You are on page 1of 30

BAB 2.

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Peritonitis Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasitas peritoneal oleh bakteri atau kimia. Primer tidak berhubungan dengan gangguan usus dasar (contoh: sirosis dengan asites, sistem urinarius); sekunder inflamasi dari saluran GI, ovarium/uterus, cedera traumatik atau kontaminasi bedah (Doenges, 1999). Peritonitis adalah inflamasi peritonium yang bisa terjadi akibat infeksi bakterial atau reaksi kimiawi (Brooker, 2001). Peritonitis adalah infeksi seius atau peradangan dari sebagian atau seluruh peritonium, penutup dari saluran usus (Griffith, 1994) 2.2. Etiologi a. Peradangan dinding peritonium yang terjadi bila benda asing termasuk bakteri atau isi gastrointestinal. b. Robek atau perforasi dari organ mana saja diperut, seperti apendiksitis, tukak peptik, atau divetikulum yang terinveksi atau kandung kemih. c. Luka pada dinding perut, seperti karena pisau atau luka karena tembak. d. Penyakit radang panggul. e. Robeknya kehamilan ektopik 2.3. Patofisiologi Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus. Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat

dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.Organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkunglengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.

2.4. Manifestasi Klinis Gejala peritornitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya. Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda-tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya. Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric. Bisa terbentuk satu atau beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan( perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus. Bila peritornitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi

bisa berkembang dengan cepat. Gerakan persitaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya terjadi komplikasi utama, seperti kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang menyebar.

2.5. Penatalaksanaan Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan memuasakan pasien, pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik (apendiks) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri. Prinsip umum dalam menangani infeksi

intraabdominal antara lain kontrol infeksi yang terjadi, membersihkan bakteri dan racun, memperbaiki fungsi organ, dan mengontrol proses inflamasi. Tatalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian cairan dan elektrolit, kontrol operatif terhadap sepsis dan pemberian antibiotik sistemik. a. Penanganan Preoperatif 1) Resusitasi Cairan Pengembalian volume dalam jumlah yang cukup besar melalui intravaskular sangat diperlukan untuk menjaga produksi urin tetap baik dan status hemodinamik tubuh. Larutan kristaloid dan koloid harus diberikan untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan koloid lebih efektif untuk mengatasi kehilangan cairan intravaskuler, tapi cairan ini lebih mahal. Sedangkan cairan kristaloid lebih murah, mudah didapat tetapi membutuhkan jumlah yang lebih besar karena kemudian akan dikeluarkan lewat ginjal. Suplemen kalium sebaiknya tidak diberikan hingga perfusi dari jaringan dan ginjal telah adekuat dan urin telah diprodukasi (Doherty, 2006).

2) Antibiotik Antibiotik berperan penting dalam terpai peritonitis, pemberian antibiotik secara empiris harus dapat melawan kuman aerob atau anaerob yang menginfeksi peritoneum. Pemberian antibiotik secara empiris dilakukan sebelum didapatkan hasil kultur dan dapat diubah sesuai dengan hasil kultur dan uji sensitivitas jika masih terdapat tanda infeksi. Jika penderita baik secara klinis yang ditandai dengan penurunan demam dan menurunnya sel darah putih, perubahan antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati meskipun sudah didapatkan hasil dari uji sensitivitas. Efek pemberian antibiotik pada peritonitis tergantung kondisikondisi seperti besar kecilnya kontaminasi bakteri, penyebab dari peritonitis trauma atau nontrauma, ada tidaknya kuman oportunistik seperti candida. Agar terapi menjadi lebih efektif, terpai antibiotik harus diberikan lebih dulu, selama dan setelah operasi. Pemberian dosis antibiotikal awal yang kurang adekuat berperan dalam kegagalan terapi. Pemberian antibiotik diberikan sampai penderita tidak didapatkan demam, dengan hitung sel darah putih yang normal (Doherty, 2006). 3) Oksigen dan Ventilator Pemberian oksigen pada hipoksemia ringan yang timbul pada peritonitis cukup diperlukan, karena pada peritonitis terjadi peningkatan dari metabolism tubuh akibat adanya infeksi, adanya gangguan pada ventilasi paru-paru. Ventilator dapat diberikan jika terdapat kondisikondisi seperti ketidakmampuan untuk menjaga ventilasi alveolar yang dapat ditandai dengan meningkatnya PaCO2 50 mmHg atau lebih tinggi lagi, hipoksemia yang ditandai dengan PaO2 kurang dari 55 mmHg, adanya nafas yang cepat dan dangkal (Schwartz et al,2000). 4) Intubasi, Pemasangan Kateter Urin dan Monitoring Hemodinamik. Pemasangan nasogastric tube dilakukan untuk dekompresi dari abdomen, mencegah muntah, aspirasi dan yang lebih penting mengurangi jumlah udara pada usus. Pemasangan kateter untuk mengetahui fungsi dari kandung kemih dan pengeluaran urin. Tanda

