You are on page 1of 102

Protein

HOMEGROUP 1 Evania Hutasoit (1206248483) Maylina Chandra Puspita (1206212451) Nindya Bestari (1206255122) Sabrina Zahra Fitriani (1206249391) Vifki Leondo (1206238665) TEKNOLOGI BIOPROSES DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2014

Struktur Protein

STRUKTUR PROTEIN

I. Struktur Protein
Protein merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Protein memiliki ukuran yang cukup besar apabila dibandingkan dengan zat lainnya, memiliki struktur molekul yang kompleks, dan tersusun dari ratusan unit terkecil, yakni -asam amino dengan bentuk Asam amino terdapat 20 jenis yang apabila dikombinasikan dapat membentuk protein.

Gambar 1. asam amino zat penyusun protein (Sumber: Encyclopaedia Britannica )

II. Struktur Asam Amino


Asam amino biasanya berbentuk kiral dan memiliki susunan rantai yang simetris. Namun, dari 20 jenis asam amino yang ada, hanya 1 yang tidak memiliki kiral, yakni glisin. Hal ini dikarenakan gugus R dari glisin merupakan atom hidrogen.

Sifat Fisika Asam Amino


Asam Amino Arginin Asparagin Aspartat Glutamat Glutamin Lisin Serin Treonin Sistin Histidin Metionin Alanin Valin Glisin Isoleusin Leusin Fenilalani n Prolin Triptofan Tirosin Kode R N D E Q K S T C H M A V G I L F P W Y Interaksi terhadap Air Hidrofilik Hidrofilik Hidrofilik Hidrofilik Hidrofilik Hidrofilik Hidrofilik Hidrofilik Moderat Moderat Moderat Hidrofobik Hidrofobik Hidrofobik Hidrofobik Hidrofobik Hidrofobik Hidrofobik Hidrofobik Hidrofobik Muatan pKa, NH2 pKa, COOH 2.18 2.02 1.88 2.19 2.17 8.9 2.21 2.15 1.71 1.78 2.28 2.35 2.29 2.34 2.32 2.36 2.58 1.99 2.38 2.2 pK(R) Kelarutan Positif Netral Negatif Negatif Netral Positif Netral Netral Netral Positif Netral Netral Netral Netral Netral Netral Netral Netral Netral Netral 9.09 8.8 9.6 9.67 9.13 10.28 9.15 9.12 10.78 8.97 9.21 9.87 9.72 9.6 9.76 9.6 9.24 10.6 9.39 9.11 13.2 3.65 4.25 71.8 2.4 0.42 0.72 2.6 36.2 8.33 6

2.2

4.19 5.14 15.8 5.6 22.5 3.36 2.37 2.7 1.54 1.06 0.038

10.1

Sifat Kimia Asam Amino Sifat Kimia Asam Amino


Setiap jenis asam amino dapat diidentifikasi keberadaannya menggunakan indikator berupa zat kimia. Molekul asam amino dapat terionisasi karena asam amino memiliki sifat asam dan basa. Berdasarkan sifat kimianya, asam amino memiliki sifat optik apabila dilihat dari strukturnya yang kiral (kecuali pada glisin).

Klasifikasi Asam Amino Klasifikasi Asam Amino


Berdasarkan Kebutuhan Tubuh Berdasarkan Sifat Gugus R

Klasifikasi Asam Amino


Esensial Asam amino esensial merupakan asam amino yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh tanpa adanya asupan yang mengandung asam amino esensial. Berikut ini merupakan asam amino yang termasuk dalam asam amino esensial Arginin Histidin Metionin Treonin Valin Isoleusin Lisin Fenilalanin Triptofan Leusin

(berdasarkan KEBUTUHAN TUBUH)

Non-Esensial Pada kondisi normal, tubuh dapat memproduksi asam amino non-esensial. Berikut ini merupakan jenis-jenis asam amino non-esensial: Alanin Asparagin Asam aspartat Sistein Glutamin Asam glutamat Glisin Prolin Serin Tirosin

Esensial secara Kondisional Ketika sistem tubuh bekerja secara tidak seimbang atau mengalami suatu penyakit, beberapa asam amino berikut menjadi esensial, biasa ditemukan dalam suplemen makanan: Arginin Glisin Sistin Tirosin Prolin Glutamin

Klasifikasi Asam Amino


Berdasarkan kepolaran

(berdasarkan GUGUS R)

Non-polar Pada asam amino non-polar, gugus R-nya mengandung polar hidrofobik sehingga tidak membentuk ikatan hidrogen dengan H2O. Gugus R yang dimaksud adalah: Gugus (-OH) : serin, treonin, tirosin Gugus (-SH): sistein Gugus amida: glutamin dan aspargin Gugus (-NH2): lisin, arginin dan histidin Gugus (-COOH): aspartat dan glutamat

Klasifikasi Asam Amino

(berdasarkan GUGUS R)

Gambar 2. Asam amino dengan sifat non-polar (sumber: http://www.comed.uobaghdad.edu.iq)

Klasifikasi Asam Amino

(berdasarkan GUGUS R)

Polar Gugus R lainnya, yang merupakan gugus alkil hidrofilik dapat berikatan membentuk ikatan hidrogen, sehingga 9 asam amino lainnya bersifat nonpolar, berikut ini merupakan asam amino non-polar: Glisin Alanin Valin Leusin Isoleusin Fenilalanin Triptofan Prolin Metionin

Klasifikasi Asam Amino

(berdasarkan GUGUS R)

Gambar 3. Asam amino dengan sifat polar (sumber: http://www.comed.uobaghdad.edu.iq)

Klasifikasi Asam Amino


Berdasarkan keasaman dan muatan

(berdasarkan GUGUS R)

Asam - Negatif Pada asam amino yang bermuatan negatif, berdasarkan sifatnya secara fisiologis, pH-nya lebih rendah dari 7. Contohnya adalah: Aspartat Glutamat

Basa positif Secara fisiologis, asam amino yang bersifat basa memiliki muatan positif, hal ini disebabkan oleh adanya kelebihan NH2 atau nitrogen yang bersifat basa dan dapat mengikat proton pada rantainya, menyebabkan muatannya menjadi positif. Contohnya adalah: Lisin Arginin Histidin

Klasifikasi Asam Amino


Berdasarkan sifat isomerisasi

(berdasarkan GUGUS R)

Isomerisasi asam amino berkaitan dengan stereokimianya, stereokimia asam amino dibedakan berdasarkan betuk cerminannya, yakni enantiomernya, dimana memiliki C-kiral. L-asam amino merupakan jenis asam amino yang dapat ditemui pada eukariotik, seluruh jenis l-asam amino biasanya mudah ditemukan pada kehidupan sehari-hari. D-asam amino merupakan jenis asam amino yang jarang ditemukan di kehidupan sehari-hari, karena d-asam amino biasanya hanya dimiliki oleh bakteri dan antibiotik. Namun pada suatu penelitian, dasam amino juga dapat ditemukan pada tubuh manusia, berfungsi dalam membantu proses penuaan, sinyal saraf, serta distribusi hormon sekresi.

