You are on page 1of 23

BAB I

PRESENTASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Alamat Tanggal masuk RS B. DATA SUBYEKTIF Keluhan utama : Nyeri pada kedua lutut : Bp. I.M : 61 tahun : Jomboran, RT 06. Pandak. : 31 Desember 2012

Riwayat Penyakit Sekarang : Kaki linu-linu, lutut kemeng sampai pinggang, kaki sakit bila digerakkan terutama untuk berjalan, kadang terdengar bunyi klutuk-klutuk ketika digerakkan, nyeri juga dirasakan pada kedua bahu, dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk RS. Riwayat Penyakit Dahulu hipertensi (-), DM (-) Riwayat Penyakit Keluarga : Penyakit yang sama pada keluarga disangkal C. DATA OBYEKTIF Keadaan Umum Kesadaran Vital Signs Tekanan Darah Denyut nadi Respirasi Suhu Pemeriksaan Fisik Kepala : Mesochepal, distribusi rambut merata : 160/70 mmHg : 92x/menit : 22x/ menit : 36,5O C : Sedang, tampak kesakitan : Compos Mentis : Pernah punya sakit yang sama sekitar 1 tahun yang lalu,

Mata tampak cekung Hidung Mulut Telinga Leher Kulit Thorax Inspeksi Perkusi Palpasi teraba. Auskultasi ronchi (-) Abdomen : Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi

: Simetris, conjuctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata tidak

: Deformitas (-), eritem (-), sekret (-), nafas cuping hidung (-) : Bibir tidak tampak kering, lidah kotor (-), faringitis (-). : Simetris, eritem (-/-), sekret (-/-) : JVP tidak meningkat : Warna coklat, eritem, lesi (-), sikatrik (-), gatal (-) : : Simetris, retraksi (-), sikatrik (-) : Sonor : Ketinggalan gerak (-), fokal fremitus dbn, ictus cordis tidak

: Cor: S1-2 reguler, bising (-), Pulmo: vesikuler (+). wheezing (-),

: Asites (-), sikatrik (-), distensi (-) : Suara peristaltik (+) normal : Timpani : Nyeri tekan (-) : Akral hangat, edema pada kedua lutut (-/-)/(+/+)

Ekstremitas

Status lokalis (lutut) : Kemerahan (+/+), edema (+/+), ROM terbatas, nyeri tekan (+/+) D. ASSESMENT Osteoarthritis, Hipertensi E. DIAGNOSIS BANDING 1. Gout arthritis 2. Rheumatoid arthritis 3. Spondilitis ankilosa F. PENATALAKSANAAN 1. Infuse RL 10 tpm 2. Renadinax tab 3x50mg 3. Metal Prednisolon tab 4mg 1.0.0

4. Inj ranitidine 1Amp/12jam G. FOLLOW UP Tgl. Anamnesis Penatalaksanaan 31/12/2012 Os mengeluh nyeri pada kedua lutut sejak 1 hari Terapi IGD: Infus NaCl 10 tpm sebelum masuk RS, kaki linu-linu, lutut kemeng Inj teranol 1A sampai pinggang, kaki sakit bila digerakkan Inj ranitidine 1A Amlodipin 1x10mg terutama untuk berjalan, nyeri juga dirasakan pada PCT k/p kedua bahu. KU= sedang, tampak kesakitan, cm TD= 160/70 mmHg N= 92x/mnt RR= 22x/mnt T= 35,6C A= Osteoarthritis, Hipertensi 2/1/2013 Os mengeluh masih merasa sakit di kedua lutut nya, nyeri (+) bila dipegang dan digerakkan, pusing (-), mual (-), muntah (-) KU= baik, cm TD= 130/90 mmHg N= 76x/mnt RR= 22x/mnt T= 36,5C A= Osteoarthritis, Hipertensi 3/1/2012 Os mengeluh masih merasa sakit di kedua lutut nya, nyeri lutut (+), otot kaki terasa kencang, pusing (-), mual (-), muntah (-) KU= sedang, cm TD= 110/60 mmHg N= 68x/mnt RR= 20x/mnt T= 36C A= Osteoarthritis, Hipertensiterkontrol 4/1/2013 Os mengeluh nyeri pada kedua lututnya berkurang, Infus NaCl 10 tpm Infus NaCl 10 tpm Renadinax tab 3x50mg Metil Prednisolon tab 4mg 1.0.0 Inj. Ranitidine 1A/12jam Infus NaCl 10 tpm Renadinax tab 3x50mg Metil Prednisolon tab 4mg 1.0.0 Inj. Ranitidine 1A/12jam

tetapi otot kaki masi sering terasa kencang, pusing (-), mual (-), muntah (-) KU= baik, cm TD= 120/80 mmHg N= 72x/mnt RR= 20x/mnt T= 36C A= Osteoarthritis, Hipertensi terkontrol

