You are on page 1of 13

Ujung arteri pada kapiler

Ujung vena pada kapiler

GAMBAR 40-3. Difusi oksigen dari kapiler Jaringan ke sel. (PO2 pada cairan interstisial = 40 mm Hg, dan di sel jaringan = 23 mm Hg.)

PO2 dari 40 mm Hg (pada titik A dalam Gambar) men-jadi 66 mm Hg (pada titik B). Tetapi, batas atas peningkatan PO2, bahkan dengan aliran darah yang maksimal, adalah 95 mm Hg, karena nilai ini merupakan tekanan oksigen dalam darah arteri. Sebaliknya, bila darah yang mengalir melalui jaringan menurun, PO2 jaringan juga menurun, seperti yang ditunjukkan pada titik C.

Efek Kecepatan Metabolisme Jaringan Terhadap PO2 Cairan Interstisial. Jika sel memakai oksigen untuk metabolisme lebih banyak dari normal, maka keadaan ini akan menurunkan PO2 cairan interstisial. Gambar 40-4 juga melukiskan efek ini, yang memperli-hatkan penurunan PO2 cairan interstisial bila pemakaian oksigen selular ditingkatkan, dan peningkatan PO2 bila pemakaian oksigen selular dikurangi. Sebagai kesimpulan, PO2 jaringan ditentukan oleh keseimbangan antara (1) kecepatan pengangkutan oksigen dalam darah ke jaringan dan (2) kecepatan pemakaian oksigen oleh jaringan.

sampai sekitar 95 mm Hg. Perubahan PO2darah ini pada tempat yang berbeda dalam sistem sirkulasi dilukiskan pada Gambar 40-2.

Difusi Oksigen dari Kapiler Perifer ke dalam Cairan Interstisial


Bila darah arteri sampai ke jaringan perifer, PO2 dalam kapiler masih 95 mm Hg. Namun, seperti terlihat pada Gambar 40-3, PO2 dalam cairan interstisial yang me-ngelilingi sel jaringan rata-rata hanya 40 mm Hg. Dengan demikian, terdapat perbedaan tekanan awal yang sangat besar yang menyebabkan oksigen berdifusi secara cepat dari darah kapiler ke dalam jaringanbegitu cepatnya sehingga PO2 kapiler turun hampir sama dengan tekanan dalam interstisium, yaitu 40 mm Hg. Oleh karena itu, PO2 darah yang meninggalkan kapiler jaringan dan memasuki vena sistemik juga kira-kira 40 mm Hg. Efek Kecepatan Aliran Darah Terhadap PO2
Cairan Interstisial. Jikaaliran darah yang melaluisuatu jaringan tertentu meningkat, maka lebih banyak jumlah oksigen yang diangkut ke dalam jaringan tersebut, dan PO2jaringan jadi turut meningkat. Efek ini dilukiskan pada Gambar 40-4. Perhatikan bahwa peningkatan aliran sebesar 400 persen dari normal akan meningkatkan

Difusi Oksigen dari Kapiler Perifer ke Sel Jaringan


Oksigen selalu dipakai oleh sel. Oleh karena itu, PO2 in-trasel dalam jaringan perifer tetap lebih rendah daripada PO2 dalam kapiler perifer. Juga, pada beberapa keadaan, ada jarak fisik yang sangat besar antara kapiler dan sel. Oleh karena itu, PO2 intrasel normal berkisar dari 5 mm Hg sampai 40 mm Hg, dengan rata-rata (dengan pengu-kuran langsung pada hewan tingkat rendah) 23 mm Hg. Karena pada keadaan normal hanya dibutuhkan tekanan oksigen sebesar 1 sampai 3 mm Hg untuk mendukung sepenuhnya proses kimiawi dalam sel yang menggu-nakan oksigen, maka kita dapat melihat bahwa PO2in-tra sel yang rendah, yaitu 23 mm Hg, lebih dari cukup dan merupakan suatu faktor pengaman yang besar.

100 -|

Batas atas aliran darah pada keadaan tidak terbatas

Difusi Karbon Dioksida dari Sel Jaringan Perifer ke dalam Kapiler Jaringan dan dari Kapiler Paru ke dalam Alveoli
Ketika oksigen dipakai oleh sel, sebenarnya seluruh oksigen ini menjadi karbon dioksida, sehingga Pco2 intrasel meningkat; karena Pco2 sel jaringan yang tinggi ini, karbon dioksida berdifusi dari sel ke dalam kapiler jaringan dan kemudian dibawa oleh darah ke paru. Di paru, karbon dioksida berdifusi dari kapiler paru ke dalam alveoli dan kemudian dikeluarkan. Dengan demikian, pada tiap tempat dalam rantai pengangkutan gas, karbon dioksida berdifusi dalam arah yang berlawanan dengan difusi oksigen. Meskipun demikian, terdapat satu perbedaan besar antara difusi karbon dioksida dan oksigen: karbon dioksida dapat berdifusi kira-kira 20 kali lebih cepat dari oksigen. Oleh karena itu, perbedaan tekanan yang dibutuhkan untuk menimbulkan difusi karbon dioksida, pada setiap keadaan, jauh lebih

100 200 300 400 500 600 700 Aliran darah (% dari normal)

GAMBAR 40-4. Efek aliran darah dan kecepatan pemakaian oksigen pada PO2 jaringan.

IS

Ujung arteri pada kapiler

Ujung vena pada kapiler

| Batas bawah aliran darah pada keadaan tidakterbatas IV4 metabolisme normal I 20-

GAMBAR 40-5. Ambilan karbon dioksida oleh darah dalam kapiler jaringan. (PCO2 dalam sel jaringan = 46 mm Hg, dan di cair-an interstisial = 45 mm Hg.)

