You are on page 1of 23

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kesehatan neonatus merupakan agenda uta ma di negara-negara sedang berkembang. Secara global 5 juta neonatus meninggal setiap tahunnya, 98% di antaranya terjadi di negara-negara sedang berkembang. Angka kematian bayi 50% terjadi pada periode neonatus dan 50% di antaranya terjadi pada minggu 1 kehidupan. Penyebab langsung mortalitas pada neonatus adalah sepsis, asfiksia neonatorum, trauma lahir, prematuritas dan malfor masi kongenital. Mayoritas kematian neonatus terjadi di antara bayi-bayi dengan berat lahir rendah. Lebih dari sepertiga dari empat juta bayi meninggal di dunia setiap tahunnya yang disebabkan oleh infeksi berat dan 25% dari 1000 bayi yang meninggal dikarenakan sepsis neonatorum.1 Sepsis pada bayi baru lahir (sepsis neonatal) masih merupakan masalah yang belum dapat terpecahkan dala m pelayanan dan perawatan bayi baru lahir. Di Negara berkembang, ha mpir sebagian besar bayi baru lahir yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Hal yang sa ma ditemukan di Negara maju pada bayi yang dirawat di unit perawatan intensif bayi baru lahir. Di sa mping morbiditas, mortilitas yang tinggi ditemukan pula pada penderita sepsis bayi baru lahir. Dala m laporan WHO yang dikutip Child Health R esearch Project Spesial Report : reducing perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukan bahwa 42% kematian bayi baru lahir terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernapasan, tetanus neonatorum, sepsis dan infeksi

gastrointestinal. Di sa mping tetanus neonatorum, case fatality rate yang tinggi ditemukan pada sepsis neonatorum. Hal ini terjadi karena banyak faktor resiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat di cegah dan ditanggulangi.2 Angka kejadian/insiden sepsis di negara yang sedang berkembang masih cukup tinggi (18 pasien/1000 kelahiran) dibanding dengan negara maju (1 -5 1

pasien /1000 kelahiran). Kejadian sepsis juga meningkat pada bayi kurang bulan (BKB) dan berat badan lahir rendah (BBLR). Pada bayi berat lahir a mat rendah (<1000 g) kejadian sepsis terjadi pada 26 perseribu kelahiran dan keadaan ini berbeda ber makna dengan bayi berat lahir antara 1000 2000 g yang angka kejadiannya antara 8-9 perseribu kelahiran. Demikian pula resiko kematian BBLR penderita sepsis lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi cukup bulan.2 Secara Nasional kejadian/insiden sepsis neonatorum belum ada. Laporan angka kejadian di Rumah Sakit menunjukkan jauh lebih tinggi khususnya bila Rumah Sakit tersebut merupakan rujukan. Di RS Cipto Mangunkusumo misalnya, angka kejadian sepsis neonatal memperlihatkan angka yang tinggi dan mencapai 13,7 % sedangkan anngka kematian mencapai 14 %.2 Walaupun infeksi bakterial berperan penting dalam sepsis neonatal, tetapi infeksi virus perlu dipertimbangkan. Dari pengumpulan data sela ma 5 tahun terakhir, Shattuck (1992) melaporkan bahwa selain infeksi bakteri, infeksi virus khususnya enterovirus berperan pula sebagai penyebab sepsis/meningitis neonatal. Dari tahun ke tahun insiden sepsis tidak banyak mengala mi perbaikan, sebaliknya angka kematian memperlihatkan perbaikan yang ber makna. Di Inggris, angka kematian sepsis neonatal pada tahun 1985 1987 (25 30%) menunjukkan penurunan yang ber makna dibanidingkan dengan tahun 1996 1997 (menjadi 10%). Hal ini terjadi karena knemajuan teknologi kedokteran serta penemuan berbagai maca m antibiotika baru. Perbaikan angka kematian ini tidak disertai dengan perubahan insiden sepsis pada waktu tersebut.2

B. Tujuan Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memperoleh infor masi ilmiah tentang sepsis neonatorum yang meliputi definisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi, gejala klinis, faktor resiko, diagnosis, perawatan, prognosis, dan pencegahannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi Sepsis neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada bayi dala m 28 hari perta ma setelah kelahiran. Menurut DEPKES, sepsis neonatorum adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi sela ma satu bulan perta ma kehidupan. Bakteri, virus, ja mur, dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. Pendapat lain mengatakan sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dala m darah. Perjalanan penyakit sepsis dapat berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang memadai sehingga neonatus dapat meninggal dala m waktu 24 sa mpai 48 hari. Sepsis neonatorum adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dala m cairan tubuh seperti darah, sumsu m tulang atau air kemih. Keadaan ini sering terjadi pada bayi beresiko misalnya pada BKB, BBLR, Bayi dengan sindrom gangguan napas, atau bayi yang lahir dari ibu beresiko.2 Sejak adanya kosensus dari American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine (ACCP/SCCM) telah timbul berbagai istilah dan definisi di bidang infeksi yang banyak pula dibahas pada kelompok bayi baru lahir dan penyakit anak. Istilah/definisi tersebut antara lain:2 Sepsis merupakan sindrom respons infla masi sistemik (Systemic

inflammatory respons syndrome-SIRS) yang terjadi sebagai akibat infeksi bakteri, virus, ja mur ataupun parasit. Sepsis berat adalah keadaan sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskuler dan gangguan napas akut atau terdapat gangguan dua organ lain (seperti neurologi, hematologi, urogenital, dan hepatologi)