Renadinax tab 3x50mg Metil Prednisolon tab 4mg 1.0.0 Inj. Ranitidine 1A/12jam Plan: BLPL Obat pulang: Renadinax tab 3x50mg Metal prednisolon tab 4mg 1.0.0

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Foto thorax PA (31/12/2012) Kesan: Cardiomegali. Pulmo dalam batas normal.

2. GDS (04/01/2013) PARAMETER Glukosa sewaktu 3. Darah lengkap (01/01/2013) PARAMETER HB AL AE AT HMT HITUNG JENIS LEKOSIT Eosinofil Basofil Batang Segmen 0 0 0 87 % % % % 2-4 0-1 2-5 51-67 HASIL 12.5 12.8 4.06 188 37.1 NILAI SATUAN gr% Ribu/ul Juta/ul Ribu/ul % NILAI NORMAL L: 13-17 P: 12-16 dws 4-10 ank 9-12 L: 4.5-5.5 P:4.5-6.0 150-450 L: 47-52 P:36-46 HASIL 110 NILAI SATUAN mg/dl NILAI NORMAL <200

Lymposit Monosit GLUKOSE SEWAKTU UREUM DARAH KREATININ DARAH SGOT SGPT ASAM URAT DARAH

10 3 106 40 1.11 24 26 6.25

% % mg/dl mg/dl mg/dl u/l u/l mg/dl

20-35 4-8 <200 17-43 L: 0.9-1.3 P:0.6-1,1 L: <37 P: <31 L: <41 P: <31 L:

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena OA. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria, dan 12.7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat yang Iebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas pasien. Karena prevalensi yang cukup tinggi dan sifatnya yang kronik-progresif, OA mempunyai dampak sosio-ekonomik yang besar, baik di negara maju maupun di negara bcrkembang. Diperkirakan I sampai 2 juta orang lanjut usia di Indanesia menderita cacat karena OA. Pada abad mendatang tantangan terhadap dampak OA akan besar karena semakin banyaknya populasi yang berumur tua.

B. ETIOPATOGENESIS OSTEOARTRITIS Berdasarkan patogenesisnya dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA sekundcr. Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, perturnbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama. Osteoartritis primer lebih sering ditemukan dibanding OA sekunder (Woodhead, 1989; Sunarto, 1990; Rahardjo, 1994). Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses ketuaan yang tidak dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang berpendapat bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui (Woodhead, 1989). Jejas mekanis dan kimiawi pada sinovia sendi yang terjadi

multifaktorial antara lain karena faktor umur, stres mekanis atau penggunaan sendi yang berlebihan, defek anatomik, obesitas, genetik, humoral dan faktor kebudayaan (Moskowitz, 1990). Jejas mekanis dan kimiawi ini diduga merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago didalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan khondrosit dan nyeri (Ghosh, 1990: Pelletier, 1990). Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh khondrosit sebagai kompensasi perbaikan (repair) (Brandt, 1993). Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi (Woodhead, 1989). Beberapa penelitian membuktikan bahwa rawan sendi ternyata dapat melakukan perbaikan sendiri dimana khondrosit akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru (Woodhead. 1989; Dingle. 1991). Proses perbaikan ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar sel. Faktor ini menginduksi khondrosit untuk mensistesis asam deoksiribonukleat (DNA) dan protein seperti kolagen serta proteoglikan. Faktor pertumbuhan yang berperan adalah insulin-like growth factor (IGF-I), growth hormon, transforming growth factor b (TGF-b) dan coloni stimulating factors (CSFs). Faktor pertumbuhan seperti IGF-1 memegang peranan penting dalam proses perbaikan rawan sendi. Pada keadaan inflamasi, sel menjadi kurang sensitif terhadap efek IGF-1 (Pelletier, 1990). Faktor pertumbuhan TGF- mcmpunyai efek multipel pada matriks, kartilago yaitu merangsang sintesis kolagen dan proteoglikan serta menekan stromelisin, yaitu enzym yang mendegradasi proteoglikan. meningkatkan produksi prostaglandin E, dan melawan efek inhibisi sintesis PGE, oleh interleukin-I (IL-I). Hormon lain yang mempengaruhi sistesis komponen kartilago adalah testosteron, -estradiol, plateler derivat growth factor (PDGF), fibroblast growth factor dan kalsitonin (Moskowitz, 1990; Pelletier, 1991) Peningkatan degradasi kolagen akan mempengaruhi keseimbangan metabolisme rawan sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu respons imun yang mcnyebabkan inflamasi sendi (Woodhead, 1989; Pelletier, 1990). Rerata

