You are on page 1of 63

ISSN 2086 - 3403

Vol. 4 No. 2, Juli 2013

Optimasi Sifat Mekanis Kekuatan Tarik Baja ST50 Dengan Perlakuan Gas Carburizing Variasi Holding Time Untuk Peningkatan Mutu Baja Standar Uji A370 (366-375) (Unung Lesmanah, Eko Marsyahyo & Prima Vitasari) Jenis Material Pahat Potong dan Run-Out Terhadap Kekasaran Permukaan Benda Kerja Silinder Pada Proses Bubut (376-385) (Hendra, Sutarmadi, Anizar Indriani, Hernadewita) Kerugian-Kerugian Pada Pipa Lurus Dengan Variasi Debit Aliran (386-392) (Muchsin) Variasi Arus Terhadap Kekuatan Tarik dan Bending Pada Hasil Pengelasan SM90 (393-402) (Awal Syahrani, Alimuddin Sam, Chairulnas) Kekuatan Bending Komposit Clay Diperkuat Dengan Alumina Untuk Aplikasi Fire Brick (403-409) (Muh. Sadat Hamzah, Alimuddin) Karakteristik Termal Briket Arang Serbuk Gergaji Kayu Meranti (410-415) (Daud Patabang) Pengaruh Perubahan Beban Terhadap Kinerja Turbin Crossflow (416-421) (Rustan Hatib, Andi Ade Larasakti)

JURUSAN TEKNIK MESIN UNIVERSITAS TADULAKO

ISSN 2086 - 3403

Vol. 4 No. 2 Juli 2013


DEWAN REDAKSI Pengarah: Dekan Fakultas Teknik Universitas Tadulako Penanggung Jawab/Pemimpin Redaksi Mustofa, ST., Grad.Dipl.Eng., M.Eng. Wakil Pemimpin Redaksi: Bahtiar, ST., M.Eng. Ketua: Ir. Daud Patabang, MT. Penyunting Pelaksana: Sri Chandrabakty, ST., MT. Kennedy M, ST., MT. Mustafa, ST., MT. Khairil Anwar, ST., MT. Ramang Magga, ST., MT. Rustan Hatib, ST., MT. Mitra Bestari: Dr. Eko Marsyahyo, ST., M.Sc. (ITN-Malang) Dr-Ing. Ir. Wahyu H. Piarah, MSME. (UNHAS-Makassar) Rafiuddin Sam, ST., M.Eng., Ph.D. (UNHAS-Makassar) Kesekretariatan: Basri, ST., MT. Desain Sampul: Bahtiar, ST. Alamat Redaksi: Ruang Pustaka Lt. 2 Jurusan Teknik Mesin UNTAD Kampus Bumi Tadulako Tondo, Palu, 94119 Hp: 081341074257 Email: redaksi_mekanikal@yahoo.co.id URL: http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/

ISSN 2086 - 3403

PENGANTAR
Implementasi kebijakan JM untuk terbit 2 (dua) kali setahun sejak 2010 akan tetap dilanjutkan dengan beberapa tampilan baru, termasuk perubahan abstrak dan jumlah halaman per artikel yang di mulai edisi Januari 2014 dengan mempertimbangkan beberapa masukan dari dewan redaksi. Pengalaman telah membuktikan bahwa sekitar 60% penulis belum menyiapkan tulisannya dengan mengikuti pedoman penulisan yang berlaku di Jurnal Mekanikal (JM). Sebagai contoh, masih ada tulisan yang membonsai laporan penelitian, skripsi atau tesis, sehingga masih muncul bagian tinjauan pustaka pada alinea tersendiri. Padahal kutipankutipan yang dipakai seharusnya sudah menyatu dalam bagian pendahuluan. Pendahuluan menekankan delta seorang penulis sebagai bukti bahwa penulis menyelami dan menguasai bidang yang diteliti. Jadi tidak hanya berisi rangkuman kutipan-kutipan dari rujukan yang digunakan, tetapi lebih kepada pengantar kepada pembaca sejauh mana bidang kajian ilmu penelitian tersebut (road map penelitian). Selanjutnya, secara khusus kami meminta kerja sama kepada para penulis untuk menulis semua nama yang terlibat dalam penelitian tersebut, terlebih jika itu hasil penelitian atau data-data yang diperoleh yang melibatkan mahasiswa. Etisnya adalah nama mahasiswa ditempatkan sebagai penulis utama diikuti dosen pembimbing, jika mahasiswa tersebut yang membuat artikel jurnal. Sebaliknya, jika dosennya yang menulis artikel, nama mahasiswa akan ditulis sebagai anggota tim penulis. Pilihan yang lain adalah tergantung kesepakatan, sepanjang semua nama dimasukkan sebagai penulis. Terkait dengan isi tulisan, kami mengimbau para penulis untuk berhati-hati dalam mengutip tulisan peneliti lain, termasuk tulisan sendiri supaya terhindar dari autoplagiasi atau plagiasi masif karena akan bisa jadi berhadapan dengan hukum dan etika sosial. JM adalah milik komunitas ilmu keteknikan, khususnya teknik mesin dan teknik manufaktur. Sebagai jurnal keteknikan, JM hanya akan hadir secara berkala jika didukung oleh komunitasnya, khususnya para penyunting dan penulis-penulisnya. Penyunting ii

ISSN 2086 - 3403

DAFTAR ISI

1. Optimasi Sifat Mekanis Kekuatan Tarik Baja ST50 Dengan Perlakuan Gas Carburizing Variasi Holding Time Untuk Peningkatan Mutu Baja Standar Uji A370 (Unung Lesmanah, Eko Marsyahyo & Prima Vitasari)

(366-375)

2. Jenis Material Pahat Potong dan Run-Out Terhadap Kekasaran Permukaan Benda Kerja Silinder Pada Proses Bubut ( Hendra, Sutarmadi, Anizar Indriani, Hernadewita) (376-385) 3. Kerugian-Kerugian Pada Pipa Lurus Dengan Variasi Debit Aliran (Muchsin)(386-392) 4. Variasi Arus Terhadap Kekuatan Tarik dan Bending Pada Hasil Pengelasan SM90 (Awal Syahrani, Alimuddin Sam, Chairulnas) (393-402) 5. Kekuatan Bending Komposit Clay Diperkuat Dengan Alumina Untuk Aplikasi Fire Brick (Muh. Sadat Hamzah, Alimuddin) (403-409) 6. Karakteristik Termal Briket Arang Serbuk Gergaji Kayu Meranti ( Daud Patabang) (410-415) 7. Pengaruh Perubahan Beban Terhadap Kinerja Turbin Crossflow (Rustan Hatib, Andi Ade Larasakti) (416-421)

Vol. 4 No. 2 Juli 2013

iii

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 366 375

ISSN 2086 - 3403

OPTIMASI SIFAT MEKANIS KEKUATAN TARIK BAJA ST 50 DENGAN PERLAKUAN GAS CARBURIZING VARIASI HOLDING TIME UNTUK PENINGKATAN MUTU BAJA STANDAR UJI ASTM A370
(1)
(1)

Unung Lesmanah,

(2)

Eko Marsyahyo, (3)Prima Vitasari

Jurusan Teknik Mesin, Univ. Islam Malang, Mahasiswi Program Pascasarjana ITN Malang (2) Dosen dan Peneliti Jurusan Teknik Mesin ITN Malang (3) Dosen Pascasarjana ITN Malang (1) Email : ununglesmanah@yahoo.com (2) marsyahyo@yahoo.co.uk

Abstract
ST 50 steel as a common engineering material, it can be optimized using gas carburizing treatment in Fluidized Bed Furnaces. Gas as carburizing media in the fluidied bed with vaned by holding time variation such as 1 hour, 2 hours, 3 hours, 4 hours, and 5 hours. The holding time variation is to be intern of mechanical properties of the steel. Optimized value of mechanical properties ST 50 was actived in 3 hours of the treatment, it found average of tensile strength 651,7 MPa. The results above were based on A370 ASTM standar. From SEM (Scanning Electron Microscope), fracture model also showed from SEM that the steel has hard and brittle fracture. It can be concluded that optimized steel using gas carburizing treatment shows significant improve of mechanical properties from steels. Keyword : Tensile Strength, Gas Carburizing, Holding Time, ASTM standards.

PENDAHULUAN Seiring pesatnya perkembangan teknologi menyebabkan kebutuhan bahan sangat meningkat, serta ditingkatannya pengembangan perindustrian otomotif dan perindustrian salah satunya adalah pembuatan poros engkol, roda gigi otomotif dan lain-lain yang sangat banyak menggunakan logam ferrous maka mendorong untuk mengkaji banyak tentang keberadaan logam, khususnya baja. Faktor yang sangat diperlukan dalam pemakaian baja adalah kondisi kerja dari komponen permesinan tersebut, yang dalam operasinya akan mengalami pembebanan statis ataupun pembebanan dinamis serta sering mengalami beban gesekan (friction), seperti impack dan keausan. Mengingat hal tersebut dibutuhkan sifat-sifat mekanik yang memadai, sehingga umur

pakai dari komponen permesinan dapat ditingkatkan (Malau dan Khasani, 2008). Seringkali dalam pemakaian komponen mesin atau perkakas diperlukan permukaan yang keras dan ketahanan aus yang tinggi. Untuk mendapatkan sifat yang demikian itu, maka komponen-komponen permesinan perlu diberikan perlakuan panas (heat treatment). Pada dasarnya heat treatment adalah proses perubahan struktur mikro atau transformasi fase suatu logam dengan memanaskan hingga temperatur tertentu dan waktu penahanan tertentu (holding time) tertentu pula, yang selanjutnya didinginkan dengan media pendingin tertentu, dengan harapan proses perlakuan panas tersebut dapat memperbaiki sifat-sifat mekanis baja (Hamzah dan Iqbal, 2008).

366

Optimasi Sifat Mekanis Kekuatan Tarik Baja ST 50 dengan Perlakuan Gas Carburizing Variasi Holding Time Untuk Peningkatan Mutu Baja Standar Uji ASTM A370 (Unung Lesmanah, Eko Marsyahyo, Prima Vitasari)

Berbagai metoda peningkatan sifat mekanis dapat diaplikasikan dan salah satunya dengan carburizing. Proses carburizing merupakan salah satu heat treatment yang didefinisikan sebagai suatu proses penambahan kandungan unsur karbon (C) pada permukaan baja. Proses carburizing yang tepat akan menambah kekerasan permukaan sedang pada bagian inti tetap liat. Proses carburizing atau pengerasan permukaan dapat dilakukan dengan metode padat, cair dan gas (Amstead, 1979). Adapun tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengukur perubahan nilai kekuatan tarik baja karbon ST 50 dengan perlakuan gas carburizing variasi holding time : 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam sehingga diketahui nilai kekuatan tarik yang optimum. b. Untuk mengamati perubahan foto makro dan mikro berdasarkan hasil SEM (Scanning Electron Microscope) pada baja karbon ST 50 tanpa dan dengan perlakuan gas carburizing. c. Menghasilkan kajian tentang proses pengoptimalan yang dapat dilakukan pada perlakuan gas carburizing terhadap material teknik pada bidang proses produksi yang digunakan pada dunia industri. d. Memberikan kontribusi secara teoritis dan praktis pada dunia industri terkait dengan kajian proses heat treatment dengan proses gas carburizing. Karburasi atau Carburizing adalah proses perlakuan thermokimia, umumnya diterapkan pada jenis baja yang mudah dikeraskan. Agar baja tersebut dapat dikeraskan permukaannya, komposisi karbon pada baja harus berkisar antara 0,3 sampai 0,9% karbon. Bila lebih dari 0,9% harus dihindarkan karena dapat

menimbulkan pengelupasan dan bahkan keretakan (Kuswanto, 2010). Proses karburasi ini biasanya dilakukan pada baja karbon rendah yang mempunyai sifat lunak dan keuletan tinggi. Tujuan dari proses karburasi adalah untuk meningkatkan ketahanan aus dengan jalan mempertinggi kekerasan permukaan baja karbon dan meningkatkan karakteristik fatik dari baja karbon tersebut. Manfaat yang patut dipertimbangkan dalam penerapan proses karburasi adalah bahwa proses karburasi akan menghasilkan deformasi yang sangat kecil dibandingkan pada proses pengerasan yang diperoleh melalui pendinginan (quenching) (Malau dan Khasani, 2008). Uji kekuatan tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Tegangan yang digunakan pada kurva adalah tegangan membujur rata-rata dari pengujian tarik. Tegangan tersebut diperoleh dengan cara membagi beban dengan luas awal penampang lintang benda uji.

P AO

dengan : = Tegangan tarik (kg/mm2) P = Beban yang diterapkan (kg) A0 = Luas penampang spesimen (mm2) Regangan yang digunakan untuk kurva teganganregangan rekayasa adalah regangan linear rata-rata, yang diperoleh dengan cara membagi perpanjangan panjang ukur benda uji dengan panjang awal spesimen.

L L LO LO L LO

dengan : = Regangan (%) L = Perubahan panjang (mm)

367

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 366 375

ISSN 2086 - 3403

L0 = Panjang mula-mula (mm) Karena tegangan dan regangan diperoleh dengan cara membagi beban dengan faktor yang konstan, kurva

beban perpanjangan akan mempunyai bentuk yang sama seperti kurva teganganregangan di bawah ini. (Dieter, 1993).

Gambar 1. Diagram Tegangan-Regangan

Beberapa yang diperoleh dari uji tarik ditunjukkan pada Diagram Tegangan-Regangan yaitu (Vlack, 2004): a. Batas Proporsional (Proportionality Limit) ( pl ), bagian dari diagram ini disebut deformasi elastik (Elastic Behavior) terjadi bila material atau bahan dibebani gaya tarik atau beban, material atau bahan akan bertambah panjang setelah gaya ditiadakan, maka material akan kembali ke bentuk semula. Pada saat ini regangan akan sebanding dengan tegangan. Perbandingan antara tegangan dan regangan disebut modulus elastisitas (Modulus Young).

b. Kekuatan Luluh (yield stress) ( y ), adalah batas kekuatan bahan untuk menghasilkan deformasi dimana saat beban dihilangkan bahan masih dapat kembali kebentuk semula namun terjadi deformasi permanen yang kecil. c. Kekuatan Tarik (ultimate strength) ( u ), adalah tegangan maksimum yang bekerja pada bahan. Harga maksimum ini dicapai karena deformasi plastis bertambah besar dan terjadi pengerasan regang (strain hardening) sehingga beban yang diperlukan untuk berdeformasi lagi bertambah besar. d. Setelah terjadi tegangan maksimum kemudian tegangan menurun bersamaan dengan bertambahnya 368

Optimasi Sifat Mekanis Kekuatan Tarik Baja ST 50 dengan Perlakuan Gas Carburizing Variasi Holding Time Untuk Peningkatan Mutu Baja Standar Uji ASTM A370 (Unung Lesmanah, Eko Marsyahyo, Prima Vitasari)

regangan sampai terjadi Fracture Stress ( f ) ketika bahan tersebut putus. METODE PENELITIAN Untuk meningkatkan sifat mekanis dari baja dapat dilakukan carburizing dengan menggunakan fluidized bed furnace atau dapur lainnya yang berfungsi sama, dimana baja dipanaskan sampai temperatur 9000C dengan waktu proses untuk carburizing bervariasi sebagai berikut: 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam. Pada penelitian ini, ada beberapa masalah yang akan dibahas, yaitu :

a. Holding time yang dibutuhkan untuk mencapai nilai kekuatan tarik yang optimum pada baja karbon ST 50. b. Terjadi perubahan foto makro pada baja karbon ST 50 tanpa dan dengan perlakuan gas carburizing. c. Terjadi perubahan foto struktur pada baja karbon ST 50 tanpa dan dengan perlakuan gas carburizing berdasarkan hasil SEM (Scanning Electron Microscope). Gambar 2 menunjukkan tentang diagram alir penelitian yang dilakukan dalam proses penelitian ini.

