Professional Documents
Culture Documents
Sumber Daya
Batubara 51 Milyar
Ton, Kaltim Dapat
Apa?
Semangat otonomi daerah yang dibingkai Undang-Undang perimbangan
keuangan pusat dan daerah serta pelimpahan kewenangan dari pusat ke
daerah, ternyata belum cukup bagi pemerintah daerah (baik
propinsi/kabupaten/kotamadya) di Kaltim, kecuali Tarakan untuk benar-
benar mengambil sikap tegas terhadap ketidakmampuan PLN memenuhi
kebutuhan listrik masyarakat Kaltim. Masyarakat Jawa, Bali dan sekitarnya
yang pasokan bahan baku listrik berasal dari Kaltim tidak pernah
mengeluh, bahkan ‘byar pet’ menjadi barang langka. Sementara kondisi
masyarakat Kaltim dengan kekayaan sumber daya alam baik migas
maupun hasil tambang, seperti emas, batubara dan lain-lainnya justru
merana. Lebih dari 40 persen devisa Negara berasal dari Kaltim (migas),
kontribusi batubara terhadap pemerintah pusat tidak bisa dibilang kecil,
tapi kenapa sekedar menikmati listrik saja tidak bisa. Bahkan lebih tidak
masuk akal lagi, rakyat kecil (miskin) tidak mungkin bisa disambungi
aliran listrik dengan alasan overload. Gubernur, bupati, walikota tentu
tidak bisa diam saja melihat kesengsaraan masyarakatnya. Harus berani
melakukan terobosan demi masyarakat luas. Toh masyarakat sudah
memberikan dana berlebih pada anggaran pembangunan daerah (APBD).
Dan bumi etam telah memberikan sumber daya mineral dan migas untuk
kepentingan nasional. Kedepanpun devisa Negara dan pendapatan
nasional masih akan sangat bergantung pada Kaltim. Jadi kenapa takut?
Jawa 14.21 Na
Maluku 2.13 Na
Papua 153.42 Na
Dari data-data diatas sangat jelas, era migas yang diperkirakan akan mulai
berkurang paralel dengan semakin menipisnya cadangan migas Indonesia
akan berganti dengan era energy batubara, ketergantungan nasional pada
Kaltim, seperti yang terjadi juga migas sangat besar akan kembali terjadi.
Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur nampaknya memang ‘ditakdirkan’
untuk terus menjadi contributor utama pembangunan bangsa Indonesia.
Kondisi ini tentu sangat membanggakan, hanya saja karena setiap aktivitas
pembangunan/ekploitasi sumber daya batubara pasti akan berdampak pada
lingkungan hidup yang secara langsung akan dirasakan oleh masyarakat
Kaltim saja maka sudah sepantasnya masyarakat Kaltim mendapatkan
perhatian lebih dari pemerintah pusat. Setidaknya sumber daya alam yang
melimpah merupakan daya tawar yang tinggi bagi gubernur/walikota/bupati
untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih layak bagi masyarakat Kaltim.
Sungguh sulit diterima akal, ketika sumber daya energy terpusat di Kaltim,
masyarakat Kaltim justru terkena krisis energy (listrik). Lebih tragis lagi,
aparat berwenang tidak bisa berbuat apa-apa, ketika PLN terus melakukan
aliran listrik ‘byar pet’. Lantas apa gunanya, kekayaan SDA Kaltim buat
masyarakat Kaltim?
Terlepas dari masalah diatas, harus diakui dalam satu decade belakangan
ini, usaha ekplorasi dan ekploitasi batubara di Kalimantan (termasuk di
Kaltim) mengalami peningkatan yang signifikan baik dari sisi jumlah
perusahaan yang melakukan ekploitasi maupun peningkatan ekspor
batubara keluar negeri. Terlepas dari adanya ekses negative dari usaha
penambangan batubara, sesungguhnya penambangan batubara berperan
penting terhadap perekonomian nasional, apalagi terhadap perekonomian
daerah dimana perusahaan itu berada. Terlebih lagi ketika investasi di
sector-sektor lain sulit dikembangkan.
Kenaikan harga minyak dunia yang sangat tinggi telah memaksa Pertamina
menjual bahan bakar minyak (BBM) untuk industri pada harga pasar sejak
semester II 2005, termasuk harga pembelian oleh PLN. Hal ini kemudian
memberikan tekanan berat kepada PLN karena tahun lalu BBM masih
mendominasi konsumsi energi PLN, yaitu sekitar 37 persen, diikuti bahan
bakar lain seperti batu bara (34 persen), gas alam (16 persen), air (10)
Karenanya, pembangunan pembangkit listrik non-BBM dianggap penting
untuk dilaksanakan. Salah satu alternatif yang dilakukan oleh PLN adalah
dengan memanfaatkan batu bara sebagai sumber bahan bakar pembangkit
listrik tenaga uap (PLTU), dengan target konsumsi energi batu bara sebesar
43 persen.
Dari sisi ini, batubara jelas akan memainkan peran yang sangat strategis
kedepan. Setidaknya upaya pemerintah memberikan pasokan energy yang
terjangkau masyarakat bisa disegera diwujudkan. Setidaknya, lebih dari 35
pawer plan kini tengah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan listrik
masyarakat Indonesia.
Dampak ekonomi
Setiap tahun ekspor batubara ke luar negeri mengalami peningkatan yang
signifikan. Seperti nampak dalam table diatas, ekspor nasional batubara ke
luar negeri sejak tahun 2002 terus meningkat parallel dengan
meningkatkannya produksi batubara dalam negeri dan permintaan pasar
yang juga cenderung meningkat. Meningkatkannya ekspor batubara ke luar
negeri (sebagian besar dari Kaltim) secara langsung berdampak pada
penerimaan Negara terutama dari sector fiscal dan devisa Negara pun.
Sejak tahun 2000, produksi bahan tambang Indonesia, kecuali emas, bahan
tambang seperti tembaga, batubara, nikel, perak dan lain-lain mengalami
lonjakan yang cukup signifikan. Meski demikian secara nasional kontribusi
sector tambang (non migas) pada Produk Domestik Bruto (PDB) serta
ekspor nasional masih relative kecil, dibandingkan sector lain, seperti migas
misalnya. Sebagai gambaran pada tahun 2002 dari total PDB Indonesia
sector pertambangan hanya berkontribusi sebesar 2.5 persen saja. Meski
secara nasional kontribusi pada PDB relatif kecil namun kontribusi pada
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sangat signifikan (cukup besar).
Kegiatan pertambangan (batubara) sejatinya, berpotensi memberikan
mamfaat yang sangat besar bagi perekonomian domestic dan regional.
Tercatat, pemasukan negara dari sektor batu bara pada 2007 hanya sebesar
Rp5,19 triliun. Sementara 2008 diproyeksikan sebesar Rp6,84 triliun.
Artinya, menurut Marwan, jumlah tersebut masih jauh dari potensi
pendapatan dari hasil penjualan batu bara yang diperhitungkan dapat
mencapai USD15,73 milliar atau setara dengan Rp140 triliun. setia
wirawan.