You are on page 1of 40

BAB I Pendahuluan

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresiinsulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. (Sudoyo et.al 2006) 2.2 Klasifikasi American Diabetes Association (ADA) dalam Standards of Medical Care in Diabetes (2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe yang disajikan dalam : 1. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya destruksi sel pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi insulin. 2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin. 3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti kelainan genetik pada fungsi sel pankreas, kelainan genetik pada aktivitas ins ulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat penggunaan obat atau bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi setelah transplantasi organ). 4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami selama masa kehamilan. .

2.3 Patofisiologi 2.3.1 Diabetes melitus tipe 1 Pada DM tipe I ( DM tergantung insulin (IDDM), sebelumnya disebut diabetes juvenilis), terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas karena mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. DM tipe I terjadi lebih sering pada pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini terdapat disposisi genetik. Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat defek sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa, namun lebih sering didapat pada anak anak. 2.3.2 Diabetes Melitus tipe 2 Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya disebut dengan DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling sering terjadi. Pada tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun terdapat defisiensi insulin relatif; pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang berkurang terhadap insulin. Sebagian besar pasien DM tipe II memiliki berat badan berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak, dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi insulin yang memaksa untuk meningkatan pelepasan insulin. Akibat regulasi menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas merupakan pemicu yang penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal diabetes tipe II. Penyebab yang lebih penting adalah adanya disposisi genetic yang menurunkan sensitifitas insulin. Sering kali, pelepasan insulin selalu tidak pernah normal. Beberapa gen telah di identifikasi sebagai gen yang menigkatkan terjadinya obesitas dan DM tipe II. Diantara beberapa factor, kelaian genetic pada protein yang memisahkan rangkaian di mitokondria membatasi penggunaan substrat. Jika
3

terdapat disposisi genetik yang kuat, diabetes tipe II dapat terjadi pada usia muda. Penurunan sensitifitas insulin terutama mempengaruhi efek insulin pada metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada metabolisme lemak dan protein dapat dipertahankan dengan baik. Jadi, diabetes tipe II cenderung menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai gangguan metabolisme lemak. 2.4. Diagnosis Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. 2.4.1. Diagnosis diabetes melitus Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini: Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal,mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara: 1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 sudah cukup untuk menegakkandiagnosis DM 2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik. 3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek
4

mg/dL

sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

Keterangan: 1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L). 2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL. Tabel 3. Kriteria diagnosis DM

Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes melitus. Serangkaian uji diagnostik akan

dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif (Sudoyo et.al 2006). Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Dibetes melitus, toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju diabetes melitus. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari (PERKENI,2006). Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar (Sudoyo,Ari W, 2006). Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006.

Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa tergagnggu. Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT.

2.5 Penatalaksanaan 2.5.1. Tujuan penatalaksanaan Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku. (PERKENI,2011) 2.5.2 Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama: Evaluasi medis meliputi: Riwayat Penyakit Gejala yang timbul, Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosa darah, A1C, dan hasil pemeriksaan khusus yang terkait DM Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia, dan hipoglikemia) Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis serta kaki

Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata, saluran pencernaan, dll.) Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain) Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.

Pemeriksaan Fisik Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi Pemeriksaan funduskopi Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid Pemeriksaan jantung Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain

Evaluasi Laboratoris / penunjang lain Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial A1C Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida) Kreatinin serum Albuminuria Keton, sedimen, dan protein dalam urin
8

Elektrokardiogram Foto sinar-x dada

2.5.3. Evaluasi medis secara berkala Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan, atau pada waktuwaktu tertentu lainnya sesuai dengan kebutuhan Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan Secara berkala dilakukan pemeriksaan: o Jasmani lengkap o Mikroalbuminuria o Kreatinin o Albumin / globulin dan ALT o Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida o EKG o Foto sinar-X dada o Funduskopi 2.5.4. Pilar penatalaksanaan DM 1. Edukasi 2. Terapi gizi medis 3. Latihan jasmani 4. Intervensi farmakologis Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan danlatihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan

yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. (PERKENI,2011) Edukasi Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

Terapi Nutrisi Medis Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari: Karbohidrat Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
10

Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake) Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak Protein Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/Kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi. Natrium Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk). Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.

