You are on page 1of 14

ISLAM DAN KESALEHAN SOSIAL : TRANSFORMASI NILAI-NILAI ISLAM UNTUK MEWUJUDKAN TOLERANSI BERAGAMA PADA MASYARAKAT MULTIKULTURAL Dipersembahkan

pada perkuliahan agama di Universitas Ma Chung, Malang Jawa Timur, April 2014 Oleh Achmad Shobirien Pendahuluan Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila : Ketuhanan Yang Maha Esa. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Menurut hasil sensus tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9% Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu, 0,13% agama lainnya, dan 0,38% tidak terjawab atau tidak ditanyakan. Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa "tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya" dan "menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya". Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu. Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia, dan dengan penduduk mendekati 240 juta (2010) dan lebih dari 1000 etnis dan sub kelompok etnis, Indonesia tidak diragukan lagi merupakan salah satu negara yang paling beragam etnis dan budaya di dunia. Sehingga, semboyan bangsa kita Bhineka Tunggal Ika cukup memberikan gambaran kepada siapapun akan pluralismenya bangsa ini. Pluralisme yang dikemas dalam bingkai persatuan dalam naungan Negara
1

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Beragam budaya, agama, suku, dan pemahaman menghiasi bumi pertiwi ini. Bahkan, menurut Karrel Stenbrink sejarahwan berkebangsaan belanda menyatakan dunia memujinya akan persatuan dalam keragaman ini, hidup dalam keramahtamahan yang dibingkai dalam Bhineka Tunggal Ika. Pada tahun 1979, di kota Vatikan Roma, diadakan konferensi internasional yang dihadiri oleh seluruh tokoh dan pembesar agama dunia. Dalam konferensi tersebut terungkap, Indonesia merupakan negara percontohan dalam kehidupan toleransi antar umat beragama. Bahkan Paus Paulus II pun mengatakan Indonesia meskipun terdiri dari beragam suku bangsa, bahasa, adat istiadat dan agama namun hidup dalam kerukunan dan keramahtamahan. Proporsi populasi jumlah suku bangsa di Indonesia menurut sensus 2000 sebagai berikut: Suku Jawa adalah kelompok suku terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai (41,7%) dari total populasi, suku sunda (15,41%) dari total populasi, suku Tionghoa Indonesia berjumlah sekitar (3,7%) dari total p opulasi, suku melayu (3,4%), suku Madura (3,3%), suku Batak (3,0%), suku Minagkbau (2,7%), suku betwi (2,5%), suku Bugis (2,5%), suku Arab-Indonesia (2,4%), suku Banten (2,1%), suku Banjar (1,7%), suku Bali (1,5%), suku Sasak (1,3%), suku Makasar (1,0%), suku Cirebon (0,9%). Kemajemukan bangsa ini, disatu sisi merupakan aset kekayaan budaya bangsa, namun disisi lain dapat menjadi potensi konflik tatkala tidak dapat dikelola dengan baik dan tidak memiliki sikap yang proposional terhadap kemajemukan ini. Kemajemukan yang memiliki potensi konflik tinggi dan sentral yaitu isu yang berkenaan dengan kemajemukan beragama. Agama merupakan isu yang sangat sentral dan cepat menimbulkan konflik dikalangan masyarakat. Kekaguman dunia internasional kini hanya tinggal kenangan, sebab perbedaan suku bangsa, bahasa, adat istiadat dan agama kini seringkali menjadi pemicu dan pemacu lahirnya fanatisme buta, persaingan tidak sehat, perselisihan, perpecahan bahkan gontok-gontokan yang meluluhlantahkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan yang selama ini para pendahulu kita bina. Sikap proposional dansaling menghargai terhadap kemajemukan kini telah luntur serta kesalehan sosial dalam kemajemukan bangsa pun telah memudar. Kerusuhan demi kerusuhan muncul di berbagai daerah, kerusuhan atas nama perbedaan ras/suku, perbedaan agama, perbedaan paham keagamaan,terus
2

