You are on page 1of 32

1 PENGERTIAN TAUHID Tauhid sebagai suatu pengetahuan kesaksian, keimanan, dan keyakinan terhadap keesaan Allah dengan segala

kesempurnaan-Nya. Berdasar Al-Quran, keesaan Allah itu meliputi tiga hal, yaitu esa zat-Nya, tidak ada Tuhan lebih dari satu dan tidak ada sekutu bagi Allah; esa afalNya, tidak ada seorang pun yang dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh Allah. Menurut osman Raliby, kemahaesaan Allah adalah: Allah Maha Esa dalam zat-Nya. Kemahaesaan Allah dalam zat-Nya dapat dirumuskan dengan kata-kata bahwa zat Allah tidak sama dan tidak dapat disamakan dengan apapun juga. Zat Allah tidak akan mati, tetapi akan kekal dan abadi. Allah juga bersifat wajibul wujud, artinya hanya Allah yang abadi dan kekal wujud-Nya. Selain Allah, semuanya bersifat mumkinul wujud, artinya boleh ada dan boleh tidak ada. 2 MACAM-MACAM TAUHID 1. Tauhid Rububiyah Secara estimologis kata rabb sebenarnya memiliki banyak arti, antara lain menumbuhkan, mengembangkan, mendidik, memelihara, menanggung, memperbaiki,

mengumpulkan, mempersiapkan, memimpin, mengepalai, dan menyelesaikan. Dalam kaitannya dengan pembahasan tauhid rububiyah dapat dijelaskan bahwa kata rububiyah berasal dari akar kata rabb, yaitu zat yang menghidupkan dan mematikan. Makna rububiyah mewujud dalam fenomena penciptaan, pemberian rezeki, juga pengelolaan dan penguasaan alam semesta ini. Tauhid rububiyah sebagai bentuk keyakinan manusia bahwa Allah itu esa dalam penciptaan, pemberian rezeki dan penguasaan atas makhluk-makhluk-Nya. Kenyataan alam secara keseluruhan menjelaskan tentang hakikat tauhid rububiyah. 2. Tauhid Mulkiyah Secara bahasa kata mulkiyah berasal dari kata mulkyang terbentuk pula kata malik. Tauhid mulkiyah berarti sebuah pandangan yang meyakini bahwa Allah sebagai satu-satunya zat yang mengusai alam semesta ini. Melalui sifat mulkiyah-Nya, Allah berhak menentukan apa saja untuk makhluk-Nya. Sebagai pemilik segala yang ada, Allah adalah raja atau penguasa. Raja berfungsi menjadi penguasa manakala ia adalah pemimpin yang dipatuhi.

Allah juga menunjukkan bahwa diri-Nya adalah pelindung orang-orang beriman yang akan membawa mereka menuju pencerahan. Keberadaan keyakinan mulkiyah ini membedakan antara pribadi muslim dan bukan muslim. Dengan demikian, tauhid mulkiyah menegaskan bahwa loyalitas, afiliasi, kerelaan, pembelaan, dukungan dan pengorbanan tidak boleh diberikan kecuali pemimpin atau undangundang yang bersumberkan syariat Allah. Karena dengan penegakan syariat Allah di muka bumi akan menjamin kemashlahatan dan kemakmuran kehidupan di bumi. 3. Tauhid Uluhiyah Uluhiyah atau ilahiyah berasal dari kata ilah. Dalam bahasa Arab kata ilah memiliki akar kata a-la-ha yang memiliki arti tentram, tenang, lindungan, cinta dan sembah. Semua makna ini sesuai dengan sifat-sifat dan kekhususan zat Allah. Tauhid uluhiyah merupakan pengejawantahan dari sikap kepasrahan dan penghambaan yang utuh kepada Allah. Seorang yang berorientasi pada tauhid uluhiyah akan mengabdikan segenap kehidupannya kepada Allah semata. Makna tauhid uluhiyah adalah sebuah keyakinan bahwa selain Allah adalah satu-satunya zat yang memiliki dan menguasai langit, bumi, dan seisinya, satu-satunya yang wajib ditaati dan yang menentukan segala aturan serta yang melindungi. Ibnu Rajab berkata, Ilah adalah yang wajib ditaati dan tidak didurhakai, merasa takut karena mengagungkan. Cinta takut dan penuh pengharapan, berserah diri, memohon hanya kepada-Nya. Siapa yang menyekutukan-Nya dengan suatu makhluk dalam perkara ini akan merusak keikhlasan seseorang dalam berikrar laa ilaaha ilallah. Ilah bagi manusia bisa bermacam-macam bentuknya. Oleh karena itu konsekuensi pernyataan laa ilaaha ilallah sangat berat karena harus meninggalkan seluruh ilahselain kepada Allah. Tauhid uluhiyah mengandung konsekuensi tertentu bagi orang beriman. Keyakinan ini menuntut totalitas dalam mengabdi kepada Allah dalam segenap aktivitas kita. 4. Tauhid Rahmaniyah Secara bahasa rahmaniyah berasal dari kata rahmanyang memiliki arti kasih sayang, yaitu suatu nilai yang paling mendasar sekaligus merupakan kebutuhan paling asasi bagi kehidupan manusia. Rahman dalam perwujudannya yang lebih suci dan lebih tinggi adalah suatu sifat yang ditonjolkan Allah dalam memperkenalkan diri-Nya sebagaimana kita menemukannya

pada awal tiap surah yang kita baca dalam Al-Quran, yang intinya bahwa kasih sayang (rahman) Allah sangat luas dan meliputi alam semesta. Pada prinsipnya tauhid rahmaniyah merupakan perwujudan dari setiap sikap muslim yang memiliki tuntutan untuk memberikan dan menebarkan kasih sayang pada seluruh alam semesta. Sikap ini selaras dengan misi rahmatan lil alamin yang diemban Rasulullah saw untuk memberikan kasih sayang pada seluruh makhluk alam semesta. Tauhid rahmaniyah menghendaki nilai dasar kasih sayang dikembangkan dalam hubungan dan pergaulan kehidupan kita. Dalam rangka pembinaan dan pengembangan nilai kasih sayang yang sangat dibutuhkan dalam menopang kehidupan. Pengembangan hubungan baik yang dilandasi kasih sayang dalam lingkungan keluarga dikenal dalam ajaran islam dengan silaturahmi. 3 MAKNA KALIMAT TAUHID LAA ILAAHA ILLALLAH Kata ilahmempunyai pengertian luas, yaitu mencakup pengertian rububiyah dan mulkiyah. Adapun laa ilaaha ilallah mempunyai pengertian sebagai berikut: laa kholiqa iilallah(tidak ada Yang Maha Pencipta, kecuali Allah) laa raaziqa illallah(tidak ada Yang Maha Memberi Rezeki, kecuali Allah) laa hafidza illallah(tidak ada Yang Maha Memelihara, kecuali Allah) laa mudabira illallah(tidak ada Yang Maha Mengelola, kecuali Allah) laa maalika illallah(tidak ada Yang Maha Memiliki Kerajaan, kecuali Allah) laa waliya illallah(tidak ada Yang Maha Memimpin, kecuali Allah) laa haakima illallah(tidak ada Yang Maha Menentukan Aturan, kecuali Allah) laa ghoyata illalllah(tidak ada Yang Maha Menjadi Tujuan, kecuali Allah) laa mabuuda illallah(tidak ada Yang Maha Disembah, kecuali Allah)

BUKTI-BUKTI AANYA ALLAH Bukti yang pertama : Keberadaan manusia dan kehidupan: dia adalah sesuatu yang baru yang memiliki permulaan dan akhir, membutuhkan pada yang lain. Sedangkan sesuatu yang baru dan butuh pada yang lain ia adalah makhluq, dan makluq itu harus ada yang menciptakanya, dan Pencipta (Khaliq) yang Maha Agung ini adalah ( Allah ). Dan Allah adalah yang telah mengabarkan akan Dzat-Nya yang Suci sendiri, bahwasanya Dialah Pencipta ( Khaliq ), Yang Mengurus semua yang ada, sedangkan kabar ini datangnya dari Allah Taala dalam kitab-kitab-Nya, yang telah diturunkan pada para Rasul-Nya.

Dan Rasulullah telah menyampaikan Firman-Nya pada manusia, mengajak mereka untuk beriman pada-Nya dan hanya beribadah pada-Nya. Allah Taala telah berfirman dalam kitab-Nya yang Agung:

{ (54)

Sesungguhnya Rob kalian semua adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam masa enam hari, kemudian Dia bersemayam diatas Arsy.Dia menutupkan malam pada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakannya pula_ matahari, bulan dan bintang-bintang (masingmasing) tunduk pada perintah-Nya, Ingatlah menciptakan dan memerintah itu hanyalah hak Allah, Maha suci Allah Rob semesta alam . (QS, 7;54) Makna secara umum dari ayat yang mulia ini : Allah mengabarkan pada seluruh manusia bahwa Dia adalah Rob mereka yang telah menciptakan mereka dan menciptakan langit dan bumi dalam enam hari[1] dan mengabarkan bahwa Dia Bersemayam diatas Arsy-Nya.[2]

Dan Arsy itu diatas langit, sedangkan arsy itu merupakan makluq yang tertinggi dan terluas, Dan Allah berada diatas Arsy ini, Allah bersama seluruh makhluqnya dengan Ilmu-Nya, PendengaranNya dan Penglihatan-Nya.