11

Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.

Pemanis alternatif Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol. Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping pada lemak darah. Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake / ADI) B. Kebutuhan kalori Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb: Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
12

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi : Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg. BB Normal : BB ideal 10 % Kurus : < BBI - 10 % Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/ TB(m2)

Klasifikasi IMT* BB Kurang BB Normal BB Lebih < 18,5 18,5-22,9 23,0

Keterangan: o Dengan risiko o Obes I o Obes II 23,0-24,9 25,0-29,9 > 30

*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment. Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain : 1. Jenis Kelamin
13

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB. 2. Umur Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun. 3. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat. 4. Berat Badan Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan.Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. (PERKENI,2011)

Latihan jasmani Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit,sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, Rhithmical, Interval, Progressive training). Sedapatmungkin mencapai zona sasaran 75-85 % denyut nadi maksimal (220/umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan selama 20 menit dan olahraga berat misalnya joging. (Sudaryono et.al 2006)
14

Terapi farmakologis A. Sulfonil urea Obat golongan ini sudah dipakai pada pengelolaan diabetes sejak 1957. Berbagai macam obat golongan ini umumnya mempunyai sifat farmakologis yang serupa, demikian juga efek klinis dan mekanisme kerjanya. Beberapa informasi baru mengenai obat golongan ini ada, terutama mengenai efek farmakologis pada pemakaian jangka lama dan pemakaiannya secara kombinasi dengan insulin.1 Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel- pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Karena itu tentu saja hanya dapat bermanfaat pada pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk mensekresikan insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada DM tipe 1. Efek ekstra prankreas yaitu memperbaiki sensitivitas insulin ada, tetapi tidak penting karena ternyata obat ini tidak bermanfaat pada pasien yang insulinopenik.1 Mekanisme kerja obat golongan sulfonilurea: 1. Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan (stored insulin) 2. Menurunkan ambang sekresi insulin 3. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa Obat golongan ini semuanya mempunyai cara kerja yang serupa, berbeda dalam hal masa kerja, degradasi dan aktivitas metabolitnya. Semuanya dapat menyebabkan hipoglikemia yang mungkin dapat fatal. Untuk mengurangi kemungkinan hipoglikemia, apalagi pada orang tua dipilih obat yang masa kerjanya paling pendek. Obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang sebaiknya tidak dipakai pada usia lanjut.1 Kombinasi Sulfonilurea dengan Insulin Pemakaian kombinasi kedua obat ini didasarkan bahwa rerata kadar glukosa darah sepanjangn hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa darah puasnya. Umumnya kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan kurang lebih sama, tidak tergantung dari kadar glukosa darah puasanya. Dengan memberikan dosis insulin kerja sedang malam hari, produksi glukosa hati malam hari dapat dikurangi sehingga kadar glukosa darah puasa dapat menjadi lebih rendah.

15

Selanjutnya kadar glukosa darah siang hari dapat diatur dengan pemberian sulfonilurea seperti biasanya.1 Kombinasi sulfonilurea dan insulin ini ternyata lebih baik daripada insulin saja dan dosis insulin yang diperlukan pun ternyata lebih rendah. Selain itu pasien lebih bisa menerima cara pengelolaan kombinasi daripada pengelolaan dengan suntikan yang lebih sering.1 B. Glinid Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjnya sama dengan sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.1 C. Biguanid Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin. Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular, distal dari reseptor insulin serta juga pada efeknya menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga disangka menghambat absorbsi glukosa dari usus pada keadaan sesudah makan.1 Metformin menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak menyebabkan penurunan sampai di bawah normal. Karena itu tidak disebut sebagai obat hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik. Pada pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea, hipoglikemia dapat terjadi akibat pengaruh sulfonilureanya. Pada pemakaian tunggal, metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai 20%. Kadar insulin plasma basal juga turun. Metformin tidak menyebabkan kenaikan berat badan seperti pada pemakaian sulfonilurea.1 D. Tiazolidindion Tiazolidindion adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. dapat diberikan secara oral. Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa di hati.1