10 x metabolisme normal

Metabolisme normal ** *

o
Pco2 alveolus = 40 mm Hg 0 100 200 300 400 500 600 Aliran darah (% dari normal)

^ T T ^ ----- " ""T{ - v T I------ -~ T-| ----- TI \ K l '

{ T|TI
\ Pco2 = 45 mm Hg Ujung arteri 45 i
en

Kapiler paru

~v

v T I' Pco2 = 40 mm Hg J Ujung vena GAMBAR 40-7. Efek aliran darah dan kecepatan metabolisme terhadap PC02 jaringan perifer.
'43-

44-

42-

41 40 Tekanan parsial karbon dioksida alveolus

GAMBAR 40-6. Difusi karbon dioksida dari darah paru ke dalam alveolus. (Kurva ini disusun dari data pada Milhorn HTJr, Pulley PE Jr A theoretical study of pulmonary capillary gas exchange and venous admixture. Biophys J 8:337, 1968.)

an hampir sama dengan Pco2 interstisial, yaitu 45 mm Hg. 3. PCO2 darah yang masuk kapiler paru pada ujung arteri, 45 mm Hg; PCO 2 udara alveolus, 40 mm Hg. Dengan demikian, perbedaan tekanan yang dibutuhkan untuk menyebabkan difusi karbon di oksida dari kapiler paru ke dalam alveoli hanya 5 mm Hg. Lagi pula, seperti yang dilukiskan pada Gambar 40-6, PCO2 darah kapiler paru turun ham pir mendekati PCO2 alveolus, 40 mm Hg, sebelum darah melewati lebih dari kira-kira sepertiga jarak kapiler. Efek ini sama dengan efek yang diamati

menimbulkan difusi oksigen. Tekanan-tekanan CO2 ini

kecil daripada perbedaan tekanan yang dibutuhkan untuk menimbulkan difusi oksigen. kurang lebih sebagai berikut: 1. PCO2 intrasel, kira-kira 46 mm Hg; Pco2 intersti sial, kira-kira 45 mm Hg. Dengan demikian, hanya ada perbedaan tekanan 1 mm Hg, seperti yang dilukiskan pada Gambar 40-5. 2. PCO2 darah arteri yang masuk ke jaringan, 40 mm Hg; PCO2 darah vena yang meninggalkan jaring an, 45 mm Hg. Dengan demikian, sebagaimana dilukiskan pada Gambar 40-5, darah kapiler jaring

pada permulaan difusi oksigen, hanya saja efek ini berlangsung dalam arah yang berlawanan. Efek Kecepatan Metabolisme Jaringan dan Aliran Darah Jaringan Terhadap PCO 2 Interstisial. Aliran darah kapiler jaringan dan metabolisme jaringan memengaruhi PCO2 dengan cara yang berlawanan dari pengaruhnya terhadap PO2jaringan. Gambar 40-7 mem-perlihatkan efek-efek sebagai berikut: 1. Penurunan aliran darah dari normal (titik A) menjadi seperempat dari normal (titik B) meningkatkan PCOJaringan perifer dari nilai normal, 45 mm Hg, menjadi 60 mm Hg. Sebaliknya, peningkatan aliran darah menjadi enam kali normal (titik C) menurunkan PCO2 interstisial dari nilai normal, 45 mm Hg, menjadi 41 mm Hg, turun hampir mendekati PCO2 darah arteri (40 mm Hg) yang memasuki kapiler jaringan. 2. Perhatikan juga bahwa bila kecepatan metabo lisme jaringan meningkat 10 kali lipat, maka peningkatan PCO2 cairan interstisial akan lebih besar pada seluruh laju aliran darah, sedangkan penurunan metabolisme menjadi seperempat dari normal menyebabkan PCO2 cairan interstisial tu run sampai kira-kira 41 mm Hg, hampir mendekati PCO2 darah arteri, 40 mm Hg.

Peran Hemoglobin dalam Pengangkutan Oksigen


Pada keadaan normal, sekitar 97 persen oksigen yang diangkut dari paru ke jaringan, dibawa dalam campuran kimiawi dengan hemoglobin di dalam sel darah merah.

20 r18 Darah teroksigenisasi yang meninggalkan paru 16

12 g h14
Kekurangan darah yang kembali dari jaringan - 6

0 90

- 2 10 20 30 40 50 60 70 80 100 110120 130140 Tekanan oksigen dalam

darah (PO2) (mm Hg) GAMBAR 40-8. Kurva disosiasi oksi-gen-hemoglobin

sisanya sebanyak 3 persen diangkut dalam bentuk terlarut dalam cairan plasma dan sel darah. Dengan demikian, pada keadaan normal, oksigen dibawa ke jaringan ham-pir seluruhnya oleh hemoglobin.

Gabungan Reversibel antara Oksigen dengan Hemoglobin


Sifat kimia hemoglobin telah dibahas pada Bab 32, yang telah menjelaskan bahwa molekul oksigen bergabung secara longgar dan reversibel dengan bagian heme dari hemoglobin. Bila PO2 tinggi, seperti dalam kapiler paru, oksigen berikatan dengan hemoglobin, tetapi bila PO2 rendah, seperti dalam kapiler jaringan, oksigen dilepas-kan dari hemoglobin. Ini adalah dasar untuk hampir selu-ruh pengangkutan oksigen dari paru ke jaringan.

(1,39 mililiter bila hemoglobin secara kimiawi bersi-fat murni, tetapi ketidakmurnian seperti methemoglobin mengurangi jumlah ini). Oleh karena itu, 15 dikali 1,34 sama dengan 20,1, yang berarti bahwa rata-rata, 15 gram hemoglobin dalam 100 mililiter darah dapat bergabung dengan jumlah total hampir 20 mililiter oksigen bila saturasi hemoglobinnya 100 persen. Ini biasanya dinyatakan sebagai volume 20persen. Kurva disosiasi oksigen-hemoglobin untuk orang normal dapat juga dinyatakan dalam bentuk volume persen oksigen, seperti yang diperlihatkan oleh skala paling kanan pada Gambar 40-8, tidak hanya dengan persentase saturasi hemoglobin.

Jumlah Oksigen yang Dilepaskan dari Hemoglobin Ketika Aliran Darah Arteri Sistemik Meng-alir Melalui Jaringan. Jumlah total oksigen
yang terikat dengan hemoglobin di dalam darah arteri sistemik normal, dengan saturasi 97 persen, kira-kira adalah 19,4 mililiter tiap 100 mililiter darah. Ini diperlihatkan pada Gambar 40-9. Saat melewati kapiler jaringan, jumlah ini berkurang, rata-rata menjadi 14,4 mililiter (PO2 40 mm Hg, saturasi hemoglobin 75%). Dengan demikian, pada keadaan normal, kira-kira 5 mililiter oksigen diangkut dari paru ke jaringan oleh setiap 100 mililiter aliran darah. Pengangkutan Oksigen Selama Kerja Berat. Selama kerja berat, sel-sel otot memakai oksigen dengan sangat cepat, yang pada keadaan ekstrem dapat menye-babkan PO2 cairan interstisial otot turun dari nilai normal 40 mm Hg menjadi 15 mm Hg. Pada tekanan yang rendah ini, hanya 4,4 mililiter oksigen yang tetap berikatan dengan hemoglobin dalam setiap 100 mililiter darah, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 40-9. Dengan demikian, 19,4 - 4,4, atau 15 mililiter, merupakan jumlah oksigen

Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin. Gambar 40-8


melukiskan kurva disosiasi oksigen-hemoglobin, yang memperlihatkan peningkatan progresif pada persentase hemoglobin yang terikat dengan oksigen ketika PO2 me-ningkat, yang disebut persentase saturasi hemoglobin. Karena darah yang meninggalkan paru dan memasuki arteri sistemik biasanya mempunyai PO2 kira-kira 95 mm Hg, kita dapat lihat dari kurva disosiasi bahwa saturasi oksigen pada darah arteri sistemik normalnya kira-kira 97%. Sebaliknya, pada keadaan normal, PO2 darah vena yang kembali dari jaringan perifer kira-kira 40 mm Hg dan saturasi hemoglobinnya kira-kira 75 persen.

