You are on page 1of 27

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Anatomi Hepar LOKASI Hepar merupakan kelenjar terbesar didalam tubuh, menempati hampir seluruh regio hypochondrica dextra, sebagian besar epigastrium dan seringkali meluas sampai ke regio hypochondrica sinistra sejauh linea mammilaria.1

BENTUK DAN UKURAN

Bentuknya seperti suatu pyramid bersisi tiga dengan basis menunjuk ke kanan sedangkan apeks (puncak) nya ke kiri. Pada laki laki de asa beratnya 1!"" 1#"" gram, perempuan 1$"" 1!"" gram.ukuran melintang (trans%ersal) $" $$,& cm, %ertikal 1& 1',& cm sedangkan ukuran dorso%entral yang paling besar adalah 1" ( 1$,& cm. PERMUKAAN HEPAR 1. )acies diaphragmatica (*acies superior) hepar, ialah permukaan hepar yang menghadap ke diaphragma, dibedakan atas empat bagian, yaitu pars1 + ,nterior (pars %entralis) -uperior Posterior .extra .i sisi kanan, pars anterior dipisahkan oleh diaphragma dari costae dan cartilago costae /0(1, sedangkan di sisi kiri dari costae dan cartilago costae /00(/000. -eluruhnya tertutup oleh peritoneum, kecuali disepanjang perlekatannya dengan ligamentum *alci*orme hepatis. Bagian dari pars superior dekat jantung mempunyai cekungan yang dinamakan impresio (*ossa) cardiaca. .i sebelah kanan, pars posterior lebar dan tumpul sedangkan di sebelah kiri tajam. ,gak ke kanan bagian tengah terdapat sulcus %enae ca%ae (ditempati oleh %ena ca%a in*erior). 2ira kira $(3 cm ke sebelah kiri %ena ca%a in*erior terdapat *issura ligamenta %ensosi (ditempati oleh ligamentum %enosum arantii). .iantara keduanya terdapat lobus caudatus. .i sebelah kanan %ena ca%a in*erior terdapat suatu daerah berbentuk segitiga yang dinamakan impressio suprarenalis. .i sebelah kiri *issura ligamenti %enosi terdapat sulcus oesophagealis yang ditempati oleh antrum cardiacum oesophagei. Pada pars dorsalis *acies diaphragmaticae terdapat suatu bagian yang tidak tertutup oleh peritoneum dan melekat pada diaphragma melalui jaringan ikat longgar. Bagian
2

tersebut dinamakan area nuda hepatis (bare area o* the li%er) yang dibatasi oleh partes superior et in*erior ligamenti coronaria hepatis. Pars dextra bersatu dengan ketiga bagian lainnya dari *acies diaphragmatica.

$. )acies %isceralis (*ascia in*erior) hepar 4ekung dan menghadap ke dorsokaudal kiri, ditandai oleh adanya alur dan bekas alat yang berhubungan dengan hepar. )acies %isceralis tertutup peritoneum kecuali di tempat %esica *ellea. ,lur alur memberikan gambaran seperti huru* 5H6 dan dibentuk oleh + a. )ossae sagitalis dextra et sinistra (kaki huru* 5H6) b. Porta hepatis (bagian yang melintang) )ossa sagitalis sinistra (*isura longitudinalis) memisahkan lobus dextra dan lobus sinistra hepatis. Porta hepatis memotong tegak lurus dan membaginya menjadi dua bagian, yaitu *issura ligamenti teretis dan *ossa duktus %enosus. )isura ligamenti teretis merupakan bagian %entral, ditempati oleh ligamentum teres hepatis (embriologi berasal dari /. umbilikalis) dan terdapat diantara lobus 7uadratus dan lobus sinister hepatis. )ossa ductus %enosus terdapat dibagian dorsal diantara lobus caudatus an lobus sinistra hepar. .itempati oleh ligamentum %enosum arantii (embriologik berasal dari ductus %enosus arantii). )ossa sagitalis dextra dibagi oleh porta hepatis menjadi dua bagian, yaitu *ossa %esi%a *ellea (dibagian %entral, ditempati oleh %esika *ellea) dan *ossa %ena ca%a in*erior (di bagian dorsal ditempati oleh %en ca%a in*erior). Porta hepatis (*issura trans%ersa) panjangnya kira kira & cm, memisahkan lobus 7uadratus disebelah %entral serta lobus caudatus dan proc. caudatus di dorsal. Porta hepatis ditempati oleh$+ /ena porta ,rteri hepatica
3

.uctus choledochus 8er%us hepaticus .uctus lymphaticus

/ena porta, arteri hepatica dan ductus choledochus terbungkus oleh ligamentum hepato( duodenale. Biasanya hepar dianggap mempunyai dua lobi, yaitu lobus dextra dan lobus sinistra hepar. Lobus Dextra Hepatis 9obus dextra # kali lebih besar daripada lobus sinistra hepatis dan menempati regio hypocondrica dextra. Pada lobus dextra terdapat lobus 7uadratus dan lobus caudatus -pigeli. 9obus 7uadratus terdapat diantara %esica *ellea dan *issura ligamenti teretis, batasnya adalah+ /entral + margo in*erior hepar yaitu bagian yang tipis, tajam dan ditandai oleh adanya incisura ligamenti teretis. .orsal + porta hepatis 2anan + *ossa %esica *ellea 2iri + *issura ligamenti teretis

9obus caudatus -pigeli terdapat pada *acies dorsalis lobus hepatis dextra setinggi %ertebrae :h 1(10, batas batasnya + 2audal + porta hepatis 2anan + *ossa %enae ca%a in*erior 2iri + *issura ligamenti %enosi

Proc. caudatus adalah penonjolan yang menghubungkan lobus caudatus dan lobus hepatis dextra, membentang miring ke arah lateral dari tepi distal lobus caudatus ke *acies %isceralis lobus hepatis dextra disebelah dorsal porta hepatis. Lobus Sinistra Hepatis
4

