Professional Documents
Culture Documents
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
JAKARTA
Kecurigaan bahwa pemasar mengirimkan pesan jitu ke dalam alam bawah sadar kita justru salah
sasaran.
Periklanan adalah institusi besar dalam hal persuasi publik. Iklan tak terhindarkan dalam
kehidupan kita sehari-hari. Mulai radio, TV, billboard, internet sampai majalah dan koran
termasuk lewat HP dan e-mail, bahkan beberapa perusahaan menulisnya di langit. Iklan
merayu dan mengincar kita bagaikan segerombolan serigala yang mengepung sekawanan
domba di padang rumput.
Diperkirakan bahwa rata-rata orang menghadapi sekitar 700 sampai 3.000 iklan setiap
harinya dan akan menjadi mengejutkan jika ini tidak berefek sama sekali dalam kehidupan
kita. Kita mulai dengan pernyataan yang tadi disebutkan bahwa ada ratusan atau ribuan iklan
yang kita lihat setiap hari. Dalam pengertian apa kita “melihat” iklan-iklan tersebut ? bahkan
sampai berapa banyak yang pesannya sampai bermakna ? Itu sama halnya dengan seorang
penglaju yang bertemu wajah ribuan orang tiap hari, tapi berapa banyak wajah yang
dikenalinya. Bahkan ketidakpedulian akan ribuan wajah tersebut membuat kita tidak kaget
sama sekali.
Benak manusia memiliki mekanisme penyaringan yang amat efektif. Dari sekian juta
serpihan informasi yang memborbardir kita setiap waktu, hanya sebagian kecil yang diproses
oleh syaraf, dan hanya sedikit sekali yang mendapat perhatian oleh kesadaran kita yang
bekerja. Orang boleh jadi ingat akan suatu iklan yang menarik tapi bisa jadi dia tidak akan
membeli produk yang diiklankan. Seberapa besar dan menariknya sebuah iklan tidak akan
membuat orang untuk segera membeli produk yang diiklankan.
Hubungan iklan dan penjualan semakin lemah ketika disadari bahwa contoh-contoh
kasus pemasaran terpenting berlangsung justru tanpa iklan. Pernahkah anda lihat iklan
starbucks di layar kaca ? bila Anda menjawab ya, sebagai pemberitahuan bahwa perusahaan
tersebut baru sekarang melancarkan kampanye internasional, tetapi iklan mereka tidak
dirancang untuk meningkatkan penjualan, namun untuk mempertahankan posisi pasar mereka
terhadap kompetitor.
1. Pengalaman pribadi di masa lalu dengan produk tersebut (atau produk tersebut)
2. Informasi lain mengenai produk tersebut (dari berita,majalah, dll.)
3. Kabar mulut ke mulut (dari kelompok pertemanan, orangtua, dan rekan
sejawat)
4. Saluran-saluran pendidikan konsumen (kelompok kepentingan umum, yayasan
lembaga konsumen)
5. Kesadaran budaya dan tingkat melek budaya secara umum (melalui keluarga,
sekolah dll)
Semua ini tidak bermaksud menyatakan bahwa iklan sama sekali tidak berbahaya,
bahwa iklan tidak berdampak apapun ke pikiran atau kebiasaan konsumsi kita. Namun yang
perlu disadari adalah bahwa iklan itu lebih dekat ke ‘rayuan ‘ ketimbang ‘cuci otak’. Sama
halnya rayuan hebat memanfaatkan kenyataan bahwa pada taraf tertentu anda sebenarnya
ingin berhubungan seks, iklan yang efektif juga dapat menggarap kebutuhan dan hasrat-hasrat
yang sudah anda miliki sebelumnya. Anda tak dapat merayu seseorang yang tidak tertarik
pada seks, dan anda tak dapat menjual pemutih gigi kepada orang yang tidak peduli dengan
penampilannya.
1. Joseph Heath & Andrew potter, The Rebel Sell (Toronto : Harper Collins published
Ltd.2004),hlm. 262.
2. Michael Schudson, Advertising: The Uneasy Persuasion ( New York:
Perseus.1984),hlm. 127.
3. Vance Packard, The Hidden Persuader (New York: Cardinal, 1958)