Jumlah Maksimum Oksigen yang dapat Bergabung dengan Hemoglobin Darah. Darah orang
normal mengandung se.kitar 15 gram hemoglobin dalam setiap 100 mililiter darah, dan tiap gram hemoglobin dapat berikatan maksimal dengan 1,34 mililiter oksigen

0)

20 -i

[v ol

18161412kerj;

^^*"^^engan hemoglobin

ini, hemoglobin dalam darah bertanggung jawab terutama untuk stabilisasi tekanan oksigen dalam jaringan. Fungsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

/%
T O
r

2
(0

S
(0

03

Peran Hemoglobin dalam Mempertahankan PO2 yang Hampir Konstan dalam Jaringan. Pada
keadaan basal, jaringan membutuhkan kira-kira 5 mililiter oksigen dari setiap 100 mililiter darah yang melalui kapiler jaringan. Melihat kembali pada kurva disosiasi oksi-gen-hemoglobin dalam Gambar 40-9, dapat dilihat bahwa untuk setiap 5 mililiter oksigen yang dilepaskan oleh setiap 100 mililiter aliran darah, PO2 harus turun kira-kira 40 mm Hg. Oleh karena itu, PO2 jaringan normalnya tidak dapat meningkat di atas 40 mm Hg, karena seandainya terjadi demikian, oksigen yang diperlukan jaringan tidak dapat dilepaskan dari hemoglobin. Dengan cara ini, dalam keadaan normal hemoglobin mengatur batas atas tekanari oksigen dalam jaringan, yaitu sekitar40 mm Hg. Sebaliknya, selama kerja berat, sejumlah besar oksigen (sebanyak 20 kali lipat dari normal) harus dilepaskan dari hemoglobin ke jaringan. Tetapi ini dapat dicapai dengan penurunan PO2 jaringan yang sangat sedikit karena (1) kemiringan kurva disosiasi yang curam dan (2) peningkatan aliran darah jaringan yang disebabkan oleh penurunan PO2; artinya, penurunan PO2 yang sedikit menyebabkan sejumlah besar oksigen dilepaskan dari hemoglobin. Se-lanjutnya dapat dilihat bahwa hemoglobin dalam darah secara otomatis melepaskan oksigen ke jaringan pada tekanan yang dipertahankan dengan agak ketat antara 15 dan 40 mm Hg.

E 10i dala i
86-

rah ve

rah ve

ksi ge

42-

r
1

(0

D a r
(D i 60 i

0- f ( D

a r t e i
r: i i

>

.c ro

60 100 120 20 140 darah (PO2) (mm Hg) Tekana oksige dalam n n

40

GAMBAR 40-9. Efek PO? darah terhadap jumlah oksigen yang berikatan dengan hemoglobin dalam setiap 100 mililiter darah.

sebenarnya yang diangkut ke jaringan oleh setiap 100 mililiter aliran darah. Sehingga, jumlah oksigen yang ditranspor dalam setiap volume darah yang mengalir melalui jaringan menjadi tiga kali jumlah normal. Dan perlu diingat bahwa curah jantung dapat meningkat enam sampai tujuh kali normal pada pelari maraton yang ter-latih dengan baik. Sehingga, perkalian antara peningkat-an curah jantung (enam hingga tujuh kali lipat) dengan peningkatan pengangkutan oksigen dalam setiap volume darah (tiga kali lipat) akan menghasilkan peningkatan pengangkutan oksigen ke jaringan sebanyak 20 kali lipat. Kita akan lihat kemudian dalam bab ini bahwa ada bebe-rapa faktor lain yang memudahkan pengangkutan oksigen pada waktu kerja fisik, sehingga PO2otot seringkali turun sangat sedikit di bawah normal bahkan selama kerja yang sangat berat. Koefisien Penggunaan. Persentase darah yang me-lepaskan oksigen sewaktu melewati kapiler jaringan dise-but koefisien penggunaan. Nilai normalnya kira-kira 25 persen, seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnyayaitu, 25 persen dari hemoglobin yang teroksigenasi melepaskan oksigennya ke jaringan. Selama kerja berat, koefisien penggunaan pada seluruh tu-buh dapat meningkat sampai 75-85%. Dan pada daerah jaringan lokal yang aliran darahnya sangat lambat atau kecepatan metabolismenya sangat tinggi, pernah tercatat koefisien penggunaan mendekati 100' persenartinya, pada dasarnya, semua oksigen dilepaskan ke jaringan.

Bila Konsentrasi Oksigen Atmosfer Berubah Secara Nyata, Efek Dapar Hemoglobin AAasih Dapat Mempertahankan PO 2 Jaringan yang Hampir Konstan. PO2 normal dalam alveoli kira-kira 104 mm
Hg, tetapi ketika seseorang mendaki gunung atau naik pesawat udara, PO2 dapat turun dengan mudah sampai kurang dari setengah jumlah ini. Sebaliknya, bila seseorang memasuki daerah bertekanan udara tinggi, seperti di laut yang dalam atau dalam tabung yang bertekanan tinggi, PO2jaringan dapat meningkat 10 kali lipat. Walau-pun demikian, PO2 jaringan hanya berubah sedikit. Dapat terlihat dari kurva disosiasi oksigen-hemo-globin pada Gambar 40-8 bahwa bila PCX, alveolus ditu-runkan sampai 60 mm Hg, saturasi oksigen hemoglobin arteri masih 89 persenhanya 8 persen di bawah saturasi normal sebesar 97 persen. Selanjutnya, jaringan masih mengeluarkan kira-kira 5 mililiter oksigen dari setiap 100 mililiter darah yang mengalir melalui jaringan tersebut; untuk mengeluarkan oksigen, PO2 darah vena turun menjadi 35 mm Hg PCX,hanya 5 mm Hg di bawah nilai normal sebesar 40 mm Hg. Dengan demikian, PCX, jaringan hampir tak berubah, walaupun PO2 alveolus secara nyata menurun dari 104 menjadi 60 mm Hg. Sebaliknya, bila PO2 alveolus meningkat sampai 500 mm Hg, saturasi oksigen maksimum dari hemoglobin tidak pernah dapat meningkat di atas 100 persen, yang hanya 3 persen di atas nilai normal, yaitu 97 persen. Hanya sejumlah kecil oksigen tambahan yang terlarut dalam