perbandingan antara sintesis dan pemecahan matriks rawan sendi pada pasien OA kenyataannya lebih rendah dibanding normal yaitu 0,29 dibanding 1 (Dingle, 1991). Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkhondral tersebut (Ghosh, 1992). Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnva menimbulkan bone angina lewat subkhondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit (Moskowitz, 1987). Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi (Brandt, 1987), peregangan tendo atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstra artikuler akibat kerja yang berlebihan (Ruoff, 1986). Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkhondrial (Moskowitz, 1987; Brandt, 1987). Peran makrofag didalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila dirangsang oleh jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan memproduksi sitokin aktivator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF dan , dan interferon (IFN) dan (Moskowitz, 1990; Pelletier, 1990; Dingle, 1991). Sitokin-sitokin ini akan merangsang khondrosit melalui reseptor permukaan spesifik untuk memproduksi CSFs yang sebaliknya akan mempengaruhi monosit dan PA untuk mendegradasi rawan sendi secara langsung. Pasien OA mempunyai kadar PA yang tinggi pada cairan sendinya (Moskowitz, 1990). Sitokin ini juga mempercepat resorpsi matriks cairan sendi (Ghosh, 1992). Interleukin-1 mempunyai efek pada sel cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi yaitu stromelisin dan kolagenosa, menghambat proses sintesis dan perbaikan normal khondrosit. Pada percobaan binatang ternyata pemberian human recombinant IL-1a sebesar 0.01 mg dapat menghambat sintesis glukosaminoglikan sebanyak 50% pada hewan normal (Dingle, 1991). Khondosit pasien OA mempunyai reseptor IL-1 dua kali lipat lebih banyak dibanding individu normal

(Pelletier, 1990) dan khondrosit sendiri dapat memproduksi IL-1 secara lokal (Dingle, 1991). Faktor pertumbuhan dan sitokin tampaknya mempunyai pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA. Sitokinik cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis, padahal IGF-1 pasien OA lebih rendah dibandingkan individu normal pada umur yang sama (Moskowitz, 1990;Pelletier, 1990). Percobaan pada kelinci membuktikan bahwa puncak aktivitas sintesis terjadi pada 10 hari perangsangan dan kembali normal setelah 3-4 minggu (Dingle, 1991)

C. FAKTOR-FAKTOR RESIKO OSTEOARTRITIS Untuk penyakit dengan penyebab yang tak jelas, istilah faktor risiko (faktor yang meningkatkan risiko penyakit) adalah lebih tepat. Secara garis besar faktor risiko untuk timbulnya OA (primer) adalah seperti di bawah ini. Harus diingat bahwa masing-masing sendi mempunyai biomekanik, cedera dan persentase gangguan yang berbeda, sehingga peran faktor-faktor risiko tersebut untuk masing-masing OA tertentu berbeda. Dengan melihat faktor-faktor risiko ini, maka sebenarnya semua OA individu dapat dipandang sebagai: Faktor yang mempengaruhi; predeposisi generalisata. Faktor-faktor yang menyebabkan beban biomekanis tak normal pada sendi-sendi tertentu. Kegemukan, faktor genetik dan jenis kelamin adalah faktor risiko umum yang penting. Umur Dari semua faktor risiko untuk timbulnya OA, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di hawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun. Akan tetapi harus diingat bahwa OA bukan akibat ketuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada ketuaan berbeda dengan perubahan pada OA (Sudoyo,2006) Jenis Kelarnin Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun

frekuensi OA kurang lebih sama pada laki-laki (dan wanita, tetapi di atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis OA (Sudoyo, 2006). Suku Bangsa Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada OA nampaknya terdapat perbedaan di antara masing-masing suku bangsa. Misalnya OA paha lebih jarang di antara orang-orang kulit hitam dan Asia daripada Kaukasia. OA lebih sering dijumpai pada orang-orang Amerika asli (Indian) daripada orang-orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan (Sudoyo, 2006). Genetik Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA misalnya, pada ibu dari seorang wanita dengan OA pada sendi-sendi interfalang distal. (nodus Heberden) terdapat 2 kali lebih sering OA pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai 3 kali lebih sering, daripada ibu dan arak perempuan-perempuan dari wanita tanpa OA tersebut. Adanya mutasi dalam gen prokolagen II atau gen-gen structural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada OA tertentu (terutama OA banyak sendi) (Sudoyo, 2006). Kegemukan dan Penyakit Metabolik Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk timbulnya OA baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan OA pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan OA sendi lain (tangan atas sternoklavikula). Oleh isma itu di samping faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolic) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut, peran faktor metabolic dan hormonal pada kaitan antara OA dan kegemukan juga disokong oleh adanya ikatan antara OA dengan penyakit jantung koroner, diabetes mellitus dan hipertensi. Pasien-pasien osteoartritis ternyata mempunyai risiko penyakit jantung koroner dan hipertensi yang !ebih tinggi daripada orang-orang tanpa osteoarthritis (Sudoyo, 2006). Cedera Sendi, Pekerjaan dan Olah raga

Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus (misalnya tukang pahat, pemetik kapas) berkaitan dengan peningkatan risiko OA tertentu. Demikian juga cedera sendi dan olah raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko OA yang lebih tinggi. Peran beban benturan yang berulang pada timbulnya OA masih menjadi penentangan. Aktivitas-aktivitas tertentu dapat menjadi predisposisi OA cedera traumatik (misalnya robeknya meniscus, ketidak stabilan ligamen) yang dapat mengenai sendi. Akan tetapi selain cedera yang nyata, hasil-hasil penelitian tak menyokong pemakaian yang berlebihan sebagai suatu faktor untuk timbulnya OA. Meskipun demikinn, beban benturan yang berulang dapat menjadi suatu faktor penentu lokasi pada orang-orang yang mempunyai predisposisi OA dan dapat berkaitan dengan perkembangan dan beratnya OA (Sudoyo, 2006). Kelainan Pertumbuhan Kelainan congenital dan pertumbuhan paha (misalnya penyakit Perthes dan dislokasi congenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnva OA paha pada usia muda. Mekanisme ini juga diduga berperan pada lehih banyaknya OA paha pada laki-laki dan ras tertentu (Sudoyo, 2006). Faktor-faktor Lain Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan risiko timbulnya OA. Hal ini mungkin timhul karena tulang yang lebih padat (keras) tak membantu mengurangi benturan bcban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada orang gemuk dan pelari (yang umumnya mempunyai tulang yang lebih pucat) dan kaitan negatif antara osteoporosis dan OA. Merokok dilaporkan menjadi faktor yang melindungi untuk timbulnya OA, meskipun mekanismenya belum jelas (Sudoyo, 2006). Faktor-faktor untuk Timbulnya Keluhan Bagaimana timbul rasa nyeri pada OA sampai sekarang masih belum jelas. Demikian juga faktor-faktor apa yang membedakan OA radiografik saja (asimtomatik) dan OA simtomatik masih belum diketahui. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dan orang yang gemuk cenderung lebih sering mempunyai keluhan daripada orangorang dengan perubahan yang lebih ringan. Faktor-faktor lain yang diduga meningkatkan

timbulnya keluhan ialah hipertensi, merokok, kulit putih dan psikologis yang tak baik (Sudoyo, 2006).

D. SENDI-SENDI YANG TERKENA Sendi yang paling sering terserang oleh OA adalah sendi-sendi yang harus memikul beban tubuh, antara lain lutut, panggul, vertebra lumbal dan servikal, dan sendisendi pada jari, biasanya terjadi pada carpometacarpal I, metatarsophalangeal I (Sudoyo, 2006, Price, 2005). Gambaran OA yang khas adalah lebih seringnya keterlibatan sendi falang distal dan proksimal, sementara sendi metakarpofalangeal biasanya tidak terserang (Price, 2005). Pada arthritis rheumatoid , sendi falang proksimal dan sendi metacarpal keduanya terserang, namun sendi interfalang distal tidak terlibat. Sebagai perbandingan, OA siku, pergelangan tangan, glenohumeral atau pergelangan kaki jarang sekali dan terutama terbatas pada orang tua. Distribusi yang selektif seperti itu sampai sekarang masih sulit dijelaskan. Salah satu teori mengatakan bahwa sendi-sendi yang sering tekena OA adalah sendi-sendi yang paling akhir mengalami perubahan-perubahan evolusi, khususnya dalam kaitan dengan gerakan mencengkeram dan berdiri dua kaki. Sendi-sendi tersebut mungkin mempunyai rancang bangun yang sub optimal untuk gerakan-gerakan yang mereka lakukan, mempunyai cadangan mekanis yang tak mencukupi, dan dengan demikian lebih sering gagal daripada sendi-sendi yang sudah mengalami adaptasi lebih lama (Sudoyo, 2006).