Tidak ada sesuatu urusan makhluqpun yang tersembunyi dari-Nya, dan Allah yang Maha Perkasa mengabarkan bahwa Dia menjadikan malam menutup siang dengan kegelapannya, kemudian siang mengikutinya dengan cepat, Diapun mengabarkan bahwa Dia menciptakan matahari, bulan dan bintang-bintang, semuanya tunduk dan berjalan diatas peredarannya dengan perintah-Nya, dan Allah mengabarkan juga bahwa hanya bagi-Nya lah urusan penciptaan dan pengaturan alam semesta ini, Dia yang Maha Sempurna Dzat dan sifat-sifat-Nya, yang memberikan kebaikan yang banyak dan terus-menerus, dan Dialah Rob alam semesta yang menciptakan mereka dan mendidiknya dengan nikmat-Nya. Allah Taala Berfirman : {(37) Dan sebagaian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah malam, siang, matahari dan bulan . Janganlah bersujud pada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan,tapi bersujudlah pada Allah, yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya berserah diri . (QS, 41;37)

Makna ayat yang mulia secara umum. Allah Taala mengabarkan bahwa diantara tanda yang menunjukkan akan kekuasaan-Nya adalah : malam dan siang, matahari dan bulan dan Allah melarang untuk sujud pada matahari, dan bulan karena keduanya adalah makhluq sebagaimana makhluq yang lainnya, makhluq itu tidak layak untuk disembah, sedangkan sujud termasuk jenis ibadah. Dan pada ayat ini Allah memerintahkan pada manusia, sebagaimana memerintahkan mereka selainnya, supaya mereka hanya bersujud pada-Nya saja, karena Dialah Pencipta, Pengatur yang berhak diibadahi.

Bukti yang kedua. Bahwa dia telah menciptakan laki-laki dan perempuan: keberadaan perempuan dan lelaki adalah sebagai bukti akan adanya Allah.

Bukti yang ketiga. Perbedaan bahasa dan warna kulit: tidak pernah didapati dua orang yang suaranya satu atau warna kulitnya sama, tapi pasti ada perbedaannya antara keduanya. Bukti yang keempat. Perbedaan nasib: Yang ini kaya, yang ini miskin, yang ini pemimpin dan yang itu yang dipimpin (rakyat) padahal mereka semuanya sama-sama memiliki akal, pikiran dan ilmu dan menginginkan apa apa yang tidak bisa dicapai seperti kaya, kemuliaan, istri yang cantik, namun tidak ada seorangpun yang mampu mencapai kecuali yang di taqdirkan Allah untuknya, hal itu karena hikmah yang besar yang telah dikehendaki Allah Swt. Dan semua ini adalah ujian bagi manusia satu sama lain dan kebutuhan manusia satu sama yang lain sehingga tidak hilang kemaslahatan mereka semua. Dan bagi yang tidak ditaqdirkan oleh Allah bernasib baik didunia, Allah mengabarkan bahwa Allah memberikan padanya nasib baiknya sebuah tambahan didalam kenikmatannya di sorga jika ia mati dalam kondisi iman pada Allah, Allah telah memberi orang fakir suatu keistemewaan yang bisa dinikmati jiwa dan kesehatan, yang kebanyakan tidak didapatkan pada orang-orang yang kaya dan ini merupakan kebijaksanaan dan keadilan Allah . Bukti kelima. Tidur dan mimpi benar yang Allah tampakkan didalamnya kepada orang yang tidur suatu perkara ghaib sebagai berita gembira atau peringatan. Bukti keenam. Ruh dimana tidak ada yang mengenal hakekat ruh selain Allah saja. Bukti ketujuh. Manusia berikut yang ada di tubuhnya berupa panca indra, urat saraf, otak, alat pencernaan dan selainnya. Bukti kedalapan. Allah menurunkan hujan pada tanah mati lalu muncullah tetumbuhan serta pepohonan beraneka ragam bentuk, corak, manfaat dan rasanya. Ini merupakan sedikit diantara ratusan bukti yang Allah Taala sebutkan dalam Al Quran dan yang Dia khabarkan bahwa semua itu merupakan bukti kuat akan eksistensi Allah dan bahwa Dialah Pencipta sekaligus Pengatur seluruh makhluk yang ada. Bukti kesembilan. Fitrah yang Allah ciptakan pada manusia mengakui akan eksistensi Allah sebagai Pencipta dan Pengaturnya. Siapa yang mengingkari hal itu berarti dia hanya mencelakakan dirinya sendiri. Orang atheis misalnya, hidup di dunia ini dalam keadaan celaka sedang tempat kembalinya kelak setelah kematian adalah neraka sebagai balasan dia mendustakan Robbnya yang telah menciptakan dirinya dari awalnya tidak ada dan memeliharanya dengan berbagai macam nikmat. Kecuali kalau dia mau bertaubat kepada Allah dan beriman kepada-Nya, agama serta Rasul-Nya.

Bukti kesepuluh. Berkah, yaitu semakin bertambah banyaknya pada sebagian makhluk seperti kambing. Sedang kebalikan berkah adalah gagal sebagaimana pada binatang anjing dan kucing
Akidah Islam ialah kepercayaan dan keyakinan terhadap Allah sebagai rabb dan ilah serta beriman dengan nama-namaNya dan segala sifat-sifatNya juga beriman dengan adanya malaikat, kitab-kitab, para Rasul, Hari Akhirat dan beriman dengan taqdir Allah sama ada baik atau buruk termasuk juga segala apa yang dating dari Allah. Seterusnya patuh dan taat pada segala ajaran dan petunjuknya. Oleh itu, akidah Islam ialah keimanan dan keyakinan terhadap Allah dan RasulNya serta apa yang dibawa oleh Rasul dan dilaksanakan dalam kehidupan

Ilmu Akidah
Ilmu Tauhid Ilmu yang menerangkan tentang sifat Allah swt yang wajib diketahui dan dipercayai Ilmu Usuluddin Suatu ilmu yang kepercayaan dalam agama Islam, iaitu kepercayaan kepada Allah swt dan pesuruhNya Ilmu Makrifat Suatu ilmu yang membahaskan perkara-perkara yang berhubung dengan cara-cara mengenal Allah swt Ilmu Kalam Sesuatu ilmu yang membahas tentang akidah dengan dalil-dalil aqliah (ilmiah) sebagai perisai terhadap segala tentangan daripada pihak lawan Ilmu Akidah Suatu ilmu yang membahas tentang perkara-perkara yang berhubung dengan keimanan kepada Allah swt

Huraian Rukun Iman


Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, dari Umar Ibni Al-Khattab r.a bahawa di dalam pertemuan malaikat Jibril dengan Rasulullah saw di dalam sebuah majlis yang dihadiri oleh ramai sahabat-sahabat Rasulullah saw maka Jibril telah mengemukakan pertanyaan kepada Rasulullah saw yang bermaksud:Jibril telah berkata kepada Rasulullah, kamu terang kepadaku mengenai iman maka jawab Rasulullah, iman itu ialah bahawa kami beriman kepada Allah, kepada malaikat, kepada kitabkitab, kepada rasul-rasul, kepada hari kemudian dan kamu beriman bahawa habuan dan peruntukan bagi kamu sama ada baik atau buruk adalah semua daripada Allah swt, maka Jibril pun berkata kamu telah berkata benar.

Jadi, dari ayat Al-Quran dan hadith dapatlah disimpulkan bahawa iman itu ialah 6 perkara iaitu:
1. 2. 3. 4. 5. 6. Percaya kepada Allah Percaya kepada Malaikat Percaya kepada Kitab Percaya kepada Rasul Percaya kepada Hari Kiamat Percaya kepada Qada dan Qadar

Nama dan Tugas Malaikat 1. Jibril Menyampaikan wahyu dan perintah Allah kepada nabi-nabi & rasul-rasulNya untuk disampaikan kepada manusia 2. Mikail Mengawal cekerawala termasuk matahari, bulan, bintang-bintang, hujan & panas dan lain mengikut yang dikehendaki oleh Allah 3. Izrail Mencabut nyawa seluruh makhluk yang bernyawa apabila sudah sampai waktu yang dikehendaki oleh Allah 4. Israfil Meniup sengkekala apabila tiba masanya 5. Raqib Mencatit amalan baik yang dilakukan oleh manusia 6. Atid Mencatit amalan jahat yang dilakukan oleh manusia 7. Mungkar Menyoal manusia di dalam kubur 8. Nakir Menyoal manusia di dalam kubur 9. Ridhwan Mengawal syurga 10. Malik Mengawal neraka

A. PENGERTIAN SYARIAH Secara Etimologi Kata Syariah berasal dari bahasa Arab, dari kata Syaraa yang berarti jalan. Syariah Islam berarti jalan dalam agama Islam atau peraturan dalam Islam. Secara Terminologi Syariah adalah suatu sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan seluruh ciptaan Tuhan di alam semesta. Berdasarkan pengertian diatas, syariah dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu : 1. Ibadah. Ibadah adalah peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. 2. Muamalah. Muamalah adalah peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan manusia dengan seluruh alam. B. RUANG LINGKUP SYARIAH ISLAM Ruang lingkup syariah mencakup peraturan-peraturan sebagai berikut : 1. Ibadah Khusus ( Ibadah Makhdah ) yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, meliputi Rukun Islam. 2. Ibadah Umum ( Muamalah dalam arti luas ) yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan alam lainnya, meliputi muamalah dalam arti khusus, munakahat, jinayat, siyasah dan peraturan-peraturan lain yang seperti makanan, minuman, berburu dan lain-lain. C. TUJUAN SYARIAH ISLAM Tujuan Syariah Islam yang : paling utama adalah untuk membangun kehidupan manusia atas dasar marufat ( kebaikan-kebaikan ) dan membersihkannya dari munkarat ( keburukan-keburukan ). 1. Marufat adalah nama untuk semua kebajikan atau sifat-sifat yang baik, yang sepanjang masa telah diterima sebagai sesuatu yang baik oleh hati nurani manusia.

