Professional Documents
Culture Documents
BLOK 22
NEUROLOGY & BEHAVIOUR
SCIENCE
Bab I
Pendahuluan
Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya
gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai
peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari
gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan
manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik
memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus,
gejala klinik meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi.
Meningitis juga dapat dibagi berdasarkan etiologinya. Meningitis bakterial akut
merujuk kepada bakteri sebagai penyebabnya. Meningitis jenis ini memiliki onset gejala
meningeal dan pleositosis yang bersifat akut. Penyebabnya antara lain Streptococcus
pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae. Jamur dan parasit juga dapat
menyebabkan meningitis seperti Cryptococcus, Histoplasma, dan amoeba.
Meningitis aseptik merupakan sebutan umum yang menunjukkan respon selular
nonpiogenik yang disebabkan oleh agen etiologi yang berbeda-beda. Penderita biasanya
menunjukkan gejala meningeal akut, demam, pleositosis LCS yang didominasi oleh limfosit.
Setelah beberapa pemeriksaan laboratorium, didapatkan peyebab dari meningitis aseptik ini
kebanyakan berasal dari virus, di antaranya Enterovirus, Herpes Simplex Virus (HSV).
Pada referat ini akan dibahas mengenai meningitis bakterialis. Meningitis bakterialis
merupakan penyakit yang mengancam jiwa disebabkan oleh infeksi lapisan meningen oleh
bakteri. Insidensi meningitis bakterialis di Amerika Serikat sudah menurun sejak
diterapkannya penggunaan rutin vaksin Haemophilus influenzae tipe B (HIB). Umumnya
penderita berusia di bawah 5 tahun dan pada 70% kasus terjadi pada anak-anak usia 2 tahun.
Bab II
Isi
A. Anamnesis
Pada kasus ini menggunakan allo-anamnesis, beberapa pertanyaan yang di tanyakan:
B. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
lagi harus selalu berada dalam keadaan ekstensi ( lurus ) . Pada keadaan
normal dapat dicapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit dan
tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70
derajat maka disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang
sudah lanjut usianya diambil patokan 60 derajat.
b. Pemeriksaan Penunjang
Meningitis Bakterial
Meningkat
Meningitis Virus
Biasanya normal
Meningitis TBC
Bervariasi
Warna
Keruh
Jernih
Xanthochromia
Jumlah sel
> 1000/ml
< 100/ml
Bervariasi
Jenis sel
Predominan PMN
Predominan MN
Predominan MN
Protein
Sedikit meningkat
Normal/meningkat
Meningkat
Glukosa
Normal/menurun
Biasanya normal
Rendah
Pemeriksaan radiologi:
X-foto dada: untuk mencari kausa meningitis
CT Scan kepala: dilakukan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan
tekanan intrakranial dan lateralisasi
Pemeriksan lain:
Darah: LED, lekosit, hitung jenis, biakan
Air kemih: biakan
Uji tuberkulin
Biakan cairan lambung
C. Diagnose
a. Diagnose Kerja
Meningitis merupakan peradangan dari meningen gejala klinis meningitis
bakterialis pada neonatus tidak spesifik meliputi gejala sebagai berikut:
sulit makan,
lethargi,
5
irritable,
apnea,
apatis,
febris,
hipotermia,
konvulsi,
ikterik,
ubun-ubun menonjol,
pucat,
shock,
hipotoni,
asidosis metabolik.
Sedangkan gejala klinis pada bayi dan anak-anak yang diketahui berhubungan
dengan meningitis adalah
kaku kuduk,
opisthotonus,
konvulsi,
fotofobia,
cephalgia,
penurunan kesadaran,
irritable,
6
lethargi,
anoreksia,
nausea,
vomitus,
koma,
febris umumnya selalu muncul tetapi pada anak dengan sakit yang
berat dapat hipotermia.
b. Diagnosa Banding
DEMAM KEJANG
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karenakenaikan suhu tubuh (suhu
rectal diatas 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Pada kejang
demam kaku kuduk (-)
D. Etiologi
* Etiologi meningitis neonatal
Bakteri sering didapatkan dari flora vaginal ibu di mana flora usus gram negatif
(Escherichia coli) dan Streptococcus grup B adalah patogen predominan. Pada neonatus
preterm yang menerima berbagai terapi antimikroba, berbagai prosedur pembedahan
sering didapatkan Staphilococcus epidermidis dan Candida sp sebagai penyebab
meningitis. Listeria monocytogenes merupakan patogen yang jarang dijumpai tetapi
sering menyebabkan mortalitas.
Meningitis Streptococcus grup B dengan onset dini yang terjadi dalam 7 hari pertama
kehidupan sering dihubungkan dengan komplikasi obstetri sebelum atau saat persalinan.
