You are on page 1of 26

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

LAPORAN KASUS KOLESTEATOM


Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Telinga Hidung Tenggorok
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. M. Setiadi, SpTHT, M.Si.Med

Disusun Oleh : Maula Nurfahdi H2A009032

Kepaniteraan Klinik Departemen Telinga Hidung Tenggorok FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa PERIODE 2013

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK

Presentasi kasus dengan judul :

KOLESTEATOM
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Telinga Hidung Tenggorok
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Disusun Oleh: Maula Nurfahdi H2A009032

Telah disetujui oleh Pembimbing: Nama pembimbing Tanda Tangan Tanggal

dr. M. Setiadi, SpTHT, M.Si.Med

............................. Mengesahkan:

.............................

Koordinator Kepaniteraan Telinga Hidung Tenggorok

dr. M. Setiadi, SpTHT, M.Si.Med NIP. 19720608 201001 1 008

LAPORAN KASUS THT

Identitas Penderita 1. Nama 2. Tempat, tanggal lahir 3. Jenis Kelamin 4. Usia 5. Agama 6. Suku 7. Alamat 8. No. telpn 9. Pekerjaan 10. No. RM 11. Tanggal MRS : An.F : Ambarawa, 15 maret 2004 : Perempuan : 9 tahun : Islam : Jawa : ngasinan 04/05 kelurahan sendang :: pelajar : 049443 : 19 desember 2013

ANAMNESIS ( autoanamnesis) Tanggal : 19 desember 2013 Keluhan Utama : keluar darah dari telinga kiri 1. Riwayat Penyakit Sekarang Seharri lalu telinga kiri mengeluarkan darah, pada tanggal 17 desember 2013 pasien datang ke poli THT dengan keluhan 1 minggu yang lalu pasien mengeluh teliga kiri sakit kalau dipengang. Pasien tidak mengetahui awal mula timbulnya gejala. Keluhan dirasakan semakin hari semakin bertambah dari awal timbulnya gejala. Selain itu pasien mengeluhkan telinganya terasa penuh dan sedikit nyeri. Keluhan dirasakan terus menerus dan mengganggu aktivitas seharihari,tidak ada batuk pilek, tidak ada demam, telinga tidak pernah dikorek korek. Dilakukan suction ADS tetapi tidak berhasil, kemudian di beri tetes telinga corbogliserin dan kontrol tanggal 19 desember 2013. 2. Riwayat Penyakit Dahulu
a. b. Riwayat penyakit serupa disangkal Riwayat alergi obat dan makanan (merah-merah pada kulit, dan sesak nafas setelah mengkonsumsi obat atau makanan) tidak diakui.

Jam: 10.00 WIB

3. Riwayat Penyakit Keluarga


a. b. Riwayat penyakit serupa disangkal Riwayat alergi (sesak nafas, merah-merah pada kulit) disangkal.

4. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien tinggal dengan kedua orang tuanya, biaya pengobatan ditanggung sendiri. Lingkungan tinggal rumah yang bersih.kesan ekonomi cukup.

PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN FISIK : Tanggal : 19 desember 2013 , Jam : 10.00 WIB


1. Status Generalisata a. KU b. Kesadaran c. Tensi d. Nadi e. Nafas f. Suhu g. Kulit h. Kepala i. Konjungtiva : Baik : Composmentis :: 83 kali/menit : 19 kali/menit : 36,8 0C : Turgor cukup : Mesocephal : Hiperemis (-)

j.

Status gizi

: Baik

k. Jantung l.

: tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada pembesaran : tidak ada kelainan

Paru

m. Hati n. Limpa o. Limfe p. Ekstremitas

3. Status lokalis : Tenggorok Bibir Gigi Gingiva : sianosis (-), lembab : Karies (-), gigi berlubang (+) : Hiperemis (-), Gingivitis (-), stomatitis (-)

Lidah Tonsil

: Simetris, Spasme (-), Fasikulasi (-), Kotor (-), Stomatitis (-), : Membesar (-), Ukuran Tonsil T1-T1, Hiperemis (-), Detritus (-), Granulasi (-), kripte melebar (-)

Uvula Epiglotis Palatum Telinga Telinga Mastoid

: Asimetris, Hiperemis (-), Luka (-), retraksi (-) kearah kontralateral : Simetris, Hiperemis (-), Masa (-), Luka (-) : Simetris, Masa (-), Hiperemis (-)

