You are on page 1of 63

RESUME BUKU RISALAH TAUHID Karya Syekh Muhammad Abduh

25 Desember 2013

oleh : Triapani Mukti Gilang Anugrah 1127030069 FISIKA III B

JURUSAN FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2013

1
1.1

Pengantar Pembahasan (Sejarah Ilmu Tauhid)


Pengertian Ilmu Tauhid dan Ilmu Kalam

Tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang Wujud Allah , tentang sifat-sifat wajib tetap pada-Nya , sifat-sifat yang boleh disifatkan kepadaNya dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan dari padaNya , tauhis juga membahas tentang rosul-rosul Allah , meyakinkan akan kerosulan mereka , meyakinkan apa yang wajib ada pada diri mereka , apa yang oleh dihubungkan (nisbah)kepada diri mereka dan apa yang terlarang menghubungkan kepada diri mereka . Terkadang tauhid juga dinamakan sebagai ilmu kalam . Ilmu Kalam meru- pakan ilmu yang senantiasa berkaitan dengan sejarah , keillahiyahan serta kedekatan antara umat dengan Tuhannya pada kehidupan sehari-hari . Ilmu Kalam memiliki bahasan yang cukup mendalam , berbagai perspektif akan dikemukakan pada bahasan ilmu kalam . Ilmu tauhid atau ilmu kalam merupakan ilmu yang menanamkan dan mene- tapkan suatu keyakinan atau aqidah dan menjelaskan tentang ajaran yang dibawa oleh para nabi . Ilmu kalam sendiri datang dengan dengan tinjauan- tinjauan kaidah Islam yang bersumber pada Al-Quran , karena Al-Quran bersumber dari hukum yang mutlak .

1.2

Sunatullah (Hukum Alam)Pada Segala Makhluk

Allah telah menurunkan ayat-ayatnya agar diketahui oleh seluruh manusia . Allah mendatangkandan menunjukan bukti yang kuat dan nyata , agar manusia mengetahui tentang adanya hukum yang mutlak yakni sunatullah , hal ini seperti Q.S. Al-Fath : 23

Sunatullah adalah ketetapan allah atas setiap hukum alam , Takdir dan sunatullah akan senantiasa berikatan dengan sunatullah dan sunatullah akan berikatan dengan takdir . Begitu siklus yang akan terjadi selama Allah telah menetapkan qadarnya dan menurut sunatullah . Takdir allah akan bersifat 2

kekal dan mutlak yakni akan bersifat tidak dapat berubah , namun pilihan dari takdir dapat diubah . Tidak ada alasan bagi seorang makhluk untuk dapat mengubah takdirnya , namun setiap makhluk dapat berusaha untuk mengubah pilihan yang terdapat pada takdir tersebut .

1.3

Faham Akaid di Zaman Para Khalifah

Telah berlalu zaman Nabi s.a.w. dimana beliau telah melenyapkan segala kebingungan dan menjadi pelita dalam kegelapan syubhat. Dua orang khalifah sesudah beliau, berjuang sepanjang umurnya melawan musuh-musuh Islam, sambil memadu tekad dengan kawan-kawannya, sehingga tidak ada sedikitpun peluang bagi orang banyak untuk memperdayakan dan mengutikutik dasar kepercayaan (akidah) yang telah berkembang dengan baik. Bila timbul sedikit saja pertentangan, cepat-cepat persoalan itu dibawa ke hadapan khalifah, yang dengan putusannya persoalan menjadi selesai. Biasanya perselisihan-perselisihan itu timbul sekitar cabang-cabang hukum (furu) agama, bukan mengenai masalah yang pokok, yakni dasar kepercayaan (akidah).Keadaan seperti itu berjalan dengan baik hingga terjadinya peristiwa yang menimpa khalifah yang ketiga (Usman bin Aan), yaitu peristiwa terbunuhnya khalifah itu. Sejak terjadinya peristiwa itu, maka rusak binasalah sosok guru (tiang-agung) khalifah, terjerumuslah Islam dan pengukut-pengukutnya ke dalam suatu pertentangan, yang menyimbangkan mereka dari jalan lurus yang selama ini mereka lalui. Namun demikian, Al-Quran tetap utuh dan terpelihara menurut aslinya, berdiri dengan jaya ditempatnya semula.

Peristiwa terbunuhnya khalifah yang ketiga itu, telah membukakan pintu bagi manusia untuk melanggar batas-batas yang telah ditetapkan oleh agama, karena khalifah yang sesungguhnya terbunuh dengan cara yang tidak

sesuai sama sekali dengan hukum syara. Maka tombullah dihati orang banyak, nafsu-nafsu perseorangan, utama sekali dikalangan orang-orang yang tidak ada pengaruh Iman dalam hati mereka. Sehingga dendam dan kemarahan menguasai kiran kenamyakan orang, lebih-lebih terhadap orang yang keterlaluan (fanatik) dalam agama.

1.4

Timbulnya Bidah dalam Akidah dan Masa Abdullah bin Saba

Diantara orang-orang yang giat bekerja melancarkan tnah ke sana-sini, adalah Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang baru masuk Islam. Dengan berpura-pura telalu fanatik mencintai Ali Karramallahu wajhahu (semoga Tuhan memuliakan wajah beliau), ia mendakwakan bahwa Allah telah bertempat pada diri Ali. Ia mendakwakan pula, bahwa Alilah sebenarnya yang berhak menduduki kursi khalifah. Untuk itu, ia menyerang Khalifah Usman dengan amat sengitnya, sehingga menyebabkan ia dibuang oleh Khalifah Usman.Abdullah bin Saba dibuang kepengasingan hingga zaman pemerintahan Ali . Pendirian Abdullah bin Saba inilah yang menjadi benih dari segala sengketa yang terjadi di kemudian hari , disamping pendiriannya yang fanatik terhadap agama.

1.5

Lahirnya Partai Syiah dan Khwarij

Berturut-turut peristiwa yang menyedihkan seperti itu timbul kemudiannya. Sebagian orang-orang yang turut membaiat Khalifah keempat (Khalifah Ali), mengkhianati janji-janji mereka. Karena itu timbullah hura-hura perang saudara dikalangan kaum Muslimin, sampai pemerintahan dipegang oleh Bani Umaiyah. Dalam pada itu timbul pila gejala-gejala lain, yaitu membikin-bikin riwayat hadist dan takwil. Tiap-tiap kabilah menjadi keterlaluan (fanatik), yang akibatnya memecah-belah umat Islam kepada partai-partai : Syiah, Khawarij dan golongan pertengahan (Al Mutadilin, Moderat). Kaum Khawarij mempunyai sikap yang berlebih-lebihan, sehingga mereka mengkarkan siapa saja yang berdiri di luar golongan mereka. Disamping itu, mereka menuntut sekeras-kerasnya, supaya pemerintahan dibentuk secara Republik. Disamping itu, sebagian dari golongan Syiah bersikap keterlaluan pula. Mereka agungkan Ali atau diantara anak cucu Ali, hingga menempatkan setaraf dengan kedudukan Tuhan atau mendeka-

ti itu. Perpecahan yang demikian, merembet-rembet kepada segi-segi dari bidang kepercayaan (akidah).

1.6

Lahirnya Kaum Mutazilah

Kemudian, rupanya perselisihan-perselisihan pendapat itu tidaklah terbatas kepada dua masalah yang tersebut diatassaja, akan tetapi telah menjalar kepada menetapkan (itsbat) sifat-sifat maani bagi zatr Tuhan, atau meniadakan (na) sifat-sifat itu dari pada-Nya. Sesudah itu muncul lagi kelompok golongan fanatik yang lain. Jumlah mereka hanya sedikit, tetapi mereka menghapuskan sekaligus golongan-golongan yang menetapkan kekuasaan akal bagi hukum-hukum agama dan menentang hal-hal yang demikian, sesuai dengan keterangan Kitab. Disamping itu, pendapat-pendapat tentang masalah khilafat juga terus berjalan, seiring dengan pendapat-pendapat tentang kepercayaan (akidah), yang kalau dilihat sepintas lalu, seolah-olah masalah khilafat itu termasuk pila salah satu sendi-sendi kepercayaan Islam. Daulat Abbasyiah mengerti akan jasa-jasa dan pengorbanan yang diberikan oleh bangsa Persia dalam menegakkan kerajaan mereka dan menggulingkan kerajaan Bani Umaiyah. Untuk itu mereka menyediakan jabatan-jabatan tinggi bai orang-orang Persia. Diantara orang-orang Persia yang diberi kedudukan atau jabatan-jabatan tinggi itu, terdapat pengikut-pengikut madzhab Al Manawy dan Yadiziyah, serta orang-orang yang tidak menganut agama sama sekali. Dengan kedudukan dan jabatan yang mereka pegang, orang-orang Persia itu mendapat kesempatan luas dan leluasa untuk menghembuskan buah kiran mereka, baik dengan cara halus atau terus terang agar orang tertarik dengan buah kiran mereka dan kemudian mengekor kepadanya. Akibatnya lahirlah kekaran dan muncullah tokoh-tokoh kaum Zindiq (kaum sesat), hingga datang pula Khalifah baru guna membukakan tabir kegelapan itu dan membatalkan segala pemdapat yang diindoktrinasikan selama ini. Sekitar masa inilah tumbuhnya Ilmu Tauhid, tetapi belum begitu sempurna berkembangnya dan belum begitu tinggi mutunya. Dan mulailah pembicaraan tentang Ilmu Kalam, yakni dengan menghubungkannya kepada pokok pemikiran tentang kejadian alam, sesuai dengan ketentuan Al-Quran tentang hal itu. Kemudian timbullah masalah yang menimbulkan bencana (tnah), yaitu masalahtentang kejadian Al-Quran. Apakah Al-Quran itu 5

makhluk, atau barang yang azali, yang tidak ada permulaan.

1.7

Kaum Kebatinan

Ditengah-tenga situasi yang seperti ini pulalah timbulnya sengketa diantara golongan-golongan yang berlebi-lebihan memperuntutkan kemerdekaan berkir dengan golongan pertengahan (moderat), atau dengan golongan yang terlalu teguh berpegang kepada lahir syariat belaka. Kitab suci mereka tafsirkan semau-maunya, jauh dari apa yang dimaksud oleh nash ayat dan menyimpang dari mestinya. Mereka ini terkenal juga dengan nama kamu Kebatinan (Bathiniyah)atau Ismailiyah. Dan masih banyak lagi nama-nama lain yang diberikan kepada mereka, sebagaimana terdapat dalam sejarah.

1.8

Syekh Abu Hasan Al Asyary

Dengan timbulnya kata sepakat antara kaum Salaf dengan golongan-golongan yang sehaluan dengan mereka untuk bersama -sama menentang kaum zindiq dan kelompok-kelompok yang sehaluan dengan itu, maka memuncak pulalah perselisihan diantara mereka. Hari-hari kemenangan silihn berganti berada diantar kedua pihak. Keadaan itu berlangsung pula sedemikian rupa, hingga muncul pula Syekh Abu Hasan Al Asyary, pada awal tahun keempat. Beliau berjalan ditengah, yakni antara keyakinan kaum Salaf dan keyakinan orang yang menentang mereka (suatu synthese). Ia menetapkan pokok kepercayaan (akidah) menurut pokok-pokok yan sesuai dengan tujuan akal. Tetapi kaum salaf menggunakan kebenaran pendirian beliau itu dan banyak diantaranya yang menyerang akidahnya yang demikian itu, sehingga pengukit-pengikut madzhab Hanbali, megkarkan pendirian itu dan menghalalkan darah orang yang menganutnya. Sebaliknya, kemudian beliau dibela oleh suatu jamaah ulama-ulama terkemuka, diantaranya seperti Abu Bakar Al Baqilany, Imam Uaramain, Imam Al As Faraini dan lain-lain. Para pendukung madzhab Asyary, setelah menetapkan ajarannya yang berkir sesuai dengan undang-undang alam, mewajibkan pula bagi orang yang mempercayai ajaran itu, untuk meyakinkan kebenaran jalan kiran yang demikian dengan segala konklusinya, sebagaimana ia harus yakin kepada akidah-akidah iman. Karena mereka berpendapat, bahwa tanpa adanya dalil, menunjukan kepada tidak adanya barang yang dibuktikan.

Adapun madzhab lsafat, maka ia senantiasa mendasarkan pendapatnya kepada kiran semata-mata. Dan tidak ada cita-cita kaum lsafat itu, kecuali untuk menemukan ilmu dan menyempurnakan apa yang membawa kepuasan akalnya dalam membukakan tabir rahasia sesuatu yang belum diketahui, atau mengemukakan apa yang menjadi hasil pemikiran akal. Mereka mungkin dapat mencapai apa yang mereka cita-citakan dengan cara yang mereka mau. Yakni apa yang oleh Tuhan diberikan kesempatan kepada kita untuk menyelaminya dengan akal kiran kita, sebagaimana tersebut dalam rman-Nya dalam surat al- baqarah :29 ;

Keyakinan yang wajib kita pegang ialah, bahwa agama Islam adalah agama (kepercayaan) Tauhid (monotheismus), bukan agama yang berpecah-pecah dalam kepercayaan-kepercayaan itu. Akal adalah pembantu yang paling utama dan naqal (Al-Quran dan Sunnah) adalah merupakan sendi-sendinya yang paling kokoh. Dibalik itu hanyalh godaan-gofaan setan belaka dan nafsu-nafsu orang yang haus kekuasaan. Quran menjadi saksi bagi segala amal perbuatan manusia dan menjadi hakim yang menghukum benar atau salahnya masing-masing orang dalam amalnya itu. Tujuan terakhir dari ilmu ini, ialah menegakkan sesuatu kewajiban yang sama-sama disepakati, yaitu mengenal Allah Yang Maha Tinggi dengan segala sifat-sifat yang wajib melekat pada diri-Nya, serta mensucikan-Nya dari sifat-sifat yang mustahiol bagi Zat-Nya. Membenarkan para Rasul-Nya dengan kayakinan yang dapat menentramkan jiwa, dengan jalan berpegang teguh kepada dalil, bukan semata-mata menyerah kepada taklid buta, sesuai dengan yang ditunjukan oleh Al-Quran kepada kita. Dan benarlah ucapan yang mengatakan : Bahwa taklid itu, sebagaimana ia terdapat dalam perkara yang hak, ia terdapat dalam hal yang memberi manfaat, ia tentu akan datang pula dalam hal yang membawa kerusakan. Pendeknya ia menyesatkan, yang hewan sendiri merasa keberatkan terha7

dapnya, karena memang taklid itu tidak dapat membawa kemajuan kepada ummat manusia.

Pembagian Hukum Akal

Para ahli tauhid (ilmu kalam), membagi yang Maklum(Al-Maklum : yang dapat dicapai oleh akal) kepada tiga bagian. Yaitu Mungkin bagi zatnya, Wajib bagi zatnya dan Mustahil bagi zatnya. Adapun yang mustahil menurut istilah mereka, ialah sesuatu yang zatnya memang tidak mungkin ada. Adapun yang wajib, ialah sesuatu yang zatnya memang sudah semestinya ada. Sedang yang mungkin, ialah sesuatu yang tidak ada wujudnya, tetapi tidak pula dapat dikatakan tidak ada zatnya, karena ia bisa juga terwujud oleh sesuatu sebab yang menyebabkan adanya.

2.1

Hukum Mustahil

Hukum yang mustahil bagi zatnya ialah, bahwa tidak mungkin bisa terjadi wujudnya, karena tidak ada (adam), telah menjadi kemestian bagi mahaiyah (hakikat) sesuatu itu. Maka sesuatu yang mustahil itu, memang tidak bisa diwujudkan dan memang ia sesuatu yang tidak akan ada dengan pasti, bahkan akal tidak mungkin menggambarkan hakikat (mahiyah) sesuatu yang mustahil itu, seperti apa yang telah kami isyaratkan tadi. Sebab ia bukanlah sesuatu yang maujud (ada), baik diluar dan maupun di dalam kiran seperti sendiri

2.2

Hukum Mungkin

Di antara hukum-hukum yang mungkin bagi zatnya ialah, bahwa ia tidak mungkin ada kecuali dengan sesuatu sebab. Begitu pula, bahwa ia tidak mungkin tidak ada kecuali dengan sesuatu sebab juga. Jika bisa kejadian salah satu diantara keduanya (ada dan tiada) tanpa ada sesuatu sebab, pastilah terjadi menguatkan salah satu dua yang bersamaan atas yang lain tanpa alasan yang menguatkan ; dan itu adalah jelas mustahil. Sebagian diantara hukum-hukum mungkin, ialah bahwa sesuatu yang maujud itu adalah baharu. Karena telah pasti, bahwa ia tidak bisa wujud (ada) , kecuali dengan sesuatu sebab. Sebab yang baharu itu ialah, sesuatu yang diwujudkan didahului oleh tiada (adam). Maka karenanya jelaslah, bahwa segala sesuatu yang mungkin ada, adalah baharu. Pengertian sebab dari apa yang telah kami kemukakan tadi, ialah yang menciptakan dan yang memberi wujud. Dengan lain ibarat, ialah : Yang mewujudkan, sebab yang melahirkan sebab yang melakukan. Pencipta yang haki9

ki, dan lain-lain ; sebabiu dari ibarat-ibarat yang berbeda susunan katanya, tetapi tidak berbeda artinya. Dan ia (sebab) dalam pengertian seperti ini hanya perlu pada permulaan wujud saja, dan tidak pada kekalnya. Adapun tentang pengambilan faedah dari wujud sesuatu, maka itu memerlukan adanya lebih dahulun pemilik bagi sesuatu wujud, yang akan diberikannya kepada orang yang mengharapkan manfaat dari dirinya. Oleh karena itu, dalam beberapa perkara tidak ada orang yang bisa berbuat dengan leluasa menurut kemauannya sendiri.