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

369

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 366 375

ISSN 2086 - 3403

HASIL DAN DISKUSI Untuk mengetahui nilai kekuatan tarik baja carbon ST 50 dengan perlakuan gas carburizing yaitu

spesimen dipanaskan di dalam dapur 9000C kemudian di holding time selama 1 jam, 2 jam, 3 jam dan 4 jam dan 5 jam masing-masing variasi sebanyak 3 spesimen (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil Penelitian Nilai Kekuatan Tarik Baja Carbon ST 50 dengan Perlakuan Carburizing

Variasi Holding Time Spesimen 1 2 3 Jumlah RataRata Tanpa 1 Jam Perlakuan 479,906 560,081 540,515 646,157 520,751 560,081 1541,172 1766,319 513,724 588,773 2 Jam 679,855 514,817 584,158 1778,83 592,943 3 Jam 625,837 672,849 656,28 1954,966 651,655 4 Jam 587,615 657,461 594,279 1839,36 613,118 5 Jam 407,09 576,113 412,89 1396,093 465,364

Untuk mengetahui perbedaan nilai kekuatan tarik pada baja karbon ST 50 setelah perlakuan gas carburizing dengan variasi holding time, maka dari

data hasil pengujian kemudian dianalisis dengan anova satu arah sebagai berikut (Tabel 2 dan 3):

Tabel 2. Nilai Rata-Rata Kekuatan Tarik Baja Carbon ST 50 Setelah Perlakuan Gas Carburizing

X 1 2 3

Variasi Holding Time 1 Jam 560,1 646,2 560,1 1766,3


j

Spesimen

2 Jam 679,9 514,8 584,2 1778,8 592,9

3 Jam 625,8 672,9 656,3 1954,9 651,7 582,4

4 Jam 587,6 657,5 594,5 1839,4 613,2

5 Jam 407,1 576,1 412,9 1396,1 465,4

588,8

Tabel 3. Hasil Analisis Varian Nilai Kekuatan Tarik dengan Menggunakan SPSS 18

Between Groups Within Groups Total

Sum of Squares 58235,3 41710,5 99945,7

Df 4 10 14

Mean Square 14558,8 4171,1

F 3,5

Sig. ,05

370

Optimasi Sifat Mekanis Kekuatan Tarik Baja ST 50 dengan Perlakuan Gas Carburizing Variasi Holding Time Untuk Peningkatan Mutu Baja Standar Uji ASTM A370 (Unung Lesmanah, Eko Marsyahyo, Prima Vitasari)

Gambar 3. Grafik Nilai Kekuatan Tarik (MPa)

Pada hasil pengujian kekuatan tarik data yang diperoleh dianalisis dengan Anova diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan pada nilai kekuatan tarik pada baja carbon ST 50 dengan perlakuan gas carburizing variasi holding time yaitu: tanpa perlakuan gas carburizing nilai rata-rata nilai kekuatan tarik 513,7 MPa naik 14,6% setelah perlakuan gas carburizing holding time 1 jam menjadi 588 MPa, naik 0,71% di holding time 2 jam menjadi 592,9 MPa , naik 9,9% , 3 jam 651,7 MPa , 4 jam turun 5,9% menjadi 613,2 MPa dan holding time 5 jam turun 24,09% nilai kekuatan tariknya menjadi 465,4 MPa. Sehingga

kekuatan tarik yang optimum pada holding time 3 jam sesuai dengan hasil analisis uji t dan ditunjukkan pula pada grafik nilai kekuatan tarik maksimum 651,7 MPa, serta diperoleh persamaan garis polinomial y = -22,94x2 + 157,4x + 367,7 dan koefisien korelasi R = 0,84 yang menunjukkan hubungan antara variabel y (nilai kekuatan tarik) dan variabel x (holding time) sangat kuat sekali (Gambar 3). Dari foto-foto makro struktur yang diperoleh dari pengujian ketangguhan impack seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.

371

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 366 375

ISSN 2086 - 3403

No 1

Holding Time Tanpa Perlakuan

Foto Makro Patahan Spesimen 1 Spesimen 2 Spesimen 3

1 Jam

2 Jam

3 Jam

372

Optimasi Sifat Mekanis Kekuatan Tarik Baja ST 50 dengan Perlakuan Gas Carburizing Variasi Holding Time Untuk Peningkatan Mutu Baja Standar Uji ASTM A370 (Unung Lesmanah, Eko Marsyahyo, Prima Vitasari)

4 Jam

5 Jam

Gambar 4. Foto Makro Struktur patahan sisi luar dan dalam spesimen uji tarik

Pada Gambar 4 terlihat permukaan yang mengalami peningkatan nilai kekerasan. Foto tampak menunjukkan model patahan getas. Sedangkan foto yang tampak pada spesimen yang tidak mengalami perlakuan carburizing

menunjukkan patahan ulet (ductile). Model patahan getas menandakan peningkatan unsur carbon (C) yang bersifat menambah kekerasan pada bahan baja yang dikenai perlakuan.

Foto Hasil SEM Tanpa Perlakuan Dengan Perlakuan

373

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 366 375

ISSN 2086 - 3403

Ferrit Perlit

Gambar 5. Foto SEM permukaan patahan sisi luar spesimen uji tarik

Dari foto SEM (Scanning Electron Microscope) pada Gambar 5 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara baja carbon ST 50 tanpa perlakuan gas carburizing dan dengan perlakuan gas carburizing yaitu: tanpa perlakuan gas carburizing menunjukkan struktur ferit (putih) lebih banyak, akan tetapi dengan perlakuan gas carburizing justru struktur perlitnya (hitam) yang lebih banyak daripada feritnya, yang berarti bahwa kandungan carbonnya lebih banyak setelah proses gas carburizing yang mengindikasikan model patahan getas dengan distribusi butiran didaerah permukaan patahan yang lebih merata dan seragam dibandingkan permukaan patahan spesimen yang tidak mengalami perlakuan gas carburizing. KESIMPULAN Berdasarkan hasil data penelitian dan hasil analisa serta pembahasan yang diperoleh, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil pengujian kekuatan tarik pada baja karbon ST 50 dengan

perlakuan gas carburizing variasi holding time, terdapat perubahan dan perbedaan pada nilai kekuatan tarik, sedangkan kekuatan tarik optimum terjadi saat di holding time 3 jam dengan nilai kekuatan tarik 651,655 MPa, serta diperoleh persamaan garis polinomial y = -22,94x2 + 157,4x + 367,7 dan koefisien korelasi R = 0,843 yang menunjukkan hubungan antara variabel y (nilai kekuatan tarik) dan variabel x (holding time) korelasi tinggi. 2. Pada hasil foto SEM (Scanning Electron Microscope) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bahwa baja carbon ST 50 tanpa perlakuan gas carburizing menunjukkan struktur ferit (putih) lebih banyak, akan tetapi dengan perlakuan gas carburizing justru struktur perlitnya (hitam) yang lebih banyak daripada feritnya, yang berarti bahwa kandungan carbonnya lebih banyak setelah proses gas carburizing, dan mengindikasikan model patahan getas dengan distribusi butiran didaerah permukaan patahan yang

374

Optimasi Sifat Mekanis Kekuatan Tarik Baja ST 50 dengan Perlakuan Gas Carburizing Variasi Holding Time Untuk Peningkatan Mutu Baja Standar Uji ASTM A370 (Unung Lesmanah, Eko Marsyahyo, Prima Vitasari)

lebih merata dan seragam dibandingkan permukaan patahan speciment yang tidak mengalami perlakuan gas carburizing. DAFTAR PUSTAKA Amstead B. H., 1979, Manufacturing Process, in Canada, Published Simultaneously, Seven Edition. Asfarizal, 2008, Peningkatan Kekerasan Dengan Metoda Karburisasi Pada Baja Karbon Rendah (Medan) dengan Media Kokas, Journal TeknikA No. 30 Vol.1 Thn. XV November 2008, ISSN : 0854-8471 Dieter, G. E, 1993. Metalurgi Mekanik (Alih Bahasa, Sriati Djaprie), Jakarta, Erlangga, Jilid I, Edisi keempat. Hamzah, M.S., dan Iqbal, M., 2008. Peningkatan Ketahanan Aus Baja Karbon Rendah dengan Metode Carburizing, Jurnal SMARTEK, Vol. 6, No. 3, Agustus 2008: 169 175. Kuswanto, B, 2010. Peningkatan Kekuatan Tarik Maksimum Material Baja Karbon Rendah Menggunakan Proses Penambahan Karbon Padat, Journal TEKNIS Vol. 5 No.3 Desember 2010: 117 120 Malau,V, M. Khasani, 2008. Karakterisasi Laju Keausan Dan Kekerasan dari Pack Carburizing Pada Baja Karbon AISI 1020, MEDIA TEKNIK No. 3 Tahun XXX, ISSN 0216-3012. Vlack, L. H. Van, 2004. Elemen-elemen Ilmu dan Rekayasa Material (Alih bahasa, Sriati Djaprie), Jakarta, Erlangga, Edisi keenam. ________, ASTM Standards: A370, The American Socecty For Testing And

Material, 2001, Anual Book Of ASTM Standards.

375

Jenis Material Pahat Potong Dan Run Out Terhadap Kekasaran Permukaan Benda Kerja Silinder Pada Proses Bubut (Hendra, Sutarmadi, Anizar Indriani, Hernadewita)

JENIS MATERIAL PAHAT POTONG DAN RUN OUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA SILINDER PADA PROSES BUBUT
(1)

Hendra, (2) Sutarmadi,


(1)(2) (3) (4)

(3)

Program Studi Teknik Mesin Universitas Bengkulu Program Studi Teknik Elektro Universitas Bengkulu Sekolah Tinggi Manajemen Industri Departemen Perindustian Jakarta Jl. W.R. Supratman Kandang Limun Bengkulu Telepon : (0736) 344087, 22105 - 227 Email : h7f1973@yahoo.com

Anizar Indriani, (4) Hernadewita

Abstract
Machining process is part of the production process where cutting process of work piece is done by using machine tools. Machine tools are used in the machining process includes lathe machines, milling machines, shaping machines, drilling machines and other machine tools. For a cylindrical work piece the cutting process can be done by using a lathe. Lathe process can make cylindrical objects, holes, taper and other forms. In the cutting process of work piece with a lathe machine are required high accuracy and precision especially for work piece such as shafts , pistons and objects that serve as a connecting other components. Work piece with high accuracy and precision can be obtained by use the reliable of machine tools, cutting condition, the selection of machining elements and material of cutting tools; operators have a skill for operation of machine tools. Cutting conditions such as mounting work pieces that are not center (run out) or overhang of work piece with strong pressure between head stock and tail stock can be resulting deflection. Run out and deflection happened can be cause the cutting force is not uniform. Therefore cause damage to the work piece and machine. Damage on the work piece can be seen from the quality of the cutting (surface roughness) and for machine on the case of chatter or vibration arising from the cutting force. In this paper we will focus to determine the effect of cutting tools material and run out of material on the surface roughness where as machining element used is the depth of cut and feeding. Work piece used is made of medium carbon steel. Keyword: Surface Roughness, Feeding, Dept of Cut, Lathe Machine and Cutting Tools.

PENDAHULUAN Proses pemesinan merupakan bagian dari proses produksi yang mana benda kerja atau produk yang dihasilkan diperoleh dari proses pemotongan dengan menggunakan mesin perkakas. Mesin perkakas yang digunakan pada proses pemesinan meliputi mesin bubut, mesin milling, mesin sekrap, mesin drilling dan mesin perkakas lainnya (B.H., Amstead, 1970). Untuk benda yang berbentuk silinder atau bulat dapat dilakukan proses pemotongan dengan menggunakan mesin bubut. Mesin

bubut dapat membuat benda silinderis, lubang, konis dan bentuk lainnya. Dalam proses pemotongan dengan mesin bubut dituntut ketelitian yang tinggi terutama untuk benda kerja atau produk yang presisi seperti poros, piston dan benda yang berfungsi sebagai penerus atau penghubung komponen lainnya. Ketelitian benda kerja atau produk yang tinggi dapat diperoleh melalui penggunaan mesin perkakas yang handal, pemilihan elemen pemesinan yang sesuai, pemilihan material pahat yang cocok dan operator yang memiliki

376

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 376-385

ISSN 2086 - 3403

keahlian yang handal dan terampil serta

Kerusakan pada benda kerja dapat

a. Pahat HSS Gambar 1. Mesin Bubut L-5A

kondisi pemotongan yang baik (Dilbag Singh and P. Venkateswara Rao, 2007 dan B. Sidda Reddy, et al, 2009). Komponen-komponen ini saling berhubungan jika salah satu tidak bekerja dengan baik maka akan dihasilkan benda kerja atau produk dengan kualitas yang tidak sesuai dengan yang diinginkan. Misalnya jika mesin handal tetapi kondisi pemotongan tidak diperhatikan atau operator yang menggunakan mesin kurang terampil maka kualitas benda kerja yang dihasilkan akan menjadi tidak baik. Atau material pahat (M. Kaladhar, 2010) yang digunakan untuk pemotongan benda kerja tidak sesuai dengan benda kerja yang akan dipotong maka juga akan dihasilkan benda kerja atau produk dengan kualitas yang tidak baik. Kasus yang lain adalah tidak diperhatikannya kondisi pemotongan seperti pemasangan benda kerja yang tidak sesumbu atau run out, panjang penjuluran atau pemasangan tail stock yang terlalu kuat yang mana akan menimbulkan adanya tekanan pada benda kerja sehingga terjadi defleksi. Run out dan defleksi yang terjadi menyebabkan benda kerja akan mengalami gaya pemotongan yang tidak sama (seragam). Hal ini akan menimbulkan kerusakan baik pada benda kerja yang dibuat ataupun pada mesin yang digunakan. 377

b. Pahat Karbida (Sandvik)

c. Pahat Karbida (Vidia) Gambar 2. Bentuk dan Jenis Pahat

Potong dilihat dari kualitas hasil pemotongan seperti kekasaran permukaan (Tugrul Ozel, 2004), dan benda kerja yang tidak bulat atau silinderis akibat adanya defleksi atau pada mesin adanya chatter (Won-Soo Yun, et al, 2002) atau getaran yang muncul akibat gaya pemotongan yang tidak sama besar atau munculnya kebisingan disaat pemotongan. Untuk mengetahui pengaruh beberapa komponen seperti material pahat dan run out dalam proses pemesinan yang menggunakan mesin bubut maka dilakukan pengujian pemotongan benda kerja dengan melihat run out dan material pahat potong terhadap kekasaran permukaan benda kerja berbentuk silinderis. Elemen pemesinan yang digunakan adalah kedalaman potong dan feeding.

Jenis Material Pahat Potong Dan Run Out Terhadap Kekasaran Permukaan Benda Kerja Silinder Pada Proses Bubut (Hendra, Sutarmadi, Anizar Indriani, Hernadewita)

Benda kerja yang digunakan terbuat dari baja karbon menengah. METODE PENELITIAN Proses pemesinan merupakan suatu proses pemotongan untuk menghasilkan suatu produk dengan menggunakan mesin perkakas. Mesin perkakas yang sering digunakan pada proses pemesinan terdiri dari mesin konvensional dan non konvensional yang meliputi mesin bubut, mesin milling, mesin drilling, mesin sekrap, mesin CNC dan mesin lainnya (Taufiq Rochim, 1989). Mesin perkakas ini memiliki karakteristik masing-masing misalnya untuk membuat benda kerja atau produk silinderis dapat digunakan mesin bubut, untuk benda kerja persegi atau untuk membuat roda gigi dapat dilakukan dengan mesin milling, mesin sekrap dan mesin CNC.

30 mm
Gambar 3. Dimensi Benda Kerja (Poros)

Untuk menghasilkan benda kerja atau poros dengan kualitas tinggi (halus) ada beberapa elemen pendukung proses pemesinan yang harus diperhatikan antara lain pemilihan elemen dasar pemesinan yang sesuai, kekakuan mesin perkakas yang baik (Tlusty, 1970), operator yang handal dan terampil, pemilihan material pahat potong yang sesuai dengan material benda kerja dan kondisi pemotongan (Taufiq Rochim, 1989). Elemen dasar pemesinan yang menjadi indikator untuk menghasilkan benda kerja atau poros dengan ketelitian tinggi adalah kedalaman potong, putaran mesin perkakas dan feeding (Tugrul Ozel, 2004). Komponen ini sangat mempengaruhi kualitas pemotongan dimana untuk benda kerja dengan kualitas tinggi seperti kekasaran permukaan yang halus dapat diperoleh dengan meningkatkan putaran mesin, memperkecil kedalaman potong dan feeding. Selain komponen diatas kondisi pemotongan dan jenis material pahat (M. Ramalinga Reddy, 2012) yang digunakan juga dapat mempengaruhi kualitas benda kerja yang dihasilkan.
Tabel 1. Spesifikasi mesin

Merek Daya Putaran Rpm Tegangan/Voltase (V)

L-5A 1,80 Kw 25 - 1600 rpm 220/330

Gambar 4. Roughness Tester TR200

Untuk benda kerja yang berbentuk silinder dapat dilihat pada poros, komponen piston dan lainnya. Dimana benda kerja berupa poros dituntut harus memiliki kekasaran yang halus karena fungsinya sebagai komponen penghubung atau penerus putaran atau daya dari mesin. Untuk piston atau poros dengan kualitas jelek (kasar) akan menyebabkan komponen cepat aus sehingga akan mengakibatkan kegagalan dari fungsi komponen tersebut.