16

Golongan obat baru ini diharapkan dapat lebih tepat kerjanya pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin dan dapat pula dipakai untuk mengatasi berbagai manifestasi resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel- pankreas.1 E. Penghambat Glukosidase Alfa obat ini bekerja secara kompetitif megnhambat kerja enzim kosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial.1 obat ini bekerja di dalam lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Efek samping akibat maldigestif karbohidrat berupa gejala gastrointestinal seperti meteorismus, flatus dan diare.1 F. Insulin Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian akan memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi sulfonilurea dan metformin, langkah berikut yang mungkindiberikan adalah insulin. Disamping pemberian insulin secara konvensional 3 kali sehari dengan memakai insulin kerja cepat, insulin dapat pula diberikan dengan dosis terbagi insulin kerja menengah dua kali sehari dan kemudian diberikan campuran insulin kerja cepat dimana perlu sesuai dengan respons kadar glukosa darahnya. Umumnya dapat juga pasien langsung diberikan insulin campuran kerja cepat dan menengah dua kali sehari.1 Kombinasi insulin kerja sedang yang diberikan malam hari sebelum tidur dengan sulfonilurea tampaknya memberikan hasil yang lebih baik daripada dengan insulin saja, baik satu kali ataupun dengan insulin campuran. Keuntungannya pasien tidak harus dirawat dan kepatuhan pasien tentu lebih besar.1 Kriteria Pengendalian Baik Sedang Buruk

17

Glukosa darah puasa (mg/dl) Glukosa darah 2 jam (mg/dl) AIC (%) Kolestrol total (mg/dl) Kolestrol LDL (mg/dl) Kolestrol HDL (mg/dl) Trigliserida (mg/dl) IMT (kg/m2) Tekanan darah (mmhg)

80-109 110-144 <6,5 <200 <100 >45 <150 18,5-22,9 <130/80

110-125 145-179 6,5-8 200-259 100-129

126 180 >8 240 130 200 >25 >140/90

150-199 23-25 130-140/80-90

Untuk pasien berumur > 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi dari pada biasanya (pausa < 150 mg/dl dan sesudah makan < 200 mg/dl), demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dll mengacu pada batasan kriteria pengendalian sedang.

18

19

BAB III LAPORAN KASUS

UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS KEDOKTERAN KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II

STATUS PASIEN 1. Identitas Pasien a. Nama/Kelamin/Umur b. Pekerjaan c. Pendidikan d. Alamat : Sudirman / Laki-laki/ 65 tahun : Pensiunan : Tamat SMA : Jl. Berlian V, No.25, Gunung Pangilun

2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga a. Status Perkawinan b. Jumlah Anak c. Status Ekonomi Keluarga : Sudah menikah : 3 orang : Cukup, Penghasilan anak pasien Rp 1.500.000,-.

Penghasilan menantu pasien Rp 2.000.000,d. Kondisi Rumah :

Rumah permanen, luas 15 m x 10 m dengan 4 kamar tidur, dan 1 ruangan yang digunakan sebagai ruang tamu, 1 ruang makan, 1 dapur dan 2 kamar mandi.. Ventilasi dan penerangan baik Listrik ada Sumber air : kebutuhan minum dari galon, mandi dan cuci dari air PDAM Jamban ada, MCK dilakukan di jamban di dalam rumah Sampah dikumpul dibuang ke TPS umum setiap 2 hari sekali Pekarangan luas.

Kesan : higine dan sanitasi baik e. Kondisi Lingkungan Keluarga

20

Jumlah penghuni rumah 6 orang: pasien, istri pasien, 1 orang anak perempuan pasien, 1 orang menantu pasien dan 2 orang cucu pasien Pasien tinggal di lingkungan kota yang cukup padat penduduknya, dimana jarak antar rumah cukup dekat.