vital (temperature, tekanan darah, nadi dan respiration rate) dicatat paling tidak tiap 4 jam. Evaluasi biokimia preoperative termasuk serum elektrolit, kratinin, glukosa darah, bilirubin, alkali fosfatase dan urinalisis (Schwartz et al, 2000). b. Penanganan Operatif Terapi primer dari peritonitis adalah tindakan operasi. Operasi biasanya dilakukan untuk mengontrol sumber dari kontaminasi peritoneum. Tindakan ini berupa penutupan perforasi usus, reseksi usus dengan anstomosis primer atau dengan exteriorasi. Tujuan dari penanganan operatif pada peritonitis adalah untuk menghilangkan semua material-material yang terinfeksi, mengkoreksi penyebab utama peritonitis dan mencegah komplikasi lanjut. Kecuali pada peritonitis yang terlokalisasi, insisi midline merupakan teknik operasi yang terbaik. Prosedur operasi yang spesifik tergantung dari apa yang didapatkan selama operasi berlangsung, serta membuang bahan-bahan dari cavum peritoneum seperti fibrin, feses, cairan empedu, darah, mucus lambung dan membuat irigasi untuk mengurangi ukuran dan jumlah dari bakteri virulen (Schwartz et al, 2000). 1) Kontrol Sepsis Jika didapatkan jaringan yang terkontaminasi dan menjadi fibrotik atau nekrosis, jaringan tersebut harus dibuang. Radikal debridement yang rutin dari seluruh permukaan peritoneum dan organ dalam tidak meningkatkan tingkat bertahan hidup. Memerlukan tindakan reseksi (ruptur apendik atau kandung empedu), perbaikan (ulkus perforata) atau drainase (pankreatitis akut). Pemeriksaan kultur cairan dan jaringan yang terinfeksi baik aerob maupun anaerob segera dilakukan setelah memasuki kavum peritoneum (Doherty, 2006). 2) Peritoneal Lavage Pada peritonitis difus, lavage dengan cairan kristaloid isotonik (> 3 liter) dapat menghilangkan material-material seperti darah, gumpalan fibrin, serta bakteri. Penambahan antiseptik atau antibiotik pada cairan irigasi tidak berguna bahkan berbahaya karena dapat memicu adhesi