Syariah Islam membagi maruf itu dalam 3 kategori, yaitu : a. Fardhu : wajib. b. Sunah : anjuran. c. Mubah : boleh. 2. Munkarat adalah nama untuk segala dosa dan kejahatan yang sepanjang masa telah dikutuk oleh watak manusia sebagai sesuatu yang jahat. Syariah Islam membagi munkarat itu dalam 2 kategori, yaitu : a. Haram. b. Makruh. D. PELAKSANAAN SYARIAH ISLAM Dalam melaksanakan syariah ada 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. Bahwa ketentuan Allah dan Rasul-Nya tentang pelaksanaan Syariah Islam tidak sematamata didasarkan atas klasifikasi hukum saja, misalnya wajib, sunah, mubah, makruh maupun haram. Tetapi juga harus didasarkan pada niat yang ikhlas karena niat dapat mengubah klasifikasi hukum tertentu. Misalnya amalan syariah yang termasuk dalam kategori wajib seperti shalat. Jika dilaksanakan dengan niat ikhlas karena Allah, maka kewajiban terpenuhi dan sekaligus mendapatkan pahala. Dalam melaksanakan Syariah Islam hendaknya disertai dengan sikap wara dan hati-hati, serta niat yang ikhlas agar pelaksanaan syariah tersebut tidak menjadi sia-sia di sisi Allah swt. 2. Bahwa ketentuan Allah dan Rasul-Nya tentang pelaksanaan Syariah Islam berhubungan erat dengan situasi dan kondisi, misalnya dalam situasi perang, shalat dapat dilaksanakan dengan cara menjama atau mengqashar seperti dalam keadaan musafir, bisa dilaksanakan dengan duduk seperti dalam kondisi sakit dan sebagainya. Perubahan situasi dan kondisi sama sekali tidak boleh dijadikan alasan untuk meninggalkan kewajiban yang telah ditetapkan oleh syariah. Kewajiban mutlak harus dilaksanakan dalam situasi dan kondisi apapun juga, namun peraturan pelaksanaannya boleh mengalami perubahan sesuai dengan ketentuan syariah, karena dalam pelaksanaan syariah terdapat kategori rukhsah ( keringanan ). akhlak adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan perilaku/perbuatan manusia.

Pembagian Akhlak Secara umum akhlak atau perilaku/perbuatan manusia terbagi menjadi dua; pertama; akhlak yang baik/mulia dan kedua; aklak yang buruk/tercela. Macam-macam akhlak 1. 2. 3. 4. 5. 6. Akhlak terhadap diri sendiri Aklak terhadap keluarga (Orang tua, akhlak terhadap adik/kakak) Akhlak terhadap teman/sahabat, teman sebaya Akhlak terhadap guru Akhlak terhadap orang yang lebih muda dan lebih tua Akhlak terhadap lingkungan hidup/linkungan sekitar.

A. Al Quran Al Quran berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan secara berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Al Quran diawali dengan surat Al Fatihah, diakhiri dengan surat An Nas. Membaca Al Quran merupakan ibadah. Al Quran merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu menngikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala larangnannya Al Quran memuat berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat manusia. 1. Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan yantg berkaitan dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar 2. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim memilki budi pekerti yang baik serta etika kehidupan. 3. Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat dan haji. 4. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam masyarakat Isi kandungan Al Quran Isi kandungan Al Quran dilihat dari segi kuantitas dan kualitas. 1. Segi Kuantitas Al Quran terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 6.236 ayat, 323.015 huruf dan 77.439 kosa kata 2. Segi Kualitas Isi pokok Al Quran (ditinjau dari segi hukum) terbagi menjadi 3 (tiga) bagian:

1. Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum yang mengatur hubungan rohaniyah dengan Allah SWT dan hal hal lain yang berkaitan dengan keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam 2. Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang mengatur hubungan dengan Allah, dengan sesama dan alam sekitar. Hukum ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syariat. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fiqih 3. Hukum yang berkaitan dngan akhlak. Yakni tuntutan agar setiap muslim memiliki sifat sifat mulia sekaligus menjauhi perilaku perilaku tercela. Bila ditinjau dari Hukum Syara terbagi menjadi dua kelompok: 1. Hukum yang berkaitan dengan amal ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah dan sebagainya yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan tuhannya. 2. Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan (muamalah) seperti perjanjian perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian, pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya. Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi: 1. Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam berkeluarga, yaitu perkawinan dan warisan 2. Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang berhubungan dengan jual beli (perdagangan), gadai-menggadai, perkongsian dan lain-lain. Maksud utamanya agar hak setiap orang dapat terpelihara dengan tertib 3. Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang berhubungan dengan keputusan, persaksian dan sumpah 4. Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang berhubungan dengan penetapan hukum atas pelanggaran pembunuhan dan kriminalitas 5. Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu hubungan antar kekuasan Islam dengan non-Islam sehingga tercpai kedamaian dan kesejahteraan. 6. Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta benda, seperti zakat, infaq dan sedekah. Ketetapan hukum yang terdapat dalam Al Quran ada yang rinci dan ada yang garis besar. Ayat ahkam (hukum) yang rinci umumnya berhubungan dengan masalah ibadah, kekeluargaan dan warisan. Pada bagian ini banyak hukum bersifat taabud (dalam rangka ibadah kepada Allah SWT), namun tidak tertutup peluang bagi akal untuk memahaminya sesuai dengan perubahan zaman. Sedangkan ayat ahkam (hukum) yang bersifat garis besar, umumnya berkaitan dengan muamalah, seperti perekonomian, ketata negaraan, undang-undang sebagainya. Ayat-ayat Al Quran yang berkaitan dengan masalah ini hanya berupa kaidah-kaidah umum, bahkan seringkali hanya disebutkan nilai-nilainya, agar dapat ditafsirkan sesuai dengan perkembangan zaman. Selain ayat-ayat Al Quran yang berkaitan dengan hukum, ada juga yang b erkaitan dengan masalah dakwah, nasehat, tamsil, kisah sejarah dan lain-lainnya. Ayat yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut jumlahnya banyak sekali.

B. Hadits Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Quran. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT: (lihat Al-Quran onlines di google) !$tBur N39s?#u Aq 9$# nr s $tBur N39pktX mYt (#qgtFR$$s 4 Artinya: Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, (QS Al Hasyr : 7) Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan seluruh perilaku Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-nilai luhur dan merupakan cerminan akhlak mulia. Apabila seseorang bisa meneladaninya maka akan mulia pula sikap dan perbutannya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah SAW memilki akhlak dan budi pekerti yang sangat mulia. Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua, juga dinyatakan oleh Rasulullah SAW: Artinya: Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah rasulnya. (HR Imam Malik) Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki kedua fungsi sebagai berikut. 1. Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Quran, sehingga kedunya (Al Quran dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang sama. Misalnya Allah SWT didalam Al Quran menegaskan untuk menjauhi perkataan dusta, sebagaimana ditetapkan dalam firmannya : (lihat Al-Quran onlines di google) Artinya: Jauhilah perbuatan dusta (QS Al Hajj : 30) Ayat diatas juga diperkuat oleh hadits-hadits yang juga berisi larangan berdusta. 1. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Quran yang masih bersifat umum. Misalnya, ayat Al Quran yang memerintahkan shalat, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji, semuanya bersifat garis besar. Seperti tidak menjelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara melaksanakan shalat, tidak merinci batas mulai wajib zakat, tidak memarkan cara-cara melaksanakan haji. Rincian semua itu telah dijelaskan oelh rasullah SAW dalam haditsnya. Contoh lain, dalam Al Quran Allah SWT mengharamkan bangkai, darah dan daging babi. Firman Allah sebagai berikut: (lihat AlQuran onlines di google) Artinya: Diharamkan bagimu bangkai, darah,dan daging babi (QS Al Maidah : 3) Dalam ayat tersebut, bangkai itu haram dimakan, tetap tidak dikecualikan bangkai mana yang boleh dimakan. Kemudian datanglah hadits menjelaskan bahwa ada bangkai yang boleh dimakan, yakni bangkai ikan dan belalang. Sabda Rasulullah SAW:

( ) Artinya: Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalalng, sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa (HR Ibnu Majjah) 1. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al Quran. Misalnya, cara menyucikan bejana yang dijilat anjing, dengan membasuhnya tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: ( ( Artinya: Mennyucikan bejanamu yang dijilat anjing adlah dengan cara membasuh sebanyak tujuh kali salah satunya dicampur dengan tanah (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi) Hadits menurut sifatnya mempunyai klasifikasi sebagai berikut: 1. Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohehan suatu hadits 2. Hadits Hasan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat dan kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting 3. Hadits Dhoif, adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak dipenuhi Adapun syarat-syarat suatu hadits dikatakan hadits yang shohih, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. Rawinya bersifat adil Sempurna ingatan Sanadnya tidak terputus Hadits itu tidak berilat, dan Hadits itu tidak janggal

C. Ijtihad Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al Quran maupun Hadits, dengan menggunkan akal pikiran yang sehat dan jernih, serta berpedoman kepada cara-cara menetapkan hukum-hukumyang telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga. Hasil ini berdasarkan dialog nabi Muhammad SAW dengan sahabat yang bernama muadz bin jabal, ketika Muadz diutus ke negeri Yaman. Nabi SAW, bertanya kepada Muadz, bagaimana kamu akan menetapkan hukum kalau dihadapkan pada satu masalah yang memerlukan penetapan hukum?, muadz menjawab,

Saya akan menetapkan hukumdengan Al Quran, Rasul bertanya lagi, Seandainya tidak ditemukan ketetapannya di dalam Al Quran? Muadz menjawab, Saya akan tetapkan dengan Hadits. Rasul bertanya lagi, seandainya tidak engkau temukan ketetapannya dalam Al Quran dan Hadits, Muadz menjawab saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri kemudian, Rasulullah SAW menepuk-nepukkan bahu Muadz bi Jabal, tanda setuju. Kisah mengenai Muadz ini menajdikan ijtihad sebagai dalil dalam menetapkan hukum Islam setelah Al Quran dan hadits.

