You are on page 1of 17

KLIPING

HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL


DISUSUN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

DISUSUN OLEH: CLARANIA (05) XI IPA 3

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 CIMAHI

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan pembuatan kliping ini yang berjudul Hukum dan Peradilan Internasional. Tugas ini saya susun untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Terimakasih saya ucapkan kepada pihak - pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas ini. Saya menyadari bahwa pembuatan karya ilmiah ini masih jauhg daripada apa yang dikatakan sempurna. Namun, saya berharap kliping ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Segala kritik dan saran yang membangun akan saya terima dengan senang hati.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan berkat, rahmat dan karuniaNya untuk membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam menyusun dan menyelesaikan kliping ini. Terimakasih.

Cimahi, Mei 2012

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................................................... Daftar Isi ............................................................................................................................... BAB I Latar Belakang Dibentuknya Hukum dan Peradilan Internasional ....................................... BAB II Hukum Internasional ............................................................................................................. BAB III Pengadilan Internasional ....................................................................................................... BAB IV Visi - Misi Hukum dan Peradilan Internasional ................................................................... BAB V Keuntungan Adanya Hukum an Peradilan Internasional ...................................................... Daftar Pustaka .......................................................................................................................

BAB I LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL


Pada mulanya, hukum dan peradilan internasional terbentuk karena adanya suatu ketergantungan negara yang satu terhadap negara yang lainnya. Ketergantungan yang dirasakan negara yang satu dengan negara yang satu terhadap negara yang lain semakin besar seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi. Karena adanya ketergantungan tersebut akhirnya lahirlah suatu perjanjian perdagangan bebas yang dilakukan oleh beberapa negara dalam suatu kawasan dan mendorong lahirnya globalisasi, sehingga batas - batas wilayah antar negara hanya bermakna politis belaka. Adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama kemajuan dalam bidang teknologi informasi dan trasportasi semakin pesat, sehingga komunikasi antar bnngsa dan dan antarindividu semakin mudah dan cepat . Hal ini tidak menutup kemungkinan timbulnya suatu sengketa atau konflik di antara negara - negara tersebut yang dapat timbul di berbagai bidang pada saat menjalin hubungan - hubungan tersebut. Untuk menghindari atau menyelesaikan suatu permasalahan atau konflik di antara negara - negara (lingkup internasional), maka dibutuhkan suatu sarana atau wadah yang dapat melaksanakan hal tersebut, yaitu suatu hokum dan peradilan internasional. Terbentuknya hokum dan peradilan internasional ini akan memberi batasan dan penyelesaian dalam setiap konflik internasional yang terjadi sehingga perdamaian dunia yang diharapkan bukanlah hanya angan - angan belaka, melainkan suatu cita - cita yang dapat diwujudkan bersama.

BAB II HUKUM INTERNASIONAL


2.1 Makna Hukum Internasional
Hukum Internasional digolongkan menjadi hukum Internasional publik dengan hukum perdata internasional. Hukum Internasional Publik atau hukum antar negara, adalah asas dan kaidah hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang bersifat pidana, sedangkan hukuk perdata internasional atau hukum antar bangsa, yang mengatur masalah perdata lintas Negara (perkawinan antar warga Negara suatu Negara dengan warga Negara lain). Hugo de Groot (Grotius) dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis (Perihal Perang dan Damai) mengemukakan, bahwa hukum dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya. Sedangkan Sam Suhaedi berpendapat bahwa hukum internasional merupakan himpunan aturan-aturan, norma-norma dan asas yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat Internasional. Dalam pengertian umum, Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.

2.2 Asal Mula Hukum Internasional


Bangsa Romawi sudah mengenal hukum internasional sejak tahun 89 SM. Hukum tersebut lebih dikenal dengan Ius Civile (hukum sipil) dan Ius Gentium (hukum antar bangsa). Ius Civile merupakan hukum nasional yang berlaku bagi warga Romawi di manapun mereka berada. Ius Gentium yang kemudian berkembang menjadi Ius Inter Gentium ialah hukum yang merupakan bagian dari hukum Romawi dan diterapkan bagi kaula negara (orang asing) yang bukan orang Romawi, yaitu orang-orang jajahan atau orang-orang asing. Hukum ini kemudian berkembang menjadiVolkernrecht (bahasa Jerman), Droit des Gens (bahasa Prancis) dan Law of Nations atau International Law (Bahasa Inggis).