Penyakit ini sering menyerang bayi preterm atau pun bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR). Meningitis onset lanjut terjadi setelah 7 hari pertama kehidupan yang
disebabkan oleh patogen nosokomial atau patogen selama masa perinatal. Streptococcus
grup B serotipe 3 adalah 90% penyebab meningitis onset lanjut.
Penggunaan alat bantu respirasi meningkatkan resiko meningitis oleh Serratia
marcescens, Pseudomonas aeruginosa dan Proteus mirabilis. Infeksi oleh Citrobacter
diversus dan Salmonella sp jarang terjadi tetapi memberikan mortalitas tinggi pada
penderita yang juga menderita abses otak.
* Etiologi meningitis pada bayi dan anak-anak
Pada anak-anak di atas 4 tahun, penyebab tersering adalah Streptococcus pneumoniae,
Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae tipe B (HIB). HIB pernah menjadi
etiologi tersering tetapi sudah tereradikasi pada negara-negara yang telah menggunakan
vaksin konjugasi secara rutin.
Streptococcus pneumoniae meningitis
lansia. Kurang lebih 50% penderita memiliki riwayat fokus infeksi di parameningen atau
pneumonia. Pada penderita meningitis rekuren perlu dipikirkan ada tidaknya riwayat
trauma kepala atau kelainan dural. S. pneumoniae sering menimbulkan meningitis pada
penderita sickle cell anemia, hemoglobinopathy, penderita asplenia anatomis atau
fungsional. Patogen ini membentuk kolonisasi pada saluran pernapasan individu sehat.
Transmisi terjadi antar manusia dengan kontak langsung. Masa inkubasi sekitar 1-7 hari
dan prevalensi terbanyak pada musim dingin. Gejala yang ditimbulkan di antaranya
kehilangan pendengaran sensorineural, hidrocephalus, dan sekuelae SSP lainnya.
Pengobatan antimikroba efektif mengeradikasi bakteri dari sekresi nasofaring dalam 24
jam. Pneumococcus membentuk resistensi yang bervariasi terhadap antimikroba.
Resistensi terhadap penicillin berkisar antara 10-60%. Hal ini disebabkan oleh perubahan
dalam enzim yang berperan dalam pertumbuhan dan perbaikan protein pengikat penicillin
pada bakteri sehingga beta-laktamase inhibitor menjadi tidak berguna. Pneumococcus
yang resisten terhadap penicillin juga menampakkan resistensi terhadap cotrimoxazole,
tetrasiklin, chloramphenicol, dan makrolide. Cephalosporin generasi 3 (cefotaxime,
ceftriaxone) saat ini merupakan pilihan karena mampu menghambat sejumlah bakteri
yang telah resisten. Beberapa golongan fluoroquinolon (levofloksasin, trovafloksasin)
walaupun merupakan kontraindikasi untuk anak-anak tetapi memiliki daya kerja tinggi
melawan kebanyakan pneumococcus dan memiliki penetrasi adekuat ke SSP.
Neisseria meningitidis meningitis
Gambar 3. HIB
HIB merupakan batang gram negatif pleomorfik yang bentuknya bervariasi dari
kokobasiler sampai bentuk panjang melengkung. HIB meningitis umumnya terjadi pada
anak-anak yang belum diimunisasi dengan vaksin HIB. 80-90% kasus terjadi pada anakanak usia 1 bulan-3 tahun. Menjelang usia 3 tahun, banyak anak-anak yang belum pernah
diimunisasi HIB telah memperoleh antibodi secara alamiah terhadap kapsul poliribofosfat
HIB yang cukup memberi efek protektif. Penularan dari manusia ke manusia melalui
10
kontak langsung, droplet infeksius dari sekresi saluran pernapasan. Masa inkubasi kurang
dari 10 hari.
Mortalitas kurang dari 5% umumnya kematian terjadi pada beberapa hari awal penyakit.
Beberapa data menunjukkan 30-35% patogen ini sudah resisten terhadap ampicillin
karena produksi beta-laktamase oleh bakteri. Sebanyak 30% kasus menyebabkan sekuelae
jangka panjang. Pemberian dini dexamethasone dapat menurunkan morbiditas dan
sekuelae.
Listeria monocytogenes meningitis
11
E. Epidemiologi
Kejadian meningitis bakteri diperkirakan sekitar 5 sampai 10 kasus per 100.000 orang per
tahun. Meningitis bakteri jauh lebih umum di negara-negara berkembang dan di kawasankawasan geografis tertentu, seperti di Afrika, dimana kejadian yang diduga adalah 70
kasus per 100.000 orang per tahun. Kejadian ditemukan paling tinggi pada bayi-bayi yang
berusia di bawah 1 tahun, dimana 7,1 kasus per 100.000 penduduk dilaporkan pada tahun
2001, dibandingkan dengan hanya 1,8, 0,7 dan 0,7 per 100.000 orang yang berusia 1-4
tahun, 5-17 tahun dan 18-34 tahun, masing-masing.