(misal: tetrasiklin, povidone-iodine). Lavage dengan menggunakan aminoglikosida dapat menyebabkan depresi nafas dan komplikasi anestesi karena kelompok obat ini menghambat kerja dari neuromuscular junction. Setelah dilakukan lavage, semua cairan di kavum peritoneum harus diaspirasi karena dapat menghambat mekanisme pertahanan lokal dengan melarutkan dan membuang permukaan dimana fagosit menghancurkan bakteri (Doherty, 2006). 3) Peritoneal Drainage Penggunaan drain sangat penting untuk abses intra abdominal dan peritonitis lokal dengan cairan yang cukup banyak. Drainase berguna pada infeksi fokal residual atau pada kontaminasi lanjutan. Drainase diindikasikan untuk peradangan massa terlokalisasi atau kavitas yang tidak dapat direseksi (Doherty, 2006). c. Pengananan Postoperatif Monitor intensif, bantuan ventilator, mutlak dilakukan pada pasien yang tidak stabil. Tujuan utama adalah untuk mencapai stabilitas hemodinamik untuk perfusi organ-organ vital., dan mungkin dibutuhkan agen inotropik disamping pemberian cairan. Antibiotik diberikan selama 10-14 hari, bergantung pada keparahan peritonitis. Respon klinis yang baik ditandai dengan produksi urin yang normal, penurunan demam dan leukositosis, ileus menurun, dan keadaan umum membaik. Tingkat kesembuhan bervariasi tergantung pada durasi dan keparahan peritonitis. Pelepasan kateter (arterial, CVP, urin, nasogastric) lebih awal dapat menurunkan resiko infeksi sekunder (Doherty, 2006).

2.6 Komplikasi Menurut Chushieri komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu : a. Komplikasi dini 1. Septikemia dan syok septic

Septikemia adalah suatu keadaan dimana terdapatnya multiplikasi bakteri dalam darah dan syok septik adalah penurunan tekanan darah yang berpotensi mematikan karena adanya bakteri dalam darah. 2. Syok hipovolemik Syok hipovolemik adalah kondisi darurat di mana perdarahan parah dan hilangnya cairan membuat jantung tidak mampu memompa cukup darah ke tubuh. 3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system 4. Abses residual intraperitoneal 5. Portal Pyemia (misal abses hepar) b. Komplikasi lanjut 1. Adhesi Adhesi adalah perlengketan abnormal serat kolagen dengan struktur sekitarnya selama imobilisasi pasca trauma atau sebagai komplikasi dari operasi yang membatasi elastisitas normal dari struktur yang terlibat. 2. Obstruksi intestinal rekuren Obstruksi Intestinal adalah gangguan pasase dari isi usus akibat sumbatan sehingga terjadi penumpukkan cairan dan udara di bagian proksimal dari sumbatan tersebut. 2.7. Pemeriksaan Diagnostik 1. Test laboratorium a. Leukositosis Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum perkutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. b. Hematokrit meningkat

10

Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 ) 2. X. Ray Dari tes X Ray didapat: a. Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan: b. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis. c. Usus halus dan usus besar dilatasi. d. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi. 3. Gambaran Radiologis Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu : a. Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior. b. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari arah horizontal proyeksi anteroposterior. c. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal proyeksi anteroposterior. Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 3543 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (illeus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain: a. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance). b. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-

11

panjang kemungkinan gangguan di kolon.Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level. c. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level dan step ladder appearance.

12

ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS

1. Pengkajian a. Identitas Nama, umur, jenis kelamin, dan lingkungan. b. Keluhan Utama Klien mengeluh nyeri pada perut. c. Riwayat Penyakit Sekarang Klien masuk rumah sakit dengan keluhan demam tinggi, perut terasa kaku, mual dan muntah. d. Riwayat Penyakit Dahulu Klien sering mengalami nyeri pada perut sebelumnya, namun menghilang dengan sendirinya. e. Riwayat Kesehatan Keluarga Klien mengatakan pada keluarga klien tidak terdapat anggota keluarga yang memiliki penyakit sama dengan klien. f. Riwayat Alergi Klien mengatakan klien tidak mempunyai alergi terhadap apapun. g. Pola Fungsi Kesehatan 1) Pola persepsi dan tata laksana kesehatan : pola hidup sehat klien yang menderita peritonitis harus ditingkatkan dalam menjaga kebersihan diri, perawatan, dan tatalaksana hidup sehat. Klien juga harus membiasakan untuk mencuci dan memasak makanan yang dikonsumsinya. 2) Pola nutrisi dan metabolisme : nutrisi yang kurang akan menyebabkan membran mukosa klien kering dan turgor kulit tidak elastis. 3) Pola eliminasi : klien kesulitan untuk melakukan BAB dan sedikit mengeluarkan urin. 4) Pola aktivitas : klien lemah dan kesulitan untuk bergerak. 5) Pola istirahat dan tidur : klien kesulitan untuk tidur karena nyeri abdomen secara tiba-tiba.

