You are on page 1of 4

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Terdapat berbagai macam jenis penyakit infeksi dan parasit, baik yang memiliki sifat self limiting sampai yang membahayakan nyawa. Di berbagai rumah sakit di Indonesia, tercatat angka kematian yang diakibatkan oleh penyakit infeksi dan parasit mencapai 16.769 jiwa dan menduduki peringkat kedua teratas di bawah penyakit sistemik sirkulasi darah pada tahun 2008. (Suseno, 2009) Kematian diakibatkan oleh berbagai sebab; infeksi bakteri termasuk di dalamnya. Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang dapat menyebabkan abses, infeksi luka, dan infeksi invasif ke mukosa. (Samaranayake, 2006) Selain itu, Staphylococcus aureus merupakan bakteri fakultatif anaerob yang menjadi penyebab paling utama infeksi pada manusia.(Kayser, 2005) Perannya dapat sebagai agen kausatif ataupun faktor predisposisi dalam berbagai penyakit, seperti pada Endokarditis pada pasien kelainan katup jantung dan Angular Chielitis yang disebabkan Staphylococcus aureus bersama Candida albicans. (Samaranayake, 2006). Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri coccus gram positif, susunannya bergerombol dan tidak teratur seperti anggur. S. aureus tumbuh pada media cair dan padat seperti NA (Nutrien Agar) dan BAP (Blood Agar Plate) dan dengan aktif melakukan metabolisme, mampu fermentasi karbohidrat dan menghasilkan bermacam-macam pigmen dari putih hingga kuning (Dowshen, et al, 2002). S. aureus dapat ditemukan pada permukaan kulit sebagai flora normal, terutama disekitar hidung, mulut, alat kelamin, dan sekitar anus. Dapat menyebabkan infeksi pada luka biasanya berupa abses merupakan kumpulan nanah atau cairan dalam jaringan yang disebabkan oleh infeksi. Jenis-jenis abses yang spesifik diantaranya bengkak (boil), radang akar rambut (folliculitis). Infeksi oleh S. aureus bisa menyebabkan sindroma kulit. Infeksi S. aureus dapat menular selama ada nanah yang keluar dari lesi atau hidung. Selain itu jari jemari juga dapat membawa Infeksi S. aureus dari satu bagian tubuh yang luka atau robek (Dowshen, et al, 2002). Luka adalah kerusakan pada struktur anatomi kulit yang menyebabkan terjadinya gangguan kulit. Contoh yang paling mudah jika jari tangan kita tersayat oleh pisau, maka luka

yang timbul akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada kulit sehingga kulit tidak lagi dapat melindungi struktur yang ada dibawahnya. Infeksi pada luka dapat terjadi jika luka terkontaminasi oleh debu atau bakteri, hal ini disebabkan karena luka tidak dirawat dengan baik. Salah satu bakteri yang menyebabkan infeksi pada kulit luka yaitu bakteri S. aureus (Sim, Romi, 2009). Infeksi yang disebabkan oleh S. aureus dapat terjadi secara langsung maupun tak langsung. Bakteri ini menghasilkan nanah oleh sebab itu bakteri disebut bakteri piogenik (WHO, 2004). Untuk mengurangi resiko infeksi oleh kuman S. aureus adalah dengan mengembalikan fungsi dari bagian tubuh yang terluka, mengurangi risiko terjadinya infeksi dan meminimalkan terbentuknya bekas luka dengan cara melakukan beberapa tindakan dasar seperti mencuci tangan, membersihkan luka, membersihkan kulit disekitar luka, menutup luka, mengganti perban sesering mungkin dan pemakaian gel yang mengandung antibiotik. (Depkes Minnosota, 2007). Akan tetapi penggunaan antibiotik sekarang sering menyebabkan terjadinya resistensi bakteri terhadap zat antibiotic. Peningkatan jumlah resistensi yang berujung pada kegagalan terapi menjadi masalah yang terus timbul dalam pengobatan infeksi bakteri ini. Selain itu, alergi, kerusakan ginjal, superinfeksi, ruam, dan gangguan pencernaan merupakan efek samping dari pengobatan infeksi Staphylococcus aureus. (Patrick, 2009) Hal ini merupakan tantangan untuk peneliti untuk mencari terobosan baru untuk mengatasi masalah ini. Indonesia yang merupakan negara yang terletak di antara dua benua dan dua samudra dengan letak geografis 6 LU 11 LS dan 95 BT 141 BT. Oleh karena itu, berbagai keragaman hayati yang berkhasiat dapat tumbuh subur di daerah yang beriklim tropis ini. Negara ini seharusnya memiliki peluang yang besar dalam menekan infeksi Staphylococcus aureus dan biaya pengobatannya, beberapa diantaranya adalah tumbuhan jarak pagar, sembung, dan putri malu. Daun jarak merupakan salah satu jenis tanaman obat yang belum dimanfaatkan secara optimal. Daun jarak mengandung komponen bioaktif yang dapat berfungsi sebagai antibakteri. Secara tradisional, daun jarak yang direbus sering digunakan untuk menyembuhkan penyakit diare pada bayi dan anak-anak. Seiring dengan ketertarikan penggunaan biodisel dari biji jarak sebagai alternative sumber energi dan adanya program penanaman pohon jarak secara besar besaran maka limbah ikutannya yaitu daun jarak dapat digunakan sebagai bahan alternative pengganti antibiotik. (Pratiwi, 2008) Tanaman jarak pagar yang termasuk dalam famili