F. Patofisiologi
Pertama-tama bakteri berkolonisasi dan menyebabkan infeksi lokal pada inang.
Kolonisasi dapat terbentuk pada kulit, nasofaring, saluran pernapasan, saluran
pencernaan, atau saluran kemih dan genital. Dari tempat ini, bakteri akan menginvasi
submukosa dengan menghindari pertahanan inang (seperti barier fisik, imunitas lokal,
fagosit/makrofag) dan mempermudah akses menuju sistem syaraf pusat (SSP) dengan
beberapa mekanisme:
Invasi ke dalam aliran darah (bakteremia) dan menyebabkan penyebaran secara
hematogen ke SSP, yang merupakan pola umum dari penyebaran bakteri. Penyebaran
melalui kontak langsung, misalnya melalui sinusitis, otitis media, malformasi kongenital,
trauma, inokulasi langsung selama manipulasi intrakranial.
Sesampainya di aliran darah, bakteri akan berusaha menghindar dari pertahanan imun
( misalnya: antibodi, fagositosis neutrofil, sistem komplemen). Kemudian terjadi
penyebaran hematogen ke perifer dan organ yang letaknya jauh termasuk SSP.
12
13
Pada akhirnya akan terjadi jejas pada endotel vaskular dan terjadi peningkatan
permeabelitas BBB sehingga terjadi perpindahan berbagai komponen darah ke dalam
ruang subarachnoid. Hal ini menyebabkan terjadinya edema vasogenik dan peningkatan
protein LCS. Sebagai respon terhadap molekul sitokin dan kemotaktik, neutrofil akan
bermigrasi dari aliran darah menuju ke BBB yang rusak sehingga terjadi gambaran
pleositosis neutrofil yang khas untuk meningitis bakterial.
Peningkatan viskositas LCS disebabkan karena influk komponen plasma ke dalam ruang
subarachnoid dan melambatnya aliran vena sehingga terjadi edema interstitial, produkproduk degradasi bakteri, neutrofil, dan aktivitas selular lain yang menyebabkan edema
sitotoksik.
Edema serebral tesebut sangat bermakna dalam menyebabkan tekanan tinggi intra kranial
dan pengurangan aliran darah otak/cerebral blood flow (CBF). Metabolisme anaerob
terjadi dan mengakibatkan peningkatan konsentrasi laktat dan hypoglycorrhachia.
Hypoglycorrhachia merupakan hasil dari menurunnya transpor glukosa ke LCS. Jika
proses yang tidak terkendali ini tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi disfungsi
neuronal sementara atau pun permanen.
Tekanan tinggi intra kranial (TTIK) merupakan salah satu komplikasi penting dari
meningitis di mana keadaan ini merupakan gabungan dari edema interstitial (sekunder
terhadap obstruksi aliran LCS), edema sitotoksik (akibat pelepasan produk toksik bakteri
dan neutrofil) serta edema vasogenik (peningkatan permeabelitas BBB).
Edema serebral dapat menyebabkan terjadinya midline shift dengan adanya penekanan
pada tentorial dan foramen magnum. Pergeseran ini akan menimbulkan herniasi gyri
parahippocampus dan cerebellum. Secara klinis keadaan ini ditunjukkan oleh adanya
penurunan kesadaran dan reflek postural, palsy nervus kranial III dan VI. Jika tidak
14
diobati maka terjadi dekortikasi dan deserebrasi yang secara pesat berkembang menjadi
henti napas atau henti jantung.
G. Manifestasi klinik
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya infeksi geeneral pada
umumnya seperti demam, mungkin juga didapati adanya sakit kepala yang hebat,
photophobia, kaku kuduk, didapatinya tanda kernig dan tanda brudzinski.
15
H. Komplikasi
Sekuelae jangka panjang didapat pada 30% penderita dan bervariasi tergantung etiologi,
usia penderita, gejala klinis dan terapi. Pemantauan ketat berskala jangka panjang sangat
penting untuk mendeteksi sekuelae.
Sekuelae pada SSP meliputi tuli, buta kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia
otot, ataxia, kejang kompleks, retardasi motorik, kesulitan belajar, hidrocephalus nonkomunikan, atropi serebral.