Kanan Nyeri Tekan (-), Masa (-), Abses (-), fistula (-) Nyeri Tekan (-), Masa (-), Abses (-), fistula (-), Nyeri Tekan (-), Masa (-), Abses (-), fistula (-), Nyeri Tekan (-), Masa (-), Abses (-), fistula (-), nyeri tarik aurikula (-) Benda asing (-), sekret (-), serumen (+), darah (-), lessi (-), massa (-), edem (-), hiperemis(+) (+) Membran Timpani

Kiri Nyeri Tekan (+), Masa (-), Abses (-), fistula (-) Nyeri Tekan (+), Masa (-), Abses (-), fistula (-), Nyeri Tekan (+), Masa (-), Abses (-), fistula (-), Nyeri Tekan (+), Masa (-), Abses (-), fistula (-), nyeri tarik aurikula (-) Benda asing (-), sekret (-), serumen (+), darah (+), lessi (-), massa (-), edem (),hiperemis(+) (+)

Pre-aurikula

Retro-aurikula

Aurikula

Kanalis Eksternus

Discharge

Warna Reflek cahaya

Putih mutiara Memantulkan cahaya (mengkilap) (-), Bulging (-)

Putih mutiara Memantulkan cahaya (mengkilap) (-), Bulging (-)

Perforasi

Hidung Pemeriksaan Luar Hidung Kanan Deformitas (-), Sianosis (-), Hiperemis (-). Nyeri tekan (), Krepitasi (-) Nyeri Tekan Sinus (-) Discharge (-), Septum deviasi (-), Mukosa Hiperemis (-), Konka Hiperemis (-), Konka hipertrofi (-), Epistaksis (-), Massa (-) (-) Hiperemis (-), massa (-) Hiperemis (-), hipertrofi (-) (-) Deviasi (-) Tidak dilakukan Kiri Deformitas (-), Sianosis (-), Hiperemis (-). Nyeri Tekan (), Krepitasi (-) Nyeri Tekan Sinus (-) Discharge (-), Septum deviasi (-), Mukosa Hiperemis (-), Konka Hiperemis (-), Konka hipertrofi (-), Epistaksis (-), Massa (-) (-) Hiperemis (-), masa (-) Hiperemis (-), hipertrofi (-) (-) Deviasi (-) Tidak dilakukan

Sinus Rinoskopi Anterior

Discharge Mukosa Konka Tumor Septum Diafanoskopi

Kepala Dan Leher

: Kanan Kiri Mesosefal Simetris pembesaran tiroid (-), deviasi trakhea (-) Pembesaran limfe (-), pembesaran parotis (-) pembesaran tiroid (-), deviasi trakhea (-) Pembesaran limfe (-), pembesaran parotis (-)

Kepala Wajah Leher Anterior

Leher Lateral

RINGKASAN : Pasien An.F datang dengan keluhan telinga kiri sakit dan mengeluarkan darah. Keluhan juga dirasakan terasa penuh dan sedikit nyeri. Keluhan dirasakan kurang lebih seminggu yang lalu. Pada tanggal 17 desember 2013 pasien datang ke poli THT dan di suction AS tetapi tidak berhasil, dan di beri carbogliserin AS, pada tanggal 19 desember 2013 datang untuk control, dilakukan suction AS tetapi tidak berhasil. DIAGNOSIS BANDING : serumen ADS Kolesteatom AS DIAGNOSIS SEMENTARA : kolesteatom AS

RENCANA PENGELOLAAN 1. Innisial Plan Diagnostik :

S : (-) O : X Foto Mastoid


2. Penatalaksanaan : a. Non medika mentosa 3. Pembedahan

b. medika mentosa Tarivid eardrop No I , 3 X 1 sehari

Innisial Plan Monitoring a. Monitoring kesembuhan

4.

Innisial Plan Edukasi a. Menjelaskan pada pasien mengenai penyakit yang dideritanya mulai dari penyebab, keluhan penurunan pendengaran. b. c. Menjelaskan pada pasien cara perawatan telinga agar tidak terjadi infeksi Menganjurkan pasien untuk teratur minum obat.

PROGNOSIS

AD Ad bonam

AS Ad bonam

2.1. ANATOMI TELINGA

Gambar 1. Anatomi Telinga1 2.1.1 Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 3 cm.1 Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.1 2.1.2 Telinga tengah Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari: 1 Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi atas 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars

flasida (membrane sharpnell) dimana lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin. Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan. Tuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring.