Untuk melakukan ijtihad (mujtahid) harus memenuhi bebrapa syarat berikut ini: 1. mengetahui isi Al Quran dan Hadits, terutama yang bersangkutan dengan hukum 2. memahami bahasa arab dengan segala kelengkapannya untuk menafsirkan Al Quran dan hadits 3. mengetahui soal-soal ijma 4. menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih yang luas. Islam menghargai ijtihad, meskipun hasilnya salah, selama ijtihad itu dilakukan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Dalam hubungan ini Rasulullah SAW bersabda: ( ) Artinya: Apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala dan apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara ia melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya salah, maka ia memperoleh satu pahala. (HR Bukhari dan Muslim) Islam bukan saja membolehkan adanya perbedaan pendapat sebagai hasil ijtihad, tetapi juga menegaskan bahwa adanya beda pendapat tersebut justru akan membawa rahmat dan kelapangan bagi umat manusia. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda: () Artinya: Perbedaan pendapat di antara umatku akan membawa rahmat (HR Nashr Al muqaddas) Dalam berijtihad seseorang dapat menmpuhnya dengan cara ijma dan qiyas. Ijma adalah kese[akatan dari seluruh imam mujtahid dan orang-orang muslim pada suatu masa dari beberapa masa setelah wafat Rasulullah SAW. Berpegang kepada hasil ijma diperbolehkan, bahkan menjadi keharusan. Dalilnya dipahami dari firman Allah SWT: (lihat Al-Quran onlines di google) Artinya: Hai orang-oran yang beriman, taatilah Allah dan rasuknya dan ulil amri diantara kamu. (QS An Nisa : 59) Dalam ayat ini ada petunjuk untuk taat kepada orang yang mempunyai kekuasaan dibidangnya, seperti pemimpin pemerintahan, termasuk imam mujtahid. Dengan demikian, ijma ulam dapat menjadi salah satu sumber hukum Islam. Contoh ijam ialah mengumpulkan tulisan wahyu yang berserakan, kemudian membukukannya menjadi mushaf Al Quran, seperti sekarang ini

Qiyas (analogi) adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada hukumnya dengan kejadian lain yang sudah ada hukumnya karena antara keduanya terdapat persamaan illat atau sebab-sebabnya. Contohnya, mengharamkan minuman keras, seperti bir dan wiski. Haramnya minuman keras ini diqiyaskan dengan khamar yang disebut dalam Al Quran karena antara keduanya terdapat persamaan illat (alasan), yaitu sama-sama memabukkan. Jadi, walaupun bir tidak ada ketetapan hukmnya dalam Al Quran atau hadits tetap diharamkan karena mengandung persamaan dengan khamar yang ada hukumnya dalam Al Quran. Sebelum mengambil keputusan dengan menggunakan qiyas maka ada baiknya mengetahui Rukun Qiyas, yaitu: 1. 2. 3. 4. Dasar (dalil) Masalah yang akan diqiyaskan Hukum yang terdapat pada dalil Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan

Bentuk Ijtihad yang lain Istihsan/Istislah, yaitu mentapkan hukum suatu perbuatan yang tidak dijelaskan secara kongret dalam Al Quran dan hadits yang didasarkan atas kepentingan umum atau kemashlahatan umum atau unutk kepentingan keadilan Istishab, yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan telah ditetapkan suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari hukum tersebut Istidlal, yaitu menetapkan suatu hukum perbuatan yang tidak disebutkan secara kongkret dalam Al Quran dan hadits dengan didasarkan karena telah menjadi adat istiadat atau kebiasaan masyarakat setempat. Termasuk dalam hal ini ialah hukum-hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam. Adat istiadat dan hukum agama sebelum Islam bisa diakui atau dibenarkan oleh Islam asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Al Quran dan hadits Maslahah mursalah, ialah maslahah yang sesuai dengan maksud syarak yang tidak diperoeh dari pengajaran dalil secara langsung dan jelas dari maslahah itu. Contohnya seperti mengharuskan seorang tukang mengganti atau membayar kerugian pada pemilik barang, karena kerusakan diluar kesepakatan yang telah ditetapkan. Al Urf, ialah urursan yang disepakati oelh segolongan manusia dalam perkembangan hidupnya Zarai, ialah pekerjaan-pekerjaan yang menjadi jalan untuk mencapai mashlahah atau untuk menghilangkan mudarat. D. Pembagian Hukum dalam Islam Hukum dalam Islam ada lima yaitu: 1. Wajib, yaitu perintah yang harus dikerjakan. Jika perintah tersebut dipatuhi (dikerjakan), maka yang mebgerjakannya akan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan maka ia akan berdosa 2. Sunah, yaitu anjuran. Jika dikerjakan dapat pahala, jika tidak dikerjakan tidak berdosa

3. Haram, yaitu larangan keras. Kalau dikerjakan berdosa jika tidak dikerjakan atau ditinggalkan mendapat pahala, sebagaiman dijelaskan oleh nabi Muhammad SAW dalam sebuah haditsnya yang artinya: Jauhilah segala yang haram niscaya kamu menjadi orang yang paling beribadah. Relalah dengan pembagian (rezeki) Allah kepadamu niscaya kamu menjadi orang paling kaya. Berperilakulah yang baik kepada tetanggamu niscaya kamu termasuk orang mukmin. Cintailah orang lain pada hal-hal yang kamu cintai bagi dirimu sendiri niscaya kamu tergolong muslim, dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa itu mematikan hati. (HR. Ahmad dan Tirmidzi) 4. Makruh, yaitu larangan yang tidak keras. Kalau dilanggar tidak dihukum (tidak berdosa), dan jika ditinggalkan diberi pahala 5. Mubah, yaitu sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan. Kalau dikerjakan tidak berdosa, begitu juga kalau ditinggalkan. Dalil fiqih adalah Al Quran, hadits, ijma mujtahidin dan qiyas. Sebagian ulama menambahkan yaitu istihsan, istidlal, urf dan istishab. Hukum-hukum itu ditinjau dari pengambilannya terdiri atas empat macam. 1. Hukum yang diambil dari nash yang tegas, yakni adanya dan maksudnya menunjukkan kepada hukum itu Hukum seperti ini tetap, tidak berubah dan wajib dijalankan oleh seluruh kaum muslim, tidak seorangpun berhak membantahnya. Seperti wajib shalat lima waktu, zakat, puasa, haji dan syarat syah jual beli dengan rela. Imam syafiie berpendapat apabila ada ketentuan hukum dari Allah SWT, pada suatu kejadian, setiap muslim wajib mengikutinya. 2. Hukum yang diambil dari nash yang tidak yakin maksudnya terhadap hukum-hukum itu. Dalam hal seperti ini terbukalah jalan mujtahid untuk berijtihad dalam batas memahami nas itu. Para mujtahid boleh mewujudkan hukum atau menguatkan salah satu hukum dengan ijtihadnya. Umpamanya boleh atau tidakkah khiar majelis bagi dua orang yang berjual beli, dalam memahami hadits:

Dua orang yang jual beli boleh memilih antara meneruskan jual beli atau tidak selama keduanya belum berpisah. Kata berpisah yang dimaksud dalam hadits ini mungkin berpisah badan atau pembicaraan, mungkin pula ijab dan kabul. Sperti wajib menyapu semua kepala atau sebagian saja ketika wudhu, dalam memahami ayat: Artinya: Dan sapulah kepalamu (QS Al Maidah : 6) Juga dalam memahami hadits tidak halal binatang yang disembelih karena semata-mata tidak membaca basmalah.

Alat apapun yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan padanya nama Allah.

1. Hukum yang tidak ada nas, baik secara qai (pasti) maupun zanni (dugaan), tetapi pada suatu masa telah sepakat (ijma) mujtahidin atas hukum-hukumnya Seperti bagian kakek seperenam, dan batalnya perkawinan seorang muslimah dengan laki-laki non muslim. Di sini tidak ada jalan untuk ijtihad, bahkan setiap muslim wajib mengakui untuk menjalankannya. Karena hukum yang telah disepakati oleh mujtahdidin itu adalah hukum untuk seluruh umat, dan umat itu menurut Rasulullah SAW tidak akan sepakat atas sesuatu yang sesat. Mujtahidin merupakan ulil amri dalam mempertimbangkan, sedangkan Allah SWT menyuruh hambanya menaati ulil amri. Sungguhpun begitu, kita wajib betul-betul mengetahui bahwa pada huku itu telah terjadi ijma (sepakat) ulama mujtahidin. Bukan hanya semata-mata hanyan didasarkan pada sangkaan yang tidak berdasarkan penelitian. 2. Hukum yang tidak ada dari nas, baik qati ataupun zanni, dan tidak pula ada kesepakatan mujtahidin atas hukum itu. Seperti yang banyak terdapat dalam kitab-kitab fiqih mazhab. Hukum seperti ini adalah hasil pendapat seorang mujtahid. Pendapat menurut cara yang sesuai denngan akal pikirannya dan keadaan lingkungannya masing-masing diwaktu terjadinya peristiwa itu. Hukum-hukum seperti itu tidak tetap, mungkin berubah dengan berubahnya keadaan atau tinjauannya masing-masing. Maka mujtahid dimasa kini atau sesduahnya berhak membantah serta menetapkan hukum yang lain. Sebagaimana mujtahid pertama telah memberi (menetapkan) hukum itu sebelumnya. Ia pun dapat pula mengubah hukum itu dengan pendapatnya yang berbeda dengan tinjauan yang lain, setelah diselidiki dan diteliti kembali pada pokok-pokok pertimbangannya. Hasil ijtihad seperti ini tidak wajib dijalankan oleh seluruh muslim. Hanya wajib bagi mujtahid itu sendiri dan bagi orang-orang yang meminta fatwa kepadanya, selama pendapat itu belum diubahnya.