0 2 1
Gambar 5. Titik Ukur Uji Kekasaran Permukaan

378

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 376-385

ISSN 2086 - 3403

Dalam penelitian ini komponen yang dijadikan indikator dalam proses pemesinan ini adalah jenis material pahat potongnya yaitu karbida Sandvik, karbida Vidia dan HSS dengan kedalaman potong 0.25 mm-0,5 mm dan feeding 0.25 mm/r-0,5 mm/r. Kondisi pemotongannya yaitu dalam kondisi kantilever. Mesin perkakas yang digunakan adalah mesin bubut tipe L-5A seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1, dimana spesifikasi mesin bubut yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. Bentuk atau jenis pahat yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2. Pada Gambar 2 terlihat jenis pahat yang digunakan yaitu pahat HSS (Gambar a) pahat karbida Sandvik (Gambar b) dan pahat karbida Vidia (Gambar c). Benda kerja atau poros yang akan dibubut terbuat dari baja karbon menengah. Dimensi benda kerja yang digunakan adalah panjang 130mm dan diameter luar benda kerja adalah 36 mm seperti terlihat pada Gambar 3. Pemotongan dilakukan dalam 3 tahap dimana dalam setiap tahap pemotongan dilakukan dengan panjang 30 mm. Setiap langkah pemotongan benda kerja kedalaman potong dan feedingnya divariasikan dan jenis atau bentuk pahat juga divariasikan. Sebelum proses pemotongan dimulai dilakukan proses pembersihan dan perataan permukaan benda kerja dengan proses facing. Langkah awal pemotongan dilakukan dengan menggunakan bentuk pahat jajaran genjang (pahat karbida Sandvik) dengan kedalaman potong 0,25 mm dan feeding 0,25 mm/r. Selanjutnya pemotongan yang sama dilakukan dengan menggunakan pahat potong dengan lain yang berbentuk segiempat (pahat karbida Vidia). Terakhir dilakukan pemotongan dengan menggunakan pahat potong HSS. Setelah proses pemotongan dilakukan maka dilanjutkan dengan proses pengukuran kekasaran permukaan yang mana titik ukurnya dilakukan pada 4 titik yaitu pada titik 00, 900, 1800 dan 379

2700. Posisi titik ukur kekasaran permukaan dapat dilihat pada Gambar 5.
Tabel 2. Hasil Pengukuran dengan Pahat Potong Karbida Sandvik

Posisi Pengukuran

Kekasaran Permukaan ( m) a= 0,25mm, a= 0, 5mm, f=0.25mm/r f=0.5mm/r 2,591 2,667 3,088 2,754 3,228 3,320 3,162 3,313

0 90 180 270

Pengukuran kekasaran permukaan (Taufiq Rochim, 1989) dilakukan dengan menggunakan alat ukur kekasaran Roughness tester TR-200 (Anonymous, 2002) dengan nilai ketelitian 0.8 m dan range 40 m. Gambar 4 menunjukkan alat ukur kekasaran permukaan yang digunakan.
Tabel 3. Hasil Pengukuran dengan Pahat Potong Karbida Vidia

Posisi Pengukuran

Kekasaran Permukaan (m) a= 0,25mm, a= 0,5mm, f=0.25mm/r f=0.5mm/r) 2,025 2,217 2,359 2,240 2,674 2,643 2,753 2,979

0 90 180 270

Jenis Material Pahat Potong Dan Run Out Terhadap Kekasaran Permukaan Benda Kerja Silinder Pada Proses Bubut (Hendra, Sutarmadi, Anizar Indriani, Hernadewita)

HASIL DAN DISKUSI Hasil pengujian yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2 sampai dengan Tabel 7 dimana Tabel 2 dan 5 menunjukkan hubungan antara nilai kekasaran permukaan dengan kedalaman potong dan posisi pengukuran untuk material pahat karbida Sandvikk. Untuk material pahat karbida Vidia ditunjukan oleh Tabel 3 dan 6 dan material pahat HSS pada Tabel 4 dan 7. A. Hasil Proses Pemotongan Benda Kerja. 1. Hasil Pengukuran Kekarasan dengan Pahat Potong Karbida Sandvik. Tabel 2 menunjukan hasil pengujian dengan material pahat karbida Sandvik dengan kedalaman potong 0,25 mm dan feeding 0,25 mm/r. Tabel 2 juga menunjukan nilai kekasaran permukaan untuk kedalaman potong 0.5 mm dan dan feeding 0,5 mm/r. Nilai kekasaran permukaan yang diperoleh untuk tiap posisi pengukuran (titik uji) pada kedalaman potong 0,25 mm dan dan feeding 0,25 mm/r yaitu 2,591 m untuk titik uji 00, 2,667 m, 3,088 m, 2,754 m pada titik uji lainnya (900, 1800 dan 2700). Hal ini menunjukan bahwa pada saat pemotongan benda kerja terjadi run out yang disebabkan oleh benda kerja tidak dalam kondisi sesumbu (center) dimana nilai kekasaran permukaannya tidak sama. Jika benda kerja dipasang dalam kondisi center maka hasil pemotongan akan menghasilkan kekasaran permukaan yang sama (seragam). Nilai kekasaran permukaan terbesar terdapat pada titik uji 1800 dan terkecil pada titik uji 00.

Tabel 4. Hasil Pengukuran dengan Pahat Potong HSS

Posisi Pengukuran

Kekasaran Permukaan ( m) a= 0,25mm, a= 0,5mm, f=0.25mm/r f=0.5mm/r) 2,247 2,165 2,302 2,353 3,158 3,474 3,917 3,714

0 90 180 270

Untuk kedalaman potong 0,5 mm dan feeding 0,5 mm/r diperoleh hasil pengukuran yang sama dengan pada kedalaman potong 0,25 mm dan feeding 0,25 mm/r. Dimana untuk tiap posisi pengukuran diperoleh nilai kekasaran permukaannya yaitu 3,228 m, 3,320 m, 3,162 m dan 3,313 m. Dengan meningkatkan kedalaman potong dan feeding maka pengaruh run out dapat dikurangi. Tetapi nilai kekasaran permukaan menjadi meningkat. Hal ini dapat dilihat dari selisih nilai kekasaran permukaan benda kerja yang dihasilkan yaitu 0,497 (nilai kekasaran permukaan benda kerja pada titik uji 00-1800) dan 0,087 (nilai kekasaran permukaan benda kerja pada titik uji 900-2700) untuk kedalaman potong 0,25 mm menjadi 0,066 dan 0,007 pada kedalaman potong 0,5 mm. 2. Hasil Pengukuran Kekarasan dengan Pahat Potong Karbida Vidia. Hasil pengukuran kekasaran permukaan dengan pahat potong karbida Vidia dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil kekasaran yang diperoleh untuk titik uji 00, 900, 1800, 2700 adalah 2,025 m, 2,217 m, 2,359 m dan 2,240 m

380

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 376-385

ISSN 2086 - 3403

pada kedalaman potong 0,25 mm dan feeding 0,25 mm/r. Untuk kedalaman potong 0,5 mm dan feeding 0,5 mm/r diperoleh kekasaran permukaan untuk tiap titik uji yaitu 2,674 m, 2,643 m, 2,753 m dan 2,979 m. Pengaruh run out juga terdapat pada proses pemotongan dengan pahat potong Vidia seperti yang terlihat pada Tabel 3. Pada titik uji 00 dan 1800 terdapat perbedaan sebesar 0,334 m dan 0,023 m untuk kedalaman potong 0,25 mm dan feeding 0,25 mm/r. Untuk kedalaman potong 0,5mm dan feeding 0,5 mm/r diperoleh selisihnya adalah 0,079 m, 0.336 m. Hal ini menunjukan untuk pahat potong dengan material karbida Vidia pengaruh kedalaman potong dan feeding terhadap kekasaran permukaan dari benda kerja baja karbon menengah tidak terlalu besar. Dibandingkan antara hasil pemotongan benda kerja dengan material pahat potong karbida Sandvik terlihat bahwa kekasarean permukaan yang dihasilkan material pahat potong Vidia lebih rendah (halus).
Tabel 5. Hasil Pengukuran dengan Pahat Potong Karbida Sandvik

Tabel 6. Hasil Pengukuran dengan Pahat Potong Karbida Vidia

Posisi Pengukuran

Kekasaran Permukaan ( m) a= 0,25mm, a= 0,5mm, f=0.5mm/r f=0.25mm/r) 2,810 2,652 2,841 2,656 2,120 2,446 2,254 2,563

0 90 180 270

3. Hasil Pengukuran Kekarasan dengan Pahat Potong HSS Untuk pemotongan dengan material pahat potong HSS diperoleh hasil kekasaran permukaannya pada titik uji 00, 900, 1800, 2700 seperti ditunjukan oleh Tabel 4 adalah 2,247 m, 2,165 m, 2,302 m dan 2,353 m pada kedalaman potong 0,25 mm dan feeding 0,25 mm/r. Pada kedalaman potong 0,5 mm dan feeding 0,5 mm/r kekasaran permukaan yang dihasilkan ditiap titik uji yaitu 3,158 m, 3,474 m, 3,917 m dan 3,714 m. Dari Tabel 4 terlihat bahwa pemotongan dengan menggunakan material pahat HSS juga mengalami run out. Dimana besarnya kekasaran permukaan yang terjadi akibat run out adalah 0.055 m dan 0,188 m untuk kedalaman potong 0,25 mm dan feeding 0,25 mm/r. Sementara untuk kedalaman potong 0,5 mm dan feeding 0,5 mm/r adalah 0,759 m dan 0,24 m. Hal ini menunjukan untuk material HSS efek run out terhadap kekasaran permukaan benda kerja menurun dengan kecilnya nilai kedalaman potong dan feeding.

Posisi Pengukuran

Kekasaran Permukaan ( m) a= 0,25mm, a= 0, 5mm, f=0.5mm/r f=0.25mm/r) 2,916 2,908 2,894 2,771 2,959 2,788 3,193 3,012

0 90 180 270

381

Jenis Material Pahat Potong Dan Run Out Terhadap Kekasaran Permukaan Benda Kerja Silinder Pada Proses Bubut (Hendra, Sutarmadi, Anizar Indriani, Hernadewita)

Tabel 7. Hasil Pengukuran dengan Pahat Potong HSS

ditiap titik uji yaitu 2,959 m, 2,788 m, 3,193 m dan 3,012 m. Dengan menggunakan material pahat potong karbida Vidia diperoleh hasil kekasaran permukaan proses pemotongan benda kerja seperti ditunjukan oleh Tabel 6 dimana nilainya adalah 2,810 m, 2,652 m, 2,841 m dan 2,656 m pada kedalaman potong 0,25 mm dan feeding 0,5 mm/r. Pada kedalaman potong 0,5 mm dan feeding 0,25 mm/r kekasaran permukaan yang dihasilkan ditiap titik uji yaitu 2,120 m, 2,446 m, 2,254 m dan 2,563 m. Untuk proses pemotongan benda kerja dengan menggunakan material pahat potong HSS diperoleh hasil kekasaran permukaannya yaitu 2,664 m, 2,732 m, 2,548 m dan 2,902 m untuk kedalaman potong 0,25 mm dan feeding 0,5 mm/r seperti terlihat pada Tabel 7. Pada kedalaman potong 0,5 mm dan feeding 0,25 mm/r kekasaran permukaan yang dihasilkan ditiap titik uji yaitu 2,356 m, 2,494 m, 2,725 m dan 2,586 m. B. Pembahasan Hasil Pemotongan. Dari nilai kekasaran permukaan yang diperoleh dalam proses pemotongan benda kerja dengan menggunakan material pahat potong berbeda (karbida Sandvik, karbida Vidia dan HSS) didapatkan beberapa kecenderungan atau fenomena yaitu:

Posisi Pengukuran

Kekasaran Permukaan ( m) a= 0,25mm, a= 0, 5mm, f=0.5mm/r f=0.25mm/r) 2,664 2,732 2,548 2,902 2,356 2,494 2,725 2,586

0 90 180 270

4. Hubungan Kekarasan Permukaan Benda Kerja dan Elemen Pemesinan (kedalaman Potong dan feeding) Proses pemotongan benda kerja dengan menggunakan material pahat potong karbida Sandvik diperoleh hasil kekasaran permukaannya pada titik uji 00, 900, 1800, 2700 seperti ditunjukan oleh Tabel 5 adalah 2,916 m, 2,908 m, 2,894 m dan 2,771 m pada kedalaman potong 0,25 mm dan feeding 0,5 mm/r. Pada kedalaman potong 0,5 mm dan feeding 0,25 mm/r kekasaran permukaan yang dihasilkan

Gambar 6. Grafik Hubungan Kekasaran Permukaan, Posisi Pengukuran dan Variasi Material Pahat Potong untuk Kedalaman Potong 0,25 mm dan Feeding 0,5 mm/r

382

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 376-385

ISSN 2086 - 3403

K e k a sa r a n P e r m u k a a n V s P o si si P e n g u k u r a n (a = 0 . 5 m m d a n f= 0 . 2 5 m m / r )
3 .6 3 .4

K e k a s a ra n P e rm uk a a n (um )

3 .2 3 .0 2 .8 2 .6 2 .4 2 .2

S a n d vik
2 .0 0 90

V id ia
180

HSS
270

P o s is i P e n g u k u r a n

Gambar 7. Grafik Hubungan Kekasaran Permukaan, Posisi Pengukuran dan Variasi Material Pahat Potong untuk Kedalaman Potong 0,5 mm dan Feeding 0,25 mm/r

Kekasaran Permukaan Vs Posisi Pengukuran


3.6 3.4
Kekasaran Permukaan (um)

3.2 3.0 2.8 2.6 2.4 2.2 2.0 0 90 180 270

Sandvik 0.25mm Sandvik 0.5 mm

Vidia 0.25 mm Vidia 0.5 mm

HSS 0.25 mm HSS 0.5 mm

Posisi Pengukuran

Gambar 8. Grafik Hubungan Kekasaran Permukaan dan Posisi Titik Uji untuk untuk Variasi Material Pahat, Kedalaman Potong dan Feeding

1. Run out yang terjadi pada benda kerja baja karbon menengah mempunyai nilai variasi kekasaran permukaan yang lebih rendah jika menggunakan material pahat karbida Vidia dan HSS dibanding dengan pahat karbida Sandvik untuk 383

kedalaman potong dan feeding kecil (a=0,25 mm dan f=0,25 mm/r). Sementara untuk kedalaman potong 0,5 mm dan feeding 0,5 mm/r, material pahat karbida Sandvik memiliki variasi nilai run out yang rendah. Hal ini menunjukan bahwa

Jenis Material Pahat Potong Dan Run Out Terhadap Kekasaran Permukaan Benda Kerja Silinder Pada Proses Bubut (Hendra, Sutarmadi, Anizar Indriani, Hernadewita)

untuk pemilihan kedalaman potong dan feeding yang besar pemakaian pahat potong dari material pahat karbida Sandvik lebih cocok dibanding dengan material pahat potong karbida Vidia dan HSS. Sementara untuk kedalaman potong dan feeding kecil, material pahat potong karbida Sandvik tidak cocok digunakan karena menghasilkan variasi nilai kekasaran permukaan akibat run out yang besar (lihat Tabel 2 sampai dengan Tabel 5). 2. Pengaruh run out dapat dikurangi dengan memperbesar kedalaman potong dan feeding tetapi nilai kekasaran permukaan benda kerja akan meningkat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pengaruh kedalaman potong dan feeding yang besar akan membuat area kontak pahat potong menjadi luas. Luas area ini akan membuat tekanan dan gaya pemotongan pada benda kerja menjadi besar dimana penekanan yang besar akan membuat pemotongan benda kerja menjadi seragam. Penekanan yang besar ini dapat mengurangi efek run out yang terjadi. 3. Untuk variasi kedalaman potong dan feeding pemilihan material pahat potong dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7. Dimana pada Gambar 6 terlihat bahwa untuk kedalaman potong kecil (0.25 mm) dan feeding besar (0.5 mm/r) penggunaan material pahat potong HSS lebih cocok dibanding dengan material karbida Sandvik dan Vidia. Tetapi untuk kedalaman potong besar (0,5 mm) dan feeding kecil (0,25 mm/r) penggunaan material pahat potong Vidia lebih cocok dibanding dengan material pahat potong HSS dan Sandvik (lihat Gambar 7). 4. Gambar 8 menunjukkan besarnya selisih pengaruh kedalaman potong dan feeding untuk material pahat potong karbida Sandvik, karbida Vidia dan HSS. Selisih nilai kekasaran permukaan yang besar dari pengaruh kedalaman potong dan feeding

terdapat pada penggunaan material pahat karbida Vidia. Nilai selisih kekasaran permukaan dengan variasi kedalaman potong dan feeding terendah terdapat pada penggunaan material pahat karbida Sandvik. Tetapi untuk nilai kekasaran permukaan terbaik bagi pemotongan benda kerja dari material karbon menengah terdapat pada penggunaa material pahat potong karbida Vidia pada kedalaman potong yang besar (0, 5 mm) dan feeding kecil (0,25 mm/r). KESIMPULAN Dari hasil pengujian yang dilakukan dapat diperoleh beberapa kesimpulan yaitu: 1. Pada setiap pemotongan benda kerja dengan menggunakan variasi material pahat potong terdapat fenomena run out dimana hal ini menghasilkan nilai kekasaran permukaan yang bervariasi. 2. Run out dapat diperkecil dengan memilih material pahat yang sesuai dengan benda kerja yang digunakan dimana pada penelitian ini efek run out dapat diperkecil dengan menggunakan material pahat potong karbida Sandvik dengan kedalaman potong yang kecil dan feeding besar. Sebaliknya untuk kedalaman potong besar dan feeding kecil dapat dilakukan dengan menggunakan material pahat potong karbida Vidia. Selain pemilihan pahat potong, penambahan kedalaman potong juga dapat memperkecil efek run out pada benda kerja tetapi kekasaran permukaan yang dihasilkan menjadi rendah (kasar). 3. Pemilihan material pahat potong yang sesuai dengan benda kerja yang akan dibuat sangat membantu dalam menghemat ongkos produksi (pemotongan) karena dari hasil 384

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 376-385

ISSN 2086 - 3403

pemotongan dalam pengujian ini terlihat bahwa pemilihan material pahat potong dapat membantu mempercepat proses pemotongan seperti memperbesar kedalaman potong dan kualitas kekasaran permukaan tinggi (halus). DAFTAR PUSTAKA Amstead, B.H dkk. Teknologi Mekanik, Jakarta: Erlangga, 1979. Anonimus, 2002, Roughnes Tester 401 series TR 200 Manual Book, TIME Group Inc. Kaladhar, M, et.al., Optimization of Process Parameters in Turning of AISI202 Austenitic Stainless Steel, ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences, Vol. 5, No. 9, 2010, pp.79-87. Koenigsberger, F,J. Tlusty, Machine Tools Structure, Vol.1, Pergamon Press Ltd, New York, 1970. Ozel, T., et. al., 2005, Predictive Modeling of Surface Roughness and Tool Wear in Hard Turning using Regression and Neural Networks, International Journal of Machine Tools and Manufacture, 45, pp. 467-479. Reddy , M. R., et.al., 2012 Comparative Study of Theoretical and Practical Surface Roughness Profiles Produced, International Journal of

Advanced Engineering Technology, Vol.III, January-March, pp. 89-99. Reddy, B. S., et.al., 2009, Prediction of Surface Roughness in Turning Using Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System, Jordan Journal of Mechanical and Industrial Engineering, Volume 3, Number 4, December, pp. 252 259 Rochim, T., 1989, Metrologi dan Spesifikasi Geometri, Lab. Teknik Produksi dan Metrologi Industri, Institut Teknologi Bandung. Singh D. P., Rao V., 2007, A Surface Roughness Prediction Model for Hard Turning Process, International Journal of Advanced Manufacturing, Vol. 32, No.11-12, hal. 1115-1124. Yun, W.S., 2002, et.al., Development of a Virtual Machining System, part 2: Prediction and Analysis of a Machined Surface Error, International Journal of Machine Tools and Manufacture, 42, pp. 1607-1615. ____________, Teori dan Teknologi Proses Pemesinan, Lab. Teknik Produksi dan Metrologi Industri, Institut Teknologi Bandung, 1989.