Syok sepsis terjadi apabila bayi masih dala m keadaan hipoter mi walaupun telah mendapatkan cairan adekuat

Sindroma disfungsi multi organ terjadi apabila bayi tidak ma mpu lagi mempertahankan homeostasis tubuh sehingga terjadi perubahan fungsi dua atau lebih organ tubuh.

B. Klasifikasi Dari sisi waktu terjadinya, sepsis dibagi menjadi dua yaitu:2 Sepsis awitan dini atau infeksi perinatal kelainan ditemukan pada hari-hari perta ma kehidupan (umur dibawah 3 hari). Infeksi terjadi secara vertical karena penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu sela ma persalinan atau kelahiran. Sepsis awitan la mbat atau infeksi neonatal disebabkan kuman yang berasal dari lingkungan disekitar bayi setelah hari ke tiga lahir. Proses infeksi semaca m ini disebut juga infeksi dengan trans misi horizontal dan ter masuk didala mnya infeksi karena kuman nosokomial. Selain perbedaan waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi juga berbeda dalam maca m kuman penyebab infeksi. Selanjutnya baik patogenesis, ga mbaran klinis ataupun penatalaksanaan penderita tidak banyak berbeda dan sesuai dengan perjalanan sepsisnya yang dikenal dengan cascade sepsis.2

C. Etiologi Etiologi terjadinya sepsis pada neonatus adalah dari bakteri.virus, ja mur dan protozoa. Penyebab yang paling sering dari sepsis awitan dini adalah Streptokokus grup B dan bakteri enterik yang didapat dari saluran kela min ibu. Sepsis awitan lanjut dapat disebabkan oleh Streptokokus Grup B (SGB), Virus Herpes Simplek (HSV), Enterovirus dan E.coli. Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah, Candida dan Stafilokokus koagulase-negatif (CONS), merupakan patogen yang paling umum pada sepsis awitan lanjut.3 4

Bakteri gram positif


o Streptokokus grup B penyebab paling sering. o Stafilokokus koagulase negatif merupakan penyebab uta ma

bakterimia nosokomial.
o Streptokokus bukan grup B. y

Bakteri gram negatif o Escherichia coli Kl penyebab nomor 2 terbanyak. o H. influenzae.


o Listeria monositogenes. o Pseudomonas o Klebsiella. o Enterobakter. o Salmonella. o Bakteria anaerob. o Gardenerella vaginalis.

Walaupun jarang terjadi, terhisapnya cairan amnion yang terinfeksi dapat menyebabkan pneumonia dan sepsis dala m rahim, ditandai dengan distres janin atau asfiksia neonatus. Pemaparan terhadap patogen saat persalinan dan dala m
3 ruang perawatan atau di masyarakat merupakan mekanis me infeksi setelah lahir.

D. Patofisiologi dan Patogenesis Sela ma dala m kandungan relatif a man terhadap konta minasi kuman karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput a mnion, khorion, dan beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian kemungkinan konta minasi kuman dapat timbul melalui berbagai jalan yaitu :2 1. infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin. Keadaan ini ditemukan pada infeksi TORCH, Trieponema Pallidum atau Listeria dll.

2. prosedur obstetri yang kurang memperlihatkan faktor aseptik/antiseptik misalnya saat penga mbilan contoh darah janin, bahan villi khorion atau amniosintesis.paparan pada cairan a mnion saat prosedur dilakukan akan menimbulkan a mnionitis dan pada akhirnya terjadi konta minasi kuman pada janin. 3. pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan dala m infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dala m rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernapasan ataupun saluran cerna. Kejadian konta minasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-24 ja m. Setelah lahir, kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik karena infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan bayi, bayi yang mendapat prosedur neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam ventilator, kurang memperhatikan tindakan a/antisepsis, rawat inap yang terlalu la ma dan hunian terlalu padat, dll.2 Sepsis biasanya akan dimulai dengan adanya respon sistemik tubuh dengan ga mbaran proses infla masi, koagulopati, gangguan fibrinolisis yang selanjutnya menimbulkan gangguan sirkulasi dan perfusi yang berakhir dengan gangguan fungsi organ. Berlainan dengan pasien dewasa, pada bayi baru lahir terdapat berbagai tingkat defisiensi sistem pertahanan tubuh, sehingga respons sistemik pada janin dan bayi baru lahir akan berlainan dengan pasien dewasa. Sebagai contoh, pada infeksi awitan dini respon sistemik pada bayi baru lahir mungkin terjadi saat bayi masih dala m kandungan. Keadaan ini dikenal dengan fetal inflammatory response syndrome (FIRS), yaitu infeksi janin atau bayi baru lahir terjadi karena perjalanan infeksi kuman vagina ( ascanding infaction) atau infeksi yang menjalar secara hematogen dari ibu yang menderita infeksi. Dengan demikian konsep infeksi pada bayi baru lahir, khususnya pada infeksi awitan dini, perjalanan penyakit ber mula dengan FIRS kemudian sepsis, sepsis berat, syok septik/renjatan septik, disfungsi multi organ dan akhirnya kematian.2