2.1.3 Telinga dalam

Gambar 2. Anatomi Telinga Dalam 3

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.1 Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala

vestibule dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dimana cairan perilimfe tinggi akan natrium dan rendah kalum, sedangkan endolimfe tinggi akan kalium dan rendah natrium. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners Membrane) sedangkan skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubanglubang lengan horizontal dari suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membrane tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus.4

Gambar 3. Potongan melintang koklea5 Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang diebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.2

2.2 Kolesteatoma Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar. Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johannes Muller pada tahun 1838 karena disangka kolesteatoma merupakan suatu tumor, yang kemudian ternyata bukan. Beberapa istilah lain yang diperkenalkan oleh para ahli antara lain : keratoma (Schucknecht), squamos eipteliosis (Birrel, 1958), kolesteatosis (Birrel, 1958), epidermoid kolesteatoma (Friedman, 1959), kista epidermoid (Ferlito, 1970), epidermosis (Sumarkin, 1988).3 Kolesteatoma terdiri dari epitel skuamosa yang terperangkap di dalam basis cranii. Epitel skuamosa yang terperangkap di dalam tulang temporal, telinga tengah, atau tulang mastoid hanya dapat memperluas diri dengan mengorbankan tulang yang mengelilinginya. Akibatnya, komplikasi yang terkait dengan semakin membesarnya kolesteatoma adalah termasuk cedera dari struktur-struktur yang terdapat di dalam tulang temporal. Kadang-kadang, kolesteatomas juga dapat keluar dari batas-batas tulang temporal dan basis cranii. Komplikasi ekstrarempotal dapat terjadi di leher, sistem saraf pusat, atau keduanya. Kolesteatomas kadang-kadang menjadi cukup besar untuk mendistorsi otak normal dan menghasilkan disfungsi otak akibat desakan massa.1 Erosi tulang terjadi oleh dua mekanisme utama. Pertama, efek tekanan yang menyebabkan remodelling tulang, seperti yang biasa terjadi di seluruh kerangka apabila mendapat tekanan (desakan) secara konsisten dari waktu ke waktu. Kedua, aktivitas enzim pada kolesteatoma dapat meningkatkan proses osteoklastik pada tulang, yang nantinya akan meningkatkan kecepatan resorpsi tulang. Kerja enzim osteolitik ini tampaknya meningkat apabila kolesteatoma terinfeksi. 1

2.3 Epidemiologi Insiden kolesteatoma tidak diketahui, tetapi kolesteatoma merupakan indikasi yang relatif sering pada pembedahan otologi (kira-kira setiap minggu di praktek otologi tersier). Kematian akibat komplikasi intrakranial dari kolesteatoma sekarang jarang terjadi, yang berkaitan dengan diagnosis dini, intervensi bedah tepat waktu, dan terapi antibiotik yang adekuat. Akan tetapi kolesteatomas tetap menjadi penyebab umum relatif tuli konduktif sedang pada anak-anak dan orang dewasa.1

2.4 Patogenesis dan Klasifikasi Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma, antara lain adalah : teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori implantasi. Teori tersebut akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray (1964) yang mengatakan : kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada pada tempat yang salah. Epitel kulit liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.3 Kolesteatoma dapat dibagi atas dua jenis menurut etiologinya : 1,3

2.4.1

Kolesteatoma kongenital

Kolesteatoma kongenital terbentuk sebagai akibat dari epitel skuamosa terperangkap di dalam tulang temporal selama embriogenesis, ditemukan pada telinga dengan membran tympani utuh tanpa ada tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma biasanya di mesotimpanum anterior, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle. Kolesteatoma di cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf. 3 Penderita sering tidak memiliki riwayat otitis media supuratif kronis yang berulang, riwayat pembedahan otologi sebelumnya, atau perforasi membran timpani. Kolesteatoma kongenital paling sering diidentifikasi pada anak usia dini (6 bulan 5 tahun). Saat berkembang, kolesteatom dapat menghalangi tuba estachius dan menyebabkan cairan telinga tengah kronis dan gangguan pendengaran konduktif. Kolesteatom juga dapat meluas ke posterior hingga meliputi tulang-tulang pendengaran dan, dengan mekanisme ini, menyebabkan tuli konduktif. 3

Gambar 3. Kolesteatoma kongenital. Tampak massa putih di belakang membran tympani yang intak 3