385

Kerugian-Kerugian Pada Pipa Lurus Dengan Variasi Debit Aliran (Muchsin)

KERUGIAN-KERUGIAN PADA PIPA LURUS DENGAN VARIASI DEBIT ALIRAN


Muchsin Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Tadulako Jl. Sukarno-Hatta Km.9 Tondo, Palu 94119 Email: muchsin1978@yahoo.com Abstract
Fluid flow a pipe (internal flow) always happens losses caused by friction between the wall because of the influence of the fluids viscosity. High coefficient of friction affect them directly to a substantial reduction of the pressure and eventually to the amount of energy needed to drain the fluid. Application of this research is on the installation of pipeline taps, pertaminas crude oli supply, installation of sump drainage pipe in the mining regions and many other applications. In this study, will be varied so that the flow rate will be obtained by varying Reynolds number, and will be searched the relationship betwenReynolds and major losses, the speed of the mayor losses that occur with such a relationship will be obtained as a study in fluid mechanics studies From this study indicate that the relationship between Reynolds number the friction factor is which means the greater the speed of the major losses will be greater. The lowest value of friction factor at full valve opening with Re= 1,91 x 10 5 to the value f = 1,513 x 10-2 and the highest value of friction factor occurs at the valve opening quarter with Re = 4,30 x 10 4 to the value f= 2,195 x 10-2. The highest major with the value of h= 196,67 mm at a speed v= 19,572 m/s (at full valve opening), the lowest rate of major losses on the value of h= 0 (small) at the speed of v = 2,453 m/s. Keywords : internal flow, viscosity, friction factor, Reynolds .

PENDAHULUAN Perpindahan fluida (cairan atau gas) di dalam sebuah saluran tertutup pada sebuah pipa atau saluran duct, sangat penting dalam kehidupan seharihari. Perhatian sejenak pada keadaan di sekeliling kita akan menunjukan bahwa terdapat banyak variasi penerapan dari aliran pipa. Penerapan-penerapan tersebut mencakup mulai dari jalur pipa besar Alaska buatan manusia yang menyalurkan minyak mentah hampir sejauh 800 mil melintasi Alaska, sampai ke sistem pipa alamiah yang kompleks (dan pasti tidak kurang kegunaannya) yang menyalurkan darah keseluruh tubuh kita dan udara keluar masuk paruparu kita. Contoh-contoh lain termasuk pula air pada pipa-pipa di rumah kita dan sistem distribusi yang mengirimkan air dari sumur kota kerumah-rumah. Banyak selang-selang dan pipapipa menyalurkan fluida hidrolik atau fluida lainnya ke berbagai komponenkomponen kendaraan-kendaraan dan

mesin-mesin. Kualitas udara di dalam gedung-gedung dijaga pada tingkat yang nyaman dengan distribusi udara yang terkondisi (dipanaskan, didinginkan, dilembabkan/ dikeringkan) melalui suatu jaringan pipa atau saluran duct yang rumit. Meskipun sistem-sistem ini berbeda, prinsip-prinsip mekanika fluida yang mengatur gerakan fluida adalah sama. Distribusi aliran laminer atau turbulen sangat dipengaruhi dari bilangan Reynold. Viskositas gradien tekanan dan kekasaran permukaan sedangkan untuk menentukan tebal lapisan batas dipengaruhi oleh panjang pipa, viskositas, kecepatan aliran dan kekasaran permukaan (Moelyadi, 2003). Pada aliran didalam pipa yang cukup panjang (tidak ada efek inlet atau fully developed flow), efek dari batas dinding atau tegangan geser sebanding dengan kerugian tekanan artinya semakin panjang dinding semakin bertambah kerugian tekanan kerena

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 386-392

ISSN 2086 - 3403 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. Pipa 10 mm Pipa yang kekasaranya dapat di ubah-ubah. Pipa 16,05 mm Katup buka dan tutup Katup pembesar aliran Katup bola (globe valve) Pipa siku 450 Kombining 450 Kran pembuka Kran bulat Saringan (strainer) Pipa siku 900 Bend Kombining 900 Tabung pitot statis Venturi meter Orivice meter Sampel pipa Mercury meter Manometer air Alat pengukur volume Tangki penampung Pompa Tabung pembaca Starter pompa (on/off) Sekrup tanda pembacaan pengukuran

faktor gesekan kekentalan fluida. Juga dari hasil penelitian distribusi kecepatan menunjukan kecepatan pada batas padat= 0 (tidak slip) atau cocok dengan hasil analisa perhitungan (exact solution). Jadi apabila terjadi slip pada dinding (kecepatan pada dinding 0) kerugian tekanan menjadi berkurang, tentunya dapat menghemat energi.(Yanuar, 2005). Tingginya koefisien gesek berpengaruh secara langsung kepada besarnya penurunan tekanan dan pada akhirnya kepada besarnya energi yang diperlukan untuk mengalirkan fluida (Yuli, 2006). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Mekanika Fluida Jurusan Teknik Sipil Universitas tadulako, dengan peralatan Bend Aparatus, dilaksanakan dalam waktu 3 bulan. Pada bulan pertama dan kedua akan dilakukan pengambilan data dan analisis data. Pada bulan ke tiga adalah penulisan laporan, bahan penelitian adalah fluida air. Alat instalasi penelitian yaitu apparatus bend, tangki air, pipa uji, pompa, katup, manometer air, tabung ukur, stopwatch, termometer dan barometer.

Mulai

Variasi Bukaan Katup (n0)

Pengambilan data: Debit & Tekanan

n4

n0= n0 +1

TID
Hitung: A, Q, V, Re,

f, hf

hf= F (Re) h=F(v)


Kesimpulan

Gambar 1. Instalasi Penelitian Keterangan gambar :


1. Pipa 6 mm

Selesai

387

Kerugian-Kerugian Pada Pipa Lurus Dengan Variasi Debit Aliran (Muchsin)

HASIL DAN PEMBAHASAN


0.025 Friction faktor 0.02 0.015 0.01 0.005 0 0 50000 100000 Re Gambar 2. Grafik hubungan antara bilangan Reynolds dengan faktor gesekan debit 5 detik 150000 200000 y = 2E-13x2 - 1E-07x + 0.0258 R = 1

0.03 0.025 Friction faktor 0.02 0.01 0 0 50000 100000 Re Gambar 3. Grafik hubungan antara bilangan Reynolds dengan faktor gesekan debit 10 detik 150000 200000 0.015 0.005 y = 3E-13x2 - 1E-07x + 0.0276 R = 1

0.03 0.025 Friction faktor 0.02 0.015 0.01 0.005 0 0 50000 100000 Re Gambar 4. Grafik hubungan antara bilangan Reynolds dengan faktor gesekan debit 15 detik 150000 200000 y = 3E-13x2 - 1E-07x + 0.0284 R = 1

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 386-392

ISSN 2086 - 3403

250 200 Kerugian mayor 150 100 50 0 4.415 -50 14.274 18.839 19.572 Kecepatan Gambar 5. Grafik hubungan antara kerugian mayor dengan kecepatan debit 5 detik. 250 200 Kerugian Mayor 150 100 50 0 2.797 -50 Kecepatan Gambar 6. Grafik hubungan antara kerugian mayor dengan kecepatan debit 10 detik. 14.497 19.133 17.219 y = 70.999x - 89.16 R = 0.9153 y = 71.002x - 87.505 R = 0.9153

200 150 100 50 0 2.453 -50 Gambar 7. Grafik hubungan antara kerugian mayor dengan kecepatan debit 15 detik. 14.569 17.17 18.002 y = 65.335x - 83.335 R = 0.9511

389

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 386-391

ISSN 2086 - 3403

PEMBAHASAN Untuk analisis yang lebih mendalam maka akan dilakukan studi literatur, apakah hasil penelitian sudah sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Kajian yang pertama adalah Bilangan Reynolds sebagai fungsi

dari faktor gesekan disini diperoleh kesimpulan bahwa faktor gesek akan semakin berkurang dengan kenaikan bilangan Re dan dengan nilai Re yang makin besar Friction faktor akan cenderung stabil, untuk mengetahuinya apakah kesimpulan yang diambil benar maka akan dibandingkan hasil ini dengan Diagram Moody.

Gambar 8. Diagram Moody

390

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 386-392

ISSN 2086 - 3403

Untuk tren dari grafik adalah sudah mendekati, dan dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan aliran turbulennya belum sepenuhnya yang artinya berada antara transisi dan turbulen, yang mengakibatkan hasil grafiknya bentuknya landai, tidak curam bila dilakukan pada daerah turbulen sepenuhnya. Kemudian untuk grafik hubungan antara kerugian mayor dengan kecepatan kita akan melakukan pendekatan secara analisis apakah grafik tersebut sudah benar. ....................................... =

4,30 x 104 dengan nilai f= 2,195 x 10-2. Kerugian mayor tertinggi dengan nilai h= 196,67 mm pada kecepatan v= 19,572 m/s (pada bukaan katup penuh), kerugian mayor terendah terjadi pada nilai h= 0 (kecil) pada kecepatan v= 2,453 m/s.

...........14)

Dari rumus ini menunjukan bahwa h V2 (berbanding lurus dengan kudrat kecepatan, yang artinya jika nilai h besar maka nilai kecepatan juga akan menjadi besar. Dari analisis ini menunjukan bahwa penelitian yang kita lakukan sudah mendekati kebenaran.

Saran o Diperlukan bilangan Re yang besar dalam pendistribusian fluida dengan demikian friction faktor akan semakin kecil sehingga kerugian gesekan dapat dikurangi. o Pada peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan variasi bilangan Re yang lebih banyak, agar dapat diperoleh kesimpulan yang lebih tepat. DAFTAR PUSTAKA Abubaker A. S., Saib A. Y., & Yasser F. N., 2003, Study of the Separated and Total losses in Bends, Proceedings of the International Conference on Fluid and Thermal Energy Conversion, Bali, Indonesia. Arip D. B., 2004, Studi Eksperimental Tentang Pengaruh Protituding (Tonjolan) pada Pipa lurus 0 0 Bercabang 45 dan 60 terhadap distribusi kecepatan dan Tekanan Aliran, ITS, Surabaya. Bird R. B., Stewart W. E. & Lighfoat E. N., 1994, Transport Phenomena, John Willey & Sons, Singapore, Toronto. Daily James, W & Harleman Donald R. F., 1996. Fluid Dynamics, Addison Wesley Publishing Company, inc. MD Bassett, DE Winterbone & RJ Pearson, 2001, Calculation of steady flow pressure loss coefficients for pipe

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan o Hubungan antara bilangan reynolds dengan faktor gesekan adalah berbanding terbalik yang artinya semakin besar bilangan Reynolds maka akan semakin kecil friction faktornya. o Hubungan antara kecepatan dan kerugian mayor adalah berbanding lurus yang artinya semakin besar kecepatan maka kerugian mayor akan semakin besar pula. o Pada bilangan Re mulai 1,50 x 105 2 x 105 nilai faktor gesekan cenderung stabil (tidak berubah). o Hasil penelitian nilai friction faktor terendah terjadi pada bukaan katup penuh dengan Re= 1,91 x 105 dengan nilai f= 1,513 x 10-2, dan nilai friction factor tertinggi terjadi pada bukaan katup dengan Re=

391

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 386-391

ISSN 2086 - 3403

junctions, Proc Instn Mech Engrs Vol 215 Part C. Miller S. Donald., Internal Flow Sistem, Vol-5, In the BHRA Fluid Engineering Series. Moelyadi & Franciscus A Widiharsa, 2003, Penentuan distribusi aliran fluida kompresibel di dalam pipa, di akses 12 juni, ITB Central Library 2006 www.ckodigilib@unmer.ac.id. Sularso & haruo Tahara, 2004, Pompa dan Kompresor, PT Pradnya Paramita, Jakarta. Schlichting H., 1979. Boundary layer Theory, MC Graw-Hill Book company, New York.

Yuli S.I., 2006, Meredam Turbulensi Membuat Air Mengalir (jauh) lebih cepat, diakses 12 juni 2006, (www.beritaiptek.com. Thomas K., 1989, Hidraulika, Penerbit Erlangga, Jakarta. White F.M., 1994. Fluid Mechanics, Third Edition, Mc Graw-hill Book Company, New York. Yanuar, 2006, Efek penambahan zat aditif terhadap gesekan fluida, Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin III, KKE 225.

392

Variasi Arus Terhadap Kekuatan Tarik dan Bending Pada Hasil Pengelasan SM490 (Awal Shahrani, Alimuddin Sam, Chirulnas)

VARIASI ARUS TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN BENDING PADA HASIL PENGELASAN SM490
Awal Syahrani*, Alimuddin Sam**, Chairulnas***
*&** Dosen Jurusan Teknik Mesin, Univ. Tadulako *** Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Univ. Tadulako *Email : awsyahrani@yahoo.com

Abstract
This study aimed to determine the effect of variations in welding current on tensile strength and bending the steel SM490, with the variation of welding current 140 A, 150 A, and 160 A. Electrodes used were E 7018, with the hem V angle 70o, SMAW welding methods. Tests performed are tensile and bending tests. The research was conducted at the department of materials science laboratory machine tadulako university engineering faculty. Ultimate tensile strength of welded joints occur at 160 A current variation with an average value of 626.35 MPa tensile stress and the lowest in the group of 140 A current variation of 468.85 MPa, and for an extension or tensile strain is highest value at 160 A by 14.33% and the lowest at 140 A current variation of 9.25%. To the elasticity of the welding process with a variation of the current value of 140 A bona fide high of 3260.03 MPa and the lowest was at 160 A current variation in the amount of 3040.64 MPa. Highest bending stress values contained in the variation of welding current 160 A of 45.069 MPa and the lowest was at 140 A current variation of 40.635 Mpa. Deflection value that occurs in the bending test is highest value at 160 A current variation of 34.333 mm and the lowest was at 140 A current variation of 32.77 mm. Keywords: SMAW, Carbon SteelSM490, Tensile Strength, Bending.