Pada infeksi awitan la mbat perjalanan penyakit infeksi tidak berbeda dengan definisi pada anak. Dengan demikian, definisi sepsis neonatal ditegakkan apabila terdapat keadaan SIRS/FIRS yang dipicu infeksi baik berbentuk tersangka (suspected) infeksi ataupun terbukti (proven) infeksi. Selanjutnya dikemukakan, sepsis bayi baru lahir ditegakkan bila ditemukan satu atau lebih kriteria FIRS/SIRS yang disertai ga mbaran klinis sepsis.2 Ga mbaran klinis sepsis bayi baru lahir tersebut bervariasi, karena itu kriteria diagnostik harus pula mencakup pemeriksaan penunjuang baik pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya. Kriteria tersebut terkait dengan perubahan yang terjadi dala m perjalanan penyakit infeksi. Perubahan tersebut dapat dikelompokkan dala m berbagai variabel, antara lain variabel klinik, variabel hemodina mik, variabel perfusi jaringan, dan variabel inflamasi. Berbagai variable infla masi tersebut di atas merupakan respons sistemik yang ditemukan pada keadaan FIRS/SIRS. 2,4 Dala m system imun, salah satu respon sistemik yang penting pada pasien FIRS/SIRS adalah pembentukan sitokin. Sitokin yang terbentuk dala m proses infeksi berfungsi sebagai regulator reaksi tubuh terhadap infeksi, infla masi atau trauma. Jumlah sitokin yang terkait dengan SIRS terus berta mbah dan mencakup faktor nekrosis tumor (TNF), interleukin (IL)-1,-6, dan -8, factor pengaktif trombosit (platelet activating factor [PAF]) dan interferon. Sebagian sitokin (proinflammatory cytokine seperti IL-1, IL-2 dan TNF-) dapat memperburuk keadaan penyakit tetapi sebagian lainnya (anti-inflammatory cytokine seperti IL-4 dan IL10) bertindak mereda m infeksi dan mempertahankan homeostasis organ vital tubuh. 2,5 Baik sendirian ataupun kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin proradang memicu respons fisiologis untuk menghentikan penyerbu (invader) mikroba. Respons ini adalah: (1) aktivasi system komplemen; (2) aktivasi faktor Hagena m (faktor XII), yang kemudian mencetuskan tingkatan-tingkatan koagulasi; (3) pelepasan hor mon adrenokortikotropin dan beta-endorfin; (4) rangsangan neutrofil polimorfonuklear; dan (5) rangsangan sistem kalikrein-kinin.

TNF

dan

mediator

radang

lain

meningkatkan

per meabilitas

vascular,

menimbulkan kebocoran kapiler difus, mengurangi tonus vaskuler, dan terjadi ketidakseimbangan antara perfusi dan kenaikan kebutuhan metabolik jaringan.5 Perubahan sistem imun penderita sepsis menimbulkan perubahan pula pada sistem koagulasi. Pada sistem koagulasi tersebut terjadi peningkatan pembentukan Tissue Factor (TF) yang bersa maan dengan faktor VII darah akan berperan pada proses koagulasi. Kedua faktor tersebut menimbulkan aktivasi faktor IX dan X sehingga terjadi proses hiperkoagulasi yang menyebabkan pembentukan trombin yang berlebihan dan selanjutnya meningkatkan produksi fibrin dari fibrinogen. Pada pasien sepsis, respon fibrinolisis yang biasa terlihat pada bayi nor mal juga terganggu. Supresi fibrinolisis terjadi karena pembentukan plasminogen-activator inhibitor-1 (PAI-1) yang dirangsang oleh mediator proinfla masi (TNF-). Demikian pula pembentukan trombin yang berlebihan berperan dala m aktivasi thrombin-activatable fibrinolysis inhibitor (TAFI) yaitu faktor yang menimbulkan sepresi fibrinolisis. Kedua faktor yang berperan dala m supresi ini mengakibatkan akumulasi fibrin darah yang dapat menimbulkan mikrotrombin pada pembuluh darah kecil sehingga terjadi gangguan sirkulasi. Gangguan tersebut mangakibatkan hipoksemia jaringan dan hipotensi sehingga terjadi disfungsi berbagai organ tubuh. Manifestasi disfungsi multiorgan ini secara klinis dapat memperlihatkan gejala-gejala sindrom distres pernapasan, hipotensi, gagal ginjal dan bila tidak teratasi akan diakhiri dengan kematian pasien.2,5