13

6) Pola kognitif dan persepsi sensori : pola ini mengenai pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit yang diderita klien. 7) Pola konsep diri : bagaimana persepsi klien dan keluarga terhadap pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan. 8) Pola hubungan-peran : peran keluarga sangat dibutuhkan dalam merawat dan mengobati klien dengan peritonitis. 9) Pola seksual-seksualitas : pada klien yang menderita peritonitis biasanya terdapat gangguan untuk memenuhi hubungan intim. 10) Pola mekanisme koping : klien gelisah terhadap keadaanya. Untuk itu, dukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam membangun kepercayaan diri klien. 11) Pola nilai dan kepercayaan : keluarga selalu optimis dan berdoa agar penyakit pada klien dapat sembuh. h. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum : TTV : Tekanan darah : hipotensi, lebih rendah dari 90/60 mmHg Suhu Nadi RR 2) Kepala dan Leher Inspeksi: Wajah Rambut Mata Hidung Telinga Bibir dan mulut : simestris, dahi mengkerut : lurus/ keriting, distribusi merata/ tidak : pupil miosis, konjungtiva anemis : tidak ada pernapasan cuping hidung : bersih : mukosa bibir kering, terdapat lesi pada rongga mulut Lidah : terdapat bercak bercak putih pada lidah. : hipertermia, lebih dari 370 C (normal 360 C370 C) : takikardia (normal 60-100 x/ menit) : takipneu (normal 16-20 x/ menit)

14

Palpasi: tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe pada leher 3) Dada Inspeksi Palpasi : simetris, terdapat tarikan otot bantu pernapasan : denyutan jantung teraba cepat, badan terasa panas, nyeri tekan (-) Perkusi : jantung Paru : pekak : sonor

Auskultasi : tidak terdengar suara ronchi tidak terdengar bunyi wheezing 4) Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi : perut membesar : adanya nyeri tekan : timpani gaster

Auskultasi : bising usus tidak terdengar 5) Kulit Tugor kulit tidak elastis, pucat, dan kebiruan. 6) Ekstremitas Tidak terdapat odem pada ekstremitas. i. Pemeriksaan Diagnostik 1) Test laboratorium : ditemukan protein berlebih pada cairan peritoneal dan limfosit serta hematokrit meningkat. 2) X-ray : usus halus dan usus besar dilatasi serta udara bebas dalam rongga abdomen. 3) Gambaran radiologis : ditemukan pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, dan udara bebas infra diafragma. j. Terapi Terapi pada klien dengan menggunakan antibiotik.

15

2. Diagnosa Keperawatan a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru b. Gangguan rasa nyaman: nyeri akut berhubungan dengan akumulasi cairan dalam rongga abdomen / peritoneal c. Perubahan suhu tubuh : hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi d. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan aliran darah ke peritonium, muntah, dan atau perforasi gastrointestinal e. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam mencerna makanan. f. Penyebaran Infeksi berhubungan dengan invasi bakteri ke seluruh permukaan peritoneum g. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

16

3. Intervensi dan Renpra No 1 Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil 1. Kaji Intervensi frekuensi kedalaman Rasional 1. kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan

Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan berhubungan penurunan paru dengan tindakan ekspansi perawatan selama 3x24 pola napas pasien efektif kembali dengan

pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan

bervariasi tergantung derajat gagal terbatas nafas. yang Expansi dada

termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.

berhubungan

dengan atelektasis dan atau nyeri dada. 2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti 2. ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas /

kriteria hasil: a. Pasien mengatakan Sus, sudah sesak lagi. b. Frekuensi napas 16-20 4. Observasi pola batuk dan saya tidak napas 3.

krekels, wheezing. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.

kegagalan pernafasan. 3. duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan. 4. Kongesti alveolar

karakter sekret.

mengakibatkan batuk sering/ iritasi.

kali per menit.