Gangguan pendengaran terjadi pada 20-30% anak. Pemberian dini dexamethasone dapat
mengurangi komplikasi audiologis pada HIB meningitis. Gangguan pendengaran berat
dapat menganggu perkembangan bicara sehingga evaluasi audiologis rutin dan
pemantauan perkembangan dilakukan tiap kali kunjungan ke petugas kesehatan. Jika
ditemukan sekuelae motorik maka perlu dilakukan terapi fisik, okupasional, rehabilitasi
untuk menghindari kerusakan di kemudian hari dan mengoptimalkan fungsi motorik.
I. Penatalaksanaan
Penanganan penderita meningitis meliputi:
1. medikamentosa:
a.
16
Sefalosporin Generasi ke 3
b. Pengobatan simptomatis
c.
Menghentikan kejang:
o
Menurunkan panas:
o
Pengobatan suportif
o Cairan intravena
o Oksigen. Usahakan agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%.
17
2. Non-medikamentosa
Hisap lendir
18
Pemantauan ketat:
o
Tekanan darah
Pernafasan
Nadi
J. Preventif
Pencegahan dibagi 2 cara yaitu dengan kemoprofilaksis dan imunisasi.
*Kemoprofilaksis untuk N.meningitidis meningitis
Semua individu yang tinggal serumah dan petugas kesehatan yang kontak dengan
penderita perlu diberi kemoprofilaksis. Karena peningkatan resistensi terhadap
sulfonamid maka obat pilihannya adalah rifampin, ceftriaxone, ciprofloxacin. Sulfonamid
digunakan sebagai profilaksis pada keadaan tertentu di mana patogen tersebut masih
sensitif. Bahkan setelah kemoprofilaksis adekuat, kasus sekunder dapat terjadi sehingga
orang yang kontak dengan penderita harus segera mencari pertolongan medik saat timbul
gejala pertama kali. Dosis rifampin 600 mg peroral tiap 12 jam selama 2 hari.
* Kemoprofilaksis untuk HIB meningitis
Rifampin dengan dosis 20 mg/kg/hari untuk 4 hari dianjurkan kepada individu yang
kontak dengan penderita HIB meningitis. Jika anak usia 4 tahun atau lebih muda kontak
dengan penderita maka anak tersebut harus diberi profilaksis tanpa memedulikan status
imunisasinya. Yang dimaksud dengan kontak adalah seseorang yang tinggal pada rumah
yang sama dengan penderita atau seseorang yang telah menghabiskan 4 jam atau lebih
waktunya per hari dengan penderita tersebut selama 5-7 hari sebelum diagnosis
ditegakkan.
19
Jika 2 atau lebih kasus HIB meningitis terjadi pada anak yang mendatangi tempat
pelayanan kesehatan maka petugas kesehatan dan anak-anak lain perlu diberi profilaksis.
* Imunisasi
Imunisasi massal di seluruh dunia terhadap infeksi HIB telah memberikan penurunan
dramatis terhadap insidensi meningitis. FDA (Food and Drug Administration) telah
meluncurkan vaksin konjugasi pneumococcal yang pertama (Prevnar) pada April 2000.
Semua bayi dianjurkan untuk menerima imunisasi yang mengandung antigen dari 7
subtipe pneumococcal.
20
K. Prognosis
Penderita dengan penurunan kesadaran memiliki resiko tinggi mendapatkan sekuelae atau
resiko kematian. Adanya kejang dalan suatu episode meningitis merupakan faktor resiko
adanya sekuelae neurologis atau mortalitas. Meningitis yang disebabkan oleh S.
pneumoniae, L. monocytogenes dan basil gram negatif memiliki case fatality rate lebih
tinggi daripada meningitis oleh bakteri lain. Prognosis meningitis yang disebabkan oleh
patogen oportunistik juga bergantung pada daya tahan tubuh inang.
21
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Meningitis merupakan suatu penyakit yang mengancam jiwa dan memberikan sekuelae
yang bernakna pada penderita Pemberian terapi antimikroba merupakan hal penting
dalam pengobatan meningitis bakterial di samping terapi suportif dan simptomatik
Pencegahan meningitis dapat dilakukan dengan imunisasi dan kemoprofilaksis.
22
Daftar Pustaka
1. Kumar, A. 2005. Bacterial meningitis. Department of Pediatrics and Human Development
Michigan State University. College of Medicine and En Sparrow Hospital.
www.emedicine.com/PED/topic198.htm.
2. Razonables R.R. 2005. Meningitis. Division of Infectious Diseases Department of
Medicine. Mayo Clinic College of Medicine. www.emedicine.com/med/topic2613.htm
3.
Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr. yohanes gunawan.
Jakarta: EGC.
4. Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The New
England
Journal
of
Medicine.
336
708-16
URL
http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf
5. Doenges, Marilyn E, dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa,
N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3.
Jakarta : EGC.
6.
23