Efek Hemoglobin untuk "Dapar" PO2 Jaringan


Meskipun hemoglobin diperlukan untuk pengangkutan oksigen ke jaringan, hemoglobin menpunyai fungsi utama lainnya untuk kehidupan. Fungsi ini adalah fungsi hemoglobin sebagai sistem "dapar oksigen jaringan". Dengan

cairan darah, seperti yang akan dibahas kemudian. Lalu, bila darah mengalir melalui kapiler jaringan dan melepas-kan beberapa mililiter oksigen ke jaringan, hal ini akan mengurangi PO2 darah kapiler ke suatu nilai yang hanya beberapa mililiter lebih besar dari nilai normal, 40 mm Hg. Akibatnya, oksigen alveolus menjadi sangat bervaria-sidari 60 hingga lebih dari 500 mm Hgdan besarnya PO2 dalam jaringan perifer tetap saja hanya beberapa mililiter dari nilai normal, yang menggambarkan fungsi "dapar oksigen" jaringan dari sistem hemoglobin darah yangbaiksekali.

Tekanan gas oksigen dalam darah (P02)(mm Hg) GAMBAR 40-10. Pergeseran kurva disosiasi oksigen-hemoglobin ke kanan yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi ion hidrogen (penurunan pH). DPG, 2,3-difosfogliserat.

Faktor-Faktor yang Menggeser Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin Manfaatnya untuk Pengangkutan Oksigen
Kurva disosiasi oksigen-hemoglobin pada Gambar 40-8 dan 40-9 berlaku untuk darah normal dan bersifat rata-rata. Tetapi, berbagai faktor dapat memindahkan kurva disosiasi pada satu arah atau lainnya seperti dilukiskan pada Gambar 40-10. Gambar ini memperlihatkan bahwa bila darah menjadi sedikit asam, dengan penurunan pH dari nilai normal 7,4 menjadi 7,2, pergeseran kurva disosiasi oksigen-hemoglobin rata-rata 15 persen ke kanan. Se-baliknya, peningkatan pH normal 7,4 menjadi 7,6 akan menggeser kurva ke kiri dengan besar yang sama. Selain perubahan pH, dikenal pula beberapa faktor lain yang menyebabkan pergeseran kurva. Tiga faktor di antaranya, yang ketiganya mengeser kurva ke kanan, ialah: (1) peningkatan konsentrasi karbon dioksida, (2) peninggian suhu darah, dan (3) peningkatan 2,3 difosfo-gliserat (DPG), suatu senyawa fosfat yang secara me-tabolik penting, terdapat dalam darah dengan konsentrasi

100_ 90' S 80 PH
Pergeseran ke kanan: (1) Peningkatan ion hidrogen (2) Peningkatan CO2 (3) Peningkatan temperatur (4) Peningkatan DPG o

1 70
"5) 60

f 40 2 30

I20

10 0
l i
0

i I

I I

10 20 30 40 50 60 70 80 90100110120130140

yang berubah-ubah tergantung pada kondisi metabolik yang berbeda.

Peningkatan Pengiriman Oksigen Ke Jaringan Bila Karbon Dioksida dan Ion Hidrogen Menggeser Kurva Disosiasi Oksigen-HemoglobinEfek
Bohr. Pergeseran kurva disosiasi oksigen-hemoglobin sebagai respons terhadap peningkatan karbon dioksida dan ion hidrogen dalam darah memberi pengaruh penting dalam meningkatkan pelepasan oksigen dari darah dalam jaringan dan meningkatkan oksigenasi darah dalam paru. Pengaruh ini disebut efek Bohr, dan dapat dijelaskan sebagai berikut: Ketika darah melalui jaringan, karbon dioksida berdifusi dari sel jaringan ke dalam darah. Proses ini menaikkan PO2 darah, dan kemudian meningkatkan H2CO3 darah (asam karbonat) darah dan konsentrasi ion hidrogen. Efek ini menggeser kurva disosiasi oksigen-hemoglobin ke kanan dan ke arah bawah, seperti yang terli-hat dalam Gambar 40-10, yang memaksa oksigen terlepas dari hemoglobin dan dengan demikian meningkatkan jumlah pengiriman oksigen ke jaringan. Terjadi efek yang berlawanan di dalam paru, yang menyebabkan karbon dioksida berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Efek ini menurunkan PCO2 darah dan menurun-kan konsentrasi ion hidrogen, menggeser kurva disosiasi oksigen-hemoglobin ke kiri dan ke arah atas. Oleh karena itu, jumlah oksigen yang berikatan dengan hemoglobin pada PO2 alveolus tertentu, menjadi sangat meningkat sehingga menyebabkan pengiriman oksigen ke jaringan dalam jumlah yang lebih besar. Efek DPG untuk Menggeser Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin. DPG normal dalam darah mem-pertahankan kurva disosiasi oksigen-hemoglobin sedikit bergeser ke kanan setiap saat. Tetapi, pada keadaan hipok-siayang berlangsung lebih dari beberapa jam, jumlah DPG dalam darah sangat meningkat sehingga menggeser kurva disosiasi oksigen-hemoglobin lebih ke kanan. Ini menyebabkan oksigen dikirimkan ke jaringan pada tekanan oksigen 10 mm Hg lebih besar daripada keadaan tanpa peningkatan DPG ini. Oleh karena itu, pada beberapa keadaan, hal ini dapat menjadi suatu mekanisme penting untuk menyesuaikan diri terhadap hipoksia, khususnya terhadap hipoksia akibat aliran darah jaringan yang kurang baik. Pergeseran Kurva Disosiasi Selama Kerja Fisik. Pada waktu kerja fisik, berbagai faktor dapat menggeser kurva disosiasi cukup jauh ke kanan sehingga menyebabkan pengiriman sejumlah oksigen tambahan ke serabut-serabut otot aktif yang sedang bekerja. Kemudian otot yang sedang bekerja akan melepaskan sejumlah besar karbon dioksida; karbon dioksida ini dan beberapa asam lainnya yang dilepaskan oleh otot, akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen dalam darah kapiler otot terse-but. Selain itu, suhu otot seringkali meningkat sebesar 2 sampai 3C, yang dapat meningkatkan pengiriman oksigen ke serabut-serabut otot lebih banyak lagi. Semua faktor ini bekerja sama menggeser kurva disosiasi oksigen-hemoglobin dari darah kapiler otot tersebut cukup