9ebih kecil dan lebih rata dari lobus dextra, terletak di regio epigastrica dan regio hypochondrica sinistra. Hepatic Triad .uctus choledochus, arteri hepatica dan %ena porta yang terbungkus di dalam ligamentum hepato(duodenale di sebelah %entral *oramen epiploicum ;inslo i membentuk suatu triad (tiga serangkai) yang dinamakan hepatic triad, dengan susunan sebagai berikut$ + .uctus choledochus /ena porta ,rteri hepatica LIGAMENTUM HEPATICAE 1. <erupakan lipatan peritoneum + 9igamentum *alci*orme hepatis 9igamentum coronaria hepatis 9igamentum triangulare dextra 9igamentum triangulare sinistra

$. Peninggalan embrional + ligamentum teres hepatis (dari %ena umbilicalis) 9igamentum *alci*orme hepatis dibentuk oleh dua lembaran peritoneum yang menjadi satu ligamentum coronaria hepatis terdiri dari atas dua lembar, lembar dibagian dorsal berjalan ke ren dan glandula suprarenalis dextra sehingga dinamakan ligamentum hepato(renalis. 9igamentum triangulare dextra (ligamentum lateralis dextra) dibentuk oleh kedua lembaran ligamentum coronaria hepatis. 9igamentum triangulare sinistra (ligamentum lateralis sinistra) di sebelah kiri berakhir sebagai suatu ikat *ibrosa yang kuat yang dinamakan appendix *ibrosa hepatis.!

.iantara hepar dan cur%atura minor terdapat ligamnetum hepato(gastricum sedangkan dengan duodenum dihubungkan oleh ligamentum hepato(duodenale. Hepar di*iksasi oleh + 9igamentum coronaria hepatis 9igamentum triangulare hepatis /ena ca%a in*erior /ascularisasi hepar, yaitu + ,rteri hepatica /ena porta /%. hepaticae .alam perjalanannya ke dalam parenkim hepar ,. Hepatica dan /. Porta terbungkus didalam capsula *ibrosa =lissoni.3 -edangkan persara*an hepar berasal dari + 8n. /agi dextra et sinistra Plexus symphaticus coeliacus ,pparatus excretorius hepar adalah salurang yang berhubungan dengan penyaluran sekresi yang dihasilkan oleh hepar, terdiri atas + .uctus hepaticus /esica *ellea .uctus cysticus .uctus choledochus

.uctus hepaticus dibentuk oleh ductus hepaticus dextra dan ductus hepaticus sinistra, masing masing berasal dari lobus hepatis dextra dan lobus hepatis sinistra. Bersama sama dengan ductus cysticus, ductus hepaticus membentuk ductus choleduchus.$

BAB II PATOGENESIS

$.1 <>2,80-<> 4>.>?, :rauma :umpul ,bdominal (Blunt) Pukulan langsung, misalnya kena pinggir ba ah stir mobil atau pintu yang masuk (intruded) pada tabrakan kendaraan bermotor, dapat mengakibatkan cedera tekanan atau tindasan pada isi abdomen. 2ekuatan ini merusak bentuk organ padat atau berongga dan dapat mengakibatkan ruptur, khususnya pada organ yang menggembung (misalnya uterus yang hamil), dengan perdarahan sekunder dan peritonitis. -hearing injuries pada organ isi abdomen merupakan bentuk trauma yang dapat terjadi bila suatu alat penahan (seperti sabuk pengaman jenis lap belt atau komponen sabuk bahu)dipakai dengan cara yang salah. Penderita yang cedera dalam tabrakan kendaraan bermotor juga dapat menderita cedera deceleration karena gerakan yang berbeda dari bagian badan yang bergerak dan yang tidak bergerak, pada hati dan limpa yang sering terjadi (organ bergerak) ditempat jaringan pendukung (struktur tetap) pada tabrakan tersebut. Pada penderita yang dilakukan laparatomi oleh karena trauma tumpul (blun injury), organ yang paling sering cedera, adalah limpa (!" &&@), hati (3& !&@)dan hematoma retroperitoneum (1&@).3 ?encana pengelolaan untuk pasien dengan trauma abdomen yang signi*ikan diuraikan pada =ambar $$(3.

Pasien yang datang dengan tanda(tanda peritonitis atau massi%e hemoperitoneum adalah diintubasi, resusitasi cairan, dan ditrans*er ke ruang operasi untuk eksplorasi abdomen. Pasien yang mengalami cedera akibat trans*er energi yang tinggi, seperti ketika mabuk atau dengan cedera kepala secara bersamaan, menjalani .P9 sebagai e%aluasi a al. .P9 yang positi* pada pasien yang memiliki resiko tinggi seperti ini memerlukan eksplorasi abdomen yang segera. Pasien dengan hemodinamik yang stabil yang memiliki hasil .P9 samar(samar ($","""(1"",""" ?B4Amm3) menjalani 4: scan abdomen untuk menyingkirkan cedera organ utama yang solid. 4edera limpa dan hati pada pasien de asa dieksplorasi dan cedera yang lebih ringan harus diamati. Pasien yang secara hemodinamik stabil mengalami cedera akibat dari trans*er energy rendah die%aluasi oleh 4: scan abdomen dan diamati jika kelas B000 cedera organ %isceral padat dikon*irmasi. ,tau, jika 4: scan tidak tersedia, atau ada beberapa pasien, .P9 digunakan sebagai tes skrining a al dengan hasil positi* lebih lanjut ditandai dengan 4: scan. <ereka yang hadirC 1$ jam setelah trauma diamati atau die%aluasi dengan 4: abdomen, tergantung pada pemeriksaan a al *isik dan cedera yang berhubungan. ,lgoritma diagnostik memberikan pedoman umum untuk e%aluasi a al, sebagai in*ormasi lebih lanjut, algoritma ini dimodi*ikasi sesuai kebutuhan dengan menyertakan inter%ensi tambahan atau terapeutik diagnostik. 0nter%ensi ini mungkin termasuk (1) x(ray mempelajari tulang belakang, dada dan ple%is, ($) 4: scan kepala, (3) pyelography intra%ena, (!) cystourethrography retrograd, (&) duodenography kontras, atau (#) diagnostik atau terapi angiogra*i.D ,lgoritma keputusan juga dimodi*ikasi untuk pasien hamil atau pasien anak. 2ehamilan mengubah kedua kerentanan terhadap cedera tumpul dan respon *isiologis terhadap cedera. Eterus gra%id menempati panggul dan perut bagian ba ah dan, karenanya, rentan terhadap berbagai hasil dari pukulan langsung atau cedera sabuk pengaman. 0ni menyebabkan hasil dalam spektrum cedera dari ringan jaringan lunak kontusio gangguan dinding rahim atau abrupsio plasental dan exsanguination potensial, serta keguguran janin. .engan demikian, tata laksana cedera minor dari pasien anita seperti ini harus segera dilakukan. 2ami secara rutin menggunakan .P9 (teknik terbuka) pada pasien hamil sekaligus menge%aluasi uterus gra%id dengan E-=, pemantauan janin in%asi*, atau amniosentesis.'