bermunculan laksana cendawan dimusim hujan. Seperti yang terjadi di Sambas, Sampit, Ambon, Poso, yang paling hangat kasus pengeboman Vihara di Jakarta Barat. Menurut Setara Institut di Jakarta,terdapat berbagai kasus tiap tahunnya yang berkenaan dengan masalah SARA terutama agama, terdapat 216 serangan terhadap minoritas beragama pada tahun 2010, 244 kasus pada tahun 2011, 264 kasus pada tahun 2012. Di Jakarta menurut Wahid Institute, mendokumentasikan 92 pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan 184 intoleransi pada tahun 2011. Padahal pelaku-pelaku kerusuhan tersebut adalah orang-orang yang menyatakan diri sebagai pemeluk agama tertentu. Ini merupakan gejala sosial yang harus dicari akar permasalahannya dan harus dicarikan solusinya dengan berbagai pendekatan. Jika kita lihat kembali ke atas, masalah yang paling sensitif dan sentral yaitu masalah/isu yang berkenaan dengan keragaman agama. Sehingga muncul pertanyaan, apakah agama-agama yang ada di dunia ini khususnya di Indonesia mengajarkan untuk selalu memerangi atau memusuhi agama selain dari pada agama yang di anutnya? Apakah agama (khususnya agama Islam) tidak mengakui adanya perbedaan dan kemajemukan? Lalu,bagaimana konsep yang di bangun oleh agama dalam membina umatnya dalam kemajemukan? Pertanyaan-pertanyaan ini hanya sederhana namun cukup mendasar, dengan pertanyaan ini akan diketahui penyebab dari gejala sosial sekaligus solusi alternatifnya. Keragaman budaya dan agama ini harus menjadi kemaslahatan bukan menjadi laknat bagi bangsa Indonesia. Islam adalah agama yang rahmatan lil alaminn. Sehingga islam merasa perlu mendefinisikan kehadirannya dalam konteks keragaman budaya dan agama, sekaligus menawarkan suatau harapan dan perspektif keagamaan yang baru bahwa islam adalah seraut wajah yang tersenyum smiling face of indonesian muslim, damai nir kekerasan. Tidak hanya konsep agama yang rahmatan lil alamin namun harus terimplementasikan oleh pemeluknya (muslim) dalam hidup bernegara dengan keragaman kultur ini. Nilainilai islam harus di transformasikan pada masyarakat multikultural sehingga kesalehan sosial terwujud. Kerangka Konseptual dan Ideal : Agama dan Budaya Religion in welcher form sie auftritt bleibet das ideale bedurfnis der menschheit. Agama dalam bentuk apa pun dia muncul,Tetap merupakan kebutuhan ideal
3

umat manusia. Manusia, tanpa agama, tidak dapat hidup sempurna. Manusia memerlukan agama bahkan merupakan fitrah dari kemanusian. Rasulullah bersabda: ... Seorang bayi tak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yg akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi -sebagaimana hewan yg dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian merasakan adanya cacat? ... Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Manusia memerlukan bentuk kepercaan. Semua manusia mengakui adanya Tuhan. Pengakuan tersebut itu sebagai bentuk dari kepercayaan. Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataan kita temui bentuk-bentuk kepercayaan/agama yang beraneka ragam dikalangan masyarakat. Secara hakikat/ transenden agama-agama samawi memiliki kesamaan, yakni sama-sama lahir dari kebutuhan manusia akan bentuk kepercayaan. Kenaeka ragaman bentuk kepercayaan itu merupakan suatu sunnatullah yang tidak bisa dihindari. Firman allah dalam sural al-Maaidah: 48 ...Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, Dalam kaitannya dengan manusia, agama seyogyanya tidak dipahami sebagai seperangkat doktrin dan sistem moral ansich, yang terpisah dari manusia. Agama, sebagaimana dipahami Zamakhsyari Dhofier dan Abdurarahman Wahid, tidak mengandung nilai-nilai dalam dirinya, tetapi mengandung ajaran-ajaran yang menanamkan nilai-nilai sosial pada penganutnya, sehingga ajaran-ajaran agama tersebut merupakan salah satu elemen yang membentuk sistem nilai budaya. Dalam kerangka ini, agama memberikan sumbangsih yang signifikan dalam sistem moral maupun sosial masyarakat. Nilai-nilai agama dijadikan pedoman hidup dalam kehidupnya way of life. Sehingga, agama secara konseptual dan ideal bukannya membuat ketidak teraturan tetapi membuat
4