2.4.2

Kolesteatoma akuisital

A. Kolesteatoma akuisital primer Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrana tymphani. Kolesteatoma timbul akibat proses invaginasi dari membran tymphani pars flaksida karena adanya tekanan negatif telinga tengah akibat gangguan tuba (Teori Invaginasi). 4 Kolesteatoma akuisital primer timbul sebagai akibat dari retraksi membran timpani. Kolesteatoma akuisital primer klasik berawal dari retraksi pars flaksida di bagian medial membran timpani yang terlalu dalam sehingga mencapai epitimpanum. Saat proses ini berlanjut, dinding lateral dari epitympanum (disebut juga skutum) secara perlahan terkikis, menghasilkan defek pada dinding lateral epitympanum yang perlahan meluas. Membran timpani terus yang mengalami retraksi di bagian medial sampai melewati pangkal dari tulang-tulang pendengaran hingga ke epitympanum posterior. Destruksi tulang-tulang pendengaran umum terjadi. Jika kolesteatoma meluas ke posterior sampai ke aditus ad antrum dan tulang mastoid itu sendiri, erosi tegmen mastoid dengan eksposur dura dan/atau erosi kanalis semisirkularis lateralis dapat terjadi dan mengakibatkan ketulian dan vertigo. 4

Gambar 4. Kolesteatoma pada daerah atik. Merupakan kolesteatoma akuisital primer pada stadium paling awal 3

Kolesteatoma akuisital primer tipe kedua terjadi apabila kuadran posterior dari membran timpani mengalami retraksi ke bagian posterior telinga tengah. Apabila retraksi meluas ke medial dan posterior, epitel skuamosa akan menyelubungi bangunan-atas stapes dan membran tympani terteraik hingga ke dalam sinus timpani. Kolesteatoma primer yang berasal dari membran timpani posterior cenderung

mengakibatkan eksposur saraf wajah (dan kadang-kadang kelumpuhan) dan kehancuran struktur stapes. 4

B. Kolesteatoma Akuisital Sekunder Merupakan kolesteatoma yang terbentuk setelah adanya perforasi membran tympani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran tympani ke telinga tengah (Teori Migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum tymphani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama ( Teori Implantasi). 3,4 Kolesteatoma akuisital sekunder terjadi sebagai akibat langsung dari beberapa jenis cedera pada membran timpani. Cedera ini dapat berupa perforasi yang timbul sebagai akibat dari otitis media akut atau trauma, atau mungkin karena manipulasi bedah pada gendang telinga. Suatu prosedur yang sederhana seperti insersi tympanostomy tube dapat mengimplan epitel skuamosa ke telinga tengah, yang akhirnya menghasilkan kolesteatoma. Perforasi marginal di bagian posterior adalah yang paling mungkin menyebabkan pembentukan kolesteatoma. Retraksi yang mendalam dapat menghasilkan pembentukan kolesteatoma jika retraksi menjadi cukup dalam sehingga menjebak epitel deskuamasi. 3,4

Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman (infeksi), yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Sebaliknya infeksi dapat memicu respons imun lokal yang mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi dan berbagai sitokin. Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matriks kolesteatoma adalah interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor- (TNF-), tumor growth factor (TGF). Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatoma bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. 3,4

Tabel 1. Distribusi kuman dari kavum tympani pada Otitis Media Supuratif Kronis dengan Kolesteatoma5 Jenis Kuman Pseudomonas aeruginosa Proteus mirabilis Difteroid Streptococcus -hemolyticus Enterobacter sp. 1 3,3% 1 1 3,3% 3,3% 17 58,5% Jumlah temuan 9 31,5%

Massa kolesteatoma ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh karena pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirintitis, meningitis, dan abses otak. 2.4.3 Granuloma Kolesterol Granuloma kolesterol adalah kista jinak yang terdapat pada ujung pars petrosus, yang merupakan bagian dari tulang tengkorak dan berdekatan dengan telinga tengah.

Granuloma ini merupakan massa yang berisi cairan, lipid, dan kristal-kristal kolesterol yang dikelilingi oleh lapisan fibrosa. 9 Didalam tulang tengkorak, terdapat banyak ruang-ruang yang berisi udara yang disebut juga air cells. Selama ini dipercaya bahwa granuloma kolesterol terbentuk apabila air cells yang terdapat di pars petrosus mengalami obstruksi. Obstruksi akan membentuk suatu ruangan yang hampa udara sehingga menyebabkan darah akan mengalir ke dalam air cells tersebut. Sel-sel darah merah ini akan memecah, sehingga kolesterol yang terkandung di dalam hemoglobin akan terbebas. Sistem imun tubuh akan bereaksi terhadap kolesterol ini sebagai benda asing, sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Pembuluh-pembuluh darah kecil disekitarnya akan mengalami ruptur sebagai akibat dari reaksi inflamasi. Perdarahan yang berulang akan menyebabkan massa granuloma semakin mudah meluas. 9 Granuloma dapat terbentuk dimana saja di dalam tubuh kita apabila ada reaksi terhadap benda asing, dan pada sebagian besar kasus biasanya tidak menimbulkan gejala ataupun efek yang serius. Meskipun begitu, granuloma kolesterol pada pars petrosus berbahaya karena kedekatannya dengan telinga dan beberapa saraf kranial. Apabila massa ini dibiarkan tanpa diterapi dan semakin meluas, tuli permanen dan/atau kerusakan saraf dapat terjadi, begitu juga destruksi tulang. 9

