You are on page 1of 31

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEREALIA, KACANG DAN UMBI





ACARA I
PEMBUATAN TAPE ATAU PEUYEUM










Disusun Oleh :
Kelompok 5, Rombongan I
Melania RJ A1M011009
Anis Aiman Abulkhair A1M011077









KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2013

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang


Bahan pangan pada umumnya merupakan media yang sangat baik untuk
pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme. Bahan pangan yang umumnya
difermentasi adalah bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat dan
protein (Desrosier,1998)
Ubi kayu (singkong) merupakan salah satu sumber karbohidrat yang
banyak terdapat di Indonesia dengan produksi yang melimpah sehingga harga
jualnya sering turun. Ubi kayu mempunyai sifat yang mudah rusak, akan terjadi
penurunan mutu ubi kayu yang disimpan dalam 24 jam tanpa adanya pengolahan
terutama pada saat panen banyak ditemukan singkong yang luka. Sehingga untuk
mengantipasi hal tersebut perlu dilakukan diversifikasi terhadap produk olahan
ubi kayu tersubut , Selain itu, tanaman umbi-umbian pada umumnya tahan
terhadap suhu tinggi,sehingga dapat diolah menjadi berbagai macam jenis
makanan, salah satunya adalah dengan mengolahnya menjadi makanan
fermentasi.
Afrianti (2004) menyatakan bahwa sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan nilai tambah atau nilai jual, ubi jalar dapat diolah atau dibuat tape.
Tape merupakan salah satu makanan tradisional hasil proses fermentasi yang
sangat digemari oleh masyarakat Indonesia, karena rasanya enak, harganya
murah, cara membuatnya mudah, praktis dan aman serta banyak keuntungan lain
yang bisa diambil, baik sifat-sifat organoleptik, peningkatan nilai gizi ataupun
sanitasinya.
Hasil penelitian Istanti (1990) dalam Kurniawati (2001), menunjukkan
bahwa adanya pengaruh lama fermentasi tape ketan hitam terhadap kandungan
alkohol dalam tape, pada selang waktu 1-4 hari didapatkan peningkatan
kandungan alkoholnya. Begitu juga, hasil penelitian Zubaidah dkk (2000)
menunjukkan bahwa adanya pengaruh lama inkubasi tape singkong terhadap
kadar gula reduksi, kadar alkohol dan total asam, dimana selama inkubasi 3-6 hari
didapatkan peningkatan pada kandungan alkohol dan total asam, serta terjadi
penurunan pada kadar gula reduksi. Fakta fakta tersebut, menunjukkan bahwa
kualitas tape bervariasi dari segi sifat fisik dan kimianya.
Selama fermentasi, tape mengalami perubahan biokimiawi akibat aktifitas
mikroba. Perubahan yang terpenting adalah hidrolisis pati menjadi glukosa dan
maltosa, sehingga menghasilkan rasa manis. Hidrolisis sebagian gula alkohol dan
asam-asam organik dikatalisis oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroba.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses fermentasi tape,
diantaranya; jenis bahan (subtrat), ragi dan lama fermentasi. Ragi memiliki
komponen yang terdiri dari berbagai genus mikroorganisme yaitu kapang (Genus
Aspergillus), yeast (Saccharomyces, Candida dan Hansenula) dan bakteri
(Acetobacter). Aspergillus sp dapat menyederhanakan amilum menjadi glukosa,
Saccharomyces sp, Hansenula dan Candida sp dapat menguraikan gula menjadi
alkohol disertai dengan aroma atau bau khas dari tape tersebut, sedangkan
Acetobacter dapat menguraikan alkohol menjadi asam asetat sehingga tape berasa
asam (Saono 1982 dalam Fardiaz 1992). Pemberian ragi juga tidak boleh terlalu
sedikit ataupun terlalu banyak karena dapat menyebabkan proses fermentasi tidak
berjalan dengan sempurna atau gagal. Berdasarkan hasil penelitian Zubaidah dkk
(2000) menyimpulkan bahwa penggunaan konsentrasi ragi sebanyak 0,4% dengan
lama penyimpanan 4 hari pada tape singkong dapat meningkatkan kadar gula
reduksi, akan tetapi kadar alkoholnya rendah.
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka melalui praktikum ini akan
mengetahui lebih lanjut, tentang proses pengolahan pangan dengan metode
fermentasi yang berbeda khususnya pembuatan tape dengan menggunakan bahan
baku dari singkong.