Gambar 1. Patofisiologi sepsis


Dikutip dari : http://www6.ufrgs.br/favet/imunovet/molecular_immunology/pathohomotissuemof.html

E. Diagnosis Diagnosis dini sepsis neonatal penting artinya dalam penatalaksanaan dan prognosis pasien. Keterla mbatan diagnosis berpotensi menganca m kelangsungan hidup bayi dan memperburuk prognosis pasien. Diagnosis sepsis neonatal sulit karena ga mbaran klinis pasien tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada bayi baru lahir. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non infeksi berat lain pada bayi baru lahir. Selain itu tidak ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai sebagai pegangan tunggal dala m diagnosis pasti pasien sepsis. Dala m menentukan diagnosis diperlukan berbagai infor masi antara lain: 2,4 1. Faktor resiko 2. Ga mbaran klinik 3. Pemeriksaan penunjang 9

ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat mengahadapi pasien, karena salah satu faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dala m menegakkan diagnosa pasien.2 F. Faktor resiko Faktor resiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang diderita pasien. Pada awitan dini berbagai faktor yang terjadi sela ma keha milan, persalinan ataupun kelahiran dapat dipakai sebagai indikator untuk melakukan elaborasi lebih lanjut sepsis neonatal. Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan la mbat, infeksi terjadi karena sumber infeksi yang terdapat dala m lingkungan pasien.2 1. Faktor resiko ibu2  Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 ja m. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam maka kejadian sepsis meningkat sekitar 1%, dan bila disertai korioa mnionitis maka kejadian sepsis meningkat menjadi 4 kali  Infeksi dan dema m (lebih dari 38C) pada masa peripartum akibat korioa mnionitis, infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B, kolonisasi perineal oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik lainnya  Cairan ketuban hijau keruh dan berbau  Keha milan multipel

2. Faktor resiko neonatus2  Prematuritas dan berat lahir rendah  Resusitasi pada saat kelahiran misalnya pada bayi yang mengala mi fetal distress, dan trauma pada proses persalinan

10

 Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, kateter, infus, dan pembedahan  Bayi dengan galaktosemia (prediposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek imun, atau asplenia  Asfiksia neonatorum  Cacat bawaan  Tanpa rawat gabung  Pemberian nutrisi parenteral  Perawatan di bangsal intensif bayi baru lahir yang terlalu la ma Faktor resiko awitan dini maupun la mbat ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus teruta ma bila disertai gejala klinis. Hal ini akan meningkatkan identifikasi dini dan tatalaksana yang lebih efisien pada sepsis neonatal sehingga dapat memperbaiki mortilitas dan morbiditas pasien.2

G. Manifestasi klinik Pada bayi baru lahir, infeksi harus dipertimbangkan pada diagnosis banding tanda-tanda fisik. Bila banyak system terlibat atau bila tanda-tanda kardiorespirasi menunjukkan sakit berat, maka sepsis harus dipikirkan. Pada sepsis awitan dini janin yang terkena infeksi mungkin menderita takikardi, lahir dengan asfiksia dan mememerlukan resusitasi karena Apgar yang rendah. Setelah lahir, bayi terlihat lemah dan ta mpak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hiperter mia, hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh.2,4

11

Tabel 1. Manifestasi klinis sepsis neonatorum.4


Keadaan umu m Sistem Gastointestinal Sistem P ernapasan Sistem S araf Pusat Demam, hipotermia, tidak merasa baik,tidak mau makan, sklerema Perut kembung, muntah, diare, hepatomegali Apnea, dispnea, takipnea, retraksi, grunting, sianosis Iritabilitas, lesu, tremor, kejang, hiporefleksia, hipotonia, refleks M oro abnormal, pernapasan tidak teratur, fontanela menonjol, tangisan nada tinggi Pucat, mottling, dingin,kulit lembab, takikardi, hipotensi, bradikardi Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan oliguria

Sistem Kardiovaskuler Sistem Hematologi Sistem Ginjal

Manfestasi akhir sepsis meliputi tanda-tanda edema serebral dan/atau trombosis, gagal napas sebagai akibat sindrom distres respirasi didapat (ARSD), hipertensi pulmonal, gagal ginjal, hepatoseluler dengan hiperbilirubinemia dan peningkatan enzim, waktu protrombin (prothrombin time [PT]) dan waktu tromboplasitin parsial ( partial thromboplastin time [PTT]) yang memanjang, syok septik, perdarahan adrenal disertai insufisiensi adrenal, kegagalan sumsu m tulang (trombositopenia, netropenia, anemia) dan koagulasi intravaskular diseminata (diseminated intravascular coagulation [DIC]).4