PENDAHULUAN Salah satu proses penyambungan logam dengan logam yang lain adalah proses pengelasan, dimana proses pengelasan sangat berhubungan erat dengan energy termal (panas), sehingga dalam prosesnya akan dapat mengubah sifat dasar dari material dasar (based material ), untuk itu dalam proses pengelasan perlu diperhatikan beberapa parameter proses pengelasan yang berhubungan dengan kualitas hasil las, seperti pemilihan mesin las, penunjukan juru las, pemilihan kuat arus, pemilihan elektroda, dan pemilihan jarak pengelasan serta penggunaan jenis kampuh las. Dalam proses pengelasan penyetelan besar-kecilnya arus sangat berpengaruh terhadap hasil pengelasan yang diinginkan. Hasil pengelasan yang diharapkan tidak saja bentuk kampuh 393 lasnya yang baik, tetapi juga kekuatan dari sambungan las yang didapat harus baik dan kuat. Perbandingan besar kecilnya arus tergantung dari jenis kawat las yang digunakan, posisi pengelasan serta tebal bahan dasar atau tebal benda kerja yang akan dilas. Besar arus, kecepatan pengelasan, besarnya penembusan dan jarak pengelasan serta polaritas listrik mempengaruhi kekuatan hasil lasan dan efisiensi pekerjaan dalam proses pengelasan. TEORI DASAR 1. Pengertian Las Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 393-402

ISSN 2086 - 3403

atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, las merupakan sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Mengelas adalah suatu aktifitas menyambung dua bagian logam atau lebih dengan cara memanaskan atau menekan atau gabungan dari keduanya sedemikian rupa sehingga menyatu seperti benda utuh. Penyambungan bisa dengan atau tanpa bahan tambah (filler metal) yang sama atau berbeda titik cair maupun strukturnya. Pengelasan dapat diartikan dengan proses penyambungan dua buah logam sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan tambah dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas. Pengelasan juga dapat diartikan sebagai ikatan tetap dari benda atau logam yang dipanaskan. Mengelas bukan hanya memanaskan dua bagian benda sampai mencair dan membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan cara memberikan bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan sehingga mempunyai kekuatan seperti yang dikehendaki. Kekuatan sambungan las dipengaruhi beberapa faktor antara lain: prosedur pengelasan, bahan, elektroda dan jenis kampuh yang digunakan. 2. Las Busur Listrik Terlindung Proses SMAW (Shieled Metal Arc Welding) atau pengelasan busur listrik elektroda terbungkus. Proses SMAW juga dikenal dengan istilah proses MMAW (Manual Metal Arc Welding). Dalam pengelasan ini, logam induk mengalami pencairan akibat pemanasan dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan permukaan benda kerja. Busur listrik yang ada dibangkitkan dari suatu mesin las. Elektroda yang dipakai berupa kawat yang dibungkus oleh pelindung berupa fluks dan karena itu elektroda las kadangkadang disebut kawat las. Elektroda

selama pengelasan akan mengalami pencairan bersama-sama dengan logam induk yang menjadi bagian kampuh las. Dengan adanya pencairan ini maka kampuh las akan terisi oleh logam cair yang berasal dari elektroda dan logam induk. Untuk dapat mengelas dengan proses SMAW diperlukan baberapa peralatan, seperti mesin las, kabel elektroda dan pemegang elektroda. Peralatan lain yang juga perlu disediakan adalah topeng las (welding mask), sarung tangan dan jas pelindung. Proses Pengelasan SMAW selain mencairkan kawat las yang nantinya akan membeku menjadi logam las, busur listrik juga ikut mencairkan fluks. Karena massa jenisnya yang kecil dari logam las maka fluks berada diatas logam las pada saat cair. Kemudian setelah membeku fluks cair ini menjadi terak yang membentuk logam las. Dengan demikian, fluks cair akan melindungi kubangan las selama mencair dan terak melindungi logam las selama pembekuan. Terak ini nantinya harus dihilangkan dari permukaan logam las dengan menggunakan palu atau digerinda 3. Besar Arus Listrik Besarnya arus pengelasan yang diperlukan tergantung pada diameter elektroda, tebal bahan yang dilas, jenis elektroda yang digunakan, geometri sambungan, diameter inti elektroda dan posisi pengelasan. Daerah las mempunyai kapasitas panas tinggi maka diperlukan arus yang tinggi. Arus las merupakan parameter las yang langsung mempengaruhi penembusan dan kecepatan pencairan logam induk. Makin tinggi arus las makin besar penembusan dan kecepatan pencairannya. Besar arus pada pengelasan mempengaruhi hasil las bila arus terlalu rendah maka perpindahan cairan dari ujung elektroda yang digunakan sangat sulit dan busur listrik yang terjadi tidak stabil. panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan 394

Variasi Arus Terhadap Kekuatan Tarik dan Bending Pada Hasil Pengelasan SM490 (Awal Shahrani, Alimuddin Sam, Chirulnas)

logam dasar, sehingga menghasilkan bentuk rigi-rigi las yang kecil dan tidak rata serta penembusan kurang dalam. Jika arus terlalu besar, maka akan menghasilkan manik melebar, butiran percikan kecil, penetrasi dalam serta peguatan matrik las tinggi. 4. Elektroda Las Mengelas dengan las listrik memerlukan kawat las (elektroda) yang terbuat dari suatu logam yang dilapisi dengan suatu lapisan yang terdiri dari campuran beberapa zat kimia. Elektroda adalah bagian ujung (yang berhubungan dengan bendakerja) rangkaian penghantar arus listrik sebagai sumber panas. Di dalam las elektroda terbungkus fluks memegang peranan penting karena flusk dapat bertindak sebagai :

1. Pemantap busur dan penyebab kelancaran pemindahan butir-butir cairan logam. 2. Sumber terak atau gas yang dapat melindungi logam cair terhadap udara di sekitarnya. 3. Pengatur penggunaan. 4. Sumber unsur unsur paduan. Fluks biasanya terdiri dari bahanbahan tertentu dengan perbandingan yang tertentu pula. Bahan-bahan yang digunakan dapat di golongkan dalam bahan pemantapan busur. Pembuat terak, penghasil gas, deoksidator, unsur paduan dan bahan pengikat. Bahan-bahan tersebut antara lain oksida-oksida logam, karbonat, silikat, fluorida, zat organik, baja paduan dan serbuk besi. Berdasarkan jenis elektroda dan diameter kawat inti elektroda dapat ditentukan arus dalam ampere dari mesin las seperti pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Spesifikasi arus menurut tipe elektroda dan diameter.

Diameter Mm 2,5 3.2 4 5 5.5 6.3 8 Inch 3/32 1/8 3/32 3/16 7/32 5/16 E 6010 80-120 120-160 150-200 -

Tipe elektroda dan amper yang digunakan E 6014 80-125 110-160 150-210 200-275 260-340 330-415 90-500 E 7018 70-100 115-165 150-220 200-275 360-340 315-400 375-470 E 7024 70-145 140-190 180-250 230-305 275-375 335-430 E 7027 125-185 160-240 210-300 250-350 300-420 E 7028 140-190 180-250 230-250 275-365 335-430 -

E7018 adalah suatu jenis elektroda yang mempunyai spesifikasi tertentu. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan E7018 adalah : E0:Elektroda las listrik (E7018 diameter 4,0 mm) 395

70:Tegangan tarik minimum dari hasil pengelasan (70.000 Ksi) atau sama dengan 492 MPa. 10:Posisi pengelasan (angka 1 berarti dapat dipakai dalam semua posisi pengelasan).

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 393-402

ISSN 2086 - 3403

8 :Menunjukkan jenis selaput serbuk besi hidrogen rendah dan interval arus las yang cocok untuk pengelasan.

Gambar 1. Elektroda terbungkus

5. Metalurgi Las Aspek metalurgi adalah meliputi siklus termal dan pengaruhnya terhadap perubahan struktur mikro serta faktorfaktor yang mempengaruhi sifat mampu las (weldability) dari logam yang disambung. Kualitas sambungan las biasanya dikaitkan dengan kekuatan, ketangguhan atau sifat mekanis lainnya, maka perlu dibahas hubungan antara struktur mikro dengan sifat-sifat terhadap tekanan dan kekerasan dari sambungan las. Siklus termal akan dapat menimbulkan perubahan-perubahan metalurgi yang rumit, deformasi dan tegangan-tegangan termal ataupun cacat pada logam las. Perubahan yang paling penting dalam pengelasan adalah perubahan struktur-mikro yang akan menentukan sifat-sifat mekanis sambungan las. Pada umumnya struktur mikro yang terjadi tergantung pada komposisi kimia dari logam induk, kondisi logam induk seperti geometri atau proses pengerjaan sebelumnya, teknik pengelasan yang diterapkan, serta perlakuan panas yang diberikan. Tingkat perubahan mikro struktur yang terjadi disamping dipengaruhi oleh faktor-faktor dari material yang dilas juga tergantung pada temperatur maksimum yang dicapai ketika pengelasan,

waktu/lamanya temperatur itu terjadi dan kecepatan pendinginan. Faktor utama yang mengontrol perubahan struktur tersebut adalah besarnya masukan panas (heat input) yang diberikan kepada sambungan logam (termasuk kalau ada pemanasan mula). Kecepatan pendinginan mempengaruhi sifat-sifat mekanis sesuai dengan jenis fasa dan butiran logam yang terbentuk. Pendinginan yang cepat menghasilkan struktur yang kuat, keras dan kurang ulet. Pendinginan yang lambat menghasilkan sifat-sifat sebaliknya. Menahan logam pada temperatur tinggi (di atas temperatur kritis) untuk waktu yang lama dapat menghasilkan struktur dengan butiran yang kasar, namun demikian selama pengelasan berlangsung ada bagian logam yang letaknya bersebelahan dengan las berada pada temparatur tinggi untuk waktu yang sangat singkat. (Santoso, J., 2006) 6. Pengujian kekuatan sambungan Kekuatan Tarik Pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan perubahan-perubahannya dari suatu logam terhadap pembebanan tarik seperti tegangan, regangan, dan modulus elastisitas. Pengujian tarik merupakan jenis pengujian yang paling banyak 396

Variasi Arus Terhadap Kekuatan Tarik dan Bending Pada Hasil Pengelasan SM490 (Awal Shahrani, Alimuddin Sam, Chirulnas)

dilakukan karena mampu memberikan informasi perilaku mekanis material. Pengujian ini umumnya diperuntukan bagi pengujian beban - beban statik. Beban tarik tersebut dimulai dari nol dan berhenti pada beban atau tegangan patah tarik (Ultimate Strenght) dari logam yang bersangkutan. Beban uji yang telah dinormalisasikan ukurannya dipasang pada mesin tarik, kemudian diberi beban (gaya tarik) secara perlahan-lahan dari nol hingga maksimum. Pengujian tarik dilakukan dengan mesin uji tarik atau dengan universal testing machine. Hubungan antara tegangan dan regangan pada beban tarik ditentukan dengan rumus sebagai berikut.

perbandingan antara tegangan dan regangan dan dapat dihitung dengan persamaan:

Dimana: F = Beban (N) = Luas penampang (mm2)

= Tegangan (N/mm2). Kemudian besarnya regangan adalah jumlah pertambahan panjang karena pembebanan dibandingkan dengan panjang daerah ukur (gage length). Dimana : = Regangan (%). L = Perubahan panjang (mm). Lo = panjang mula-mula (mm). Modulus Elastisitas adalah perbandingan antara tegangan dan regangan dari suatu benda. Besarnya nilai modulus elastisitas yang juga merupakan P

Dimana : E = Modulus elastisitas tarik 2 (N/m ). = Tegangan (N/m2). = Regangan (%). Lo = panjang mula-mula (mm). L = Perubahan panjang (mm). Kekuatan Bending Untuk mengetahui kekuatan lentur (bending) suatu material dapat dilakukan dengan pengujian lentur terhadap spesimen tersebut. Kekuatan bending atau kekuatan lengkung adalah tegangan bending terbesar yang dapat diterima akibat pembebanan luar tanpa mengalami deformasi yang besar atau kegagalan. Besar kekuatan bending tergantung pada jenis spesimen dan pembebanan. Akibat pengujian bending, bagian atas spesimen mengalami tekanan, sedangkan bagian bawah akan mengalami tegangan tarik. Dalam material logam kekuatan tekannya lebih tinggi dari pada kekuatan tariknya. Karena tidak mampu menahan tegangan tarik yang diterima, spesimen tersebut akan patah, hal tersebut mengakibatkan kegagalan pada pengujian material. Kekuatan bending pada sisi bagian atas sama nilai dengan kekuatan bending pada sisi bagian bawah. Pengujian dilakukan three point bending.

M= L L
Gambar 2. Metode three-point Bending

........(4)

Sehingga kekuatan bending dapat dirumuskan sebagai sebagai berikut : ................................(5) Dimana : b = kekuatan bending (Mpa) P = beban /load (N) L = panjang span / support span (mm)

Momen yang terjadi pada material dapat dihitung dengan persamaan : 397

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 393-402

ISSN 2086 - 3403

b d

= lebar/ width (mm) = tebal / depth (mm)

METODE PENELITIAN Proses pengelasan penelitian ini dilakukan di PT.POSO ENERGY yang terletak di Desa Sulewana Kecamatan Pamona Utara Kabupaten Poso sedangkan untuk Pengujian tarik dan bending dilakukan di Laboratorium Pengujian Bahan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tadulako Palu. Alat yang digunakan adalah : mesin las listrik, mesin perkakas (sekrap, gergaji dan gerinda), tensil test dan hardness test. Bahan yang digunakan SM490 tebal 14 mm, elektroda 2,6 E7018. Pengerjaan penelitian ini dimulai dengan memotong bahan dengan ukuran 270 x 50 mm, kemudian dilakukan pembentukan kampuh V dengan sudut 70o . Selanjutnya

dilakukan pengelasan dengan variasi arus 140 A, 150 A dan 160 A. Pembentukan spesimen uji dilakukan pada tahap berikutnya, spesimen uji tarik dan spesimen uji kekerasan dengan standar ASTM. Pengambilan data adalah langkah selanjutnya.

Gambar 3. Spesimen uji tarik standar ASME Section IX 462.1

Gambar 4. Spesimen uji bending standar ASME Section IX 462.2

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Tarik Data-data hasil pengujian pada kelompok raw material tarik dan

kelompok variasi arus pengelasan yang sudah diperoleh kemudian dimasukan kedalam persamaan yang ada. Data-data tersebut selanjutnya dapat dilihat pada tabel 2 di bawah. 398

Variasi Arus Terhadap Kekuatan Tarik dan Bending Pada Hasil Pengelasan SM490 (Awal Shahrani, Alimuddin Sam, Chirulnas)

Tabel 2. Hasil Pengujian tarik

Parameter Tegangan Rata-rata ()(Mpa) Regangan Rata-rata ()(%) Elastisitas Rata rata (E)(Mpa)

Spesimen Raw Material 418.55 14.79 2832.97 468.85 9.25 3260.03 Arus 150 A 587.44 12.04 3192.98 Arus 160 A 626.35 14.33 3040.64

Data dari tabel di atas hasil pengujian tarik selanjutnya dimasukan ke dalam diagram batang seperti dibawah ini:

Gambar 5. Diagram kekuatan tarik

Gambar 6. Diagram regangan

399

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 393-402

ISSN 2086 - 3403

Gambar 7. Diagram elastisitas

Hasil Pengujian Bending Pada data hasil pengujian bending diambil dari sample hasil pengujian yang hasilnya berupa grafik yang menunjukan besarnya harga gaya beban max saat menekuk. Dari pengujian tekuk tersebut didapatkan harga gaya beban dan Tabel 3. Data pengujian bending Parameter Defleksi Rata-rata (mm) Rata-rata (Mpa)

tegangan lentur maksimum. Dari tiap variable pengujian terdapat tiga sampel spesimen. Berikut ini merupakan hasil dari perhitungan data yang didapat pada saat pengujian tekuk yang dikelompokkan berdasarkan arus pengelasan.

Spesimen Raw Material 34,666 38,436 Arus 140 A 32,77 40,635 Arus 150 A 30,933 42,484 Arus 160 A 34,333 45,069

Data dari tabel di atas hasil pengujian bending selanjutnya dimasukan ke dalam diagram batang seperti dibawah ini:

Gambar 8. Diagram uji bending

400

Variasi Arus Terhadap Kekuatan Tarik dan Bending Pada Hasil Pengelasan SM490 (Awal Shahrani, Alimuddin Sam, Chirulnas)

Pembahasan Berdasarkan hasil pengujian tarik pada tabel 2, hasil kekuatan tarik pada bahan SM490 hasil pengelasan SMAW dengan variasi arus adalah : - Untuk spesimen Raw Material didapatkan nilai rata kekuatan tarik (u) =418.55Mpa, regangan/elongasi () = 14.79 % dan elastisitas (E) = 2832.97 Mpa. - Untuk spesimen 140 A didapatkan nilai rata kekuatan tarik (u) = 468.85 Mpa, regangan/elongasi () = 9,25 % dan elastisitas (E) = 3260,03 Mpa, posisi patah terjadi pada daerah HAZ. - untuk spesimen 150 A didapatkan nilai rata kekuatan tarik (u) =587.44Mpa, regangan/elongasi () = 12.04 % dan elastisitas (E) = 3192.98 Mpa, posisi patah terjadi pada daerah HAZ. - untuk spesimen 160 A didapatkan nilai rata kekuatan tarik (u) =626.35Mpa, regangan/elongasi () = 14.33% dan elastisitas (E) = 3040.64 Mpa, posisi patah terjadi pada daerah HAZ. Berdasarkan hasil pengujian tarik pada tabel 3, hasil kekuatan bending pada bahan SM490 hasil pengelasan SMAW dengan variasi arus adalah : - Untuk spesimen Raw Material didapatkan nilai rata kekuatan tarik (b) =38,436Mpa. - Untuk spesimen 140 A didapatkan nilai rata kekuatan tarik (b) =40,635Mpa. - untuk spesimen 150 A didapatkan nilai rata kekuatan tarik (b) =42,484Mpa. - untuk spesimen 160 A didapatkan nilai rata kekuatan tarik (b) =45,069Mpa. Pengujian yang pertama adalah pengujian tarik untuk variasi arus pengelasan 140 A. Nilai kekuatan tarik 140 A mempunyai nilai yang paling kecil di antara variasi arus pengelasan yaitu 150 A dan 160 A. Pada kelompok variasi 140 A, arus yang terjadi terlalu rendah 401

menyebabkan sukarnya penyalaan busur listrik dan busur listrik yang terjadi tidak stabil. Panas yang dihasilkan tidak cukup untuk melelehkan elektroda dan raw materials serta penembusan yang terjadi kurang maksimal. Pengujian yang kedua adalah pengujian tarik untuk variasi arus pengelasan 150 A. Nilai kekuatan tarik dan regangan mempunyai nilai yang yang lebih besar dibanding kelompok variasi arus 140 Amper dan kelompok raw materials, tetapi lebih rendah dibanding kelompok 160 A. Pada kelompok 160 A ini, arus yang terjadi cukup stabil dibanding kelompok 140 A dan 150 A, Arus yang stabil ini menyebabkan penembusan dan nyala busur yang baik sehingga dengan panas yang masuk pada 160 A itu cukup tinggi membuat strutur butirnya lebih halus dan rapat dibanding arus 140 A dan 150 A. dari hasil pengujian bending diketahui bahwa nilai untuk 140 Amengalami penurunan dibanding dengan variasi arus pengelasan 150 A dan 160 A, hal ini dikarenakan panas yang dihasilkan pada arus 150 A dan 160 A menyebabkan bahan makin ulet sehingga kekuatan bending yang dihasilkan semakin tinggi. Nilai kekuatan bending untuk arus 160 A lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok spesimen variasi arus pengelasan 140 A dan 150 A, karena semakin tinggi panas yang masuk dan semakin lama pula pendinginannya maka struktur mikronya makin halus dan rapat, sehingga kekuatan bendingnya meningkat. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh variasi arus pengelasan SMAW terhadap kekuatan tarik dan bending pada baja karbon SM 490 dapat disimpulkan : - Pengaruh variasi arus terhadap kekuatan tarik dan bending adalah semakin besar arus yang digunakan maka nilai dari kekuatan tarik dan bending semakin naik, demikian pula sebaliknya.