a. Al-Quran Definisi Dari segi bahasa Lafadz Al-Quran berasal dari lafadz qiraah, yaitu mashdar (infinitif) dari lafadz qaraa, qiraatan, quranan. Dari aspek bahasa, lafadz ini memiliki arti mengumpulkan dan menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapih. Sedangkan secara istilah al-Quran ialah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang ditulis dalam mushaf yang diriwayatkan sampai kepada kita dengan jalan yang mutawatir, tanpa ada keraguan. b. 1. As-Sunnah Definisi As-Sunnah

As-Sunnah atau al-hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw, baik berupa qaul (ucapan), fiil (perbuatan) maupun taqrir (sikap diam tanda setuju) Nabi Saw. Sesuai dengan tiga hal tersebut yang disandarkan kepada Rasulullah Saw, maka sunnah itu dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

1) Sunnah qauliyyah ialah sabda yang beliau sampaikan dalam beraneka tujuan dan kejadian. Misalnya sabda beliau sebagai berikut. Tidak ada kemudharatan dan tidak pula memudharatkan. (HR. Malik). Hadis di atas termasuk sunnah qauliyyah yang bertujuan memberikan sugesti kepada umat Islam agar tidak membuat kemudharatan kepada dirinya sendiri dan orang lain. 2) Sunnah filiyyah ialah segala tindakan Rasulullah Saw. Misalnya tindakan beliau melaksanakan shalat 5 waktu dengan menyempurnakan cara-cara, syarat-syarat dan rukunrukunnya, menjalankan ibadah haji, dan sebagainya. 3) Sunnah taqririyah ialah perkataan atau perbuatan sebagian sahabat, baik di hadapannya maupun tidak di hadapannya, yang tidak diingkari oleh Rasulullah Saw atau bahkan disetujui melalui pujian yang baik. Persetujuan beliau terhadap perkataan atau perbuatan yang dilakukan oleh sahabat itu dianggap sebagai perkataan atau perbuatan yang dilakukan oleh beliau sendiri. Fungsi As-Sunnah terhadap al-Quran dari segi kandungan hukum mempunyai 3 fungsi sebagai berikut. 1) As-Sunnah berfungsi sebagai takid (penguat) hukum-hukum yang telah ada dalam AlQuran. Hukum tersebut mempunyai 2 dasar hukum, yaitu Al-Quran sebagai penetap hukum dan As-Sunnah sebagai penguat dan pendukungnya. Misalnya, perintah mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, larangan syirik, riba dan sebagainya. 2) As-Sunnah sebagai bayan (penjelas)

3) takhshish (pengkhusus) dan taqyid (pengikat) terhadap ayat-ayat yang masih mujmal (global), am (umum) atau muthlaq (tidak terbatasi), yaitu ayat-ayat Al-Quran yang belum jelas petunjuk pelaksanaannya, kapan dan bagaimana, dijelaskan dan dijabarkan dalam As-Sunnah. Misalnya, perintah shalat yang bersifat mujmal dijabarkan dengan As-Sunnah. Nabi Saw bersabda: Shalatlah kalian seperti kalian melihat (mendapatkan) aku shalat. (HR. Bukhari) Ijma Definisi Menurut ulama Ushul Fiqh, ijma adalah kesepakatan para imam mujtahid di antara umat Islam pada suatu masa setelah Rasulullah saw wafat, terhadap hukum syara tentang suatu masalah. Karena itu, jika terdapat suatu kejadian yang dihadapkan kepada seluruh mujtahid di kalangan umat Islam pada suatu waktu, mereka kemudian bersepakat terhadap suatu hukum mengenai kejadian tersebut. Kesepakatan mereka itulah yang disebut ijma.

Macam-Macam Ijma Dilihat dari segi melakukan ijtihadnya, ijma itu ada dua bagian yaitu : 1) Ijma Sharih yaitu kesepakatan para mujtahid pada suatu waktu terhadap suatu kejadian dengan menyajikan pendapat masing-masing secara jelas yang dilakukan dengan cara memberi fatwa atau memberi keputusan. 2) Ijma Syukuty yaitu sebagian mujtahid pada satu waktu mengemukakan pendapatnya secara jelas terhadap suatu kejadian yang dilakukan dengan cara memberi fatwa dan mujtahid lainnya tidak menanggapi pendapat tersebut dalam hal persesuaiannya atau perbedaannya. Sedangkan dilihat dari segi qathi dan zhanni dalalah hukumnya, ijma ini terbagi menjadi dua bagian juga yaitu sebagai berikut. 1) Ijma Qothi. Dalalah hukumnya ijma sharih, hukumnya telah dipastikan dan tidak ada jalan lain untuk mengeluarkan hukum yang bertentangan serta tidak boleh mengadakan ijtihad hukum syara mengenai suatu kejadian setelah adanya ijma sharih. 2) Ijma Zhanni. Dalalah hukumnya ijma syukuty, hukumnya diduga berdasarkan dugaan kuat mengenai suatu kejadian. Oleh sebab itu masih memungkinkan adanya ijtihad lain, sebab hasil ijtihad bukan merupakan pendapat seluruh mujtahid. Qiyas Pengertian Al-Qiyas menurut bahasa adalah mengukur sesuatu dengan sesuatu yang lain yang bisa menyamainya. Contohnya, mengukur pakaian dengan meteran. Sedangkan menurut ulama Ushul Fiqh, Qiyas adalah menyamakan satu kejadian yang tidak ada nashnya kepada kejadian lain yang ada nashnya pada hukum yang telah menetapkan lantaran adanya kesamaan di antara dua kejadian itu dalam illat hukumnya. Misalnya, masalah meminum khamr merupakan suatu perbuatan yang hukumnya telah ditetapkan dalam nash. Hukumnya haram berdasarkan QS AlMaidah ayat 90. Dengan illat memabukkan. Oleh karena itu setiap minuman yang terdapat illat memabukkan hukumnya sama dengan khamr dan haram meminumnya. 1. Rukun-Rukun Al-Qiyas Setiap Qiyas terdiri dari empat rukun sebagai berikut 1) Al-Ashl ialah sesuatu yang hukumnya terdapat dalam nash. Rukun ini biasanya disebut Maqis Alaih (yang dipakai sebagai ukuran). 2) Al-Faru ialah sesuatu yamg hukumnya tidak terdapat di dalam nash dan hukumnya disamakan kepada al-ashl, biasa disebut juga Al Maqis (yang diukur)

3) Hukmul Ashl ialah hukum syara yang terdapat nashnya menurut al ashl dan dipakai sebagai hukum asal bagi al-Faru. 4) Al-Illat ialah keadaan tertentu yang dipakai dasar bagi hukum ashl, kemudian al-Faru itu disamakan kepada ashl dalam hal hukumnya. 1. Dalil Hukum yang Tidak Disepakati Selain dari empat dalil hukum diatas yang mana para ulama sepakat, akan tetapi ada juga dalil hukum yangmana mayoritas ulama Islam tidak sepakat atas penggunaan dalil-dalil tersebut. Sebagian diantara mereka. Ada yang menggunakan dalil-dalil ini sebagai alasan penetapan hukum syara, dan sebagian yang lain mengingkarinya. Oleh karena itu ada dalil yang depakati dan dalil yang tidak disepakati, dalil-dalil yang diperselisihkan pemakaiannya ada enam : AlIstihsan, Al-Maslahah Mursalah, Al-Ihtishhab, Al-Urf, Madzhab Shahabi, danSyaru Man Qablana. 1. Isthisan Menurut bahasa, istihsan berarti menganggap baik atau mencari yang baik. Menurut ulama ushul fiqh, ialah meninggalkan hukum yang telah ditetapkan kepada hukum yang lainnya, pada suatu peristiwa atau kejadian yang ditetapkan berdasar dalil syara. 1. Isthisab Secara terminologi Ushul Fiqih, sebagaimana umumnya istilah-istilah yang digunakan dalam disiplin ilmu ini- ada beberapa definisi yang disebutkan oleh para ulama Ushul Fiqih, diantaranya adalah Definisi al-Asnawy (w. 772H) yang menyatakan bahwa (Istishhab) adalah penetapan (keberlakukan) hukum terhadap suatu perkara di masa selanjutnya atas dasar bahwa hukum itu telah berlaku sebelumnya, karena tidak adanya suatu hal yang mengharuskan terjadinya perubahan (hukum tersebut). 1. Jenis-jenis Istishhab Para ulama menyebutkan banyak sekali jenis-jenis istishhab ini. Dan berikut ini akan disebutkan yang terpenting diantaranya, yaitu: 1) Istishhab hukum asal atas sesuatu saat tidak ditemukan dalil lain yang menjelaskannya; yaitu mubah jika ia bermanfaat dan haram jika ia membawa mudharat -dengan perbedaan pendapat yang masyhur di kalangan para ulama tentangnya; yaitu apakah hukum asal sesuatu itu adalah mubah atau haram-. Salah satu contohnya adalah jenis makanan dan minuman yang tidak ditemukan dalil yang menjelaskan hukumnya dalam al-Quran dan al-Sunnah, atau dalil lainnya seperti ijma dan qiyas 2) Istishhab al-Baraah al-Ashliyah, atau bahwa hukum asalnya seseorang itu terlepas dan bebas dari beban dan tanggungan apapun, hingga datangnya dalil atau bukti yang membebankan ia untuk melakukan atau mempertanggungjawabkan sesuatu