2etidakstabilan hemodinamik, ruptur uterus, plasenta, ga at janin, dan amniosentesis berdarah indikasi untuk eksplorasi perut darurat dan e%akuasi uterus, dengan kemungkinan terburuk adalah histerektomi. >%aluasi trauma pada pediatrik memberi tantangan khusus untuk para klinisi karena dengan ukuran dan *isiologi yang unik dari anak(anak. >lastisitas tulang rusuk yang lebih rendah dan ukuran dari rongga abdomen yang relati* besar meningkatkan kerentanan untuk mengalami cedera intra(abdominal. .i sisi lain, pola cedera ditemui pada populasi pediatrik dan potensi yang lebih besar untuk hemostasis spontan menjamin pendekatan yang lebih selekti*. Hepar dan limpa merupakan cedera yang umum dan sering orang tua setuju untuk dilakukan tindakan non(operati%e, sedangkan *raktur pankreas merupakan kejadian yang sering dan per*orasi usus jarang terjadi. :erlepas dari kenyataan ini, kami mempertahankan sikap agresi* terhadap e%aluasi abdomen karena keadaan *isiologis yang terbatas pada anak( anak. .P9 terlalu positi* pada anak(anak dengan hemodinamik stabil die%aluasi lebih lanjut dengan 4: scan untuk memastikan cedera organ padat yang dapat dikelola. 8amun, eksplorasi abdomen a al dilakukan pada pasien dengan keadaan hemodinamik yang tidak stabil, kebutuhan untuk trans*usi darah sedang berlangsung, dan la%age peritoneal positi* oleh enFim.' .iagnosa Pada penderita hipotensi, tujuan sang dokter adalah secepatnya menentukan apakah ada cedera abdomen dan apakah itu penyebab hipotensinya. Penderita yang normal hemodinamiknya tanpa tanda tanda peritonitis dapat dilakukan e%aluasi yang lebih teliti untuk menentukan cedera *isik yang ada (trauma tumpul).G A. Riwa at tra!ma <ekanisme peristi a trauma sangat penting dalam menentukan kemungkinan cedera organ intra(abdomen. -emua in*ormasi harus diperoleh dari saksi mata kejadian trauma, termasuk mekanisme cedera, tinggi jatuh, kerusakan interior dan eksterior kendaraan dalam kecelakaan kendaraan bermotor, kematian lainnya di lokasi kecelakaan, tanda %ital, kesadaran, adanya perdarahan eksternal, jenis senjata, dan seterusnya.G

B. Pemeri"#aan $i#i"
10

Pemeriksaan abdomen harus dilakukan dengan cara yang teliti dan sistematis dengan urutan + inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi. Penemuannya, positi* atau negati* , harus direkam dengan teliti dalam catatan medis. Pada saat kedatangan ke rumah sakit, mekanisme dan pemeriksaan *isik biasanya akurat dalam menentukan cedera intra(abdomen pada pasien dengan kesadaran yang terjaga dan responsi*, meskipun terdapat keterbatasan pemeriksaan *isik. Banyak pasien dengan perdarahan intra(abdomen yang moderat datang dalam kondisi hemodinamik yang terkompensasi dan tidak memiliki tanda(tanda peritoneal 1. In#pe"#i Penderita harus ditelanjangi. 2emudian periksa perut depan dan belakang, dan juga bagian ba ah dada dan perineum, harus diperiksa untuk goresan, robekan, luka, benda asing yang tertancap serta status hamil. Penderita dapat dibalikkan dengan hati hati untuk mempermudah pemeriksaan lengkap. %. A!#"!&ta#i <elalui auskultasi ditentukan apakah bising usus ada atau tidak. .arah intraperitoneum yang bebas atau kebocoran (ekstra%asasi) abdomen dapat memberikan ileus, mengakibatkan hilangnya bunyi usus. 4edera pada struktur berdektan seperti tulang iga, tulang belakang, panggul juga dapat menyebabkan ileus meskipun tidak ada cedera di abdomen dalam, sehingga tidak adanya bunyi usus bukan berarti pasti ada cedera intra(abdominal. '. Per"!#i <anu%er ini menyebabkan pergerakan peritoneum, dan dapat menunjukkan adanya peritonitis yang masih meragukan. Perkusi juga dapat menunjukan bunyi timpani akibat dilatasi lambung akut di kuadran atas atau bunyi redup bila ada hemiperitoneum. (. Pa&pa#i 2ecenderungan untuk menggerakan dinding abdomen (voluntary guarding) dapat menyulitjan pemeriksaan abdomen. -ebaliknya de*ans muscular (involuntary guarding) adalah tanda yang handal dari iritasi peritoneum. :ujuan palpasi adalah mendapatkan adanya dan menentukan tempat dari nyeri tekan super*isial, nyeri tekan dalam atau nyeri lepas. 8yeri lepas terjadi ketika tangan yang menyentuh perut dilepaskan tiba tiba, dan biasanya menandakan peritonitis yang timbul akibat adanya darah atau isi usus. .engan
11

