You are on page 1of 9

1

BAB I
PENDAHULUAN

Pasien penderita sirosis mengalami resistensi insulin. Toleransi glukosa
terganggu (IGT) adalah umum terjadi, dan sekitar 20-40% penderita sirosis juga
menderita diabetes. Meskipun tidak ada tes definitif untuk membedakan diabetes
tipe 2 dengan diabetes yang disebabkan oleh penyakit hati, diabetes hati
tampaknya disebabkan oleh disfungsi dari hati. Perlu dicatat bahwa American
Diabetes Association dan Badan Kesehatan Dunia tidak mengenali diabetes hati
sebagai jenis tertentu dari diabetes. Terlepas dari apakah diagnosis pasien adalah
diabetes hati atau diabetes tipe 2, keputusan tentang kapan dan bagaimana
penanganan hiperglikemia harus mempertimbangkan pada kondisi komorbiditas
lainnya seperti disfungsi hati.
Tidak adanya faktor risiko klasik untuk diabetes tipe 2 pada pasien
diabetes dan munculnya keadaan hiperglikemia baru setelah terjadinya sirosis
membuat pasien dengan sirosis hati lebih mungkin mengalami "diabetes hati,"
juga dikenal sebagai hepatogenous diabetes.
Patogenesis dari terjadinya resistensi insulin tidak diketahui, meskipun
dianggap disebabkan karena suatu kelainan reseptor atau postreseptor pada pasien
dengan sirosis. Gangguan sekresi insulin dari sel- pankreas dianggap sebagai
penyebab lain terjadinya hiperglikemia, dan intoleransi glukosa pada pasien
dengan sirosis dekompensasi telah ditemukan terkait dengan sekresi insulin yang
rendah. Deplesi kalium, kelebihan glukagon, hormon pertumbuhan, kortisol, dan
2

peningkatan kadar asam lemak dalam darah, serta reseptor insulin berkurang dapat
menjelaskan resistensi insulin, tetapi semua hipotesis ini belumlah terbukti.
Pengobatan hepatogenous diabetes merupakan hal yang sulit karena
adanya kerusakan hati dan hepatotoksisitas dari obat hipoglikemik oral sering
diberikan untuk pasien ini. Oleh karena itu, terapi farmakologis harus diawasi
secara ketat untuk resiko terjadinya hipoglikemia.

















3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengobatan Diabetes pada Pasien Penderita Sirosis Hati
Seseorang yang menderita penyakit sirosis hepatis memiliki kadar insulin
yang tinggi, hal tersebut mungkin menunjukkan terjadinya resistensi insulin atau
berkurangnya degradasi insulin oleh sirosis hati. Dengan tidak adanya proses
resistensi insulin di perifer, pada pasien penderita sirosis mungkin akan menjadi
hipoglikemik.
Pasien penderita sirosis dapat mengalami hipoglikemia pada saat puasa
karena terjadinya Sindrom Autoimun Insulin yang berhubungan dengan
perkembangan tingkat tinggi dari autoantibodi insulin bahkan bisa terjadi dengan
tanpa adanya karsinoma hepatoseluler. Pasien penderita sirosis dan pasien dengan
gagal hati fulminan mungkin memiliki konsentrasi glukosa darah lebih rendah
dari pada orang lain, namun hipoglikemia yang signifikan mungkin dapat dicegah
dengan menggunakan obat penurun kadar glukosa dan peningkatan utilisasi bahan
pembakaran nonglukosa seperti lemak.
Dari 17% sampai 30% pasien yang menderita sirosis mungkin secara
klinis juga menderita diabetes. Diabetes yang berkembang sebagai komplikasi
sirosis yang dikenal sebagai " hepatogenous diabetes " (HD).
Hati memiliki peran penting dalam metabolisme karbohidrat karena hati
bertanggung jawab untuk menyeimbangkan kadar glukosa darah. Dengan adanya
penyakit hati, homeostasis metabolisme glukosa akan terganggu karena resistensi
4

