You are on page 1of 19

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan substansi-substansi dari lingkungan luar yang mengganggu (Vaughan, 2010). Peradangan pada konjungtiva disebut konjungtivitis, penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan sekret purulen (Vaughan, 2010). Konjungtivitis umumnya disebabkan oleh reaksi alergi, infeksi bakteri dan virus, serta dapat bersifat akut atau menahun (Ilyas, 2009). Penelitian yang dilakukan di Belanda menunjukkan penyakit ini tidak hanya mengenai satu mata saja, tetapi bisa mengenai kedua mata, dengan rasio 2,96 pada satu mata dan 14,99 pada kedua mata (Majmudar, 2010). Konjungtivitis dapat dijumpai di seluruh dunia, pada berbagai ras, usia, jenis kelamin dan strata sosial. Walaupun tidak ada data yang akurat mengenai insidensi konjungtivitis, penyakit ini diestimasi sebagai salah satu penyakit mata yang paling umum (American Academy of Opthalmology, 2010).

1.2

Rumusan Masalah 1.2.1 Apa definisi konjungtivitis? 1.2.2 Ada berapa macam gangguan konjungtivitis?

1.3

Tujuan 1.3.1 Untuk mengetahui definisi konjungtivitis. 1.3.2 Untuk mengetahui macam-macam konjungtivitis

[1]

1.4

Manfaat 1.4.1 Agar mahasiswa mampu menjelaskan definisi konjungtivitis. 1.4.2 Agar mahasiswa mampu menjelaskan macam-macam konjungtivitis berdasarkan penyebab dan gambaran klinik.

[2]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Konjungtiva Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan melipat berkalikali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (Vaughan, 2010). 2.2 Histologi Konjungtiva Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal (Junqueira, 2007). Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat mengandung pigmen Vaughan, 2010). Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus dan tersusun longgar pada mata (Vaughan, 2010).

[3]

2.3

Perdarahan dan Persyarafan Konjungtiva Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva membentuk jaringan vaskular konjungtiva yang sangat banyak (Vaughan, 2010). Konjungtiva juga menerima persarafan dari percabangan pertama nervus V dengan serabut nyeri yang relatif sedikit (Tortora, 2009).

[4]

BAB III PEMBAHASAN

3.1

Definisi Konjungtivitis Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010). Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental (Hurwitz, 2009). Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan oat-obatan topical dan agen imunosupresif sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif (Therese, 2002).

3.2

Macam-macam Gangguan Konjungtiva 3.2.1 Berdasarkan Kausanya 1. Konjungtivitis Bakteri Organisme penyebab tersering adalah Staphylococcus,

Streptococcus, Pneumococcus, dan Haemophilus. Kondisi ini biasanya sembuh sendiri meski obat tetes mata antibiotik spektrum luas kan mempercepat kesembuhan. Apusan

konjungtiva dan kultur diindikasikan bila keadaan ini tidak menyembuh. Oftalmia neonatorum yaitu konjungtivitis yang terjadi pada 28 hari pertama kehidupan neonatus, merupakan penyakit yang mudah dikenali. Organisme penyebab tersering adalah: a. Konjungtivitis bakteri (biasanya Gram positif).

[5]

b. Neisseria

gonorrhoea.

Pada

kasus

berat

dapat

menyebabkan perforasi kornea. Penisilin topikal dan sistemik masing-masing diberikan untuk mengobati penyakit lokal dan sistemik. c. Herpes simpleks, yang dapat menyebabkan parut kornea. Antivirus topikal digunakan untuk mengobati keadaan ini. d. Klamidia. Penyakit ini dapat menyebabkan

konjungtivitis kronis dan parut kornea yang dapat mengancam penglihatan. Salep tetrasiklin topikal dan eritromisin sistemik masing-masing digunakan untuk mengbati penyakit lokal dan sistemik.

2. Konjungtivitis Virus Konjungtivitis ini dibedakan dari konjungtivitis bakteri berdasarkan : a. Sekret berair dan purulen terbatas. b. Adanya folikel konjungtiva dan pembesaran kelenjar getah bening preaurikulr. c. Selain itu mungkin juga terdapat edema kelopak dan lakrimasi berlebih.