2.3

Yang Mungkin itu Pasti Ada

Tidak perlu rasanya untuk membalas yang pertama (mustahil), karena yang mustahil itu tidak terwujud. Begitu pula yang kedua (wajib) karena yang wajib itu telah mempunyai wujud yang zati. Segala sesuatu yang mempunyai wujud tidak bisa dikatakan tidak ada, dan tidak pula didahului oleh tiada, sebagaimana akan datang penjelasannya dalam menerangkan hukumhukum yang wajib. Kalau demikian halnya, maka yang perlu dibahas ialah yang mungkin. Yang mungkin itu pasti ada.

2.4

AdanyaYang Mungkin itu Pasti Menghendaki akan Adanya Yang Wajib

Segala yang mungkin yang telah ada itu, merupakan suatu kemungkinan yang tetap. Dan tiap-tiap yang mungkin ada, berkehendak sepenuhnya kepada yang mengadakan (mewujudkan)-nya. Tetapi apakah yang mengadakan itu dirinya (zat)-nya sendiri? Itu mustahil, sebab hal itu berarti mendahulukan sesuatu atas dirinya sendiri. Atau apakah yang mengadakan itu bagian (fragment) dari dirinya sendiri? Dan ini juga mustahil karena berarti menetapkan sesuatu menjadi sebab bagi dirinya sendiri, dan barang yang mendahuluinya jika yang pertama memang telah ada. Dan hal inipun trerang batalnya. Maka oleh sebab ittu wajiblah ada sebab yang berdiri di belakang segala yang mungkin. Dan segala wujud yang terjadi tanpa sebab yang memungkinkan, adalah wajib karena tidak ada di balik yang mungkin itu kecuali yang mustahil dan yang wajib. Sedang yang mustahil itu tidak bisa diwujudkan ; karena itu tinggal lagi yang wajib. Maka tetaplah, bahwa segala yang mungkin yang telah ada terwujud, pasti ada yang mewujudkannya (causa eciens), yaitu Zat Yang Wajib Ada.

10

3
3.1

Hukum-Hukum Wajib
Kidam, Baka dan Tidak Tersusun

Diantara hukum-hukum wajib, bahwa Ia adalah kadim (tidak berpermula), lagi pula azali. Karena Ia kalau tidak begitu, tentu Ia menjadi baharu. Sedang yang baharu, ialah sesuatu yang terajadi didahului tiada (adam). Dan segala sesuatu yang wujudnya didahului oleh tiada, memerlukan kepada sebab yang memberinya wujud. Kalau tidak demikian, tentu lazimlah menguatkan adanya sesuatu dengan tiada alasan yang kuat, dan itu mustahil. Sekiranya tidaklah yang Wajib Ada itu kadim, tentu Ia dalam wujudnya itu berkehendak kepada adanya yang lain yang mewujudkannya. Meniadakan susunan (tarkib) pada Zat Yang Wajib Ada meliputi juga akan apa yang mereka namakan dengan hakikat akliah, ataupun kharijiah (diluar akal). Karena tidak mungkin bagi akal menggambarkan, bagaimana zat yang Wajib Ada itu bisa tersususn dari beberapa bagian (tarkib). Sebab bagian-bagian yang digambarkan oleh akal, tentu tak adapat tidak mempunyai sumber luaran. Sebagaimana Zat Yang Wajib Ada itu tidak tersusun (tarkib) dari beberapa bagian, begitu pula ia tidak menerima (tidak bisa) dibagi-bagi menurut salah satu ukuran kaedah yang tiga (panjang, lebar, tinggi, penterjemah). Artinya, Ia tidak berhak diukur. Karena bila Ia dapat dibagi-bagi, tentulah Ia kembali kepada yang lain dari wujudnya semula.

3.2

Hidup (Al-Hayat)

Tiap-tiap martabat dari martabat-martabat wujud, perlu diikuti dengan beberapa sifat wujudiah, yakni untuk menyempurnakan martabat yang demikian, dalam makna yang tersebut duluan. Jika tidak begitu jadilah makna wujud itu untuk martabat yang lainnya, padahal ia telah ditentukan baginya. Contoh yang paling sempurna dalam martabatnya, ialah bukti tentang susuanan alam dengan cara yang tidak ada cacatnya dan tidak mengkacaukan. Maka sekiranya terang bagi kiran suatu martabat diantara martabatmartabat wujud yang banyak, bahwa ia merupakan sumber bagi tiap-tiap susunan peraturan, itu menjadi tanda, bahwa martabat itu paling sempurna, paling tinggi paling jaya dan paling kuat. Yang Wajib Ada itulah yang menjadi sumber bagi segala yang mungkin ada. Seperti telah kami terangkan dengan jelas beserta bukti yang meyakinkan. 11

Dengan demikian, Ia merupakan wujud yang paling kuat dan yang paling tinggi. Ia diiringi dengan sifat-sifat (atribut-atribut) wujudiah yang sesuai dengan kedudukan dan martabatNya yang tinggi itu. Diantara sifat-sifat yang wajib adapada diriNya ialah, sifat hidup (Al-Hayat). Sifat itu diiringi oleh ilmu dan iradah (kemauan). Demikian itu, disebabkan oleh karena hidup (Al-Hayat) adalah jelas termasuk sifat kesempurnaan bagi wujud-Nya. Maka sifat hidup dan sifat-sifat yang mengiringinya, adalah menjadi sumber segala peraturan dan menjadi kebijaksanaan. Hidup (Al-Hayat) dalam segala martabatnya, menjadi pangkal bagi segala macam kenyataan yang lahir dan yang kekal. Maka Yang Wajib Ada itu, pasti Ia hidup sekalipun hidupnya berlainan dengan segala sesuatu yang mungkin hidup. Maka sesungguhnya sesuatu yang merupakan kesempurnaan bagi wujud, tentulah ia sumber bagi ilmu dan iradat. Padahal dalam keterangan yang lalu dikatakan, bahwa zat yang Wajib Ada itu adalah merupakan wujud (substansi) yang paling tinggi dan paling sempurna. Ilmu (Maha Mengetahui) Diantara sifat yang wajib bagi Zat Yang Wajib Ada, adalah sifat ilmu (maha mengetahui). Yang dimaksud, ialah terbukanya tabir sesuatu bagi Zat yang telah tetap sifat itu baginyayakni yang menjadi sumber, pokok pangkal bagi terbukanya tabir sesuatu itu. Sebab sifat ilmu, termasuk sifat-sifat wujudial yang menjadi sifat bagi Yang Wajib Ada. Segala sifat yang dipandang menjadi kesempurnaan bagi wujud, wajiblah ada pada dirinya. Kenyataan menunjukkan, bahwa ilmu menjadi kesempurnaan bagi segala sesuatu yang mungkin wujud (ada). Dan diantara yang termasuk mungkin wujud itu adalah Zat yang mempunya ilmu (Alim). Maka kalau sekiranya Yang Wajib Ada itu tidak Alim (tidak berilmu), tentu akan terdapat dalam segala sesuatu yang mungkin ada itu, zat (substansi) yang lebih sempurna keadaannya dari pada Zat Yang Wajib Ada. Sedang itu mustahil, sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya. Berilmunya Zat Yang Wajib Ada itu adalah termasuk diantara hal-hal yang lazim bagi wujud-Nya, sebagaimana telah diketahui. Ilmu-Nya, mengatasi segala macam ilmu, karena tinggi martabat wujud-Nya diatas segala yang maujud (ada). Cobalah perhatikan segala yang terlihat pada jenis tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang, bagaimana lengkap kekuatan dan kesanggupannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya untuk memelihara wujud hidupnya dengan mempergunakan alat-alat dan anggota-

12

anggotanya yang masing-masing terletak dibadannya. Dan perhatikan pulalah alam yang tidak mempunyai perasaan panca indera seperti tumbuhtumbuhan itu bagaimana ia telah diberikan kekuatan menghirup guna mengambil makanan-makanan yang sesuai baginya dan tidak mau mengambil apa yang tidak cocok bagi dirinya. Banyak diantara persoalan-persoalan seperti itu yang telah diuraikan dalam kitab-kitab ilmu tumbuh-tumbuhan, dalam ilmu hewan (Zoologie) dan dalam ilmu sejarah alam, ilmu faal (psiologi), ilmu kedokteran dan yang bertalian dengan itu. Tetapi walaupun para ahli telah melakukan pembahasannya secara mendalam, menumpahkan kesungguhan dan minat mereka untuk menyingkapkan tabir-tabir rahasia semuanya itu dengan ilmu mereka, namun mereka baru berada dalam taraf pembahsan tingkat permulaan. Hasil ciptaan ini, andaikata akal mendapat kehormatan untuk memahami rahasia-rahasianya dan merasa kagum tentang kebagusan hukumnya, apakah itu bukan merupakan bukti yang menunjukkan, bahwa Penciptanya yang utama adalah Zat Yang Mengetahui segala sesuatu, yang memberikan sesuatu kepada makhluk-Nya, kemudian dipimpin-Nya?! Apakah mungkin terjadi dengan kesempatan yang tiba-tiba saja lahirnya organisasi alam ini dan terletaknya sendi-sendi, dimana ditegakkan di atasnya wujud alam semesta, yang besar maupun yang kecil?! Sekali-kali tidak! Tetapi yang menjadi Pencipta bagi semuanya itu, ialah Dia (Zat, Substansi) yang tidak ada tersembunyi bagi Ilmu-Nya sebesar atompun benda yang ada dibumi ini dan tidak pula benda yang ada di ruang angkasa. Ia Maha Mendengar dan Maha Mengtahui.

3.3

Kemauan (Al-Iradat)

Diantara sifat yang wajib bagi Zat Yang Wajib Wujud, adalah Iradat (Kemauan). Ia adalah sifat (atribut) yang dapat menentukan, untuk penciptaan alam ini dengan salah satu jalan-jalannya yang mungkin. Bahwa segala yang maujud harus menurut ketentuan yang khusus dan sifat tertentu, menurut waktu, tempat dan ruang yang tertentu pula. Jalan ini telah ditentukan bagi yang maujud itu dan bukanlah jalan-jalan yang lain. Ketentuan yang demikian itu harus sesuai dengan Ilmu, dan tidak ada makna lain bagi Iradat (Kemauan) kecuali ini.

13

3.4

Kuasa (Al-Qudrat)

Diantara sifat-sifat yang wajib bagi Zat Yang Wajib Ada itu adalaj Kuasa (kudrat). Ia adalah merupakan suatu sifat yang dengannya, Zat Yang Wajib Ada itu mengadakan dan meniadakan apa yang dikehendaki-Nya. Karena perbuatan Zat Yang Mengetahui lagi mempunyai Kemauan dalam apa-apa yang diketahui dan dikehendakinya, tentu hanya bisa terjadi dengan adanya Kekuasaan bagi-Nya untuk berbuat. Dan tidak lain makna Kudrat, kecuali kekuasaan yang penuh mutlak seperti ini

3.5

Ikhtiar (kebebasan berbuat)

Tetapnya sifat-sifat yang tiga ini (Ilmu, Iradat, dan Kuadrat) bagi Zat Yang Wajib, melazimkan pula tetapnya sifat ,,iktiar bagi-Nya dengan pasti. Karena tak ada makna bagi Ikhtiar itu kecuali menimbulkan bekas perbuatan dengan Kuadrat kekuasaan-Nya menurut ketentuan Ilmu dan hukum Kemauan-Nya. Kesempurnaan dalam ciptaan harus berarti karena kesempurnaan Penciptanya sendiri, dan kerapian dalam ciptaan, adalah merupakan manifestasi bagi ketinggian martabat Yang Menciptakan. Pembuktian dengan alam raya yang paling tinggi dan paling sempurna susunan organisasinya ini, semuanya bergantug kepada Ilmu yang luas merata serta Iradat Kemauan yang mutlak (absolut). Maka muncul dan lahirlah segala sesuatu menurut jalan ketentuan yang tinggi ini.

Inilah makna perkataan, bahwa perbuatan-perbuatan Tuhan itu tidak bergantung kepada sesuatu sebab, dan ia suci dari sifat main-main ; mustahil sekali, bahwa segala karya perbuatan Tuhan itu sunyi dari hikmat, sekalipun hikmahnya itu tersembunyi dari tanggapan pikiran-pikiran kita.

3.6

Maha Esa (Al Wahdah)

Diantara sifat yang wajib juga bagi-Nya adalah sifat Esa. Esa dalam Zat, dalam sifat, dalam wujud dan dalam perbuatan. Adapun Esa dalam Zat, maka 14

telah kami terangkan dalam keterangan yang terdahulu, bahwa Zat itu tidak menerima tarkib (tidak tersusun dari berbagai unsur), baik diluar maupun di dalam akal sendiri. Tentang Esa (ke-Esaan, Tunggal) dalam sifat-Nya , ialah bahwa tidak ada yang menyamai-Nya dalam sifat-sifat yang tetap bagiNya diantara yang maujjud ini. Adapun mengenai Esa (Ke-Esaan, Tunggal) dalam wujud dan p[erbuatan, maksudnya ialah zat-Nya sendiri yang wajib wujud (ada), dan Ia sendirilah (tanpa campur tangan orang lain) untuk mengadakan segala apa yang mungkin ada ini. Masing-masing Zat itu akan mempunyai Ilmu dan Iradat (kemauan) yang melaini sama sekali akan Ilmu yang lain dan Iradat-Nya, dengan begitu jadilah bagi tiap-tiap Zat itu Ilmu dan Iradat yang sesuai dengan zat dan ketentuian yang khas. Apa-apa yang telah kami kemukakan dari sifat-sifat yang wajib di-itikadkan tetapnya sifatsifat itu bagi Yang Wajib Wujud, ialah apa yang telah ditunjukkan dengan bukti yang jelas oleh syariat Islam, dan oleh syariat-syariat suci sebelum Islam. Untuk meyakinkan kebenarannya, Dia menyeru dengan perantaraan lisan Nabi kita Muhammad s.a.w. begitu pula dengan lisan para Nabi yang terdahulu, semoga Tuhan memberi salawat kepada mereka

3.7

Pembicaraan tentanf Sifat-sifat secara Ringkas

Dengan mengutip sebuah hadits, yang andaikan Hadits itu tidak sahih maka Kitab Allah (Al-Quran) dengan jelas menguatkan pengertian hadits itu. Yaitu sabda Nabi yang berbunyi :