ADP = 1 y2 normal

5
c '-^ aj in .2>c
^ ro

cs
iE j ra
2 ra Ef

1,0 -

1 normal

ADP = Tingkat istirahat

ATP diubah menjadi ADP. Peningkatan konsentrasi ADP akan meningkatkan pemakaian metabolik oksigen saat ADP bergabung dengan berbagai zat makanan sel, me-lepaskan energi yang mengubah ADP kembali menjadi ATP. Pada keadaan kerja yang normal, kecepatan pemakaian oksigen oleh sel diatur oleh kecepatan penge-luaran energi dalam sel tersebutyaitu oleh kecepatan pembentukan ADP dari ATP. Efek Jarak Difusi dari Kapiler Ke Sel Terhadap Pemakaian Oksigen. Jarak dari sel jaringan ke kapiler jarang lebih dari 50 mikrometer, dan oksigen dalam keadaan normal dapat berdifusi dengan mudah dari kapiler ke sel untuk memenuhi sejumlah oksigen yang diperlukan untuk metabolisme. Tetapi, kadang kala, sel terletak lebih jauh lagi dari kapiler, dan kecepatan difusi oksigen ke sel ini sangat rendah sehingga PO2 intrasel turun di bawah titik kritis yang dibutuhkan untuk mempertahankan metabolisme intrasel yang maksimal. Dengan demikian, pada kondisi seperti ini, pemakaian oksigen oleh sel dikatakan dibatasi oleh difusi dan tidak lagi ditentukan oleh jumlah ADP yang dibentuk dalam sel tersebut. Tetapi, hal ini ham-pir tidak pernah terjadi kecuali pada keadaan patologis.

/
ADP = % normal

in pe ir m al

SB Q- r a <D* 0.5U O)

^r"5

V C

s o-

D 3

1 4 PO2 Intrasel (mm Hg)

GAMBAR 40-11. Efek adenosin difosfat (ADP) dan PO2 intrasel terhadap kecepatan pemakaian oksigen oleh sel. Perhatikan bah-wa selama PO^intrasel tetap di atas 1 mm Hg, faktorpengendali untuk kecepatan pemakaian oksigen adalah konsentrasi adenosin difosfat (ADP) intrasel.

Efek Aliran Darah Terhadap Pemakaian Metajauh ke kanan. Pergeseran kurva ke arah kanan memaksa oksigen dilepaskan dari hemoglobin darah ke otot pada PO2 sebesar 40 mm Hg, walaupun bila 70 persen oksigen telah dikeluarkan dari hemoglobin. Kemudian, dalam paru, terjadi pergeseran ke arah yang berlawanan, yang memungkinkan pengambilan sejumlah oksigen tambahan dari alveoli. bolik Oksigen. Jumlah total oksigen tertentu yang tersedia setiap menit untuk keperluan jaringan tertentu ditentukan oleh (1) jumlah oksigen yang dapat ditranspor ke jaringan dalam setiap 100 mililiter darah dan (2) kecepatan aliran darah. Jika kecepatan aliran darah turun sampai nol, jumlah oksigen yang tersedia juga turun menjadi nol. Dengan demikian, ada saat-saat ketika kecepatan aliran darah yang melalui jaringan menjadi sedemikian rendah sehingga PO2 jaringan turun di bawah nilai kritis 1 mm Hg yang diperlukan untuk metabolisme intrasel. Pada keadaan ini, kecepatan pemakaian oksigen oleh jaringan dibatasi oleh aliran darah. Dalam keadaan dibatasi oleh difusi atau oleh aliran darah, pemakaian oksigen tidak dapat berlangsung lama, karena sel menerima oksigen lebih sedikit daripada yang dibutuhkan untuk kelangsung-an hidupnya.

Penggunaan Metabolik Oksigen oleh Sel


Efek PO2 Intrasel Terhadap Kecepatan Pemakaian Oksigen. Dalam sel hanya dibutuhkan sedikit tekanan oksigen untuk terjadinya reaksi kimia intrasel yang normal. Alasannya adalah bahwa sistem enzim per-napasan sel, yang akan dibahas pada Bab 67, disesuaikan sedemikian rupa sehingga bila PO2 selular lebih dari 1 mm Hg, ketersediaan oksigen tidak lagi merupakan suatu faktor pembatas kecepatan reaksi kimia tersebut. Faktor pembatas utamanya justru adalah konsentrasi adenosin difosfat (ADP) dalam sel. Efek ini dilukiskan dalam Gam-bar 40-11, yang memperlihatkan hubungan antara PO2 intrasel dan kecepatan pemakaian oksigen pada konsentrasi ADP yang berbeda-beda. Perhatikan bahwa kapan pun PO2 intrasel di atas 1 mm Hg, kecepatan pemakaian oksigen menjadi konstan untuk konsentrasi ADP berapa pun dalam sel. Sebaliknya, bila konsentrasi ADP diubah, kecepatan pemakaian oksigen berubah sebanding dengan perubahan konsentrasi ADP. Seperti dijelaskan pada Bab 3, bila adenosin trifosfat (ATP) digunakan dalam sel untuk menghasilkan energi,

Transpor Oksigen dalam Bentuk Terlarut


Pada keadaan PO2 arteri normal, yaitu 95 mm Hg, sekitar 0,29 mililiter oksigen dilarutkan dalam setiap 100 mililiter cairan darah, dan bila PO2 darah turun menjadi 40 mm Hg dalam kapiler jaringan, hanya 0,12 mililiter oksigen yang tetap terlarut. Dengan kata lain, 0,17 mililiter oksigen se-cara normal diangkut dalam keadaan terlarut ke jaringan oleh setiap 100 mililiter darah. Jumlah ini sebanding dengan kira-kira 5 mililiter oksigen yang diangkut oleh hemoglobin sel darah merah. Oleh karena itu, oksigen yang diangkut ke jaringan dalam bentuk terlarut normalnya berjumlah sedikit, hanya kira-kira 3 persen dari jumlah total, bila dibandingkan dengan 97 persen yang diangkut oleh hemoglobin.

Selama kerja berat, bila pelepasan oksigen oleh hemoglobin ke jaringan meningkat tiga kali lipat, rhaka jumlah relatif yang diangkut dalam bentuk terlarut turun menjadi 1,5 persen. Bila seseorang menghirup oksigen pada PO2 alveolus sangat tinggi, jumlah yang diangkut dalam bentuk terlarut dapat menjadi berlebihan, sehingga terkadang terjadi kelebihan yang serius dalam jaringan, dan meng-akibatkan "keracunan oksigen". Ini seringkali menyebab-kan konvulsi otak dan bahkan kematian, seperti yang dibahas secara rinci pada Bab 44 dalam hubungannya dengan pernapasan oksigen pada tekanan tinggi, seperti pada penyelam laut dalam.