palpasi juga dapat ditentukan uterus yang membesar dan diperkirakan umur janin.1" C. Pemeri"#aan pen!n)an* -elanjutnya, luka retroperitoneal dan panggul tidak dapat dikesampingkan hanya didasarkan pada temuan *isik. 2ami menganggap bah a e%aluasi abdomen yang objekti* diperlukan dan harus didapatkan dengan meman*aatkan salah satu modalitas diagnostik yang tersedia di samping pemeriksaan *isik. :es pilihan akan tergantung pada stabilitas hemodinamik pasien dan keparahan cedera terkait.1" Pasien hemodinamik stabil dengan trauma tumpul dan kondisi yang memadai die%aluasi oleh studi E-= abdomen atau 4:, kecuali luka parah lain mengambil prioritas dan pasien harus pergi ke ruang operasi sebelum e%aluasi perut objekti*. .alam kasus seperti itu, peritoneal la%age diagnostik biasanya dilakukan di ruang operasi untuk menyingkirkan cedera intra(abdomen dan memerlukan eksplorasi bedah segera. Pasien trauma tumpul dengan ketidakstabilan hemodinamik harus die%aluasi dengan E-= di ruang resusitasi, jika tersedia, atau dengan la%age peritoneum untuk menyingkirkan cedera intra(abdomen sebagai sumber hilangnya darah dan hipotensi. Pemeri"#aan Ront*en Pemeriksaaan ronsen ser%ikal lateral, toraks anteroposterior (,P), dan pel%is adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita dengan multitrauma. Pada penderita yang hemodinamik normal maka pemeriksaan ronsen abdomen dalam keadaan terlentang dan berdiri (sambil melindungi tulang punggung) mungkin berguna untuk mengetahui uadara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di ba ah dia*ragma, yang keduanya memerlukan laparatomi segera. Hilangnya bayangan pinggang (psoas shado ) juga menandakan adanya cedera retroperitoneum. Bila *oto tegak dikontra(indikasikan karena nyeri atau patah tulang punggung, dapat digunakan *oto samping sambil tidur (le*t lateral decubitus) untuk mengetahui udara bebas intraperitoneal. Dia*no#ti" Peritonea& La+a*e ,DPL.iagnostik peritoneal la%age merupakan tes cepat dan akurat yang digunakan untuk mengidenti*ikasi cedera intra(abdomen setelah trauma tumpul pada pasien hipotensi atau tidak responsi* tanpa indikasi yang jelas untuk eksplorasi abdomen.
12

Pemeriksaan ini harus dilakukan oleh tim bedah yang mera at penderita dengan hemodinamik abnormal dan menderita multitrauma, teristime a kalau terdapat situasi sebagai berikut 1$+ Perubahan sensorium cedera kepala,intoksikasi alkohol, penggunaan obat terlarang. Perubahan perasaan cedera jaringan sara* tulang belakang. 4edera pada struktur berdekatan tulang iga ba ah, panggul, tulang belakang dari pinggang ba ah (lumbar spine). Pemeriksaan *isik yang meragukan. ,ntisipasi kehilangan kontak panjang dengan pasien Pemeriksaan *isik a al abdomen sering gagal untuk mendeteksi cedera abdomen yang signi*ikan dalam konteks trauma multisistem. Penundaan dalam mendiagnosis menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan kematian, ra at inap berkepanjangan, dan akhirnya, biaya kesehatan lebih besar. Pengenalan .iagnostik Peritoneal 9a%agediagnostik (.P9) pada tahun 1D#& memberikan metode yang aman dan murah untuk dengan cepat mengidenti*ikasi ancaman cedera intraperitoneal. <eskipun popularitas yang luas biasa dari 4: scan di ,merika -erikat dan ultrasonogra*i di >ropa dan Hepang, kami percaya .P9 tetap merupakan bagian integral dari e%aluasi pasien trauma abdomen. ,da tiga metode dasar memasukkan kateter .P9 ke dalam rongga peritoneal. Pendekatan tertutup terdiri dari memasukkan kateter dalam motode blind percutaneus. <asalah utama dengan pendekatan ini adalah kedalaman penetrasi tidak dapat terukur, yang membuat struktur intraperitoneal atau retroperitoneal mengalami risiko per*orasi. -ayangnya, teknik -eldinger ire pada orang de asa masih kurang optimal karena kurangnya pengembalian la%age. Prosedur terbuka, melintasi dinding perut dengan %isualisasi langsung, lebih aman, tapi menghabiskan lebih banyak aktu, dan udara dapat masuk ke dalam rongga peritoneum. 2ami lebih suka teknik semiopen dilakukan pada cincin in*raumbilical sebagai solusinya, pendekatan ini cepat, mudah, dan sangat dapat diandalkan. Prosedur yang sama dapat digunakan pada pasien dengan *raktur panggul karena hematoma yang membesar di anterior dibatasi oleh cincin in*raumbilical. -ebelum memperkenalkan kateter dan .P9,
13

kandung kemih yang membesar didekompresi dengan 8=: dan kateter )oley. .aerah periumbilikalis dicukur, disiapkan dengan solusi po%idone(iodida, dan dibungkus secara steril. .aerah ini di anestesi dengan anestesi lokal (1@ tanpa epine*rin 1ylocaine). -ebuah sayatan melengkung dibuat untuk satu sisi umbilikus, pada tingkat cincin in*raumbilical. 2euntungan dari membuat sayatan pada daerah ini adalah %askularitas yang relati* sedikit, kurangnya lemak preperitoneal, dan dinding dari peritoneum yang tidak keras karena dihasilkan dari sisa(sisa arteri umbilikalis dan urachus. -ayatan dilakukan ke linea alba, sambil memastikan hemostasis pasien secara teliti. -ebuah sayatan &mm dibuat di linea alba, dan ujung(ujung bebasnya di*iksir dengan klem. -ementara meninggikan dinding perut dengan traksi pada klem, kateter dialisis standar dengan trocar kemudian dimasukkan ke dalam rongga peritoneum ke arah panggul. -etelah kateter dimasukkan ke dalam peritoneum, trocar ditarik dan kateter diarahkan ke panggul 2riteria standar untuk la%age peritoneal yang positi* meliputi aspirasi setidaknya 1" m9 darah, la%age e*luen berdarah, sel darah merah hitung lebih besar dari 1"".""" A mm3, sel darah putih hitung lebih besar dari &""Amm3, amilase lebih besar dari 1'& 0E A d9, atau deteksi empedu, bakteri, atau serat makanan. 0ndikasi dan kontraindikasi untuk peritoneal la%age tercantum dalam 2otak $"(3. :es ini sangat sensiti* terhadap adanya darah intraperitoneal, namun, spesi*isitas yang rendah dan karena tes positi* mendorong eksplorasi bedah, sejumlah besar eksplorasi akan nontherapeutic. 9uka signi*ikan juga mungkin terle atkan oleh peritoneal la%age diagnostik. trauma dia*ragma, hematoma retroperitoneal, dan ginjal, pankreas, kandung kemih luka duodenum, usus kecil, dan sering kurang terdiagnosis oleh peritoneal la%age saja. 2omplikasi jarang terjadi dan sebagian besar terkait dengan cedera iatrogenik disebabkan selama penyisipan kateter ke dalam rongga perut. -ebuah teknik semi(terbuka atau terbuka menjadi metode yang disukai untuk menghindari atau mengurangi timbulnya komplikasi tersebut. .iagnostik hasil la%age peritoneum dapat menyesatkan dengan adanya patah tulang panggul. Hasil positi* palsu diharapkan karena perdarahan dari retroperitoneum ke dalam rongga peritoneal. 9uka perut dan sisi anterior dapat secara akurat die%aluasi oleh peritoneal la%age. Hasil positi* palsu sering terjadi setelah peritoneal la%age karena perdarahan dari dinding perut, sehingga meningkatkan jumlah eksplorasi
14