Euphorbiaceae, genus Jatropha (Backer dan Brink, 1965) mempunyai daun yang berkhasiat sebagai obat gatal-gatal, eksim, dan jamur di sela-sela kaki (Syamsuhidayat, 2000) Telah ada penelitian mengenai aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun jarak pagar yang dilakukan oleh Maulita Cut Nuria, dkk., (2009). Hasil dari penelitian tersebut adalah ekstrak etanol daun jarak pagar mampu menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus. Daun jarak pagar mempunyai kandungan senyawa kimia yang sama yaitu flavonoid, saponin, dan tanin ( Cut Nuria, 2009). Blumea balsamifera [L.] DC. Atau sembung telah digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk mengatasi influenza, rematik, nyeri haid, haid tidak teratur, demam, asma, batuk, bronkitis, perut kembung, diare, perut mulas, sariawan, dan diabetes (Dalimartha, 1999). Sembung berasa pedas, sedikit pahit, hangat dan baunya seperti rempah. Metabolit yang terkandung di dalam daun sembung secara umum berupa minyak atsiri dengan komponen bor-neol, kamfora, floroasetofenon dimetil eter, seskuiterpenlakton, diterpen, triterpen, sterol, paraffin, saponin, golongan fenolik turunan asam sinamat (Hegnauer, 1963). Peneliti lain menemukan seskuiterpen dalam bentuk ester, flavonoid, icthyo-thereol acetate, cryptomerediol, lutein dan betakaroten (Anonim, 2003; Osaki dkk., 2005; Nessa dkk., 2005; Ragasa dkk., 2005). Selain itu ditemukan blumeatin (5,3',5'-trihydroxy-7- methoxy-dihydro-flavone), suatu golongan flavonoid yang berefek sebagai hepatoprotektor (Xu SB dkk., 1993). Hasil penelitian pada golongan flavonoid, telah ditemukan bahwa dihidro flavonol dapat bermanfaat terhadap penyakit kanker (Hiroo dkk., 2006). Putri Malu digunakan sebagai sumber obat pada sistem pengobatan ayurvedic di India. Sistem Pengobatan ayurvedic adalah sistem pengobatan tradisional orang India, yang merupakan sistem pengobatan holistic tertua di dunia. Putri Malu tersebar luas didaerah tropis dan subtropis India, biasanya terdapat di tempat terbuang dimana iklimnya lembab dan hangat. Bagian dari tanaman Putri Malu yang berguna adalah akar, daun, dan kepala bunga. Keseluruhan tanaman Putri Malu digunakan sebagai obat dalam pengobatan ayurvedik dan penelitian fitokimia menunjukkan adanya mimosine, orientin, isoorientin, - sterol, D-pinitol, norepinephrine, crocetin, tannin dan turgorin. Banyak penelitian menunjukkan mimosin merupakan agen poten melawan jamur dan sejumlah bakteri. (Winarsih,dkk. 2011) Setiap tanaman memproduksi senyawa kimia yang mempunyai fungsi sendiri-sendiri, seperti dalam daun Jarak Pagar, Sembung, dan Putri Malu mempunyai kandungan Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein

extraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri.

Adanya senyawa flavonoid,

dimana secara farmakologi senyawa flavonoid berfungsi sebagai zat anti inflamasi, anti oksidan, analgesik dan anti bakteri. sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai manfaat tanaman Jarak Pagar, Sembung, dan Putri Malu sebagai obat antibiotik alami terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus (Manoi, dkk., 2009). Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar hambat ekstrak daun Jarak pagar, sembung, dan putri malu serta efektifitasnya masing-masing terhadap bakteri Staphylococcus aureus. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, dirumuskan masalah penelitian adalah
1. Apakah sediaan infusum daun sirih yang dibuat dengan cara perebusan memiliki efek antibakteri terhadap Staphylococcus aureus jika akan dijadikan obat kumur. 2. Apakah terdapat perbedaan zona hambat infusum daun sirih dalam beberapa konsentrasi terhadap Staphylococcus aureus.

C. Tujuan Penelitian Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan tingkat pendapatan keluarga terhadap pemilihan jenis kontrasepsi suntikan DMPA pada akseptor KB di Kecamatan Kendari Barat Tahun 2012.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat ilmiah Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi mengenai hubungan antara tingkat

pengetahuan dan pendapatan keluarga terhadap pemilihan alat kontrasepsi suntikan DMPA. 2. Manfaat operasional Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi instansi terkait khususnya untuk BKKBN.

3. Manfaat praktis Penelitian ini memperluas wawasan tentang hubungan tingkat pendapatan dan pengetahuan keluarga terhadap pemilihan jenis alat kontrasepsi suntik di Kecamatan Kendari Barat Tahun 2012.

You might also like