B. Tujuan
Mempelajari proses pembuatan tape/peuyeum
Mempelajari perubahan yang terjadi pada produk selama proses fermentasi
Membandingkan produk tape hasil fermentasi aerob dan anaerob
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Singkong


Singkong merupakan komoditas hasil pertanian yang banyak ditanam di
Indonesia dan merupakan sumber karbohidrat yang penting setelah beras, dengan
kandungan karbohidrat sebanyak 34,7%. Namun pada kenyataannya singkong
kurang begitu dimanfaatkan. Untuk itu perlu adanya pemanfaatan singkong agar
menjadi makanan yang memiliki nilai gizi yang cukup tinggi. Singkong dapat
disajikan sebagai makanan pokok pengganti nasi (Jawa=tiwul), gatot, roti, biskuit,
tape, pati dan berbagai macam makanan lainnya (Soetanto,2001).
Pada hakekatnya semua makanan yang mengandung karbohidrat bisa
diolah menjadi tape. Tetapi sampai sekarang yang sering diolah adalah ketan dan
singkong (berdaging putih atau kuning). Umbinya dikenal luas sebagai makanan
pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. (Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
2005). Komposisi kandungan kimia (per 100 gram) singkong dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kandungan kimia singkong (per 100 gram)
Kandungan Kimia Jumlah
Kalori 146,00 kal
Protein 1,20 gram
Air 62,50 gram
Phospor 40,00 mg
Karbohidrat 38,00 gram
Lemak 0,30 gram
Hidrat arang 34,7 gram
Kalsium 33,00 mg
Zat besi 0,7 mg
Vitamin B1 0,06 mg

Sumber : Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
Singkong dapat diolah menjadi tape singkong melalui proses fermentasi
yaitu terjadinya perubahan bahan-bahan organik dari senyawa-senyawa komplek
menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dengan kerja enzim atau
menggunakan ragi tape. Ragi tape berfungsi sebagai sumber mikroba yang
berperan dalam proses fermentasi dan sumber protein sel tunggal, sehingga tape
singkong mempunyai tekstur yang lunak, rasa yang asam manis, dan memiliki
aroma khas tape (Haris,2010)