Pengertian Volkernrechtdan Ius Gentium sebenarnya tidak sama karena dalam hukum Romawi, istilah Ius Gentum mempunyai pengertian berikut ini. a. Hukum yang mengatur hubungan antara dua orang warga kota Roma dan orang asing (orang yang bukan warga kota Roma). b. Hukum yang diturunkan dari tata tertib alam yang mengatur masyarakat segala bangsa, yaitu hukum alam (natuurecht). Menjadi dasar perkembangan hukum internasional di Eropa pada abad ke-15 sampai abad ke-19.

Dalam perkembangan berikutnya, pemahaman tentang hukum internasional dapat dibedakan dalam 2 (dua) hal, yaitu: a. Hukum perdata Internasional, yaitu hukum internasional yang mengatur hubungan hukum antar warga negara suatu negara dan warga negara dari negara lain (antar bangsa). b. Hukum Publik Internasional, yaitu hukum internasional yang mengatur negara yang satu dan negara yang lain dalam hubungan internasional (hukum antar negara).

2.2 Subyek Hukum Internasional


Subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dari kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional. Namuan, seiring perkembangan zaman telah terjadi perubahan pelakupelaku subyek hokum internasional itu sendiri. Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat internasional, adalah: 1. Negara Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional adalah: penduduk yang tetap, mempunyai wilayah (teritorial) tertentu; pemerintahan yang sah dan kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain. 2. Organisasi Internasional Organisasi internasional mempunyai klasifikasi, yakni: a. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;

b. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International Monetary Fund, International Labor Organization, dan lain-lain; c. Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global, antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union. 3. Palang Merah Internasional Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss. 4. Tahta Suci Vatikan Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. 5. Kelompok Pemberontak/Pembebasan Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negaranegara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat

pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional

6. Individu Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights)pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensikonvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, menyatakan individu adalah sebagai subyek hukum internasional yang mandiri. 7. Perusahaan Multinasional (MNC) Eksistensi MNC dewasa ini, memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal lagi. Di beberapa tempat, negara-negara dan organisasi internasional mengadakan hubungan dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi, struktur substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu sendiri.

2.4 Sumber Hukum Internasional


Sumber hukum internasional adalah sumber-sumber yang digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam memutuskan masalah-masalah hubungan internasional. Sumber hukum internasional dibedakan menjadi sumber hukumdalam arti materil dan formal. Dalam arti materil, adalah sumber hukum internasional yang membahas dasar berlakunya hukum suatu Negara. Sedangkan sumber hukum formal, adalah sumber dari mana untuk mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional. Sumber hukum internasional formal terdapat dalam pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional Permanen 1920, sebagai berikut : 1. Perjanjian Internasional (traktat), adalah perjanjian yang diadakan antaranggota masyarakat bangsa-bangsa dan mengakibatkan hukum baru. 2. Kebiasaan Internasional yang diterima sebagai hukum, jadi tidak semua kebiasaan internasional menjadi sumber hukum. Syaratnya adalah kebiasann itu harus bersifat umum dan diterima sebagi hukum. 3. Asas-asas hukum umum yang diakui oleh bangsa beradab, adalah asas hukum yang mendasari system hukum modern. Sistem hukum modern, adalah system hukum positif yang didasarkan pada lembagaa hukum barat yang berdasarkan sebagaian besar pada asas hukum Romawi. 4. Keputusan-keputusan hakim dan ajaran para ahli hukum Internasional,adalah sumber hukum tambahan (subsider), artinya dapat dipakai untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan pada sumber hukum primer

atau utama yaitu Perjanjian internasional, kebiasaan internasional, dan asas hukum umum.