E. RIWAYAT PENYAKIT Pada umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhannya sudah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan (Sudoyo, 2006). Nyeri Sendi Keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke dokter (meskipun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibanding gerakan

yang lain. Nyeri pada OA juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati, misalnya pada OA servikal dan lumbal. OA lumbal yang menimbulkan stenosis spinal mungkin menimbulkan keluhan nyeri di betis, yang biasa disebut dengan claudicatio intermitten. Hambatan Gerakan Sendi Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri. Kaku Pagi Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur. Krepitasi Rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit. Pembesaran Sendi (deformitas) Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (seringkali terlihat di lutut atau tangan) secara pelan-pelan membesar. Perubahan Gaya Berjalan Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA yang umumnya tua.

F. PEMERIKSAAN FISIS Hambatan Gerak Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini (secara radiologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja). Krepitasi Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klini OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak

tertentu. Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif dimanipulasi. Pembengkakan Sendi yang Seringkali Asimetris Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tak banyak (< 100 cc). Sebab lain ialah karena adanya osteofit yang dapat mengubah permukaan sendi. Tanda-tanda Peradangan Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak rasa hangat yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki. Perubahan Bentuk (deformitas) Sendi yang Permanen Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi. Perubahan Gaya Berjalan Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan OA tulang belakang dengan stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain, seperti tangan bahu, siku dan pergelangan tangan, osteoartritis juga menimbulkan gangguan fungsi.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Diagnosis OA biasanya berdasarkan pada gambaran klinis dan radiografis. Osteoartritis Sendi Lutut : 1. Nyeri lutut, dan 2. Salah satu dari 3 kriteria berikut: a. b. c. Usia > 50 tahun Kaku sendi < 30 menit Krepitasi dan osteofit

Osteoartritis Sendi Tangan :

1. Nyeri tangan atau kaku, dan 2. Tiga dari 4 kriteria berikut : a. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih dari 10 sendi tangan tertentu ( DIP II dan III kiri dan kanan, CMC I kiri dan kanan) b. c. d. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih sendi DIP Pembengkakan pada < 3 sendi MCP Deformitas pada minimal 1 dari 10 sendi tangan tertentu

Osteoartritis Sendi Panggul 1. Nyeri pinggul, dan 2. Minimal 2 dari 3 kriteria berikut : a. b. c. LED <20 mm/jam Radiologi : terdapat osteofit pada femur Radiologi : terdapat penyempitan celah sendi (superior, aksial, dan/atau medial)

Radiografis Sendi yang Terkena Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena osteoartritis sudah cukup memberikan gambaran diagnostik yang lebih canggih. Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA ialah : Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang menanggung beban) Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral. Kista tulang Osteofit pada pinggir sendi Perubahan struktur anatomi sendi berdasarkan perubahan-perubahan radiografi diatas, secara radiografi OA dapat digradasi menjadi ringan sampai berat (kriteria Kellgren dan Lawrence). Harus diingat bahwa pada awal penyakit, radiografi sendi seringkali masih normal. Pemeriksaan penginderaan dan radiografi sendi lain. Pemeriksaan radiografi sendi lain atau penginderaan magnetik mungkin diperlukan pada beberapa keadaan tertentu. Bila osteoartritis pada pasien dicurigai berkaitan