Faktor Risiko Granuloma kolesterol timbul sekunder dari kondisi-kondisi yang menyebabkan obstruksi dari air cells. Beberapa kondisi tersebut termasuk infeksi telinga kronis, kolesteatoma, atau trauma kepala yang menyebabkan perdarahan pada area apex pars petrosus. 9

Gejala klinis Gejala klinis dari granuloma kolesterol antara lain gangguan pendengaran unilateral, tinnitus, facial twitching, vertigo, dan facial numbness. 9

Diagnosis Pada pemeriksaan telinga dengan otoskop, ditemukan membran tympani berwarna kebiruan atau terdapat bayangan kecoklatan di belakangnya. Pemeriksaan pencitraan (MRI , CT) dapat membantu membedakan granuloma kolesterol dengan lesi lainnya, khususnya dengan kolesteatoma. Audiogram digunakan untuk mengevaluasi gangguan pendengaran. 9 2.5 Presentasi Klinis Gejala khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, yang terusmenerus atau sering berulang. Ketika kolesteatoma terinfeksi, kemungkinan besar infeksi tersebut sulit dihilangkan. Karena kolesteatoma tidak memiliki suplai darah (vaskularisasi), maka antibiotik sistemik tidak dapat sampai ke pusat infeksi pada kolesteatoma. Antibiotik topikal biasanya dapat diletakkan mengelilingi kolesteatoma sehingga menekan infeksi dan menembus beberapa milimeter menuju pusatnya, akan tetapi, pada kolestatoma terinfeksi yang besar biasanya resisten terhadap semua jenis terapi antimikroba. Akibatnya, otorrhea akan tetap timbul ataupun berulang meskipun dengan pengobatan antibiotik yang agresif.
1,3

Gangguan pendengaran juga merupakan gejala yang umum pada kolesteatoma. Kolesteatoma yang besar akan mengisi ruang telinga tengah dengan epitel deskuamasi dengan atau tanpa sekret mukopurulen sehingga menyebabkan kerusakan osikular yang akhirnya menyebabkan terjadinya tuli konduktif yang berat. 1,3 Pusing adalah gejala umum relatif pada kolesteatoma, tetapi tidak akan terjadi apabila tidak ada fistula labirin akibat erosi tulang atau jika kolesteatoma mendesak langsung pada stapes footplate. Pusing adalah gejala yang mengkhawatirkan karena merupakan pertanda dari perkembangan komplikasi yang lebih serius. 1,3 Pada pemeriksaan fisik, tanda yang paling umum dari kolesteatoma adalah drainase dan jaringan granulasi di liang telinga dan telinga tengah tidak responsif terhadap terapi antimikroba. Suatu perforasi membran timpani ditemukan pada lebih dari 90% kasus. Kolesteatoma kongenital merupakan pengecualian, karena seringkali gendang telinga tetap utuh sampai komponen telinga tengah cukup besar. Kolesteatoma yang berasal dari implantasi epitel skuamosa kadangkala bermanifestasi sebelum adanya gangguan pada membran tympani. Akan tetapi, pada kasus-kasus seperti ini, (kolesteatoma

kongenital, kolesteatoma implantasi) pada akhirnya kolesteatoma tetap saja akan menyebabkan perforasi pada membran tympani. 4,6

Seringkali satu-satunya temuan pada pemeriksaan fisik adalah sebuah kanalis akustikus eksternus yang penuh terisi pus mukopurulen dan jaringan granulasi. Kadangkala menghilangkan infeksi dan perbaikan jaringan granulasi baik dengan antibiotik sistemik maupun tetes antibiotik ototopikal sangat sulit dilakukan. Apabila terapi ototopikal berhasil, maka akan tampak retraksi pada membran tympani pada pars flaksida atau pada kuadaran posterior. 4,6