keteraturan bagi manusia. Nilai-nilai agama dikonstruk oleh penganutnya menjadi nilai-nilai budaya, yang dipakai dan dipraktikan dalam kehidupan masyarakat yang dimaksud. Intinya nilai-nilai agama jangan hanya sebatas ada dalam alam idea saja (konsep), namun harus terimplementasikan dengan baik. Kemanusiaan Yang Satu: Manusia Sebagai Spesies Surga Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Spesies merupakan satuan dasar klasifikasi biologis; jenis. Meminjam istilah Habudin, Manusia diciptakan olehAllah SWT sebagai spesies surga. Setan diciptakan sebagai spesies neraka. Manusia pertama Nabi adam a.s. diciptakan dari tanah dan ditempatkan disurga. Dalam ajaran islam tentang awal kemanusiaan, dinyatakan bahwa

kemanusiaan dimulai dengan sosok Adam a.s. yang diciptakan Allah SWT dengan sebaik-baiknya dan didalamnya ditiupkan dari ruh-Nya. Manusia kemudian berkembang biak dari asal Adam a.s. dan istrinya Hawa. Maka,

perkembangbiakkan manusia datang dari sosok manusia yang satu (an-Nisa ayat 1). Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah

menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanyaAllah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) mengawasi kamu. Anggota suatu keluarga adalah bentuk pluralitas dalam kerangka kesatuan keluarga dan sebagai antitesis darinya. Pria dan wanita adalah bentuk puralitas dari kerangka kesatuan jiwa manusia. Dalam kerangka kesatuan ini, terjadi pluralitas dan perbedaan antara ras, warna kulit, umat, bangsa, kabilah, lidah, bahasa, nasionalisme, dan perdaban. Seterusnya terdapat bermacam dan bergam pluralitas dalam kerangka kemanusiaan yang satu, yang seluruhnya kembali dan menisbatkan diri kepada- Nya. Pluralitas dalam kerangka yang satu ini, dalam pandangan islam, adalah satu ayat (tanda kekuasaan) dari ayat-ayat Allah SWT dalam penciptaan yang tidak akan tergantikan dan juga tidak berubah. Kemanusian merupakan faktor
5