Konjungtivitis ini merupakan penyakit yang sembuh sendiri namun sangat menular. Organisme penyebab tersering adalah adenovirus, dan yang lebih jarang Coxsackie dan pikornavirus. Adenovirus juga dapat menyebabkan konjungtivitis berhubungan dengan pembentukan pseudomembran yang pada

konjungtiva. Serotipe adenovirus tertentu juga menyebabkan keratitis pungtata yang menyulitkan. Terapi untuk konjungtivitis ini tidak diperlukan kecuali terdapat infeksi bakteri sekunder. Pasien harus diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi (misal menggunkan handuk yang berbeda).

[6]

Terapi

keratitis

masih

kontroversial.

Penggunaan

steroid

mengurangi gejala dan menyebabkan hilangnya opasitas kornea, namun inflamasi ulangan (rebound inflamation) sering terjadi ketika steroid dihentikan.

3. Infeksi Klamidia Berbagai serotipe Chlamydia trachomatis yang merupakan organisme intraseluler obligat menyebbkan dua bentuk infeksi mata: a. Keratokonjungtivitis Inklusi Penyakit ini merupakan penyakit yang ditularkan secara seksual dan dapat berlangsung kronis (hingga 18 bulan) kecuali diterapi dengan adekuat. Pasien datang dengan konjuntivitis folikular mukopurulen dan terjadi mikropanus (vaskularisasi dan parut kornea superfisial perifer) yang berhubungan dengan parut subepitel. Uretritis dan servisitis sering terjadi. Diagnosis dikonfirmasi dengan deteksi antigen klamidia, menggunakan imunofluoresensi atau dengan identifikasi badan inklusi khas dari apusan konjungtiva atau spesimen kerokan dengan pewarnaan Giemsa. Konjungtivitis inklusi diobati dengan tetrasiklin topikal dan sistemik.

b.

Trakoma Trakoma merupakan penyebab infektif kebutaan

tersering di dunia meski tidak sering terjadi di negara maju. Lalat rumah merupakan vektor penyakit ini dan penyakit mudah berkembang dengan hygiene yang buruk dan penduduk yang padat di iklim kering dan panas. Tanda penting penyakit ini adalah fibrosis subkonjungtiva yang disebabkan oleh reinfeksi yang sering terjadi pada kondisi yang tidak hygiene. Trakoma diobati dengan tetrasiklin atau

[7]

eritromisin

oral

atau

topikal.

Azitromisisn,

sebagai

alternatif, hanya memerlukan sekali pemakaian. Entropion dan trikiasis membutuhkan koreksi bedah.

4. Konjungtivitis Alergi Konjungtivitis alergi dapat dibagi menjadi akut dan kronis. a. Akut (konjungtivitis demam hay) Merupakan suatu bentuk reaksi akut yang

diperantarai IgE terhadap alergen yang tersebar di udara. Gejala dan tanda antara lain: 1) Rasa gatal. 2) Injeksi (kemosis). 3) Lakrimasi. b. Konjungtivitis vernal (kataral musim semi) juga diperantarai oleh IgE. Sering mengenai anak laki-laki dengan riwayat atopi. Dapat timbul sepanjang tahun. Gejal dan tanda antara lain: 1) Rasa gatal. 2) Fotobia. 3) Lakrimasi. 4) Konjungtivitis papilar pada lempeng tarsal atas (papilla dapat bersatu untuk membentuk dan pembengkakan konjungtiva

cobblestone raksasa). 5) Folikel dan bintik putih limbus. 6) Lesi pungtata pada epitel kornea. 7) Plak oval opak yang pada penyakit parah plak ini menggantikan zona bagian atas epitel kornea.

Terapi awal dengan antihistamin dan penstabil sel mast (misal natrium kromoglikat, nedokromil, lodoksamid). Steroid topikal dibutuhkan pada kasus-kasus berat, namun pemakaian

[8]

jangka panjang jika mungkin dihindari karena dapat menginduksi glaukom atau katarak. Pengguna lensa kontak dapat mengalami reaksi alergi terhadap lensa yang digunakan atau bahan pembersih lensa yang menyebabkan konjungtivitis papilar raksasa (giant papillary conjunctivitis, GPC) dengan sekret mukoid. Walaupun hal ini memberikan respons terhadap terapi topikal dengan penstabil sel mast, seringkali penggunaan lensa kontak harus dihentikan sementara waktu atau permanen.