negati*. 2elemahan lain peritoneal la%age potensi adalah akurasi rendah dalam diagnosis cedera %iskus berongga. <asih ada perdebatan mengenai kriteria positi* yang paling tepat untuk menentukan ambang batas untuk eksplorasi bedah setelah menusuk luka perut. Hika jumlah sel darah merah 1"""Amm3 dianggap, jumlah eksplorasi negati* mungkin di atas $"@. Hika hitungan 1"".""" A mm3 dianggap, tingkat cedera terja ab akan mendekati &@. :idak ada konsensus mengenai hal ini, meskipun pusat(pusat trauma yang paling menggunakan ambang rendah (jumlah sel antara 1""" dan &"""Amm3) untuk eksplorasi. .iagnosis luka tusuk abdomen penetrasi perut anterior dapat die%aluasi dengan diagnostik peritoneal la%age dalam upaya untuk menentukan apakah pasien berada dalam keadaan ga at darurat atau tidak. Pasien dengan hemodinamik stabil disertai pemeriksaan *isik yang normal diperiksa dan die%aluasi dengan peritoneal la%age tertutup. Hika jumlah sel darah merah dalam cairan la%age lebih besar dari 1"""Amm3, pasien dira at untuk obser%asi. Pasien dengan hemodinamik stabil disertai e%iserasi tapi tanpa nyeri perut harus diobser%asi di ugd. Pada !! pasien jumlah sel darah merah kurang dari 1"""Amm3, 3! dipulangkan ke rumah, dan tidak diperlukan laparotomi. :iga puluh delapan pasien diamati karena jumlah sel darah merah lebih besar dari 1"""Amm3. .ari delapan pasien yang menunjukkan tanda( tanda peritoneal dan menjalani laparotomi eksplorasi, ada lima pasien yang positi*. Penulis menyimpulkan bah a pasien yang mempertahankan luka tusukan dapat pulang dengan aman ke rumah jika jumlah sel darah merah kurang dari 1"""Amm3, asalkan hemodinamik stabil dan tidak memiliki indikasi yang jelas, berdasarkan pemeriksaan *isik, dan untuk inter%ensi operati*. :etapi pendekatan ini memerlukan %alidasi lebih lanjut. 13

15

U&tra#o!n. .ia*no#ti" ,USGE-= telah sering digunakan dalam beberapa tahun terakhir di ,merika -erikat untuk e%aluasi pasien dengan trauma tumpul abdomen. :ujuan e%aluasi E-= untuk mencari cairan intraperitoneal bebas. Hal ini dapat dilakukan secepatnya, dan ini sama akuratnya dengan diagnostik peritoneal la%age untuk mendeteksi hemoperitoneum. E-= juga dapat menge%aluasi hati dan limpa meskipun tujuan E-= adalah untuk mencari cairan bebas di intrapreitoneal. <esin portabel dapat digunakan di ruangan
16

resusitasi atau di ga at darurat pada pasien dengan hemodinamik stabil tanpa menunda tindakan resusitasi pada pasien tersebut. 2euntungan lain dari E-= daripada diagnostik peritoneal la%age adalah E-= merupakan tindakan yang non(in%asi*. :idak diperlukan adanya tindakan lebih lanjut setelah E-= dinyatakan negati* pada pasien yang stabil. Hasil 4: dari abdomen biasanya sama dengan E-= bila hasilnya positi* pada pasien yang stabil. 2euntungan dan kerugian dari E-= perut terdapat dalam 2otak $"(!. -ensiti%itas berkisar dari G&@ sampai DD@, dan spesi*isitas dari D'@ sampai 1""@.11 Penggunaan E-= untuk e%aluasi trauma tembus abdomen dilaporkan terbatas. Baru( baru ini, sebuah studi prospekti* dilakukan untuk menge%aluasi kegunaan E-= sebagai tes skrining pada trauma tembus dan pada trauma tumpul. Penelitian ini melibatkan luka tusuk serta luka tembak. -ensiti%itas E-= keseluruhan adalah !#@ dan spesi*isitas adalah D!@. -tudi ini menunjukkan bah a E-= pada trauma tembus tidak dapat diandalkan seperti pada trauma tumpul. Hika E-= positi*, pasien harus dioperasi. Hika negati*, pemeriksaan lebih lanjut harus dilakukan.