nama-Nya

kamu

saling

meminta satu

sama

laindan

(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan

penyatu dan perbedaan adalah kemajemukan dalam kerangka kesatuansama- sama dari sumber yang satu yakni Adam a.s. dan Hawa (spesies surga). Inilah yang penulis makasud manusia sebagai spesies surga. Bukannya mengutuk perbedeaan namun mencari kesamaan dan menjadikan perbedaan sebagai motivasi untuk berlomba-lomba dalam melaksanakan amal saleh. Manusia diciptakan Allah SWT sebagai spesies surga, namun amal perbuatan yang dipengaruhi hawa nafsunya yang akan membedakan dan memisahkan nanti. Iman dan amal salehnya yang akan allah perhitungkan kelak. Firman allah dalam (Q.S. al-Baqarah: 62) Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Simpulan penulis terhadap ayat di atas adalah bukan agamanya identitas keagamaannya yang di kedepankan, namun nilai dalam agama tersebut yang harus dipegang dan dijalankan. Agama apapun, dalam kerangka pluralitas syariat-syariat di bawah kesatuan agama yang satu perbedaan itu akan tetap selamat dan mendapat pahala dari tuhan selama mereka berada dalam koridor pokok yaitu: Pertama, Keimanan kepada tuhan yang maha satu, kedua. Keimanan akan akhirat, pembangkitan, hisab dan pembalasan amal baik dan buruk, Ketiga. Beramal saleh dalam kehidupan dunia. Namun, bukan berarti untuk konteks hari ini semua agama sama. Ada kesamaan secara hakikat yakni agama samawi. Jika dalam segi syariat jelas ada perbedaan. Syariat agama Yahudi itu benar pada zaman nabi Musa a.s., namun menjadi tidak berlaku mansukh atau disempurnakan dengan datangnya nabi Isa a.s dengan membawa syairatnya (Nasrani), pun demikian syariat nabi Isa (nasrani) menjadi tidak berlaku mansukh dan disempurnakan dengan syariat yang dibawa oleh Rasulullah saw. Yakni syariat islam. Sebagai umat islam kita harus memegang teguh syariat yang dibawa oleh Rasulullah. Syariat yang telah menyempurnakan syariat-syariat sebelumnya. Keberadaan agama lain yang masih memegang syariat-syariatnya yang dahulu harus dijadikan motivasi dalam melakukan amal shaleh memberikan kemanfaatan kepada sesama manusia tanpa melihat agama atau budayanya.
6

Konflik antar umat beragama yang terjadi dimasyarakat biasanya terjadi karena adanya fanatisme buta. Menjustifikasi bahwa yang benar hanyalah dia dan kelompoknya, menafikan bahkan menjustifikasi agama/ paham keagamaan selainnya adalah salah (finnar). Sesama penganut agama Islam pun justifikasi benar/salah, surga dan neraka sering kali terlontar yang nota bene itu merupakan awal dari perpecahan. Bahkan, mereka berani menghancurkan, membakar dan memeranginya dengan landasan bahwa dia yang paling benar. Memaksakan kehendak untuk sama dengannya. Jika kita mengacu kepada ayat diatas tadi justru yang harus dikedepankan adalah amal saleh yang di landasi keimanan. Pendekatan ini menggunakan pendekatan teologi multikultural. Dengan pendekatan ini masyarakat akan memiliki kesalehan secara kultural melihat perbedaan sebagai rahmat. Bahkan, kita harus membuktikan bahwa agama islam adalah agama rahmatan lilalamin. Umat muslim harus memberikan teladan dalam berakhlak menjadi pelopor dalam berbuat kebaikan. Menurut Jalaudin rahmat, Agama terbagi dua yakni secara konseptual dan secara aktual. Secara konseptual semua agama mengajarkan tentang kebaikan nilai-nilai kebenaran yang diakui secara universal. Prinsipnya tidak ada agama manapun terutama agama samawi yang mengajarkan ketidak baikan,

penghancuran, penistaan. konsepnya semua agama adalah membuat keteraturan dalam kehidupan. Sedangkan agma secara aktual yakni implementasi

keberagamaan seseorang di dalam kehidupannya. Jelas, implementasi keberagamaan seseorang sangat dipengaruhi oleh latar belakangnya. Dipengaruhi oleh pendidikannya, ilmu pengetahuannya,

lingkungannya, juga oleh hawa nafsunya. Inilah yang nanti akan merubah manusia dari asalnya spesies surga berubah menjadi spesies neraka bersama syaitan (laknatullah alaih) dengan mengikuti hawa nafsunya melanggar syariat/ ajaran agamanya. Multikulturalisme Perspektif Islam Menurut Abraham Maslow dalam teori of human motivation bahwa kebutuhan dasar manusia (basic needs) yang keempat adalah pengakuan penghargaan. Pengingkaran masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui merupakan akar dari ketimpangan diberbagai bidang kehidupan). Islam adalah
7