2.5 Asas Hukum Internasional


Ada beberapa asas asas Hukum Internasional dalam menjalin hubungan antar bangsa : ASAS TERITORIAL

Menurut azas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya dan terhadap semua barang atau orang yang berada diwilayah tersebut, berlaku hukum asing (internasional) sepenuhnya. ASAS KEBANGSAAN

Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya, menurut asa ini setiap negara di manapun juga dia berada tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya, Asas ini mempunyai kekuatan extritorial, artinya hukum negera tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya, walaupun ia berada di negara asing. ASAS KEPENTINGAN UMUM

Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalan kehidupan masyarakat, dalam hal ini negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum, jadi hukum tidak terikat pada batas batas wilayah suatu negara. PACTA SUNT SERVANDA

Setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak pihak yang mengadakannya. EGALITY RIGHTS

Pihak yang saling mengadakan hubungan itu berkedudukan sama RECIPROSITAS

Tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal, baik tindakan yang bersifat negatif ataupun posistif. COURTESY

Asas saling menghornati dan saling menjaga kehormatan negera REBUS SIG STANTIBUS

Asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar/fundamentali dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu

BAB IIi PERADILAN INTERNASIONAL


Peradilan internasional merupakan sebuah wadah atau badan yang bertindak dalam menjalankah hukum hukum internasional. Adapun maksud dari hukum hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain. (Kusumaatmadja, 1999) Berikut lembaga - lembaga peradilan internasional yang ada saat ini :

1. Mahkamah Internasional
Mahkamah internasional adalah lembaga kehakiman PBB berkedudukan di Den Haag, Belanda. Didirikan pada tahun 1945 berdasarkan piagam PBB, berfungsi sejak tahun 1946 sebagai pengganti dari Mahkamah Internasional Permanen. Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim, dua merangkap ketua dan wakil ketua, masa jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut dari warga Negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum internasional. Lima berasal dari Negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB seperti Cina, Rusia, Amerika serikat, Inggris dan Prancis.

Latar Belakang Terbentuknya Mahkamah Internasional Terbentuknya Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) tidak terlepas dari hasil konperensi internasional yang diadakan di San Fransisco pada tahun 1945. Konperensi ini juga telah melahirkan Perserikatan Bangsa-bangsa (The United Nations/UN) yang merupakan organisasi internasional yang memiliki internasional legal personal. Ide mengenai lahirnya PBB tidak terlepas dari konsep pembentukan Liga Bangsa-bangsa (League of Nations) tahun 1922 yang juga mendirikan Mahkamah Internasional Permanen (The Permanent Court of International Justice/PCIJ) sebagai upaya untuk mempertahankan perdamaian serta upaya menyelesaikan sengketa secara damai. Namun ada perbedaan mendasar antara PCIJ dan ICJ yaitu bahwa negara anggota Liga Bangsa-bangsa tidak secara otomatis menjadi anggota PCIJ. Hal ini berbeda dengan anggota PBB yang otomatis juga merupakan anggota atau pihak yang dapat berperkara dalam

Mahkamah Internasional berdasarkan pasal 19 (1) Piagam Mahkamah Internasional. Mahkamah Internasional dibentuk berdasarkan suatu statuta yang dikenal dengan nama Statuta of International Court of Justice. Statuta ini dibentuk berdasarkan statuta Mahkamah Internasional Permanen/PCIJ yang telah dibubarkan dengan berbagai penyesuaian dan perombakan sesuai keadaan organisasi yang baru yaitu sebagai salah satu organ utama PBB. Dengan demikian muncul beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Mahkamah Internasional adalah pengganti dari Mahkamah Internasional Permanen/PCIJ yang telah dibubarkan. Sedangkan Pasal 36 (5) Statuta Mahkamah Internasional secara tegas menyatakan bahwa bila ada negara yang menerima yurisdiksi PCIJ dengan suatu deklarasi sepihak maka hal ini dianggap juga ditujukan kepada Mahkamah Internasional. Walaupun demikian hal ini masih tergantung apakah deklarasi tersebut masih berlaku dan memiliki syarat-syarat tertentu. Sebagai contoh gugatan yang dilakukan oleh Portugal terhadap India dalam kasus The Right of Passage didasarkan pada Deklarasi tentang penerimaan yurisdiksi PCIJ oleh India pada tahun 1940. Gugatan Portugal yang diajukan kepada Mahkamah Internasional pada tahun 1955 masih dianggap tetap berlaku. Selain itu pasal 37 Statuta Mahkamah menegaskan bahwa suatu perjanjian atau konvensi yang masih mempunyai kekuatan berlaku dan dalam klausulnya menyatakan bahwa bila terjadi sengketa antar pihak-pihak akan diselesaikan ke PCIJ, maka penyelesaian sengketa tersebut harus dianggap ditujukan kepada Mahkamah internasional. Hal lainnya yang memperkuat pendapat bahwa Mahkamah Internasional adalah pengganti PCIJ adalah dalam ketentuan hukum acara yang berlaku atau Rules of Court berasal dari Rule of Court PCIJ yang mengalami perubahan. Dengan demikian terbentuknya Mahkamah Internasional tidak bisa dilepaskan dari peran Mahkamah Internasional permanen yang dibentuk oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1922. Fakta yang muncul banyak kasus-kasu yang PCIJ yang tidak selesai dilanjutkan oleh Mahkamah Internasional.