3) Istishhab hukum yang ditetapkan oleh ijma pada saat berhadapan dengan masalah yang masih diperselisihkan. 1. Maslahah Mursalah (kemaslahatan umum) Mashalihul mursalah terdiri dari dua kalimat yaitu maslahat dan mursalah. Maslahat sendiri secara etimologi didefinisikan sebagai upaya mengambil manfaat dan menghilangkan mafsadat/madharat. Dari sini dapat dipahami, bahwa maslahat mamiliki dua terma yaitu adanya manfaat ( ) dan menjauhkan madharat () . Terkadang maslahat ini ditinjau dari aspek ijab-nya saja, ini menjadi qorinah menghilangkan mafsadat. Seperti pendapat fuqaha bahwasanya menghilangkan mafsadat didahulukan dalam menegakan maslahat . Syarat-syarat mashalihul mursalah menurut Imam Syatibi memberikan 3 syarat yang berbeda dengan Imam Ghazali. 1) Rasional. Ketika mashalihul mursalah dihadapkan dengan akal, maka akalpun bisa menerimanya. Dengan syarat ini perkara-perkara prinsip (ibadah) tidak masuk kepada mashlahat mursalah. 2) 3) Urf Pengertian Urf menurut bahasa berarti mengetahui, kemudian dipakai dalam arti sesuatu yang yang diketahui, dikenal, diangap baik dan diterima oleh pikiran yang sehat. Sedangkan menurut para ahli ushul fiqh adalah sesuatu yang yang telah saling dikenal oleh manusia dan mereka maenjadikan tradisi. Pembagian urf 1) Ditinjau dari bentuknya ada dua macam Sinergi dengan maqhasid syariah Menjaga prinsip dasar (dharuri) untuk menanggalkan kesulitan (raful haraj).

i. Al Urf al Qualiyah ialah kebiasaan yang berupa perkataan, seperti kata lahm ( daging) dalam hal ini tidak termasuk daging ikan ii. Al Urf al Fily, ialah kebiaasaan yang berupa perbuaatan, seperti perbuatab jual beli dalam masyarakat tampa mengucaplan akad jual-beli. 2) Ditinjau dari segi nilainya, ada dua macam :

i. Al Urf As Shahih, yaitu urf yang baik dan dapat ditrima, karena tidak bertentangan dengan nash hukum syara

ii. syara 3) i.

Al Urf al Fasid ialah urf yang tidak dapat diteima, karena bertentangan dengan hukum

Ditinjau dari luasnya berlakunya, ada dua macam : Al Urf Am, ialah Urf yang berlaku untuk seluruh tempat sejaka dahulu hingga sekarang

ii. Al urf al Khas, yaitu urf yang yang berlaku hanya dikenal pada suatu tempat saja, urf adalah kebiasaan masyarakat tetentu. 4) i. Syarat-syarat urf dapat diterima oleh hukum islam Tidak ada dalil yang khusus untuk suatau masalah baik dalam al Quran atau as Sunnah.

ii. Pemakian tidak mengankibatkan dikesampingkanya nas syariat termasuk juga tidak mengakibatkan masadat, kesulitan atau kesempitan. iii. Telah berlaku secara umum dalam arti bukan hanya dilakukan beberapa orang saja.

A. Pengertian Aqidah 1. Bahasa. Aqidah berasal dari kata aqada-yaqidu-aqidan yang berarti simpul, ikatan, dan perjanjian yang kokoh dan kuat. Setelah terbentuk menjadi aqidatan (aqidah) berarti kepercayaan atau keyakinan. Kaitan antara aqdan dengan aqidatan adalah bahwa keyakinan itu tersimpul dan tertambat dengan kokoh dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. 2. Istilah. Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkan akal, wahyu (yang didengar) dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan dalam hati, dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dangan kebenaran itu. B. Ruang Lingkup 1. Ilahiah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ilah (Tuhan), seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, perbuatan-perbuatan (afal) Allah, dan lain-lain. 2. Nubuwwah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu mukjizat, dan sebagainya yang berhubungan dengan nabi dan rasul, termasuk pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah, dan sebagainya. 3. Ruhaniah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, setan, dan ruh. 4. Samiyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui melalui sami, yakni dalil naqli berupa Al-Quran dan As-Sunah, seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur dan sebagainya. Di samping sistematika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti sistematika arkanul iman (Rukun Iman), yaitu : Iman Kepada Allah, Malaikat, Kitab-Kitab Suci, Nabi dan Rasul, Hari Akhir, serta Qada dan Qadar.

C. Dalil-dalil tentang Aqidah

Katakanlah (kepada mereka yang berbuat kemusyirikan kepada Allah) siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan dan menguasai) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan menjawab: Allah. Maka katakanlah Mangapa kamu tidak bertakwa kepada Nya)?. (QS : Yunus [10] : 31) Ketahuilah/ilmuilah bahwasanya Laa Ilaha Illalah.(QS : Muhamad [47] : 19). Kecuali yang bersaksi terhadap Laa Ilaha Illalah dan mereka mengetahuinya.(QS : Zukhruf [47] : 86).
Tidaklah kami mengutus seorang Rosul/utusan sebelummu kecuali kami wahyukan kepadanya bahwasanyatidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Aku (Allah) maka bertauhidlah pada Ku (Allah). (QS : Al Anbiya [21] : 25).

Secara bahasa syariat berasal dari kata syara yang berarti menjelaskan dan menyatakan sesuatu atau dari kata Asy-Syir dan Asy Syariatu yang berarti suatu tempat yan g dapat menghubungkan sesuatu untuk sampai pada sumber air yang tak ada habis-habisnya sehingga orang membutuhkannya tidak lagi butuh alat untuk mengambilnya. Menurut istilah, syariah berarti aturan atau undang-undang yang diturunkan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur hubungan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta. Syariah mengatur hidup manusia sebagai individu, yaitu hamba Allah yang harus taat, tunduk, dan patuh kepada Allah. Ketaatan, ketundukkan, dan kepatuhan kepada Allah dibuktikan dalam bentuk pelaksanaan ibadah yang tata caranya diatur sedemikian rupa oleh syariah Islam. Syariah Islam mengatur pula tata hubungan antara seseorang dengan dirinya sendiri untuk mewujudkan sosok individu yang saleh. Ruang Lingkup Syariah Secara garis besar peraturan Allah yang diberikan kepada manusia terbagi menjadi dua yaitu pertama, peraturan yang bertalian dengan perbuatan manusia guna mendekatkan diri kepada Allah, mengingat ingat ke-Agungan-Nya dan berterimakasih atas karunia yang diberikan-

Nya kepada manusia. Bagian ini sering disebut ibadat, seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Kedua, peraturan yang bertalian dengan kegiatan manusia guna menemukan kebaikan bersama dan mengurangi kedzaliman atas manusia lain pada umumnya. Bagian kedua ini sering disebut muamalat, seperti pernikahan, pembagian harta waris, penggunaan barang atau jasa orang lain, hak hak dasar mencapai kemaslahatan umum. Perbuatan manusia dalam bentuk ibadat terdiri dari bersuci diri dari kotoran dan najis (thaharah), shalat, zakat, puasa dan haji. Tujuan dari thaharah ialah membiasakan manusia hidup bersih agar manusia lain merasa nyaman ditengah tengah kehadirannya. Tujuan dari shalat ialah menanamkan kesadaran diri manusia tentang identitas asal usulnya dari tanah serta kurun waktu 24 jam dalam kehidupannnya yang dibuktikan dengan tidak melakukan perbuatan merugikan orang banyak (fahisah) dan lisannya tidak melukai perasaan orang lain.

Tujuan dari zakat ialah membiasakan manusia untuk berbagi dengan mnusia lain yang tidak bekerja produktif. Zakat dapat dilakukan setiap saat asla ada keuntungan yang diperoleh dari pekerjaannya. Sasaranya adalah pekerja tidak produktif yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Dengan berzakkat, manusia bersyukur atas karunia yang diberikan Allah dengan gratis, seperti udara segar, kesehatan tubuh, kecerdasan pikiran, keluasan pergaulan dan kepercayaan diri dengan manusia lain. Tujuan dari puasa ialah membiasakan manusia untuk jujur pada diri sendiri dan berempati atas penderitaan orang lain dengan cara meniru sifat sifat Tuhan tidak pernah makan, minum dan berkeluarga. Dengan berpuasa, manusia menyucikan dirinya dari iri hati, cemburu, keinginan melihat orang lain sehingga menjaddi manusia yang toleran, berbaik sangka kepada orang lain, dan selau berusaha melayani orang lain sebaik baiknya. Tujuan dari haji ialah mempersiapkan manusia untuk sanggup datang kepada Allah sendiri sendiri dengan menanggalkan seluruh kekayaan, ikatan kekerabatan, jabatan kekuasaan, kecuali amal perbuatan yang telah dilakukannya. Dengan dua helai kain ihram, orang berhaji sedang mensimulasi menjadi orang mati, yaitu dibungkus dengan dua helai kain putuh, diantarkan kerabat dan tetangga ke liang lahat, lalu tinggal sendiri dibawah gundukan tangah dengan telanjang dan hanya amal perbuatan yang dapat menolong dan menemani manusia di alam kubur.. Perbuatan manusia dalam bentuk muamalat terdiri dari ikatan pertukaran barang dan jasa, ikatan pernikahan, ikatan pewarisan, ikatan kemasyarakatan dan ikatan kemanusiaan. Tujuan dari ikatan pertukaran barang dan jasa ialah agar kebutuhan dasar hidup manusia tersedia dengan cara yang sportif. Sportif artinya dalam ikatan pertukaran mempersyaratkan kerelaan kedua belah pihak dan kejelasan status barang dan jasa yang dipertukarkan. Apabila kedua persyaratan ini tidak dipenuhi dalam ikatan pertukaran, maka terjadilah kedzaliman (homo homini lupus : manusia memakan manusia). Tujuan ikatan pernikahan ialah melestarikan generasi manusia dengan cara rekreassi permanen yang diikat perjanjian atas dasar kesukarelaan kedua belah pihak dan tolong menolong dalam kebaikan serta taqwa diantara keduanya. Apabila unsur kesukarelaan dan tolong menolong