H. Pemeriksaan penunjang Bervariasinya gejala klinik dan ga mbaran klinis yang tidak seraga m menyebabkan kesulitan dala m menentukan diagnosis pasti. Untuk hal itu pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya sering dipergunakan dala m membantu menegakkan diagnosis. Upaya inipun ta mpaknya masih belum dapat diandalkan. Sa mpai saat ini pemeriksaan laboratorium tunggal yang mempunyai sensitifitas dan spesifisitas tinggi sebagai indikator sepsis, belum ditemukan.2,6 Pertanda diagnostik yang ideal memiliki kriteria yaitu nilai cut off tepat yang optimal, nilai diagnostik yang baik yaitu sesitivitas mendekati 100%, spesifisitas lebih dari 85%, Positive Probable Value (PPV) lebih dari 85%, Negative Probable Value (NPV) mendekati 100%, dan dapat mendeteksi infeksi 12

pada tahap awal. Kegunaan klinis dari pertanda diagnostik yang ideal adalah untuk membedakan antara infeksi bakteri dan virus, petunjuk untuk penggunaan antibiotik, memantau kemajuan pengobatan, dan untuk menentukan prognosis.6 Teknik direk Metode paling definitif dala m mendiagnosa sepsis neonatal terdiri atas isolasi mikroorganis me dari darah neonatus bergejala. Biasanya dengan menggunakan teknik yang steril, punksi vena perifer digunakan untuk mendapatkan 0,5 1,0 ml darah. Selain itu isolasi mikroorganis me dari cairan tubuh steril juga akan menguatkan diagnosis. Cairan tubuh ini termasuk cairan serebrospinal (LCS), urin, dan cairan sendi,pleura dan cairan peritoneal.2 Teknik indirek Pertanda hematologik yang digunakan adalah hitung sel darah putih total, hitung neutrofil, neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total (I:T), mikro Erytrocyte Sedimentation Rate (ESR), dan hitung trombosit. Tes laboratorium yang dikerjakan adalah CRP, prokalsitonin, sitokin IL-6, GCSF, tes cepat (rapid test) untuk deteksi antigen, dan panel skrining sepsis.2 Sel darah putih dianggap lebih sensitif dalam menunjang diagnosis ketimbang hitung trombosit. Ena m puluh persen pasien sepsis biasanya disertai perubahan hitung perubahan hitung neutrofil. Rasio antara neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T)sering dipakai sebagai penunjang diagnosa sepsis neonatal. Sensitifitas rasio I/T ini 60-90 %, karenanya untuk diagnosis, perlu disertai kombinasi dengan ga mbaran klinik dan pemeriksaan penunjang lain.2 C-reactive protein (CRP), yaitu protein yang timbul pada fase akut kerusakan jaringan. Peninggian kadar CRP ini terjadi 24 ja m setelah terjadi sepsis, meningkat pada hari ke 2-3 sakit dan menetap tinggi sa mpai infeksi teratasi. Nilai CRP akan lebih ber manfaat bila dilakukan secara serial karena dapat memberikan infor masi respons pemberian antibiotik serta dapat pula dipergunakan untuk mentukan la manya pemberian pengobatan dan kejadian keka mbuhan pada pasien dengan sepsis neonatal.2

13

Saat ini, kombinasi petanda terbaik untuk mendiagnosis sepsis adalah sebagai berikut: IL6, dan IL1-ra untuk 1-2 hari setelah munculnya gejala; IL6 (atau IL1-ra 0, IL8, G-CSF, TNF, CRP, dan hematological indices) pada hari ke0; CRP, IL6 (atau GCSF dan hematological indices) pada hari ke-1; dan CRP pada hari-hari berikutnya untuk memonitor respons terhadap terapi. Tabel 3 menjelaskan sensitivitas dan spesifisitas dari berbagai uji laboratorium.6 Tabel 2. Komponen untuk Skrining Sepsis yang Dihubungkan dengan Sensitivitas dan spesifisitas.6
Uji C Reactive Protein (CRP) Hitung Leukosit Total (TLC) Hitung Neutrofil Absolut (ANC) Rasio Neutrofil Imatur : Total (ITR) Nilai Abnormal >10 mg/L <5000, >15000 <1800/mm3 >20% Sensitivitas 47-100% 17-89% 38-96% 90-100% Spesifisitas 83-94% 81-98% 61-92% 50-78%

Manifestasi fetal inflammatory response syndrome (FIRS)  Takipnea (frekuensi napas > 60/menit) ditambah merintih/retraksi atau desaturasi  Iritabilitas suhu (< 36C atau > 37,9 C)  Waktu pengisian kembali kapiler > 3 detik  Hitung leukosit < 4000/l atau > 34.000/l  CRP > 10 mg/dl  IL-6 atau IL-8 > 70 pq/ml  16 sRNA gene PRC positif Satu atau lebih kriteria FIRS bersama dengan gejala dan tanda infeksi (lihat Tabel 2)