Fungsi Mahkamah Internasional Adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subyeknya adalah Negara. Ada 3 kategori Negara, yaitu : Negara anggota PBB, otomatis dapat mengajukan kasusnya ke Mahkamah Internasional. Negara bukan anggota PBB yang menjadi wilayah kerja Mahkamah intyernasional. Dan yang bukan wilayah kerja Mahkamah Internasional boleh mengajukan kasusnya ke

Mahkamah internasional dengan syarat yang ditentukan dewan keamanan PBB. Negara bukan wilayah kerja (statute) Mahkamah internasional, harus membuat deklarasi untuk tunduk pada ketentuan Mahjkamah internasional dan Piagam PBB.

Yuridikasi Mahkamah Internasional Adalah kewenangan yang dimilki oleh Mahkamah Internasional yang bersumber pada hukum internasional untuk meentukan dan menegakkan sebuah aturan hukum. Kewenangan atau Yuridiksi ini meliputi: Memutuskan perkara-perkara pertikaian (Contentious Case). Memberikan opini-opini yang bersifat nasehat (Advisory Opinion). Yuridikasi menjadi dasar Mahkamah internasional dalam menyelesaikan sengketa Internasional. Beberapa kemungkinan Cara penerimaan Yuridikasi sbb : Perjanjian khusus, dalam mhal ini para pihak yang bersengketa perjanjian khusus yang berisi subyek sengketa dan pihak yang bersengketa. Contoh kasus Indonesia degan Malaysia mengenai Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Penundukan diri dalam perjanjian internasional, Para pihak yang sengketa menundukkan diri pada perjanjian internasional diantara mereka, bila terjadi sengketa diantara para peserta perjanjian. Pernyataan penundukan diri Negara peserta statute Mahkamah internasional, mereka tunduk pada Mahkamah internasional, tanpa perlu membuat perjanjiankhusus. Keputusan Mahkamah internasional Mengenai yuriduksinya, bila terjadi sengketa mengenai yuridikasi Mahkamah Internasional maka sengketa tersebut diselesaikan dengan keputusan Mahkamah Internasional sendiri. Penafsiran Putusan, dilakukan jika dimainta oleh salah satu atau pihak yang bersengketa. Penapsiran dilakukan dalambentuk perjanjian pihak bersengketa. Perbaikan putusan, adanya permintaan dari pihak yang bersengketa karena adanya fakta baru (novum) yang belum duiketahui oleh Mahkamah Internasional.

2. Mahkamah Pidana Internasional


Bertujuan untuk mewujudkan supremasi hukum internasional dan memastikan pelaku kejahatan internasional. Terdiri dari 18 hakim dengan masa jabatan 9 tahun dan ahli dibidang hukum pidana internasional. Yuridiksi atau kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah

Pidana Internasional adalah memutus perkara terhadap pelaku kejahatan berat oleh warga Negara dari Negara yang telah meratifikasi Statuta Mahkamah.

