You are on page 1of 13

Infark Miokard Akut dengan elevasi ST IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan bagian

dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya (Sudoyo, 2006). Epidemiologi Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka kejadian NSTEMI lebih sering di bandingkan dengan STEMI. Etiologi STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.

Faktor resiko Infark Miokard Akut lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita. Penyakit jantung koroner merupakan salah satu faktor resiko yang sering terjadi pada infark miokard, selain itu faktor resiko yang menyebabkan infark miokard seperti hipertensi, dislipidemia, diabetes. Sejumlah faktor resiko lain yang berkaitan dengan gaya hidup pada penyakit jantung koroner juga dapat menjadi faktor resiko dari infark miokard seperti stres, obesitas, merokok, dan kurangnya aktivitas fisik. Infark Miokard Akut dengan elevasi gelombang ST ( STEMI ) pada pemeriksaan Ekokardiografi umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu, STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri ini dicetuskan oleh faktorfaktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.

Pencegahan Mencapai BB yang optimal Nasihat diet Menghentikan merokok Olahraga

Patofisiologi Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (Vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut seperti faktor von willebrand dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian

mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik. Diagnosis Anamnesis Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu di anamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, diabetes melitus, displidemia, merokok, stress, serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga. Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sikardian dilaporkan pada pagi haru dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Pemeriksaan Fisis Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstrimitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurgai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (taakikardi atau hipertensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukan hiperaktivitas parasimpatis ( bradikardi atau hipotensi) . Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampa 38 C dapat dijumpai dalam inggu pertama pasca STEMI.

Elektrokardiogram

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatang di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasikan pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferor, EKG ssi kanan harus diambil untuk mendeteki kemungkinan infark pada ventrikel kanan. Sbegian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhurnya didiagnosis infark miokard gelombang Q. Sebgian kecil menteap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total. Obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q.Sebelumnya istilah ingatk miokard transmural digunaka jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelimbang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark (mural/transmural) sehingga terminologi IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/nontransmural. Laboratorium Petanda biomaker kerusakan jantung Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK) MB dan cardieac specific triponin (cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai pertanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan oto skeletalm karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Oada oasueb dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperufsi diberikan segera mungkin dan tidak bergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim diatas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekross jantung(infark miokard).

CKMD: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam2-4 hari. elektrik dapat meningkatkan CKMB. cTn L sfs 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn masih dapat dideteksi setelah 5-14 haru, sefangkan cTn I setelah 5-10 hari. Pemerisaan enzim jantung yang lain yaitu: Mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam. Creatinin kinase L menngkat setelah 2-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai pincak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam3-4 hari. Lactic dehydrogenase : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari. Penatalaksanaan Oksigen Suplemen oksigen hars diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri < 90%. Pada semua paasien STEMi tanpa kompliasi dapat diberikan oksegen selama 6 jam pertama. Nitrogliserin (NTG) Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengna interval sampai 5 menit Slein mengurangi nyeeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen nuijard debgab cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangung dapat diberikan NTG intravena. NTG intraebna juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Terapi nitral harus dihindari padapasien dengan tekanan darah sitolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phosphidiesterase-5 inhibitor sildenafuk dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat. Operasi jantung, mipkarditis, dan kardiobersi

Mengurangi/ menghilangkan nyeri dada Mengurangi/menghilangkan nyeri dada sangat penting karena nyeeri dikatikan dengan aktvasi simpatis yang menyebabkan vasokontriksi dan meningkatkan beban jantung. Mengurangi Nyeri Dada Morfin Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan anagesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit. Sampai dosis total 20 mg. Ek sampung yang perlu diwaspadai pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar mealui penurunan simpatism sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi urah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi deg=ngan elevasu tungkai dan pad akondsu tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NACL 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan bradikardia atau blok jantung dereajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropin 0,5 mg IV. Aspirin Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapi dengan absirpsi aspirin bikkal dengna dosis 160-325 mg diruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan iral dengna dosis 75-162 mg. Penyekat Beta Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberuan penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai tital 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung > 60 menit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval OR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metrprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.

Terapi Farmakologis

Antitrombotik Penggunaan terapi antiplatelet dan antitrombin selama fase awal STEMI berdasarkan bukti klinis dan laboratoris bahwa trombosis mempunyai peran penting dalam patogenesis. Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tedensi pasien menjadi trombosis. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI. Klopidogrel harus diberikan segera mungkin pada semua pasien STEMI yang mengalami PCI. Pada pasien yang mengalami PCI dianjurkan dosis loading 600 mg. Sedangkan yang tidak menjalani PCI dosis loading 300 mg dilanjutkan dosis pemulihan 75mg/hari. Inhibitor glikoprotein menunjukan manfaat untuk mencegah komplikasi trombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI. Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah unfrationated heparin. Pemberian UFH IV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif (tPA, rPA, atau TNK), membantu trombolisis dan memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait infark. Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg perjam (maksimum 4000 U) dilanjutkan infus inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam). Activated partia thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2 kali. Antikoagulan alternatif pada STEMI adalah low-molecular-weight heparin(LMWH). Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung kongestif, riwayat embolim trombus mural pada EKG 2 dimensi atau fibrilasi atrial merupakan resiko tinggi tromboemboli paru sistemik. Pada keadaan ini harus mendapat terapi antitrombin kada terapeutik penuh (UFH atau LMWH) selama dirawat, dilanjutkan terapi warfarin sekurangkurangnya 3 bulan. Penyekat Beta Manfaat penyekar beta pada pasien STEMI dapat dibagi menjadi yang terjadi segera jika obat doerikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian penyekat beta akut IB memperbaiki keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark dan menurnkan resiko kejadian aritmia ventrikel yang serius. Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien termasuk yang mendapat terapi inhibitor ACE. Kecuali pada pasien dengan kontraindikasi pasien dengan gagal jantung atau