agama yang mengakui dan menghargai perbedaan, bahkan perbedaan di dalam islam adalah sebuah rahmat. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan dan

kemanusiaannya. Maka, konsep multikulturalisme itu sesuai dengan ajaran islam dalam memandang keragaman. Konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia. Kaum muslimin adalah umat yang bersatu utuh mereka hidup berdampingan dengan kelompok-kelompok masyarakat madinah 1). Demikian Rasulullah telah memberikan yang lain.(piagam contoh hidup

bernegaradalam keragaman kultur. Sehingga sampai hari ini dunia mengakui akan keberhasilan konsep negara yang dibangun oleh Rasulullah saw yang kita kenal dengan masyarakat madani (civil sosiety). Pun demikian multikulturalisme yang dibangun bangsa kita ini semstinya mengacu pada konsep yang dibangun Rasulullah SAW. Mengakomodir kesetaraan budaya dan umat lain sehingga meredam konflik vertikal dan horizontal dalam masyarakat yang heterogen dimana tuntutan akan pengakuan atas eksistensi dan keunikan budaya, kelompok, etnis sangat lumrah terjadi. Muaranya adalah tercipta suatu sistem budaya (culters system) dan tatanan sosial yang mapan dalam kehidupan masyarakat yang akan menjadi pilar kedamaian sebuah bangsa. Dalam syariat-syariat dan manhaj-manhaj, dan selanjutnya peradabanperadaban (terutama umat-umat yang menerima risalah-risalah agama) terdapat pluralitas yang dipandang oleh Al-Quran sebagai pokok yang konstan, kaidah yang abadi, dan sunnah ilahiah , yang berfungsi sebagai pendorong untuk saling berkompetisi dalam melakukan kebaikan, berlomba menciptakan prestasi yang baik dan sebagai motivator yang mengevaluasi dan memeberikan tuntunan bagi perjalanan bangsa-bangsa pemilik peradaban-peradaban dalam menggapai kemajuan dan ketinggian mereka. Ia adalah sumber dan motivator terwujudnya vividitas kreativitas (penggambaran yang hidup) yang terancam keberadaanya jika tidak terdapat perbedaan dan kekhasan masing-masing peradaban itu. (Hud: 118-119) Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat, Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. dan untuk Itulah Allah menciptakan mereka.
8

kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya. Dalam menafsirkan ayat ini, Al-Qurtubi dalam al-jami li ahkamil quraan mengatakan bahwa perbedaan, kemajemukan, serta pluralitas dalam syariatsyariat dan manhaj-manhaj itu sebagai conditio qua non (keadaan atau syarat yang sangat diperlukan) dalam penciptaan makhluk. Mereka berkata, makna dan untuk itulah Allah menciptakan mereka seakan-akan pluralitas itu sebagai illat sebab keberadaannya wujud ini. Atas dasar adanya pengakuan mengenai pluralisme budaya dan agama, maka dalam kedua ayat (Qs. 2:148 dan Qs. 5: 48) dimunculkan konsep perlombaan dalam kebaikan, maka berlomba-lombalah kamu dalam berbuat kebaikan. Dalam kedua ayat itu, perlombaan bersifat umum namun ditujukan bagi manusia yang secara alamiah ditakdirkan mengalami perbedaan agama maupun suku bangsa. Ayat ini sesuai dengan konsep multikulturalisme yang tidak