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 393-402

ISSN 2086 - 3403

Semakin besar arus yang digunakan maka semakin besar pula panas yang ditimbulkan yang dapat menimbulkan peningkatan kekuatan tarik dan bending bahan hasil pengelasan SMAW.

dengan Proses Pengelasan SMAW, Jurnal Rekayasa, 11 17. Wiryosumarto, Harsono, Prof., Dr., Ir., dan Toshie Okomura, Prof., Dr., (2000), Teknologi Pengelasan Logam, Jakarta, PT. Pradnya Paramita

DAFTAR PUSTAKA Amin A, 2012, Pengaruh Besar Arus Temper Bead Welding Terhadap Ketangguhan Hasil Las SMAW Pada Baja ST37, Media Sains, 16 24. ASME Sections IX, 2002, Qualification Standard For Welding And Brazing Procedures, Welders, Brazers, And Welding And Brazing Operators, Andeda Putra DP, 2011, Analisa Hasil Pengelasan SMAW Pada Baja Tahan Karat Feritik Dengan Variasi Arus Dan Elektroda, Jurnal Teknik Material dan Metalurgi, 1 7. Malau, V., 2003, Diktat Kuliah Teknologi Pengelasan Logam, Yogyakarta. Purti F, 2009, Pengaruh Besar Arus Listrik dan Panjang Busur Api Terhadap hasil Penelasan, Jurnal Austenit. 1-6. Santoso, J., 2006, Pengaruh Arus Pengelasan Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan Las SMAW Dengan Elektroda E7018, Skripsi, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Negeri Semarang.

Sonawan, H., Suratman, R., 2004, Pengantar Untuk Memahami Pengelasan Logam, lfa Beta, Bandung. Sumarji, 2010, Pengaruh Besar Arus Terhadap Sifat Mekanik Hasil Pengelasan Baja AISI 1020 402

403

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 403 409

ISSN 2086 - 3403

KEKUATAN BENDING KOMPOSIT CLAY DIPERKUAT DENGAN ALUMINA UNTUK APLIKASI FIRE BRICK
(1)

Muhammad Sadat Hamzah, (2) Alimuddin Sam


(1)(2)

Jurusan Teknik Mesin Universitas Tadulako Jl. Soekarno Hatta Palu Email : Sadathamzah99@yahoo.com

Abstract This study aims to utilize clay obtained from the Central Sulawesi which has 27.445 % Al2O3 composition ; SiO2 50.251 %, 9.331 % Fe2O3 ; Na2O 4.041 %, 3.263 % CaO ; K2O 3.733 %, MgO 2.40 %, 0.168 % TiO2 as a matrix clay -reinforced alumina composite . Alumina powder is a ceramic material that is hard and resistant to high temperatures . Alumina powder as much as 0, 15, 30, 45 , and 60 % weight fraction of powder mixed with clay that has been calcined at a temperature of 800 C for 30 minutes ( size 74 lm ) . Each mixture was stirred using a mixer brands Stuart Scientific for 2 hours . A mixture of clay and alumina powders were uniaxial dikompaksi with 50 MPa pressure and then sintered at atmospheric environment with a temperature of 1000 C. 1100 C , 1200 C and 1300 C. Testing is done is the density and bending strength . The test results showed that with increasing weight fraction of alumina and sintering temperature will increase the relative density and bending strength , but if the increase is not accompanied by the weight fraction of alumina sintering temperature rise will decrease the value of the relative density and bending strength . Value of the relative density and bending strength of the composite obtained at the highest weight fraction of 60 % alumina and sintering temperature of 1300 C , respectively, 72.28 % and 62.14 MPa.
Keyword: clay, alumina , kompaksi uniaksial,sintering.

PENDAHULUAN Clay sebagai salah satu bahan pokok untuk pembuatan keramik, merupakan bahan yang kegunaannya sangat menguntungkan bagi manusia karena bahannya yang mudah didapat, pemakaian hasilnya yang sangat luas dan ramah lingkungan. Kira-kira 70% atau 80% dari kulit bumi terdiri dari batuan yang merupakan sumber clay (Ariwahjoedi, 2003).Clay dapat digunakan pada industri seperti industri kertas, karet, tinta, kulit, kelapa sawit dan refraktori (Jalaluddin dan Jamaluddin, 2005). Material keramik merupakan bahan refraktori yang mampu dipergunakan pada temperatur yang tinggi tanpa terjadi perubahan bentuk maupun struktur kristalnya, ini banyak 403

dijumpai didunia industri utamanya untuk keperluan perlengkapan tungku pembakaran. Di Indonesia terdapat bahan mentah lokal yang potensial untuk dikembangkan menjadi bahan baku industri seperti clay, batu kapur, bauksit, alumina dan dolomit (Sukandarrumidi, 2009). Bahan baku tersebut belum dimanfaatkan secara baik, seperti yang terlihat di Sulawesi Tengah sekitar 60% lahannya merupakan clay, selama ini belum diolah secara baiksehingga sangat potensial untuk dikembangkanmenjadi keramik refraktori. Clay banyak diaplikasikan sebagai bahan refraktori untuk dinding dapur peleburan yang telah diterapkan sejak lama, menunjukkan kinerja cukup baik, meskipun demikian terkadang terjadi keretakan pada dinding dapur,

Kekuatan Bending Komposit Clay Diperkuat Dengan Alumina Untuk Aplikasi Fire Brick (Muhammad Sadat Hamzah, Alimuddin Sam)

karenanya masih dibutuhkan upaya untuk meningkatkan sifat fisik dan mekanik dari bahan penyusunnya. Dalam penelitian ini sebagai langkah awal dilakukan pengujian komposisi terhadap clay yang diperoleh dari desa Kalukubula Sulawesi Tengah yang mempunyai kandungan alumina 19,6%, silica 57,27% dan 23,13% oksida lain. Kandungan alumina yang dipersyaratkan pada bahan refraktory berkisar 25,441,9% (Charles, 2004). Pada clay Kalukubula menunjukkan bahwa komposisi alumina pada clay tersebut belum memenuhi standar untuk bahan refraktori.Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang material maka berbagai upaya penelitian dilakukan untuk mendapatkan material yang sesuai dengan aplikasi tertentu, salah satu di antaranya clay dikembangkan dalam pembuatan komposit misalnya dalam pembuatan refraktori dengan menambahkan sejumlah kadar alumina untuk mengatasi kelemahan yang ada pada produk clay. Sebagai bahan penambah alumina merupakan salah satu material yang sangat penting dalam industri keramik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan alumina dan suhu sintering terhadap kekuatan bending komposit clay alumina untuk aplikasi fire brick.

METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk clay yang diperoleh dari Sulawesi Tengah dantelah dikalsinasi pada suhu 800C selama 30 menit, yang dijadikan sebagai matrik dan serbuk alumina buatan Nippon Light Metal sebagai penguat. Serbuk claykalsinasi yang digunakan telah diuji komposisi dan discreening. Alumina dan clay kalsinasi yang digunakan dengan ukuran serbuk 74 m, serbuk alumina dengan variasi fraksi berat 0%, 15%; 30%, 45% dan 60% dicampur dengan serbuk clay menggunakan mixermerk Stuart Scientific selama 2 jam. Sebelum dicampur, serbuk ditambahkan alkohol agar terjadi campuran homogen,campuran serbuk clay dan alumina kemudian dibuat green bodydengan ukuran 55 mm x 8mm x 7 mm, dikompaksi secara uniaksial pada tekanan 50 MPa . Proses kompaksi uniaksial ditunjukan pada Gambar 1. Setelah itu green body disinter di lingkungan atmosfer dengan temperatur 1000, 1100, 1200 dan1300C. Benda uji hasil sinter diuji densitas relatif dan kekuatan bending yang dilakukan di Laboratorium Bahan Teknik Mesin UGM.

Tabel 1. Data hasil Uji komposisi clay kalsinasi dan alumina

Komposisi Al2O3 (% berat) Clay kalsinasi Alumina 27,45 99,7

CaO 3,26 -

Fe2O3 MgO 9,33 0.009 2,40 -

Na2O 4,04 0,03

K2O 3,73 -

SiO2

TiO2

H2O 0,26

LOI 0,03

50,25 0,17 0,01 -

404

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 403 409

ISSN 2086 - 3403

washer

Gambar 1. Kompaksi Uniaksial

Prinsip Archimedes digunakan untuk mengukur densitas, yaitu dengan cara menimbang benda uji di dalam fluida dan di udara. Densitas benda uji dapat dihitung sebagai berikut (Barsoum, 1997): = ........ (1)

Dalam hal ini : = berat jenis relatif (g.cm-3) = berat jenis hasil pengujian (g.cm-3) = berat jenis teoritis (g.cm-3) Pengujian bending menggunakan metode four point bending JIS 1601. Skema pengujian dapat dilihat pada Gambar 2. Tegangan maksimum terhadap beban bending dinyatakan sebagai modulus of rupture ( ) (Barsoum 1997 ): =
( )

Dalam hal ini :

= berat jenis spesimen (g.cm-3) = berat jenis fluida (g.cm-3) = berat spesiman di udara (g) = berat spesimen di fluida (g) Berat jenis relatif diukur dengan membandingkan antara berat jenis hasil pengujian dengan berat jenis teoritis. = 100 % ................. (2)

Keterangan: = beban bending maksimum (N) = Jarak antar tumpuan (mm) = Jarak antar beban (mm) B = Lebar spesimen (mm) W = Tebal spesimen (mm)

.. (3)

405

Kekuatan Bending Komposit Clay Diperkuat Dengan Alumina Untuk Aplikasi Fire Brick (Muhammad Sadat Hamzah, Alimuddin Sam)

fail

F S2

fail

S1

fail

fail

Gambar 2. Skema Uji Bending ( four point bending test) standar JIS R1601

HASIL DAN DISKUSI Gambar 3. menunjukkan pengaruh fraksi berat alumina terhadap densitas relatif komposit. Densitas relatif semakin meningkat dengan meningkatnya fraksi berat alumina dan temperatur sinter, namun pada suhu sinter 1000oC dengan penambahan fraksi berat alumina densitas relatif menurun. Pengaruh tersebut disebabkan ikatan antar serbuk belum terikat sempurna pada saat disinter, namun pada komposisi alumina lebih rendah dengan temperatur sinter yang

tinggi terjadi over sintering . Penyebab lain menurunnya densitas dengan bertambahnya jumlah alumina adalah antar partikel alumina yang bersentuhan tidak memungkinkan terjadinya sinter pada suhu rendah. Temperatur sinter dalam penelitian ini adalah 1000C, 1100C, 1200C dan 1300C sedang untuk terjadinya sinter antar partikel alumina diperlukan temperatur yang lebih tinggi lagi (>1640C)( Barsoum, 1997).

Gambar 3. Pengaruh temperatur sinter terhadap densitas relatif komposit clay/alumina

406

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 403 409

ISSN 2086 - 3403

Dalam penelitian digunakan beberapa sampel dengan fraksi berat dan suhu sinter berbeda. pada suhu 1000oC fraksi berat 0%, 1100 oC fraksi berat 15%, 1200oC fraksi berat 30oC dan 45% serta 1300oC fraksi berat 60% alumina seperti pada Gambar 4. Hasil pengujian bending menggunakan metode four point bending test menunjukkan secara umum bahwa

kekuatan bending komposit meningkat seiring dengan meningkatnya fraksi berat alumina dan suhu sinter. Peningkatan maksimum terjadi pada persentase alumina 60% yaitu sebesar 62,14 MPa pada suhu 1300oC. Peningkatan kekuatan bending ini disebabkan karena partikel serbuk telah terikat dengan lebih baik akibat suhu sinter yang tinggi.

Gambar 4. Pengaruh fraksi berat Al2O3 dan temperatur sinter terhadap kekuatan bending komposit clay/alumina

Ada beberapa hal yang mempengaruhi nilai kekuatan bending, salah satunya adalah material mengalami cacat berupa porositas, butiran yang besar dari matriknya. Cacat dalam material dapat diminimalkan maka kekuatan bending akan dapat dicapai (Barsoum, 1997). Untuk spesimen dengan fraksi berat 45% alumina dan suhu sinter 1200 oC terjadi penurunan kekuatan bending kemungkinan disebabkan pada fraksi berat 45% alumina dengan suhu sinter 1200oC bukanlah suhu yang optimum, sehingga ikatan antar serbuk belum sempurna dan menimbulkan porositas lebih banyak. Dimana porositas merupakan cacat yang dapat menyebabkan terjadinya kosentrasi tegangan sehingga kekuatan akan turun. Selain itu perbedaan koefisien muai panas antara partikel alumina dengan clay menyebabkan terjadinya tegangan 407

sisa tekan pada permukaan interface antara penguat dengan matrik sehingga menurunkan kekuatan komposit, koefisien muai termal alumina 8,6 oC-1x 10-6 (Johan, 2009) dan clay besarnya berkisar 2,8 oC-1 x 10-6 sampai dengan 5,9 oC-1x10-6 (Charles, 2004). Kekerasan partikel penguat yang tinggi mengakibatkan sifat komposit clay alumina menjadi cenderung getas. Hal ini dibuktikan oleh pola perpatahan yang ditunjukkan oleh spesimen uji bending pada Gambar 5. Perbedaan struktur mikro pada spesimen yang telah disinter antara clay tanpa penguat dengan komposit paduan clay alumina dapat dilihat pada Gambar 5.a dan 5.b. Pada Gambar 5.a dapat dilihat bahwa batas antar partikel clay dan alumina tidak terlihat jelas. Hal ini menunjukkan bahwa sinter telah sepenuhnya terjadi. Pada spesimen tanpa penguat (Gambar 5.a) dapat dilihat bahwa terdapat porous

Kekuatan Bending Komposit Clay Diperkuat Dengan Alumina Untuk Aplikasi Fire Brick (Muhammad Sadat Hamzah, Alimuddin Sam)

berukuran besar tetapi jumlahnya relatif banyak Sedangkan pada spesimen dengan penguat (Gambar 5.b) terlihat bahwa porous berukuran kecil tetapi jumlah relatif lebih sedikit. Hal itu menunjukkan bahwa sinter pada spesimen dengan penambahan penguat bahan tidak sepenuhnya sempurna ini disebabkan ketika partikel alumina berkumpul bersama ikatannya partikel akan lemah sehingga membentuk porous. Berdasarkan tahapan proses sinter, sinter yang terjadi masih berada

pada tahap intermediate stage, dimana terjadi penyusutan porous. Sinter yang terjadi pada komposisi tanpa penguat terjadi lebih cepat dibandingkan dengan adanya penguat. Sehingga agar dapat dicapai sinter yang lebih baik perlu dilakukan sinter dengan waktu yang lebih lama dan temperatur yang lebih tinggi. Proses sinter antar partikel yang tidak berlangsung dengan baik/sempurna, akan berpengaruh terhadap sifat mekanik komposit yang dihasilkan (Wang dkk, 2008).