Gabungan Hemoglobin dengan Karbon MonoksidaPemindahan Oksigen


Karbon monoksida bergabung dengan molekul hemoglobin pada tempat yang sama seperti oksigen. Oleh kare-na itu, karbon monoksida dapat memindahkan oksigen dari hemoglobin, sehingga menurunkan kapasitas darah sebagai pembawa oksigen. Selain itu, kekuatan ikatan-nya kira-kira 250 kali kekuatan oksigen, yang dilukiskan oleh kurva disosiasi karbon monoksida-hemoglobin pada Gambar 40-12. Kurva ini hampir sama dengan kurva disosiasi oksigen-hemoglobin, kecuali tekanan parsial karbon monoksida, yang terlihat pada absis, berada pada tingkat 1/250 dari kurva disosiasi oksigen-hemoglobin pada Gambar 40-8. Oleh karena itu, tekanan parsial karbon monoksida yang hanya 0,4 mm Hg dalam alveoli, 1/250 dari oksigen alveolus normal (PO2 100 mm Hg), menyebabkan karbon monoksida sama-sama bersaing dengan oksigen untuk bergabung dengan hemoglobin dan menyebabkan separuh hemoglobin dalam darah berikatan dengan karbon monoksida daripada dengan oksigen. Oleh karena itu, tekanan karbon monoksida yang hanya 0,6

mm Hg (konsentrasi volumenya kurang dari seperseribu dalam udara) dapat menyebabkan kematian. Walaupun kandungan oksigen di dalam darah sangat berkurang pada keadaan keracunan karbon monoksida, PO2 darah dapat tetap normal. Hal ini yang menyebabkan paparan dengan karbon monoksida sangat berbahaya, karena darah berwarna merah terang dan tidak terdapat tanda-tanda hipoksemia yang jelas, seperti warna kebiru-biruan pada ujung jari atau bibir (sianosis). POJuga tidak menurun, dan tidak ada mekanisme umpan balik yang biasanya merangsang peningkatan frekuensi pernapasan sebagai respons terhadap kurangnya oksigen (biasanya ditunjukkan dengan PO2yang rendah). Karena otak meru-pakan salah satu organ pertama yang terpengaruh akibat kurangnya oksigen, orang yang kekurangan oksigen dapat mengalami disorientasi dan menjadi tak sadarkan diri se-belum akhiraya orang tersebut menyadari adanya bahaya. Pasien yang menderita keracunan karbon monoksida berat dapat diobati dengan memberikan oksigen murni, karena oksigen pada tekanan alveolus yang tinggi dapat menggantikan karbon monoksida yang bercampur dengan hemoglobin secara cepat. Pasien dapat juga diobati dengan pemberian secara simultan karbon dioksida 5 persen, karena rangsangannya kuat pada pusat pernapasan, yang meningkatkan ventilasi alveolus dan mengurangi karbon monoksida alveolus. Dengan terapi oksigen dan karbon dioksida secara intensif, karbon monoksida dapat dikeluar-kan dari darah 10 kali lebih cepat daripada tanpa terapi.

Pengangkutan Karbon Dioksida dalam Darah


Pengangkutan karbon dioksida dalam darah tidaklah sesukar pengangkutan oksigen, sebab walaupun dalam kondisi yang sangat abnormal, karbon dioksida biasanya dapat diangkut dalam jumlah yang lebih besar daripada oksigen. Tetapi, jumlah karbon dioksida dalam darah ber-hubungan erat dengan keseimbangan asam-basa cairan tubuh, seperti yang telah dibahas pada Bab 30. Pada keadaan istirahat yang normal, rata-rata 4 mililiter karbon dioksida diangkut darijaringan keparu dalam setiap 100 militer darah.

Bentuk-Bentuk Kimia Karbon Dioksida Saat Diangkut


Untuk memulai proses pengangkutan karbon dioksida, karbon dioksida berdifiisi keluar dari sel jaringan dalam bentuk molekul karbon dioksida yang terlarut. Waktu me-masuki kapiler jaringan, karbon dioksida segera mengi-nisiasi serangkaian reaksi secara kimia dan fisika, yang penting untuk transpor karbon dioksida; keadaan ini dilukiskan pada Gambar 40-13.

Tekanan gas karbon monoksida (mm Hg)


GAMBAR 40-12. Kurva disosiasi karbon monoksida-hemoglobin. Perhatikan tekanan karbon monoksida yang sangat rendah ketika karbon monoksida bergabung dengan hemoglobin.

Pengangkutan Karbon Dioksida dalam Bentuk


Terlarut. Sebagian kecil karbon dioksida ditranspor dalam bentuk terlarut ke paru. Telah dijelaskan bahwa

Kapiler Sel darah merah

hemoglobin meru-pakan dapar asam-basa yang kuat. Lalu, banyak ion bikarbonat yang berdifusi dari sel darah merah ke dalam plasma sementara ion klorida berdifusi ke dalam sel da-

Cairan inters tisial

Sel
CO, CO, CO2 diangkut dalam bentuk: 1CO 2 = 7% 2. Hgb CO2 = 23% 3.HCO" =70%

GAMBAR 40-13. Pengangkutan karbon dioksida dalam darah.

PCO2 darah vena adalah 45 mm Hg dan darah arteri adalah 40 mm Hg. Jumlah karbon dioksida terlarut dalam cairan darah pada tekanan 45 mm Hg kira-kira 2,7 ml/dl (2,7 volume persen). Jumlah yang terlarut pada tekanan 40 mm Hg kira-kira 2,4 mililiter, atau berbeda 0,3 mili-liter. Oleh karena itu, kira-kira hanya 0,3 mililiter karbon dioksida yang diangkut dalam bentuk karbon dioksida terlarut oleh setiap 100 mililiter aliran darah. Jumlah ini kira-kira 7 persen dari semua karbon dioksida yang diangkut secara normal. Pengangkutan Karbon Dioksida dalam Bentuk Ion Bikarbonat

Reaksi Karbon Dioksida dengan Air dalam Sel Darah MerahEfek Karbonik Anhidrase. Karbon
dioksida yang terlarut dalam darah bereaksi dengan air untuk membentuk asam karbonat. Reaksi ini terjadi sa-ngat lambat dan tidak penting seandainya tidak ada enzim protein di dalam sel darah merah yang disebut karbonik anhidrase, yang berfungsi untuk mengkatalisis reaksi an-tara karbon dioksida dan air, serta mempercepat reaksi ini kira-kira 5000 kali lipat. Oleh karena itu, berbeda dengan reaksi dalam plasma yang memerlukan waktu berdetik-detik atau bermenit-menit, maka dalam sel darah merah reaksi ini terjadi sedemikian cepatnya sehingga mencapai keseimbangan hampir sempurna dalam waktu sepersekian detik. Ini memungkinkan sejumlah besar karbon dioksida bereaksi dengan cairan sel darah merah bahkan sebelum darah tersebut meninggalkan kapiler jaringan.