17

Comp!te. Tomo*rap/ A0.omen ,CT S1an A0.omen4: adalah metode yang paling sering digunakan untuk menge%aluasi pasien dengan trauma abdomen tumpul yang stabil. ?etroperitoneum dapat die%aluasi dengan baik oleh 4:. 0ndikasi dan kontraindikasi 4: perut tercantum dalam 2otak $"(&. 2elemahan dari 4: adalah bah a pasien harus diba a ke ruangan radiologi, dan mahal dibandingkan dengan tes lainnya. 4: juga menge%aluasi cedera organ padat, dan pada pasien stabil dengan E-= positi* itu diindikasikan cedera organ dan perlu untuk e%aluasi dengan menggunakan ekstra%asasi kontras. Hika ekstra%asasi media
18

kontras terlihat, bahkan dalam trauma hepar atau trauma limpa, maka suatu laparotomi eksplorasi atau, yang lebih baru lagi yaitu angiogra*i dan embolisasi harus dilakukan. 0ndikasi lain untuk 4: adalah dalam e%aluasi pasien dengan cedera organ padat yang a alnya dira at dengan keadaan non(operati* yang disertai adanya penurunan nilai hematokrit. 2ekurangan 4: yang paling utama adalah ketidakmampuan untuk mendiagnosa cederal organ %iskus berongga (2otak $"(#). Biasanya, adanya cairan bebas pada 4: abdomen tanpa cedera organ padat harus di aspadai adanya cedera pada mesenterika, usus, atau kandung kemih, dan laparotomi eksplorasi harus segera dilakukan.G

-alah satu masalah yang paling menarik tentang e%aluasi obyekti* trauma tumpul abdomen oleh 4: adalah apa yang harus dilakukan ketika ditemukan adanya cairan bebas tanpa tanda(tanda organ padat atau cedera mesenterika. .itambah dengan sensiti%itas yang relati* kurang bagi 4: untuk mendiagnosa cedera %iskus berongga, itu menciptakan dilema bagi dokter bedah. Pilihan yang baik untuk pasien adalah
19

pembedahan eksplorasi abdomen dan menerima tingkat resiko yang signi*ikan pada laparotomi nontherapeutic atau untuk mengamati dan IbertindakI ketika tanda(tanda peritoneal berkembang, mengingat bah a keterlambatan dalam diagnosis cedera usus adalah *atal. -ebuah sur%ei terbaru dari dokter bedah trauma yang ditanya apa yang akan menjadi penatalaksanaan yang tepat pasien dalam keadaan ini menunjukkan berbagai tanggapan+ !$@ akan melakukan diagnostik peritoneal la%age, $G@ akan mengamati pasien, 1#@ laparotomy eksplorasi, dan 1$@ akan mengulangi 4: perut. 2eakuratan 4: berkisar antara D$@ sampai DG@ dengan tingkat positi* palsu dan negati* palsu yang rendah. <eskipun penggunaan 4: abdomen dalam e%aluasi trauma tembus abdomen telah dibatasi karena sensiti%itas rendah dalam mendiagnosis cedera usus dan cedera dia*ragma, teknologi baru (4: spiral) telah die%aluasi dalam situasi ini dan dengan demikian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan penatalaksanaan nonoperati%e pada kasus tertentu. <anajemen nonoperati%e luka tusukan di perut anterior telah ditekankan karena tingkat morbiditas tinggi setelah laparotomi nontherapeutic. .alam satu studi, triple kontras heliks 4: die%aluasi sebagai alat diagnostik pada cedera tembus abdomen. Penulis menyimpulkan bah a 4: akurat untuk memprediksi kebutuhan laparotomi pada D&@ pasien.G

20

DPL 2ERSUS ULTRASOUND 2ERSUS CT SCAN PADA TRAUMA TUMPUL

DPL In.i"a#i

USG

CT cairan <enentukan organ

<enentukan adanya <enentukan perdarahan bila J BP bila J BP

cedra bila BP normal cepat, Paling spesi*ik untuk dan cedera, akurasi D$
21

Ke!nt!n*an

.iagnostik cepat dan .iagnosis sensiti*, akurasi DG@ tidak in%asi*

dapat

diulang, DG@

akurasi G# D'@ Ker!*ian 0n%asi*, mengetahui dia*ragma cedera retroperitoneum gagal :ergantung operator <embutuhkan biaya cedera distorsi gas usus dan dan atau udara diba ah kulit, lama, gagal cedera mengetahui mengetahui dan usus aktu yang lebih tidak cedera

dia*ragma dia*ragma,pankreas

usus, dan pankreas

PENATALAKSANAAN Ta0&e %3413 44 Li+er In)!r S1a&e 5 ,155( Re+i#ionT9PE GRADE678 IN;UR9 0 Hematoma 9aceration 00 Hematoma 9aceration 000 Hematoma O: DESCRIPTION O: IN;UR9 -ubcapsular, B1"@ sur*ace area 4apsular tear, B1 cm in parenchymal depth -ubcapsular, 1"@(&"@ sur*ace areaK intraparenchymal, B1" cm in diameter 4apsular tear, 1(3 cm in parenchymal depthK B1" cm in length -ubcapsular, C&"@ sur*ace area o* ruptured subcapsular or parenchymal hematomaK intraparenchymal hematoma, C1" cm or expanding 9aceration 0/ / 9aceration 9aceration /ascular /0 /ascular 3 cm in parenchymal depth Parenchymal disruption in%ol%ing $&@('&@ o* the hepatic lobe or 1(3 4ouinaud segments Parenchymal disruption in%ol%ing C'&@ o* the hepatic lobe or C3 4ouinaud segments ithin a single lobe Huxtahepatic %enous injuries, i.e., retrohepatic %ena ca%aAcentral major hepatic %eins Hepatic a%ulsion

22

From Moore EE, Cogbill TH, Jur ovic! "J, et al# $rgan in%ury scaling# Spleen and liver &'(() revision*+ J Trauma ,-#,.,/,.), '((0, 1it! permission+ 111+l11+com