mempersoalkan perbedaan, tetapi mementingkan berbuat kebaikan. Karena itu, kata-kata kullin (2:148) dan likullin jaalna (5: 48) diatas sebagai masingmasing umat beragama. Rasyid ridha, sebagaimana dikutip Roni, mengatakan. ... jadi, syariat yang berbeda-beda itu harus dipertimbangkan sebagai alasan untuk berlomba-lomba dalam amal saleh, dan bukan alasan untuk permusuhan dan persaingan dalam berbuat yang tidak baik. Bahkan dalam konteks teologis, allah (Qs. 60: 6) tidak melarang umat islam melakukan aktivitas sosial dengan umat lain, selama mereka tidak berbuat jahat. Dalam hal kebangsaan dan suku yang plural, islam memerintahkan agar hal ini dipergunakan dalam membangun hubungan taaruf (saling mengenal) diantara masing-masing pihak yang berbeda-beda itu. Bahkan al-Quran menegaskan, keragaman etnis, agama, dan budaya adalah sebuah keniscayaan yang merupakan kehendak tuhan sendiri sebagai sunnatullah. Allah tidak melihat perbedaan dari etnis manapun bahkan pengakuan dari agama manapun tapi yang allah lihat adalah ketakwaanya. Firman allah (QS. Al- Hujarat:13) : Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki- laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
9

Saling mengenal merupakan bentuk dari kesalehan multikultural. Dari saling mengenal itulah toleransi antar umat, toleransi antar agama akan tercipta. Satu sama lain saling memahami dan memaklumi perbedaan yang ada. Namun, toleransi bukan berarti menghilangkan batas-batas yang telah ditentukan. Islam mempunyai konsep yang jelas dan tegas dalam membedakan antara toleransi muamalah (sosial) dengan toleransi akidah. Dalam masalah muamalah kita harus memiliki sikap tasamuh (toleransi), tapi dalam masalah akidah dan ibadah, islam dengan tegas mengatakan lailaha illallah Muhammad rasulullah sampai tetes darah penghabisan kita harus tetap istiqomah. Firman allah (Q.S. Al- Kafirun 1-6) : Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. Jika kita kaji sababun nuzul ayat di atas, menurut Imam as-Suyuti dalam lubabun nuqul fi asba al-nuzul adalah berkenaan dengan ajakan kafir quraisy kepada rasul untuk bergantian menyembah tuhan masing-masing. Satu tahun menyembag Allah, satu tahun menyembah berhala. Dijelaskan juga oleh Imam Ali As- Shabuni dalam shafwat at-Tafasir, Tatkala itu, turun ayat tadi yang menolak keras ajakan mereka yang didisyaratkan dalam kalimat : " bagi kamu kemusyrikanmu dan bagi aku keyakinanku24". Namun demikian islam melarang kita untuk mengganggu aqidah agama lain. Sejarah membuktikan, agama Alkhaton masuk ke Mesir dengan menghancurkan tempat-tempat ibadah amon, agama Kristen masuk ke Mesir dengan membunuh penganut agama mesir kuno, agama romawi paganis masuk ke Mesir dengan membunuh penganut kristen koptik, islam masuk ke Mesir tidak satu pun rumah ibadah yang dibakar, tidak seorang pun pendeta yang dibantai.25 Bahkan rasulullah dengan tegas bersabda : siapa saja yang