fungsi sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik atau riwayat asma). Inhibitor ACE Inhibitor Ace menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhapat mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging menunjukan penurunan fungsi ventrikel ki secara global, atau pasien hipertensif. ARB Penelitian klinis dalam tatalaksana pasien gagal jantung termasuk data dari penelitian klinis pada pasien STEMI menunjukan bahwa Angiotensin Receptor Blockers mungkin bermanfaat pada pasie dengan fungsi ventrikel kiri menurun atau gagal jantung klinis yang tak toleran terhadap inhibitor ACE. Prognosis Klasifikasi killip berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana; S3 gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik. Klas I II II IV Definisi Tidak ada tanda gagal jantung kongestif +S3 atau ronki basah edema paru Syok kardiogenik Mortalitas (%) 6 17 30-40 60-80

Infark Miokard Akut tanpa elevasi ST


Non ST elevation myocardial Infarction (NSTEMI) adalah adanya ketidakseimbangan antara pemintaan dan suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner akan menyebabkan iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan.

Epidemiologi Gejala yang paling sering di keluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling sering di dapatkan pada pasien yang datang ke IGD , di perkirakan 5,3 juta kunjungan / tahun. Kira-kira 1/3 darinya di sebabkan oleh unstable angina / NSTEMI, dan merupakan penyebab tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung. Angka kunjungan untuk pasien unstable angina / NSTEMI semakin meningkat sementara angka STEMI menurun . Pencegahan Mencapai BB yang optimal Nasihat diet Menghentikan merokok Olahraga Pengontrolan hipertensi Tatalaksana diabetes melitus Deteksi adanya diabetes yang tidak terkendali sebelumnya

Patofisiologi Non ST elevation myocardial Infarction (NSTEMI) dapay disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF a, dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaan hsCRP di hati. Diagnosis :

a. Biomarker Jantung: 1) Troponin T dan Troponin I Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan yang sangat penting pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita Sindroma Koroner Akut (SKA). Troponin T mempunyai sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam mendeteksi kerusakan sel miokard bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark). Sedangkan troponin I memiliki nilai normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan troponin I: (a) Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin. (b) Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat

tropomiosin. b. EKG (T Inverted dan ST Depresi)

Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST Depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika terjadi iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya bersifat sementara (saat pasien simptomatik). Bila pada kasus ini tidak didapatkan kerusakan miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-MB (creatine kinase-myoglobin) maupun troponin yang tetap normal, diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Namun, jika inversi gelombang T menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya menjadi NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh thrombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.

c. Echo Cardiografi pada Pasien Non Stemi 1) Area Gangguan

2)

Fraksi Ejeksi

Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Freksi pada prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir diastolik dengan volume akhir sistolik dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal. 3) Angiografi koroner (Coronari angiografi)

Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien mengalami derajat stenosis 50% pad pasien dapat diberikan obat-obatan. Dan apabila pasien mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada pasien harus di intervensi dengan pemasangan stent. Penatalaksanaan Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu: Terapi antiiskemia Terapi anti platelet/antikoagulan Terapi invasif (kateterisasi dini/ revaskularisasi) Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS. Pengertian Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah akibat kerusakan (robekan) pembuluh darah. Kehilangan darah bisa disebabkan perdarahan internal dan eksternal. Perdarahan internal lebih sulit diidentifikasi.Jika pembuluh darah terluka maka

akan segera terjadi kontriksi dinding pembuluh darah sehingga hilangnya darah dapat berkurang. Platelet mulai menempel pada tepi yang kasar sampai terbentuk sumbatan. Terapi ANTIISKEMIA Untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang, dapat diberikan terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta. Terapi anti iskemia terdiri dari nitrogliserin sublingual dan dapat dilanjutkan dengan intravena, dan penyekat beta oral. Antagonis kalsium nondihidropiridin diberikan pada pasien dengan iskemia refrakter atau yang tidak toleran dengan obat penyekat beta, Nitrat Nitrat pertama kali harus diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah diberikan nitrat sublingual 3 kali dengan interval 5 menit, direkomendasikan pemberian nitrogliserin intravena (mulai 5-10 ug/menit).

Penyekat Beta Penyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 5-60 kali/menit. Antagonis kalsium yang mengurangi frekuensi jantung seperti verapamil atau diltiazem

direkomendasikan pada pasien dengan nyeri dada persisten atau rekuren setelah terapi nitrat dosis penuh dan penyekat beta dan pada pasien dengan kontraindikasi penyekat beta.

Terapi Antiplatelet Aspirin Peran penting aspirin adalah menghambat siklooksigenase-1 yang telah dibuktikan dari penelitian klinis multipel dan beberapa meta-analisis, sehingga aspirin menjadi tulang punggung dalam penatalaksanaan UA/NSTEMI. Klopidogrel Klopidogrel sebaiknya diberikan pada pasien dengan UA/NSTEMI pada pasien-pasien: Yang direncanakan untuk mendapat pendekatan non invasif dini.

Yang diketahui tidak merupakan kandidat operasi koroner segera berdasarkan pengetahuan sebelumnya tentang anatomi koroner/memiliki kontraindikasi untuk operasi.

Kateterisasi ditunda/ditangguhkan selama >24-36 jam.

LMWH(Low Molecular Weight Heparin) LMWH adalah inhibitor utama pada sirkulasi trombin dan juga pada faktor X a sehingga obat ini mempengaruhi tidak hanya trombin dalam sirkulasi , seperti juga UFH, tapi juga mengurangi pembentukan trombin. Keuntungan praktis LMWH lainnya adalah absorpsi yang cepat dan dapat diprediksi setelah pemberian subkutan. Prognosis

You might also like