You are on page 1of 12

BAB III METODE PENELITIAN

3.1.

Wilayah Penelitian Wilayah penelitian meliputi wilayah perairan Pulau Selayar yang berada di

dekat area pertambangan. Lokasi penelitian dan titik pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan 3.2. 3.2. Pengumpulan Data

3.2.1. Jenis dan Sumber Data Data primer yang diamati dalam penelitian ini meliputi: parameter fisik, kimia, biologi dan logam berat. Sementara data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: peta rupabumi dan batimetri. Data-data tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti yang tercantum pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Jenis Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian Parameter Sumber Data Keterangan Alat Data Primer Fisika 1. Suhu 2. Kecerahan 3. Kedalaman 4. TSS 5. TDS Kimia 1. Salinitas 2. pH 3. DO 4. BOD5 5. Nitrat (NO3-N) 6. COD Pengambilan sampel Pengambilan sampel Pengambilan sampel Pengambilan sampel Pengambilan sampel Pengambilan sampel In Situ In Situ In Situ Laboratorium Laboratorium Laboratorium Refraktometer pH-meter DO-meter inkubasi PSU mg/l mg/l Pengambilan sampel Pengambilan sampel Pengambilan sampel Pengambilan sampel Pengambilan sampel In Situ In Situ In Situ Laboratorium Laboratorium Termometer Secchi disk Secchi disk Gravimetrik Gravimetrik C m m mg/l mg/l

Ketelitian

Spektofotometer mg/l inkubasi mg/l

24

25

Parameter Logam Berat 1. Cromium (Cr) 2. Timbal (Pb) 3. Cadmium (Cd 4. Tembaga (Cu) 5. Seng (Zn) 6. Arsen (As) 7. Raksa (Hg) Biologi 1. Benthos 2. Plankton Data Sekunder 1. Peta Wilayah Kajian 2. Batimetri Laut

Sumber Data

Keterangan

Alat

Ketelitian

Pengambilan sampel Pengambilan sampel Pengambilan sampel Pengambilan sampel Pengambilan sampel Pengambilan sampel Pengambilan sampel

Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium

AAS AAS AAS AAS AAS AAS AAS

mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

Pengambilan sampel Pengambilan sampel

Laboratorium Laboratorium

Grab Sampler Plankton net

Peta Administrasi Kabupaten Lingga DISHIDROS

3.2.2. Metode pengumpulan data Variabel biologi diamati untuk mengetahui kualitas perairan berdasarkan organisme yang ada dalam sistem perairan tersebut. Dalam penelitian ini variabel biologi yang diamati berupa struktur komunitas fitoplankton dan struktur komunitas makrobenthos. 3.2.2.1. Plankton a. Kelimpahan plankton Perhitungan kelimpahan fitoplankton dilakukan untuk mengetahui berapa besar kelimpahan setiap genus tertentu yang ditemukan selama

pengamatan. Nilai kelimpahan plankton dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (modifikasi Eaton et al. 1995).

26

Keterangan : N n Vr : : : Kelimpahan plankton (sel/l) Jumlah plankton yang diamati (sel) Volume contoh air yang tersaring (ml) Volume air yang diamati (ml) Volume air yang disaring (ml)

Vo : Vs : b.

Indeks keanekaragaman (H) Indeks Keanekaragaman digunakan untuk melihat tingkat stabilitas suatu komunitas atau menunjukkan kondisi struktus komunitas dari

keanekaragaman jumlah jenis organisme yang terdapat dalam suatu area. Nilai keanekaragaman jenis yang ada dalam komunitas perifiton dan fitoplankton diperoleh dari hasil perhitungan berdasarkan modifikasi Indeks Shannon-Wiener (Odum 1971), yaitu: Keterangan : H pi ni N Kriteria: H<1 1<H<3 = = Komunitas biota tidak stabil atau kualitas air tercemar berat, Stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang, H>3 = Stabilitas komunitas biota dalam kondisi prima (stabil) atau kualitas air bersih. : : : : Indeks keanekaragaman ni / N (proporsi jenis ke-i) jumlah individu jenis ke-i jumlah total individu

27

3.2.2.2. Benthos Makrozoobenthos hasil pengumpulan di lapangan diidentifikasi sampai tingkat famili dengan buku panduan / identifikasi jenis benthos. Untuk mempermudah proses identifiaksi digunakan kaca pembesar / LUV. Analisis data hasil pengamatan makro-zoobenthos dilakukan melalui : a. Penghitungan kepadatan jenis makrozoobenthos dilakukan untuk

mengetahui jumlah individu suatu jenis per stasiun (ind/m2). Rumus yang digunakan adalah (Odum, 1998) :