Apabila kita menilai akal manusia menurut penilaian yang semsetinya, niscaya kita melihat bahwa setinggi-tinggi kekuatan (kapasitas)-nya, hanyalah sehingga mengtahui keadaan sebagian (fragment) alam raya ini, yang dicapai oleh panca indera manusia baik oleh perasaan maupun oleh kekuatan batinnya ataupun oleh kekuatan pikirannya. Dari situ ia melangkah untuk mengetahui sumber-sumber pokok kejadian alam dan mendapatkan macam-macam warna-warnanya yang umum guna mengetahui tentang kaidah-kaidah yang ada pada sesuatu benda alam itu. Ambillah sebagai contoh, sesuatu yang paling nyata dan paling terang, se15

perti cahaya. Para ahli telah menetapkan, bahwa cahaya itu mempunyai hukum-hukum yang banyak segi-seginya, yang mereka jelaskan dalam suatu ilmu yang khusus mengenai itu. Tetapi tak ada satupun para ahli yang dapat memahami apakah sebenarnya yang dikatakan cahaya itu. Dan tidak ada pula yang tahu makna cahaya itu sendiri. Hanya yang dapat diketahui, ialah apa yang biasa dikenal oleh tiap-tiap orang yang mempunyai dua mata. Begitulah dapat dikiaskan seterusnya. Sesungguhnya Allah tidak menjadikan manusia mempunyai hajat yang mendorongnya untuk mengetahui tentang hakikat sesuai dari benda-benda alam semesta ini. Tetapi mempunyai hajat untuk mengetahui sifat-sifat dan khasiat-khasiatnya benda-benda itu. Manusia sibuk untuk mencari pengertian (ilmu) tentang sesuatu yang paling dekat kepadanya, yaitu diri (roh)-nya sendiri. Tetapi puncak penyelidikannya cuma dapat mengatakan, bahwa ia (roh) itu suatu yang memang ada, yang hidup mempunyai ingatan dan kemauan. Segala yang meliputi roh, yang berupa hakikatnya yang sejati, kembali kepada sifat-sifat yang ada pada roh itu sendiri. Adapun hakikatnya benar dan bahkan bagaimana caranya roh itu bersuatu dengan sebagian sifat-sifat itu, semuanya itu adalah suatu hal yang tidak dikenal sama sekali. Beginilah lemahnya akal manusia, terhadap perbuatan-perbuatan yang timbul dari padanya sendiri, seperti berkir dan perhubungannya dengan gerak-gerak dan bicara. Berkir tentang makhluk pasti membawa manfaat duniawi, memberikan cahaya bagi jiwa untuk mengetahui Zat yang menjadikan bekas-bekas (makhluk) itu. Dengan itu menjadi teranglah cahaya Tuhan kelihatan, dan bersinarlah jiwa untuk mengetahui sifat-sifat-Nya yang sempurna, yang tanpa sifat-sifat-Nya itu tentu tidak bisa lahir dan pada-Nya bekas-bekas wujud yang nyata ini yang kelihatan tersusun dengan rapi. Timbulnya pertentangan pikiran tentang alam Ilahi ini adalah merupakan pertarungan hak dengan yang batil. Dan pastilah kemenangan berada di pihak yang hak (benar) dan ia akan menang atas yang batil, dengan adanya kerjasama pikiran-pikiran yang benar, yang memang kuat dan harus menang terhadap yang lemah. Apakah sifat-sifat itu merupakan tambahan kepada Zat (Substansi)? Apakah Kalam merupakan sifat yang lain dari apa yang diterangkan dalam Kitab Suci? Apakah sifat Mendengar dan Mengetahui, lain dari segala yang dapat mendengar dan melihat? Dan lain-lain masalah seperti itu yang telah merupakan perkara-perkara yang diperselisihkan oleh akal dan yang telah menyebabkan pertengkaran dalam beberapa madzhab, maka itu semua adalah suatu

16

perkara yang tidak perlu terlalu didalami untuk dipertengkarkan. Karena tidak mungkin akal manusia sampai kepadanya dan tidak cukup kata-kata yang dapat mencakup untuk menerangkannya, sehingga dikhawatiri akan merupakan penipuan terhadap agama. Karena, tak ada bahasa yang dapat mencakup ketentuan hakikat Zat yang Wajib Ada itu. Tetapi yang demikian itu dilakukan juga oleh madzhab-madzhab lsafat, yang andaikata segolongan diantara mereka tidak tesesat, maka golongan yang lainpun tidak dapat petunjuk yang memuaskan ; baiklah mereka berhenti membicarakannya! Karena itu tidak ada jalan lain bagi kita, kecuali berhenti pada titik puncak dari kesanggupan akal kita.

17

Perbuatan-Perbuatan Allah

Segala perbuatan Allah, terbit dari Ilmu dan Iradat-Nya. Tiap-tiap sesuatu yang terbit dari Ilmu dan Iradat, berpangkat pula kepada Ikhtiar (Kebebasan). Tiap-tiap yang terbit dari Ihtiar, tidak satupun yang wajib dilakukan oleh yang mempunyai Iktiar. Oleh karena itu, tidak ada satupun diantara perbuatan-perbuatanNya, yang wajib dilakukan oleh ZatNya. Maka segala perbuatan Allah seperti mencipta, memberi rezeki, menyuruh dan mencegah, mengazab dan memberi nikmat, adalah merupakan suatu yang tetap bagi Allah dengan kemungkinan yang khusus. Tidak dapat dibayangkan oleh akal, bahwa karena ilmu dan kemauanNya Allah berbuat sesuatu dengan perbuatan-perbuatanNya wajib dilakukan oleh Zatnya. Kejayaan Allah dan kesucian agama-Nya lebih Agung dan lebih tinggi dari semua ini. Semua telah sepakat atas keterangan yang mengatakan, bahwa perbuatanperbuatan Allah s.w.t. tidak lepas dari hikmatnya. Baik pihak yang keterlaluan, maupun pihak yang sederhana sekali, terang-terang mengatakan bahwa Allahbersih dari kesia-siaan dalam segala perbuatan-Nya, dan bersih dari dusta dalam perkataan-perkataan-Nya. Tetapi setelah itu mereka tuduh menuduh pula dan bersengketa dalam berbagai persoalan. Tidak tau kemana tujuan persengketaan itu, maka baiklah kita ambil apa-apa yang telah mereka sepakati itu dan kita pulangkan saja apa yang mereka [ertengkarkan itu kepada satu hakikatnya yang pokok. Hikmat tiap-tiap perbuatan itu terletak dalam apa yang ditimbulkannyam yang dapat menjaga ketertiban ataupun menolak kerusakan baik khusus ataupun umum, yang andai kata dibukakan kepada akal dari segi apa saja ia berkir dan memberikan hukum, ia akan mengakui, bahwa perbuatan itu tidak percuma dan tidak main-main saja. Diantara kaidah-kaidah yang benar, yang dapat diterima oleh semua oran yang berakal, ialah : Bahwa segala perbuatan orang yang berakal tidak ada yang percuma. Yang mereka maksudkan dengan orang yang berakal, ialah orang yang mengetahui segala perbuatannya, terbit dari kesadaran dan kemauannya sendiri. Yang mereka maksudkan dengan tidak ada yang percuma, ialah bahwa perbuatanperbuatan itu tidak akan lahir kecuali karena ada tujuannya. Ciptaan Allah, yang memberikan hikmat kepada segala sesuatu dan menciptakan makhluk-Nya dengan sebaik-baiknya, ialah penuh dengan bermacammacam hikmat. Dalam hikmat-Nya itu terletak dasar kejadian langit, bu-

18

mi, dan apa-apa yang terdapat antara keduanya. Dengan dia terpelihara susunan alam dan rahasianya, dan Dia menjaganya dari kebinasaan dan dari keruntuhan. Didalam hikmat-Nya itu terletak kemaslahatan segala yang maujud ini menurut batas-batas yang ditentukan. Terutama wujud hayati, seperti tumbuhan-tumbuhan dan bintang-binatang yang kalau tidaklah memperhatikan hikmat-hikmat yang indah mengagumkan ini, tidaklah mudah bagi kami untuk membuktikan Ilmu Allah iitu. Maka ketahuilah wajibnya hikmat dalam segala perbuatan Allah, mengikuti pula akan wajib sempurnanya Ilmu dan Iradat-Nya hal itu tidak menjadi buah perselisihan diantara segala pihak yang suka bertengkar. Begitu juga dikatakan tentang wajibmembuktikan ancaman dan pahala sebagai dijanjikan, maka itu juga mengikuti akan kesempurnaan Ilmu dan Iradat-Nya, dan memang ia adalah yang maha benar. Dan yang menjadi sumber pokok, kemana harus dikembalikan segala persoalan yang timbul dalam bab ini, adalah rman Allah Taala yang tersebut dibawah ini :

Firman-Nya yang berbunyi sesungguhnya Kami ambil permainan itu untuk Kami, yakni berarti : sesungguhnya hal yang demikian itu terbitnya dari pihak Zat Kami sendiri yang sempurna mutlak (Absolut Substansi) yang tidak sedikitpun cacat-celanya dan hal itu mustahil. Dan arti sekiranya yang terdapat dalam rman-Nya sekiranya Kami berbuat demikian, 19

adalah berarti na (menindakkan) dan ia merupakan natijah (konklusi) bagi kias yang terdahulu. Tinggal lagi sekarang yang harus disesalkan ialah, bahwa para peminat tentang hakikat-hakikat ini telah terpecah menjadi dua golongan. Sebagai mereka terdapat orang-orang yang mencari pengetahuan ketuhanan karena pengetahuan itu metupakan keinginan dan kelezatannya. Dan golongan ini memberikan beberapa arti tertentu kepada nama-nama Tuhan, tanpa mengindahkan boleh atau tidaknya hal itu dipakaikan kepada Tuhan menurut syara (agama). Golongan lain mencari pengetahuan tentang ketuhanan ini serta merasakan, bahwa hal itu adalah agama dimana harus merupakan tempat berbakti dan juga merupakan kepercayaan kepada Allah yang Besar, yang harus disembah dengan tahmid dan tazhiem (puji dan sanjung).

20

Perbuatan-Perbuatan Manusia

Orang yang mempunyai akal dan perasaan (pancaindera) yang sehat, mengakui dengan menyaksikan, bahwa dirinya sendiri adalah maujud (ada). Demikian pulalah ia menyaksikan, bahwa ia mempunyai kemauan untuk melakukan perbuatan-perbuatan dengan ikhtiar, yang ditimbangnya dengan akal dan ditentukannya dengan iradat (kehendak)nya sendiri. Kemudian barulah perbuatan itu dilaksanakannya dengan sepenuh kodrat yang ada dalam dirinya. Siapa yang berani mengingkari ketentuan seperti itu, dianggap sama dengan mengingkari wujud dirinyan sendiri, karena ketentuan itu merupakan kenyataan yang logis dan dibenarkan oleh akal. Tiap-tiap manusia mengakui hal yang demikian ada pada dirinya sendiri, dan pada orang lain yang sehat akal dan pancainderanya. Begitulah, kadang-kadang manusia bermaksud bisa atau berikhtiar untuk mennyenangkan hati kawan, tetapi sebaliknya yang datang kawan itu marah kepadanya. Orang yang beriman, menyaksikan dengan dalil dan bukti yang nyata, bahwa kodrat pencipta alam semesta ini lebih tinggi dari kodrat yang ada pada segala makhluk, tentu ia menyaksikan pula dengan terang, bahwa ia dalam segala aneka warna perbuatannya yang ikhtiar (bebas), naik perbuatan akal maupun jasmani adalah tegak untuk mempergunakan semua pengetahuan dan kekuatan yang diberikan Allah kepadanya menurut ketentuan yang semestinya. Kamu Ulama telah memberikan denisi tentang arti syukur nikmat ialah: Mempergunakan (memanfaatkan) segala kurnia Tuhan sesuai dengan maksud nikmat itu dijadikan oleh Tuhan. Diatas ketentuan Takdir dan Ikhtiarinilah berjalannya syariat (agama) dan diatas ketentuan itu pulalah beridirinya taklif-taklif (perintah-perintah) Tuhan. Siapa yang berani mengingkari salah satu diantaranya, nyatalah ia memungkiri sumber iman pada dirinya sendiri, yakni akalnya; akal yang telah mendapat kehormatan dari Allah untuk dapat memikirkan perintahperintah dan larangan-laranganNya. Adapun pembahasan dibalik itu, yakni bagaimana menyesuaikan dalil-dalil tentang kekuasaan Ilmu Allah dan Kemampuan (Iradat)-Nya dengan kenyataan-kenyataan adanya kebebasan ikhtiar manusia dalam memilih perbuatan-perbuatan yang ada hak ikhtiar didalamnya, maka itu berarti mencari rahasia kadar Ilahi yang kita dilarang untuk menggalinya lebih dalam serta menghabiskan energi kepada apa yang tidak bisa dicapai oleh akal. Akhirnya perbuatan mereka itu tidak lain dari

21

perpecahan dan percekcokan. Diantara mereka ada yang mengatakan, bahwa manusia itu berkuasa menentukan segala macam perbuatannya dan ia mempunyai kebebasan yang mutlak sekali. Pendapat semacam ini, yakni pendapat kaum Qadariah, nyata suatu penipuan. Ada pula yang mengatakan, bahwa manusia itu dipaksakan sama sekali, dan tak ada kebebasan untuk menentukan perbuatannya, yakni pendapat kaum Jabariah. Dan ada pula orang-orang yang berfaham seperti yang tersebut belakangan ini tetapi ia tidak mau terang-terangan mengakui sebagai kaum Jabariah. Tetapi keyakinan seperti itu adalah berarti meruntuhkan Syariat (Agama), menghapuskan hukum taklif (adanya perintah Allah) dan membatalkan hukum akal yang logis, padahal ia merupakan pilar (tiang) Iman. Menentukan ketetapan Agama, ada dua perkara besar yang merupakan tiang kebagaiaan dan pembimbing segala amal perbuatan manusia. Pertama: bahwa manusia mempunyai usaha yang bebas dengan kemauan dan kehendaknya untuk mencari jalan yang dapat membawakannya kepada kebahagiaan. Kedua: bahwa Kodrat Allah tempat kembalinya segala makhluk. Diantara tanda (bekas) kodrat kekuasaan Allah itu ialah, bahwa Ia sanggup memisahkan manusia (makhluk) dari apa yang dimauiny, dan tidak seorangpun selain dari pada Allah yang sanggup menolong manusia dalam apa yang tidak mungkin dicapainya. Kodrat Allah yang Tunggal itu, adalah sesuatu kekuasaan yang paling tinggi dalam menyempurnakancita-cita manusia dengan jalan melenyapkan rintanganrintangan yang menghalang ataupun untuk menyempurnakan syarat-syarat kesempurnaan yang diperlukan sebagai suatu perkara yang tidak diketahui oleh manusia dan tidak termasuk dibawah iradatnya. Masing-masing mempunyai ketentuan yang khusus bagi dirinya. Begitulah keadaan masingmasingm, berbeda satu sama lainnya. Maka Tuhan yang memberi wujud telah memberikan kepada macam-macam jenis dan oknum-oknum itu akan ketentuan wujudnya masing-masing menurut patut. Kemudian, tiap-tiap wujud itu mempunyai pula sifat-sifat yang mengikutinya. Diantaran kejadian makhluk yang bermacam-macam itu adalah manusia itu sendiri. Ciri-ciri yang menyebabkan ia berbeda dari segala hewan ialah, bahwa ia berkir (Homo Sapienis), mempunyai ikhtiar (usaha bebas) dalam amal perbuatannya menurut petunjuk kirannya. Begitulah wujud yang diberikan Tuhan kepada manusia, disertai dengan ciri-ciri yang khusus baginya. Kemudian, ilmu Tuhan mengetahui semua yang dilakukan manusia dengan

22

kehendaknya. Ia tahum bahwa perbuatan ini dilakukan pada saat begini. Jika perbuatan itu baik, diberi pahala yang melakukannya. Begitu pula perbuatan yang jahat, pelakunya akan disiksa menurut siksaan perbuatan jahat. Jelaslah, bahwa kerja-kerja manusia itu timbul dari usaha dan ikhtiarnya sendiri.