FIRS

SEPSIS

Sepsis dihubungkan dengan hipotensi atau disfungsi organ tunggal

SEPSIS BERAT

Sepsis berat dengan hipotensi membutuhkan resusitasi cairan dan dukungan inotropik

SYOK SEPTIK

Kegagalan multi organ walau telah diberikan dukungan terapi sepenuhnya

SINDROM DISFUNGSI MULTIORGAN

Gambar 2. kelanjutan infeksi pada neonatus6

14

Tabel 3. Kriteria Diagnosis Sepsis pada Neonatus6


Variabel klinis  Suhu tidak stabil  Denyut Jantung >180 kali/menit, <100 kali/menit  Frekuensi napas >60 kali/menit ditambah merintih/retraksi atau desatusari  Letargis atau penurunan kesadaran  Intoleransi glukosa (glukosa plasma >10 mmol/L)  Intoleransi minu m Variabel hemodinamik  Tekanan darah <2 SD di bawah nilai normal untuk usia  Tekanan darah sistolik <50 mmHg (neonatus usia 1 hari)  Tekanan darah sistolik <65 mmHg (bayi < 1 bulan) Variabel perfusi jaringan  Waktu pengisian kembali kapiler >3 detik  Laktat plasma >3 mmol/L Variabel inflamasi  Leukositosis (hitung leukosit >34.000/mL)  Leukopenia (hitung leukosit <5.000/mL)  Neutrofil imatur >10%  Immature : total neutrophil (IT) ratio >0,2  Trombositopenia <100.000/mL  CRP >10 mg/d L atau >2 SD di atas nilai normal  Prokalsitonin >8,1 mg/d L atau >2 SD di atas nilai normal  IL-6 atau IL-8 > 70 pg/mL  16 s PCR positif SD: standar deviasi; CRP: C- reactive protein; PCR: polymerase chain reaction

I. Tatalaksana sepsis neonatorum Pengobatan sepsis neonatorum dapat dibagi menjadi terapi antimikrobia pada patogen yang dicurigai atau yang telah diketahui, dan perawatan pendukung. Cairan, elektrokit, dan glukosa harus dipantau dengan teliti, disertai dengan perbaikan hipovolemia, hiponatremia, hipokalsemia, dan hipoglikemia serta pembatasan cairan jika sekresi hor mon antidiuretik tidak memadai. Syok, hipoksia, dan asidosis metabolik harus dideteksi dan dikelola dengan pemberian inotropik, resusitasi cairan, dan ventilasi mekanik.4 Eleminasi kuman merupakan pilihan uta ma dala m manajemen sepsis neonatal. Pada kenyataannya menentukan kuman spesifik pasti tidak mudah Dengan dan membutuhkan waktu. Untuk memperoleh hasil yang optimal pengobatan sepsis harus cepat dilaksanakan. Sehubungan dengan hal tersebut pemberian antibiotika secara empiris terpaksa cepat diberikan untuk

15

menghindarkan berlanjutnya perjalanan penyakit. Pembrian pengobatan pasien biasanya dengan memberikan antibiotik kombinasi yang bertujuan untuk memperluas cakupan mikroorganis me patogen yang mungkin diderita pasien. Diupayakan kombinasi antibiotik tersebut mempunyai sensitifitas yang baik terhadapkuman gra m positif ataupun gra m negatif. Selain pola kuman hendaknya diperhatikan pula resistensi kuman. Na mun la ma pemberian antibiotik begantung pada hasil kultur darah, dan segera setelah didapatkan hasil kultur darah, jenis antibiotika yang dipakai disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola reistensinya.2,4,6 Tabel 3. Waktu/durasi pemberian antibiotik pada sepsis neonatal.
Diagnosis Meningitis Kultur darah (+), tanda-tanda sepsis (+) Kultur darah (-), komponen skrining sepsis (+) Kultur darah (-), komponen skrining sepsis (-) Durasi 21 hari 10 14 hari 7 10 hari 5 7 hari

Tabel 4. Antibiotik untuk sepsis neonatal


Antibiotik Dosis Frekuensi < 7 hari < 7 hari Ampicillin atau Cloxallin Dan Gentamicin atau Amikacin 50 mg/kgBB/x 50 mg/kgBB/x 2,5 mg/kgBB/x 7,5 mg/kgBB/x 12 jam 12 jam 2 jam 12 jam 8 jam 8 jam 8 jam 8 jam IV, IM IV, IM IV, IM IV, IM 7 10 hari 7 10 hari 7 10 hari 7 10 hari Pemb erian Durasi

Mempertimbangkan pola kuman yang tersering ditemukan, Divisi Perinatologi RSCM menggunakan obat golongan Ceftasidim sebagai antibiotik pilihan perta ma dengan dosis yang dianjurkan 50-100 mg/kgBB/hari, 2 kali sehari. Beberapa kuman Gra m negatif saat ini hanya sensitif terhadap imipenem atau meropenem dengan dosis 25 mg/kgBB/dosis, 2 kali sehari.6