B. Tape atau Peuyeum

Tape merupakan makanan hasil fermentasi yang dilakukan oleh
mikroorganisme, terutama kapang dan yeast. Rasa manis tape sendiri disebabkan
oleh kadar gula dari tape itu sendiri. Dalam proses fermentasi, pati akan berubah
menjadi gula oleh kapang jenis Chlamydomucor dan oleh mikroorganisme
ragi Saccaromyces cereviceae gula diubah menjadi alkohol. Saccaromyces
cereviceae yang biasanya dijual dipasar dalam bentuk ragi bercampur tepung
beras. Tape singkong memiliki kandungan protein 0,5 gram / 100 gram bahan.
Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh, perbaikan dan
pergantian sel-sel jaringan tubuh yang rusak, dan produksi enzim pencernaan serta
enzim metabolism (Haris, 2010).
Tape mempunyai rasa yang spesifik yaitu manis, alkoholis dan kadang-
kadang asam. Hal ini karena terjadi perubahan pada bahan dasar menjadi tape.
Mula-mula pati yang ada dalam bahan dipecah oleh enzim menjadi dekstrin dan
gula-gula sederhana. Gula-gula yang terbentuk selanjutnya dihidrolisis menjadi
alkohol, pada fermentasi lebih lanjut alkohol dioksidasi menjadi asam-asam
organik antara lain asam asetat, asam suksinat dan asam malat. Asam-asam
organik dan alkohol membentuk ester yang merupakan komponen cita rasa
(Srimaryati 1978 dalam Lia 2012).
Pembuatan tape meliputi dua tahap fermentasi yaitu pengubahan
karbohidrat komplek (polisakarida) seperti pati yang terdapat dalam bahan baku
menjadi bentuk karbohidrat yang lebih sederhana (monosakarida) yaitu gula
(glukosa) dan pada proses selanjutnya gula diubah menjadi alkohol oleh yeast
dengan hasil sampingan dari reaksi tahap kedua adalah gas CO
2
dan asam-asam
organik (Dwidjoseputro, 1989).
Proses Pembuatan Tape
Sortasi
Ubi kayu yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan tape ,
haruslah bermutu baik ,yakni tidak terdapat cacat secara fisik , tidak terdapat
bintik-bintik coklat maupun hitan pada bagian daging umbi ,bebas dari bau busuk
serta sudah matang (Arixs,2005)
Pengupasan
Pada proses pengupasan tape hendaknya menggunakan pisau stainless
steel dan mengupas bahan dibawah air menhalir untuk mencegah timbulnya
pencoklatan (Evinovianti,2007)
Pemotongan
Ubi kayu yang telah dikupas ,kemudian dipotong-potong menjadi 2 bagian
atau lebih sesuai dengan ukuran yang diinginkan . Pemotongan itu sendiri
bertujuan untuk memepercepat proses pemasakan dan mengoptimalkan kerja tape
yang ditambahkan sesuai dengan lama fermentasi dan mutu tape yang diharapkan
(Susanto dan Saneto ,1994).
Pencucian
Setelah ubi kayu dipotong-potong ,maka langsung dilakukan proses
pencucian untuk menjaga kebersihan dan kestrerilan bahan baku yang digunakan.
Jikan bahan bakunya saja sudah tidak steril , maka kegagalan dalam proses
fermentasi akan terjadi (Evinovayanti,2007)
Pengukusan
Ubi kayu yang telah dipotong-potong kemudian ditiriskan sebentar untuk
mengurangi kandungan air bahan (Evinovayanti,2006) .Selanjutnya ubi dikukus
sampai setengah matang . Hal ini ditandai dengan melunaknya bagian luar umbi
,sementara dibagian dalam masih agak keras. (Susanto dan Saneto,1994)
Inokulasi dengan ragi tape
Ubi kayu yang telah dingin (sekitar 30 c) disusun didalam suatu wadah,
kemudian diantara susunan ubi tersebut ditaburi ragi tape .Kemudian wadah
ditutup rapat dengan daun pisang (Susanto dan Saneto, 1994)

Pemeraman
Wadah yang telah diisi dengan ubi kayu yang ditaburi ragi tape ,diperam
pada sukhu kamar (28-30 c). Masa inkubasi sekitar 2- hari (Evinovayanti,2007)

C. Fermentasi

Winarno dkk (1984) menyatakan bahwa proses fermentasi dapat
didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat, asam amino dan lemak
dengan bantuan mikroba dan enzim tertentu yang dapat menghasilkan CO2 dan
zat-zat lainnya. Terjadinya proses fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat
bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan kandungan-kandungan bahan
pangan tersebut. Perubahan-perubahan itu, seperti; kadar air, kadar pati, kadar
alkohol, total asam dan PH.
Keuntungan dari bahan pangan atau makanan yang mengalami fermentasi
biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi daripada bahan asalnya. Hal ini
tidak hanya disebabkan oleh mikroba yang bersifat katabolik atau memecah
komponen-komponen kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga
lebih mudah dicerna, tetapi mikroba juga dapat mensintesa beberapa vitamin
kompleks dan faktor-faktor pertumbuhan badan lainnya, misalnya produksi dari
beberapa vitamin seperti riboflavin, vitamin B dan provitamin A. Selain itu,
melalui proses fermentasi juga dapat terjadi pemecahan oleh enzim-enzim tertentu
terhadap bahan-bahan yang tidak dapat dicerna oleh manusia, misalnya selulosa,
hemiselulosa dan polimer-polimernya (Afrianti,2004).