sudah hilang dalam ikatan pernikahan, maka pintu perceraian yang sportif terbuka lebar bagi masing masing pasangan. Tujuan dari ikatan pewarisan ialah menjamin kebutuhan dasar hidup bagi keturunan dari orang meninggal agar tidak menjadi benalu bagi manusia lain. Anak laki laki dan perempuan adalah pewaris utama atas harta peninggalan kedua orang tuanya. Anak laki laki memperoleh bagian lebih besar dibandingkan dengan bagian waris anak perempuan karena anak laki laki menggantika peran ayah dalam keluarga. Apabila anak perempuan sudah menikah dengan pria dari keluarga lain, kemudian terjadilah perceraian diantara keduanya, maka rumah tempat kembali bagi anak perempuan tersebut adalah rumah saudara kandungnya yang laki laki. Dengan demikian, anak anak dari saudara perempuannya tersebut menjadi tanggungan ekonomi keluarga saudara kandung laki laki. Tujuan ikatan kemasyarakatan ialah agar terjadi pembagian peran dan fungsi sosial yang seadil adilnya atas dasar musyawarah, menegakkan kedamaian bersama dan kesederajatan manusia dibawah hukum kemasyarakatan yang dibuat bersasma. Apabila ketiga prinsip tersebut dilanggar, maka terjadilah konflik sosial dan jatuhlah masyarakat manusia ke lubang anarkisme. Tujuan ikatan kemanusiaan ialah agar terjadi saling tenggang rasa, karya dan cipta diantara manusia yang berkaitan dengan keutuhan fisik, kesmpurnaan nyawa, kenormalan akal, keterjaminan hak milik, keselamatan keluarga dan kebebasan melakuka keyakinan agama. Kelima ikatan kemanusiaan tersebut bersifat universal dan melintassi budaya, suku, ras bahkan agama itu sendiri. Kedudukan Syariah dalam pokok ajaran Islam Syariah merupakan bukti aqidah yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan perbuatan. Perbuatan tersebut dilakukan manusia semenjak lahir sampai mati dalam ruang waktu kehidupan dunia ini. Semenjak manusia terbangun dari tidur hingga tidur kembali dalam waktu 24 jam, perbuatan manusia dibingkai oleh nilai nilai transendental thaharah dan shalat. Umumnya manusia beristirahat malam hari dan bekerja pada siang hari. Hasil pekerjaan tersebut disyukuri dengan cara berbagi kepada orang yang tidak mampu bekerja. Nilai nilai transedental zakat melandasi setiap tetes keringat yang keluar dari tubuh manusia karena kerja keras mereka pada saat terjaga. Kedudukan syariah dalam ajaran Islam adalah sebagai bukti aqidah. Setiap detik kehidupan manusia diisi dengan perbuatan perbuatan. Perbuatan perbuatan itu dilandasi akar keyakinan hati akan tunduk dan patuh secara sukarela pada kehendak Tuhan(aqidah). Buah dari perbuatan itu dinamai akhlaq

Syariat Islam adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini. Sumber syariat adalah Al-Qur'an, As-Sunnah. Tarekat (Bahasa Arab: , transliterasi: Tariqah) berarti "jalan" atau "metode", dan mengacu pada aliran kegamaan tasawuf atau sufisme/ mistisme Islam. Di zaman sekarang ini, tarekat merupakan jalan (pengajian) yang mengajak ke jalan Ilahiyah dengan cara suluk (taqarrub) yang biasanya dilakukan oleh salik. Hakikat (Haqiqat) adalah kata benda yang berarti kebenaran atau yang benar-benar ada. Yng berasal dari kata hak (al-Haq), yang berarti milik (kepunyaan) atau benar (kebenaran). kata Haq, secara khusus oleh orang-orang sufi sering digunakan sebagai istilah untuk Allah, sebagai pokok (sumber) dari segala kebenaran, sedangkan yang berlawanan dengan itu semuanya disebut batil (yang tidak benar) Makrifat berarti pengetahuan yang hakiki tentang Ilahiyah. Dengan orang menjalankan Syari'at, masuk Tarekat, kemudian ber-Hakikat untuk mendapatkan Makrifatullah sehingga menjadi hamba yang selalu mendekatkan diri setiap detik hanya ke Allah. 1. Syariat (Islam) adalah hukum dan aturan (Islam) yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat (Islam) juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat (Islam) merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini. 2. Tarekat berasal dari kata thariqah yang artinya jalan. Jalan yang dimaksud di sini adalah jalan untuk menjadi orang bertaqwa, menjadi orang yang diredhoi Allah s.w.t.

Secara praktisnya tarekat adalah kumpulan amalan-amalan lahir dan batin yang bertujuan untuk membawa seseorang untuk menjadi orang bertaqwa.Ada 2 macam tarekat yaitu tarekat wajib dan tarekat sunat. o tarekat wajib, yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain dan fardhu kifayah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. tarekat wajib yang utama adalah mengamalkan rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah akan membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh Allah. Paket tarekat wajib ini sudah ditentukan oleh Allah s.w.t melalui Al-Quran dan Al-Hadis. Contoh amalan wajib yang utama adalah shalat, puasa, zakat, haji. Amalan wajib lain antara lain adalah menutup aurat , makan makanan halal dan lain sebagainya. o tarekat sunat, yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah yang diarahkan sesuai dengan 5 syarat ibadah untuk membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu saja orang yang hendak mengamalkan tarekat sunnah hendaklah sudah mengamalkan tarekat wajib. Jadi tarekat sunnah ini adalah tambahan amalan-amalan di atas tarekat wajib. Paket tarekat sunat ini disusun oleh seorang guru mursyid untuk diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari paket tarekat sunat ini tidak tetap, tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan juga keadaan sang murid atau pengikut. Hal-hal yang dapat menjadi isi tarekat sunat ada ribuan jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Quran, puasa sunat, wirid, zikir dan lain sebagainya. 3. Hakikat artinya i`tikad atau kepercayaan sejati (mengenai Tuhan), maka hakikat ini pekerjaan hati. Sehingga tidak ada yang dilihat didengar selain Allah, atau gerak dan diam itu diyakini dalam hati pada hakikatnya adalah kekuasaan Allah. (Abdurrahman Siddik Al Banjari ,1857 kitab Amal Ma`rifat). o Hakikat; adalah kebenaran, kenyataan (Poerwadarminta,1984) hakekat menyaring dan memusatkan aspek-aspek yang lebih rumit menjadi keterangan yang gamblang dan ringkas, hakikat mengandung pengertianpengertian kedalam aspek yang penting dan instrinsik dari benda yang dianalisa (Konsep Dasain Interior II, Olih Solihat Karso). o Hakikat berasal dari kata arab haqqo, yahiqqu, haqiqotan yang berarti kebenaran sedangkan dalam kamus ilmiah disebutkan bahwa hakikat adalah: Yang sebenarnya; sesungguhnya; keadaan yang sebenarnya (Partanto, pius A, M. Dahlan al barry, Kamus Ilmiah Populer, 1994, Arkola, Surabaya). o Istilah bahasa hakikat berasal dari kata Al -Haqq, yang berarti kebenaran. Kalau dikatakan Ilmu Hakikat, berarti ilmu yang digunakan untuk mencari suatu kebenaran. 4. Makrifat, Dari segi bahasa Makrifat berasal dari kata arafa, yarifu, irfan, marifat yang artinya pengetahuan dan pengalaman. yaitu perpaduan dari syariat-tarikat-hakikat yang nantinya menuju kepada mengenal Allah dan keilmuan (kunci kode) alam semesta yang termuat dalam Al Quran serta mentaati syariat Rasulullah SAW. o Maka, apakah makrifat itu? Makrifat adalah pandai/ mengerti/ paham dan melaksanakan (dengan sempurna). Sayangnya dalam fase ini (makrifat), tidak ada seorang manusia pun yang mampu mendekati makrifat apalagi duduk dalam tahap tersebut. Alasannya mudah saja, karena syarat mutlak makrifat adalah wahyu.

Mengapa harus mendapat wahyu untuk makrifat? secara mudah saja, Makrifat, artinya pengetahuan dan pengalaman, yaitu perpaduan dari syariat-tarikathakikat yang nantinya menuju kepada mengenal Allah dan keilmuan (kunci kode) alam semesta yang termuat dalam Al Quran serta mentaati syariat Rasulullah SAW. Maka bagaimana akan makrifat bila tanpa wahyu? Bagaimana menjadi makrifat? jawabannya adalah: tidak mungkin. Kecuali, bila seseorang itu adalah memiliki derajat nabi. Karena, seorang nabi pasti memperoleh wahyu.