Keterangan: K = a = b = Kepadatan makrozoobenthos (ind/m2) Jumlah makrozoobenthos yang dihitung (ind) Luas bukaan transek surber (20 x 20 cm2) Nilai 10.000 merupakan konversi dari cm2 ke m2 b. Indeks keanekaragaman jenis (H) Kekayaan jenis makrozoobenthos di dalam sungai ditentukan dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (Odum, 1998). Indeks ini juga dapat digunakan untuk mengetahui dan menilai tingkat pencemaran suatu perairan. Rumus perhitungannya adalah: Keterangan: H = N = ni = indeks keanekaragaman jenis Jumlah total individu jumlah individu jenis ke-i

28

s = Nilai

jumlah jenis H dari hasil perhitungan tersebut mencerminkan tingkat

keanekaragaman, penyebaran dan stabilitas komunitas makrozoobenthos. Hubungan H dengan tingkat pencemaran perairan yaitu seperti : Tabel 3.2. Klasifikasi Hubungan Indeks Keanekaragaman Shannon Wiener dan Pencemaran Perairan Indeks Keanekaragaman (H) Tingkat pencemaran (kualitas lingkungan) >3 1-3 <1 Air Bersih Tercemar Sedang Tercemar Berat

29

Gambar 3.1 Area Penelitian

30

Gambar 3.2. Peta Lokasi Pengambilan Sampel

31

3.3.

Analisis Data

3.3.1. Distribusi Spasial Parameter Lingkungan Sebaran spasial parameter lingkungan yang diperoleh dipetakan secara spasial dengan ArcGIS 9.3 (ArcMap). Hasil yang diperoleh adalah pola sebaran parameter lingkungan pada lokasi penelitian dan interpretasi dari nilai yang diperoleh di peta. Hasil interpolasi tersebut kemudian dikelompokkan

berdasarkan kelas-kelas kesesuaian yang telah ditentukan sebelumnya. Parameter ukur yang berpengaruh terhadap indicator kesesuaian disajikan dalam peta distribusi spasial sebaran tingkat kesesuaian kualitas air untuk melihat pola keruangan dari lokasi penelitian. Dengan informasi yang diperoleh dapat dijadikan referensi pengelolaan kawasan budidaya di lokasi penelitian. 3.3.2. Analisis Tingkat Kesesuaian Perairan Untuk Kegiatan Budidaya Untuk mendapatkan kelas kesesuaian maka dibuat matrik kesesuaian perairan untuk parameter fisika, kimia dan biologi. Penyusunan matrik kesesuaian perairan merupakan dasar dari analisis keruangan melalui skoring dan faktor pembobot. Hasil skoring dan pembobotan di evaluasi sehingga didapat kelas kesesuaian yang menggambarkan tingkat kecocokan dari suatu bidang untuk penggunaan tertentu. Tingkat kesesuaian dibagi atas empat kelas yaitu : 1. Kelas S1 : Sangat Sesuai Daerah ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikan masukan atau tingkat perlakukan yang diberikan.

32

2.

Kelas S2 : cukup Sesuai Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang sangat berat untuk penggunaan secara berkelanjutan dan dapat menurunkan produktivitas atau keuntungan terhadap lahan ini. Pembatas ini akan meningkatkan masukan atau tingkat perlakuan yang diperlukan.

3.

Kelas N1 : Tidak Sesuai (Not Suitable) Daerah ini mempunyai pembatas permanen, sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut. Matrik kesesuaian perairan disusun melalui kajian pustaka sehingga

diketahui variabel syarat yang dijadikan acuan dalam pemberian bobot. Karena itu, variabel yang dianggap penting dan dominan menjadi dasar pertimbangan pemberian bobot yang lebih besar dan variabel yang kurang dominan. Tabel 3.3. Sistem Penilaian Kesesuaian Perairan untuk Lokasi Budidaya Laut Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor N1 Arus (cm/det) Kedalaman (m) Oksigen (mg/l) Salinitas (psu) Suhu (0C) pH TSS (mg/l) 0,18 0,18 0,16 0,12 0,12 0,12 0,12 30-50 < 25 >6 29 - 32 29 30 6.5 8 < 25 3 3 3 3 3 3 3 20-<30 / >50-60 25 -30 4-6 25-<29 / >32-36 28-<29 / >30-31 5-<6,5 / >8-9,5 25-<50 2 2 2 2 2 2 2 <20 / >60 >30 <4 <25 / >36 <28 / >31 <5 / >9,5 >50

No 1 2 3 4 5 6 7

Skor 1 1 1 1 1 1 1

Sumber: Modifikasi dari; KLH (2004); Wardjan (2005). Penentuan kelayakan perairan untuk pengembangan budidaya dengan dilakukan dengan metode pembobotan. Data kondisi fisika dan kimia perairan Pulau Selayar dijadikan acuan dalam menentukan kriteria kelayakan lahan. Metode scoring atau pembobotan maksudnya setiap parameter diperhitungkan dengan pembobotan yang berbeda.