Latar Belakang Dibentuknya Mahkamah Pidana Internasional Masalah Perang Dunia II telah melahirkan pelbagai tindak pidana baru yang merupakan pelanggaran atas perjanjian-perjanjian yang telah ditandatangani diantara anggota negara liga bangsa-bangsa tersebut. Pelanggaran tersebut adalah bentuk kekejaman yang tiada taranya serta pelanggaran atas suatu hukum perang yang tiada bandingannya oleh pihak tentara Jerman dan sekutunya; kejadian-kejadian itu telah memperkuat kehendak untuk mengajukan kembali gagasan pembetukan suatu Mahkamah Pidana Internsional. Diantara pendukung gagasan pembentukan suatu Mahkamah tersebut sesudah Perang Dunia II adalah Prof Lauterpacht dan Hans Kelsen yang menegaskan bahwa pembentukan Mahkamah tersebut sangat penting untuk mengadili penjahat perang yang sekaligus membawa akibat penting terhadap perbaikan-perbaikan di dalam hubungan Internasional Atas dasar Deklarasi Moscow 1 November 1943 dan London Conference, maka pada tanggal 8 Agustus 1945 diadopsi the Agreement for the Prosecution and Punishment of Major War Criminals of the European Axis, and Establishing the Charter of the IMT , ditandatangani oleh 4 Negara pemenang perang yaitu Inggris, Perancis, Uni Soviet, dan Amerika Serikat. Charter tersebut yang merupakan lampiran dari Agreement. Perjanjian tersebut juga didukung oleh 19 negara. Karena kejahatan sudah terjadi sebelum Charter disusun, maka terjadi penentangan atas dasar ex post facto criminalization. Untuk menjawab tantangan tersebut, IMT menunjuk dua Konvensi Den Haag dan 1928 Kellog-Briand Pact, atas dasar crimes against peace. Di samping itu dikatakan bahwa apabila larangan pemberlakuan kejahatan secara retroaktif didasarkan atas keadilan, adalah lebih tidak adil apabila penjahat-penjahat perang NAZI tidak dipidana. Pada bulan Desember 1945 Charter dimodifikasi dan menghasilkan apa yang dinamakan Control Council Law No.10 yang menjadi dasar pelbagai peradilan baik yang dilakukan oleh Negara-negara sekutu maupun pengadilan sipil di jerman yang berlanjut beberapa dekade kemudian. Yang menarik di sini adalah penerapan crimes against humanity terlepas dari keadaan perang, sehingga bisa menjangkau kejahatan-kejahatan yang terjadi sebelum tahun 1939 yang dilakukan terhadap penduduk sipil. American Military Tribunal juga mengadili kelompok terdakwa seperti hakim, dokter, birokrat dan perwira militer atas dasar Control Council Law No.10 di atas Sejak Perang Dunia kedua, pandangan tentang keadilan suksesor

telah didominasi oleh nilai-nilai yang didapatkan dari pengadilan Nuremburg. Signifikansi pengadilan tersebut paling mudah ditempatkan dalam konteks sejarah dan politisnya, dengan melihat keadilan transisonal pasca Perang Dunia pertama dan kegagalan kebijakan pengadilan nasionalnya. Kebijakan keadilan di Versailles melatarbelakangi kebijakan pengadilan di Nuremburg dan menjelaskan mengapa pengadilan nasional dianggap terlalu politis dan tidak dapat bekerja. Kegagalan pengadilan nasional nasional pasca Perang Dunia pertama dianggap bertanggungjawab untuk kembalinya agresi Jerman. Rasa Bersalah yang berkaitan dengan perang dan ditanggung oleh seluruh negeri dianggap mencegah transisi nmenuju demokrasi yang berkelanjutan. Pandangan bahwa keadilan nasional bersifat terlalu politis ini menjadi latar belakang kebijakan pasca perang sebelumnya, dengan akibat yang akan terlihat sepanjang sisa abad ke20 Di wilayah Pasifik, tentara sekutu yang menang perang membentuk IMTFE untuk mengadili para penjahat perang Jepang atas dasar ketentuan yang berlaku di Nuremberg. Kondisinya lebih maju, karena para hakim direkrut dari 11 negara termasuk India, China dan Filipina, sedangkan pada IMT Nuremberg para hakim hanya ditunjuk dari Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan Rusia

3. Panel Khusus dan Spesial Pidana internasional


Merupakan lembaga peradilan internasional yang berwenang mengadili para tersangka kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen atau sementara (ad hoc) dalam arti setelah selesai mengadili maka peradilan ini dibubarkan. Yuridiksi atau kewenangan darai Panel khusus dan special pidana internasional ini, adalah menyangkut tindak kejahatan perang dan genosida (pembersihan etnis) tanpa melihat apakah Negara dari si pelaku itu telah meratifikasi atau belum terhadap statute panel khusus dan special pidana internasional ini. Contoh Special Court for East Timor dan Indonesia membentuk Peradilan HAM dengan UU No. 26 tahun 2000.