III. Struktur Primer


Struktur primer merupakan struktur yang sederhana, karena hanya tersusun oleh beberapa kode asam amino yang disebutkan dari kiri (Nterminal) ke kanan (Cterminal). Urutan asam amino ditentukan dengan metode Degradasi Edman atau Tandem Mass Spectrophotometry. Atau bisa juga dari hasil translasi in silico gen pengkode protein tersebut.

Gambar 4. Struktur Primer Protein (sumber: w3.hwdsb.on.ca)

IV. Struktur Sekunder


Suatu rantai peptida dapat tersusun atas asam amino yang berulang, reguler dan lokal yang diakibatkan oleh adanya atom hidrogen pada tiap-tiap rantai peptida, daerah tersebut tersusun atas -helix dan -sheet.

Struktur helix Struktur -helix pada gambar menunjukkan bahwa ikatan peptida berputar searah jarum jam menjauhi pembaca. Struktur ini dapat terbentuk akibat adanya ikatan hidrogen yang terjadi pada gugus amida (NH) dengan atom O pada gugus karbonil (-CO). Struktur -sheet Struktur -sheet berbeda dengan struktur -helix, hal ini dikarenakan pada -sheet ikatan hidrogen hanya terjadi pada daerah linear rantai polipeptida, yakni antara atom O pada gugus karbonil (-CO) dari satu ikatan peptida dengan atom N pada ikatan peptida lainnya. Selain dengan rantai peptida lainnya, ikatan hidrogen juga dapat terjadi pada suatu rantai tunggal hingga membentuk suatu lipatan. Struktur Supersekunder Struktur supersekunder merupakan jenis protein yang terbentuk oleh adanya kombinasi antara struktur sekunder, atau gabungan dari -helix dan -sheet dengan lengkungan yang berbentuk acak. Gambar 5. Struktur Sekunder Protein (Sumber: uic.edu)

V. Struktur Tersier
Struktur tersier terbentuk karena adanya interaksi antar residu asam amino yang letaknya jauh pada urutan primernya sehingga melibatkan helix dan -sheet. Interaksi kovalen dan non-kovalen dapat terjadi pada ikatan tersier. Pada interaksi kovalen melibatkan pembentukan ikatan disulfida, sedangkan pada interaksi non-kovalen terjadi interaksi hidrofobik.

Gambar 6. Struktur Tersier Protein Dihydrofolatreductase (Sumber: uic.edu)

VI. Struktur Kuartener


Pada struktur kuartener terdapat struktur tersier yang setiap gabungan struktur tersier atau sub unit-nya tergabung oleh ikatan nonkovalen. Ikatan non-kovalen terdiri dari ikatan hidrogen, interaksi elektrostatik dan interaksi hidrofobik. Ikatan elektrostatik memiliki fungsi yang sama seperti ikatan non-kovalen yang lainnya, yakni menjaga stabilitas struktur. Interaksi elektrostatik yang kuat terjadi pada anggota dari pasangan ionik yang muatannya berlainan. Hal ini dikarenakan adanya pelepasan energi pada muatan antar ion, dimana interaksi ion biasanya gagal dalam memngimbangi entropi yang hilang pada gugus samping.

Gambar 7. Struktur Kuartener pada Protein Hemoglobin (Sumber: sciencecases.org)

VII. Modifikasi Protein Modifikasi Protein


Denaturasi dan Renaturasi Denaturasi merupakan kondisi dimana suatu rantai terbuka menjadi bentuk rantai yang lebih sederhana. Denaturasi hanya terjadi pada rantai sekunder dan tersier. Rendahnya stabilitas protein menyebabkan protein akan mudah ter-denaturasi. Protein dapat ter-denaturasi dengan cara dan kondisi yang bervariasi, sebagai berikut: Pemanasan Variasi pH Deterjen Chaotropic agents guanidiniumion andurea

Protein yang telah ter-denaturasi, beberapa dapat melakukan renaturasi, yakni kembali ke keadaan semulanya.

VIII. Pelipatan Protein


Pelipatan Protein Protein dapat terlipat apabila terjadi interaksi tingkat molekul. Interaksi molekul ini dapar terjadi akibat adanya stabilitas termodinamika, interaksi hidrofobik, dan ikatan disulfida.

Gambar 8. Pelipatan Protein (Sumber: sciencecases.org)

IX. Klasifikasi Protein


Protein dibagi menjadi 2, yaitu protein sederhana dan protein yang terkonjugasi, berikut adalah contohnya: Protein Sederhana merupakan susunan dari beberapa asam amino, contohnya adalah albumin, globin, gliadin, skleroprotein dan globulin Protein Terkonjugasi merupakan protein hasil dari interaksi asam amino dengan molekul lain, contohnya adalah: lipoprotein, fosfoprotein, glikoprotein, nukleoprotein, metalloprotein, dan kromoprotein.

Fungsi Protein

I. Fungsi Penyimpanan
Protein sebagai penyimpanan (protein nutrient) digunakan dalam perkembangan embrionik manusia, hewan maupun tumbuhan. Protein mendukung semua pengembangan sel dengan menyimpan sumberdaya yang berhubungan dengan pertumbuhan dan pengembangan sel. Protein penyimpanan juga di digunakan sebagai pengkarantina sel Berbagai protein nutrient diantaranya : ovalbumin, kasein, ferritin, dan mioglobin.

