada orang de wasa adalah sekitar 15 20 gram. Setiap lobus mempunyai diameter vertikal 2 3 cm dan tebal 1 cm. Volume kelenjar tyroid dapat diperkirakan antara 10 30 cm pada o rang normal. b. Fisiologi Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu tiroksin (T4). Bentuk akt if hormon T4. bentuk aktif ini adalah trydotironin (T3), yang sebagian besar ber asal dari konversi hormon T4, di perifer dan sebagian kecil langsung dibentuk ol eh kelenjar tyroid. Kelenjar tyroid terdiri dari folikel-fiolikel yang berisi la rutan koloid. Hormon ini merangsang penggunaan O2 pada kebanyakan sel tubuh, men gatur metabolisme lemak, hidrat arang dan sangat diperlukan untuk pertumbuhan. F ungsi kelenjar tyroid dipengaruhi oleh TSH (tyroid stimulating hormon) dari hipo fisis anterior. Apabila TSH menurun dapat terjadi atropi tyroid dan apabila TSH meningkat, hormon tyroid juga meningkat yang kemudian melalui mekanisme feed bac k akan menekan fungsi hypofisis. Sebaliknya apabila hormon tyroid berkurang akan merangsang hypofisis untuk mengeluarkan TSH lebih banyak. Oleh karena itu apabi la hormon tyroid berkurang akan mengakibakan hyperplasia dan pembesaran kelenjar tyroid. Proses hyperplasia cenderung lokal dan tersebar, sehingga menimbulkan b enjolan-benjolan (noduli). 3. Etiologi Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor peny ebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain : a. Defisiensi iodium Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi a ir minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan. b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid. c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, loba k, kacang kedelai). d. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfo nylurea dan litium). 4. Patofisiologi Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormo n tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi da rah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dio ksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh TSH kemudian disatukan menj adi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk d alam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi TSH dan b ekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hor mon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis , pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) d an melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenj ar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid. 5. Gejala-gejala Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kel enjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, ak

an menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. 6. Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan tidak toks ik, melalui : a. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensiny a kenyal. b. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodoti ronin) dalam batas normal. c. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nod ul. d. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsi yang hanya dapat dilakuka n oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman. 7. Penatalaksanaan a. Pencegahan Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemi k sedang dan berat. Edukasi Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan memas yarakatkan pemakaian garam beriodium. Penyuntikan lipidol Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diber i suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di at 0,8 cc. as enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc b. Tindakan operasi Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila p engobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ sekit arnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai. B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, penulis menggunakan pedoman asuhan kepera watan sebagai dasar pemecahan masalah pasien secara ilmiah dan sistematis yang m eliputi tahap pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan dan eval uasi keperawatan. 1. Pengkajian Pengkajian merupakan langkah awal dari dasar dalam proses keperawatan secara kes eluruhan guna mendapat data atau informasi yang dibutuhkan untuk menentukan masa lah kesehatan yang dihadapi pasien melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik meliputi : a. Aktivitas/istirahat Data subyektif : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat. Data obyektif : atrofi otot. b. Eliminasi Data subyektif : urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare. c. Integritas ego Data subyektif : mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik. Data obyektif : emosi labil, depresi. d. Makanan/cairan Data subyektif : kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, ma kan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah. Data obyektif : pembesaran tyroid, goiter. e. Rasa nyeri/kenyamanan Data subyektif : nyeri orbital, fotofobia. f. Pernafasan Data subyektif : frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru ( pada krisis tirotoksikosis). g. Keamanan Data subyektif : tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alerg i terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan). Data obyektif : suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat d an kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi

pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibi al) yang menjadi sangat parah. h. Seksualitas Data subyktif : libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impot ensi. Setelah kseluruhan data terkumpul, selanjutnya dikelompokkan menjadi dua kelompo k yaitu : a. Data subyektif Data subyektif mencakup gangguan koordinasi insomnia, perubahan pola eliminasi, kemampuan untuk menangani tekanan-tekanan (stress), penurunan berat badan, nafsu makan meningkat, nyeri orbital, frekuensi pernafasan meningkat, daya penyesuaia n terhadap panas dan dingin, libido menurun. b. Data obyektif Hal ini ditandai dengan adanya atropi otot, emosi labil, depresi, pembesaran tir oid, goiter, peningkatan suhu di atas 37,40 C, diaphoresis, sifat dan ciri-ciri tubuh, keadaan rambut termasuk kualitasnya serta keadaan mata. Langkah selanjutnya adalah penentuan diagnosa keperawatan yang merupakan suatu p ernyataan dan masalah pasien secara nyata maupun potensial berdasarkan data yang terkumpul. Diagnosa keperawatan pada pasien dengan struma nodosa nontoksis khus usnya post operai dapat dirumuskan sebagai berikut ; a. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan denga n obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal, ditandai deng an : Data subyektif : sakit menelan, nyeri luka operasi. Data obyektif : pernafasan cepat dan dalam, ada sekret/lendir. b. Gamgguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan lar ing, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan, ditandai dengan : Data subyektif : pembengkakan pada jaringan keronkongan, rasa nyeri pada luka, p asien tidak merasa nyaman, sakit menelan. c. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, ra ngsangan pada sistem saraf pusat, ditandai dengan : Data subyektif : pernafasan cepat (takipnea), nyeri luka operasi. Data obyektif : peningkatan suhu tubuh, takikardi, cyanosis, kejang, mati rasa, dan infeksi pada luka operasi. d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi, ditandai dengan : Data subyektif : bertanya, meminta informasi, pernyataan salah konsepsi. Data obyektif : tidak mengikuti instruksi/terjadi komplikasi yang dapat dicegah. 2. Perencanaan keperawatan/intervensi Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan yang akan dilaksanaka n untuk menanggulangi masalah pasien sesuai diagnosa keperawatan yang telah dite ntukan dengan tujuan utama memenuhi kebutuhan pasien. Berdasarkan diagnosa keper awatan yang diuraikan di atas, maka disusunlah rencana keperawatan/intervensi se bagai berikut : a. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan denga n obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laryngeal, ditandai deng an : - Data subyektif : sakit menelan, nyri luka operasi. - Data obyektif : pernafasan cepat dan dalam, ada sekret/lendir yang kental di k erongkongan, dyspnoe, stridor, cyanosis. Tujuan yang ingin dicpai sesuai kriteria hasil : - Mempertahankan jalan nafas paten dengan mencegah aspirasi. Rencana tindakan/intervensi 1.) Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja pernafasan. Rasional : Pernafasan secara normal kadang-kadang cepat, tetapi berkembangnya distres pada pernafasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau perdarahan. 2.) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi. Rasional :

Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme laringeal yang membutuhkan eva luasi dan intervensi yang cepat. 3.) Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara. Rasional : Indikator obstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi dan intervens i segera. 4.) Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher, menyokog kepala denga n bantal. Rasional : Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan. 5.) Bantu dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau batuk efektif ses uai indikasi. Rasional : Mempertahankan kebersihan jalan nafas dan evaluasi. Namun batuk tidak dianjurkan dan dapat menimbulkan nyeri yang berat, tetapi hal itu perlu untuk membersihkan jalan nafas. 6.) Lakukan pengisapan lendir pada mulut dan trakea sesuai indikasi, catat warna dan karakteristik sputum. Rasional : Edema atau nyeri dapat mengganggu kemampuan pasien untuk mengeluarkan dan member sihkan jalan nafas sendiri. 7.) Lakukan penilaian ulang terhadap balutan secara teratur, terutama pada bagia n posterior Rasional : Jika terjadi perdarahan, balutan bagian anterior mungkin akan tampak kering kare na darah tertampung/terkumpul pada daerah yang tergantung. 8.) Selidiki kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral. Rasional : Merupakan indikasi edema/perdarahan yang membeku pada jaringan sekitar daerah op erasi. 9.) Pertahankan alat trakeosnomi di dekat pasien. Rasional : Terkenanya jalan nafas dapat menciptakan suasana yang mengancam kehidupan yang m emerlukan tindakan yang darurat. 10.) Pembedahan tulang Rasional : Mungkin sangat diperlukan untuk penyambungan/perbaikan pembuluh darah yang menga lami perdarahan yang terus menerus. b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan sar af laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan, ditandai dengan : - Data subyektif : pembengkakan pada jaringan kerongkongan, rasa nyeri pada luka , pasien tidak merasa nyaman, sakit menelan. - Data obyektif : tidak dapat berbicara, menggunakan bahasa isyarat. Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil : - Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami. Rencana tindakan/intervensi 1.) Kaji fungsi bicara secara periodik. Rasional : Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena pemb edahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa hari kerusakan saraf me netap dapat terjadi kelumpuhan pita suara atau penekanan pada trakea. 2.) Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban ya atau tidak. Rasional : Menurunkan kebutuhan berespon, mengurangi bicara. 3.) Memberikan metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis, ke rtas tulis/papan gambar. Rasional : Memfasilitasi eksprsi yang dibutuhkan. 4.) Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien secara teratur.