10

menyakiti kafir dzimi sungguh telah menyakitiku Sejarah tersebut menunjukan bahwa islam bukan agama sadis, islam bukan agama bengis, bahkan islam bukan agama teroris, sebagaimana dituduhkan orangorang kafir dan barat saat ini. Tapi islam adalah agama rahmatan lilalamin. Dengan demikian jika akhir-akhir ini terjadi pengeboman seperti di legian kuta bali, hotel mariot, kedubes australia dan Vihara di jakarta barat yang diselidiki dilakukan oleh orang-orang yang beragama islam. Jelas, penulis tegaskan itu bukan ajaran islam, tapi itu hanya sekelompok orang yang memiliki kepentingan tertentu danipengaruhi faktor-faktor yang menuntut mereka berbuat demikian. sebagai bentuk perlawanan imperialisme politik barat dan adanya ketidak adilan. Islam Membentuk Kesalehan Multikultural Ummat Menurut Abdul Munir Mulkhan, Kesalehan merupakan suatu tindakan yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain, serta dilakukan atas kesadaran ketundukan pada ajaran Tuhan. Amal saleh merupakan implementasi/aplikasi dari keimanan seseorang yang dilakukan secara sadar dan ikhlas. Sedangkan kesalehan dalam multikultural merupakan penegasan bahwa kegunaan tindakan saleh itu berdimensi terbuka melampaui batas-batas etnis, kebangsaan, paham keagamaan, dan kepemelukan suatu agama tertentu. Isu global yang terus didengungkan oleh PBB adalah perdamaian diseluruh dunia. Di timur maupun di Barat harus mematuhi Resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengamanatkan kepada seluruh negara di dunia untuk tunduk dan patuh demi menciptakan perdamaian abadi. Tetapi kenyataannya, perang adalah perang. Perang merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari akibat konflik antar negara, bahkan antar etnis seringkali dipicu oleh masalah-masalah sepele. Namun terdapat nuansa kemanusiaan yang dijatuhkan atau seringkali disalah fahami, sehingga muncul istilah genocide (permusuhan etnis). 28 Resolusi PBB belum dapat berhasil dalam membentuk kesalehan bangsa-bangsa dalam keragaman. Karena bukan atas landasan keimanan resolusi tersebut dibuat namun atas dasar kepentingan politik. Dalam hal ini Islam mempunyai dasar-dasar pemikiran dalam menciptakan kesalehan multikultural. Kesalehan tanpa batas teritorial, tanpa batas etnis dan tanpa batas apapun. Sesuai dengan namanya islam berarti damai, sama sekali
11

tidak diperbolehkan menebar kebencian kepada siapapun. Akar dari permusuhan dan konflik dilatarbelakangi dengan kebencian. Firman allah (Q.S. al-Anam ayat 108 : Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan. Khalid Abdurrahman al-Aki dalam shofwat al-Bayan Limaan al-Quran menjelaskan : " janganlah kamu menghina

sembahan kaum musyrik dan berhala-berhala mereka". Dengan demikian firman allah tadi mengajarkan kepada ummat agar tidak menghina, melecehkan dan memerangi ajaran agama lain. Biarkanlah kaum kristiani mengamalkan ajaran cinta kasih, Isa almasih. Umat hindu mengamalkan Veda-vadenta, Resi Agatya. Demikian juga umat budha menjalankan ajaran Dharma Shidarma Gautama. Selama mereka tidak mengganggu dan memerangi kaum muslim. Dalam membentuk kesalehan multikultural ummat islam menanamkan nilai toleransi yang tinggi terhadap agama dan budaya lain, menanamkan nilai supaya menghargai agama lain.Dimulai dari menghargai sikap dan prilaku yang lainnya akan mengikutinya. Kesalehan sosial yang dikedepankan oleh kaum muslim. Perbedaan dan kemajemukan dijadikan sebagai motivator untuk menghadapi ujian, cobaan, kesulitan, berkompetisi, dan berlomba-lomba dalam berkarya dan berkreasi di antara masing-masing pihak yang berbeda dalam syariat, manhaj, dan peradabannya. Dalam kesalehan Multikultural ini pula amal saleh seorang muslim tidak dibatasi oleh etnis, suku, budaya bahkan agama. Namun, berbuat saleh (konteks sosial) kepada siapapun. PENUTUP Inti dari konflik yang bersumber dari masalah agama disebabkan karena fanatisme buta. Menjustifikasi orang/ agama selain dari padanya adalah salah. Sehingga tidak akan ada titik temu jika semua agama/ semua budaya menjustifikasi hanya agama dan budayanya lah yang paling benar. Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin hadir memberikan perspektif keberagaman yang moderat melihat perbedaan agama/ budaya lain sebagai sebuah keniscayaan dan ujian bagi pemeluknya. Tidak menjustifikasi
12