3.2.2 Degenerasi Konjungtiva Kista sering didapatkan pada konjungtiva. Jarang menimbulkan masalah namun jika diperlukan dapat diangkat. Pinguekula dan pterigia ditemukan pada konjungtiva bulbi interpalpebra. Diduga terjadi akibat pajanan berlebih terhadap komponen ultraviolet sinar matahari yang dipantulkan atau secara langsung. Secara histologis, struktur kolagen berubah. Pinguela merupakan lesi kekuningan yang tidak pernah mencapai kornea. Pterigi berbentuk sayapmdan terletak di nasal, dengan apeks mengarah ke kornea dimana terjadi eprluasan secara progresif. Pterigia dapat menyebabkan iritasi, dan jika luas dapat mencapai aksis visual.

3.2.3 Berdasarkan Gambaran Klinis 1. Konjungtivitis Kataral Gambaran klinis adalah injeksi konjungtiva dan

hiperemikonjungtivatarsal, tanpa folikel, tanpa cobble-stone dan tanpa flikten. Pada konjungtivitis kataral berbentuk sekret serus, mukus atau mukopurulen, tergantung penyebabnya.

Konjungtivitis kataral dapat menyertai blefaritis atu obstruksi duktus nasolakrimal. Gejala-gejala umum konjungtivitis ini dapat

[9]

disertai maserasi lateral maupun medial. Radang konjungtiva demikian juga disebut sebagai konjungtivitis angular. Beberapa jenis konjungtivitis dapat disertai kelainan pada kornea, biasanya berupa keratitis pungtata superfisial. Konjungtivitis kataral dapat bersifat akut atau kronik, tergantung penyebabnya. Apabila ada sekret, maka dibuat sediaan langsung untuk memeriksa penyebabnya. Biasanya disebabkan infeksi bakteri, antara lain staphilococ aureus, pneumococ, Diplobasil Morax Axenfeld dan basil Koch Weeks. Konjungtivitis kataral dapat juga disebabkan virus misalnya morbili. Bhkan kimia basa dikenal menyebabkan kerusakan dan radang akut pada mata berupa keratokonjungtivitis. Bahan-bahan kimia lain dapat pula menyebabkan tanda-tanda konjungtivitis kataral. Herpes Zoster Oftalmik juga disertai konjungtivitis. Pengobatan konjungtivitis kataral tergantung penyebabnya. Apabila penyebabnya infeksi bakteri, maka dapat diberi antibiotik seperti tetrasiklin, kloromisitin, dll. Juga dapat diobati dengan sulfasetamid. Biasanya pada radang akut atau yang disertai begitu banyak sekret dapat diberi tetes mata. Pada infeksi virus dianjurkan pemakaian sulfasetamid atau obat anti virus seperti IDU untuk infeksi herpes simplex. Apabila terdapat sekret, maka sebaiknya sekret dibersihkan dahulu sebelum obat diberikan.

2.

Konjungtivitis Purulen, Mukopurulen Pada jenis konjungtivitis ini, gambaran konjungtiva tarsal hiperemi seperti pada konjungtivitis kataral. Sekret mukopurulen terdapat pada konjungtivitis kataral yang disebabkan bakteri seperti Staphilococ, Pneumococ, dan basil Koch Weeks. Konjungtivitis purulen ditandai sekret purulen seperti nanah, kadang-kadang disertai adanya pseudomembran sebagai massa putih di konjungtiva tarsal. Konjungtivitis ini ditemukan pada

[10]