33

Menurut Suryanto et al., (2005) dan Cornelia et al., (2005) yang dimodifikasi oleh peneliti didalam melakukan metode scoring, tahapan yang perlu dilakukan yaitu: 1. Pembobotan kesesuaian (kes Bob). Pembobotan kesesuaian didefinisikan sebagai berikut: 1) Sangat Sesuai diberi skor 5; 2) Cukup Sesuai diberi skor 3; dan 5) Tidak Sesuai diberi skor 1. 2. Pembobotan parameter (par Bob). Metode scoring juga menggunakan pembobotan untuk setiap parameter. Parameter yang memiliki peran yang besar akan mendapatkan nilai lebih besar dari parameter yang tidak memiliki dampak yang besar. 3. Pembobotan scoring (score Bob). Untuk parameter 1 sampai n,

perhitungannya adalah sebagai berikut:

4.

Kesesuaian scoring (score Kes). Kriteria kesuain sebagai beriku terdiri dari: 1) Sangat Sesuai apabila indeks kesesuaian >4,3; 2) Cukup Sesuai apabila indeks kesesuaian >3,7 4,3; dan 3) Tidak Sesuai apabila indeks kesesuaian 3 3,7 Nilai indeks wilayah potensial untuk budidaya diperoleh dengan persamaan berikut :

Dimana : IWPT ITSS ISal IS = indeks wilayah potensial untuk budidaya = indeks parameter TSS = indeks parameter salinitas = indeks parameter suhu

34

IOks IpH IAr IKdl 5.

= indeks parameter oksigen = indeks parameter pH = indeks parameter arus = indeks parameter kedalaman

Pemetaan kelas kesesuaian lahan. Pemetaan kelas lahan dilakukan dengan program spasial. Untuk memetakan kawasan ketiga kelas lahan tersebut dilakukan operasi tumpang susun (overlaying) dari setiap tema yang dipakai sebagai kriteria. Hasil perkalian antara bobot dan skor yang diterima oleh masing-masing coverage tersebut disesuaikan berdasarkan tingkat

kepentingannya terhadap penentuan kesesuaian budidaya. Hasil akhir dari analisis SIG melalui pendekatan indeks overlay model adalah diperolehnya rangking (urutan) kelas kesesuaian lahan untuk budidaya tersebut.

3.3.3. Distribusi Spasial Polutan Sebaran spasial polutan yang diperoleh dipetakan secara spasial dengan ArcGIS 9.3 (ArcMap). Hasil yang diperoleh adalah pola sebaran parameter polutan pada lokasi penelitian dan interpretasi dari nilai yang diperoleh di peta. Hasil interpolasi tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan kelas-kelas kesesuaian yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk mendapatkan sebaran dari polutan maka dibuat matrik kesesuaian untuk parameter pencemar. Penyusunan matrik ini merupakan dasar dari analisis keruangan melalui skoring. Hasil skoring di evaluasi sehingga didapat kelas kesesuaian yang menggambarkan tingkat pencemran dari wilayah kajian. Baku mutu yang digunakan untuk menentukan sebaran polutan adalah Kepmen LH 51 tahun 2004. Tingkat kesesuaian dibagi atas dua kelas yaitu : 1. Kelas S1 : Perairan tidak tercemar

35

Daerah ini kandungan polutan masih berada dibawah baku mutu yang telah ditetapkan 2. Kelas S2 : Perairan tercemar Daerah ini mempunyai kandungan polutan yang telah melebihi baku mutu yang digunakan Tabel 3.4. Sistem Penilaian Sebaran Polutan No Parameter Satuan Kategori tidak Tercemar (S1) Kategori Tercemar (S2) 1 BOD mg/l 20 > 20 2 COD mg/l 50 > 50 3 Nitrat mg/l 0,008 > 0,008 4 Timbal (Pb) mg/l 0,03 > 0,03 5 Seng (Zn) mg/l 0,02 > 0,02 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004

3.3.4. Sebaran Kesesuaian Wilayah Perairan Untuk Budidaya Laut Sebaran spasial kesesuaian wilayah untuk budidaya laut dipetakan secara spasial dengan ArcGIS 9.3 (ArcMap). Hasil yang diperoleh adalah ekstraksi daerah yang sesuai untuk budidaya dan tidak tercemar sebagai kawasan paling sesuai untuk budidaya laut. Hasil interpolasi kesesuaian perairan untuk budidaya dioverlay dengan peta sebaran pencemaran. Hasil overlay disajikan dalam peta distribusi spasial sebaran daerah yang sesuai untuk budidaya dan tidak tercemar sebagai kawasan paling sesuai untuk budidaya laut. Dengan informasi yang diperoleh dapat dijadikan referensi wilayah mana saja dilokasi penelitian yang benar-benar sesuai untuk kegiatan budidaya.

You might also like