Pada kasus yang amat jarang, kolesteatoma diidentifikasi berdasarkan salah satu komlikasinya, hal ini kadangkala ditemukan pada anak-anak. Infeksi yang terkait dengan kolesteatoma dapat menembus korteks mastoid inferior dan bermanifestasi sebagai abses di leher. Kadangkala, kolesteatoma bermanifestasi pertama kali dengan tanda-tanda dan gejala komplikasi pada susunan saraf pusat, yaitu : trombosis sinus sigmoid, abses epidural, atau meningitis. 4,6

Indikasi Pembedahan Hampir semua kolesteatoma harus dibersihkan. Kadangkala dilakukan

pengecualian apabial keadaan umum pasien sangat buruk sehingga membuat prosedur pembedahan terlalu berisiko. Beberapa pasien yang memiliki kolesteatoma di satu-satunya telinga yang dapat mendengar, dengan alasan yang rasional, enggan untuk menjalani operasi. Risiko kehilangan pendengaran akibat dari operasi pengangkatan umumnya lebih kecil daripada risiko yang berhubungan dengan membiarkan kolesteatoma in situ. 1

Kontraindikasi Pembedahan Gangguan pendengaran di telinga kontralateral adalah kontraindikasi relatif untuk pembedahan. Seringkali, kolesteatoma menyebabkan risiko lebih besar untuk sisa pendengaran daripada pembedahan itu sendiri, dan, lebih sering daripada tidak, operasi pengangkatan adalah pilihan yang baik bahkan ketika kolesteatoma berada di satu-satunya telinga yang dapat mendengar. 1

2.6 Pemeriksaan Pencitraan CT scan merupakan modalitas pencitraan pilihan karena CT scan dapat mendeteksi cacat tulang yang halus sekalipun. Namun, CT scan tidak selalu bisa membedakan antara jaringan granulasi dan kolesteatoma. Densitas kolesteatoma dengan cairan serebrospinal hampir sama, yaitu kurang-lebih -2 sampai +10 Hounsfield Unit, sehingga efek dari desakan massa itu sendirilah yang lebih penting dalam mendiagnosis kolesteatoma.7 Gaurano (2004) telah menunjukkan bahwa perluasan antrum mastoid dapat

dilihat pada 92% dari kolesteatoma telinga tengah dan 92% pulalah hasil CT scan yang membuktikan erosi halus tulang-tulang pendengaran. Defek yang dapat dideteksi dengan menggunakan CT scan adalah sebagai berikut: 4 a. Erosi skutum b. Fistula labirin c. Cacat di tegmen d. Keterlibatan tulang-tulang pendengaran e. Erosi tulang-tulang pendengaran atau diskontinuitas f. Anomali atau invasi dari saluran tuba

Gambar 5. CT scan yang menggambarkan erosi tulang dan kolesteatoma 4

MRI digunakan apabila ada masalah sangat spesifik yang diperkirakan dapat melibatkan jaringan lunak sekitarnya. Masalah-masalah ini termasuk yang berikut: 4

a. Keterlibatan atau invasi dural b. Abses epidural atau subdural c. Herniasi otak ke rongga mastoid d. Peradangan pada labirin membran atau saraf fasialis e. Trombosis sinus sigmoid

2.7 Penatalaksanaan Terapi Medis Terapi medis bukanlah pengobatan yang sesuai untuk kolesteatoma. Pasien yang menolak pembedahan atau karena kondisi medis yang tidak memungkinkan untuk anestesi umum harus membersihkan telinga mereka secara teratur. Pembersihan secara teratur dapat membantu mengontrol infeksi dan dapat memperlambat pertumbuhan kolesteatom, tapi tidak dapat menghentikan ekspansi lebih lanjut dan tidak menghilangkan risiko komplikasi. Terapi antimikroba yang utama adalah terapi topikal, akan tetapi terapi sistemik juga dapat membantu sebagai terapi tambahan.4,7 Antibiotik oral bersama pembersihan telinga atau bersama dengan tetes telinga lebih baik hasilnya daripada masing-masing diberikan tersendiri. Diperlukan antibiotik pada setiap fase aktif dan dapat disesuaikan dengan kuman penyebab. Antibiotik sistemik pertama dapat langsung dipilih yang sesuai dengan keadaan klinis, penampilan sekret yang keluar serta riwayat pengobatan sebelumnya. Sekret hijau kebiruan menandakan Pseudomonas , sekret kuning pekat seringkali disebabkan oleh Staphylococcus, sekret berbau busuk seringkali disebabkan oleh golongan anaerob.5 Kotrimokasazol, Siprofloksasin atau ampisilin-sulbaktam dapat dipakai apabila curiga Pseudomonas sebagai kuman penyebab. Bila ada kecurigaan terhadap kuman anaerob, dapat dipakai metronidazol, klindamisin, atau kloramfenikol. Bila sukar mentukan kuman penyebab, dapat dipakai campuran trimetoprim-sulfametoksazol atau amoksisillinklavulanat. Antibitotik topikal yang aman dipakai adalah golongan quinolon. Karena efek samping terhadap pertumbuhan tulang usia anak belum dapat disingkirkan, penggunaan ofloksasin harus sangat hati-hati pada anak kurang dari 12 tahun.5 Pembersihan liang telinga dapat menggunakan larutan antiseptik seperti Asam Asetat 1-2%, hidrogen peroksisa 3%, povidon-iodine 5%, atau larutan garam fisiologis.