orang dewasa atau pada anak-anak dan bayi. Pada orang dewasa disebabkan oleh infeksi gonococ. Sekret mukopurulen sering dianggap sebagai sekret purulen. Pada bayi, terutama yang berumur di bawah 2 minggu, apabila dijumpai konjungtivitis purulen, perlu dipikirkan dua kemungkinan penyebab, yaitu infeksi golongan Neisseria (gonococ atau meningococ) dan golongan klamidia (klamidia oculogenital). Konjungtivitis karena klamidia oculogenital mempunyai prognosis lebih baik, karena tidak menimbulkan penyulit. Sebaliknya, konjungtivitis gonore dapat menimbulkan komplikasi ulkus kornea, bahkan dapat berlanjut dengan perforasi kornea yang dapat berakibat hilangnya fungsi mata, karena terjadi infeksi intraokular. Pengobatan konjungtivitis purulen hrus intensif. Penderita harus dirawat di ruang isolasi. Mata harus selalu dibersihkan dari sekret sebelum pengobatan. Setiap 15 atau 30 menit diberikan salep mata penisilin. Apabila keadaan radang sudah membaik, salep mata diberikan setiap jam. Selain itu, diberikan injeksi penisilin sesuai umur, pada bayi dosis adalah 50.000 iu/kilogram berat badan.

3.

Konjungtivitis Membran Penyakit ini ditandai dengan adanya membran atau selaput berupa masaa putih pada konjungtiva tarsal dan kadang-kadang juga menutupi konjungtiva bulbi. Massa putih ini ada dua jenis, yaitu membran dan pseudomembran. Konjungtivitis membran dapat disebabkan oleh infeksi Streptococ hemolitik dan infeksi difteria. Pada sindrom Steven Johnson, dapat disertai juga dengan konjungtivitis membran. Konjungtivitis pseudomembran disebabkan oleh infeksi yang hiper-akut, seperti infeksi Pneumococ.

[11]

Pada penderita konjungtivitis membran, perlu diperiksa membrannya untuk mencari penyebab infeksi. Apabila diduga suatu konjungtivitis difteria, maka perlu diperiksa juga keadaan jantung penderita, karena toksin difteri dapat menimbulkan gangguan pada jantung. Sindrom Steven Johnson adalah gangguan kulit yang berupa eritema multiform eksudatif hemoragik, mengenai kulit dan mukosa mulut serta genital, disebabkan idiosinkrasi obat. Selain itu kuku tangan dan kuku kaki melepas. Pada mata juga didapatkan kelainan-kelainan pada kulit dan selaput lendir (konjungtiva) mata berupa konjungtivitis kataral, yang pada kasus-kasus tertentu menimbulkan komplikasi yang berat, berupa konjumgtivitis membran dengan perlekatanperlekatan konjungtiva tarsal dengan bola mata. Apabila timbul sikratiks berat, maka saluran kelenjar air mata sering tertutup dan seluruh sel goblet rusak, berakibat mata seterusnya akan kering, sehingga mudah meradang, integritas kornea terganggu dan hal ini menimbulkan gangguan penglihatan. Kornea dapat mengalami ulserasi dan neovaskularisasi. Sejumlah penderita sindrom Steven Johnson akhirnya mengalami kebutaan. Pengobatan konjungtivitis membran tergantung pada

penyebabnya. Apabila penyebabnya infeksi Streptococ B hemolitik, diberikan antibiotik yang sensitif. Pada infeksi difteria, diberi salep mata penisilin setiap jam dan injeksi penisilin sesuai umur. Pada orang dewasa diberi injeksi penisilin 2 hari masingmasing 1,2 juta unit. Pada anak-anak diberikan penisilin dengan dosis 50.000 unit/kilogram berat badan. Untuk mencegah gangguan jantung oleh toksin difteria, perlu diberikan antitoksin difteria 20.000 unit selama 2 hari berturut-turut. Biasanya dalam 5 hari keadaan penyakit menyembuh dengan baik.

[12]

4.

Konjungtivitis Folikular Dikenal beberapa jenis konjungtivitis folikular, yaitu konjungtivitis viral, konjungtivitis klamidia, konjungtivitis

folikular toksik, dan konjungtivitis folikular lainnya. Trakoma juga termasuk salah satu jenis konjungtivitis folikular. Tanda-tanda radang tampak menonjol pada

konjungtivitis folikular akut yang disebabkan virus, klamidia oculogenital. Pada konjungtivitis folikular toksik lebih sering tanda radang tidak akut. Trakoma umumnya juga tidak disertai tanda radang akut. Berikut ini macam-macam konjungtivitis folikular: a. Kerato-Konjungtivitis Epidemi Disebabkan infeksi adenovirus tipe 8. Masa inkubasi 5 sampai 10 hari. Gejala radang mata timbul akut dan selalu pada satu mata terlebih dahulu berupa