Gambar 5. Foto mikro komposit clay alumina pembesaran 1000x (pada saat pengambilan gambar)

KESIMPULAN Serbuk alumina dapat digunakan sebagai penguat pada clay dengan suhu sinter lebih tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya fraksi berat alumina dan temperatur sinter akan meningkatkan densitas relatif dan kekuatan bending. Jika kenaikan fraksi berat alumina tidak diiringi kenaikan suhu sinter akan menurunkan nilai kekuatan bending. Nilai kekuatan bending tertinggi diperoleh pada komposit dengan fraksi berat 60% alumina dan suhu sinter 1300C adalah 62,14 Mpa. DAFTAR PUSTAKA

Alamaireh, 2009, Production of FireClay Refractory Produced from Local Materials Tafila Technical University. Ariwahjoedi, B., 2003, Kimia Fisik Material Berbasis Lempung dan Retrospeksi Potensi Lempung Nasional dalam Pengembangan Industri Bahan Kimia Khusus. Prosiding, Pada Seminar Upaya Membina Kemandirian Bangsa Melalui Sains dan Teknologi Material, I T B, Bandung. Barsoum, M.W., 1997, Fundamental of Ceramics, Mc Graw-Hill Book Co New York. 408

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 403 409

ISSN 2086 - 3403

Carniglia,S.C. dan Barna,G.L., 1992, Handbook of Industrial Refractories Technology, Noyes Publications, USA. Charles A.S., 2004, Refractories Handbook, Marcel Dekker, New York. Jalaluddin dan Jamaluddin T.,2005 Pemanfaatan Kaolin sebagai bahan baku pembuatan aluminium sulfat dengan metode adsorps Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 5 Johan, A,. 2009. Karakterisasi Sifat Fisik dan Mekanik Bahan Refraktori -Al2 O3 Pengaruh Penambahan TiO2, Thesis Program Pascasarjana Jurusan Teknik Mesin USU. Sukandarrumidi., 2009, Bahan Galian Industri, Gadjah Madah University, Yokyakarta. Wang, H., Rui Z., Xing H., Chang-An W., dan Yong H., 2008, Characterization of a powder metallurgy SiC/Cu-Al composite, Journal of Materials Processing Technology Vol. 197 : p43-48

409

Karakteristik Termal Briket Arang Serbuk Gergaji Kayu Meranti (Daud Patabang)

KARAKTERISTIK TERMAL BRIKET ARANG SERBUK GERGAJI KAYU MERANTI


Jurusan Teknik Mesin Universitas Tadulako Jl. Soekarno Hatta Palu Email :

Daud Patabang

Abstract
The aim of this research is to find out of thermal characteristic of meranti wood dust briquette, that consist of High heating value (HHV), contents of Moisture (M),Ash (A),Volatile Matters (VM),Fixed Carbon (FC), combustion efficiency and emission gas product of combustions are ;carbon monoxides CO and Carbon dioxides CO2. This investigation is used experiment method to make char briquette of meranti wood dust and mixed with 10% of boil water, 5% of clay, 7% of tapioca and pressing force 2.5 Mpa. The result of investigations are; HHV 5731.10 kcal/kg. Ash 3.97%, Mouisture 1.72%, Volatile Matters 29.19%, Fixed Carbon 65.90 %, combustions efficiency 70.76% and emission gas product of combustions are CO 0.33% and CO2 1.36%, both of them are safe of human being according to WHO Standard. Keyword : High heating value; Briquette; meranti wood dust.

PENDAHULUAN Konsumsi bahan bakar kian meningkat dan terfokus kepada penggunaan bahan bakar minyak dan gas yang harganya semakin meningkat dan cadangannya semakin sedikit. Pada sisi lain tersedia sumber energi bahan bakar biomassa yang tersebar dalam berbagai bentuk, khususnya limbah hasil penggergajian kayu. Khusus kota Palu dan sekitarnya limbah hasil pengergajian kayu pada saw mill masih sangat jarang digunakan sebagai bahan bakar. Limbah serbuk gergaji yang terbanyak di kota Palu dan sekitarnya adalah limbah serbuk gergaji kayu meranti. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka diperlukan pengkajian karakteristik termal briket arang limbah serbuk gergaji kayu meranti dalam rangka pemanfaatannya sebagai bahan bakar alternatip pengganti minyak tanah yang semakin dikurangi subsidinya oleh pemerintah

Penelitian ini ditujukan untuk menentukan karakteristik termal briket yang terdiri atas : 1. Nilai Kalor,HHV 2. Kandungan Volatile Matters,VM 3. Kandungan Ash,A 4. Kandungan Mouisture,M 5. Kandungan Fixed Carbon,FC 6. Efisiensi termal pembakaran, 7. Emisi gas hasil pembakaran CO dan CO2 Dengan diketahuinya karakteristik termal pembakaran briket arang serbuk gergaji kayu meranti maka akan memberikan informasi ilmiah tentang kelayakan bahan bakar briket ini sebagai bahan bakar alternatip pengganti minyak tanah untuk kebutuhan rumah tangga. Meranti (Shore spp) adalah salahsatu jenis pohon huran penghasil kayu utama Indonesia. Pohon meranti mencapai tinggi 60 m, bebas cabang 35 m, diameter 1 m. Menurut Syamsul Bahri (2007), proses pengolahan kayu akan menghasilkan limbah 54,24%, yang 410

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 410 415

ISSN 2086 - 3403

terdiri atas sisa potongan dalam berbagai bentuk. Salah satu limbah

yang dihasilkan dari aktivitas pengolahan kayu adalah serbuk gergaji.

Gambar 1. Limbah serbuk gergaji kayu meranti

Menurut Juliani Anggono (2009) unsur kimiawi kayu meranti terdiri atas: sellulosa 50%, lignin 16-33 %, hemiselulosa dan sejumlah zat lain 510%. Hasil penelitian Patabang Daud (2007) tentang briket arang kulit kemiri diperoleh Nilai kalor 5943 kcal/kg, dan Nilai kalor kulit buah kakao 6308,207 kcal/kg juga pada penelitian ini diperoleh campuran bahan perekat yang terbaik adalah 7% dengan menggunakan tepung tapioka. Berdasarkan hasil penelitian di atas maka diperlukan pengkajian karkteristik termal terhadap briket arang serbuk gergaji kayu meranti untuk dijadikan sebagai bahan bakar alternatif. METODE PENELITIAN Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Serbuk gergaji kayu meranti 2. Tepung tapioka 3. Tanah liat 4. Air hangat 70 0C 411

Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah : 1. Bom Kalorimeter 2. Termokopel 3. Exhaust Gas analyser 4. Muffel furnace 5. Furnace untuk pengukuran Ash 6. Furnace untuk pengukuran Moistures 7. Stop Watch 8. Mesin cetak briket 9. Mesin Press 10. Timbangan digital 11. Cerobong pembakaran serbuk gergaji kayu meranti. Adapun prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Serbuk gergaji kayu meranti dikumpulkan dari saw mill di desa Taipa 2. Serbuk gergaji dibersihkan dari kotoran yang tercampur 3. Serbuk gergaji dikeringkan dibawah sinar matahari selama 1 hari

Karakteristik Termal Briket Arang Serbuk Gergaji Kayu Meranti (Daud Patabang)

4.

Serbukj gergaji dibakar di atas sisi cerobong yang dibawahnya dinyalakan api dari kayu bakar 5. Setelah terjadi pengarangan serbuk gergaji, maka arang serbuk gergaji dikumpulkan di dalam drum kenudian didinginkan selama 12 jam 6. Serbuk gergaji tersebut digiling samapai ukuran butir 40-60 mesh 7. Serbuk gergaji tersebut selanjutnya dicampur dengan tanah liat 5%, tepung tapioca 7%, air hangat 70 0 C sebanyak 10% dan bahan baku arang serbuk gergaji kayu meranti 100%. 8. Setelah adonan campuran tersebut teraduk dengan baik, maka selanjutnya adonan dimasukkan ke dalam cetakan briket. 9. Adonan tersebut dicetak ke dalam 2 bentuk yaitu bentuk sarang tawon dan kubus berongga dengan tekanan 2,5 Mpa pada mesin press. 10. Setelah briket terbentuk maka dijemur dibawah sinar matahari selama 12 jam. 11. Selanjutnya briket dilakukan pengujian analisis proksimasi, pengujian nilai kalor, pengujian emisi gas hasil pembakaran dan pengujian pemanasan air untuk menghitung emisi gas hasil pembakaran. Pengujian Karakteristik Termal Analisis Proksimasi Analisis proksimasi ditujukan untuk mendapatkan karaktersitik termal briket arang yaitu : Nilai kalor, Kandungan Volatile Matters,kandungan Moiusture, kandungan Ash, kandungan Fixed Carbon. A. Nilai Kalor Nilai kalor sangat menentukan kualitas briket arang. Semakin tinggi

nilai kalor bakar briket arang, semakin baik pula kualitas briket arang yang dihasilkan. Nilai kalor bahan bakar padat termasuk bahan bakar biomassa adalah nilai kalori kotor HHV (gross calorific value) yang diperoleh melalui percobaan Bom Kalorimeter menurut ASTM D 2015 dan dinyatakan dalam satuan Btu/lb atau kJ/kg. Nilai kalor atas (Gross higher heating value) HHV, didefenisikan sebagai panas yang dilepaskan dari pembakaran sejumlah kuantitas unit bahan bakar (massa) dimana produknya dalam bentuk ash, gas CO2, SO2, Nitrogen dan air, tidak termasuk air yang menjadi uap (vapor). Nilai kalor dari briket dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : HHV = Dimana : HHV = Nilai kalor (kj/kg) H = Nilai air kalori meter = 11,5664 kj/oC T = Selisi temperatur akhir dan awal (T2 T1) mfw = Massa fuse wire (kg) Nfw = Nilai kalor fuse wire = 5860,40 kj/kg mbb = Massa bahan bakar (kg) 1 kalor = 4,18 joule B. Kadar Volatile Pada Pembakaran Umumnya bahan bakar padat seperti biomassa jika dipanasi sampai mencapai temperatur tertentu, maka volatil matters mulai dilepaskan, dan pada tempertur tertentu mulai terjadi pengapian/menyala dan selanjutnya terbakar. Kandungan volatile matters memegang peranan penting dari bahan bakar padat dalam hal kemampuan menyala (ignitability) dan kemampuan terbakar (combustibility). 412
( )( )

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 410 415

ISSN 2086 - 3403

Pembakaran dari produk pirolisis biomassa, khususnya arang dan volatil matters terjadi dalam dua bentuk, yaitu pembakaran nyala (flaming

combustion) dan pembakaran membara (glowing combustion). Secara lengkap diperlihatkan pada gambar di bawah ini:

Gambar 2. Pembakaran kayu

Proses lain yang terjadi secara simultan adalah difusi udara ke dalam pancaran gas melalui beda tekanan parsial dari konstituen. Difusi udara ke dalam volatile yang tak terbakar pada temperatur tinggi terjadi dalam pembakaran volatile. Karakteristik pembakaran dari bahan bakar padat sangat bergantung atas jenisnya dan hal ini mengakibatkan pengaruh langsung terhadap sifat-sifat pembakarannnya.

sehingga kualitas briket arang tersebut menurun.

D. Pengukuran Moisture

Moisture atau kadar air adalah kandungan air yang terdapat pada briket. Makin tinggi kandungan Moiusture di dalam briket maka bahan bakar tersebut semakin sukar dibakar.

E. Fixed Carbon (FC)

C. Kadar Abu Pada Pembakaran

Abu merupakan bagian yang tersisa dari hasil pembakaran dalam hal ini sisa pembakaran briket arang. Salah satu unsur penyusun abu adalah silika. Pengaruhnya kurang baik terhaap nilai kalor briket arang yang dihasilkan. Kadar abu yang tinggi dapat menurunkan nilai kalor briket arang 413

Fixed carbon dihitung dari 100 % dikurangi dengan kadar air lembab (moisture) dikurangi kadar abu, dikurangi kadar sat terbang (volatile matters). FC (%) = 100 % (moisture + kadar abu + volatile matters)%

F. Proses Pembakaran Briket

Pembakaran adalah reaksi cepat antara bahan bakar dan udara. Proses

Karakteristik Termal Briket Arang Serbuk Gergaji Kayu Meranti (Daud Patabang)

ini merupakan pelepasan energi termal dari bahan bakar. Energi termal ini dilepaskan selama reaksi pembakaran dimana oksigen bereaksi dengan konstituen kimia dari bahan bakar untuk memproduksi CO2 dan air, dan sat-sat yang lain yang terkandung dalam gas hasil pembakaran melalui pelepasan panas.

Dimana : th = Efisiensi

termal

pembakaran

M1 M 2 = Massa uap air (kg) C pl = Kalor spesifik air (kJ/kg oC)

briket pada tungku briket (%) = Massa air mula-mula (kg) = Massa panci (kg)

C pv = Kalor spesifik panci (kJ/kg oC)

G. Efisiensi pembakaran

Metode yang digunakan untuk pengujian efisiensi termal keseluruhan untuk pembakaran briket pada tungku briket mengacu kepada salah satu metode yang disarankan FAO/RWEDP, 1993a,1993b yaitu metode pengujian pendidihan air. Metode ini dilakukan dengan memanaskan sejumlah air sampai mendidih pada tungku dengan menggunakan briket sebagai bahan bakar. Volume air yang diuapkan sesudah pembakaran dan sejumlah bahan bakar briket yang digunakan dihitung, sehingga efisiensi termal dapat dihitung sebagai berikut :

H L = Kalor laten dari uap (kJ/kg) LHV = Nilai kalor bawah briket (kJ/kg)

Ta Tb t

= Massa briket yang terpakai selama pendidihan air (kg/menit) = Temperatur ambien dari air (oC) = Temperatur uap air (oC)

= Durasi waktu pendidihan air (menit) Nilai kalor bawah: LHV = HHV 3240 (kJ/kg) Dimana : HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg) H. Emisi Gas Hasil Pemabakaran Emisi gas hasil pembakaran briket diukur dengan menggunakan exhaust gas analyzer. Dan gas hasil pembakaran yang diukur adalah CO dan CO2. Standar emisi gas hasil pembakaran mengacu kepada standar WHO seperti gambar 3 di bawah ini.

th

M xC xT T M xC T T M x H X100%
pl b a 1 pv b a 2 L

xt LHV x m

414

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: 410 415

ISSN 2086 - 3403

HASIL DAN DISKUSI Dari hasil analisis proksimasi diperoleh karakteristik termal sebagai berikut: Nilai kalor atas HHV = 5731,10 kcal/kg, Mouisture, M = 1,72%, Ash A= 3,97%,Volatile Matters VM = 29,19%, Fixed Carbon FC = 65,90%, efisiensi 70,76 %, kandungan pembakaran emisi gas CO 0,33% dan CO2 1,36% Dari hasil nilai kalor di atas terlihat bahwa kandungan energy yang terdapat di dalam briket serbuk gergaji kayu meranti setara dengan nilai kalor batubara subbituminous, dan dari parameter lainnya termasuk kandungan emisi gas hadil pembakaran dalam kondisi aman berdasarkan standar WHO. Sehingga dapat disimpulkan bahwa briket arang serbuk gergaji kayu meranti sangat layak untuk dijadikan bahan bakar alternatip kebutuhan rumah tangga.