5.

Dorong/bantu

pasien

dalam

5. dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan

nafas dan latihan batuk.

ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas. 6. Kolaborasi berikan oksigen 6. memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas,

tambahan dan humidifikasi.

memberikan kelembaban pada membran mukosa dan

membantu pengenceran sekret. 2 Gangguan rasa nyaman Setelah diberikan 1. Kaji tipe, lokasi dan berat dan 1. Berguna dalam pengawasan obat (nyeri) berhubungan tindakan karakter nyeri kemajuan Perubahan penyembuhan. karakter nyeri

dengan cedera kimia keperawatan pasca operasi. selama 3x24 jam diharapkan nyeri

menunjukkan terjadiya abses/ peritonitik.

berkurang dengan 2. Berikan periode istirahat yang 2. Istirahat yang cukup mencegah kriteria: 1. Pasien mengatakan nyerinya terencana terjadinya kelelahan. stres pada

3. Pertahankan posisi nyaman (semi 3. meminimalkan fowler) abdomen dengan ketika

terlentang yang

gravitasi

berkurang 2. Pasien tampak rileks 4. Dorong ambulasi dini

melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah/ pelvis. 4. Merangsang normalisasi fungsi organ termasuk gerakan

peristaltic usus. 5. Berikan aktivitas hiburan 5. Mengalihkan perhatian pasien dari res yang dirasakan. 6. Diskusikan dan ajarkan pilihan 6. Nyeri dengan skala berbeda teknik penatalaksanaan nyeri; memerlukan berbeda pula; 7. Berikan analgesik setelah 7. Menghilangkan nyeri dengan dibantu terapi lain; tindakan 8. Memberikan intervensi yang intervensi yang

diagnosis dibuat; 8. Kaji keefektifan

penghilang nyeri. 3 Perubahan suhu tubuh : Setelah diberikan 1. Monitor TD, Nadi, dan RR. hipertermi berhubungan tindakan dengan proses inflamasi keperawatan selama 3x24 jam 2. Monitor diharapkan suhu kesadaran. penurunan tingkat

sesuai kondisi pasien. 1. Peningkatan suhu tubuh akan menyebabkan perubahan tandatanda vital. 2. Suhu yang terlalu tinggi

menunjukkan gangguan pada

tubuh kembali dengan hasil: 1. Pasien

pasien normal kriteria 3. Monitor suhu minimal tiap 2 jam.

hipotalamus

sehingga

mempengaruhi kesadaran. 3. Monitoring suhu secara teratur dapat meberikan intervensi yang tepat. 4. Kompres pasien pada lipat paha, aksila dan leher. 4. Lipat paha, aksila dan leher merupakan bagian dengan

mengatakan sudah panas lagi 2. Suhu pasien tubuh 36-37 tidak

pembuluh darah besar sehingga panas tinggi. 5. Pasien demam banyak akan cairan ang dihasilkan lebih

derajat celcius. 5. Berikan cairan intra vena.

mengeluarkan

sehigga membutuhkan cairan yang adekuat; 6. Kolaborasikan dengan tenaga 6. Antipiretik mengurangi medis. 1. Volume intravaskular dapat membantu demam secara

kesehatan lain untuk pemberian anti piretik sesuai indikasi. 4 Defisit volume cairan Setelah dilakukan 1. Pantau tanda vital dan CVP setiap berhubungan dengan tindakan jam, observasi tanda syok.

diidentifkasi dari TTV.

peningkatan

aliran keperawatan

2. Lihat

membran

mukosa,

kaji

2. Indicator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler. 3. Penurunan haluaan urin pekat dengan berat jenis meningkat menunjukkan kondidi

darah ke peritonium, selama 3x24 jam muntah, perforasi gastrointestinal dan atau diharapkan volume tubuh sudah dengan hasil: 1. Turgor membaik 2. Pasien mengatakan kulit cairan pasien membaik

turgor dan CRT. 3. Kaji input dan output cairan. Catat warna urin, konsentrasi dan berat jenis.