dengan penyakit metabolic atau genetic seperti alkaptonuria, ooschronosis, displasia epifisis, hiperparatiroidisme, penyakit Paget atau hemokromatosis (terutama pemeriksaan radiografi pada tengkorak dan tulang belakang). Radiografi sendi lain perlu dipertimbangkan juga pada pasien yang mempunyai keluhan banyak sendi (osteoartritis generalisata). Pasien-pasien yang dicurigai mempunyai penyakit-penyakit yang meskipun jarang tetapi berat (autonekrosis, neuropati Charcot, pigmented sinovitis) perlu pemeriksaan yang lebih mendalam. Untuk diagnosis pasti penyakit-penyakit tersebut seringkali diperlukan pemeriksaan lain yang lebih canggih seperti sidikan tulang, penginderaan dengan resonansi magnetic (MRI), artroskopi dan artrografi. Pemeriksaan lebih lanjut (khususnya MRI) dan mielografi mungkin juga diperlukan pada pasien dengan OA tulang belakang untuk menetapkan sebab-sebab gejala dan keluhan-keluhan kompresi radikular atau medulla spinalis.

H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tak banyak berguna. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas-batas normal, kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, factor rheumatoid dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan vikositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan (< 8000/m) dan peningkatan protein.

I. DIAGNOSIS BANDING Artritis reumatoid Artritis gout Spondilitis ankilosa

J. PENATALAKSANAAN Pengelolaan OA berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena. Pengelolaannya terdiri dari 3 hal

1. Terapi non-farmakologis : a. b. c. Edukasi atau penerangan; Terapi fisik dan rehabilitasi; Penurunan berat badan.

2. Terapi farmakologis : a. b. c. d. e. Analgesik oral non-opiat; Analgesik topikal; OAINS (obat anti inflamasi non steroid); Chondroprotective; Steroid intra-artikuler

3. Terapi Bedah : a. b. c. d. Malaigment, defermitas lutut Valgus-Varus dsb; Arthroscopic debridement dan joint lavage; Osteotomi; Artroplasti sendi total.

TERAPI NON-FARMAKOLOGIS Penerangan Maksud dari penerangan adalah agar pasien mengetahui sedikit seluk-beluk tentang penyakitnya, bagaimana menjaganya agar penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiannya tetap dapat dipakai. Terapi Fisik dan Rehabilitasi Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit. Penurunan Berat Badan Berat badan yang berlebihan ternyata merupakan faktor yang akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat badan harus selalu dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat badan berlebihan,maka harus diusahakan penurunan berat badan, bila mungkin mendekati berat badan ideal.

TERAPI FARMAKOLOGIS

Analgesik Oral Non Opiat Pada umumnya pasien telah mencoba untuk mengobati sendiri penyakitnya, terutama dalam hal mengurangi atau menghilangkan rasa sakit. Banyak sekali obatobatan yang dijual bebas yang mampu mengurangi rasa sakit. Pada umumnya pasien mengetahui hal ini dari iklan pada media masa, baik cetak (Koran), radio maupun televise. Analgesik Topikal Analgesik topikal dengan mudah kita dapatkan dipasaran dan banyak sekali yang dijual bebas. Pada umumnya pasien telah mencoba terapi dengan cara ini, sebelum memakai obat-obatan peroral lainnya. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS). Apabila dengan cara-cara tersehut di atas tidak berhasil, pada umumnya pasien mulai datang ke dokter. Untuk hal seperti ini kita pikirkan untuk pemberian OAINS, oleh karena obat gologan ini di samping mempunyai efek analgetik juga mempunyai efek anti inflamasi. Oleh karena pasien OA kebanyakan usia lanjut, maka pemberian obat-obatan jenis ini harus sangat berhati-hati. Jadi pilihlah obat yang efek sampingnya minimal dan dengan cara pemakaian yang sederhana. Di samping itu pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya efek samping selalu harus dilakukan. Chondroprotective Agent. Yang dimaksud dengan chondroprotective agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada pasien OA. Sehagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminololikan, vitamin-C, superoxide desmutase dan sebagainya. a. Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai kemampuan untuk menghambat kerja enzim MMP dengan cara menghambatnya. Salah satu contoh adalah doxyrcycline, sayangnya obat ini baru dipakai pada hewan dan belum dipakai pada manusia.

b.

Asam hialuronat disebut juga sebagai viscosupplement oleh karena salah satu manfaat obat ini adalah dapat memperbaiki viskositas cairan sinovial, obat ini diberikan secara intra-artikuler. Asam hialuronat ternyata memegang peranan penting dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan proteoglikan. Di samping itu pada binatang percobaan., asam hialuronat dapat mengurangi inflamasi pada sinovium, menghambat angiogenesis dan khemotaksis sel-sel inflamasi.

c.

Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam proses degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease, elastase dan cathepsin. B1 in vitro dan juga merangsang sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi manusia. Dari penelitian Rejholec tahun 1987 (dikutip dari Fife & Brandt, 1992) pemakaian glikosaminoglikan selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalarn rasa sakit pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara statistik bermakna. Juga dilaporkan kerusakan pada tulang pemeriksaan rawan yang radiologis menurun

menunjukkan

progresivitas

dibandingkan dengan kontrol. d. Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan kelompok vertebrata, dan terutama terdapat pada matriks ekstraselular sekeliling sel. Salah satu jaringan yang mengandung kondroitin sulfat adalah tulang rawar sendi dan zat ini merupakan bagian dari proteoglikan. Menurut Hardingham (1998), tulang rawan sendi, terdiri dari 2% sel dan 98% matriks ekstraselular yang terdiri dari kolagen dan proteoglikan. Matriks ini membentuk satu struktur yang utuh sehingga mampu menerima beban tubuh. Pada penyakit sendi degeneratif seperti OA terjadi kerusakan tulang rawan sendi dan salah satu penyebabnya adalah hilangnya atau berkurangnya proteoglikan pada tulang rawan tersebut. Menurut penelitian Uebelhart dkk (1998) pemberian kondroitin sulfat pada kasus OA mempunyai efek protektif terhadap terjadinya kerusakan tulang rawan sendi. Sedang kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 3 mekanisme utama, yaitu: I) anti inflamasi; 2) efek

metabolik terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan; 3) anti-degradatif melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat efek oksigen reaktif. e. Vitamin C, dalam penelitian temyata dapat menghambat aktivitas enzim lisozim. Pada pengamatan ternyata vitamin C mempunyai manfaat dalam terapi OA (Fife & Brandt, l992). f. Superoxide Dismutase, dapat dijumpai pada setiap sel mamalia dan mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan hydroxil radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu merusak asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang hydrogen peroxyde dapat merusak kondrosit secara langsung. Dalam percobaan Minis dilaporkan bahwa pemberian superoxide dismutase ini dapat mengurangi keluhan-keluhan pada pasien OA (Fifi & Brandt,1992). g. Steroid intra-artikuler, pada penyakit artritis reumatoid menunjukkan hasil yang baik. Kejadian inflamasi kadang-kadang dijumpai pada pasien OA, oleh karena itu kortikosteroid intra artikuler telah dipakai dan mampu mengurangi rasa sakit, walaupun hanya dalam waktu yang singkat. Penelitian selanjutnya tidak menunjukkan keuntungan yang nyata pada pasien OA, sehingga pemakaiannya dalam hal ini masih kontroversial.

K. KOMPLIKASI Deformitas Sendi

L. PROGNOSIS Umumnya baik. Sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan operasi.

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini diperoleh diagnosis kerja osteoartritis berdasarkan anamnesis, dimana pasien merasa nyeri pada kedua lutut sejak 1 hari sebelum masuk RS, kaki linu-linu, lutut kemeng sampai pinggang, kaki sakit bila digerakkan terutama untuk berjalan, kadang terdengar bunyi klutuk-klutuk ketika digerakkan, nyeri juga dirasakan pada kedua bahu, dan pasien memiliki riwayat sakit yang sama 1 tahun yang lalu. Pada kasus ini, pasien mendapatkan terapi berupa renadinax. Pemberian obat ini cukup tepat di mana renadinax berisi natrium diklofenak yang berfungsi untuk antirematik, dan juga berfungsi sebagai antiinflamasi analgetik. Selain itu, pasien ini juga mendapatkan metil prednisolon, yang merupakan golongan kortikosteroid yang mempunyai manfaat dalam terapi OA, dimana indikasinya sebagai anti inflamasi untuk menurunkan gejala inflamasi pada OA.

BAB IV

KESIMPULAN

Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Prinsip pengobatan osteoartritis adalah terapi non farmakologis, terapi farmakologis dan terapi bedah. Prognosis umumnya baik, sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan operasi.

DAFTAR PUSTAKA

Editor : Sudoyo, Aru W. (et al). 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam-ed.IV-. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. Editor : Rani, A. Azis. (et al). 2006. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. PB PAPDI : Jakarta. Editor : Mansjoer, Arif. (et al). 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan EfekEfek Sampingnya-ed-V-. PT. Elek Media Komputindo Kelompok Gramedia : Jakarta

You might also like