bahkan menghina agama / budaya lain tetapi duduk bersama dan memberikan sikap yang terbuka (inklusif). Transformasi nilai-nilai islam merupakan langkah untuk menciptakan suasana dan sikap keberagaman yang moderat (pertengahan) yang tidak memaksakan kehendak atas nilai-nilai yang lain. Transformasi bukan berarti merubah nilai agama yang ada tetapi berusaha berdialek dengan nilai-nilai budaya lain. Sehingga kesalehan individu tidak terbatasi oleh etsnis, agama, budaya tetapi saleh tanpa batas. Saling mengenal merupakan salah satu bentuk dari kesalehan seorang individu terhadap keragaman yang ada. Dengan mengenal maka akan timbul konsekeunsi selanjutnya yakni saling memahami dan menghargai. Ketika sikap saling memahami dan menghargai telah tumbuh dalam diri bangsa ini niscaya kesalah pahaman dan konflik relatif tidak akan ada. Keragaman budaya dan agama tidak akan menjadi permasalahan namun menjadi indah laksana harmoni perbedaan nada gitar yang dipetik dengan baik. Cita-cita bangsa ini serta semboyan bangsa ini kembali kita gapai dan kita rasakan. Perbedaan harus dijadikan sebagai motivasi untuk berlomba-lomba dalam melaksanakan amal saleh (kebajikan) dengan landasan keimanan.Masalah surga dan neraka Tuhan yang menentukan. Masuknya seseorang ke surga bukan pernyataan dirinya sebagai orang yang rajin beribadah atau pernyataan diri sebagai pemeluk islam Islam KTP namun, karena rahmat Allahlah yang akan menentukan nanti. Sehingga, fanatisme buta yang identitas yang mengakukan dirinya sebagai pemeluk agama tertentu harus mempertimbangkan kembali apakah yang dilakukannya sudah sesuai dengan aturan agamanya, Atau hanya mengatasnamakan agama.

Daftar Pustaka Agus Pahrudin,dkk. 2009. Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia. Jakarta: Balai Penelitian dan pengembangan Agama. Al-Qurtubi, al-jami liahkam Al-Quran. Kairo: Darul kutub, juz 9 Chang Yau Hoon.2006. Assinilation, multicultiralism, Hybridity: The Dilemmas of the Etnich Chinise in Post-Suharto Indonesia. Jurnal Asian Ethnicity. Volume 7, number 2.
13

Dhofier, dkk.1978. Penafsiran kembali ajaran agama; dua kasus dari jombang. Jakarta : LP3ES Imarah, Muhammad. 1999. Islam dan Pluralitas: perbedaan dan kemajemukan dalam bingkai persatuan. Terjemahan. Jakarta: Gema insani press. Hamid, Salahudin. 2003. HAM Dalam Perspektif Islam. Cetakan II Jakarta: Amisco. Khalid Abdurrahman al-Aqi. 1978. Shafwat al-bayan li maani al-Quran. Kairo: Dar al-Salam. Mahfud, Choirul. 2013. Pendidikan Multikultural. cetakan VI. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Muhammad Ali Ash-Shabuni. 1976. Shafwat at-tafasir. Mekah: dar al-Fikr. Mulkhan, Abdul Munir.2005. Kesalehan Multikultural,jakarta. Jakarta: PSAP. Rahmat, Jalaludin. 1991. Islam Alternatif: ceramah-ceramah di Kampus. Cet IV.Bandung: Mizan. Roni tabroni, dkk.2006. Menggagas kesalehan Multikultural di Jawa Barat, Bandung: LPTQ JABAR. Paisun.2010. Dinamika Islam Kultural: dialektika islam dan budaya lokal madural. jurnal el-Harakah, vol. 12 no. 2. Syarbini, Amirullah. 2007. Membudyakan Toleransi Antar Umat Beragama.

Banten: LPTQ BANTEN. Habudin. Makalah Diskusi pluralisme. UIN SGD Bandung. 2013.

14

You might also like