Pemisahan (Disosiasi) Asam.Karbonat Menjadi Bikarbonat dan Ion Hidrogen. Dalam waktu sepersekian detik selanjutnya, asam karbonat yang diben-tuk dalam sel darah merah (H2CO3) terurai menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat (H+ dan HCO3~). Kemudian s.ebagian besar ion hidrogen bersatu dengan hemoglobin dalam sel darah merah sebab protein

rah merah untuk menggantikannya. Hal ini dapat terjadi karena adanya protein pembawa bikarbonat-klorida yang khusus dalam membran sel darah merah yang menggerak-kan kedua ion ini bolak-balik dengan cepat dalam arah yang berlawanan. Dengan demikian, kadar klorida sel darah merah vena lebih besar daripada sel darah merah di arteri, fenomena ini disebut pergeseran klorida. Di bawah pengaruh karbonik anhidrase, gabungan karbon dioksida dengan air dalam sel darah merah yang bersifat reversibel, meliputi sekitar 70% dari seluruh karbon dioksida yang diangkut dari jaringan ke paru. Dengan demikian, ini berarti bahwa pengangkutan karbon dioksida merupakan pengangkutan yang paling penting. Bila suatu inhibitor karbonik anhidrase (asetazolamid) diberikan pada seekor binatang untuk menghambat kerja karbonik anhidrase dalam sel darah merah, pengangkutan karbon dioksida dari jaringan menjadi sangat sedikit sehingga PCO2 jaringan dapat meningkat mencapai 80 mm Hg, dibandingkan dengan keadaan normalnya sebesar 45 mm Hg.

Pengangkutan Karbon Dioksida dalam Gabungan nya dengan Hemoglobin dan Protein PlasmaKarbaminohemoglobin. Selain bereaksi dengan air, karbon dioksida juga bereaksi langsung dengan radikal amino molekul hemoglobin, untuk membentuk senyawa karbaminohemoglobin (CO2Hgb). Gabungan karbon dioksida dengan hemoglobin ini adalah reaksi reversibel yang terjadi dengan ikatan longgar, sehingga karbon dioksida mudah dilepaskan ke dalam alveoli yang memiliki PCO2 lebih rendah daripada kapiler paru. Sejumlah kecil karbon dioksida juga bereaksi dengan protein plasma dengan cara yang sama dalam kapiler jaringan. Tetapi reaksi ini kurang penting untuk pengangkutan karbon dioksida sebab jumlah protein ini dalam darah hanya seperempat dari jumlah hemoglobin. Jumlah karbon dioksida yang dapat dibawa dari jaringan ke paru dalam bentuk gabungan karbamino dengan hemoglobin dan protein plasma adalah sekitar 30 persen dari jumlah total yang diangkutnormalnya, kira-kira 1,5 mililiter karbon dioksida dalam setiap 100 mililiter darah. Tetapi, karena reaksi ini jauh lebih lambat daripada reaksi karbon dioksida dengan air di dalam sel darah merah, masih diragukan apakah pada kondisi normal mekanisme karbamino ini dapat mengangkut lebih dari 20 persen dari jumlah total karbon dioksida.

Kurva Disosiasi Karbon Dioksida


Kurva pada Gambar 40-14 yang disebut kurva disosiasi karbon dioksidamemperlihatkan ketergantungan karbon dioksida darah total dalam semua bentuknya terha-dap PCO2. Perhatikan bahwa PCO2 darah normal berkisar antara batas nilai 40 mm Hg dalam darah arteri dan 45 mm Hg dalam darah vena, yang merupakan kisaran yang sangatsempit. Perhatikan juga bahwa konsentrasi karbon dioksida normal dalam darah pada semua bentuknya yang berbeda-beda kira-kira 50 volume persen, tetapi hanya 4

sen

*70 -

0 3

Iso 73

T O r!1

/ /
0

30-w on -

1
2
I D 1 0
1 1

0-

10 20 30 40 50 60 70 80 90100110 120 Tekanan gas karbon dioksida (mm Hg)

PCO,
GAMBAR 40-15. Bagian dari kurva disosiasi karbon dioksida bila P02besarnya 100 mm Hg atau 40 mm Hg. Panah menunjukkan efek Haldane terhadap pengangkutan karbon dioksida, seperti yang telah dijelaskan pada teks.

GAMBAR 40-14. Kurva disosiasi karbon dioksida

volume persen dari ini yang mengalami pertukaran se-lama pengangkutan normal karbon dioksida dari jaringan ke paru. Artinya, konsentrasi meningkat menjadi sekitar 52 volume persen sewaktu darah melalui jaringan, dan turun menjadi sekitar 48 volume persen sewaktu darah melewati paru.

Bila Oksigen Berikatan dengan Hemoglobin, Karbon Dioksida Dilepaskan (Efek Haldane) untuk Meningkatkan Pengangkutan CO2
Pada permulaan bab, telah ditegaskan bahwa suatu pe-ningkatan karbon dioksida dalam darah akan menyebab-kan oksigen dilepaskan dari hemoglobin (efek Bohr), dan ini merupakan faktor penting dalam meningkatkan pengangkutan oksigen. Sebaliknya, pengikatan oksigen dengan hemoglobin cenderung mengeluarkan karbon dioksida dari darah. Sesungguhnya, efek ini, yang disebut efek Haldane, secara kuantitatif jauh lebih penting dalam meningkatkan pengangkutan karbon dioksida daripada efek Bohr dalam meningkatkan pengangkutan oksigen. Efek Haldane disebabkan oleh fakta yang sederhana bahwa gabungan oksigen dengan hemoglobin dalam paru menyebabkan hemoglobin menjadi asam yang lebih kuat. Hal ini menyebabkan pindahnya karbon dioksida dari darah dan masuk ke dalam alveoli melalui dua cara: (1) Se-makin tinggi keasaman hemoglobin, semakin berkurang kecenderungannya untuk bergabung dengan karbon dioksida untuk membentuk karbaminohemoglobin, jadi memindahkan banyak karbon dioksida dalam bentuk karbamino dari darah. (2) Meningkatnya keasaman hemoglobin juga menyebabkan hemoglobin melepaskan se-jumlah ion hidrogen, dan ion-ion ini berikatan dengan ion bikarbonat untuk membentuk asam karbonat; kemudian terurai menjadi air dan karbon dioksida, dan karbon dioksida dikeluarkan dari darah masuk ke dalam alveoli dan akhirnya, ke udara.