I. Fungsi Penyimpanan
1. Albumin Albumin banyak ditemui pada putih telur dan darah manusia. Pada tubuh manusia. Albumin dihasilkan retikulum endoplasma dalam hati. Albumin berperan mengangkut asam lemak dari jaringan adiposa ke jaringan otot. Albumin melawan infeksi, membangun dan memperbaiki jaringan otot. Albumin juga berkontribusi dalam regulasi osmosis, membantu transportasi hormon, obat-obatan dan zat-zat lain melalui darah.

I. Fungsi Penyimpanan
2. Ferritin
Ferritin adalah protein menyimpan zat besi pada tubuh manusia dan melepaskannya dalam jumlah yang terkontrol. Besi tersimpan di dalam protein ferritin tersebut tepatnya di tengah. Bila dilihat dari stuktur kristalnya, satu monomer ferritin mempunyai lima helix. Ion Fe berada di tengah kelima helix tersebut. Ketika zat besi dibutuhkan oleh tubuh, ferritin berubah dari Fe(III) menjadi Fe(II) sehingga zat besi dapat lepas melalui struktur spheric ferritin. Jumlah ferritin dalam plasma menggambarkan jumlah besi yang tersimpan di dalam tubuh kita.

I. Fungsi Penyimpanan
3. Kasein Kasein adalah protein yang terdapat dalam susu yang berfungsi sebagai pengikat berbagai macam makanan. Kasein merupakan golongan fosfoprotein yang merupakan kumpulan ikatan hidrogen yang mengandung asam fosfat. 4. Mioglobin Mioglobin berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan transportasi oksigen. Setiap mioglobin mengandung polipeptida yang mengandung gugus prostetic, dan heme.

II. Fungsi sebagai Katalis


Enzim merupakan senyawa organik berupa protein yang berfungsi sebagai katalis dalam metabolisme tubuh, sehingga disebut juga biokatalisator. Enzim meningkatkan kecepatan reaksi kimia tanpa merubah produk yang diharapkan tanpa ikut bereaksi dengan substratnya. Enzim dapat menguraikan substrat menjadi senyawa sederhana, dan sebaliknya enzim juga dapat menyusun senyawa-senyawa menjadi senyawa tertentu. Enzim terdiri dari beberapa golongan yaitu oksidoreduktase, ligase, isomerase, liase, hidrolase, dan transferase.

II. Fungsi sebagai Katalis


Enzim oksidoreduktase mengkatalisis reaksi oksidasireduksi, yang merupakan pemindahan elektron, hidrogen atau oksigen. Oksidase: mengkatalisis transfer elektron dari suatu substrat ke molekul oksigen, dan sebagai produk akhir dihasilkan air. Contoh enzim oksidoreduktase dapat ditemukan dalam glikolisis, siklus TCA dan fosforilasi oksidatif. Enzim transferase berfungsi untuk memindahkan gugus fungsional antara donor dan aseptor. Contoh enzim ini adalah enzim transaminase yang memindahkan gugus amina. Hidrolase merupakan enzim-enzim yang menguraikan suatu zat melalui bantuan air (hidrolisis). Contoh enzim ini adalah lipase yang menghidrolis lemak (ester lipida). Contoh lainnya adalah peptidase, amilase, dan karboksilesterase.

II. Fungsi sebagai Katalis


Liase merupakan enzim yang mengkatalisis pemecahan berbagai macam ikatan kimia selain dengan menggunakan reaksi hidrolisis dan oksidasi. Selain itu Liase juga dapat membelah karbonkarbon, karbon-oksigen, fosfor-oksigen. Dalam pembelahan ikatan ini biasanya membentuk ikatan rangkap ganda yang baru seperti dalam reaksi enzim histidine ammonia-lyase catalyzes. Isomerase adalah enzim-enzim yang dapat mengkatalisis perubahan struktural dalam sebuah molekul. Ada beberapa kelas isomerase, misalnya geometrik dan struktural. Contoh enzim isomerase diantaranya rasemase, epimerase, dan Cis-trans isomerase. Ligase adalah enzim yang dapat mengkatalisis bergabungnya molekul satu dengan molekul yang lainnya. Contoh enzim ini adalah DNA ligase yang berfungsi untuk menggabungkan fragmen Okazaki saat proses replikasi.

III. Fungsi sebagai struktural


Protein struktural, jenis protein ini berperan untuk menyangga atau membangun struktur biologi makhluk hidup. Yang termasuk ke dalam protein struktural adalah : Kolagen Kolagen merupakan protein pembangun tulang, gigi, sendi, otot, dan kulit. Serat kolagen memiliki daya tahan yang kuat terhadap tekanan. Kolagen menjadi komponen pembangun utama pada dermis, salah satu lapisan terendah pada kulit. Kolagen diperlukan untuk menjaga kekencangan dan kelenturan kulit. Kolagen membantu untuk memberikan kekuatan untuk berbagai struktur tubuh dan juga melindungi struktur seperti kulit dengan mencegah penyerapan dan penyebaran patogen

III. Fungsi sebagai struktural


Fibroin Fibroin banyak mengandung asam amino alanin dan glisin yang saling berulang. Fibroin bersifat fleksibel tetapi sulit merenggang. Fibroin berfungsi sebagai komponen penyusun sutra, sarang laba-laba, serta kepompong. Salah satu jenis material yang umum digunakan pada biofactory dan biomedical. Sklerotin Sklerotin merupakan protein yang menjadi penyusun eksoskeleton pada Arthropoda. Protein ini bersifat keras dan memberi efek gelap ( tanned protein ). Proses penyusunannya disebut Sklerotisasi. Sklerotin berfungsi membuat struktur menjadi keras, kaku, dan kuat (pelindung). Selain rangka luar, komponen ini juga sebagai penyusun sayap serangga.

III. Fungsi sebagai struktural


Elastin Elastin adalah protein dengan sifat elastis seperti penghapus, dimana seratnya dapat memanjang beberapa kali dari panjang normalnya. Adanya serat elastin memungkinkan jaringan dapat meregang tanpa sobek. Elastin merupakan komponen dasar dari jaringan konektif elastis kuning yang terdapat pada paru-paru, dinding pembuluh darah yang besar seperti aorta, dan penyusun jaringan tendon serta ligamen.