konjungtivitis folikular akut. Kelenjar pre-aurikular dapat membesar dan nyeri tekan. Radang akan berlangsung 8 sampai 10 hari dengan kelopak mata yang membengkak, konjungtiva tarsal hiperemi dan konjungtiva bulbi kemosis. Terdapat perdarahan

subkonjungtiva. Pada akhir minggu pertama perjalanan penyakit, baru timbul gejala-gejala di kornea. Gejala-gejala subjektif berupa mata berair, silau, dan seperti ada pasir. Gejala radang akut mereda dalam 3 minggu, tetapi kelainan kornea dapat menetap

berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahuntahun setelah sembuhnya penyakit.

b. Demam Faringo Konjungtiva Penyebab yang paling sering adlah denovirus tipe 3. Pada penyakit ini nyata demamnya, disamping tandatanda konjungtivitis folikular akut dan faringitis akut.

[13]

Penyakit ini lebih sering dialami anak-anak daripada orang dewasa. Kelenjar pre-aurikular dapat membesar. Lebih sering mengenai kedua mata (jarang mengenai satu mata). Kelopak mata membengkak. Dua minggu setelah perjalanan penyakit dapat timbul kelainan kornea berupa infiltrat-infiltrat bulat kecil superfisial. Faringitis timbul beberapa hari setelah timbulnya konjungtivitis folikular akut. Demam faringo

konjungtiva berlangsung sekitar 4 hari sampai 2 minggu.

c. Konjungtivitis Hemoragik Akut Penyebab penyakit ini adalah entero virus 70, yang sukar diisolasi dan membutuhkan media khusus. Masa inkubasinya 1-2 hari. Timbulnya akut disertai gejalagejala subjektif seperti ada pasir, berair dan kemudian diikuti rasa gatal. Biasanya mulai satu mata untuk beberapa jam atau satu sampai dua hari kemudian diikuti perdangan akut mata yang lain. Penyakit ini sangat menular dengan kontak langsung atau tidak langsung melalui benda-benda yang terkena

kontaminasi sekret mata penderita. Penyakit ini dapat menimbulkan kelainan kornea berupa kreatitis pungtata superfisial, bahkan kadangkadang ulkus kornea. Tidak dikenal obat yang spesifik, tetpi dianjurkan pemberian tetes mata sulfasetamid atau antibiotik. Penyakit ini berlangsung 5 sampai 10 hari, kadang-kadang sampai 2 minggu. Gambaran klinik penyakit ini tidak jarang seperti konjungtivitis akut yang disebabkan infeksi adenovirus.

[14]

d. Konjungtivitis New Castle Dalam peternakan unggas dikenal penyakit New Castle, yang merupakan suatu pneumo-ensefalitis yang fatal. Pada manusia virus New folikular Castle akut, dapat yang

menimbulkan

konjungtivitis

biasanya tidak disertai penyakit pada kornea dan kadang-kadang disertai gejala umum yang ringan. Konjungtivitis ini biasanya mengenai orang-orang yang sering berhubungan dengan unggas. Masa inkubasi 1 sampai 2 hari, sering unilateral, disertai gejala subjektif seperti perasaan ada benda asing, berair, silau, dan rasa sakit. Gambaran kliniknya kelopak mata bengkak,

konjungtiva tarsal hiperemi dan hiperplasi, kadangkadang bergranulasi, tampak folikel-folikel kecil yang terdapat lebih banyak di konjungtiva tarsal inferior. Pada konjungtiva tarsal dapat ditemukan perdarahanperdarahan. Konjungtivitis ini biasanya disertai

pembesaran kelenjar pre-aurikular, nyeri tekan. Gejalagejala diatas memberat dalam 2 sampai 3 hari untuk kemudian mereda dan sembuh sampai 3 minggu dan penyakit ini jarang dijumpai.

e. Inclusion Conjunctivitis Gambaran klinis penyakit ini adalah konjungtivitis folikular akut, tetapi penyebabnya bukan virus, melainkan klamidia oculogenital. Gambaran

konjungtivitis folikular akut ini terdapat pada orang dewasa, sedangkan pada bayi gambaran kliniknya adalah suatu konjungtivitis purulen yang juga disebut Inclusion blenorrhoe.