23

Perbuatan-perbuatan Baik dan Buruk

Dalam diri kita pasti kita temui sesuatu kodrat yang dapat membedakan antara yang indah dan yang jelek. Begitu pula orang tidak akan berbeda pendapat tentang buruknya daun-daun yang berserak-serak, terpisah satu dari yang lain dengan centang-prenang tidak teratur. Jiwa kita merasa senang dan kagum kepada sesuatu yang indah, jijik kepada sesuatu yang buruk. Sebagaimana pembedaan-pembedaan itu terdapat pada sesuatu yang dilihat, maka demikian pula hal itu berlaku pada segala yang didengar, disentuh, dirasa dan yang dicium dan segala yang dapat dikenal oleh salah satu pancaindera ana-cucu Adam ini. Diatas ciri-ciri itulah dapat dibangunkan beberapa industri (perekonomian) dalam beberapa tingkat-tingkat kemajuan sampai kepada batas yang sama-sama dapat kita saksikan sekarang ini. Sekalipun perasaan dan selera berlain-lain, namun dalam segala sesuatu itu ada terdapat baik dan buruk. Kesempurnaan yang terdapat dalam sesuatu yang logis adanya (maqulat), seperti adanya Zat Yang Wajib Ada (Tuhan), roh-roh yang halus dan sifat-sifat rohani manusia, semua itu mempunyai rasa keindahan yang dapat dirasakan sendiri oleh rohani orang yang mengenalinya, dan dapat menarik perhatian orang yang mempunyai minat padanya. Sebaliknya dalam sesuatu ada kekurangannya, terdapat keburukan. Yang tidak dapat di mungkiri oleh orang-orang yang tinggi cara berkirnya sekalipun ada perbedaan pada suatu waktu antara kesan yang buruk menurut wijdan (intuisi) dan kesan yang buruk menurut pancaindera, tentang segala sesuatu yang dapat dirasa. Kadang-kadang yang buruk itu menjadi baik dengan melihat bekasnya yang baik, sebaliknya yang baik itu bisa dipandang buruk karena melihat akibatnya buruk. Begitulah sesuatu yang pahit itu buruk, karena bisa memuntahkan dan raja yang cacat badannya tak sedap dipandang mata. Tetapi bekas yang pahit yang teletak dalam memberantas penyakit, keadilan yang dilakukan oleh raja yang cacat itu kepada rakyatnya ataupun budi baiknya terutama kepada anda sendiri, merubah pandangan Anda tatkala melihat rupanya. Karena bekas yang baik itu memberikan cahaya kepada yang mempunyainya karena kebijaksanaannya. Maka ingatan hanya tertuju kepada kebaikan orangnya saja. Demikian pula dikatakan yang manis itu buruk, apabila ia merusakkan dan jijiknya diri kita melihat orang yang indah rupa-

24

nya, apabila ia zalim dan merusak. Diantar perbuatan-perbuatan manusia yang ikhtiar, ada yang mempunyai daya penarik pada dirinya, dimana hati tertarik kepadanya seperti melihat kejadian yang menarik, seumpama parade militer yang teratur, bersenam yang menunjukkan kemahiran bermain dan seperti nada irama musik yang mengharukan bagi orang yang mengerti tentang kaidah permainan itu.Dan diantara perbuatan-perbuatan ikhtiar itu ada pula yang buruk pada dirinya dan menimbulkan perasaan yang tidak enak bagi siapa yang melihat. Pengertian baik dan buruk menurut dua makna yang tersebut tadi sedikit sekali mengandung ciri-ciri yang dapat membedakan antara manusia dan binatang-binatang yang maju (primat) dalam silsilah wujudnya, kecuali hanya terletak : dalam kekuatan wijdan (intuisi, perasaan), pembatas nilai (martabat) baik dan buruk. Dan diantara perbuatan-perbuatan manusia yang ikhtiar ada yang baik karena memandang manfaat yang ditariknya dan ada yang buruk karena melihat kerusakan yang ditimbulkannya. Tuhan memberikan kepada manusia atau menjadikannya mempunyai tiga kekuatan yang tidak ada pada hewan : ingatan, khayalan dan kiran. Maka kekuatan ingatan manusia itu dapat mengingat rupa kejadian yang telah lalu, yang tertutup oleh kesibukan-kesibukan dewasa ini. Begitulah ingatan itu dapat mendatangkan kembali apa-apa yang selama ini disenangi ataupun yang dibenci, yakni apa-apa yang serupa ataupun berlawanandengan yang dihadapi manusia itu dengan jalan mengingat sesuatu dengan apa yang menyerupainya (asosiasi kiran) dan tempo-tempo dengan lawannya, sebagaimana tak asing lagi. Dan kekuatan khayal (fantasi) dapat menggambarkan peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi dan keadaan-keadaan yang mempengaruhi manusia itu sehingga peristiwa itu seakan-akan tampak dimatanya sendiri. Kemudian khayal itu dapat menggambarkan kelezatan atau kesakitan dizaman yang akan datang dengan membandingkannya dengan apa-apa yang telah berlalu, sehingga kemudian hati tertarik untuk mengejarnya atau menjauhkan diri dari padanya. Maka karena itu manusia berlindung kepada kiran, untuk mengatur cara-cara yang baik untuk mencapainya. Begitulah, diatas tifa kekuatan ini tergantung kehidupan bahagia manusia dan celakanya. Manusia telah sepakat mengatakan, bahwa perbuatan-perbuatan manusia itu ada yang bermanfaat dan ada pula yang berbahay, dengan lain perkataan ada yang baik dan ada yang buruk. Diantara kaum cerdik pandai dan

25

orang yang mempunyai tijauan yang benar dan pertimbangan yang adil ada yang mungkin dapat mencapai demikian itu dengan jalan pengetahuan yang benar. Mereka sepakat bahwa yang baik itu ialah : apa yang lebih kekal faedahnya, sekalipun menimbulkan kesakitan dalam melakukannya. Dan yang buruk ialah : barang yang merusak bagi kepentingan perseorangan maupun kepentingan umum dan bagi siapa saja berhubungan dengannya, sekalipun besar sekali kelezatannya sekarang. Akal manusia tidaklah sama tentang mengetahui persoalan adanya Allah tentang mengetahui persoalan adanya hidup sesudah hidup sekarang ini. Sekalipun mereka telah sesuai untuk tunduk menekurkan kepala terhadap kekuatan zat yang lebih kuasa dari mereka sendiri. Sebenarnya bukanlah menjadi kemampuan akal manusia rata-rata untuk mengetahui apa yang wajib diketahuinya, dan tidak pula mampu untuk memahami dengan sungguhsungguh tentang kehidupan hari akhirat itu apa yang semestinya dipahaminya, dan tidak pula untuk menentukan macam-macam perbuatan mana yang akan menerima pembalasannya dinegeri akhirat itu.

6.1

Juru Penolong itu adalah Nabi

Tugas Nabi adalah memberikan batas terhadap apa yang seharusnya diperhatikan tentang sesuatu yang berkenan dengan Zat Yang Wajib Wujud berupa sifat-sifatNya yang sempurna dan apa-apa yang dibutuhkan oleh ummat manusia kepada-Nya. Nabi itu memberikan isyarat kepada orangorang terkemuka agar bersifat dengan sifat keutamaan, yang melebihkannya dari orang lain dalam kedudukan pengetahuan mereka yang terhormat. Akan tetapi ia tidak mewajibkan kecuali yang memandai buat keperluan orang awam. Begitulah Nabi itu datang menganjurkan kepada ummat manusia untuk menganut kepercayaan (itikad) dengan adanya Allah, dengan ke-EsaanNya dan dengan sifat-sifat yang sempurna seperti apa yang telah kami jelaskan. Untuk membuktikan demikian, Nabi itu telah memberikan petunjuk cara-caranya. Maka wajjiblah mengetahui adanya Allah itu menurut cara yang ditentukan itu dan kebaikannya mengetahui serta terlarangnya bersikap masabodoh (apatis) , atau mendurhakai apa-apa yang diwajibkan oleh Syariat (Agama). Ayat ini menunjukkan isyarat yang nyata, bahwa memperbeda-bedakan Tuhan menimbulkan perpecahan didalam pendirian manusia dalam mencari kekuasaan yang lebih tinggi diluar kekuatan akal mereka sendiri. Jabatan 26

ke-Nabian itu juga menentukan batas amal-amal yang membawa bahagia manusia didunia dan akhirat, dan dengan perantaraan perintah Tuhan, Nabi itu menganjurkan kepada manusia supaya berhenti pada batas-batas yang telah ditentukan Allah itu. Banyak sekali manusia mendapat penerangan dengan demikian itu tentang jalan-jalan yang baik ataupun yang buruk yang bersangkut-paut dengan perintah dan larangan yang harus diperhatikan oleh ummat manusia. Maka karena itu wajiblah mengamalkan apa-apa yang diperintahkan ataupun yang dianjurkan supaya manusia mengerjakannya dan menghentikan perbuatan yang hukumnya terlarang ataupun yang tidak disukai menurut jalan yang telah dibatasi oleh syariat.

27

Kerosulan Yang Umum

Kami maksudkan dengan Kerasulan yang Umum, ialah pengangkatan para Rasul untuk menjalankan missinya menyampaikan sesuatu itikad (kepercayaan) dan hukum-hukum Allah Yang menciptakan ummat manusia ini, bahwa Tuhanlah yang mencukupkan kebutuhan-kebutuhan manusia yang pokok (primair) sebagaimana Ia juga memberikan kepada makhluk yang lain-lain guna memenuhi kebutuhan serta menjaga wujudnya menurut kadar yang ditentukan sesuai dengan martabatnya masing-masing dalam wujud. Yakni yang paling mudah bagi ahli ilmu Kalam, yaitu jurusan, bahwa menganut itikad tentang diutusnya para Rasul itu adalah merupakan satu diantara rukun Iman (kepercayaan). Maka tiap-tiap orang yang beriman wajib meyakinkan, bahwa Allah telah mengutus beberapa orang Rasul dari golongan manusia sendiri untuk menyampaikan pelajaran kepada ummatnya dan apa saja yang diperintahkan kepada mereka untuk menyampaikan, sertam menjelaskan hukum-hukum yang berkenaan dengan perbuatan-perbuatan yang mulia dan sifat-sifat yang dituntut mereka itu mengerjakannya, begitu pula tentang segala perbuatan yang buruk serta moral yang rendah yang dilarang manusia melakukannya, dan bahwa manusia wajib membenarkan para Rasul itu, bahwa mereka dalam menjalankan missinya itu adalah berdasarkan perintah Allah. Sejajar dengan itu, wajiblah dengan pasti mengitikadkan ketinggian thrah kejadian Rasul-Rasul Tuhan itu, sehat akal, benar dalam segala pembicaraannya, amanah dalam menyampaikan apa yang diperintahkan Tuhan kepada mereka untuk menyampaikannya dan terpelihara dari segala perangai manusia yang jelek. Adapun bidang lain dari yang tersebut itu, mereka itu adalah sebagau manusia biasa juga, yakni makan, minum, tidur. Mereka juga sakit, dan kadang-kadang malahan ada yang dianiaya oleh orang jahat, mendapat ancaman, bahkan ada diantara Nabi-Nabi itu yang mati dibunuh orang. Tentang Mujizat, bukanlah suatu barang yang mustahil menurut akal. Karena tidak ada dalil yang kuat untuk mengatakan mustahil terhadap sesuatu yang luar biasa wujudnya. Mujizat mestilah muncul bersama-sama dengan keangkatan menjadi Nabi. Ia bisa terwujud dengan seketika sebagai dalil yang meyakinkan bagi benarnya pengakuan seorang atas Kenabiannya itu. Katena seorang Nabi perlu bersandar kepada mujizat itu dalam menjalank-

28

an tugas dawahnya, bahwa ia benar menyampaikan apa yang datang dari Allah. Maka pemberian mujizat itu kepada Nabi-nabi, berarti penguatkan bagi kebenaran missinya, Mustahil bagi Allah untuk menguatkan orang dusta, karena menguatkan orang dusta itu berarti membenarkan kedustaannya, dan membenarjan orang yang dusta itu adalah suatu kedustaan pula adanya, dan hal itu adalah mustahil bagi Allah. Adapun sihir dan persoalanpersoalan seperti itu, maka jika dapat diterima bahwa bekasnya adalah juga suatu hal yang mengagumkan lagi mengatasi kekuatan jasmaniyah biasa, namun ia tidak dapat mendekati keluar-biasaan yang ada pada mujizat sedikitpun juga. Wajibnya sifat-sifat tersebut tadi pada diri para Nabi, ialah andaikata trah kejadian mereka lebih rendah dari orang-orang yang sezaman dengan merekalemah menghadapi kekuatan jiwa orang lain, atau akal mereka mempunyai cacat yang bisa melemahkan, tentulah mereka tidak berhak untuk mendapatkan kedudukan istimewa yang diberikan oleh Ilahi, kedudukan yang mengatasi segala-galanya. Mereka mendapat keistimewaan dengan wahyu yang diterimanya, mereka mrndapat keistimewaan dengan terbukanya tabir rahasia-rahasia ilmu bagi mereka. Sekiranya Nabi-Nabiitu berdusta itu tentu akan melemahkan kepercayaan orang kepada mereka, dan dengan sendirinya mereka akan menjadi juru penyesat, bukan pembimbing. Dan dengan begitu hilanglah rahasia atau hikmat mengutus mereka sebagai Rasul. Demikian pula halnya sekiranya merek lalai atau suka lupa dalam menyampaikan akidah-akidahdan hukumhukum yang diwajibkan kepada mereka buat menyampaikannya. Tentang terjadinya kesalahan pada dirimereka diluar dari tugas mereka menyampaikan berita yang datang dari Allah, yang tidak ada hubungan sma sekali dengan Syariat, menurut sebagian Ulama, hal itu boleh saja, sedang mendapat kelompok terbesar para Alim-Ulama menyanggah pendapat itu. Memang sulit untuk menegakkan dalil akal ataupun untuk membenarkan dalil Agama yang dapat meyakinkan orang menurut pendirian yang dianut oleh kelompok terbesar para Alim Ulama tersebut diatas.

29

Kebutuhan Manusia Kepada Rosul

Kita harus mempunyai kepercayaan (itikad) dengan kekalnya roh manusia setelah mati, dan bahwa bagi manusia ada hidup yang kedua setelah berakhirnya hidup di dunia ini. Dalam hidup mana mereka akan mengecap nikmat bahagia atau beroleh celaka dengan azab yang amat pedih. Bahagia dan celaka dalam kehidupan yang abadi itu adalah menurut amal perbuatan manusia itu sendiri, selagi berada dalam hidup didunia yang fana ini, baik perbuatan-perbuatan itu berkenaan dengan kejiwaan (rohaniyah) seperti berbagai kepercayaan manusia atau berupa cita-cita dan kemauan-kemauan ataupun perbuatan-perbuatan badaniyah seperti bermacam-macam ibadat dan muamalat (ekonomi, perdagangan dan sebagainya). Semua pihak sepakat mengatakan, baik manusia yang tergolong kaum yang mempercayai Tuhan Esa (monotheismus) atau yang mempercayai Tuhan banyak (polytheismus) maupun kaum losof sendiri kecuali sedikit, yaitu orang yang kurang pertimbangannya, bahwa roh manusia itu adalah abadi, hidup terus setelah ia berpisah dengan badan, tidak akan mati lagi setelah mengalami kematian yang fana di dunia ini. Sedang masalah kematian inipun adalah suatu soal yang batin dan rahasia. Demikianlah mereka sepakat mengenai masalah kekalnya roh setelah ia berpisah dari badan, sekalipun mereka berbeda pendapat tentang cara bagaimana menggambarkan kekalnya itu, kemana perginya roh itu dan tentang jalan-jalan membuktikannya. Perbedaan kiran tentang rahasia kebahagiaan dan kerugian di hari akhirat, tentang kelezatan hidup di hari akhirat itu serta jalan-jalan yang dapat membawa kepada beroleh nikmat begitupun timbulnya bermacam-macam pendapat ummat-ummat yang dulu maupun yang sekarang, memang banyak sekali hampir tidak dapat dihitung. Manusia itu diberi ilham, bahwa akal dan kirannya menjadi pokok bagi kehidupan didunianya ini, sekalipun ada beberapa gelintir orang yang berpendapat janggal mengatakan, bahwa akal dan kiran manusia itu tidak cukup untuk memimpin manusia dalam melakukan sesuatu amal perbuatan, atau berpendapat, bahwa tidak mungkin bagi akal untuk menentukan sesuatu kepercayaan (itikad.dogma). Ilham itu hampir dapat mendesak sesuatu kenyataan karena demikian jelasnya pengertian yang diberikan kepada manusia, dimana manusia dapat merasakan bahwa dirinya diciptakan oleh Tuhan bersedia menerima ilmu pengetahuan yang tidak ada akhirnya dan mencari jalan-jalan yang tidak

30

dapat dibatasi. Zat yang memberikan wujud bagi segala jenis makhluk hanya memberikan persediaan menurut kadar yang dibutuhkan masing-masing dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sampai dewasa ini kita senantiasa berada dalam gangguan kehidupan dunia yang selalu goncang, yang tidak dapat kita ketahui dengan pasti kapan kita akan terlepas dari kegoncangan-kegoncangan itu. Yang menegakkan urusan manusia menurut kaidah yaitu pimpinan dan pengajaran, yang menjadikan manusia dan memberinya penerangan yang mengajarnya berkata supaya dapat saling mengerti satu sama lain yang mengajarnya menulis agar dapat berkorespondensi (komunikasi) dengan yang lain. Allah memberikan ciriciri perbedaan kepada Rasul itu dengan trah kejadian yang suci murni. Ia tinggikan martabat rohani mereka sampai kepada martabat yang sempurna dan wajar untuk menerima cahaya ilmu-Nya dan menerima amanah (kepercayaan) untuk memelihara rahasiaNya , yang andai kata rahasia Allah itu terbuka bagi manusia. Dalam penerangan mana telah tercakup bahwa hukum yang bertalian dengan seluruh amal-amal lahir batin. Maka dengan demikian tetaplah Rasul menjadi utusan Allah kepada makhluk insani sebagai penyampai berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Jenis makhluk manusia itu haruslah menurut apa yang ada pada dirinya dan apa yang mengendalikannya, berupa roh yang bisa menggerakkan kiran, dan berbeda-bedanya kekuatan kiran itu dengan berbedanya pribadi manusia itu sendiri dan bahwa tidaklah semua pribadi itu bisa dan tahu dalam segala aperkara menurut tabiatnya, dan bahwa wujud manusia itu sendiri tetap menjadi pokok pembahasan dan pembuktian.