III. Fungsi sebagai struktural


Keratin Keratin merupakan komponen penyusun rambut, kuku, bulu, serta paruh (pada aves). Keratin berfungsi memberi dan mempertahankan bentuk sel, memberikan fleksibilitas pada sitoskeleton serta melindungi dari tekanan. Tubulin Tubulin merupakan protein yang menyusun filamen pada mikrotubulus. Bentukan-bentukan khusus seperti flagella, ekor spermatozoa, dan neurotubuli juga dibentuk oleh mikrotubuli.

IV. Fungsi sebagai protein pertahanan


Protein pertahanan yaitu antibodi (immunoglobin) berfungsi protein untuk mempertahankan organisme dalam melawan serangan oleh spesies lain atau melindungi organisme tersebut dari luka. Jenis protein pelindung mampu menghasilkan respon kekebalan. Pada vertebrata imunoglobulin atau antibodi adalah protein khusus yang dibuat oleh limfosit yang dapat mengenali dan mengendapkan atau menetralkan serangan bakteri, virus, atau protein asing dari spesies lain. Antibodi bersifat sangat spesifik tehadap protein asing yang menimbulkan pembentukannya. Mekanisme kerja antibodi secara umum adalah penetralan, pengendapan, pelekatan, dan aktivasi protein komplementer.

IV. Fungsi sebagai protein pertahanan


Jenis- jenis antibodi
Immunoglobin G Immunoglobin G merupakan satu-satunya immunoglobin yang dapat melewati plasenta, karena ukurannya yang kecil. Selanjutnya dalam kolostrum (air susu ibu atau ASI yang pertama kali keluar), antibodi ini memberikan perlindungan kepada bayi terhadap infeksi sampai sistem kekebalan bayi dapat menghasilkan antibodi sendiri. Immunoglobin G merupakan tipe antibodi paling banyak di peredaran darah dan dapat masuk ke jaringan lain dengan mudah. Immunoglobin M Immunoglobin M merupakan tipe pertama antibodi yang dihasilkan pada awal infeksi, umumnya dilepaskan ke aliran darah. Immunoglobin M terdapat pada darah, getah bening, dan permukaan sel B. Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM pada umur kehamilan enam bulan. Jika janin terinfeksi kuman penyakit, produksi IgM janin akan meningkat.

IV. Fungsi sebagai protein pertahanan


Immunoglobin A Immunoglobin A ditemukan di dalam tubuh, termasuk keringat, air mata, air ludah. Immunoglobin A membantu dalam membentuk kekebalan pasif pada bayi. IgA yang terdapat dalam ASI akan melindungi sistem pencernaan bayi terhadap mikroba karena tidak terdapat dalam tubuh bayi yang baru lahir. Immunoglobin E Merupakan antibodi yang mengalir dalam darah. Anitbodi ini memberikan reaksi alergi pada tubuh. Immunoglobin E ditemukan pada permukaan histamin. IgE penting melawan infeksi parasit, misalnya skistosomiasis. Immunoglobin D Antibodi ini ditemukan di permukaan limfosit B yang berperan dalam respons kekebalan tubuh.

V. Fungsi sebagai pergerakan


Protein ini berfungsi untuk membawa molekul dari suatu tempat ke tempat lain menggunakan energi dari hidrolisis ATP. Setiap protein motor mempunyai peran spesifik untuk satu fungsi pada suatu daerah kerja tertentu. Aktin Aktin adalah sebuah protein yang penting dalam mempertahankan bentuk sel dan mengahsilkan pergerakan bagi sel. Aktin berfungsi sebagai pembentuk filamen tipis pada sarkomer. Aktivitas filamen aktin menyebabkan pergerakan seperti aliran sitoplasma dan gerak ameboid. Aktivitas kontraktil dalam sel otot terutama terjadi akibat adanya interaksi antara dua protein, yaitu aktin dan miosin.

V. Fungsi sebagai pergerakan


Miosin Miosin merupakan motor protein yang bergerak pada filamen aktin (pergerakan otot). Miosin bersama dengan aktin menjadi protein otot yang memberi kemampuan sel untuk berkontraksi. Protein ini membentuk struktur bahan atau jaringan dan memberi kekuatan kepada jaringan otot untuk berkontraksi. Dinein Dinein adalah kompleks protein multi-subunit yangbertanggung jawab terhadap terjadinya hidrolisis ATP agar dapat memulai suatu gerakan. Dinein terbagi dalam dua kelas yaitu: dinein sitoplasma dan dinein aksonemal. Dinein aksonemal bertanggung jawab untuk pergerakan mikrotubulus (sliding movement) seperti pada silia dan flagella. Dinein sitoplasma berperan dalam pergerakan organel yang bekerja secara bersamaan dengan protein dynactin.

V. Fungsi sebagai pergerakan


Kinesin Kinesin berikatan kuat dengan mikrotubulus berfungsi mengangkut vesikel dan partikel yang terletak distal, menggunakan energi dari hidrolisis ATP. Kinesin menggerakkan vesikel di sepanjang lintasan mikrotubulus dari kutub negatif ke kutub positid. Kinesin merupakan protein motor yang ditemukan pada sel eukariotik. Gerakan aktif kinesin mendukung beberapa fungsi seluler termasuk mitosis, meiosis, dan pengangkutan kargo seperti transportasi aksonal. Kinesin digunakan untuk menarik benda-benda besar, seperti lisosom atau retikulum endoplasma, menjauh dari nukleus dan menuju permukaan. Tropomiosin Tropomiosin berperan dalam mekanisme kontraksi otot. Ion Ca++ yang dilepaskan pada kontraksi otot berikatan dengan troponin dan mengubah bentuknya. Ini akan mempengaruhi persilangan penyebrangan miosin dan menginisiasi proses sliding. Troponin Bersama dengan tropomiosin, troponin mengatur kontraksi otot. Troponin terdiri dari tiga polipeptida yaitu troponin C, troponin T dan troponin I. Troponin C berfungsi mengikat dan mendeteksi ion kalsium yang mengatur kontraksi. Troponin T merupakan suatu komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin. Troponin I berfungsi mengikat tropomiosin. Troponin I dan troponin C hanya ditemukan dalam sel-sel miokardium.