Rasional ; Menurunnya ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunias. 5.) Beritahu pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan jawablah bel panggi lan dengan segera. Rasional : Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang diketahu i/memerlukan bantuan. 6.) Pertahankan lingkungan yang tenang. Rasional : Meningkatkan kemampuan mendengarkan komunikasi perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang harus diucapkan pasien untuk dapat didengarkan. c. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, ra ngsangan pada sistem saraf pusat, ditandai dengan : - Data subyektif : pernafasan cepat (takipnea), nyeri luka operasi. - Data obyektif : peningkatan suhu tubuh, tachicardi, cyanosis, kejang, mati ras a dan infeksi pada luka operasi. Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil : - Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol. Rencana tindakan/intervensi 1.) Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140 200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru). Rasional : Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan peningkatan pengeluara n hormon yang menyebabkan krisis tyroid. 2.) Evaluasi reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya g erakan tersentak, adanya kejang, prestesia. Rasional : Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 7 hari pasca ope rasi dan merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dar i trauma yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar para tiroid selama pembedahan. 3.) Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang rendah. Rasional : Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang. 4.) Memantau kadar kalsium dalam serum. Rasional : Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti. 5.) Kolaborasi Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat). Rasional ; Memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menja di permanen. d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan bedah terhadap jaringa n/otot dan paska operasi ditandai dengan : - Data subyektif : nyeri luka operasi, sakit menelan. - Data obyektif : lendir kental di kerongkongan, edema sekitar luka operasi. Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil : - Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan mengadakan rela ksasi dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi. Rencana tindakan/intervensi : 1.) Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, i ntensitas (skala 0 10) dan lamanya. Rasional : Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan e fektivitas terapi. 2.) Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/leher dengan bant al pasir/bantal kecil. Rasional : Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas gari jahitan.

3.) Pertahankan leher/kepala dalam posisi netral dan sokong selama perubahan pos isi. Instruksikan pasien menggunakan tangannya untuk menyokong leher selama perg erakan dan untuk menghindari hiperekstensi leher. Rasional : Mencegah stress pada garis jahitan dan menurunkan tegangan otot. 4.) Letakkan bel dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah. Rasional : Membatasi ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi. 5.) Berikan minuman yang sejuk/makanan yang lunak ditoleransi jika pasien mengal ami kesulitan menelan. Rasional : Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien mengalam i kesulitan menelan. 6.) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, musik yang lembut, relaksasi progresif. Rasional : Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif. 7.) Kolaborasi Beri obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai kebutuhannya. 8.) Berikan es jika ada indikasi Rasional : Menurunnya edema jaringan dan menurunkan persepsi terhadap nyeri. e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis dan kebutu han tindakan berhubungan dengan tidak mengungkapkan secara terbuka/mengingat kem bali, setelah menginterpretasikan konsepsi. - Data subyektif : bertanya, meminta informasi, pernyataan salah konsepsi. - Data obyektif : tidak mengikuti instruksi, terjadinya komplikasi yang dapat di cegah. Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil : - Adanya saling pengertian tentang prosedur pembedahan dan penanganannya, berpar tisipasi dalam program pengobatan, melakukan perubahan gaya hidup yang perlu. Rencana tindakan/intervensi : 1.) Tinjau ulang prosedur pembedahan dan harapan selanjutnya. Rasional ; Member pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat keputusan sesuai informasi. 2.) Diskusikan kebutuhan diet yang seimbang, diet bergizi dan bila dapat mencaku p garam beriodium. Mempercepat penyembuhan dan membantu pasien mencapai berat badan yang sesuai den gan pemakaian garam beriodium cukup. 3.) Hindari makanan yang bersifat gastrogenik, misalnya makanan laut yang berleb ihan, kacang kedelai, lobak. Rasional : Merupakan kontradiksi setelah tiroidiktomi sebab makanan ini menekan aktivitas t yroid. 4.) Identifikasi makanan tinggi kalsium (misalnya : kuning telur, hati) Rasional : Memaksimalkan suplay dan absorbsi jika fungsi kelenjar paratiroid terganggu. 5.) Dorong program latihan umum progresif Rasional : Latihan dapat menstimulasi kelenjar tyroid dan produksi hormon yang memfasilitas i pemulihan kesejahteraan. 3. Pelaksanaan keperawatan Pelaksanaan keperawatan merupakan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah dirumuskan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dengan menggun akan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Dalam melaksanakan keperawatan , haruslah dilibatkan tim kesehatan lain dalam tindakan kolaborasi yang berhubun gan dengan pelayanan keperawatan serta berdasarkan atas ketentuan rumah sakit.

4. Evaluasi Evaluasi merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan yang menilai tingkat keberhasilan dari asuhan keperawatan yang telah Dari rumusan seluruh rencana keperawatan serta impelementasinya, evaluasi ini akan difokuskan pada : a. Apakah jalan nafas pasien efektif? b. Apakah komunikasi verbal dari pasien lancar? c. Apakah tidak terjadi tanda-tanda infeksi? d. Apakah gangguan rasa nyaman dari pasien dapat terpenuhi? e. Apakah pasien telah mengerti tentang proses penyakitnya serta tan dan pengobatannya? DAFTAR PUSTAKA

bertujuan untuk dilaksanakan. maka pada tahap

tindakan perawa

Doenges E. Marylnn, et all, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi Ketiga, Pe nerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. Engram Barbara, (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 3, Penerb it : Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. Henderson M. A, Ilmu Bedah Untuk Perawat, Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta. Junadi Burnawan, (1982), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Kedua, Media Aeusculap ius, FKUI, Jakarta. Moelianto Djoko R, (1996), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Ketiga, Balai Penerbit FKUI Jakarta. __________________, (1987), Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, EGC, Jakar ta

You might also like