16

Dala m kepustakaan dikemukakan bahwa kuman Streptokokus Grup B dan kuman Gra m positif lainnya masih sensitif terhadap penisilin (dosis 100.000 200.000 U/kgBB/hari) atau a mpisilin (dosis 100-200 mg/kgBB/hari). Sedangkan kuman Listeria masih sensitif terhadap kombinasi antibiotik a mpisilin dan aminoglikosid, serta golongan Pseudomonas umumnya sensitif terhadap sefalosporin. La manya pengobatan sangat bergantung kepada jenis kuman penyebab. Pada penderita yang disebabkan oleh kuman Streptococcus dan Listeria, pemberian antibiotik dianjurkan sela ma 10-14 hari, sedangkan penderita yang disebabkan oleh kuman Gra m negatif pengobatan kadang-kadang diteruskan sa mpai 2-3 minggu.6 Pengobatan tambahan Walaupun pemberian antibiotik masih merupakan tatalaksana uta ma pengobatan sepsis neonatal, berbagai upaya pengobatan ta mbahan (adjunctive, asjuvant therapy) bayak dilaporkan dala m upaya memperbaiki mortilitas bayi.pengobatan ta mbahan atau terapi inkonvensional semaca m ini selain mengatasi berbagai defisiensi dan belum matangnya fungsi pertumbuhan tubuh bayi baru lahir,juga dala m rangka mengatasi perubahan yang terjadi dala m perjalanan penyakit dan cascade infla masi pasien sepsis neonatal. Bebrapa terapi inkonvensional yang sering diberikan,antara lain:2 1. Pemberian immunoglobulin secara intravena (Intravenous Immunoglobulin IVIG). Pemberian immunoglobulin dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan antibodi tubuh serta memperbaiki fagositosis dan kemotaksis sel darah putih. 2. Pemberian Fresh Frozen Plas ma (FFP). Pemberian FFP diharapkan dapat mengatasi gangguan koagulasi yang diderita pasien. 3. Tindakan transfusi tukar. Tindakan ini bertujuan untuk: Mengeluarkan/mengurangi toksin atau produk bakteri serta mediatormediator penyebab sepsis

17

Memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan meningkatkan kapasitas oksigen dala m darah

Memperbaiki sistem imun dengan adanya ta mbahan neutrofil dan berbagai antibodi yang mungkin terkandung dalam darah donor.

Selain beberapa upaya diatas berbagai tatalaksana lain dilakukan pula dala m rangka mengatasi mortilitas dan morbiditas sepsis neonatal. Pemberian transfusi granulosit dikemukakan dapat memperbaiki pengobatan pada penderita sepsis. Hal ini dilakukan karena produksi dan respons fungsi sel darah putih yang menurun pada keadaan sepsis neonatal. Demikian pula pemberian transfusi packed red blood cells bertujuan mengatasi keadaan anemia dan menja min oksigenisasi jaringan yang optimal pada pasien sepsis.2

18

Protokol sepsis neonatal

Curiga sepsis awitan dini

curiga sepsis awitan lambat

2 faktor resiko anteatal atau gambaran klinis curiga sepsis

air ketuban berbau busuk atau 3 faktor resiko antenatal

skrining sepsis negatif (ulangi setelah 12 jam) kultur darah lumbal punksi foto thorax (jika perlu)

kultur darah lumbal punksi

kultur darah lumbal punksi foto abdomen, pemeriksaan urin (jika diperluka)

skrining sepsis positif

START ANTIBIOTIK

Meningitis ( -) Kultur darah ( -) Skrining sepsis ( -) Klinis ( -)

meningitis ( -) kultur darah ( -) klinis (+)

meningitis ( -) kultur darah ( -) klinis (+)

menigitis ( -) kultur darah (+ ) Skrining sepsis (+) klinis (+)

meningitis (+) kultur darah (+) Skrining sepsis (+) klinis (+)

skrining sepsis ( -) Skrining sepsis (+)

Stop antibiotik Setelah 3 hari

terapi empiris antibiotik 7 hari

terapi empiris antibiotik 7 -10 hari

antibiotik sensitif selama 14 hari

antibiotik selama 21 hari

Catatan : jika tidak ada respon setelah pemberian antibiotik selama 48 -72 jam, ulangi kultur darah. Lu mbal punksi harus diulang pada meningitis gram negatif untuk menilai respon terapi.