VI. VI. Fungsi sebagai Persinyalan Protein pesinyalan


Sel yang menjadi target sinyal kimiawi memiliki molekul berupa protein reseptor yang akan mengenali molekul sinyal. Sebagian besar reseptor sinyal merupakan protein membran plasma. Reseptor menyalurkan informasi dari lingkungan ekstraseluler ke bagian dalam sel dengan mengubah bentuk saat ligan spesifik menempel. Reseptor tirosin-kinase Reseptor tirosin-kinase berfungsi mengaktifkan jalur transduksi sinyal serta mengatur fungsi sel yang rumit seperti reproduksi sel. Ketika molekul sinyal melekat pada tempat pengikatan, dua polipeptida akan mengumpul membentuk dimer. Setelah teraktivasi secara sepenuhnya, protein reseptor dapat mengikat protein intraselular spesifik. Protein yang teraktivasi mengawali transduksi sinyal yang menimbulkan respon selular spesifik.

VI. Fungsi sebagai Persinyalan


Reseptor terkait protein G Reseptor terkait protein G merupakan reseptor membran plasma yang bekerja dengan bantuan suatu protein yang disebut protein G. Adanya sinyal menyebabkan reseptor berubah bentuk dan mengikat protein G. Molekul GDP digantikan GTP sedangkan protein G menjadi aktif mengikat dan mengatifkan enzim. Selanjutnya protein G meninggalkan enzim sambil menghidrolisis GTP nya. Reseptor saluran ion Reseptor sinyal ini merupakan protein transmembran dalam membran plasma yang membuka untuk membiarkan aliran dari jenis ion spesifik melintasi membran ketika molekul sinyal spesifik terikat pada sisi ekstrakurikuler protein tersebut

Sintesis Protein

PETA KONSEP

I. Hal yang berkaitan


DNA Sebagai tempat pembentukan mRNA mRNA pada translasi sebagai kodon tRNA pada translasi sebagai antikodon dan pelepas asam amino Ribosom tempat pada proses translasi

mRNA ditranskripsi oleh enzim RNA polimerase II dari segmen DNA yang ditunjuk sebagai gen, bagian informasi-coding dari genom. Terdapat faktor inisisasi, yaitu TFIIA, TFIIB, TFIID, TFIIE, TFIIF dan TFIH

III. Translasi Translasi


Inisiasi

III. Translasi
Elongasi (pemanjangan)

Faktor protein, eEFs (faktor elongasi eukariotik), diperlukan untuk mempercepat siklus elongasi.

III. Translasi
Terminasi
Salah satu dari tiga kodon mRNA - UAA , UAG dan UGA - digunakan untuk sinyal ke ribosom yang sedang melakukan elongasi bahwa terjemahan harus dihentikan pada saat ini. RF (faktor rilis protein) berikatan dengan ribosom dan mensinyalkan pelepasan rantai polipeptida

IV. Post-translasi
Pelipatan Protein Modifikasi kimia

IV. Post-translasi
Protein targeting
Pada prokayotik, protein ditentukan antara dua pilihan, yaitu menjadi protein ekstraselular atau intraselular sel. Sedangkan pada eukaryotik lebih kompleks lagi dimana protein ekstraseluler dapat ditargetkan untuk sekresi, ke membran sel, atau salah satu dari banyak organel intern. Protein intraseluler dapat ditargetkan untuk cyoplasm, untuk inti atau organel khusus seperti mitokondria atau kloroplas. Setiap protein tersebut sudah memiliki urutan sinyal masing-masing sehingga dapat langsung menuju tempat seharusnya.

Protein turnover
Masa hidup protein juga harus diatur. Beberapa protein membutuhkan untuk waktu yang sangat singkat - dan bisa berbahaya hadir terlalu lama. Lainnya diperlukan sepanjang waktu dan itu akan menjadi tidak boros untuk menjaga sintesis ulang mereka

V. Perbedaan Eukaryotik & Eukaryotik


Eukaryotik Transkripsi dan translasi tidak berlangsung secara bersamaan Berlangsung pada nukleus dan sitoplasma Prokaryotik Transkripsi dan translasi berlangsung bersamaan Berlangsung di sitoplasma

RNA Polimerase I, II, dan III mensintesis rRNA, mRNA, dan tRNA.
RNA dilepaskan dan diproses pada nukleus Inisiasi dari transkripsi butuh faktor transkripsi RNA Polimerase terdiri dari 10-15 polipeptida

Satu jenis RNA Polimerase mensintesis semua tipe RNA


RNA dilepaskan dan diproses pada sitoplasma Inisiasi transkripsi tidak butuh faktor inisiasi RNA Polimerase terdiri dari 5 polipeptida

Transkripsi hanya pada satu gen


mRNA diproses singkat

Transkripsi memiliki satu atau lebih gen


mRNA ditambahkan cap 5 dan ujung 3 poli-A

V. Perbedaan Eukaryotik & Eukaryotik

Deteksi Protein

I. Analisis Kuantitatif Protein


Metode Kjeldahl Spektroskopi UV-Vis

Metode Kjeldahl

Metode analisis kuantitatif protein dengan menghitung kadar senyawa nitrogen total yang terkandung pada senyawa nitrogen serta senyawa lain yang terkait protein

Metode Kjeldahl (Tahapan)


Destruksi pelarutan dan pemanasan sampel dalam asam sulfat pekat. Nitrogen akan menghasilkan ion amonium dalam larutan. Proses tersebut dapat diekspresikan sebagai berikut : N(food) (NH4)2SO4 Destilasi amonium sulfat dipecah menjadi amonia dengan penambahan NaOH, dimana ion amonium menjadi amonia. Amonia kemudian dialirkan kedalam larutan asam borat sehingga terbentuk kembali ion amonium. Reaksi yang terjadi (NH4)2SO4 + 2NaOH 2NH3 + 2H2O + Na2SO4 NH3 + H3BO3 NH4+ + H2BO3 Titrasi kandungan nitrogen ditentukan dengan menitrasi amonium borat yang terbentuk dengan HCl atau H2SO4 dengan menggunakan indikator yang sesuai. Apabila penampung destilasi menggunakan asam borat, maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan amonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0.1 N. H2BO3- + H+ H3BO3

Metode Kjeldahl (Tahapan)


Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. %N = N.HCl 14,008 100 % Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan

Metode Kjeldahl (Skema) Skema Metode Kjeldahl

Metode Kjeldahl
Kelebihan: Mudah dilakukan, universal, presisi tinggi Kekurangan: Tidak mengukur protein yang sesungguhnya, karena nitrogen dalam makanan tidak semuanya bersumber dari protein, dan waktu yang diperlukan cukup lama. Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa katalis

Spektroskopi UV-Vis
Analisis spektroskopi yang menggunakan sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat dan sinar tampak dengan menggunakan spektrofotometer. Memanfaatkan kemampuan protein untuk menyerap (atau menyebarkan) cahaya pada rentang UV-Visible pada spektrum elektromagnetik. Dapat juga dilakukan dengan cara memodifikasi protein secara kimia maupun fisika terlebih dahulu.