Berdasarkan kebutuhan oksigen, fermentasi dapat dibedakan menjadi dua,
diantaranya (Afrianti, 2004);
1. Fermentasi aerob adalah fermentasi yang prosesnya memerlukan
oksigen karena dengan adanya oksigen maka mikroba dapat mencerna glukosa
menghasilkan air, CO2 dan sejumlah energi.
2. Fermentasi anaerob adalah fermentasi yang tidak membutuhkan adanya
oksigen karena beberapa mikroba dapat mencerna bahan energi tanpa adanya
oksigen. Jadi hanya sebagian bahan energi yang dipecah. Mikroorganisme yang
melakukan fermentasi ini adalah yeast, beberapa jenis kapang dan bakteri.
Afrianti (2004) menambahkan bahwa dari macam-macam fermentasi di
atas, perlu diperhatikan pula perubahan yang terjadi secara mikrobiologi dalam
makanan. Adapun mikroba yang bersifat fermentatif dapat mengubah karbohidrat
dan turunan-turunannya menjadi alkohol, asam dan karbondioksida. Dilanjutkan
mikroba proteolitik dapat memecah protein dan komponen nitrogen lainnya
sehingga menghasilkan bau busuk yang tidak diinginkan, sedangkan mikroba
lipolitik akan menghidrolisa lemak, fosfolipid dan turunannya dengan
menghasilkan bau tengik. Bila alkohol dan asam yang dihasilkan mikroba cukup
tinggi, maka pertumbuhan mikroba proteolitik dan lipolitik dapat dihambat. Jadi
pada prinsipnya, pengawetan pangan dengan cara fermentasi adalah
menumbuhkan atau mengaktifkan pertumbuhan mikroba pembentuk alkohol dan
asam serta menekan pertumbuhan mikroba proteolitik dan lipolitik.
Pada proses fermentasi tape tidak diharapkan adanya udara. Fermentasi
harus dilakukan dalam kondisi anaerob fakultatif. Pada proses fermentasi tape
akan terjadi perombakan gula menjadi alcohol atau etanol , asam asetat ,asam
laktat dan aldehid (Amerine, at al.,1972).
Menurut Winarno dkk, (1984) Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
proses fermentasi tape, antara lain :
1. Macam Bahan atau Substrat
Subtrat digunakan mikroba sebagai sumber energi. Dalam proses
fermentasi, subtrat merupakan bagian yang essensial untuk dipecah menjadi
senyawa-senyawa sederhana.
2. Oksigen
Setiap mikroba membutuhkan jumlah oksigen yang berbeda untuk
pertumbuhan atau membentuk sel-sel baru dan untuk proses fermentasi. Misalnya
Saccharomyces sp yang melakukan fermentasi terhadap gula jauh lebih cepat pada
keadaan anaerobik, akan tetapi mengalami pertumbuhan lebik baik pada keadaan
aerobik sehingga jumlahnya bertambah banyak.
3. Waktu Fermentasi
Waktu yang digunakan untuk proses fermentasi berkisar antara 1 sampai 6
hari.
4. Mikroba
Jumlah mikroba dalam hal ini adalah ragi tape yang optimal (proporsional
dengan jumlah substrat) akan menghasilkan tape yang baik. Menurut Susanto dan
Saneto (1994) pada proses fermentasi jumlah ragi yang digunakan sebanyak 0,5%
dari berat bahan yang dipakai.
5. Temperatur
Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan
selama fermentasi. Suhu yang diberikan pada proses fermentasi tape adalah suhu
ruang sehingga sesuai dengan pertumbuhan semua mikroba yang bekerja pada
proses tersebut. Kebanyakan yeast mempunyai suhu optimum antara 25-30 C.
Secara singkat, glukosa (C
6
H
12
O
6
) yang merupakan gula paling sederhana,
melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C
2
H
5
OH). Reaksi fermentasi
ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.
Persamaan Reaksi Kimia:
C
6
H
12
O
6
2C
2
H
5
OH + 2CO
2
+ 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ / mol)