19

J. Pencegahan Penatalaksanaan yang agresif diberikan pada ibu yang dicurigai menderita korioa mnionitis dengan antibiotika sebelum persalinan, persalinan yang cepat bagi bayi baru lahir, kemoprofilaksis intrapartum selektif na mpak dapat menurunkan tingkat morbiditas dan mortilitas pada sepsis neonatal.4 Kondisi lingkungan dan prosedur invasif yang diberikan pada neonatus merupakan predisposisi sepsis yang sangat penting. Tindakan-tindakan yang mengkatkan koloni bakteri non-patogen sa mbil mencegah bakteri patogen pada bayi baru lahir merupakan kepentingan uta ma.4 Pemberian antibiotik profilaktik dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi pada bayi neonatus. Pembersihan dan dekonta minasi peralatan ruang bayi secara teratur, penekanan masalah dasar pencucian tangan, pengaw asan teratur adanya infeksi dala m ruangan bayi dan unit perawatan intensif bayi neonatus dan pengenalan sumber-sumber ledakan infeksi umum mempunyai arti penting menurunkan resiko infeksi.6

K. Prognosis Angka kematian bayi dengan sepsis neonatal 2-4 kali lebih tinggi pada bayi dengan berat lahir rendah. Dengan angka kematian 15-40 % pada sepsis neonatal awitan cepat (sekitar 2-30% disebabkan oleh Streptokokus grup B [SGB]) dan 10-20 % pada sepsis neonatal awitan la mbat (2 % disebabkan oleh SGB). Tinggi rendahnya angka kematian tergantung dari waktu timbulnya penyakit, penyebabnya, besar kecilnya bayi, beratnya penyakit dan tempat perawatannya. Gejala sisa neurologik yang jelas ta mpak adalah hidrosefalus, retardasi mental, buta, tuli dan cara bicara yang tidak nor mal.6

20

BAB III KESIMPULAN

Sepsis neonatorum merupakan infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, sumsum tulang atau air kemih. Insiden sepsis neonatorum beraga m menurut definisinya, dari 1-5/1000 kelahiran hidup, dan angka sepsis neonatoru m meningkat secara ber makna pada bayi dengan berat badan lahir rendah dan bila ada faktor resiko ibu (obstetrik) atau tanda-tanda korioa mnionitis. Sepsis biasanya akan dimulai dengan adanya respon sistemik tubuh dengan ga mbaran proses infla masi, koagulopati, gangguan fibrinolisis yang selanjutnya menimbulkan sirkulasi dan perfusi yang berakhir dengan gangguan fungsi organ. Untuk itu diagnosis dini sepsis neonatal sangat penting artinya dala m penatalaksanaan dan prognosis pasien. Keterla mbatan diagnosis berpotensi menganca m kelangsungan hidup bayi dan memperburuk prognosis pasien. Dala m menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain: faktor resiko, ga mbaran klinik, pemeriksaan penunjang. Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat mengahadapi pasien, karena salah satu faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dala m menegakkan diagnosa pasien. Pengobatan sepsis neonatorum dapat dibagi menjadi terapi antimikrobia pada patogen yang dicurigai atau yang telah diketahui, dan perawatan pendukung. Cairan, elektrokit, dan glukosa harus dipantau dengan teliti, disertai dengan perbaikan hipovolemia, hiponatremia, hipokalsemia, dan hipoglikemia serta pembatasan cairan. Eleminasi kuman merupakan pilihan uta ma dala m manajemen sepsis neonatal dan untuk memperoleh hasil yang optimal pengobatan sepsis harus cepat dilaksanakan. Pengobatan pasien biasanya dengan memberikan antibiotik kombinasi yang bertujuan untuk memperluas cakupan mikroorganis me patogen yang mungkin diderita pasien.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Stoll BJ. 2005. Neonatal Infections : A Global P erspective. In : Remington JS, Klein JO, eds. Infectious Diseases of the Fetus and Newborn Infant. 6th ed. Philadelphia, PA : WB Saunders. 2. Aminullah A. 2008. Sepsis Pada Bayi Baru Lahir. Dala m: M. Sholeh Kosim, Ari Yunanto. dkk (editor). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 3. Prof.Herry Garna, dr, Sp.A (K), Ph.D. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke-3. Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. 4. Gotoff SP. 2000. Sepsis dan Meningitis Neonatus. Dala m: Nelson, Behr man, Kliegman, Arvin (editor). Ilmu Kesehatan Anak. Vol 1.ed 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 5. Powell KR. 2000. Sepsis dan Syok. Dala m: Nelson, Behr man, Kliegman, Arvin (editor). Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2.ed 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 6. Rohsiswat mo R dr, SpA(K). Tatalaksana Sepsis Neonatorum. Media Aesculapius no.6/Jan-Feb 2007. Diakses Desember 2010. Dari URL http://www.freewebs.com/ mediaaesculapius/arsip%20skma %202007/SK MA_revisi_jan-feb07sudah%20terisi_edit4.pdf

22

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 B. Tujuan .. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K. Definisi . 3 Klasifikasi 4 Etiologi . 4 Patofisiologi dan Patogenesis . 5 Diagnosis .. 9 Faktor Resiko . 10 Manifestasi Klinik .. 11 Pemeriksaan Penunjang 12 Tatalaksana Sepsis Neonatorum .. 15 Pencegahan . 20 Prognosis . 20

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan . 21 DAFTAR PUSTAKA

23

You might also like