You are on page 1of 4

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN GEOPOLITIK INDONESIA

OLEH: MUTIARA YULANDA ADHA 1310931055

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013/2014

Pendahuluan Jika kita mendengar kata politik, yang kita bayangkan adalah kekuasaan dan pemerintah yang penuh korupsi dan manipulasi karena memang makna dan fungsi politik telah bergeser dari titik intinya. Politik yang sudah tidak asing bagi kita adalah persaingan untuk merebut kursi Jabatan dengan dalih ingin memperjuangkan aspirasi rakyat dan juga ingin membangun daerah tertinggal menjadi daerah yang sama dengan kota-kota besar lainnya. Namun, cuma kata-kata manis yang kita pegang. Hanya menjadi angin yang tak dapat digenggam. Sangat disayangkan, makna politik yang sangat suci dikotori oleh orang-orang yang hanya mementingkan kepentingan pribadi tanpa memikirkan nasib para rakyat yang telah dijanjikan kesejahteraannya. Sangat timpang dengan nilai-nilai Pancasila. Selain itu, politik yang kita terapkan harusnya menyesuaikan dengan bagaimana keadaan geografis, iklim, dan letak negara kita secara keseluruhan. Di dalam kajian politik kontemporer, analisis semacam ini disebut geopolitik. Secara singkat, geopolitik adalah kajian atas kebijakan politik suatu negara dengan melihat pengaruh dari situasi geografis maupun geologis dari negara tersebut. Pembahasan Geopolitik, berasal dari dua kata. Geo artinya bumi, berkaitan dengan letak geografis dan tata ruang. Politik selalu berkaitan dengan kekuasaan. Geopolitik mempunyai 4 unsur pembangun, yaitu keadaan geografis, politik dan strategi, hubungan timbal balik antara geografi dan politik, serta unsur kebijaksanaan. Negara tidak akan pernah mencapai kesempurnaan dalam segala hal. Keadaan suatu negara akan selalu sejalan dengan kondisi yang mereka tempati. Hal yang paling utama dalam mempengaruhi keadaan suatu negara adalah kawasan yang berada di sekitar negara itu sendiri atau dengan kata lain negara tetangga memiliki pengaruh yang besar terhadap penyelenggaraan suatu negara. Dari pernyataan ini, dapat kita ketahui bahwa terdapat dua golongan negara yang mendapatkan besar kecil pengaruh dari keadaan geografisnya, yaitu golongan negara Determinis dan golongan negara Posibilitis. Golongan negara Determinis adalah negara yang berada di antara dua negara raksasa/adikuasa, sehingga, secara langsung maupun tidak langsung terpengaruh oleh kebijakan politik luar negeri dua negara raksasa itu. Keberadaan negara adikuasa bukan saja merupakan faktor yang mempengaruhi keberadaan negara Determinis ini, masih ada faktor lain seperti faktor ideologi, politik, sosial, budaya dan militer, namun pengaruhnya tidak begitu dominan. Golongan selanjutnya adalah kebalikan dengan golongan pertama, golongan negara Posibilitis, yaitu negara yang tidak begitu mendapat pengaruh dari negara adikuasa karena lokasinya yang tidak berdekatan dengan negara adikuasa tersebut. Yang berpengaruh kuat adalah faktor ideologis, politik, sosial, budaya, dan militer.