kekurangan cairan/ dehidrasi. 4. Kondisi puasa dengan turgor kulit baik menunjukkan hidrasi pasien baik pula. 5. Pertahankan cairan parenteral 5. Peritoneum bereaksi terhadap infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume

criteria 4. Pertahankan puasa, kaji status hidrasi.

dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin.

sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemi. 6. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan per oral dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi. 6. Menurunkan iritasi gaster dan meminimalkan cairan. kehilangan

7. Bantu

dalam

aspirasi/

lavase

7. Dekompresi usus, istirahat usus, dan mencegah muntah.

peritoneal. 5 Gangguan

nutrisi Setelah dilakukan 1. Pantau selang NGT. Catat adanya 1. Muntah dan diare dalam jumlah muntah dan diare. besar menunjukkan adanya

kurang dari kebutuhan tindakan tubuh berhubungan keperawatan

obstruksi usus.

dengan tidak mampu selama 3x24 jam 2. Auskultasi bising usus, catat bunyi 2. Meskipun bising usus sering dalam makanan. mencerna diharapkan pemenuhan nutrisi adekuat pasien dengan 3. Ukur lingkar abdomen. 3. tak ada/hperaktif. tidak ada, inflamasi/iritasi usus dapat menyertai hiperaktvitas usus, penurunan absorpsi air dan diare. Lingkar membesar distensi gaster. berat badan dengan 4. Deficit nutrisi menyebabkan abdomen yang

kriteria hasil: 1. Pasien mengatakan sudah makan

menunjukkan

dapat 4. Timbang sesuai teratur.

penurunan berat badan.

porsi biasanya; 2. Berat badan

5. Awasi BUN, protein, albumin, 5. Menunjukkan fungsi organ dan glukosa, keseimbangan nitrogen sesuai indikasi. 6. Tambahkan diet sesuai toleransi, 6. Kemajuan diet yang berhati-hati status kebutuhan nutrisi.

pasien kembali ideal.

contoh lembut.

cairan

jernih

sampai

saat

memasukkan

nutrisi

dimulai lagi menurunkan risiko iritasi gaster.

7. Berikan indikasi.

hiperalimentasi

sesuai 7. Meningkatkan nutrient dan

penggunaan keseimbangan

nitrogen positif pada pasien yang tak mampu mengasimilasi nutrient dengan normal. 6 Infeksi berhubungan Setelah diberikan 1. Kaji tanda vital dengan sering , 1. Tanda adanya syok septic , catat tidak baiknya atau endotoksin menyebabkan sirkulasi vasodilatasi,

dengan invasi bakteri tindakan keseluruh peritonium permukaan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan infeksi teratasi, klien

berlanjutnya hipotensi, penurunan tekanan demam nadi, takikardia dan

kehilangan cairan dari sirkulasi dan rendahnya status curah

jantung. hipotensi dan

dengan 2. Catat perubahan status mental 2. Hipoksemia (contoh bingung, pingsan) asidosis

criteria hasil: Tidak invasi keseluruh terjadinya

dapat

menyebabkan

penyimpangan status mental. warna kulit, suhu, 3. Hangat, kemerahan kulit kering adalah tanda tanda dini

bakteri 3. Catat

kelembapan

permukaan peritonium

septikimia, manifestasi

selanjutnya termasuk dingin,

kulit pucat lembab dan sianosis sebagai tanda syok. 4. Awasi haluaran urin 4. Oliguria terjadi sebagai akibat penurunan perfusi ginjal. Toksin dalam sirkulasi memepengaruhi antibiotic. 5. Perhatikan teknik aseptic ketat 5. Mencegah, pada perawatan drein abdomen, luka insisi/ invasive dan sisi invasive, bersihkan dengan meluas dan

membatasi penyebaran organism infektif atau kontaminasi silang.

betadine atau larutan lain yang tepat 6. Observasi drainase drein. 7 pada luka/ 6. Memberikan informasi tentang status infeksi.