3. Aspek Psikologis di keluarga Hubungan pasien dengan keluarga baik

4. Riwayat Penyakit dahulu/keluarga Pasien sudah dikenal menderita DM sejak 9 tahun yang lalu Pasien anak ke 3 dari 3 bersaudara. Riwayat DM dalam keluarga disangkal

Keterangan : : pasien

: Kakak pasien, hipertensi

5. Keluhan Utama 6. Riwayat Penyakit Sekarang Kaki terasa kesemutan sejak 2 minggu yang lalu Riwayat BAK sering ada, jumlah urin banyak, frekuensi lebih dari 4 kali dalam 1 malam Riwayat sering merasa lapar ada Riwayat sering merasa haus ada Riwayat mata terasa kabur ada sejak 1 tahun terakhir ada Riwayat badan mudah merasa lelah ada Riwayat nyeri dada (-)
21

Kedua kaki terasa kesemutan sejak 2 minggu yang lalu.

Luka yang sulit sembuh (-) Riwayat sering gatal pada tubuh disangkal Riwayat kebiasaan merokok ada, 1 bungkus per hari sejak 30 tahun yang lalu. Pasien sudah dikenal menderita DM tipe 2 sejak tahun 2005, pertama kali diketahui gula darah 512 mg/dL dan dirawat di RSUP Dr M.Djamil. Setelah itu, pasien kontrol rutin ke RSUD Rasyidin dan mendapat obat insulin 4x sehari dan metformin 2x sehari.

7. Pemeriksaan Fisik Vital sign Keadaan umum Kesadaran Tekanan Darah Frekuensi Nadi : Baik : compos mentis cooperatif : 130/80 mmHg : 88x/menit : 36,50C ::::: 165 : 75 cm kg

Frekuensi Nafas : 22x/menit Suhu Sianosis Edema Anemis Ikterik Tinggi badan Berat Badan BBI

: 90% x (150-100) x 1 kg = 90% x 50 kg = 58.5 = 48/(1,37)2 = 27.57 (overweight)

IMT

Kebutuhan basal = BBI x 30 kkal = 58,5 x 30 kkal = 1755 kkal

Koreksi kebutuhan = 1755 + 20% - 5% - 10%


22

Kulit KGB

: hangat : Tidak ada yang membesar Tiroid tidak membesar

Kepala Rambut Mata

: Normocephal : tidak ada kelainan : konjungtiva tidak anemis Sklera tidak ikterik

Telinga Hidung Tenggorokan Gigi dan Mulut JVP Dada : Paru = I Pa Pe Aus Jantung I Pa Pe Aus Abdomen I Pa Pe Aus Punggung

: tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : caries (+) : 5-2 cm H2O : simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis : fremitus kiri sama dengan yang kanan : sonor : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

: iktus tidak terlihat : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC II : Atas = RIC II, kanan = LSD, kiri = 1 jari medial LMCS RIC V : Bunyi jantung murni, M1>M2, A2< P2, bising (-)

: tidak membuncit : hepar dan lien tidak teraba : timpani : BU(+) normal

Nyeri tekan dan Nyeri Ketok pada CVA (-)

Alat Kelamin
23

Tidak diperiksa Anus Tidak diperiksa Anggota Gerak Refleks fisiologis Refleks patologis Edema Ekstremitas: : +/+ : -/: -/-

Pulsasi A. A. A. Dorsalis Pedis Tibialis Posterior Poplitea

Kiri + + + Kiri + +

Kanan + + + Kanan + +

Sensibilitas Halus Kasar

8. Laboratorium GDR 250 mg/dl Kolestrol 188 mg/dL

9. Diagnosis Kerja Diabetes Melitus tipe II overweight

10. Manajemen a. Preventif :

Kontrol gula darah teratur Konsultasi gizi tentang nutrisi yang sesuai untuk penderita DM Mengikuti pola makan sehat sesuai kalori yang dibutuhkan
24

Meningkatkan kegiatan jasmani Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman dan teratur. Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan data yang ada. Melakukan perawatan kaki secara berkala terutama pada kaki yang berisiko tinggi antara lain: Kulit kaki yang kering, bersisik, dan retak-retak Bulu-bulu rambut kaki yang menipis Kelainan bentuk dan warna kuku (kuku yang menebal, rapuh) Kalus (mata ikan) terutama di telapak Perubahan bentuk jari-jari dan telapak kaki dan tulang-tulang kaki yang menonjol Bekas luka atau riwayat amputasi jari-jari Kaki baal, semutan, atau tidak terasa nyeri Kaki yang terasa dingin

Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan tepat. Awasi tanda tanda kegawatan DM ( pingsan/penurunan kesadaaran karena hipoglikemia dan hiperglikemia)

Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

b. Promotif

Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang penyakit DM, komplikasi, penanganan dan pencegahannya.. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa penyakit DM merupakan penyakit dengan dasar genetik atau keturunan Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang penyakit DM merupakan penyakit seumur hidup, tidak bisa sembuh tapi bisa terkontrol Menerangkan kepada pasien pentingnya istirahat cukup, dan mengkonsumsi makanan dengan kadar gula yang rendah Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pentingnya untuk melakukan kontrol secara rutin ke puskesmas
25

Mengedukasi kepada pasien jangka waktu pengobatan yang lama

yang

membutuhkan kesabaran dalam berobat dan tetap meneruskan minum obat sampai glukosa terkontrol Menjelaskan kepada pasien tentang komplikasi akut dan menahun DM bila pengobatan tidak teratur.

c. Kuratif : 1) Rujuk ke RSUD Rasyidin untuk kontrol.

d. Rehabilitatif : Jika terdapat tanda-tanda komplikasi akut dan kronik segera ke pusat pelayanan kesehatan terdekat.

26

BAB IV ANALISIS MASALAH DAN SOLUSI A. Menetapkan masalah kesehatan dalam keluarga Masalah yang ditemukan : Diabetes Melitus Tipe II overweight Berat badan lebih didapatkan IMT pada pasien ini 27.57.

Pola makan pasien yang kurang tepat Pasien sudah mengatur makan 3x sehari tetapi belum mengatur takaran makanan sesuai gizi seimbang Pasien masih sering makan cemilan yang mengandung glukosa dan lemak tinggi seperti durian.

Kebiasaan merokok Kurang aktivitas fisik Kurangnya pengetahuan pasien tentang aturan meminum obat dan cara kerja obat Pasien tidak meminum obat sesuai aturan dokter.

Pengetahuan pasien tentang penyakit DM masih kurang.

B. Rekomendasi solusi sesuai dengan masalah kesehatan keluarga melalui pendekatan komprehensif dan holistik. a. Preventif i. Kontrol gula darah teratur ii. konsultasi gizi tentang nutrisi yang sesuai untuk penderita DM iii. Mengikuti pola makan sehat sesuai kalori yang dibutuhkan iv. Meningkatkan kegiatan olahraga. v. Menggunakan obat diabetes secara aman dan teratur. vi. Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri dan memanfaatkan data yang ada. vii. Melakukan perawatan kaki secara berkala terutama pada kaki yang beresiko tinggi seperti:
27

kulit kaki yang kering, bersisik dan reatk-retak bulu-bulu rambut kaki yang menipis kelainan bentuk dan warna kuku ( kuku yang menebal, rapuh, ingrowing nail)

kalus atau mata ikan terutama di bagian telapak perubahan bentuk jari-jari dan telapak kaki dan tulang-tulang kaki yang menonjol

bekas luka kaki yang terasa baal, kesemutan dan tidak terasa nyeri kaki yang terasa dingin

viii. Mmemiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan tepat. Awasi tanda-tanda kegawatan DM seperti penurunan kesadaran karena gula hipoglikemia dan hiperglikemia. ix. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

b. Promotif i. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang penyakit DM, komplikasi, penanganan dan pencegahannya. ii. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa penyakit DM merupakan penyakit dengan dasar genetik atau keturunan. iii. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tenatng penyakit DM merupakan penyakit seumur hidup dan tidak bisa sembuh tapi bisa terkontrol. iv. Menerangkan kepada pasien pentingnya istirahat cukup, dan mengkonsumsi makanan dengan kadar gula, lemak dan garam yang rendah. v. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pentingnya untuk melakukan kontrol secara rutin ke puskesmas. vi. Mengedukasi kepada pasien jbahwa DM membutuhkan jangka waktu pengobatan yang lama yang membutuhkan kesabaran dalam berobat dan tetap meneruskan minum obat sampai gula darah terkontrol.
28

vii. Menjelaskan kepada pasien tentang komplikasi akut dan menahun dari DM bila pengobatan tidak teratur.

c. Kuratif : i. Rujuk ke RSUD Rasyidin Padang untuk kontrol, pemeriksaan laboratorium dan pengobatan ii. Obat yang didapatkan pasien dari RSUD Rasyidin Padang : Metformin 2 x 500mg Novorapid 1 x 12 unit sebelum makan Levemir 1 x 16 unit (malam)

d. Rehabilitatif i. Jika terdapat tanda-tanda komplikasi akut dan kronik segera ke pusat pelayanan kesehatan terdekat.