31

Kebutuhan Manusia kepada Rosul Adalah Tabiat Manusia

Sejak zaman purbakala sampai kepada masa modern sekarang ini, kita melihat bahwa diantara manusia ada yang hidup memisahkan diri dari masyarakat. Manusia yang memakan rumput atau kayu dan bertempat tinggal di gua atau batu-batuan besar. Manusia seperti ini tak ubahnya seperti lebah yang telah memisahkan diri dari kesatuannya dan hidup dengan kehidupan yang tidak sesuai lagi dengan apa yang telah ditentukan. Manusia tidak bisa hidup kecuali dengan bermasyarakat. Kekuatan bisa bertutur kata yang diberikan kepada manusia, maka dengan dijadikan lidah tidaklah dimaksudkan untuk menggambarkan arti lafadzh serta menyusun berbagai ibarat,melainkan karena sangatnya kebutuhan untuk saling mengerti diantara sesama manusia itu dan tidaklah kebutuhan yang sangat untuk saling memahami isi hati diantara dua orang atau lebih banyak. Sekiranya urusan manusia berjalan menurut sistim yang disetujui bersama, tentulah kebutuhan bermasyarakat merupakan faktor yang paling penting yang dapat membina cinta kasih diantara masing-masing pribadi. Kasih sayang itu menjaga bagi peraturan yang verlaku bagi bangsa-bangsa dan menjadi jiwa bagi kebakaannya, sedangkan kasih sayang itu memerlukan adanya kebutuhan , sesuai dengan undang-undang alam. Karena kasih itu mendatangkan hajat kebutuhan pada diri kita, kepada siapa yang kita kasihi atau apa yang kita sayangi, maka jika kasih sayang itu telah mendalam ia bisa memabukkan dan mengasyikkan kita. Akan tetapi adalah menjadi undang-undang bagi cinta, bahwa ia harus timbul dan kekal diantara mereka yang berkasih sayang itu, yakni bila ada hajat kebutuhan kepada zat yang dicintainya atau apa yang ditangannya itu tidak hendak dilepaskannya lagi. Cinta yang seperti ini tidak hendak dilepaskannya lagi. Cinta yang seperti itu tidak akan terdapat dalam diri manusia kecuali bila ia timbul dari pengaruh yang ada terdapat dalam roh yang dicintainya itu sendiri serta sifat-sifat pribadinya yang melekat pada dirinya, sehingga kelezatan perhubungan cinta itu sendiri tidak karena sesuatu pengaruh yang datang dari luar Masing-masing manusia, berbeda-beda alam pengertiannya kapasitas kerjanya dan dalam kemauan dan cita-citanya. Diantara mereka ada yang bersikap masabodoh, lemah atau malas yang hanya memperturutkan kei-

32

nginan hawanafsu lagi bersifat tamak. Orang yang telah menyimpang dari jalan yang semestinya dikarenakan perbedaan martabat manusia dalam perasaan, kemauan dan cita-citanya hingga tergambarlah bagi kau cerdik dan pandai bahwa ia harus berusaha untuk mencapai kedudukan yang lebih tinggi di mata umum dengan halan mengacau keamanan, menggoncangkan ketentraman dan menimbulkan ketakutan didalam hati orang banyak, yang semuanya itu dianggap seolah-olah tidak terlarang. Orang-orang cerdik dan pandai menyatakan pula, bahwa bagi tiap-tiap hak itu ada kehormatannya dan mereka memberikan pendapat antara kelezatan akan fana dan manfaat yang akan berguna untuk selama-lamanya. Manusia telah sepakat mengakui Zat Maha Kuasa dan yang dapat ditandingi oleh kekuasaan yang ada pada manusia. Tetapi mereka berselisihan pendapat dalam memahamkan Zat yang harus diakui oleh thrah. Kejadian itu, perselisihan yang sangat dalam bekasnya untuk memutuskan persaudaraan sesama mereka yang menimbulkan unsur-unsur yang berbahaya dikalangan mereka karena perselisihan mereka yang terus menerus dalam memahamkan arti baik dan buruk, perselisihan yang disertai hawa nafsu yang memuncak. Manusia itu adalah makhluk yang menakjubkan keadaannya dengan kekuatan akalnya ia bisa naik membuung ke alam malakut (ketuhanan) yang tinggi, dan dengan kirannya ia dapat menjangkau alam, apa yang tidak bisa dilakukan oleh makhluk yang lain, tetapi kemudian ia menjadi kecil dan lemah dan turun kepada derajat yang sedemikian rupa sehingga menjadi terdiam dan menundukkan kepala dengan penuh khusyu , yakni manakala dia dihadapkan kepada sesuatu perkara yang sebab musebabnya tidak dikenalnya sama sekali dan tidak tahu dimana sumbernya. Demikianlah rahasia keanehan manusia itu yang sudah tak asing lagi bagi orang yang suka memperhatikan dan dapat dirasakan oleh setiap manusia itu sendiri.

33

Pemimpin mengajarkan kepada manusia apa yang dikehendaki Tuhan untuk kemashlahatan kehidupan mereka duniawi dan ukhrawi, dan apa-apa yang dikehendaki Tuhan untuk menerangkan kepada manusia itu tentang ZatNya dan kesempurnaan sifat-sifatNya. Dan , para pemimpin itu tidak lain , adalah Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul yang diutus Tuhan. Maka dengan keterangan itu jelaslah, bahwa diangkatnya paraa Nabi semoga Tuhan memberikan rahmatNya kepada mereka adalah kesempurnaan diri manusia sendiri , dan termasuk diantara faktor kebutuhannya yang terpenting guna menjaga kebakannya, sedang nilai kedudukan Nabi-Nabi itu dalam jenis manusia adalah sama dengan nilai pentingnya kedudukan akal pada diri tiap-tiap orang.

34

10

Kemungkinan Waktu

Wahyu adalah masdar yang berarti berita, baik berita itu disampaikan secara tertulis atau lisan, pendeknya berita yang anda sampaikan kepada oranglain sehingga oranglain tersebut mengetahuinya. Para ahli telah mendenisikan menurut istilah Syara (agama) , bahwa wahyu ialah pemberitahuan Allah kepada Nabi diantara Nabi-NabiNya tentang hukum syara dan yang seperti itu. Tetapi dapat juga didenisikan bahwa wahyu adalah pengetahuan yang didapat seseorang pada dirinya sendiri dengan keyakinan penuh , bahwa pengetahuan itu datang dari Allah baik dengan sesuatu perantaraan suara ataupun tidak, Yang pertama itu adalah dengan perantaraan suara yang dapat didengarkan dengan telinga atau tanpa suara sama sekali. Bedanya dengan ilham ialah, bahwa ilham adalah perasaan (wijdan) yang meyakinkan hati, dan yang mendorongnya untuk mengikuti tanpa diketahui darimana datangnya. Dan ilham itu hampir serupa dengan perasaan lapar, haus , duka dan suka. Bilamana datang kepada mereka suatu persoalan yang membicarakan tentang Kenabian dan soal-soal Agama, serta rohani mereka menaruh minat yang besar ke arah itu. Mereka berupaya untuk mengalihkan pandangan ke arah yang lain, dan dengan cara menyolok berpaling dari pembocaraan itu sambil meletakkan anak-anak jari pada telinganya karena khawatir akan berpengaruhnya dalil-dalil itu pada kiran mereka sehingga akidah kepercayaan akan menyelinap kedalam rongga hati mereka, kepercayaan yang diiringi oleh Syari[at Agama. Akibatnya mereka terhalang sendiri untuk dapat merasakan kelezatan yang pernah mereka rasakan dan apa yang mereka ingini untuk merasakannya. Orang-orang yang seperti itu adalah sedang menderita penyakit rohani dan jiwa (Psychosomatik) yang InsyaAllah dapat disembuhkan dengan ilmu pengetahuan. Tentang wujud arwah-arwah yang tinggi, yakni para malaikat yang dimuliakan Tuham dan lahirnya arwah-arwah yang demikian pada diri orang yang mempunyai martabat yang tinggi itu, maka hal itu bukanlah suatu hal yang mustahil, yakni setelah kita mengenal diri kita sendiri dan terutama setelah ilmu pengetahuan klasik maupun ilmu-ilmu pengetahuan modern memberitahukan kepada kita tentang adanya suatu wujud dialam ini. Maka oleh sebab itu siapakah yang merasa keberatan, bahwa sementara wujud yang halus itu (malaikat) memncarkan sebagian ilmu Ilahi, dan bahwa rohani para Nabilah yang mendapat kehormatan menerimanya. Adapun orang yang

35

berjiwa besar dan akal yang tinggi yang terdiri dari para cendikiawan terkemuka , yakni orang-orang yang tidak begitu jauh beda martabat mereka dengan para Nabi (yang dalam pengetahuan modern dapat disebut orangorang yang mempunyai kesadaran jagat raya). Segala bukti kebenaran ilmu pengetahuan tentang yang gaib seperti yang mereka terangkan ialah lahirnya budi pekerti yang baik pada diri mereka, selamat sejahteranya segala perbuatan mereka dari apa yang menyalagi syariat para Nabi mereka, kesucian trah mereka dari apa yang ditentang oleh akal yang sehat atau tidak disukai oleh perasaan yang sejahtera. Dan mereka berjuang mempertahankan kebenaran yang menjelma pada sepak terjang mereka sebagai suruhan hatinya yang bersinar-sinar untuk menyeru orang-orang yang berada disekitar mereka kepada apa yang dapat membawa kebaikan bagi umum dan disamping itu dapat menyenangkan hati orang-orang terkemuka (khawash). Dalil yang menjadi bukti atas Kerasulan seorang Nabi dan benarnya ia menyampaikan perintah TuhanNya telah sekali bagi orang yang dapat hadir menyaksikannya sendiri yang melihat keadaan gerak-herik Nabi itu dari dekat serta melihat apa yang didatangkan Allah kepadanya berupa ayat-ayat Suci. Hal itu jelas dan sudah barang tentu tidak memerlukan keteranga lagi sebagaimana telah diterangkan sebelumnya ketika berbicara tentang Kerasulan. Adapun bagi orang yang tidak menyaksikan sendiri zaman Kerasulan itu (yang tidak sezaman dengan Nabi), maka yang menjadi dalilnya adalah berita mutawatir sebagaimana yang telah diterangkan dalam ilmu yang lain (mustalah hadits, pen) ialah suatu riwayat (berita) yang disaksikan sendiri oleh orang banyak. Diantara para Nabi terdapat berita-berita yang mencakupi syarat-syarat mutawatir bagi pemberitaan yang disampaikan orang dari hal mereka, seperti Nabi Ibrahim Musa dan Isa. Dan diantara berita yang disampaikan itu ialah bahwa mereka tidaklah termasuk orang yang lebih berkuasa diantara kaumnya, bukan pula orang yang lebih banyak hartanya dan tidak seorangpun pembantu tertentu yang menolong mereka untuk mengajarkan ilmu yang mereka dawahkan . Pendeknya mereka bukanlah orang-orang yang bercacat pribadinya, yang menimbulkan rasa jjik dalam hati dan yang tidak sedap dipandang mata. Kebaikan ummat mereka terletak dalam mengikut ajaran-ajaran yang mereka bahwa yang menjadikan mereka berada dalam ajaran-ajaran Nabi itu. Sebaliknya mereka akan kembali menjadi lemah dan celaka bila berpaling daripadanya dan karena mempercampur adukkan barang bidah kedalam ajaran itu. Dalil yang me-

36

reka kemukakan untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa tidaklah pantas menurut akal untuk mengatakan, bahwa mereka itu dusta dalam menyampaikan berita yang datang dari Allah, begitu pula tentang pengakuan mereka bahwa segala apa yang telah mereka sampaikan kepada ummat manusia itu adalah wahyu dari Tuhan. Disamping itu, bahwa orang yang tidak mempercayai apa yang diucapkan oleh Nabi itu, kata-katanya tidak mempunyai pengaruh sama sekali pada akal, karena yang batil itu tidak ada hak untuk tetap, kecuali karena adanya kelalaian. Maka karenanya tidak mungkinlah mengatakan, bahwa asas Agama itu adalah dusta dan tiangnya adalah tipu muslihat belaka.

37

11

Fungsi Para Rosul Alaihimusalam

Telah jelas dari keterangan yang lalu tentang kebutuhan ummat manusia kepada Rasul-Rasul. Bahwa nilai kedudukan mereka diantara bangsa-bangsa tak ubahnya seperti pentingnya akal pada diri tiap-tiap orang. Dan bahwa diutusnya mereka adalah suatu kebutuhan yang primair diantara banyak kebutuhan akal manusia yang telah ditetapkan oleh kemurahan Zat Yang Maha Pencipta lagi Bijaksana untuk dapat memenuhi kebutuhan itu. Tuhan memberikan syarat bahwa dalam mencapai tujuan-tujuan duniawi , seorangpun tidak diperkenankan untuk berlaku jahat pada diri orang laim, atau pada kehormatannya, atau pada harta bendanya, dengan jalan yang tidak benar, sebagaimana yang dikehendaki oleh peraturan umum yang telah merata pada bangsa-bangsa dalam perundang-undangan mereka. Para Rasul membimbing akal untuk mengenali Allah dan mengenal sifat0sifat Ketuhanan yang wajib diketahui oleh manusia. Mereka memberikan batasbatas tertentu dimana orang wajib berhenti dalam menggali pengetahuan tentang Tuhan pada tempat yang menyulitkan posisi manusia guna menentramkan hati kepadaNya serta tidak menyia-nyiakan kekuatan akal yang telah diberikan Allah kepada manusia itu. Rasul menyatakan kepada manusia apa yang merupakan pertengkaran kiran dan keinginan-keinginan mereka, pertentangan dalam hal kepentingan dan yang menjadi kesenangan mereka. Maka dalam segala rupa persengketaan itu, mereka (Rasul-Rasul) memisahkannya dengan perantaraan perintah (petunjuk) Allah yang sakti. Mereka memperkuat ajaran-ajaran yang mereka sampaikan itu dengan apa yang sangat berguna untuk kepentingan umum serta tidak menghilangkan manfaat yang didapat oleh orang perseorangan. Para Rasul itu meletakkan bagi ummat manusia akan batas-batas larangan umum menurut yang diperintahkan oleh Allah sehingga mempermudah manusia itu untuk mengembalikan perbuatan-perbuatan mereka kedalam batas-batas larangan umum itu seperti menghormati darah manusia kecuali dengan jalan benar serta adanya alasan yang membesarkan untuk ditumpahkannya darah itu dan haram untuk mengambil sesuatu dari buah usaha oranglain kecuali dengan benar serta ada pula alasan yang sah yang membolehkan mengambilnya, menghormati kehormatan diri seseorang dengan penjelasan apa yang diperbolehkan dan apa pula yang diharamkan tentang urusan sex (kelamin). Rasul-Rasul itu membawa manusia untuk mema-

38

lingkan hawa nafsu mereka dari mengecap kelezatan dunia yang fana kepada mencapai idea (cita-cita) yang tinggi. Dalam ajakan ini mereka memakai sistim yang mengandung daya penarik (target) dan ancaman (tarhieb) , yakni berita yang mengandung sanksi dan berita gembira sesuai menurut garis apa yang telah diperintahkan Tuhan kepada mereka. Rasul-Rasul itu menjelaskan semua itu kepada manusia apa-apa yang dapat menempatkan mereka kedalam keredhaan Ilahi, dan apa-apa yang membuat Tuhan murka kepada mereka itu. Kemudian penerangan mereka itu mencakup luas meliputi tentang berita negeri. Akhirat dan apa-apa yang disediakan Tuhan padanya berupa pahala dan pembalasan yang baik bagi siapa yang tetap berdiri menurut batas-batasNya serta setia menunaikan perintah-perintahNya dan menjauhkan diri dari terjun kedalam apa-apa yang dilarangNya. Rasul-Rasul itu mengajarkan kepada manusia tentang berita-berita gaib menurut apa yang diizinkan Tuhan pada hambaNya untuk mengetahuinya yang sekiranya hal itu termasuk hal yang sulit bagi akal manusia untuk mengetahui hakikatnya, tetapi sukar untuk mengakui adanya berita gaib itu. Pendek kata, agama tidak boleh dijadikan tabir pembatas antara jiwa dan akal yang selalu dinamis untuk mengetahui hakikat-hakikatnya alam yang terbentang dihadapan kita ini dengan segala kemampuan yang ada pada akal itu. Bahkan Agama justru hendaklah menjadi pendorong yang kuat bagi ilmu pengetahuan yang mendesak akal manusia itu untuk menghormatibuktibukti yang nyata, sehingga manusia itu memeras energinya dengan segala kekuatan akalnya untuk mengetahui rahasia alam-alam yang ada dihadapan matanya itu, tetapi dengan syarat bahwa akal itu tidak akan keluar dari batas wajarnya dan kemudian berhenti pada batas tertentu untuk menjaga keselamatan itikad. Dan siapa yang berkata lain daripada itu, maka berarti ia tidak mengerti Agama, dan ia akan berdosa dengan dosa yang tidak bisa diampuni oleh Tuhan semesta alam.