Bahri S., 2007. Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan kayu untuk pembuatan briket arang dalam mengurangi pencemaran lingkungan di Nangroe Aceh Darussalam, Tesis Pascasarjana USU Medan Jamiatun S., dkk;2010. Pembuatan biocoal sebagai bahan bakar alternative dari batubara dengan campuran serbuk gergaji kayu jati, glugu dan sekam padi, Seminar nasional Teknik Mesin Vol.4 No.1. Patabang D., 2007. Karakteristik pembakaran Briket arang kulit kemiri Tesis S2 Universitas Hasanuddin. Patabang D., 2011. Studi Karakteristik Briket Arang buah kakao. Jurnal Mekanikal Vol.2No.1 Regional wood energy development programme in Asia GCP/RAS/154/NET, 1993, Improved Solid Biomass Burning Cookstoves,. Food and agriculture organization of the United Nations, Bangkok

KESIMPULAN Hasil uji analisis proksimasi diperoleh: o HHV 5731,10 kcal/kg. Ash A 3,97%, Moisture M 1,72 %, Fixed Carbon FC 65,9%. o Efisiensi pembakaran 70,76%. o Emisi gas hasil pembakaran CO 0,33% dan CO2 1,36%. o Briket arang serbuk gergaji kayu meranti memenuhi syarat sebagai bahan bakar alternatip kebutuhan rumah tangga, baik dari segi kandungan Nilai kalor pembakaran, efisiensi pembakaran dan aman terhadap kesehatan manusia. DAFTAR PUSTAKA Anggono J., 2009. Reduksi ukuran serbuk kayu meranti dan serbuk silikon untuk pembuatan silikon carbida (SiC) temperatur <1500oC, Jurusan Teknik Mesin Universitas Kristen Petra, Surabaya. 415

Jurnal Mekanikal, Vol. 3 No. 2: Juli 2013: 416 421

ISSN 2086 - 3403

PENGARUH PERUBAHAN BEBAN TERHADAP KINERJA TURBIN CROSSFLOW


Rustan Hatib*, Andi Ade Larasakti** *Dosen jurusan Teknik mesin Universitas Tadulako **Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Satria Makassar Email : rustanhatib98@gmail.com

ABSTRACT
Cross water turbine is a water turbine radial flow where the flow of water in and out of the rotor through the rotor peripheral circle of the same. These turbines are often used for Power Plant Mikrohodro. For the characteristics of this turbine is strongly influenced by the opening of the blade, as well as the load on the turbine wheel each valve opening. Thus it is necessary to do research on the relationship between the load and adjust the opening round as well as the opening of the blade on each valve 500, 700 and 900. In this study, the load varied from 0.5 to 5 kg at the opening of the valves 500, 900 700dan. The research method used is a real experimental method. From this study it was found that the change in the valve opening is different loads affect the performance of cross-flow water turbines. Nt 224.6 kW biggest, biggest Nh 231.9 kW and the greatest efficiency is 96.85% obtained at the opening of the valve 900, a load of 5 kg with a rotation of 250 rpm. Keywords: mycro hydro, water turbines, cross flow, load, performance

PENDAHULUAN Perkembangan teknologi meningkat disegala bidang dengan begitu cepat. Kemajuan ini membawa konsekuensi pada peningkatan kebutuhan akan daya listrik. Listrik merupakan salah satu bentuk energi yang banyak dibutuhkan, ini dimungkinkan karena energi listrik mudah dalam penyaluran dan dapat dengan mudah dirubah ke bentuk energi lain. Penelitian ini sangat penting mengingat potensi tenaga air tersebar hampir diseluruh Indonesia dan diperkirakan mencapai 75.000 MW, sementara dimanfaatkan untuk pembangkit baru sekitar 2,5% dari potensi yang ada untuk memenuhi kebutuhan listrik daerah pedesaan yang belum terjangkau PLN dan mengingat tenaga air salah satu potensi sumber energi yang sangat besar, namun pemanfaatannya masih di bawah 416 potensinya, maka penerapan PLTMH merupakan alternatif yang paling baik. Pada PLTMH energi potensial air dirubah menjadi energi mekanik pada turbin yang selanjutnya ditransmisikan ke generator pembangkit listrik. Pemilihan jenis turbin disesuaikan dengan debit air, putaran turbin serta head.(Rosyidin, dkk) Debit air dipengaruhi oleh kecepatan aliran air yang memutar turbin rendah. Kecepatan aliran air menurun karena putaran turbin menurun akibat gesekan yang ditimbulkan oleh massa pembebanan dan untuk menghasilkan energi listrik yang stabil maka perlu dilakukan suatu penelitian dengan memvariasikan massa pembebanan dengan mengatur sudu pengarah pada setiap pembukaan katup sehingga dapat mengetahui karakteristik dari turbin air.

Pengaruh Perubahan Beban Terhadap Kinerja Turbin Crossflow (Rustan Hatib, Andi Ade Larasakti)

Turbin air adalah mesin konversi energy yang berfungsi untuk merubah/mengkonversi energi potensial yang dimiliki oleh air ke bentuk energi mekanik pada poros turbin. Sebelum diubah menjadi energi mekanik pada turbin maka energi potensial diubah menjadi energi kinetik terlebih dahulu. Turbin air dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara namun paling umum adalah berdasarkan perubahan momentum fluida kerjanya. Berdasarkan klasifikasi ini turbin air dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu : 1. Turbin Impuls Turbin impuls adalah turbin yang mana proses aliran fluida kerjanya (penurunan tekanan) hanya terjadi pada sudu sudu tetapnya. Pada sudu sudu geraknya tidak terjadi penurunan tekanan. 2. Turbin Reaksi Turbin teaksi adalah turbin air yang mana proses ekspansi fluida terjadi pada sudu tetap dan sudu geraknya. 3. Turbin Cross flow Turbin coss flow merupakan turbin impuls yang berporos horizontal bekerja dengan cara tekanan air dikonversikan menjadi energi kinetic di inlet adaptor. Aliran air yang menyebabkan berputarnya runner setelah berbenturan pertama dengan sudu turbin, kemudian menyilang mendorong sudu tingkat kedua.

penggerak ialah :

turbin

lainnya

diantaranya

Keunggulan Turbin Cross-Flow Turbin cross flow ini banyak dipakai pada PLTA skala kecil dengan kisaran head yang sama dengan turbin jenis Kaplan, Francis dan pelton. Kisaran operasinya meliputi debit antara 20 liter sampai 10 m3 perdetik, serta head antara 1 sampai 200 m. Turbin cross flow ini selalu mempunyai sumbu runner yang horizontal. Type Turbin Cross Flow Turbin Cross-Flow secara umum dapat dibagi dalam dua tipe (Haimerl L.A. 1960, Bachtiar, Asep Neris. 1988) Kedua tipe turbin tersebut dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini : 1. Tipe T1, kecepatan 2. Tipe T3, kecepatan yaitu Turbin rendah . yaitu Turbin tinggi. Cross-Flow Cross-Flow

Gambar 2. Dua Tipe Turbin Cross-Flow. (Sumber : Haimerl, 1960)

Gambar 1. Turbin cross flow (Sumber : Penche & Minas, 1998) Karateristik Turbin Cross-flow Turbin Cross-Flow memiliki karakteristik yang spesifik dibanding jenis 417

Gambar 3. Model Rakitan Turbin CrossFlow. (Sumber :Haimerl, 1960) 1. Elbow 2. Poros katup 3. Sudu Pengarah

Pengaruh Perubahan Beban Terhadap Kinerja Turbin Crossflow (Rustan Hatib, ST. MT)

4. Nosel 5. Runner 6. Rangka pondasi 7. Rumah turbin 8. Tutup turbin (casing) 9. Poros runner 10. Air vent Teori dan Persamaan pada Turbin 1. Daya output turbin (Nt) Nt = 2..n.m.g.r/60 (Watt) ....... (1) Dengan : Nt = Daya Turbin (Watt) n = Putaran turbin m = massa pembebanan (kg) g = Percepatan gravitasi (m/s2) r = Jari-jari fully 2. Kerugian Head Mayor hf = f . Dengan : hf f d L v g = Kerugian head karena gesekan (m) = Faktor gesekan = Diameter dalam pipa (m) = Panjang pipa (m) = Kecepatan aliran fluida (m/s) = Percepatan gravitasi (m/s2) (m) ......... (2)

H = Head (m) Hf = Kerugian head karena gesekan (m) Hk = Kerugian head (m) 5. Laju aliran volume (Q) Q=Cd.A1

2.g.h( Hg H 2O) y.H 2O (m/s) H 2 O 1 ( A 2 / A1 ) 2

...(5) Dengan : Q Cd Ao A1 y g h Hg H2O = = = = = = = = = Kapasitas aliran (m3/s) Koefisien discharge Luas penampang orifice (m) Luas penampang pipa (m) Kemiringan pipa penstok (m) Percepatan gravitasi (m/s2) Beda head manometer (mHg) Massa jenis Air Raksa (kg/m3) Massa jenis Air (kg/m3)

6. Daya air yang tersedia (Nh) Na = .g. Q . h (Watt) ...... (6)

Dengan : Na = Daya air (Watt) = Massa jenis air (kg/m3) g = Percepatan gravitasi (m/s2) Q = Laju aliran dalam pipa (m3/s) h = Head efektif (m) 7. Efisiensi turbin (t) t =

3. Kerugian head (Hk) Hk = k . Dengan : Hk = Kerugian head (m) k = Koefisien kerugian v = Kecepatan aliran fluida ( m/s) g = Percepatan gravitasi (m/s2) (m) ........... (3)

Nt x 100% Nh

........... (7)

Dengan : t = Efisiensi turbin (%) Nt = Daya turbin (Watt) Nh= Daya air (Watt) 8. Putaran spesifik (ns)

4. Head efektif (He) He = H Hf Hk Dengan : He = Head efektif (m) (m)...... (4)

418

Pengaruh Perubahan Beban Terhadap Kinerja Turbin Crossflow (Rustan Hatib, Andi Ade Larasakti)

ns = Dengan :

(rpm) ........ (8)

10. 11. 12. 13.

Pompa (Swits On/Off). Bak Penampungan Bawah. Pipa Wavin Pralon 2. Sambungan 45o.

ns = Putaran spesifik (rpm) n = Putaran (rpm) He = Head efektif (m) METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode eksperimental. Pengujian dilakukan pada setiap pembukaan katup 500, 700 dan 900 dengan pembukaan sudu pengarah 50 serta massa beban divariasikan dari 0,5 kg sampai 5 kg dengan putaran turbin yang berbeda. Instalasi Pengujian Keterangan Gambar dan

HASIL DAN DISKUSI Hasil dan pembahasan data sebagai berikut :

Instalasi pengujian seperti diperlihatkan pada gambar berikut :


Gambar 5. Grafik pengaruh perubahan beban (m) kg dengan daya output turbin (Nt)% pada pembukaan katup penuh (50, 70, 900).

Gambar 4. Instalasi pengujian

Keterangan Gambar: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 419 Turbin. Puly. Tuas pengubah sudut sudu pengarah. Katup Ball 3. Sambungan Plans 3. Pipa Wavin Pralon 3. Katup Ball 2. Bak Penampungan Atas. Tower.

Dari gambar diatas diketahui bahwa semakin besar beban yang diberikan maka daya output turbin semakin besar. Hal ini dapat diperlihatkan pada pembukaan katup 50 bahwa jika beban 0,5 kg maka daya outputnya 46,7 Watt sedangkan pada beban 5 kg daya output 170,7 Watt. Begitupun juga pada pembukaan katup 700 dan 900. Hal ini disebabkan bahwa semakin besar beban yang diberikan menyebabkan putaran menurun akibat gesekan yang terjadi sehingga daya output naik. Dalam hal ini pembebanan berbanding lurus dengan daya output turbin.

Pengaruh Perubahan Beban Terhadap Kinerja Turbin Crossflow (Rustan Hatib, ST. MT)

Gambar 6. Grafik pengaruh perubahan beban (m) kg dengan daya air Nh (Watt) pada pembukaan katup 50, 70 dan 90 0

Dari gambar diatas diperlihatkan bahwa semakin besar beban maka daya air semakin naik. Hal ini dapat dilihat pada pembukaan katup 500, jika pembebanan yang diberikan 0,5 kg maka daya airnya 173,98 Watt dan pada pembebanan 5 kg maka daya airnya 176,3 watt. Hal yang sama juga terjadi pada pembukaan katup 700 dan 900. Ini disebabkan karena semakin besar beban maka debit air semakin besar sehingga menyebabkan daya air bertambah besar. Dalam hal ini debit berbanding lurus dengan daya air.

perubahan beban dengan efisiensi turbin pada pembukaan katup memperlihatkan bahwa semakin besar pembebanan yang diberikan, efisiensi turbin yang dihasilkan semakin meningkat atau bertambah, hal ini menunjukkan bahwa perubahan pembebanan berbanding lurus dengan efisiensi turbin. Terlihat dengan jelas bahwa semakin besar perubahan beban yang diberikan terhadap efisiensi turbin (t) %, maka akan besar pula efisiensi yang dihasilkan. Perubahan pembebanan pada beban 5 kg menghasilkan efisiensi turbin yang maksimum, hal ini disebabkan karena pada pembebanan 5 kg kecepatan putaran turbin menurun karena terjadi gesekan sehingga kecepatan aliran air yang memutar turbin rendah, maka efisiensi turbin yang dihasilkan meningkat. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengambilan data perhitungan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Perubahan beban yang diberikan ke turbin berpengaruh terhadap kinerja turbin. Pada beban dari 0,5 kg sampai 5 kg kinerja turbin semakin naik pada setiap pembukaan katup 500, 700 dan 900.Efisiensi turbin tertinggi didapat dari pembukaan katup 900, beban 5 kg serta putaran 250 rpm dengan nilai 26,85%. DAFTAR PUSTAKA Dietzel, F, 1996 : Turbin pompa dan compressor, Erlangga, Jakarta. Haimerl, L.A.1960. The crossflow Turbine. Jerman Barat. Penche, C., I. Dc Minas 1998. LaymanS Gued book : on how to develop a small hydrosite 2nd edition; Berussel: European Small Hidro Power Assosiation. Rosyidin, S. D., & Sugiarto, (t.t), Pengaruh bukaan gude vane terhadap unjuk kerja turbin crossflow tipe C4-20 pada instalasi 420

Gambar 7. Grafik 3. pengaruh perubahan beban (m) kg dengan daya air Nh (Watt) pada pembukaan katup 50, 70 dan 90 0

Berdasarkan Gambar 7, pengaruh

Pengaruh Perubahan Beban Terhadap Kinerja Turbin Crossflow (Rustan Hatib, Andi Ade Larasakti)

PLTMH Andungbiru,Jurusan Teknik Mesin UNIBRAW, diakses tgl 20 Juni 2013, termuat di : http: //www. Google.co.id/#q: pengaruh + bukaan+guide+vane White, F. M; 1994; Fluid Mechanic; Mc Graw Hill, Singapore.

421

PEDOMAN PENULISAN NASKAH ARTIKEL ILMIAH JURNAL MEKANIKAL


Jurnal MEKANIKAL mempublikasikan hasil penelitian ilmiah berupa penelitian dasar, perencanaan, perancangan atau studi literatur disertai analisis dalam bidang ilmu Teknik, terutama Teknik Mesin yang akan diterbitkan pada bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Persyaratan Penulisan 1. Naskah harus asli dan belum pernah diterbitkan. 2. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris dengan dilengkapi abstrak dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Jumlah halaman naskah berkisar antara 9 s.d. 13 halaman dalam 2 kolom tulisan pada kertas HVS A4. 3. Abstrak antara 100-200 kata dengan kata kunci maksimum 5 kata atau gabungan kata. Abstrak minimal berisi judul artikel, tujuan, metode, dan hasil penelitian. 4. Materi disusun mengikuti kaidah umum: Pendahuluan, Metode, Hasil dan Pembahasan, Simpulan, dan Daftar Rujukan. Bagian pendahuluan memuat latar belakang, konteks penelitian, hasil kajian pustaka, dan tujuan penelitian. Simpulan disajikan dalam bentuk paragraf. 5. Tulisan bukan berbentuk laporan penelitian dan atau hasil penelitian yang dibonsai. 6. Naskah ditulis menggunakan Microsoft Word minimal versi 2007 dengan ketentuan: Format 2 kolom dalam spasi tunggal pada Size A4 bukan Letter pada Menu Page Layout. Paragraf indent (masuk ke dalam). Huruf (fonts) Tahoma. Judul semua huruf capital tebal (12 pt), nama penulis serta serta Abstrak (11 pt-bolt), alamat dan isi abstrak (10 pt) dalam 1 alinea (Italic) dan isi teks (11 pt). Nama Tabel ditulis di atas tabel dengan huruf tebal (10 pt) spasi tunggal dan judul table tidak tebal. Contoh Tabel 1. Hasil Pengujian Koefisien Seret. Nama Gambar ditulis di bawah gambar dengan huruf tebal (10 pt) spasi tunggal dan judul gambar tidak tebal. Contoh Gambar 1. Instrumen Pengujian Aerodinamis. Nama penulis ditulis tanpa gelar sedangkan latar belakang dan asal institusi penulis serta alamat email diletakkan di bawah nama penulis. Kutipan pada naskah, baik dalam tulisan, tabel atau gambar ditulis seperti: Aukland (1989), Diansyah (2009), atau Kiyaku & Murdhana (1994) Kata-kata atau istilah asing ditulis dengan huruf miring. Daftar Rujukan ditulis lengkap semua penulis jika lebih dari satu penulis (authors) BUKAN disingkat seperti Budhi, dkk. Daftar Rujukan sebisa mungkin terbaru dan maksimal 10 (sepuluh) tahun terakhir dengan ketentuan rujukan primer (=jurnal/laporan penelitian) minimal 80% yang harus dicantumkan kutipannya pada isi naskah, dengan penulisan mengikuti format (Alphabetical reference list according to author) atau Harvard System seperti berikut: Subramanian, C., 1992, Control of Dewetting Dynamics by Adding Nanoparticles Fillers, Nano Letters, vol 1, no. 10, pp. 511-514, diakses 14 Nov. 2001, American Chemical Society, tersedia di Internet http://pubs.acs.org/journals/nalefd/index.html. (Jika jurnal Online) Subramanian, C., 1992, Control of Dewetting Dynamics by Adding Nanoparticles Nano Letters, vol 1, no. 10, pp. 511-514. (Jika jurnal hardcopy) Fillers,

Boentarto, 1996, Teknologi Kendaraan Bermotor Modern: Tata Kerja Sepeda Motor dan Mobil Teknologi Canggih, CV. Aneka, Solo. (Buku jika ada) Isa, M., Arifin, S., & Salim, A., 2009, Modifikasi Rancang Bangun Alat Pencetak Briket , Laporan Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin, UNTAD. (Jika Laporan Penelitian) Ucapan terima kasih jika diperlukan dapat dicantumkan sebelum Daftar Rujukan, maksimum 50 kata. Tidak dibenarkan menggunakan sitasi dalam sitasi , misalnya Menurut si A (2000) dalam si B (2012) memperlihatkan bahwa ....... Naskah diserahkan paling lambat 7 hari sebelum jadwal edisi terbit dalam bentuk printout dan softcopy (CD/flash disc) atau email ke: redaksi_mekanikal@yahoo.co.id

You might also like