29

Home Visit 1 Tanggal 1 Februari 2014 No 1. Masalah Kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit serta faktor resiko diabetes melitus Penilaian Pasien dan keluarganya belum mengetahui secara mendalam tentang penyakit dan faktor resiko diabetes melitus Solusi dan Rekomendasi Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit diabetes melitus meliputi : definisi DM, faktor resiko, gejala,

pencegahan serta pentingnya pengobatan, dan komplikasi

yang mungkin terjadi. 2. Kurangnya pengetahuan pasien tentang aturan meminum obat dan cara kerja obat Pasien mendapat pengobatan kombinasi insulin dan dari metformin RSUD Memberi penjelasan

kepada pasien bahwa walaupun pasien

mendapat insulin, obat metformin tetap harus diminum metformin karena akan

Rasyidin. Pasien tidak minum obat metformin karena menganggap insulin cukup sudah untuk

membantu kerja dari insulin. Memberi bahwa adalah penjelasan kerja insulin

mengontrol gula darahnya. Pasien pernah

menurunkan

glukosa darah oleh itu, insulin kerja cepat

dibawa ke IGD RSUD dengan darah setelah


30

harus diambil sebelum makan. puasa, Sekiranya insulin kerja

Rasyidin glukosa 55mg/dl

cepat harus dihindari. Mengedukasi pasien

menyuntik

obat

mengenai tanda-tanda hipoglikemi dan juga obat-obat yang dapat menurunkan darah. glukosa

insulin walaupun pasien puasa pada hari tersebut.

Kurangnya pengertian pasien mengenai system rujukan pada pusat pelayanan kesehatan

Pasien dan keluarganya masih belum mengerti dengan alur rujukan

Menjelaskan

pada

pasien indikasi-indikasi rujukan pasien DM.

untuk pasien DM karena sudah biasa control rutin di RSUD Rasyidin.

Kontrol gula darah

238 mg/dl

31

Home Visit II Tanggal 5 Februari 2014 No 1. Masalah Penilaian Kurangnya kesadaran Pasien belum sadar akan pasien pentingnya mengenai kepentingan pengaturan pola pengaturan dalam DM dan Solusi dan Rekomendasi Edukasi tentang prinsip pengaturan makan dimana pada pasien DM pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan insulin. Edukasi mengenai pola makan yang benar berdasarkan kebutuhan kalaori pasien. Memberikan leaflet mengenai diet pasien DM Menganjurkan pasien untuk konsultasi gizi di Puskesmas Alai. 2. Kurangnya pengetahuan pasien tentang pengendalian DM dan penurunan berat badan dengan olahraga Pasien belum melakukan olahraga secara rutin Menjelaskan kepentingan olahraga

makan

gizi untuk mengontrol pengendalian penyakitnya.

pencegahan komplikasi.

dalam pengendalian DM dan mencapai BBI

dengan olahraga ringan (seperti jalan-jalan pagi) selama sehari 20-30 menit

32

Menjelaskan

tentang

BBI dan target berat badan yang harus

dicapai pasien Kontrol gula darah 196 mg/dl

Home Visit III Tanggal 10 Februari 2014 No 1. Masalah Kurangnya pengetahuan tentang Penilaian Pasien dan keluarganya pasien belum mengetahui Solusi dan Rekomendasi Edukasi pada pasien tentang komplikasi DM Komplikasi akut : o Ketoasidosis diabetic o Hiperosmolar non ketotik o Hipoglikemi Komplikasi kronik o Makroangiopati (PJK, stroke) o Mikroangiopati (Retinopati, neuropati perifer, nefropati)
33