Larutan harus dihangatkan dulu sesuai dengan suhu tubuh agar tidak mengiritasi labirin setelah itu dikeringkan dengan lidi kapas.5

Terapi Pembedahan Terapi pembedahan bertujuan untuk mengeluarkan kolesteatoma. Dalam keadaan tertentu, ahli bedah dapat membuat keputusan untuk menggunakan teknik canal wall up atau canal wall down. Jika pasien memiliki beberapa episode kekambuhan dari kolesteatoma dan keinginan untuk menghindari operasi masa depan, teknik canal wall down adalah yang paling sesuai. 8 Beberapa pasien tidak dapat menerima tindakan canal-wall down.Pasien tersebut dapat diobati dengan tertutup (canal wall-up), asalkan mereka memahami bahwa penyakit lebih mungkin kambuh dan mereka mungkin membutuhkan beberapa serial prosedur pembedahan.8 Meskipun semua kelebihan dan kekurangan kedua teknik operasi itu menjadi relatif di tangan ahli bedah yang berpengalaman, tiap ahli bedah telinga mempunyai alasan sendiri mengapa memilih satu teknik dari teknik yang lain. Hal yang jelas berbeda adalah bahwa timpanoplasti dinding utuh (canal wall-up) berusaha maksimal mempertahankan bentuk fisiologis liang telinga dan telinga tengah.5

Gambar 6. Teknik Canal Wall Up atau Canal Wall Down 8

Mastoidektomi radikal dengan timpanoplasti dinding runtuh

Mastoidektomi radikal klasik adalah tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid di rongga mastoid, meruntuhkan seluruh dinding kanalis akustikus eksternus posterior, pembersihan total sel-sel mastoid yang memiliki drainase ke kavum timpani. Inkus dan malleus dibuang, hanya stapes yang dipertahankan. Begitu pula seluruh mukosa kavum tympani. 8 Timpanoplasti dinding runtuh merupakan modifikasi dari mastoidektomi radikal, bedanya adalah mukosa kavum timpani dan sisa tulang-tulang pendengaran dipertahankan setelah proses patologis dibersihkan. Tuba eustachius tetap dipertahankan dan dibersihkan agar terbuka. Kemudian kavitas operasi ditutup dengan fasia m.temporalis baik berupa free fascia graft maupun berupa jabir fasia m.temporalis, dilakukan juga rekonstruksi tulangtulang pendengaran. 8

Tabel 2. Keunggulan dan kelemahan timpanoplasti dinding utuh dan dinding runtuh5 Teknik Timpanoplasti Fisiologik Lebih fisiologik Residivitas Kesulitan Komplikasi (iatrogenik) Perbaikan pendengaran Keperluan operasi kedua Pembersihan spontan rongga ooperasi (self cleansing) Hearing aid Lebih mudah Sukar Lebih baik Memerlukan lebih sering control Ya Tidak Lebih tinggi Lebih rendah Lebih tinggi Lebih tinggi Lebih tinggi Operasi Dinding Utuh Runtuh Kurang fisiologik Lebih rendah Lebih rendah Lebih rendah Dinding

2.8 Komplikasi Komplikasi operasi pada mastoidektomi dan timpanoplasti dibagi berdasarkan komplikasi segera dan komplikasi lambat. Komplikasi segera termasuk parese nervus fasialis, kerusakan korda timpani, tuli saraf, gangguan keseimbangan, fistel labirin, trauma pada sinus sigmoid, bulbus jugularis, likuor serebrospinal. Infeksi pasca-operasi juga dapat dimasukkan sebagai komplikasi segera. 5