Gambar 40-15 melukiskan secara kuantitatif pen-tingnya efek Haldane terhadap pengangkutan karbon dioksida dari jaringan ke paru. Gambar ini memperlihatkan bagian kecil dari dua kurva disosiasi karbon dioksida: (1) bila PO2 adalah 100 mm Hg, yaitu PO2 dalam kapiler darah paru, dan (2) bila PO240 mm Hg, yaitu PO2 dalam kapiler jaringan. Titik A memperlihatkan bahwa pada tekanan PCO2 normal sebesar 45 mm Hg dalam jaringan menyebabkan 52 volume persen karbon dioksida bergabung dengan darah. Pada waktu memasuki paru, PCO2 turun menjadi 40 mm Hg, sedangkan PO2 meningkat menjadi 100 mm Hg. Jika kurva disosiasi karbon dioksida tidak bergeser akibat efek Haldane, maka kandungan karbon dioksida dalam darah akan turun hanya sampai 50 volume persen, berarti hanya terjadi kehilangan 2 volume persen karbon dioksida. Tetapi, peningkatan PO2 dalam paru menurunkan kurva disosiasi karbon dioksida dari kurva yang teratas menjadi kurva yang terbawah pada gambar, sehingga kandungan karbon dioksida turun menjadi 48 volume persen (titik B). Ini menggambarkan tambahan kehilangan karbon dioksida sebesar 2 volume persen. Dengan demikian, efek Haldane menggandakan jumlah karbon dioksida yang dilepaskan dari darah dalam paru dan pengambilan karbon dioksida dalam jaringan menjadi dua.kali lipat.

Perubahan Keasaman Darah Selama Pengangkutan Karbon Dioksida


Asam karbonat yang terberituk bila karbon dioksida memasuki darah dalam jaringan perifer menurunkan pH darah. Namun, reaksi dari asam ini dengan dapar asam-basa darah mencegah konsentrasi ion hidrogen meningkat terlalu tinggi (dan pH darah turun terlalu banyak). Biasanya, darah arteri mempunyai pH sekitar 7,41, dan,

ketika darah tersebut mendapat karbon dioksida dalam kapiler jaringan, pH turun menjadi sekitar 7,37. Dengan kata lain, terjadi perubahan pH sebesar 0,04 unit. Kea-daan sebaliknya akan terjadi bila karbon dioksida dile-paskan dari darah dalam paru, sehingga pH meningkat mencapai nilai arteri sebesar 7,41 iagi. Saat kerja berat, atau kondisi aktivitas metabolisme yang tinggi lainnya, atau bila aliran darah ke jaringan menjadi lambat, pe-nurunan pH dalam darah jaringan (dan dalam jaringan-nya. sendiri) dapat mencapai 0,50, sekitar 12 kali dari normal sehingga menyebabkan asidosis jaringan yang bermakna.

bagi pernapasan jaringan akan dibahas dalam Bab 71.) Pada orang dengan diet normal yang mengonsumsi karbohidrat, lemak, dan protein dalam, jumlah rata-rata, maka nilai rata-rata untuk R dianggap sebesar 0,825.

Kepustakaan
Albert R, Spiro S, Jett J: Comprehensive Respiratory Medicine. Philadelphia: Mosby 2002. DempseyJA, Wagner PD: Exercise-induced arterial hypoxemia. J Appl Physiol 8 7:1997, 1999. Geers C, Gros G: Carbon dioxide transport and carbonic anhy-drase in blood and muscle. Physiol Rev 80:681, 2000. Henry RP, Swenson ER: The distribution and physiological significance of carbonic anhydrase in vertebrate gas exchange organs. Respir Physiol 121:1, 2000. Jones Am, Koppo K, Burnley M: Effects of prior exercise on metabolic and gas exchange responses to exercise. Sports Med 33:949, 2003. Nikinmaa, M: Membrane transport and control of hemoglobin-oxygen affinity in nucleated erythrocytes. Physiol Rev 72:301, 1992. Piiper J: Perfusion, diffusion and their heterogeneities limiting blood-tissue O2 transfer in muscle. Ada Physiol Scand 168:603, 2000. Richardson RS: Oxygen transport and utilization: an integration of the muscle systems. Adv Physiol Educ 27:183, 2003. Roy TK, Pope I AS: Theoretical predictions ofend-capillary PO2 in muscles of athletic and nonathletic animals at VO2max. AmJ Physiol 271:H721, 1996. Spahn DR, Pasch T: Physiological properties of blood substitutes. News Physiol Sci 16:38, 2001. Tsai AG, Johnson PC, Intaglietta M: Oxygen gradients in the microcirculation. Physiol Rev 83:933, 2003. Wagner PD: Diffusive resistance to O2 transport in muscle. Ada Physiol Scand 168:609, 2000. West JB: Pulmonary Physiology and Pathophysiology: An Integrated, Case-Based Approach. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2001. West, JB.: Pulmonary PhysiologyThe Essentials. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins, 2003.

Rasio Pertukaran Pernapasan


Telahdipelajaribahwapadakeadaan normal, pengangkut-an oksigen dari paru ke jaringan oleh setiap 100 mili-meter darah adalah sekitar 5 mililiter, sedangkan peng-angkutan normal karbon dioksida dari jaringan ke paru kira-kira 4 mililiter. Dengan demikian, pada keadaan istirahat normal, jumlah karbon dioksida yang dikeluar-kan paru kira-kira hanya sebesar 82 persen dari jumlah pengambilan oksigen oleh paru. Rasio (perbandingan) antara keluaran karbon dioksida dengan ambilan oksigen disebut rasio pertukaran pernapasan (R). Yaitu,
R= Kecepatan keluaran karbon dioksida Kecepatan ambilan oksigen

Nilai R berubah pada berbagai keadaan metabo-lik. Bila seseorang hanya memakai karbohidrat untuk metabolisme tubuhnya, R meningkat sampai 1,00. Sebaliknya, bila seseorang sepenuhnya memakai lemak untuk energi metaboliknya, maka R turun menjadi 0,7. Alasan untuk perbedaan ini adalah bahwa bila oksigen dimetabolisme dengan karbohidrat, terbentuk satu mole-kul karbon dioksida untuk setiap molekul oksigen yang digunakan; sedangkan bila oksigen bereaksi dengan lemak, banyak oksigen bergabung dengan atom hidro-gen dari lemak untuk membentuk air, bukannya karbon dioksida.- Dengan kata lain, hasil bagi pernapasan dari reaksi kimia {respiratory quotient of the chemical reactions) dalam jaringan kira-kira 0,7, bukan 1,00. (Hasil

You might also like