Ansietas berhubungan Setelah diberikan 1. Evaluasi tingkat ansietas , catat 1. Ketakutan terjadi karena nyeri dengan perubahan tindakan keperawatan respon verbal dan non-verbal hebat, meningkatkan perasaan sakit, penting pada prosedur

status kesehatan

pasien. Dorong ekspresi bebas

10

selama 3x24 jam diharapkan cemas pada

akan emosi.

diagnostic yang kemungkinan pembedahan. apa yang

klien 2. Berikan informasi tentang proses 2. Mengetahui penyakit dan antisipasi tindakan.

berkurang dengan kriteria hasil: 1. Menyatakan kesadaran terhadap perasaan cara sehat menghadapi masalah 2. Melaporkan ansietas menurun dan

diharapkan dapat menurunkan ansietas

3. Jadwalkan istirahat adekuat dan 3. Membatasi periode menghentikan tidur

kelemahan,

menghemat energy , dan dapat meningkatkan koping. informasi yang kemapuan

yang 4. Orientasikan pasien atau orang 4. Perkirakan terdekat terhadap prosedur rutin dan aktifitas yang diharapkan.

disampaikan dapat menurukan kecemasan pasien.

5. Dorong pasien atau orang terdekat 5. Informasi berbentuk dorongan untuk mengkominikasikan dengan seseorang dan maslah. waktu untuk berbagai pertanyaan atau kenyamanan bagi pasien.

sampai tingkat 6. Berikan privasi pasien dan orang 6. Memungkinkan dapat ditangani terdekat. mengekspresikan menghilangkan

perasaan, cemas dan

11

tampak rileks

perilaku adaptasi.

4. Implementasi keperawatan

No 1

Diagnosa Keperawatan Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

Implementasi Keperawatan 1. Telah dikaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal. 2. Telah diauskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing. 3. Telah ditinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. 4. Telah diobservasi pola batuk dan karakter sekret. 5. Telah didorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk. 6. Telah dikolaborasikan berikan oksigen tambahan dan humidifikasi.

Tanda tangan

Gangguan rasa nyaman (nyeri) 1. Telah dikaji tipe, lokasi dan berat dan karakter nyeri. berhubungan dengan akumulasi 2. Telah diberikan periode istirahat yang terencana.

cairan dalam rongga abdomen / 3. Telah dipertahankan posisi nyaman (semi fowler).

12

peritoneal

4. Telah dilakukan ambulasi dini. 5. Telah diberikan aktivitas hiburan. 6. Telah didiskusikan dan ajarkan pilihan teknik

penatalaksanaan nyeri. 7. Telah diberikan analgesik setelah diagnosis dibuat. 8. Telah dikaji keefektifan tindakan penghilang nyeri. 3 Perubahan suhu tubuh : hipertermi 1. Telah dilakukan monitor TD, Nadi, dan RR. berhubungan inflamasi dengan proses 2. Telah dilakukan monitor penurunan tingkat kesadaran. 3. Telah dilakukan monitor suhu minimal tiap 2 jam. 4. Telah dilakukan kompres pasien pada lipat paha, aksila dan leher. 5. Telah diberikan cairan intra vena. 6. Telah dilakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian anti piretik sesuai indikasi. 4 Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan aliran darah ke peritonium, muntah, dan atau 1. Telah dipantau tanda vital dan CVP setiap jam, observasi tanda syok. 2. Telah dilihat membran mukosa, kaji turgor dan CRT. 3. Telah dikaji input dan output cairan. Catat warna urin, konsentrasi dan berat jenis.

perforasi gastrointestinal

13

4. Telah dipertahankan puasa, kaji status hidrasi. 5. Telah dipertahankan cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin. 6. Telah diberikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan per oral dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi. 7. Telah dibantu dalam aspirasi/lavase peritoneal. 5 Gangguan kebutuhan dengan nutrisi tubuh tidak kurang dari 1. Telah dipantau selang NGT. Catat adanya muntah dan diare. 2. Telah diauskultasi bising usus, catat bunyi tak ada/ hiperaktif. 3. Telah diukur lingkar abdomen. 4. Telah ditimbang berat badan dengan teratur. 5. Telah diawasi BUN, protein, albumin, glukosa,

berhubungan dalam

mampu

mencerna makanan.