Spektroskopi UV-Vis Spektroskopi UV-Vis


Prinsip dasar membuat kurva kalibrasi absorbansi terhadap konsentrasi protein dengan larutan protein yang telah diketahui konsentrasinya.

Macam-macam Spektroskopi UV-Vis

Metode Biuret (Cu2+ + Ikatan peptida)


Pengukuran serapan cahaya kompleks berwarna ungu dari protein yang bereaksi dengan pereaksi biuret. Awalnya reagen biuret dicampurkan dalam larutan protein kemudian didiamkan selama 15-30 menit untuk selanjutnya ditembakkan cahaya dengan panjang gelombang 540 nm. Semakin tinggi intensitas yang diserap oleh alat, semakin tinggi pula kandungan protein dalam sampel tersebut. Keuntungan dari metode ini ialah interferensinya minim dan bisa digunakan untuk semua jenis protein, sedangkan kerugiannya ialah kurang sensitif dan kurang efektif. Hasil metode Biuret ini tidak murni menunjukkan kadar protein, melainkan mungkin kadar senyawa yang mengandung benzena, ataupun gugus fenol, ikut terdeteksi kadarnya.

Metode Lowry
Mengkombinasikan biuret dengan reagen fenol FolinCiocalteau (berwarna biru) yang bereaksi dengan residu tirosin dan triptofan pada protein. Menyerap panjang gelombang antara 500-750 nm. Menghasilkan puncak kecil pada panjang gelombang 500 nm yang digunakan untuk menentukan protein konsentrasi tinggi dan menghasilkan puncak besar pada panjang gelombang 750 nm yang digunakan untuk menentukan protein konsentrasi rendah. Keuntungan: lebih sensitif terhadap konsentrasi rendah dibandingkan metode biuret.

Metode Dye-Binding
Pewarna (dye) yang bermuatan negatif ditambahkan kedalam larutan protein yang pH nya telah diatur sehingga muatnannya menjadi positif. Protein membentuk kompleks tak terlarut dengan dye, namun dye yang tidak berikatan tetap larut. Dengan sentrifugasi, kompleks protein-dye dipisahkan dan dye yang tidak berikatan ditentukan dengan cara mengukur absorbansinya. Jumlah protein dalam larutan (dye bond) ialah Dyebound = Dyeinitial - Dyefree

Metode Dye-Binding
Keuntungan: cepat dan mudah dilakukan, sensitif terhadap protein dalam konsentrasi kecil. Kerugian: dibutuhkan larutan yang tidak mengandung kontaminan yang dapat menyerap atau menyebarkan cahaya dengan panjang gelombang yang sama dengan protein yang dianalisis.

Metode Bradford
Pengukuran kadar protein total pada suatu larutan dengan metode kolorimetri. Prinsip pengikatan pewarna Commassie Brilliant Blue G250 yang terdapat dalam pereaksi Bradford dengan protein yang mengandung residu asam amino. Zat warna tersebut akan mengikat protein dan mengubah warna pada larutan yang mengandung protein tersebut dari warna kemerahan menjadi warna kebiruan. Ikatan terjadi karena adanya gaya Van der Walls. Antara zat warna dan protein juga terdapat kekuatan ionik yang memperkuat ikatan antara keduanya dan membuat zat warna tersebut menjadi stabil. Hal ini lah yang digunakan pada metode Bradford untuk menentukan kadar protein di dalam suatu larutan.

Metode Bradford
Kandungan protein yang berikatan dengan zat warna tersebut dapat diukur dengan menggunakan instrument spectronic 20 D untuk mengukur nilai absorbansnya pada panjang gelombang kisaran 465595 nm. Nilai absorbansi kemudian digunakan untuk membuat kurva standar yang menjadi dasar penentuan konsentrasi dan kadar protein di dalam larutan. Metode ini menentukan kadar protein bukan dari ikatan peptidanya namun metode ini mendeteksi suatu asam amino spesifik yang berada di dalam protein tersebut dan berikatan dengan zat warnanya. Keunggulan : cepat dan sensitif, ketelitiannya tinggi.

Metode BCA (Bicinchoninic Acid)


Didasarkan pada reaksi biuret, dimana Cu2+ menjadi Cu+ oleh protein dalam larutan alkali dengan deteksi tergantung konsentrasi ion tembaga monovalent. Asam Bicinchoninic adalah reagen kromogenik yang apabila menghasilkan kompleks absorbansi menghasilkan kompleks ungu dengan absorbansi kuat pada 562 nm. Metode ini dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi protein dengan berbagai macam sampel dan dapat dilakukan dalam hitungan menit.

II. Analisis Kualitatif Protein

Uji Komposisi Protein


Dilakukan dengan pemanasan serbuk protein dalam tabung reaksi kering menimbulkan perubahan tertentu pada serbuk, baik pada warna maupun bau atau aroma. Warna hitam terdapat karbon pada residu. Bau amoniak (membirukan kertas lakmus merah) adanya nitrogen dan hidrogen. Kertas yang mengandung Pb-asetat menjadi berwarna hitam menandakan adanya sulfur. Uji terhadap nitrogen organik Uji lassaigne Uji Lassaigne mendeteksi unsur-unsur tambahan dalam senyawa organik, dimana biasanya senyawa organik menyatu dengan logam natrium.

Reaksi Liebermann
HCl pekat + protein (padatan) dididihkan, lalu ditambah beberapa tetes larutan sukrosa warna violet Warna violet menunjukkan bahwa protein mengandung triptofan.

Reaksi p-DAB Ehrlich


Larutan dibuat basa dengan NH4OH kemudian timbul warna merah hingga orange. Histidin warna merah hingga orange Tirosin orange terang.