[15]

Masa inkubasi penyakit ini adalah 4 sampai 12 hari, mengenai dewasa muda usia antara 18 tahun sampai 30 tahun. Selain gambaran konjungtivitis folikular akut, didapatkan sekret mukopurulen. Pada minggu kedua perjalanan penyakit dapat timbul keratitis epitel, baik perifer maupun sentral, dapat pula berupa infiltrasi seperti pada Kerato-konjungtivitis epidemi, serta

neovaskularisasi kornea superfisial. Apabila terdapat konjungtivitis folikular akut dengan sekret mukopurulen yang berlangsung lebih dari 2 minggu, mak perlu diduga merupakan Inclusion conjunctivitis.

5.

Konjungtivitis Vernal Gejala subjektif yang menonjol adalah rasa sangat gatal pada mata, terutama bila berada di lapangan terbuka yang panas dan terik. Pada pemeriksaan didapatkan konjungtivitis dengan tanda yang khas adanya Cobble-stone di konjungtiva tarsalis superior, yang biasanya terdapat pada kedua mata, tetapi bisa pada satu mata. Sekret mata pada dasarnya mukoid dan menjadi mukopurulen apabila terdapat infeksi sekunder. Konjungtivitis vernal lebih sering kambuh pada musim panas dibandingkan musim hujan. Gambaran yang mirip dengan konjungtivitis vernal dapat dijumpai pada pemakaian lensa kontak lembut. Pengobatan: kortikosteroid tetes atau salep mata. Apabila terdapat ulkus kornea, maka pemberian steroid/kortikosteroid lokal merupakan kontraindikasi. Ulkus diobati dengan pemberian antibiotik dan untuk menekan peradangan sebaiknya diberikan obat anti radang non steroid.

[16]

6.

Konjungtivits Flikten Meskipun banyak dihubungkan dengan penyakit tuberkulosis paru, seringkali TBC paru tidak ditemukan pada penderita dengan konjungtivitis flikten. Dan apabila diperiksa mata penderita TBC paru, sedikit sekali yang menderita konjungtivitis flikten. Penyakit lain yang dihubungkan dengan konjungtivitis flikten adalah helmintiasis. Gejala pada mata ialah adanya flikten yang umumnya dijumpai di limbus. Selain di limbus, flikten dapat dijumpai di konjungtiva bulbi, konjungtiva tarsal, dan kornea. Apabila flikten timbul pada kornea dan sering kambuh, maka dapat berakibat gangguan penglihatan. Apabila peradangannya berat, maka dapat terjadi lakrimasi yang terus-menerus sampai berakibat eksema kulit. Keluhan lain adalah silau dan rasa seperti berpasir.

[17]

BAB IV PENUTUP

4.1

Kesimpulan Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan substansi-substansi dari lingkungan luar yang mengganggu. Peradangan pada konjungtiva disebut konjungtivitis. Pembagian konjungtivitis sendiri dapat dibagi berdasarkan kausa atau penyebabnya yaitu konjungtivitis bakteri, konjungtivitis virus, konjungtivitis klamidia, dan konjungtivitis alergi. Namun jenis konjungtivitis juga dapat ditinjau berdasarkan gambaran klinis. Yaitu konjungtivitis kataral, konjungtivitis purulen, konjungtivitis membran, konjungtivitis folikular, konjungtivitis vernal, konjungtivitis flikten.

4.2

Saran Diharapkan dalam penerapan materi gangguan pada konjungtiva dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya mahasiswa. Perlu dilakukan penelitian khusus tentang jenis-jenis konjungtivitis lainnya serta perlu dukungan dari institusi pendidikan keperawatan untuk mengembangkan science

keperwatan.

[18]

Daftar Pustaka James, Bruce, Chew, Chris, Bron, Anthony. 2006. Lecture Notes: Oftalmologi Ed: 9. Jakarta: EMS dr. Hamurwono, Guntur, Bambang, dkk. 2002. ILMU PENYAKIT MATA: Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Ed: 2. Jakarta: Sagung Seto http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/5/Chapter%20I.pdf diunduh pada tanggal 30 Maret 2014 pada pukul 20.45 WIB http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf diunduh pada tanggal 20 Maret 2014 pada pukul 19.27 WIB

[19]

You might also like