keseimbangan nitrogen sesuai indikasi. 6. Telah ditambahkan diet sesuai toleransi, contoh cairan jernih sampai lembut. 7. Telah diberikan hiperalimentasi sesuai indikasi. 6 Infeksi berhubungan dengan invasi 1. Telah dikaji tanda vital dengan sering , catat tidak baiknya

14

bakteri

ke

seluruh

permukaan

atau berlanjutnya hipotensi, penurunan tekanan nadi, takikardia dan demam. 2. Telah dicatat perubahan status mental (contoh bingung, pingsan). 3. Telah dicatat warna kulit, suhu, kelembapan. 4. Telah diawasi haluaran urin. 5. Telah diperhatikan teknik aseptic ketat pada perawatan drein abdomen,luka insisi /invasive dan sisi invasive, bersihkan dengan betadine atau larutan lain yang tepat. 6. Telah diobservasi dreinase pada luka/ drein.

peritoneum

Ansietas

berhubungan

dengan 1. Telah dievaluasi tingkat ansietas , catat respon verbal dan non-verbal pasien. Dorong ekspresi bebas akan emosi. 2. Telah diberikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan. 3. Telah dijadwalkan istirahat adekuat dan periode

perubahan status kesehatan

menghentikan tidur. 4. Telah diorientasikan pasien atau orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktifitas yang diharapkan. 5. Telah didorong pasien atau orang terdekat untuk

15

mengkominikasikan pertanyaan dan masalah.

dengan

seseorang

berbagai

6. Telah diberikan privasi pasien dan orang terdekat.

5.Evaluasi No 1 Diagnosa Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru Evaluasi S: pasien mengatakan Sus saya sudah tidak sesak napas lagi O: frekuensi napas pasien 16-20 kali per menit A: Masalah teratasi sebagian P: lanjutkan intervensi. 2 Gangguan rasa nyaman (nyeri) S: pasien mengatakan Sus, nyeri pada luka jahitan saya berhubungan dengan cedera sudah berkurang kimia pasca operasi. O: ekspresi wajah pasien rileks A: masalah teratasi sebagian P: lanjutkan intervensi. 3 Perubahan hipertermi suhu tubuh : S: keluarga pasien mengatakan badan pasien sudah tidak Nama dan Paraf

berhubungan panas lagi. O: suhu tubuh pasien 37 derajat celcius.

dengan proses inflamasi

16

A: masalah teratasi. P: hentikan intervensi. 4 Defisit volume cairan S: pasien mengatakan Sus, bibir saya sudah tidak kering dengan lagi

berhubungan

peningkatan aliran darah ke O: intake dan output cairan seimbang. peritonium, muntah, dan atau A: masalah teratasi sebagian. perforasi gastrointestinal P: lanjutkan intervensi.

Gangguan nutrisi kurang dari S: pasien mengatakan Sus, saya sudah bisa menghabiskan kebutuhan tubuh berhubungan makanan seperti biasanya dengan tidak mampu dalam O: berat badan pasien kembali normal. mencerna makanan. A: masalah teratasi. P: hentikan intervensi.

Infeksi berhubungan dengan S: pasien mengatakan Sus, perut saya terasa sakit invasi bakteri keseluruh O: TTV opasien meningkat A: Masalah teratasi sebagian P: lanjutkan intervensi

permukaan peritonium

17

Ansietas berhubungan dengan S: pasien mengatakan Sus, saya merasa cemas dengan rasa perubahan status kesehatan sakit yang saya rasakan sekarang: O: ekspresi wajah pasien terlihat cemas dan ketakutan A: Masalah teratasi sebagian P: lanjutkan intervensi

18

You might also like