39

12

Kritik Yang Mahsyur

Setelah berakhirnya zaman para Nabi dan selesainya tugas kewajiban mereka yakni setelah Agama itu berada ditangan orang-orang yang tidak mengerti ajaran Agam itu. Atau orang yang mengerti , tetapi amat fanatik atau tidak terlalu fanatik tetapi cintanya kepada Agama itu bukan datang dari hati kecilnya sendiri. Atau cintanya itu memang dari hati kecilnya tetapi akalnya sangat picik sehingga tidak dapat menjalankan agama sebagaimana Nabi-Nabi memeluk Agamanya atau seperti para sahabat Nabi yang terkemuka . Jika tidak demikian, maka coba tunjukkan kepada kami mana Nabi-Nabi yang tidak membawa kebaikan yang banyak kepada ummatnya dan kebahagiaan yang merata dan mana Nabi yang agamanya tidak dapat mencukupi kebutuhan pribadi-pribadi dan masyarakat ummat. Filsafat Plato, dan akal serta kiran mereka tidak bisa membandingkan mantik (logika) Aristoteles,bahkan jika dikemukakan kepada mereka persoalan yang menghendaki pemikiran yang seksama itu sekalipun diatur dengan ibarat bahasa yang semudah mungkin pasti mereka tidak mendapatkan apaapa kecuali pengalamunan yang tidak ada pengaruhnya dalam membentuk diri mereka, dan tidak pula dalam perbaikan amal perbuatan mereka. Manusia itu kodrat Ilahi yang telah memberikan kepadanya kelapangan dalam persoalan hidup yang dihadapinya, lagi menguasai dirinya sendiri dan yang mengendalikan tali les cita-citanya dan untuk itu Anda dapat mengemukakan contoh-contoh yang dekat kepada pengertiannya sendiri. Betapa banyaknya kita mendengarkan adanya mata yang menangis dan nafas yang tersedu-sedu serta hati yang khusyu tunduk dikala orang mendengarkan muballigh(rohaniawan) memberikan nasihat-nasihat keagamaan. Bilamana kita mendengar, bahwa ada satu type manusia diantara golongan-golongan yang banyak itu orang yang mau melakukan pekerjaannya karena sematamata memandang baiknya pekerjaan itu. Maka karenanya, faktor Agama adalah merupakan faktor yang paling kuat untuk membentuk moral rakyat banyak bahkan juga orang-orang terkemuka dan pengaruh kekuasaan Agama itu kedalam jiwa mereka jauh lebih kuat daripada pengaruh akalnya, padahal akal itu merupakan ciri khusus bagi jenis makhluk manusia itu. Para Rasul alaihimussalam adalah merupakan tanda penunjuk yang telah ditancapkan oleh Tuhan untuk menunjukkan arah jalan yang menuju kepada kebahagiaan . Setengah manusia ada yang dapat menuruti petunjuk itu,

40

maka sampailah ia kepada puncak bahagia hidupnya, dan diantara mereka ada pula yang salah memahami petunjuk itu dan tersesatlah ia dari jalan yang sebenarnya sehingga ia akhirnya terjerumus kedalam lembah kebinasaan. Agama memang suatu pembimbing bagi manusia , tetapi tempo-tempo kekecewaan pada sementara manusia itu tidak akan dapat mengurangkan nilai kesempurnaan Agama itu dan tidak pula dapat untuk merintangi kebutuhan yang sangat vital kepadanya.

Ketahuilah bahwa Agama itu adalah temoat ketenangan dan perlindungan yang menemtramkan hati. Dengan Agama semua orang rela dengan pembagian rezeki yang diterimanya. Dengan Agama, buruh (pekerja) menjadi terpimpin sampai kepada prestasi kerjanya yang paling tinggi. Dengan Agama, semua pribadi tunduk kepada ketentuan hukum alam yang umum. Dan dengan Agama, orang melihat manusia yang diatasnya dalam segi ilmu dan kehormatan dan kepada manusia yang dibawahnya dalam soal harta dan pangkat, sesuai dengan ajaran-ajaran yang datang dari Ilahi. Sering orang berkata, bahwa dengan adanya perbandingan antara Agama dan akal orang lebih condong kepada pendapat mereka yang mengatakan supaya akal itu dikesampingkan saja dalam soal-soal yang mengenai bidang Agama dan bahwa memutus jalan kiran untuk memahamkan lebih du41

lu kandungan isi Agama itu yang berupa pengetahuan dan hukum-hukum. Bagaimana kita dapat mengingkari kekuasaan akal dalam mempergunakan haknya dalam hal yang tersebut diatas itu pada hal ia sendirilah yang turut memperhatikan dalil-dalil yang dengan bukti maa manusia itu dapat mengetahui segala sesuatu itu dan bahwa ia datang dari Tuhan. Cuma setelah akal itu membenarkan Kerasulan Nabi ia harus dengan sendirinya membenarkan pula segala apa yang dibawa Nabi itu sekalipun ia tidak sanggup mendalami sebagian diantara hakikat yang dibawa para Nabi itu. Ini sepertu berhimpunnya dua yang berlawanan atau bertentangan dari membawa hal yang seperti itu. Maka andaikata terdapat diantara ayat-ayat yang disampaikan Nabi itu yang lahirnya membawa kesamaan, wajiblah bagi akal untuk mengitikadkan, bahwa yang dimaksud sebenarnta bukanlah arti yang lahir itu dan karenanya dalam hal ini akal boleh menempuh dua jalan yaitu mentakwilka ayat itu sesuai dengan petunjuk-petunjuk sabda Nabi dan atau menyerahkan sepebuhnya pengertian ayat ini kepada Ilmu Allah semata . Dan diantaranya tokoh-tokoh kaum Salaf yang berbahagia ada orang yang menempuh jalan yang pertama dan ada pula yang menempuh jalan yang kedua.

42

13

Kerosulan Muhammad SAW

Dikala itu ada dua Kerajaan besar didunia yaitu Kerajaan Persia di Timur dan Kerajaan Roma di Barat masing-masing bersengketa dan berbunuhbunuhan satu sama yang lain, mengalirkan darah dikedua penjuru dunia itu, kekuatan menjadi hancur, harta benda binasa dan kezalimanpun menjadijadi semakin buas. Adalah suatu kejahatan golongan elite pada segala bangsa, bahwa hal itu tidak cukup berhenti sampai disitu saja, bahkan lebih dari itu lagi. Mereka peras rakyat dengan menaikkan pajak, dan mereka gencet dengan mengambil bea cukai yang sangat keterlaluan , bahkan memberati beban rakyat lagi dengan aneka warna tuntutan-tuntutan yang bukan-bukan dengan mengambil hasil kerja keringat rakyat itu. Begitulah kekuatan yang ada pada pihak yang memegang kekuasaan dipergunakan untuk merampas apa yang ada pada tangan silemah, orang yang cerdik berkir bagaimana mengelabui orang yang lengah atau lemah. Hal itu mengakibatkan rakyat pada segala bangsa itu ditimpa oleh bermacam-macam kemelaratan, kehinaan, rendah diri, rasa ketakutan dan berada dalam keadaan goncangan yang terus menerus , ialah karena kehilangan ketentraman rohani dan keamanan harta benda mereka. Para pemimpin itu telah sesat, baik aqidah kepercayaannya maupun dalam memperturutkan kehendak hawa nafsunya itu. Oleh karena itulah maka para raja-raja dan para penguasa itu senantiasa dengan tidak pernah lengah sedikitpun untuk menciptakan tabir asap kebimbangan serta menghiduphidupkan kebatilan dan tahyul-tahyul khurafat yang berbagai rupa yakni agar hal itu dapat melekat pada akal rakyat banyak itu sehingga pembesarpembesar itu berani mengataka, bahwa Agama adalah musuh akal, dan musuh segala hasil buah kiran (ilmu pengetahuan) kecuali apa yang merupakan tafsir bagi Kitab Suci belaka. Dan begitulah pembesar-pembesar itu merupakan dewa-dewa yang harus dipuja serta mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas. Begitulah nasib ummat dalam pengetahuannya dan begitulah keadaan penghidupan mereka rakyat yang diperbudak lagi dihina , tenggelam dalam lautan kejahilan yang gelap gulita , kecuali mempunyai sedikit pengetahuan yang klasik dan peraturan-peraturan yang kuno yang membelenggu kiran dan merintangi bagi kemajuan disamping kurangnya pengetahuan mereka tentang sejarah zaman silam,

43

Pada waktu zaman Jahilijah, bangsa Arab merupakan kabilah-kabilah (sukusuku) yang terpecah-pecah yang senantiasa hidup dalam persengketaan, dan memperturutkan keinginan hawa nafsu. Dan adalah menjadi kebanggan bagi masing-masing kabilah membunuh saudara perempuannya, menumpahkan darah kepala-kepala kabilah itu, merampas wanitanya, merampok harta bendanya , yang semuanya itu dapat menimbulkan huru-hara peperangan diantara sesama mereka. Hal yang seperti itu telah menjadi lumrah dan juga karena disebabkan kesalahan kepercayaan (itihad) yang mereka anut. Pada malam kedua belas Rabiul Awal bertepatan dengan tahun Gajah dan sesuai dengan tanggal 20 April 571 dari kelahiran Al-Masihalaihissalam, dilahirkanlah Muhammad bin Abdullah bin Abdil Muthalib bin Hasyim AlQueaisyi dikota Makkah. Ia lahir sebagai anak yatim, karena ayahnya telah wafat lebih dahulu sebelum ia dilahirkan, dan tidak meninggalkan harta benda yang banyak kecuali hanya lima ekor unta dan beberapa ekor yang betina, dan seorang budak perempuan dan ada riwayat yang mengatakan jauh lebih sedikit dari itu. Dan pada waktu itu ia berusiaa enam tahun meninggal pula ibunya, maka ia lantas diasuh atas pemeliharaan neneknya Abdul Muthalib. Tetapi setelah dua tahun dibawah asuhan beliau, wafat pulalah neneknya itu, yang langtas ia diasuh kemudian oleh pamannya abu Thalib .Abu Thalib adalah seorang yang berpengaruh lagipun terhormat dikalangan kaum Quraisy, tetapi ia hidup miskin sehingga ia tidak mempunyai penghasilan yang cukup untuk mengasuh keluarganya. Dan adalah keadaan Nabi SAW dikalangan putra pamannya dan putra kaumnya tak ubahnya juga dengan anak putra bangsanya yang lain yang ditinggalkan oleh kedua orang tua ibu dan bapaknya. Maka dibesatkan Muhammad SAW sebaagai manusia sempurna, padahal kaumnya masih mempunyai peradaban yang bersahaja. Ia menjadi orang yang tinggi mutunya tetapi mereka masih jauh dibawah. Ia sebagai manusia yang meng-Esakan Allah dan mereka masih menyembah berhala, suka hidup rukun dan kaumnya dala persengketaan. Menurut sunnah bahwa seorang anak yatim yang mempunyai nasib seperti itu, waktunya akan dibentuk oleh pengaruh apa yang dilihatnya semenjak kecil sampai tuanya. Tetapi keadaan berjalan lain dari kebiasaan yang berlaku, bahkan sejak kecilnya Muhammad SAW itu telah merasa benci kepada paham menyembah berhala. Beliau amat cepat sekali suci akidahnya sebagaimana lekasnya ia menganut budi pekerti yang baik. Beliau mempunyai sekadar harta yang

44

dapat memenuhi kebutuhan beliau (dan sebagai tambahan belanja hidupnya sehari-hari beliau mendapatkannya) dengan jalan membantu Siti Khadijah dalam menjalankan perusahannya, dan apalagi setelah Khadijah meletakkan pilihannya pada beliau sebagai suami junjungannya. Dan adalah keuntungan yang didapat beliau berkaat hasil cucur keringatnya menjalankan perusahaan Khadijah itu merupakan suatu kekayaan baginya dan membawanya kepada kedudukan yang tinggi dimata kaumnya. Keinginan hati kaum familinya itu jauh sekali dari mencari pangkat hendak jadi Raja, tetapi memandang cukup dengan keturunan yang terhormat yang ada pada mereka yang telah dapat membawanya kepada pandangan yang terhormat diantara kaumnya sebangsa. Puncak pelopor tentara Habsyi maju menyerbu lebih dahulu masuk kota sehingga ia melakukan perampokan sebanyak dua ratus ekor unta kepunyaan Abdul Muthalib. Dan kemudia bersama-sama dengan beberapa orang Quraisy , Abdul Muthalib keluar untuk menemui Raja Habsyi, yang kemudian memintanya menghadap sambil menanyakan apa maksud kedatangannya. Maka beliau mendesak supaya dikembalikan untanya yang dirampas tentara sebanyak dua ratus ekor itu. Ini sebenarnya adalah puncak toleransi pada hal Abdul Muthalib adalah orang yang mempunyai kedudukan yang tinggi dikalangan kaum Quraisy. Maka dimanakah terletaknya kedudukan yang tinggi itu pada diri Muhammad SAW padahal dirinya sendiri adalah seorang yang melarat dan kedudukannya hanya sederhana saja diantara kaum keluarganya sehingga ia akan membutuhkan jadi Raja atau akan merebut kekuasaan. Rasul mengajak manusia untuk mengetahui, bahwa dirinya adalah terdiri dari badan dan roh, dan dengan demikian manusia itu terdiri dari dua alam yang berlain lainan sekalipun keduanya bercampur satu dengan yang lain, dan bahwa manusia itu dituntut semua supaya menghormati kedua badan dan roh itu dan mencukupkan segala apa yang menjadi hak kebutuhan keduanya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh kebenaran hikmat ilahi. Beliau (Muhammad SAW) walaupun dalam keadaan miskin dan posisi yang lemah tetap terus menerus menantang mereka dengan hujjah yang kuat dan melawan mereka dengan bukti yang nyata , memberikan mereka nasihat yang berguna disamping memperingati mereka dengan ancaman yang mengejutkan, membangkitkan perhatian mereka dengan contoh perbandingan, dan terus menerus mengepung dan menghujani mereka dengan pelajaran-pelajaran yang baik, yang seolah-olah beliau seorang Raja yang

45

gagah perkasa dalam menjalankan hukum, adil dalam pelaksanaan perintah dan larangannya atau penaka seorang ayah bijaksana dalam mendidik putera puterinya yang sangat mengaharapkan supaya anak-anaknya menjadi orang yang berguna santun kepada mereka dalam waktu kesukaran dan sayang dalam waktu benda. Seorang yang jauh dari sumber mata air ilmu pengetahuan tetapi tampil dengan semangat untuk memberi pengertian kepada kaum cendekiawan. Seorang yang dilahirkan ditengah-tengah kaum yang penuh dengan khurafat, tetapi sanggup membetulkan paham kaum losof yang keliru. Seorang yang hidup ditengah bangsa yang masih dapat dikatakan primitif yang jauh dari kemajuan , jauh dari kesanggupan untuk memahami rahasiau susunan kejadian alam ini yang indah mengagumkan itu tetapi sanggup dan mampu mengatakan dengan pasti, bahwa bagi seluruh alam ini ada suatu ketentuan peraturan yang tetap. Dan ia memberikan khittah (garis)yang menuju kepada jalan bahagia, jalan yang pasti tidak akan celaka siapa yang melaluinya dan sebaliknya tidak akan selamat siapa yang meninggalkan jalan itu.