Mana)emen nonoperati$ Pada pasien cedera tumpul hepatik dengan hemodinamik stabil tanpa indikasi lain untuk eksplorasi penanganan yang terbaik adalah dengan pendekatan konser%ati* nonoperati*. Pasien yang stabil tanpa tanda(tanda peritoneal lebih baik die%aluasi dengan menggunakan E-=, dan jika ditemukan kelainan, 4: scan dengan kontras harus dilakukan. .engan tidak adanya ekstra%asasi kontras selama *ase arteri 4: scan, cedera yang ada dapat ditangani secara nonoperati*. 2riteria klasik untuk penanganan nonoperati%e pada trauma hepar diantaranya adalah stabilitas hemodinamik, status mental normal, tidak adanya indikasi yang jelas untuk laparotomi seperti tanda peritoneum, trauma hepar kelas rendah (kelas 0(000), dan kebutuhan trans*usi kurang dari $ unit darah. Baru(baru ini, kriteria ini telah ditantang dan indikasi yang lebih luas untuk manajemen nonoperati%e telah digunakan. :elah menunjukkan bah a sebagian besar pasien yang dipantau hematokritnya secara serial dan tanda(tanda %ital bukan oleh pemeriksaan abdomen serial, yang merupakan alasan mengapa status mental yang utuh bukan sine 2ua non untuk manajemen nonoperati%e. -elanjutnya, jika hematokrit turun, sebagian besar pasien akan menjalani 4: scan ulang untuk menge%aluasi dan mengukur hemoperitoneum tersebut. 2eberhasilan melaporkan keseluruhan manajemen nonoperati%e cedera tumpul hati sebesar D"@. :ingkat keberhasilan penanganan nonoperati* dari nilai cedera 0 hingga 000 sekitar D&@, sedangkan untuk cedera kelas 0/ dan / tingkat keberhasilan menurun menjadi '&@ sampai G"@. .engan menggunakan angiogra*i dan embolisasi superselecti%e pada pasien dengan perdarahan yang persisten, tingkat keberhasilan mungkin sebenarnya lebih tinggi. 13 >mbolisasi angiogra*ik telah ditambahkan ke protokol untuk manajemen nonoperati%e trauma hepar di beberapa institusi dalam upaya untuk mengurangi kebutuhan untuk trans*usi darah dan jumlah operasi. Pasien dira at di unit pera atan intensi* untuk dipantau tanda(tanda %ital dan hematokritnya. Biasanya, setelah !G jam pasien dipindahkan ke unit pera atan intermediate, di mana mereka mulai diet oral, namun mereka tetap istirahat sampai hari ke & post(injury. ,kti%itas *isik dapat normal kembali setelah 3 bulan dari aktu cedera.

23

-ebuah studi multicenter baru(baru ini mencoba untuk menentukan *aktor risiko dini morbiditas setelah manajemen nonoperati%e pada trauma tumpul hepar yang parah (kelas 000( /). Para penulis melaporkan tingkat komplikasi dari masing(masing trauma hepar kelas 000, 0/ dan / yaitu &@, $$@, dan &$@. -aat ini, tidak ada kriteria seleksi tunggal dapat memprediksi pasien akan gagal dalam manajemen nonoperati*. 4roce dan rekan melakukan analisa prospekti* pada 11$ pasien yang dira at secara nonoperati* selama periode $$(bulan. <ereka melaporkan tingkat kegagalan 11@ (1$ pasien), dengan lima kegagalan yang terkait hati. :idak ada hubungan antara kelas cedera dan meningkatnya tingkat kegagalan. Para penulis menyimpulkan bah a manajemen nonoperati%e aman terlepas dari keparahan cedera pada pasien hemodinamik stabilK itu mengakibatkan lebih rendah terjadinya komplikasi septik perut dan kebutuhan trans*usi menurun. <ereka juga membandingkan '" pasien dengan grade 000(/ ditangani nonoperati* dengan &" pasien yang menjalani inter%ensi bedah. :rans*usi darah pada !G jam terdiri dari $,$ dan &,G unit, dan kematian adalah '@ dan !@ untuk kontrol nonoperati%e dan operasi. <eskipun kebutuhan trans*usi sedikit lebih rendah pada kelompok nonoperati%e, tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal mortalitas. 1! <anajemen pasien dengan ekstra%asasi kontras selama *ase arteri 4: masih diperdebatkan. )ang dan rekan mengusulkan sistem klasi*ikasi berdasarkan lokasi dan karakter ekstra%asasi dan penyatuan bahan kontras dari laserasi hati pada 4:. Pada tipe 1, ada kontras ekstra%asasi ke rongga peritoneum. -emua pasien dalam kategori ini yang dibutuhkan inter%ensi operasi. :ipe $ terdiri dari hemoperitoneum dan ekstra%asasi bahan kontras dalam parenkim hati. Para penulis merekomendasikan bah a pasien dalam kategori ini menjalani angiogra*i dengan embolisasi, meskipun beberapa akan memerlukan inter%ensi operasi. :ipe 3 ditandai dengan tidak hemoperitoneum dan ekstra%asasi bahan kontras dalam parenkim hati. ,ngiogra*i diperlukan dalam subkelompok pasien, dan hasilnya biasanya baik. 4iraulo dan rekan kerja dianalisis kelompok dari 11 pasien yang membutuhkan resusitasi cairan yang terus menerus, dengan ' embolisasi yang membutuhkan. -emua upaya embolisasi berhasil. Para penulis menyimpulkan bah a hati embolisasi arteri merupakan alternati* dalam pengelolaan pasien dengan cedera hati yang berat yang memerlukan resusitasi cairan yang terus menerus, sehingga menjembatani pilihan terapeutik inter%ensi operati* dan nonoperati%e Perhatian yang paling penting dari manajemen nonoperati%e adalah potensi untuk cedera terja ab, terutama per*orasi %iskus berongga. 2eterlambatan dalam mendiagnosis cedera
24

%iskus berongga dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang signi*ikan meningkat. 13 Mana)emen operati$ ?encana untuk melakukan operasi yang mendesak merupakan triage yang dilakukan di E=. dan keputusan untuk operasi dibuat oleh ahli bedah trauma. ?uang operasi di banyak rumah sakit tidak segera berdekatan dengan departemen ga at darurat dan dapat dihapus lebih lanjut jika pasien harus menjalani e%aluasi di departemen radiologi. Hadi, aktu transportasi pasien ke ruang operasi sangat penting dan tergantung pada mekanisme cedera, status *isiologis pasien dan respon terhadap resusitasi, hasil studi diagnostik kritis dan konsultasi yang tepat, dan ketersediaan ruang operasi. Entuk pasien dengan syok re*rakter menyusul luka tembak perut dapat dira at dalam unit ga at darurat tinggal dalam aktu yang singkat (misalnya 1" sampai 1& menit), sedangkan pasien yang stabil dengan trauma tumpul multisistem mungkin dapat tetap dira at dalam ruang unit ga at darurat atau departemen radiologi untuk beberapa aktu. :riase yang prematur untuk memasukkan pasien ke ruang operasi dapat mengakibatkan laparotomy yang tidak perlu, penundaan dalam e%aluasi keadaan pasien, atau ancaman terhadap anggota tubuh sebagai cedera extra abdominal. 8amun, penundaan di unit ga at darurat dapat mengakibatkan kerusakan *isiologis yang mengarah ke shock ire%ersibel dan koagulopati. :rans*er ke ruang operasi harus dilakukan oleh personel yang berpengalaman siap mengelola keadaan darurat akut. 2esalahan umum meliputi manajemen jalan na*as yang tidak memadai, tabung oksigen, garis aman, dan pemantauan pasien yang tidak baik. -etiap rumah sakit harus menetapkan protokol untuk memastikan transportasi pasien tepat operasi.1! cedera hepatik Hati adalah organ yang paling sering mengalami cedera intra abdomen, dan lebih dari G&@ dari cedera hepar dapat dikelola dengan teknik hemostatik sederhana. =auFe packing dapat menghentikan perdarahan akti* dari cedera hati yang paling super*icial. Entuk perdarahan super*icial yang berlanjut, electrocautery argon beam coagulation dan agen hemostatik topikal umumnya e*ekti*. Pro*ilaksi drainase perihepatic tidak diperlukan untuk ini laserasi parenkim kecil ini. Prioritas utama pada pasien dengan perdarahan hati yang parah adalah resusitasi pasien. <anu%er Pringle (oklusi sementara dari sistem porta hepar, yaitu %ena portal, arteri hepatik,
25