insulin dan gangguan sensitivitas sel- di pankreas. Resistensi insulin terjadi pada
jaringan otot, hati dan lemak. Selanjutnya, etiologi penyakit hati merupakan hal
yang penting dalam proses timbulnya diabetes: non-alcoholic fatty liver disease
(NAFLD), alkohol, virus hepatitis C (HCV) dan hemochromatosis lebih sering
dikaitkan dengan terjadinya diabetes.
Diabetes mellitus (DM) pada pasien yang menderita sirosis hati
kompensasi dapat bersifat sub klinis. Dalam kasus ini, uji toleransi glukosa oral
(OGTT) dapat mendeteksi intoleransi glukosa. Riwayat alami dari HD berbeda
dari DM tipe 2 karena keturunan, karena lebih jarang dikaitkan dengan terjadinya
mikroangiopati. Pasien penderita HD akan mengalami komplikasi dari sirosis
yang lebih sering menyebabkan kematian.
Pengobatan hepatogenous diabetes merupakan hal yang sulit karena
adanya kerusakan hati dan hepatotoksisitas dari obat hipoglikemik oral sering
diberikan untuk pasien ini. Oleh karena itu, terapi farmakologis harus diawasi
secara ketat untuk resiko terjadinya hipoglikemia.
Metformin biguanide (Glucophage) tidak mengalami metabolisme hepatik
dan (seperti klorpropamid) diekskresikan pada urin. Sebaliknya, glyburide
sulfonilurea (Micronase, Glynase, Diabeta) diekskresikan di dalam empedu dan
urin dalam rasio 50/50. Glipizide sulfonilurea (Glucotrol, Glucotrol XL)
dimetabolisme terutama oleh hati dan penyakit hati dapat menyebabkan kadar
darah meningkat.
Terdapat hubungan yang langka antara penggunaan hipoglikemik oral
dengan kerusakan hati, tetapi sulfonilurea dapat menyebabkan hepatitis kronis
5

dengan perubahan nekroinflamasi. Juga dapat terlihat perubahan granuloma. Hal
tersebut digambarkan memiliki infiltrat selular berbatas tegas terdiri dari histiosit
asidofilik dan eosinofil di sekitar hepatosit nekrotik. Mekanisme dari cedera hati
tidaklah diketahui.
Klorpropamid tampaknya merupakan obat anti diabetes yang paling
hepatotoksik, di mana terjadinya hepatitis kolestasis pada 0,5% orang yang
minum obat ini. Penyakit ikterik terjadi selama 2-5 minggu dan sembuh pada
hampir semua pasien bila obat tersebut dihentikan. Penyakit hati jarang terjadi
dengan pemberian tolbutamid (Orinase dan generik), dan tolazamide (Tolinase
dan generik). Meskipun sangat jarang, acetohexamide dan glyburide dilaporkan
dapat menyebabkan nekrosis hepatoseluler akut dan kematian. Setidaknya dua
kasus hepatitis granulomatosa terjadi sekunder karenaa glyburide telah dilaporkan
dalam literature.
Obat biguanides, seperti metformin hidroklorida, tidak dikaitkan dengan
cedera hati. Asidosis laktik dapat terjadi karena penggunaan metformin untuk
mengobati diabetes, namun hal itu dilaporkan terjadi sesekali dan biasanya pada
pasien yang memiliki kontraindikasi utama terhadap obat tersebut. "Penyakit hati
kronis" adalah salah satu kondisi yang dapat mempengaruhi pasien dalam
memakai metformin yang menyebabkan asidosis laktat, mungkin karena obat ini
dapat mengurangi kemampuan hati untuk membersihkan laktat. Oleh karena itu
keadaan tersebut menjadi kontraindikasi bagi obat ini.
Troglitazone (Rezulin) merupakan agen obat antihiperglikemik oral yang
terutama bekerja dengan mengurangi resistensi insulin. Pada kemasannya terdapat
6

