You are on page 1of 30

MISKONSEPSI DAN KONTRAINDIKASI VAKSINASI

03011029 03012046 03012158 03012178 03012194

03012211
03012224 03012243 03012257 03012275 03012294

Anggi Saputri Azmi Kamil Marni Rosalina S Mutiara Azzahra Nur Aini Puji Lestari Reika Ravenski N Rosmana Apolla P Sherly Malini Vinny Alif Damara Yunivera Irmanita

Ny. Susi berumur 19 tahun membawa putri

pertamanya yang bernama Sisi berusia 6 bulan ke Puskesmas. Ia datang pada hari Rabu yaitu hari vaksinasi di Puskesmas tersebut karena dianjurkan oleh tetangganya. Susi takut anaknya menjadi autis karena divaksinasi Keywords: vaksin, autis, puskesmas

Antigen
Zat asing berupa protein atau polisakarida, dapat juga

berupa molekul lainnya, termasuk molekul kecil (hapten) yang bergabung dengan proteinpembawa/carrier.
Imunogen
Antigen yang mampu menginduksi respon imun

spesifik.
Vaksin
Bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan

kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi.

Imunitas
Mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh

terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor.
Imunisasi
Pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit

tertentu.

SISTEM IMUN

NON SPESIFIK

SPESIFIK

EKSTERNAL

INTERNAL

ANTIBODI

JENIS FAGOSITOSIS MUKOSA RESPON PERADANGAN KULIT SENYAWA ANTIMIKROBA IgM

CARA KERJA

IgG
IgA

PENETRALAN

PENGENDAPAN

PERLEKATAN
IgD IgE AKTIVASI KOMPLEMEN

Respon Imun Primer


Respon Imun yang terjadi pada pajanan pertama kali.

Respon Imun Sekunder


Respon Imun yang terjadi jika antigen yang sama

kembali memasuki tubuh.

RESPON IMUN PRIMER

RESPON IMUN SEKUNDER

JENIS ANTIBODI TITER


AFINITAS LAG PHASE

IgM Rendah
Rendah Lama

IgG Tinggi
Tinggi Cepat

T Independent Antigen.
Antigen yang dapat merangsang sel B untuk

berproliferasi dan memproduksi immunoglobulin tanpa bantuan sel T Helper.


T Dependent Antigen
Antigen yang membutuhkan bantuan sel Th melalui

limfokin yang dihasilkannya, agar dapat merangsang sel B untuk berproliferasi dan berdiferensiasi.

T INDEPENDENT ANTIGEN
BENTUK KIMIA ISOTYPE SWITCHING MATURASI AFINITAS RESPON SEKUNDER Protein IgM ke IgG/IgA/IgE

T DEPENDENT ANTIGEN Polimer Tidak

Ya
Ya

Tidak
Hanya antigen tertentu

Jenis Vaksin

Faktor Keberhasilan Vaksinasi


Prinsip Penyimpanan Vaksin Prosedur Vaksinasi

Jadwal Vaksinasi
Mispersepsi dan Kontraindikasi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

VACCINE

LIVE VACCINE

KILLED VACCINE

SUBUNIT VACCINE

ATTENUATED VACCINE

TOXOID VACCINE
POLYSACCHARIDE VACCINE

CONJUGATE VACCINE
RECOMBINANT

LIVE VACCINE DURASI IMUNITAS Lebih lama

KILLED/SUBUNIT VACCINE Lebih singkat

EFEKTIVITAS
PRODUK IMUNOGLOBULIN CELL-MEDIATED

Lebih Tinggi
IgA IgG Ya

Lebih rendah
IgG Tidak

INTERUPSI TRANSMISI VIRUS


PERUBAHAN MENJADI VIRULEN KESTABILAN (SUHU RUANGAN) TRANSMISI PADA KONTAK NONIMUN

Lebih Efektif
Mungkin Terjadi Rendah Mungkin

Kurang Efektif
Tidak Tinggi Tidak

Distribusi
Penyimpanan dan distribusi vaksin harus memenuhi syarat

secara berkelanjutan dari produsen sampai tempat pelaksanaan imunisasi / vaksinasi.

Penyimpanan vaksin
Dalam lemari es dan kamar pendingin, perhatikan jika vaksin

di simpan dalam lemari es:

Vaksin di letakkan pada rak paling dalam sehingga pengaruh udara

luar dapat diminimalkan. Termometer harus tetap di letakkan pada lemari es untuk mengoreksi suhunya.

Pengiriman vaksin
Gunakan cold box. Pengangkutan dalam jumlah besar

menggunakan cold truck.

Sakit stadium akut

Pernah mengalami reaksi yang tidak diinginkan


Hamil Reaksi anafilaksis terhadap telur

Imunodefisiensi

Keadaan atopi

Sindrom Down, Cerebral Palsy


Prematuritas Sedang menjalani terapi antibiotik/steroid topikal

Pernah menderita infeksi campak, mumps atau

rubella Neonatal jaundice Baru saja mengalami pembedahan

Underweight

Usia lewat jadwal yang direkomendasikan


Sedang mendapat ASI Ibu hamil

Persepsi thimerosal (pengawet vaksin) dapat

menyebabkan gangguan perkembangan anak Persepsi vaksin campak dalam MMR menyebabkan inflamatory bowel disease dan autisme.

semua kejadian/insiden sakit dan kematian yang

terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi. Secara epidemiologi, KIPI akan tampak setelah pemberian vaksin dalam jumlah besar.

Penelitian efikasi dan keamanan vaksin dihasilkan

uji klinis yang terdiri atas empat fase: Fase 1 uji di laboratorium, tahap pengujian terhadap serokonversi, imugenisitas vaksin pada hewan percobaan. Fase 2 uji keamanan, penelitian vaksin baru yang meliputi tingkat keamanan vaksin (reaktogenicity).

Fase 3 uji serologi dan uji keamanan

(reaktogenicity), uji vaksin baru yang dilakukan terhadap sekelompok sasaran. Fase 4, merupakan tahap Post Marketing Surveillance (PMS), yaitu pengamatan di lapangan setelah vaksin dipasarkan.

Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi.

Sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya

dengan imunisasi.

Penentuan KIPI diperlukan keterangan mengenai:

Besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian

vaksin tertentu Sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik Derajat sakit resipien, apakah memerlukan perawatan, menderita cacat, atau menyebabkan kematian

Apakah penyebab dapat dipastikan, diduga,

atau tidak terbukti Apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan produksi, atau kesalahan prosedur

LOKAL Abses pada lokasi suntikan Limfadenitis Selulitis

SSP Kelumpuhan Akut Ensefalopati Ensefalitis

LAINNYA Reaksi Alergi Reaksi Anafilaksis Atralgia

Meningitis Kejang

Demam Tinggi Episode Hipotensihiporesponsif


Osteomielitis Sindrom syok septik

Mekanisme biologis gejala KIPI kurang dipahami;

Data KIPI yang dilaporkan kurang rinci dan akurat;


Surveilans KIPI belum luas dan menyeluruh; Surveilans KIPI belum dilakukan untuk jangka

panjang; Publikasi KIPI dalam jumlah kasus yang besar masih kurang.

You might also like