aktu, e*isien, dan aman dari ruang resusitasi ga at darurat menuju ke ruang

dan duktus biliaris communis) dan packing hepar yang ketat merupakan manu%er penting untuk mengkompensasi kehilangan darah. <eskipun hepar manusia yang mentoleransi iskemia hangat yang secara tradisional dianggap dalam hitungan menit, namun periode aman sekarang dianggap lebih dari satu jam. 2egagalan manu%er Pringle untuk memperlambat perdarahan adalah hasil dari %ena hepatik robeknya %ena ka%a retrohepatic atau deri%asi menyimpang dari arteri hepatik lobar. .alam studi anatomi <ichel, arteri hepatika sinistra muncul dari arteri lambung kiri pada $&@ pasien dan merupakan arteri utama untuk lobus kiri di 1$@. .emikian pula, arteri hepatika dekstra berasal dari arteri mesenterika unggul dalam 1'@ pasien dan merupakan prinsip lobar arteri di 1$@. ,rteri hepatik aksesori seperti tidak terletak dalam hepaties portal, dan, karenanya, harus tersumbat secara terpisah. Hika oklusi %askular hepar berhasil masuk, hepar maka harus dimobilisasi untuk memungkinkan pemeriksaan yang memadai luasnya cedera.1& <obilisasi hati yang memadai penting untuk proses bedah perbaikan luka hati yang kompleks. Hati dimobilisasi dengan membagi ligamentum *alsi*orme ke dia*ragma, menggores lampiran peritoneum antara lobus kiri dan kanan hati dan dia*ragma, dan menggores ligamentum segitiga kanan dan kiri untuk mengekspos %ena hepatik dan in*erior %ena. <obilisasi dilengkapi dengan menggores ligamentum gastrohepatic dan retroperitoneum sepanjang lobus caudate, yang memaparkan retrohepatic %ena ka%a di sebelah kiri. <anu%er ini memungkinkan hati harus ditarik ke dalam luka bedah garis tengah untuk cedera parenkim dan pembuluh darah diperbaiki. -itus *raktur kemudian dieksplorasi secara sistematis oleh tractotomy, dengan ligasi indi%idu dari pembuluh darah dan dibagi intrahepatik saluran empedu. Hika kapal ligasi indi%idu dan kemasan tidak mencapai hemostasis yang cukup setelah rilis oklusi aliran, hepar ligasi arteri selekti* (-H,9) harus dipertimbangkan. Prosedur ini biasanya aman karena %ena portal lobar menyediakan oksigen yang cukup ke jaringan hepatik dearterialiFed sampai agunan yang *ungsional. 2egagalan untuk mengontrol perdarahan setelah suatu manu%er Pringle e*ekti* menyiratkan luka hepar %ena. Hika perdarahan berlanjut, pilihan adalah apakah untuk melanjutkan dengan reseksi hepatik atau menggunakan packing abdomen. Packing jelas lebih disukai jika ada koagulopati re*raktori, hipotermia, luka bilobar luas, lainnya cedera yang mengancam ji a, atau kurangnya dukungan bank darah. ?e( operation direncanakan dalam aktu $! jam untuk menghilangkan packing dan debridemen hati tambahan. Packing harus dihilangkan dia al karena mereka meningkatkan tekanan intra(
26

abdomen, yang dapat mengganggu per*usi splanknikus dan ginjal, dan karena darah dikumpulkan ber*ungsi sebagai media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Hepatic lobektomi trauma , dengan angka kematian yang melebihi &"@. ,natomi hati ber%ariasi pada tiap(tiap pasien, dan ahli bedah harus akrab dengan anomali umum dari arteri hepatik, %ena hepatik dan sistem duktus bilier. .rainase duktus biliaris communis melalui : tube tidak menguntungkan melalui reseksi hepatik, namun drainase daerah perihepatic penting karena tingginya insiden kebocoran empedu pasca operasi. 4edera /ena ka%a ?etrohepatic adalah kejadian yang langka dan merupakan indikasi langsung untuk lobektomi hepar pada orang de asa. 4edera %ena ka%a akibat trauma tumpul biasanya terjadi di persimpangan dengan %ena hepatik utama . Petunjuk khas untuk cedera seperti itu adalah kegagalan manu%er Pringle, dikuatkan oleh pencurahan darah desaturated dengan mobilisasi hati. 2ebanyakan ahli bedah merekomendasikan hepatic %ascular exclusion dengan penempatan shunt retrohepatic %ena ca%a. 2ami lebih memilih balon shunt yang dimasukkan melalui persimpangan sapheno*emoral untuk tujuan ini. 8amun, meskipun ini tambahan berarti, angka kematian terus melebihi G"@ pada orang de asa. Pada anak, shunt atau lobektomi hati tidak diperlukan karena pertemuan dari %ena hepatik utama dan %ena ca%a yang lebih ekstrahepatik, akibatnya, perbaikan dapat dilakukan dengan paparan langsung dan peluang untuk menyelamatkan pasien menjadi lebih besar.1&

27

You might also like