BAB IV VISI-MISI HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL


Untuk memperoleh keadilan. Dalam masyarakat Internasional terdapat banyak masalah yang timbul. Tak sedikit dari mereka yang mengalami perselisihan hebat. Hukum internasional merupakan suatu tata tertib hukum koordinasi antar negara masyarakat internasional yang sederajat. Dari situlah hukum tersebut di realisasikan dengan adanya peradilan dan hukum internasional yang akan mengadili dan mengatasi masalah-masalah masyarakat internasional dengan adil. Menyelesaikan perselisihan antar Negara Dalam menjalin hubungan antar Negara, pastilah mempunyai beberapa masalah yang ditimbulkan. Seperti perbedaan pendapat yang ditimbulkan oleh kedua Negara, sengketa yang ada diantara dua Negara, perselisihan antara subjek hukum dari Negara tersebut, dan banyaknya pertentangan-pertentangan yang ditimbulkan karena perbedaan oaham antara kedua Negara. Oleh sebab itu salah satu visi hukum dan peradilan internasional adalah menyelesaikan perselisihan yang ditimbulkan antar Negara. Dimana hokum ialah suatu aturan yang mengikat dan wajib diikuti dan bersifat memaksa oleh sebab itu hokum disini berfungsi untuk mengatur dan memutuskan perselisihan yang ditimbulkan. Dan peradilan internasional ialah suatu badan yang mengatur hokum yang berlaku secara internasional. Sebagai mediator atau fasilisator untuk menyatukan kepentingan dari beberapa Negara. Setiap negara pasti memiliki kepentingan masing-masing, namun tidak dapat dipungkiri dalam memenuhi kepentingannya suatu negara pasti memerlukan negara lain dan perlu melakukan hubungan dengan negara lain, dalam melakukan hubungan antar negara terkadang terjadi perselisihan, dengan adanya hukum internasional ini diharapkan kepentingankepentingan yang dimiliki oleh masing-masing negara ini dapat terpenuhi dengan baik tanpa adanya perselisihan yang tejadi. Hukum internasional ini dijadikan alat untuk menjembatani persoalan yang dialami oleh tiap-tiap negara, agar setiap negara dapat mengatasi persoalan yang mereka miliki, maik persoalan internal maupun persoalan dengan negara lain

BAB V KEUNTUNGAN ADANYA HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL


Patut diakui, keberadaan hukum dan peradilan internasional dalam suatu hubungan internasional benar - benar sangat penting. Hukum dan peradilan internasional tentunya dapat mengurangi kekhawatiran negara yang menjalin hubungan dengan negara lain. Hukum dan peradilan internasional akan membatasi suatu negara dan membantu menyelesaikan sengketa - sengketa yang kerap kali terjadi dalam suatu hubungan internasional. Hukum dan peradilan internasional tentu akan memberi keuntungan dan nilai - nilai positif bagi suatu negara. Beberapa keuntungan keberadaan hukum dan peradilan internasional yang dapat dirasakan oleh suatu negara adalah:

Dijadikan pedoman untuk mengatur hubungan antar bangsa atau antar subjek hubungan antar bangsa atau antar subjek hukum internasional hukum internasional Untuk menyelesaikan konflik apabila terjadi gesekan dalam hubungan antar subjek hukum gesekan dalam hubungan antar subjek hukum internasional sehingga bisa diselesaikan internasional sehingga bisa diselesaikan secara damai

Dapat disimpulkan, bahwa hukum dan peradilan internasional tentu akan membawa dampak positif. Tapi, hal ini akan terasa lebih efektif bila setiap negara dapat bekerjasama dalam mentaati hukum dan peradilan internasional tersebut. Karena itu, setiap negara, termasuk Indonesia, harus dapat bekerjasama untuk mengefektifkan keberadaan hukum dan peradilan internasional tersebut. Hal ini harus dilakukan demi tercapainya suatu cita - cita internasional, yaitu terwujudnya suatu keadilan sosial dan suatu perdamaian dunia.

DAFTAR PUSTAKA
http://adedidikirawan.wordpress.com/2009/11/19/mahkamah-pidanainternasioanal/ http://pkbh.uad.ac.id/pengadilan-pidana-internasional http://khafidsociality.blogspot.com/2011/05/sejarah-dan-latar-belakangdibentuknya.html

You might also like