Reaksi Sulfur
Larutan protein yang akan diuji ditetesi dengan menggunakan larutan NaOH pekat. NaOH berperan dalam denaturasi protein sehingga ikatan yang menghubungkan S dapat terputus oleh Pb asetat membentuk PbS. Kemudian, dilakukan pemanasan dan diberi beberapa tetes larutan timbal (II) asetat kemudian terbentuk endapan hitam (dari PbS). Ini menunjukkan adanya unsur belerang pada protein.

Reaksi Ninhidrin
Ninhidrin dipanaskan bersama asam amino kompleks berwarna. Pada reaksi ini, dilepaskan CO2 dan NH4 sehingga asam amino dapat ditentukan. Kompleks berwarna yang terbentuk mengandung dua molekul ninhidrin yang bereaksi dengan amonia yang dilepaskan pada oksidasi asam amino. Dapat dilakukan terhadap urin untuk menguji adanya asam amino atau untuk mengetahui adanya pelepasan protein oleh cairan tubuh.

Uji Reaksi Formaldehid

Reaksi Acree-Rosenheim
Jika protein yang mengandung triptofan ditambahkan asam HCl kemudian dipanaskan, uji ini memberikan nilai positif dengan ditunjukkannya cincin berwarna ungu. Ini menunjukkan adanya formaldehid (mempunyai gugus aldehid)

Uji Reaksi Protein

Uji yang dilakukan untuk menunjukkan adanya senyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida lain atau sebagai pengemulsi. Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH, kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Apabila larutan positif mengandung protein, maka warnanya akan menjadi warna merah atau biru violet.

Dilakukan penambahan senyawa Hg ke dalam protein endapan putih. Endapan putih dari senyawa merkuri tersebut berubah dapat berubah menjadi merah akibat pemanasan. Endapan yang terbentuk ialah berupa garam kompleks dari tirosin yang ternitrasi. Jika larutan protein yang dianalisis terdapat dalam suasana basa, maka larutan tersebut terlebih dahulu dinetralisasi dengan asam (selain HCl).

Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati hati ke dalam larutan timbul endapan putih. Setelah itu dipanaskan endapan tersebut menjadi kuning. Penambahan alkali atau amonia pekat mengubah warna zat menjadi jingga. Reaksi yang terjadi pada reaksi ini ialah nitrasi pada inti Benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.

Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus SH bebas. Beberapa protein yang memberikan hasil negatif terhadap uji ini, ternyata menjadi positif setelah dipanaskan sampai mengalami koagulasi atau denaturasi. Protein yang mengandung asam amino sistein juga memberikan hasil positif pada reaksi ini.

ANALISIS STRUKTUR

Proses untuk menentukan jumlah masingmasing asam amino dalam protein. Ada empat langkah dalam analisis asam amino, yaitu : Hydrolysis Derivatization, Separation of derivatized amino acids Data interpretation and calculations

Circular Dichroism Spectroscopy (CDS) Mengukur perbedaan penyerapan left-handed polarized light right-handed polarized light. Fungsi dari metode ini ialah menentukan karakteristik struktur sekunder dan struktur tersier, menunjukkan perbandingan konformasi, dan menentukan apakah interaksi protein-protein atau protein-ligan mengubah konformasi protein.

X-Ray Crystallography Metode untuk menentukan struktur atom dan molekul dari kristal, di mana atom kristal menyebarkan berkas sinar-X. Pancaran sinar-X yang ditembakkan mengenai suatu protein yang telah dimurnikan atau memiliki kemurnian tinggi sehingga berbentuk kristal. Pancaran gelombang sinar-X yang mengenai struktur kristal protein kemudian akan terhambur. Hamburan sinar-X yang muncul kemudian dibaca dan struktur kristal protein dapat diketahui.

Keuntungan : tidak ada batas ukuran protein yang ingin diketahui strukturnya. Namun, struktur protein tidak dapat ditentukan secara pasti. Ada 2 cara untuk mendapatkan X-ray cristallography yaitu rotating anode generator dan synchrotron.

Langkah-langkah dalam Protein Crystallography : Purifikasi Protein Pembentukan kristal protein Difraksi data dengan X-ray crystallography Elektron density dan struktur protein.

Diagram X-Ray Crystallography

NMR Spectroscopy
NMR (Nuclear Magnetic Resonance) atau resonansi magnetik inti) berhubungan dengan karakter inti dari suatu atom dalam suatu molekul yang dianalisis. Merupakan bentuk lain dari spektroskopi absorbsi sama halnya dengan UV-VIS dan IR. Perbedaanya dengan IR dan UV-VIS adalah sistem absorbsi dibawah pengaruh medan magnet. Pada NMR energi radiasi elektromagnetik

NMR Spectroscopy
Kriteria penggunaaan medan magnet pada spektroskopi NMR: Medan magnet harus kuat. Karena kepekaan spektroskopi NMR makin tinggi seiring meningkatnya kekuatan medan magnet. Medan magnet harus cukup homogen terhadap semua sampel yang dianalisis. Apabila tidak terjadi kemogenan medan magnet akan menghasilkan pitapita yang melebar dan terjadi distorsi sinyal. Medan magnet harus sangat stabil. Dengan kestabilan yang tinggi menjadikan analisis secara akurat dari detik ke detik bahkan hingga orde jam

Diagram NMR Spectroscopy

Aplikasi Protein

Peta Konsep
PERTANIAN

INDUSTRI

PROTEIN

KESEHATAN

PANGAN

I. Bidang Kesehatan
BIOSENSOR GLUKOSA

Enzim digunakan sebagai bioreseptor atau komponen biologis aktif Enzim glucose oxidase (GOD) mengoksidasi molekul glukosa dan menghasilkan elektron yang ditangkap oleh elektroda

II. Bidang Pangan


HIGH FRUCTOSE CORN SYRUP (HFCS)
Merupakan pemanis yang berasal dari jagung yang terdiri campuran glukosa dan fruktosa.

Likuifikasi

Sakarifikasi

Isomerasi

Mengubah suspensi pekat granula pati menjadi larutan dekstrin (oligosakarida) menggunakan enzim glukoamilase

Mengubah oligosakarida menjadi D-glukosa dengan menggunakan enzim glukoamilase

Mengubah D-glukosa yang menjadi D-fruktosa dengan enzim glucose isomerase.