Dijabarkan sebagai :
Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) Alkohol (etanol) +
Karbon Dioksida+Energi(ATP)
Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula
yang terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian
dari tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir
akan bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan.
Fermentasi yang baik dilakukan pada suhu 28-30C dan membutuhkan
waktu 45 jam. Fermentasi dapat diperlambat jika dingin. Fermentasi tape paling
baik dilakukan pada kondisi mikro aerob. Pada kondisi ini, kapang tidak mampu
tumbuh sehingga tidak dapat menghidrolisis pati. Namun demikian, pada kondisi
aerob yang merupakan kondisi paling baik bagi kapang dan yeast, aroma tidak
berkembang dengan baik karena tergantung dari fermentasi alkohol dan pada
kondisi ini fermentasi alkohol menurun.
Fermentasi yang tertutup akan mencegah terjadinya kontaminasi. Tujuan
fermentasi adalah menghasilkan suatu produk (bahan pakan) yang mempunyai
kandungan nutrisi, tekstur, biological availability yang lebih baik serta
menurunkan zat anti nutrisinya. (Lia,2012)
Makanan-makanan yang mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai
gizi yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya. Hal ini tidak hanya disebabkan
karena mikroba bersifat katabolik atau memecah komponen-komponen yang
kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna,
tetapi mikroba juga dapat mensintesis beberapa vitamin yang kompleks dan
faktor-faktor pertumbuhan bahan lainnya, misalnya produksi dari beberapa
vitamin seperti riboflavin, vitamin B
12
dan provitamin A (Winarno, 1986).

D. Ragi Tape

Ragi memiliki komponen yang terdiri dari berbagai genus mikroorganisme
yaitu kapang (Genus Aspergillus), yeast (Saccharomyces, Candida dan
Hansenula) dan bakteri (Acetobacter). Aspergillus sp dapat menyederhanakan
amilum menjadi glukosa, Saccharomyces sp, Hansenula dan Candida sp dapat
menguraikan gula menjadi alkohol disertai dengan aroma atau bau khas dari tape
tersebut, sedangkan Acetobacter dapat menguraikan alkohol menjadi asam asetat
sehingga tape berasa asam (Fardiaz 1992).
Ragi tape dapat dibuat sendiri dengan bahan-bahan yang terdiri dari ketan
putih,bawabg putih ,merica, lengkuas, cabai untuk jamu dan perasan tebu
secukupnya dengan memanfaatkan perralatan sederhana seperti alat penumbuk
tampah ,jerami, baskom dan daun pisang (Setyawan, 2008)
Stater yang digunakan untuk memproduksi tape disebut ragi ,yang
umumnya berbentuk bulat pipih dengan diameter 4-6 cm dan ketebalan 0,5 cm
.Tidak diperlukan peralatan khusus untuk memproduksi ragi , tetapi formulasi
bahan yang digunakan pada umumnya tetap menjadi rahasia setiap pengusaha ragi
(Hidayat, et al.,2006).
Ragi mampu menghasilkan enzim yang dapat mengubah subtrat menjadi
bahan lain dengan mendapatkan keuntungan berupa energi. Ragi untuk tape
merupakan campuran dari bermacam-macam organisme yang hidup bersama
secara sinergetik, dimana umumnya terdapat spesies-spesies dari genus
Aspergillus yang dapat menyederhanakan amilum, Saccharomyces, Candida,
Hansenula yang dapat menguraikan gula menjadi alkohol dan bermacam-macam
zat organik lainnya serta bakteri (Acetobacter) yang menumpang untuk mengubah
akohol menjadi asam cuka (Dwidjoseputro, 1994).
Susanto dan Saneto (1994) menyatakan bahwa pada proses fermentasi,
jumlah ragi yang digunakan sebanyak 0,5% dari berat bahan yang dipakai.
Pemberian ragi tidak boleh terlalu banyak namun juga tidak boleh terlalu sedikit
karena akan menyebabkan proses fermentasi tidak berjalan dengan sempurna
bahkan gagal. Sementara itu, untuk stater kultur murni dipakai pada dosis 108
cfu/g atau identik dengan 0,3% ragi (Ardhana, 2000).

E. Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cerevisiae sebagai salah satu mikroorganisme kultur
starter yang berperan dalam memproduksi alkohol, memiliki sifat yang stabil dan
seragam, serta mampu tumbuh dengan cepat saat proses fermentasi diberikan
dalam bentuk inokulum untuk menjadi mikroba pioner perombakan suatu bahan
dalam proses fermentasi, dimana pada kondisi fermentasi (medium dan suhu)
yang sama, penambahan dan pengurangan jumlah inokulum akan mempersingkat
atau memperpanjang fermentasi (Dwidjoseputro 1997 dalam Hambali 2001).
Pada yeast yang bersifat fermentatif seperti Saccharomyces cerevisiae,
70% dari glukosa didalam subtrat akan diubah menjadi karbondioksida dan
alkohol, sedangkan sisanya sebanyak 30% tanpa adanya nitrogen akan diubah
menjadi produk penyimpanan cadangan. Produk penyimpanan tersebut akan
digunakan kembali melalui fermentasi (endogenous) jika glukosa di dalam
medium sudah habis. Saccharomyces cerevisiae merupakan spesies yang bersifat
fermentatif kuat. Tetapi dengan adanya oksigen, Saccharomyces cerevisiae juga
dapat melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi karbondioksida dan
air. Kedua sistem tersebut menghasilkan energi, meskipun yang dihasilkan dari
respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan melalui fermentasi (Fardiaz, S., 1992).
Secara singkat proses fermentasi alkohol (etanol) dapat ditulis sebagai
berikut
(Fardiaz, 1992);







Dalam pembuatan tape, mikroba berperan untuk mengubah pati menjadi
gula sehingga pada awal fermentasi tape berasa manis. Selain Saccharomyces
cerivisiae, dalam proses pembuatan tape ini terlibat pula mikrorganisme lainnya,
yaitu Mucor chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera. Kedua
mikroorganisme ini turut membantu dalam mengubah pati menjadi Tape gula
sederhana (glukosa). Adanya gula menyebabkan mikroba yang menggunakan
sumber karbon gula mampu tumbuh dan menghasilkan alkohol. Keberadaan
alkohol juga memacu tumbuhnya bakteri pengoksidasi alkohol yaitu Acetobacter
aceti yang mengubah alkohol menjadi asam asetat dan menyebabkan rasa masam
pada tape yang dihasilkan (Apriadi, 2012).

F. Penilaian Organoleptik

Penilaian organoleptik atau penilalian sensoris merupakan suatu cara
penilailan yang paling primitif. Penilaian dengan indera banyak digunakan untuk
menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penelitian cara ini banyak
disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang-kadang
penilaian ini dapat memberi hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal
penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif.
Pengujian organoleptik mempunyai macam-macam cara. Cara cara pengujian itu
dapat digolongkan dalam beberapa kelompok. Cara pengujian yang paling populer
adalah kelompok pengujian pembedaan (difference tests) dan kelompok pengujian
pemilihan (preference tests). Di samping kedua kelompok pengujian itu, dikenal
juga pengujian skalar dan pengujian deskripsi. Jika kedua pengujian pertama
banyak digunakan dalam penelitian, analisis proses, dan penilaian hasil akhir,
maka dua kelompok pengujian terakhir ini banyak digunakan dalam pengawasan
mutu (quality control). (Soekarto, 1985).
Mutu pangan selain ditentukan oleh aspek kimiawi, fisik dan mikrobiologi
juga sangat ditentukan oleh aspek indrawi. Menurut Purwadi (2006), penilaian
atau uji organoleptik adalah suatu metode ilmiah multidisiliner yang digunakan
untuk menimbulkan, mengukur, menganalisis dan menginterprestasikan respon
panelis terhadap suatu produk dengan menggunakan panca indra yaitu;
pengelihatan (mata), pembau (hidung), perasa (lidah), peraba (kulit) dan
pendengaran (telinga), karena itu penilaian ini bersifat sangat subyektif. Dalam
penilaian organoleptik tape, digunakan beberapa parameter , yaitu warna, rasa,
aroma, dan tekstur.