komplikasi- secara mendalam

komplikasi yang bisa tentang komplikasi timbul akibat DM. pada diabetes melitus

Kurangnya pengetahuan tentang

Pasien belum diberi pasien informasi mengenai

Perawatan kaki berkala sangat penting dilakukan terutama pada pasien dengan resiko tinggi seperti Kulit kaku yang kering, bersisik, dan retak-retak serta kaku Bulu-bulu menipis Kelainan bentuk dan warna kuku (kuku yang menebal, rapuh, rambut kaki yang

pentingnya perawatan kaki berkala,

melakukan perawatan dan pasien tidak tahu kaki berkala untuk bahwa keluhan

mencegah komplikasi kesemutan pada kaki kaki diabetes yang dialaminya disebabkan DM.

ingrowing nail) Kalus (mata ikan) terutama di telapak Perubahan bentuk jari-jari dan

telapak kaki dan tulang-tulang kaki yang menonjol Bekas luka atau riwayat amputasi jari-jari Kaki baal, semutan, atau tidak terasa nyeri Kaki yang terasa dingin

Kontrol gula darah

189 mg/dl

34

Home Visit IV Tanggal 17 Februari 2014 No 1. Masalah Penilaian Solusi dan Rekomendasi Belum adanya kesadaran Anak-anak pasien belum Menganjurkan anggota keluarga anggota keluarga pasien merasa perlu untuk untuk memeriksa kadar memeriksa glukosa glukosa darah ke darah ke puskemas pasien untuk skrining gula darah di puskesmas.

puskesmas dalam upaya pencegahan diabetes melitus 2. Kurangnya kesadaran pasien tentang kebiasaan yang dapat memperberat penyakitnya. Pasien seorang perokok sejak 30 tahun yang lalu, menghabiskan hampir 2 bungkus rokok per hari. Menjelaskan pada pasien mengenai yang dapat faktor-faktor memperberat awal

penyakitnya. Edukasi mengenai bahaya yang ditimbulkan merokok. Menganjurkan mengurangi pasien kebiasaan

merokok secara bertahap. Kontrol gula darah 211 mg/dl

35

HASIL KELUARGA BINAAN

Hasil pencapaian yang didapat dari serangkaian kegiatan yang telah dilakukan dalam kurun waktu lebih kurang 3 minggu ini, yaitu: a. Yang berhasil dilakukan intervensi : Pasien sudah paham dengan penyakit yang dideritanya serta faktor-faktor resiko dan penyakit penyerta yang lainnya. Pasien sudah paham tentang proses pengobatan penyakit serta komplikasi yang timbul jika penyakitnya tidak terkontrol Pasien sudah teratur meminum obat-obataya dan tahu tentang cara kerja obatnya. Pasien sudah mulai mengikuti pola makan yang dianjurkan Pasien sudah mulai melakukan aktifitas fisik dalam pekerjaan seharian seperti jalan pagi, berkebun. Telah dilakukan edukasi tentang penyakit DM kepada keluarga pasien yang lain (istri dan anak pasien)

b. Yang belum berhasil dilakukan intervensi : Pasien masih jarang berolahraga secara rutin Target berat badan pasien masih belum tercapai Pasien belum mengurangi kebiasaan merokok

36

BAB V PENUTUP

37

LAMPIRAN

38

39

DAFTAR PUSTAKA

1. Suyono S. 2006. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. Jakarta : FKUI, hal 1852-1856.

2. Tandra H. 2008. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes, Panduan Lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes dengan Cepat dan Mudah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

3. Gustaviani R. 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. Jakarta : FKUI, hal 1857-1859.

4. Waspadji S. 2006. Kaki Diabetes. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. Jakarta : FKUI, hal 1911-1914.

5. Olson, Charles O. 2001. Diagnose and Management of Diabetes Mellitus. USA : Lea and Febigar.

6. Sukaton U, Soegondo S, Oemardi M. 1996. Obesitas. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. Jakarta : FKUI, hal 707-709.

7. Turner HE, Wass JE. 2002. Oxford Handbook of Endocrinology and Diabetes. England : Oxford University Press.

40

You might also like