III. Bidang Industri


PEMBUATAN DETERGEN
Enzim Lipase Membersikah noda yang berasal dari lipid (lemak) Enzim Amilase Membersihkan noda yang berasal dari karbohidrat Enzim Protease Menghidrolisis polipeptida menjadi asam amino dengan bantuan molekul air. Dalam industri, enzim protease digunakan untuk membersihkan kotoran yang berasal dari protein

III. Bidang Industri


PEMBUATAN KERTAS
Enzim Xilanase Biokatalisator yang digunakan sebagai agen biobleaching karena memotong ikatan antara xilan pada selulosa yang berikatan dengan lignin. Enzim Selulose Melembutkan chip kayu Enzim Selulose dan Hemiselulose Menurunkan jumlah noda pada lembaran yang disebabkan karena degradasi sehingga melemahkan ikatan antar serat dan akibatnya serat terpisah satu dengan lainnya Enzim Esterase Menghidrolisi polivinil-asetat (PVAc) merupakan sumber utama perekat

III. Bidang Industri


PEMBUATAN PLASTIK
Whey adalah produk sampingan dari proses pembuatan keju. Plastik film yang dilapisi protein whey meningkatkan dampak penghalang dan keberlanjutan pengemasan agar produk pangan nyaman dan tidak terkontaminasi oleh bakteri dan lain lain Metode yang digunakan untuk membuat plastik dari whey protein adalah daur ulang. Pada metode ini, plastik film dicacah dan lapisan protein whey dihidrolisis secara enzimatis. Protein whey yang tidak larut dalam air saat digunakan sebagai bahan kemasan dapat dipecah secara enzimatis dan dibersihkan dari bahan komposit lainnya.

IV. Bidang Pertanian


BIOPESTISIDA
Kristal protein dari bakteri Bacillus thuringiensis larut dalam lingkungan basa pada usus serangga dan teraktifasi oleh enzim pencerna protein serangga dan menempel pada protein receptor yang berada pada permukaan sel epitel usus. Penempelan mengakibatkan terbentuknya lubang pada sel sehingga sel mengalami lysis.

Referensi :
Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., Walter, P. 2008. The Cytosceleton. In: Molecular Biology of the Cell. Fifth ed. Garland Science, New York. Asep Muhammad Samsudin. Membran Komposit Berbasis Kitosan Dan Uji Aplikasinya Untuk Pembuatan Biosensor Glukosa. Universitas Diponegoro. Bailey, Regina. 2008. DNA http://biology.about.com/b/2008/11/29/what-are-ribosomes.htm (Diakses pada 15 Maret 2014 pukul 16 Maret Pukul 20.00) Bailey, Regina. 2009..DNA http://biology.about.com/od/geneticsglossary/g/DNA.htm. (Diakses pada 15 Maret 2014 pukul 19.00) Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of microorganisms quantities of protein in utilizing the principle of proteindye binding. Anal. Biochem 72:248254 Chin, J. et al. 2003. An expanded eukaryotic genetic code. Science. 301. pg 964 Encyclopaedia Britannica. 2014. Encyclopaedia Britannica 2006 Ultimate Reference Suite DVD. 17 Mar. 2014. Februari 2011 ISSN 1693 4393 Garrett, R.H., and Grisham, C.M. Biochemistry fourth edition; Brooks/Cole. Australia, 2010. p. 93-95, 135, 143, 160. Harsa Pawignya. 2011. Pembuatan Protein Sel Tunggal dari Limbah Nanas dengan Proses Fermentasi. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 22 http://aris.gusc.lv/ChemFiles/MedBiochem2edBaynes07/HTML/bookcontent.cfm@id=hc002004.htm http://mcdb-webarchive.mcdb.ucsb.edu/sears/biochemistry/tw-amn/aas-stereo.htm http://www.comed.uobaghdad.edu.iq https://folding.stanford.edu/ Jenni Rismijana, Iin Naomi Indriani, Tutus Pitriyani. 2003. Penggunaan Enzim SelulaseHemiselulase pada Proses Deinking Kertas Koran Bekas. Jurnal Matematika dan Sains Vol. 8 No. 2, Juni 2003, hal 67 71 Karp, Gerald. 2010. Cell and Molecular Biology Concepts and Experiments. John Wiley & Sons, Inc. Keenan, R. 1992. Biokimia Laboratorium. Jakarta : Erlangga. Khopkar, S. 2007. Konsep Dasar Biokimia. Jakarta : UI Press.

Referensi (2)

Khoronenkovaand, S.V and V. I. Tishkov. 2008 . D-Amino Acid Oxidase: Physiological Role and Applications. Moscow : Chemistry Faculty, Lomonosov Moscow State University. King, Michael W. 2003. themedicalbiochemistrypage.org. LLC Lehninger, A. L., 1988, Dasar-Dasar Biokimia Jilid I, Erlangga, Jakarta Liang, Barbara. 2004. Protein Synthesis. http://www.wisc-online.com/objects/ViewObject.aspx?ID=AP1302. (Diakses pada 15 Maret 2014 pukul 19.00) Liljas, Andres. 2004. Structural Aspects of Protein Synthesis. London: World Scientific Publishing Co. Pte, Ltd. Mandal, Anaya. 2013. What is RNA. http://www.news-medical.net/health/What-is-RNA.aspx. Diakses pada 15 Maret 2014 pukul 23.00) Martin, Robin. 2010. Protein Synthesis: Methods and Protocol. New Jersey: Humana Press. Mulligan, Martin. 1996. Protein Synthesis: Folding, Modification, Targetting, and Degradation. http://dwb4.unl.edu/Chem/CHEM869N/CHEM869NLinks/www.mun.ca/biochem/courses/3107/Lectures/Topics/F olding_etc.html (Diakses pada 22 Maret 2014 pukul 16.16 Nelson, David L., and Cox, Michael C. Principles of Biochemistry 5th edition. 2008. New York : W.H.Freeman and Company Skals PB, Krabek A, Nielsen PH, Wenzel H (2008): Environmental assessment of enzyme assisted processing in pulp and paper industry. Int J LCA 13 (2) 124132 Tribe, Michael A.1976. Protein Synthesis .New York: Cambridge University Press. Voet, Donald and Judith G. Voet. 2010. Principles of Biochemistry 4th Edition, International Student Version. New York : John Wiley & Sons Wang, J. (2008). Electrochemical Glucose Biosensors. Chem. Rev., 108 (2), 814. Weistheimer, F. H. 1987. Why Nature Chose Phospates. Science.

You might also like