TAKHALLI sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S As Syams (91) : 9-10) Takhalli adalah mensucikan diri. Dalam hal ini disimbolkan dengan kisah pembedahan hati Nabi oleh Malaikat Jibril dengan air zam-zam. Harap dipahami bahwa pembedahan hati tersebut hanya simbol!. Maksud dari simbol itu adalah untuk menemui Allah harus bersih/suci dari penyakit hati. Artinya adalah manusia harus berusaha mensucikan dirinya. Kenapa? Karena Allah itu Maha Suci. Dia hanya akan menerima hamba-Nya yang suci. Mereka yang belum suci ya belum bisa kembali kepadaNya. Ini berarti mereka masih berada di alam surga dan neraka-Nya. Sebagian dari mereka masih melakukan kejahatan. Sebagian dari mereka beribadah karena takut neraka (mental budak) dan sebagian mereka lagi beribadah karena berharap surga (mental pedagang). Jadi masih harus dilatih! Masih harus disempurnakan! Bertakhalli adalah jihad yang paling besar karena harus mengalahkan diri sendiri. Harus mengendalikan hawa nafsunya sendiri. Sifat-sifat iri, dengki, munafik, tamak, dan perbuatan lain yang merugikan orang haruslah dibuang jauh-jauh. Jelas bahwa musuh terbesar manusia bukanlah siapa-siapamelainkan dirinya sendiri. Ada sebuah ungkapan bijak dari Walt kelly yang mengatakan : Kita telah menemukan sang musuh, dan ternyata dia adalah diri kita sendiri. Dalam suatu Hadistnya, Nabi juga mengatakan bahwa orang mukmin yang kuat bukanlah yang kuat fisiknya melainkan yang mampu mengalahkan hawa nafsunya. TAHALLI Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (Q.S An Nahl(16) : 90) Tahallli adalah mengisi hidup kita dengan kebajikan atau perbuatan yang baik seperti jujur, kasih sayang, sabar, ikhlas, mudah memberi maaf, menegakan perdamaian dan menebar salam kepada sesama manusia. Nah, sekarang ini sebagian umat Islam memposisikan dirinya ekslusif. Paling benar. Merasa paling masuk surga sendirian sehingga mengharamkan menjawab salam dari umat non muslim. Padahal fatwa tersebut jelas menyalahi perintah Allah. Bahkan di Al Quran surah An Nisaa (4):94, pada saat berperang orang mukmin itu dilarang mengatakan kamu bukan mukmin terhadap orang yang mengucapkan salam. Dalam situasi perang saja kita diperintahkan demikian apalagi dalam situasi damai!. Ayat lain di Al Quran juga memerintahkan hal yang sama : Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah ialah mereka yang berjalan dimuka bumi ini dengan rendah hati. Apabila orang jahil menyapa mereka, maka mereka berkata Salam (kata-kata yang baik). (Q.S Al Furqan (25) : 63) Coba kita baca kembali ayat diatas. Sangat jelas

bahwa orang mukmin yang rendah hati pun akan membalas salam bahkan dari orang jahil atau iseng sekalipun. Inilah mukmin yang mampu mengajak orang lain ke sorga dengan menebar salam. Ayat diatas adalah ayat Quran, jadi tidak perlu ditanya lagi keshahihannya. Sayangnya oleh para ulama, ayat diatas dibatalkan oleh Hadist yang melarang menjawab salamnya orang non muslim. Tidaklah mengherankan jika kemudian Islam dipandang sebagian orang non muslim sebagai agama yang tidak bersahabat. Sungguh aneh jika Al Quran dihapus oleh Hadist. Seharusnya kita hanya mengambil Hadist yang tidak bertentangan dengan Quran. Kalau ada Hadist yang bertentangan dengan Quran sebaiknya tidak masuk hitungan meski diriwayatkan oleh perawi yang terkenal sekalipun. Perbuatan dan perkataan Rasul tentu disesuaikan dengan kondisinya pada saat itu. Kita harus melihat kemungkinannya bahwa Hadist itu sifatnya kasus per kasus () dan tidak bisa digeneralisasi untuk semua keadaan. Dalam hal perintah Nabi untuk membunuh cecak misalnya, Hadist ini tidak bisa digeneralisasi bahwa semua cecak harus dibunuh sebab Nabi mengatakan perintah demikian karena pada saat itu Nabi terkena kotoran cecak. Malah dalam Hadist lainnya, Nabi justru memerintahkan kita untuk tidak membunuh binatang yang tidak mengganggu. Begitu juga dengan Hadist yang melarang menjawab salam dari kalangan non muslim harusnya jangan kita telan bulat-bulat. Jadi dalam hal ini kita harus berhati-hati dengan Hadist. Bukan berarti kita ingkar Hadist. Bukan!! Tapi berhati-hati dalam berfatwa menggunakan Hadist. Jangan kita terjebak mengagung-agungkan (taklid) kepada perawinya. Tidak ada jaminan dari Allah atau Nabi Muhammad yang menyatakan bahwa perawi A atau B adalah perawi yang harus ditaati, dipercaya karena bebas dari kesalahan. Sejarah Hadist sendiri dimulai pada tahun 100 H dimana Khalifah Umar bin Abdul Aziz mendorong penulisan Hadist. Jika Al Qurannya pada masa itu sudah baku dan hanya ada satu yakni versi Ustman bin Affan -versi lainnya dibakar agar tidak terjadi perbedaan-, tidaklah demikian dengan Hadist. Di masa Umar bin. Abdul Aziz -yang wafat 101 H- riwayat, dongeng, sabda Yesus, dan doktrin di luar Al Quran menjamur dan tak terkontrol sehingga pemalsuan Hadist sulit untuk bisa di edit kembali. Lebih dari 125 tahun kemudian, Bukhari baru muncul di permukaan bumi. Tak alang kepalang jumlah Hadist, lebih dari sejuta Hadist. Bukhari sendiri menyeleksi sekitar 600.000 Hadis. Dan dari yang terseleksi pun banyak yang miring kepada daulat Abbasiyah. Coba bayangkan, menguji validitas Hadist setelah 200 tahun Nabi wafat, tentunya merupakan pekerjaan yang hampir mustahil dikerjakan manusia. Karena itu, tumbuhlah ilmu-ilmu untuk menyaring Hadist, misalnya uji isnad/rijal, cara periwayatan, dan juga matan. Jika Alquran yang ribuan ayat saja perlu kejelian untuk menjadikannya kitab di masa Umar bin Khatthab, bagaimana membakukan Hadist yang jumlahnya lebih dari sejuta? Secara logis, Pesan berantai dari Nabi Muhammad hingga ratusan tahun ke depan tentu akan sulit ditelusuri keasliannya. Tidak heran jika ada kelompok yang saling berbeda pendapat akhirnya saling menuduh bahwa kelompok itu menggunakan Hadist palsu. Pertengkaran dalil seperti ini jelas akan mengorbankan ukhuwah Islam demi ego kelompoknya masing-masing. Setelah pembakuan Hadist secara besarbesaran, terbukti umat Islam malah kian tertinggal dibandingkan umat agama lain karena patokan mereka cukup dengan Hadist saja, bahkan sebagian lagi malah ada yang menuhankan Hadist dan melupakan Quran. Dengan demikian, dalam menyikapi Hadist, harusnya kita sangat

berhati-hati karena walau bagaimanapun ada Hadist yang sifatnya kasuistis (per kasus) dan ini bisa berbahaya bila digeneralisasi dan dijadikan hukum. Hanya Al Quranlah yang dijamin keasliannya oleh Allah. Yang terbaik adalah menafsirkan Quran dengan Quran. Boleh saja kita menafsirkan Quran dengan Hadist asal Hadistnya tidak bertentangan dengan Quran. Kalau semua Quran ditafsirkan dengan Hadist ya umat Islam bakalan mandeg. Al Quran akhirnya cuma dikeramatkan. Orang malah lebih sering ngaji Quran ketimbang mengkaji Quran. Umat Islam jadi malas berpikir untuk mengkaji kembali Quran karena merasa sudah cukup ditafsirkan oleh Hadist. Al Quran jadinya malah tertutup untuk bisa ditafsirkan kembali sesuai perubahan jaman. Jadilah kita umat Islam abad ke-21 dengan produk pemikiran di abad silam. Islam akhirnya tidak bisa menjadi rahmatan lil alamin yang mampu menjadi solusi di segala jaman. Sungguh kita membutuhkan ulama-ulama reformis yang mampu membenahi citra Islam sebagai agama yang terbuka terhadap perkembangan jaman.

TAJALLI Maka Kami bukakan tirai yang menutupi engkau, oleh sebab itu pandangan engkau amatlah terangnya. (Q.S. Qaaf (50) : 22) Pada proses takhalli dan tahalli, seseorang berarti telah makrifat kepada Afal, Asma dan Sifat-Nya. Puncak dari seagala makrifat adalah makrifat Dzat. Inilah yang disebut tajalli. Dalam istilah lain disebut juga Musyahadah atau Mukhasafah. Manusia yang sudah mencapai tajalli berarti ia telah bermikraj. Dalam peristiwa Isra Mikraj, Nabi diceritakan telah sampai ke Pohon Sidrah (Pohon Lotus) yang biasa dikenal dengan sebutan Sidratul Muntaha. Dengan Mikraj berarti beliau telah sampai kepada bayt Allah lalu menemui-Nya. Nabi mengatakan : Raaitu Robbii fii ahsani suuura (Aku telah melihat Tuhanku yang seelok-eloknya rupa yang tiada umpamanya). Dengan demikian, tidak ada hijab lagi antara diri dan Tuhannya. Yang ditemui adalah Cahaya diatas cahaya! Allah adalah cahaya semua langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu didalam kaca (dan) kaca itu bak bintang yang memancarkan sinar gemerlapan yang dinyalakan (dengan minyak) dari pohon yang diberkati yaitu pohon zaitun yang tidak tumbuh di timur maupun barat. Minyaknya pun bercahaya meski tidak disentuh api. Cahaya diatas cahaya. Allah memberikan cahaya pada orang yang menghendaki cahaya-Nya. (Q.S An Nuur (24):35)

You might also like