ubi kayu dipilih yang baik, kemudian dikupas dan dicuci
ubi kayu dipotong 8 cm dan rendam dalam air selama 15 menit, selanjutnya
dikukus hingga matang dan didinginkan
ubi kayu dihamparkan di atas loyang, usahakan semua bersih (nampan diberi
alas plastik, tangan menggunakan sarung plastik), taburi dengan ragi tape yang
sudah dihaluskan terlebih dahulu hingga merata. ada dua konsentrasi ragi yang
ditambahkan yaitu K1 = 0,5 % dan K2 = 1 %.
kemudian diperam dalam kondisi aerob dan anaerob selama 3 hari dalam wadah
besek
aerob : siapkan besek diberi alas daun bagian dasarnya saja, susun ubi kayu di
dalamnya, tutup dengan penutup tetapi agak longgar.
anaerob : siapkan besek dan beri alas ke seluruh dinding dan dasar besek dengan
daun pisang, susun ubi kayu di dalamnya, bagian atas ditutup dengan daun
pisang baru tutup dengan penutupnya hingga agak kencang.
III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan :
Ubi kayu
Ragi tape
Daun pisang




Alat :
Dandang
Pisau
Baskom
Kompor
Nampan
Besek
Plastik
B. Prosedur





IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil pengamatan

Parameter Uji :
Rasa : Manis (M), Asam (A)
Aroma : Asam (As), Alkohol (Al)
Tekstur : Keras (K), Lunak (L), Sangat Lunak (SL)
Keterangan : Sampel 1 : Kelompok 4
Sampel 2 : Kelompok 2
Sampel 3 : Kelompok 3
Sampel 4 : Kelompok 1

Pengamatan Hari ke-1
No Rasa Aroma Tekstur
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 M A M A Al Al Al Al L L K K
2 M M M A Al As As Al L SL L K
3 M A A A As Al As Al L L K K
4 A A A A As Al As Al L L L K
5 A A A A As As Al As L SL K L
6 A A A M As As Al Al L L L K
7 A A M A As As As As L L L K
8 M A A A Al As Al As L L L L
9 M A A A Al As Al As L SL L K
10 M A M A As Al Al As L L K K
11 M M A A As Al As As L L K K
12 A A M A Al Al Al Al L L L K
13 A A A A As As As As SL SL L K
14 A A A A Al Al Al Al L L L K
15 A A A A As Al As Al L L L K

1. Parameter Rasa :
Kelompok 4 (1) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 1 % dan kondisi
anaerob memiliki rasa asam (Asam: 8 panelis , Manis : 7 panelis)
Kelompok 2 (2) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 1 % dan kondisi
anaerob memiliki rasa asam (Asam: 13 panelis , Manis : 2 panelis)
Kelompok 3 (3) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 0,5 % dan kondisi
aerob memiliki rasa manis (Asam: 7 panelis , Manis : 8 panelis)
Kelompok 4 (4) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 0,5 % dan kondisi
aerob memiliki rasa asam (Asam: 14 panelis , Manis : 4 panelis)

2. Parameter Aroma :
Kelompok 4 (1) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 1 % dan kondisi
anaerob memiliki aroma asam (Asam: 9 panelis , Alkohol : 6 panelis)
Kelompok 2 (2) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 1 % dan kondisi
anaerob memiliki aroma alkohol (Asam: 7 panelis , Alkohol : 8 panelis)
Kelompok 3 (3) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 0,5 % dan kondisi
aerob memiliki aroma asam (Asam: 8 panelis , Alkohol : 7 panelis)
Kelompok 1 (4) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 0,5 % dan kondisi
aerob memiliki aroma alcohol (Asam: 7 panelis , Alkohol : 8 panelis)