Ilmu geopolitik mengajarkan pada kita, bahwa sebuah masyarakat dan negara harus memiliki hubungan spiritual yang mendalam dengan ekosistem tempat ia hidup. Inilah yang disebut sebagai kesadaran geopolitik. Dengan kesadaran geopolitik semacam ini, sebuah masyarakat dan negara akan hidup dalam harmoni erat dengan lingkungannya, baik itu lingkungan sosial (budaya, tradisi), maupun lingkungan alam natural (geografis dan geologis). Inilah yang menjadi kunci kemajuan sebuah negara. Dari kesadaran geopolitik yang ada, sistem pun dibangun, mulai dari sistem pendidikan, sistem tata kota, sistem ekonomi, sistem agama, sampai dengan sistem politik. Karena berjalan sesuai dengan ekosistem yang ada, maka sistem-sistem tersebut akan cocok dengan masyarakat, sehingga semuanya berjalan lancar dan nyaman. Contoh di Jerman. Sebagai negara subtropis, dengan iklim yang dingin, terutama pada musim dingin, orang tidak banyak bisa beraktivitas di luar ruangan, kecuali pada saat musim panas. Sistem yang ada pun dibuat dengan menyesuaikan iklim tersebut, misalnya pendidikan di dalam ruangan, perpustakaan raksasa dengan jutaan buku yang berada dalam ruang dengan penghangat raksasa, serta gedung-gedung pelayanan publik yang besar dan hangat untuk menunjang berbagai aktivitas politik. Dengan kata lain, semua sistem yang ada dibuat efektif, mekanis, otomatis, dan efisien dengan memaksimalkan aktivitas di dalam ruangan, sesuai dengan situasi ekosistem dingin yang ada. Kesadaran geopolitik pun juga melahirkan kultur dan perilaku yang khas. Di Jerman misalnya, situasi ekosistem yang dingin melahirkan beberapa kebiasaan yang khas, seperti berjalan cepat (karena menghindari dingin), tepat waktu (tidak mau membuang-buang waktu di luar ruangan), suka membaca buku di rumah atau di kamar (juga karena cuaca yang amat mendukung untuk itu, daripada ngerumpi di luar), dan sebagainya. Ekosistem yang khas melahirkan cara yang khas untuk menanggapi ekosistem tersebut, terbentuklah kultur, lalu menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang menjadi gerak badan, seperti jalan cepat, bekerja cepat, disebut oleh Pierre Bourdieu, seorang pemikir Prancis, sebagai Hexis. Lalu bagaimana dengan situasi Indonesia? Indonesia jelas memiliki ekosistem yang khas, yakni iklim tropis dengan mayoritas wilayahnya adalah laut. Sudahkah bangsa kita memiliki kesadaran geopolitik? Sudahkah kebijakan-kebijakan yang kita buat sebagai bangsa sudah bertaut erat dengan ekosistem tropis dan wilayah laut kita? Indonesia justru meniru negara Barat, misalnya dengan membangun gedung-gedung yang minim jendela (sehingga harus menggunakan AC dan listrik yang berlebih), kelas-kelas pendidikan yang tertutup, serta sistem transportasi laut yang amat tak layak dan mahal (kita adalah negara kelautan; sebagian besar wilayah kita adalah laut). Padahal jelas sekali, bahwa ekosistem Indonesia berbeda jauh dengan negara-negara Barat yang mayoritas adalah negara subtropis. Sistem pendidikan di kelas tertutup pun juga sebenarnya tidak cocok dengan ekosistem kita yang hangat. Angkutan umum kita juga mobil-mobil tertutup dengan sedikit jendela, padahal cuaca panas sekali. Di negara-negara tropis, dengan memperhatikan kesadaran

geopolitik, kelas-kelas pendidikan harus dibuat semi terbuka, dengan udara terbuka yang segar. Mobil-mobil pun juga harus dibuat dengan jendela besar yang memungkinkan gerak udara secara leluasa. Kesimpulan dan Saran Sebagai bangsa, kita belum memiliki kesadaran geopolitik. Akibatnya, kita pun latah ingin menjadi seperti negara lain dan hidup menjadi tak nyaman. Yang perlu dilakukan sekarang adalah memahami ekosistem tempat kita hidup dan berkembang. Kita perlu membangun dan mengembangkan kesadaran geopolitis yang kokoh di seluruh bidang kehidupan. Dengan kesadaran geopolitik tersebut, kita bisa mulai menata ulang sistem-sistem yang ada, supaya sesuai dengan keadaan ekosistem yang kita miliki. Kita pun bisa menata ulang kultur kita sebagai bangsa supaya juga sejalan dengan keadaan geopolitik yang kita punya.

You might also like