46

14

Al-Quran

Telah datang kepada kita suatu berita yang mutawatir yang tidak bisa diragukan lagi kebenarannya, bahwa Nabi Muhammad SAW dibesarkan sebagai seorang ummi. Dan juga merupakn berita yang mutawatir bagi seluruh bangsa-bangsa di dunia, bahwa beliau datang membawa suatubkiatb suci yang diturunkan kepada belaiu, bahwa kitab suci adalah bAl-Quran yang dituliskan dalam mushaf-mushaf yang terpelihara dalam dada semua orang Islam yang memntingkan untuk menghafalnya sampai dewasa ini. Al-quran adalah kiatb yang mengandung berita bangsa-bangsa yang telah silam yang dapat dijadikan contoh perbandingan bagi umat yang hidup sekarang dan yang akan datang, memuat berita pilihan yang dipastikan kebenarannya, dan sebaliknya menghilangkan yang bathil-bathil serta memilih berita yang berguna untuk dijadikan teladan perbandingan. Al-quran menceritakan hikayat para Nabi yang dikehendaki oleh Alloh untuk mengisahkannya kepada kita tentang riwayat hidup perjuangan mereka, dan peristiwa-peristiea yang terjaadi antara mereka dengan ummatnya, dan Alloh membersihkan para Nabi itu dari tuduhan orang-orang yang kemudian menjadi percaya juga kerasulan mereka. Dan Al-quran juga mensyariatkan kepada manusia hukum-hukum yang sangat cocok dengan kemaslahatan kehidupan mereka, hukum yang telah terbukti faidahnya bila dipraktekkan dan dipelihara baikbaik. Hukum yang menegakkan keadilan dan mengatur masyarakat pergaulan mansusia selama orang berhenti pada batas yang telah ditentukannya. Oleh karena itu, kitab suci Al-quran itu mengungguli segala undang-undang peraturan yang dibuat oleh manusia sebagaimana jelas diakui sendiri oleh para penyelidik perundang-undangan bangsa. Al-quran diturunkan Tuhan pada saat zaman yang telah sepakat ahli riwayat mengatakan dan telah merupakan berita yang mutawatir, bahwa zaman itu adalah merupakan puncak kemajuan bangsa Arab. Dan zaman itu adalah merupakan ciri yang membedakannya dengan segala kemajuan yang pernah dicapai oleh mereka, yakni karena banyaknya muncul para pujangga (sastrawan) dan pahlawanpahlawan mimbar yang ahli pidato.

47

15

Agama Islam

Islam ialah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dan dipelihara serta dipahamkan dengan rapi dan teliti sekali oleh para sahabat beliau dan orang-orang yang hidup pada zaman sahabat itu. Dan agam itu telah dipraktekkan diantara mereka demikian lamanya tanpa sengketa, tidak menyimpang kepada takwil dan tidak memerlukan adanya golongan-golongan madzhab. Agama Islam datang dengan kepercayaan Tauhid, mengEsakan Alloh dalam zat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya serta bersihNya dari serupa dengan segala makhluq. Islam mengemukakan dalil-dalil, bahwa alam ini mempunyai Tuhan Khalik yang satu lagi mempunyai sifat-sifat uatama yang dibuktikan oleh bekas-bekas karya cipta-Nya yaitu sifat Ilmu (mengetahui), kodrat, irodat dan lain-lain. Dan bahwa tidak satupun diantara makhlukNya yang menyerupaiNya dan bahwa tidak ada nisnbah antaraNya dengan para Makhluk itu kecuali bahwa Dia-lah yang mewujudkan mereka itu, dan bahwa mereka itu adalah milikNya dan kepada-Nya mereka semua akan kembali. (Q.S Al-Ikhlas: 1-4) Dengan ajaran tauhid, jadilah manusia selaku hamba Alloh semata-mata, merdeka dari segala macam perhambaan yang lain daripada-Nya. Di dalam Islam tidak ada orang bawahan dan tidak pula ada orang atasan dan tidak ada kelebihan antar sesama manusia itu dengan yang lainnya kecuali dengan kelebihan nilai amal-karya mereka, dan dalam kelebihan akal dan ilmu pengetahuan mereka. Dan tak ada yang dapat mendekatkan mereka kepada Alloh kecuali kesucian akal dari debu-debu kotoran ragu serta kebersihan amal dari pengaruh penyelewengan dan riya. Islam menuntut semua orang yang mempunyai kesanggupan supaya bekerja. Dan Islam menetukan, bahwa keuntungan ataupun kerugian tiap-tiap diri itu bergantung kepada kerja yang dilakukannya. Islam memperbolehkan bagi seseorang untuk mendapatkan segala kebaikan yang dikehendakinya berupa makanan, minuman, pakaian, dan perhiasan, dan Islam tidak menghalangi manusia kecuali apa yang mem bawa celaka bagi dirinya sendiri atau kepada orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya, atau sesuatu perkara yang merusak kepada orang lain dan dalam hal itu Islam memberikan batas-bats ketentuan umum yang sesuai dengan kemaslahatan orang banyak. Maka karenanya terjaminlah kemerdekaan bagi setiap pribadi untuk berbuat, dan terbentanglah kesempatan yang seluas-luasnya dalam perlombaan medan usaha manusia tanpa ada rintangan kecuali masing-masing

48

harus menghormati hak orang lain. Islam datang sedang manusia waktu itu dalam keadaan berpecah-pecah pada golongan-golongan agama, sekalipun ada sedikit sekali orang-orang yang mengabdi kepada Alloh dengan keyakinan.

49

16

Perkembangan Kemajuan Agama sesuai dengan Taraf Kemajuan Umat dan Puncak Kesempurnaan adalah dengan Agama

Waktu agama-agama kuno itu datang umat manusia dalam memahamkan kemaslahatan-kemaslahatan umum dan bahkan dalam memahamkan kepentingan khusus pribadi adalah dalam taraf yang lebih menyerupai dengan zaman kanak-kanak yang baru lahir kedunia.Ia tidak dapat merasakan apaapa kecuali yang dapat dirasakan oleh panca indranya. Sulit bagi otaknya untuk memikirkan makna sesuatu yang jauh dari panca indranya (jamahannya). Tidak ada rasa santun kepada orang lain, ia lebih mementingkan kepentingannya sendiri. Maka dalam keadaan umat yang demikian primitifnya tidaklah bijaksana untuk mengajaknya naik dengan menggunakan tangga dalil-dalil kiran yang sulit-sulit.Tetapi merupakan rahmat besar bila agama itu berbicara dengan kaum yang demikian taraf kecerdasannya dengan menempatkan diri dalam satu keluarga semua adalah makhluk Allah. Tak ubahnya seperti seorang Ayah berbicara dengan anaknya yang masih kecil. Anak itu tidak diajarkannya melainkan apa yang dapat ditangkapnya dengan panca indranya. Begitulah agama-agama itu datang dengan perintah yang tegas dan larangan yang tepat.Dan kemudian mereka diwajibkan berbagai ibadat yang sesuai dengan taraf kesederhanaan mereka. Zaman berjalan terus, ada bangsa-bangsa yang bangun kemudian jatuh, dan banyak kesedihan dan kesenangan silih berganti hari demi hari, begitulah manusia mengalami peristiwa-peristiwa sejarah. Maka pengalaman pahit getir yang bermacam-macam itu memberikan kesan lebih dalam dari perasaan panca indranya sendiri dan lebih masuk menghujam kedalam jiwa raganya, sekalipun hal itu pada umumnya tidak lebih tinggi dari perasaan halusnya jiwa kaum wanita dan jiwa kaum remaja maka kemudian suatu agama (Nasrani) datang berbicara penuh santun, berbisik dengan rasa cinta kasih, ia menyuruh melembutkan hawa nafsu dan ia berbicara tentang godaan-godaan hati. Begitulah ia mengajarkan manusai supaya berlaku zuhud yang dapat menjauhkan dari berbagai godaan dunia pada umumnya dan menghadapkan wajah mereka kea lam malakut yang tinggi agama itu menghendaki orang yang punya hak agar jangan menuntut haknya walau dengan cara yang benar sekalipun. Tetapi belum lagi berlaku beberapa masa telah menjadi lemahlah keinginan manusia mendukung ajaran agama itu, 50

dan tergoreslah dalam prasangka manusia bahwa mematuhi nasihat-nasihat agama itu adalah suatu kemustahilan. Dalam bidang akidah (kepercayaan) mereka telah terpecah-pecah ke dalam beberapa golongan (mahzab) dan menimbulkan bermacam-macam bidah keagamaan yang tidak-tidak mereka tidak berpegang lagi pada pokok agama yang murni, kecuali kepada apa yang mereka anggap sebagai sendi agama terkokoh dan mereka anggap yang paling kuat, yakni tentang: akal (ratio) untuk berkir tentang agama mereka, bahkan memikirkan tentang rahasia kejadian alam dan segala kiran manusia untuk menembus rahasia kejadian makhluk ilahi ini. Mereka berkir bahwa tidak ada penyesuaian Antara agama dan ilmu pengetahuan dan bahwa agama adalah musuh ilmu pengetahuan. Pandangan yang sangat resat demikian itu telah menimbulkan pengaruh yang sangt buruk kepada alam kebudayaan manusia, timbul perang saudara diantara kaum agama, putuslah hubungan keluarga, perdamaian berganti dengan peperangan yang dahsyat. Demikian kadaan umat manusia sampai datang zaman agama islam. Usia masyarakat telah dewasa dan peristiwa dimasa silam telah memberikan kesadaran baginya. Maka datanglah islam menghadapkan pembicaraannya pada akal dan ia berteriak memanggil faham pengertian manusia yang disertakan dengan keinsafan dan perasaannya untuk membimbing manusia menuju kabahagiaan hidupnya dunia dan akhirat. Menjelaskan kepada mereka bahwa agama Allah pada semua bangsa dan golongan itu sebenarnya adalah satu dan tujuannya untuk memperbaiki keadaan diri dan menyucikan hati mereka adalah satu pula.Dan bahwa Allah tidak memandang wajah/rupa manusia tetapi hatinya. Islam menuntut manusia yang muskalaf supaya menjaga jasadnya sebagaimana ia menuntut supaya manusia itu memelihara batinnya. Begitulah ia memerintahkan supaya menyucikan badan lahir sebagimana ia mewajibkan agar menyucikan batin dan dua perkara itu memang harus disucikan terusmenerus. Dan Islam menjadikan Ikhlas sebagai roh dan bahwa segala amal perbuatan yang diperintahkan itu tidak lain adalah untuk menghiasi diri dengan budi yang mulia. Islam menyusup ke tengah pergaulan manusia dalam pengajaran-pengajaran yang diberikan selaku pergaulan-pergaulan juru penasihat yang amat pintar memberikan nasihat kepada orang yang telah dewasa. Ia mengajak mereka untuk mempergunakan segala kekuatan energy mereka lahir dan batin,

51

dan dalam hal itulah dengan tidak ragu-ragu dikatakan oleh islam terletak keridhoan ilahi dan arti syukur nikmatNya, dan islam menyatakan bahwa dunia ini adalah kebun untuk perbekalan akhirat dan tidak sampai seorang pada kebahagiaan yang akhir kecuali dengan berusaha lebih dahulu dalam perbaikan nasibnya didunia ini. Kepada manusia-manusia yang berani mengingkari kebenaran ajaran islam itu, ia menantang mereka dengan ucapan:

Perpecahan adalah suatu pendurhakaan dan keluar dari jalan kebenaran yang telah nyata.Ia tidak berhenti memberikan pengajaran dengan perkataan dan memberikan nasihat dengan berbagai penerangan, tetapi bahkan dengan memberikan peraturan yang cocok dengan masyarakat pergaulan hidup serta dapat diwujudkan dalam alam peraktek. Oleh sebab itu ia (Is52

lam) mengizinkan orang islam kawin dengan wanita yang menganut agama ahli kitab (yahudi, nasrani) dan memberikan kelapangan untuk memakan makanan yang disediakan mereka serta menasehatkan supaya menghadapi kaum ahli kitab itu dalam suatu pertengkaran dengan cara yang paling baik.

Islam mewajibkan kepada kaum muslimin untuk melindungi kaum kar zhimmi itu, mereka tidak diwajibkan membayar pajak kecuali sekedarnya saja dari pajak harta kekayaan mereka.Setelah mereka melunaskan jizyah (pajak) itu, Islam melarang memaksa mereka untuk memasuki Agama Islam. Dan dalam hal ini Islam membujuk hati kaum Mukminin dengan rmanNya:

Maka tugas mereka hanyalah mengajak orang-orang itu kepada jalan yang baik dengan cara-cara yang lebih terpuji pula.Mereka memang tidak mempunyai hak dan tidak pula diwajibkan untuk memakai sesuatu jalan kekerasan guna membawa orang supaya memeluk Islam.Karena nurcahya Islam itu wajar untuk dapat menembus semua hati manusia.Dan ayat diatas itu tidak memaksa kaum muslimin untuk menjalankan suatu kebaikan.Agama 53

itu didatangkannya untuk menuntun mereka kepada kebaikan dalam segala lapangan. Ibadat islam seperti yang tersebut dalam kitab suci dan sunnah yang sahih, yang sesuai dengan apa yang pantas dengan ketinggian Ilahi dan kesucianNya dari serupa dengan segala sesuatu, lagi cocok dengan akal yang sehat kebaikan yang terdapat dalam ibadat itu. Maka ibadat shalat umpamanya, adalah terdiri dari ruku, sujud, gerak dan diam. Mengandung doa merendahkan hati, tasbih (mensucikan Ilahi), dan tazhiem (Mengagungkan Allah). Ibadat puasa maka ia adalah suatu pencegahan yang dapat mengagungkan perintah Allah dalam diri manusia dengan puasa dapat pula diketahui nilai harganya nikmat dikala ia sudah tidak ada pada kita, serta dapat pula diketahui besarnya kemurahan Ilahi di waktu memberikan nikmat itu kepada kita Ibadat haji, ibadat haji itu dilakukan sekali seumur hidupnya. Dimana lenyap perbedaan Antara manusia yang kaya dan yang miskin dan semua sama-sama berkumpul dalam suatu tempat (padang) yang satu, lagi samasama terbuka kepala, lagi tidak boleh memakai pakaian yang dijahit, dimana mereka sama-sama menghadapkan pengabdiannya ke hadirat yang satu Allah tuhan semesta alam.Tasybih (mengidentikan) Tuhan dengan sesuatu. Tanda-tanda kejadian alam itu adalah berjalan menurut aturan yang satu yang tidak bisa ditentukan kecuali oleh ilmu Ilahi yang telah menentukan sejak dari azali (sebelum alam ini tercipta) menurut aturan yang telah ditetapkanNya yang harus dipatuhi. Adapun nikmat Allah yang merupakan hiburan sebagai suatu kesenangan dan begitu pula penderitaan kehidupan yang dideritanya adalah banyak seperti harta benda, pangkat-kedudukan, kekuasaan, anak-anak, yang kadang-kadang tidak ada sngkut pautnya dengna amal perbuatan manusia pribadi dalam perjalanaan hidupnya sehari-hari seperti kejujuran dan kecurangannya, atau ketaatan dan kedurhakaannya. Keadaan umat manusia (bangsa-bangsa) memiliki roh (semangat) yang diletakkan Tuhan dalam segala syariat-syariat Ilahi yang berupa: berkir sehat, membetulkan pandangan, mengatur hawa nafsu, membatasi segala keinginan syahwat, memasuki segala persoalan dengan secara legal dari pintunya, mencari segala sesuatu dengan jalan memenuhi syarat-syarat yang dapat menjamin berhasilnya, memelihara kepercayaan/amanah orang, menyemarakkan persaudaraan, bekerja sama atas dasar kebaikan, saling nasehat menasehati dalam soal baik dan buruk dan lain sebagainya yang menjadi factor-

54

faktor pokok kejayaan, semangat yang semangat yang seperti itulah yang merupakan sumber kehidupan umat dan cahaya kebahagiaan mereka dalam kehidupan dunia ini sebelum datang akhirat.Hingga bila roh itu bercerai dari umat menjadi lenyaplah kebahagiaan itu dari bekasnya semula serta diikuti pula oleh tidur nyenyak didalam gubuknya yang lama. Di waktu itulah Allah mengganti kehormatan sesuatu kaum dengan kehinaan, jumlah pengikut mereka yang banyak menjadi sedikit, nikmat bahagia berganti dengan celaka, kesenangan dengan penderitaan, dan mereka diperintah oleh orang-orang yang dzalim ataupun yang adil, maka hal itu semuanya terjadi sedang mereka masih tenggelam dalam gelombang kelalaian dan kealpaan. Kitab suci Al-Quran mendorong umat manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, mencerdaskan orang awam, menganjurkan supaya menabur kebaikan dan menghentikan kemungkaran, maka ia berrman:

Maka didahulukan dalam ayat ini menyebutkan amal maruf dan nahyi mungkar dari menyebutkan iman (percaya) kepada Allah, padahal iman itu adalah sendi dimana ditegakkan segala amal-amal kebajikan, dan pokok yang akan menimbulkan bermacam-macam cabang kebaikan, adalah sebagai tanda penghormatan bagi kewajiban yang demikian itu dan menunjukan tinggi mutunya diantara macam-macam perintah yang fardu, bahkan sebagai penegasan, bahwa kewajiban amal maruf dan nahyi mungkar itu adalah penjaga iman dan pengendaliannya. Kemudian islam menentang dengan kerasnya terhadap kaum yang melalaikan kewajiban amal maruf itu, dan begitu pula terhadap penganut-penganut agama yang menghampakannyan maka Allah berrman: Islam telah menentukan hak orang-orang fakir miskin di dalam harta milik

55

orang-orang kaya (zakat) menurut kadar yang telah ditetapkan. Dimana ornag kaya memberikan harta itu kepada orang miskin untuk dapat menutupi hajat kebutuhannya yang ketiadaan, dan sebagai penggembira kesusahan hati orang yang berhutnag, pembebaskan kaum hamba sahaya dari perbudakan.Maka dengan begitu dapatlah terhibur hati kaum melarat, lenyaplah keiri hatian dari dada mereka dan sebaliknya hiduplah pada kaum hartawan itu rasa cinta kasih pada kaum melarat.Dan timbullah rasa santun dan kasihan dalam jiwa kaum berada. Islam mengunci rapat dua buah pintu kejahatan, dan menutup dua buah mata air yang menimbulkan bencana yaitu: kerusakan akal dan harta benda, yakni dengan jalan mengharamkan minuman keras (khamar, alkohol) permainan judi dan riba tnpa tawar menawar lagi dalam haramnya itu. Bila umur manusia sudah dewasa, berhimpunlah pada dirinya: kebebasan berkir dan kemerdekaan akal untuk memilkirkan apa yang baik menurut budi yang mulia, keteguhan watak dan apa yang terdapat didalamnya kebangkitan kemauan untuk bekerja serta mendorong kearah jaln berusaha. Siapa yang membaca kitab suci Al-Quran dengan bersungguh-sungguh ia akan mendapatkan disana suatu pembendaharaan yang tidak akan habis dan tidak akan lenyap.

56

17

Cepatnya Islam Berkembang Tak Ada Bandingannya dalam Sejarah

Adalah hajat kebutuhan bangsa-bangsa terhadap suatu perbaikan yang besar telah umum dirasakan oleh semua. Maka oleh sebab itu Allah menjadikan kerasulan Nabi yang terakhir adalah umum (Universal) untuk seluruh dunia seperti demikian pula, tetapi sungguh mengagumkan akal pera penyelidik sejarah umat manusia dikala ia melihat, bahwa terhadap agama ini (islam) telah bergabung kepadanya bangsa arab semenjak dari lapisan bawah hingga cabang atasnya dalam masa yang kurang dari 30 tahun saja. Kemudian ia telah dianut oleh bangsa-bangsa lain yang mendiami bumi yang terletak Antara laut antlantik dan dinding tembok besar (Great well) negri tiongkok dalam masa yang kurang dari satu abad dan hal itu adalah suatu peristiwa yang sama sekali tidak dikenal dalam sejarah perkembanan agama-agama. Dan oleh karnanya banyaklah orang yang salah dalam menjelaskan sebab-sebabnya, sedang ahli-ahli sejarah yang adil mendapat petunjuk dalam soal itu sehingga keheranannya menjadia hilang/lenyap. Berkumpulah pendukung-pendukung agama yang bermacam-macam menempati jazirah Arabia dan sekitarnya menantang islam, supaya mereka dapat mematahkan benihnya yang baru tumbuh dan membunuh dakwah penerangannya yang sedang berjalan. Dan taka da pembelanya kecuali bahwa dia adalah suatu yang hak menghadapi kebatilan-kebatilan, suatu petunjuk yang berada ditengah kesesatan, sehingga akhirnya ia mendapat kemenangan dengan jalan yang terhormat dan kemuliaan dengan kekuatan yang tak terkalahkan. Setelah peperangan selesai dan kemenangan yang menyakinkan serta kekuasaan telah berada ditangan kaum muslimin yang menaklukan, mereka bersikap lemah lembut terhadap lawannya yang diperkenankan tetap tinggal memeluk ajaran agama mereka selama ini serta merdeka dalam keadaan aman tentram menjalankan segala upacara keagamaan itu dan mereka mengumumkan jaminan perlindungan terhadap segala gangguan yang menimpa keluarga.Dan harta benda bangsa yang kalah itu, dan untuk mereka diwajibkan mengeluarkan sekedar penghasilan mereka menurut syarat-syarat yang ditetapkan. Termasyhurlah adanya kemerdekaan agama dinegeri-negeri islam, sehingga kaum yahudi yang tinggal di eropa melarikan diri dengan agama mereka ke Andalusia dan ke daerah-daerah lain.

57

Begitulah sikap kaum muslimin dalam pergaulan mereka terhadap penganutpenganut agama lain yang mereka lindungi dengan mata pedangnya, mereka tidak berbuat sesuatu selain, bahwa mereka membawa itab Allah dan syariatnya kepada mereka itu danmeletakannya diatas meja pertimbangan mereka, terserah bagi bangsa-bangsa yang menganut agama lain itu untuk menerimanya ataupun menolaknya, dan untuk kaum muslimin sama sekali tidak memaksa mereka dengan suatu kekerasan. Dan begitu pun berkenaan dengan pajak (jizyah) mereka tidakdikenakan apa yang memberatkan orang untuk membayarnya. Penganut agama yang bermacam itu menjadi lebih cinta kepada islam, dan lebih puas menerima kebenaran yang terdapat dalam islam sehingga mereka memasuki islam secara berbondong-bondong dan mereka berkorban dalam menghidmati agama islam itu melebihi yang diberikan oleh bangsa arab sendiri. Agama islam muncul dikala jazirah arab penuh dengan bermacam-macam ibadat yang mengabdi kepada dewa-dewa, tenggelam dalam demoralisasi dan perang-perang keji yang sangat mempengaruhi tabiat penduduk, tetapi semua itu dapat dibasmi oleh islam dan penduduknya dibimbing kearah jalan yang benar. Karenanya menjadi yakinlah pera pembaca kitab suci, bahwa hal yang demikian itu adalah bukti kebenaran janji allah kepada nabi Ibrahim dan ismail, dan terbukti pula terkabulnya doa Al-khalil (Nabi Ibrahim) kepada tuhannya yang dalam surat al-baqarah ayat 129 berbunyi:

Pada setiap zaman kaum muslimin oleh roh islamnya maka adalah menjadi watak mereka: sayang kepada orang lain yang menjadi tetangga mereka itu. Hati mereka tidak mempunyai rasa dendam permusuhan kepada orangorang yang berlainan agama dengan mereka, kecuali bila tetangga itu telah menggencet mereka terlebih dahulu. Mereka juga siap untuk belajar dari orang lain, dan mereka tidak lain dari suatu kelompok yang suatu waktu 58

bisa mendatangi Sesutu tempat dan kemudian bersedia untuk meninggalkan nya untuk pindah ketempat lain. Maka apabila sebab-sebab yang melukai hati telah tak ada lagi, maka kembalilah perasaan hati seperti sediakala penuh dengan lemah lembut dan kasih sayang. Karena trah manusia itu sendiri untuk mencari agama, tempat mengemblikan segala persoalan yang menyentuh kepentingannya, dan mencari agama yang lebih dekat kepada hati dan perasaannya, yang lebih membawanya kepada ketentraman jiwa raga didunia dan diakhirat. Agama yang seperti ini keadaannya (islam), tentulah mudah mendapat tempat yang berpengaruh dalam hati dan diterima oleh akal, tanpa memerlukan kepada peropaganda-peropaganda yang mengeluarkan anggran belanja yang bnayak dan wkatu-waktu yang panjang, tidak perlu kepada banyaknya caracara dan media untuk dapat menundukan hati untuk dapat memeluknya. Bahwa pedang itu telah digunakan sebagai alat menyiarkan agama, maka memang ia telah dipergunakan untuk meamaksa orang guna menganut suatu agama dan memestikannya dan menteror setiap umat yang tidak mau menerimanya dengan cara kekerasan dan menyingkirkannya dari permukaan bumi sambil dibackingi oleh beberapa serdadu, perbekalan yang sempurna dan dengan segala kekuatan untuk dapat mencapai maksudnya. Keadaan itu telah dimulai selama tiga abad sebelum kedatangan agama islam dan senantiasa kekerasan terror itu berjalan tujuh abad setelah islam datang, yang semuanya yang kesemuanya itu lengkap 10 abad, namun tidak dapat menandingi islam dalam usaha menyebarkan kepercayaannya selama kurang dari satu abad itu dan tidak cukup dengan tekanan militer begitu saja, tetapi setiap pasukan militer maju ke depan, melainkan dibelakangnya telah menyusul propaganda kaum zending yang leluasa berkata semau-maunya saja kepada rakyat dibawah lindungan kilatan mata pedang itu, serta gairah yang memancar dari hati, lidah yang fasih bicara dan fonds keuangan yang cukup yang dapat memperayakan ornag-orang yang lemah imannya. Sesungguhnya orang-orang yang demikian itu adalah bukti yang cukup bagi mereka yang ingin melihat kenyataan. Islam telah memancarkan cahayanya yang terang benderang terhadap negerinegeri yang telah sampai ajaran islam itu kepada penduduknya.maka tak ada hubungannya Antara para penduduk negeri itu dengan islam kecuali mereka sangat tertarik untuk mendengarkan kalam Allah dan memperdalam pengetahuannya tentang islam itu. Kaum muslimin masing-masingnya

59

sibuk bekerja sama untuk mencapai kemajuan beberapa zaman lamanya akan tetapi pasa suatu zaman mereka menyimpang dari jalan agama itu. Dalam keadaan seperti yang tersebut belakangan ini. Perkembangan islam itu berhenti sedemikian rupa. Maka dalam pada itu datanglah mengalir banjir serangan tentara tartar dibawah komando jendral jengiz khan menyerbu ke negeri-negeri islam, dan mereka melakukan macam-macam tindakan kedzaliman dan kebiadaban yang luar biasa pada kaum muslimin, mereka adalah pendukung agama dewa-dewa (heathen, watshani) mereka datang adalah semata-mata dengan tujuan hanya untuk mengalahkan merampok dengan menghancurkan tetapi anehnya tidak lama kemudian mereka telah memeluk islam sebagai agamanya. Agama ini mereka bawa pulang ke kampung halaman mereka kembali, maka mereka siarkanlah islam tu dikalangan kaum (bangsa) mereka (mongol) sebagian islam juga tersebar dinegeri lain. Aneh! Mereka datang dengan membawa malapetaka yang besar, tetapi kembali dengan satu kebahagiaan yang tdak ada taranya (menganut islam).

60

18

Beberapa Persoalan Yang Mudah Timbul Sewaktuwaktu sebagai Kritik terhadap Islam

Banyak orang yang berkata : Apabila benar Agama Islam dating untuk memanggil mereka yang bersengketa untuk bersatu, dan kitab sucinya sendiri berrman dalam surat Al-Anam ayat 159 ;

Jika sekiranya Islamitu adalah awal agama yang mengajak akal bicara, memanggilnya untuk turut memikirkan kejadian alam raya ini, dan memberikan kepada matau untuk melepaskan pandangannya meninjau alam dimana ia diberi kesempatan untuk menggali rahasia-rahasia yang tersimpan pada alam itu dengan sekuat mungkinnya, tanpa dibatasi dengan syarat apapun kecuali harus menjaga akidah iman agar jangan menjadi rusak-, yang sedikit, sedang kebanyakan mereka membelenggu dirinya untuk mengetok pintu ilmu-pengetahuan, tidak lain karena mengira, bahwa mereka dapat mencarikeridhooan ilahi cukup dengan kebodohan belaka, dan menutup mata dari memperhatikan keindahan ilahi yang sangat rapi. Apabila betul Islam dekat kepada akal dan hati nurani sebagai mana yang anda ketahui, maka kenapa menurut pandangan orang, ia telah mengabaikannya. Apabila telah dinyatakan nya, bahwa agama itu adalah nasihat kepunyaan Allah, kepunyaan Rasul-nya, kepunyaan orang-orang yang beriman baik khusus kepada individu-individu maupun umum kepada seluruh muslim 1), dan (Bahwa sesungguhnya manusia itu akan celaka, kecuali orang-orang yang beriman dan orang-orang yang melakukan amal-amal kebijakan, dan mereka saling menasehati untuk menegakan kebenaran, dan saling mengingati dengan penuh keuletan); dan bahwa mereka tidak mau menyeru kepada kebaikan dan melarang dari yang mungkar-niscaya mereka akan dipe-

61

rintah oleh orang-orang yang bejat, maka diwaktu itu walaupun pemimpin mereka memenjatkan doanya kepada Tuhan, tetapi tidak akan diperkenankan lagi 1); dan peringatan islam itu telah demikian kerasnyakepada diri mereka apa yang telah diberikan kepada orang lain. Tetapi kenapa mereka tidak pernah saling menasehati, tidak pernah tegur menegur dengan kebenaran, dan tidak berpegang kepada kebenaran itu dengan penuh kegigihan, dan tidak pula nasehat-menasehati dalam hal-hal yang baik maupun hal-hal yang buruk? Tetapi masing-masing telah meninggalkan kawannya, dan menyerahkan nasibnya kepada orang lain, sehingga mereka telah bercerai-berai, dan masing-masing hidup bekerja mementingkan dirinya sendiri-sendiri dimna masaing-masing tidak merasakan apa yang dilakukan kawannya yang seolah-olah tidak ada hubungan antara mereka selama ini dan tidak pernah bergaul bersama-sam. Dalam keadaan yang seperti itu siapa orang islam yang berdiri dipintu pengetahuan, ia akan melihat keadaan nasib agamanya tak ubahnya seperti pakaian yang sudah robek-robek (using) yang malu untuk dipakainya kemuka orang yang ramai.sementara itu ada pula orang yang menipu dirinya sendiri , yang menganggap dia telah mengerti agama; dan bahwa dia telah berpegang teguh kepada akida-akidah Agama itu-ia memandang akal (ratio) itu sebagai suatu tabir ilmu-pengetahuan itu sebagai sangkaan-sangkaan belaka. Seperti apa yang telah kami terangkan lebih dahulu, bahwa Islam adalah suatu petunjuk dan akal (ratio); siapa yang pandai mempergunakannya dan menjalankan segala petunjuk yang telah diberikannya itu niscaya ia akan mencapai kebahagiaan sebagai apa yang telah dijanjikan Allah kepada para pengikutnya. Dan menurut pengalaman , bahwa hal itu adalah merupakan obat yang mujarab bagi penyakit masyarakat (social). Maka keuntungannya pun sudah demikian jelas nya yang tidak bisa diingkari oleh siapapun sekalipun oleh orang buta dan tuli. Dan puncak dari segala kritis yang mereka lemparkan terhadap isl;am dan kaum muslim itu ialah, bahwa islam itu tak ubahnya dengan seorang dokter yang memberika obat kepada orang yang sakit 1) itu menjadi sembuh sedangkan sang dokter yang mengobatinya kembali menderita penyakit yang baru saja diobatinyaitu sehingga mengerang-erang kesakitan, padaha obat untuk itu ada pada rumahnya sendiri sedang ia tidak mau mengambilnya, Banyak orang yang datang menjenguknya kerumah, atau yang sangat mengharapkan supaya ia sembuh dari penyakitnya itu, dan yang ingin ia terlepas dari musubanhnya mengambilk-

62

an obat untuk diberikan , sebab mereka sendiri telah sembuh dengan obat itu dengan penyakit yang persis seperti yang diderita sang Dokter, tetapi beliau tidak mau menelan obat itu.Padahal ia sedang berada pada saat-saat akhir hidupnya yang krisis sekali, menunggu saat kematiannya yang sudah dekat, atau menunggu suatu ketentuan Tuhan untuk dapat menyembuhkan penyakit seperti yang sedang dideritanya itu.

63

You might also like