Komplikasi lambat termasuk kolesteatoma rekuren, reperforasi, lateralisasi tandur, stenosis liang telinga luar, displasi atau lepasnya prostesis tulang pendengaran yang dipasang. Pada kebanyakan, kasus trauma nervus fasialis tidak disadari pada waktu operasi. Trauma nervus fasialis yang paling sering terjadi adalah pada pars vertikalis waktu melakukan mastoidektomi, bisa juga terjadi pada pars horizontal waktu manipulasi daerah di dekat stapes atau mengorek daerah bawah inkus baik dari arah mastoid ataupun dari arah kavum timpani. Trauma dapat lebih mudah terjadi bila tpografi daerah sekitarnya sudah tidak dikenali dengan baik, misalnya pada kelainan letak kongenital, jaringan parut karena operasi sebelumnya, destruksi kanalis fasialis karean kolesteatoma. 5 Derajat parese harus ditentukan, paling sederhana adalah menurut klasifikasi House-Bregmann. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan EMG untuk melihat derajat kerusakan pada saraf dan menentukan prognosis penyembuhan spontan. 5 Trauma operasi terhadap labirin sukar diketahui dengan segera, sebab vertigo pasca-operasi dapat terjadi hanya karena iritasi selam operasi, belum tentu karena cedera operasi. Trauma terhadap labirin bisa menyebabkan tuli saraf total. Manipulasi di daerah aditus ad antrum dan sekitarnya pada lapangan operasi yang ditutupi oleh jaringa kolesteatoma dan matriks koleteatoma dapat menyebabkan fistel labirin. 5 Trauma terhadap tulang pendengaran diperkirakan akan memperbuuk sistem konduksi telinga tengah sedapat mungkin langsung rekonstruksi. Trauma terhadap dinding sinus dan duramater sehingga terjadi perdarahan dan bocornya cairan otak, bila tidak luas dapat ditungggu sebentar dan langsung ditutup dengan tandu komposit sampai kebocoran berhenti. Trauma pada sinus lateralis, sinus sigmoid, bulbus jugularis, dan vena emissari dapat menyebabkan perdarahan besar. 5

2.9 Prognosis Mengeliminasi kolesteatoma hampir selalu berhasil, namun mungkin memerlukan beberapa kali pembedahan. Karena pada umumnya pembedahan berhasil, komplikasi dari pertumbuhan tidak terkendali dari kolesteatoma sekarang ini jarang terjadi. 1,4,7

Timpanoplasti dinding runtuh menjanjikan tingkat kekambuhan yang sangat rendah dari kolesteatoma. Pembedahan ulang pada kolesteatoma terjadi pada 5% kasus, yang cukup menguntungkan bila dibandingkan tingkat kekambuhan timpanoplasti dinding utuh yang 20-40%. 1,4,7 Meskipun demikian, karena rantai osikular dan/atau membran tympani tidak selalu dapat sepenuhnya direstorasi kembali normal, maka kolesteatoma tetaplah menjadi penyebab umum relatif tuli konduktif permanen. 1,4,7

DAFTAR PUSTAKA

1.

Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Emedicine. June 29, 2009 (cited August 25, 2009). Available at http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview.

2.

Moore K, Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Edisi Pertama. Jakarta : Penerbit Hipokrates; 2002

3.

Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2008

4.

Waizel S. Temporal Bone, Aquired Cholesteatoma. Emedicine. May 1, 2007 (cited August 27, 2009). Available at http://emedicine.medscape.com/article/384879overview

5.

Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Edisi Pertama. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2005

6.

Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997

7.

DeSouza CE, Menezes CO, DeSouza RA, Ogale SB, Morris MM, Desai AP. Profile of congenital cholesteatomas of the petrous apex. J Postgrad Med [serial online] 1989 [cited 2009 Sep 5];35:93. Available from:

http://www.jpgmonline.com/text.asp?1989/35/2/93/5702 8. Makishima T, Hauptman G. Cholesteatoma. University of Texas Medical Branch Department of Otolaryngology. January 25, 2006 (cited August 25, 2009). Available at www.utmb.edu/otoref/grnds/Cholest.../Cholest-slides-060125.pdf 9. Cholesterol Granuloma. March 16, 2006 (cited September 7, 2009). Available at http://www.upmc.com/Services/minc/conditionstreatments/Pages/cholesterolgranuloma.aspx

You might also like