peringatan dapat menyebabkan cedera hepatoseluler yang jarang terjadi, biasanya
bersifat reversibel tetapi bisa juga menyebabkan kematian atau transplantasi hati
telah dilaporkan terjadi pada pasien yang menggunakan obat ini biasanya selama
bulan-bulan awal dari terapi.
Diet dan olahraga biasanya dianggap terapi lini pertama yang sangat aman
untuk pasien yang mengalami hiperglikemia ringan. Namun, banyak pasien
penderita sirosis mengalami kekurangan gizi, dan pembatasan diet dengan tujuan
penurunan berat badan dapat memperburuk keadaan hipoalbuminuria dan
memperburuk prognosisnya secara keseluruhan. Jika pembatasan diet
menyebabkan asupan vitamin K lebih rendah, maka mungkin akan terjadi
koagulopati. Setiap kelas obat hipoglikemik oral saat ini tersedia terkait dengan
resiko kecil terhadap hepatotoksisitas. Bagi pasien dengan fungsi hati marjinal
pada awalnya, bahkan hepatotoksisitas ringan bisa berakibat fatal. Disfungsi hati
juga dapat menyebabkan respon berlebihan dengan dosis standar pengobatan dan
risiko efek samping yang lebih tinggi jika obat ini dimetabolisme oleh hati.
Sulfonilurea, repaglinide, metformin, dan thiazolidinediones semuanya secara
ekstensif dimetabolisme oleh hati. Umumnya disarankan bahwa metformin dan
thiazolidinediones tidak boleh digunakan pada pasien dengan disfungsi hati yang
berat.
Untuk alasan ini, banyak dokter menggunakan insulin sebagai agen lini
pertama untuk mengobati diabetes pada pasien penderita sirosis hati. Risiko utama
pemberian insulin adalah terjadinya hipoglikemia berat. Pasien penderita sirosis
hati kadar glikogennya akan berkurang. Glukagon dapat merangsang hanya
7

sedikit glikogenolisis hati pada pasien sirosis dibandingkan pada pasien yang
tidak menderita penyakit hati. Demikian juga, banyak pasien dengan disfungsi
hati berat dapat mengalami hepatik ensefalopati, yang dapat mengganggu
kemampuan mereka untuk mematuhi instruksi tentang terapi.
Pasien yang menderita sirosis bersamaan dengan diabetes memiliki
harapan hidup lebih pendek daripada pasien nondiabetes yang menderita sirosis,
tetapi mereka biasanya meninggal karena komplikasi penyakit hati, seperti
perdarahan gastrointestinal, bukan dari komplikasi diabetes, seperti penyakit
kardiovaskular. Ini menunjukkan bahwa pada pasien sirosis, perkembangan
diabetes mencerminkan tingkat gagal hati yang lebih besar.
Tidak ada penelitian yang menentukan apakah pasien dengan sirosis
memiliki manfaat dari pengobatan diabetes. Namun, ada beberapa situasi di mana
pasien sirosis diharapkan bisa mendapatkan keuntungan dari pengontrolan
glukosa.
Pengobatan untuk gejala hiperglikemia harus digunakan untuk mengurangi
gejalanya. Pengobatan hiperglikemia secara persisten diharapkan akan
mengurangi risiko infeksi. Pasien dengan hasil A1C 7% yang sedang
menunggu transplantasi hati atau dengan yang harapan hidup beberapa tahun
mungkin memiliki manfaat dari rendahnya risiko komplikasi diabetes jika
diabetes mereka ditangani.



8

BAB III
KESIMPULAN

Disfungsi hati yang berat dapat menyebabkan diabetes. Perbedaan klinis
antara diabetes tipe 2 dan diabetes hati didasarkan pada terjadinya diabetes
relatif terhadap timbulnya sirosis dan pada apakah pasien memiliki faktor
risiko khas untuk diabetes tipe 2.
Hasil pemeriksaan A1C mungkin dapat bernilai rendah pada pasien
dengan disfungsi hati yang berat.
Semua obat hipoglikemik oral yang tersedia saat ini dapat menimbulkan
beberapa risiko hepatotoksisitas. Metformin dan thiazolidinediones harus
dihindari pada pasien dengan disfungsi hati yang berat.
Banyak dokter menganggap insulin sebagai obat lini pertama untuk
mengobati diabetes pada pasien dengan penyakit hati yang berat,
meskipun beberapa dokter menganjurkan penggunaan sulfonilurea secara
hati-hati dari dalam situasi ini.







9

DAFTAR PUSTAKA

Diego Garca-Compean et.al. Concise Review: Hepatogenous diabetes. Current
views of an ancient problem. Annals of Hepatology 2009; 8(1): January-
March: 13-20
Gavin N. Levinthal, et al. Liver Disease and Diabetes Mellitus. Clinical Diabetes.
Vol. 17 No. 2 1999.
McNeely, Marguerite. Case Study: Diabetes in a Patient With Cirrhosis. Clinical
Diabetes. Volume 22, Number 1, 2004.
Petrides AS. Liver disease and diabetes mellitus. Diabetes Revs 2:218, 1994
Holstein A, Hinze S, Thieben E, Plaschke A, Egberts E-H. Clinical implications
of hepatogenous diabetes in liver cirrhosis. J Gastroenterol Hepatol
17:677681, 2002

You might also like