3. Parameter Tekstur :
Kelompok 4 (1) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 1 % dan kondisi
anaerob memiliki tekstur lunak (lunak : 14 panelis , Sangat lunak :1 panelis)
Kelompok 2 (2) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 1 % dan kondisi
anaerob memiliki tekstur lunak (lunak : 11 panelis , Sangat lunak :4 panelis)
Kelompok 3(3 ) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 0,5 % dan kondisi
aerob memiliki tekstur lunak (lunak : 10 panelis , Keras :5panelis)
Kelompok 1 (4) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 0,5% dan kondisi
aerob memiliki tekstur keras (lunak : 2 panelis , keras: 13 panelis)





Pengamatan Hari ke-2
No Rasa Aroma Tekstur
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 M A M M Al Al Al Al SL L L L
2 M M M M Al As Al As Sl SL SL L
3 A A M M As Al Al Al SL SL SL L
4 A M M M As Al Al Al SL SL L L
5 A A M A As Al As As SL SL L K
6 M M M A Al Al Al Al SL SL L K
7 M M M M Al As As As SL SL L K
8 M A M A Al Al As As SL SL L L
9 A A M M Al Al Al As SL SL L L
10 M A M M As Al Al As SL SL SL K
11 A M A A As Al Al As SL L SL L
12 A A M M Al Al Al Al L SL L L
13 M A A A As As Al Al SL L SL L
14 M M M A Al Al Al Al SL SL L L
15 A M M M AL Al AL AS SL SL L L

1. Parameter Rasa :
Kelompok 4 (1) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 1 % dan kondisi
anaerob memiliki rasa manis (Asam: 7 panelis , Manis : 8 panelis)
Kelompok 2 (2) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 1 % dan kondisi
anaerob memiliki rasa manis (Asam: 7 panelis , Manis : 8 panelis)
Kelompok 3 (3) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 0,5 % dan kondisi
aerob memiliki rasa manis (Asam: 2 panelis , Manis : 13 panelis)
Kelompok 4 (4) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 0,5 % dan kondisi
aerob memiliki rasa asam (Asam: 6 panelis , Manis : 9 panelis)

2. Parameter Aroma :
Kelompok 4 (1) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 1 % dan kondisi
anaerob memiliki aroma alcohol (Asam: 4 panelis , Alkohol : 11 panelis)
Kelompok 2 (2) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 1 % dan kondisi
anaerob memiliki aroma alkohol (Asam: 4 panelis , Alkohol : 11 panelis)
Kelompok 3 (3) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 0,5 % dan kondisi
aerob memiliki aroma alcohol (Asam: 5 panelis , Alkohol : 10 panelis)
Kelompok 1 (4) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 0,5 % dan kondisi
aerob memiliki aroma alcohol (Asam: 7 panelis , Alkohol : 8 panelis)

3. Parameter Tekstur :
Kelompok 4 (1) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 1 % dan kondisi
anaerob memiliki tekstur sangat lunak (lunak : 1 panelis , Sangat lunak :14
panelis)
Kelompok 2 (2) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 1 % dan kondisi
anaerob memiliki tekstur lunak (lunak : 12 panelis , Sangat lunak :3 panelis)
Kelompok 3(3 ) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 0,5 % dan kondisi
aerob memiliki tekstur lunak (sangat lunak : 6 panelis , lunak: 9 panelis)
Kelompok 1 (4) : Tape dengan perlakuan konsentrasi ragi 0,5% dan kondisi
aerob memiliki tekstur lunak (lunak : 11 panelis , keras: 4 panelis)


B. Pembahasan

Tape merupakan makanan tradisional yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia. Proses pembuatan tape melibatkan proses fermentasi yang
dilakukan oleh ragi tape yang merupakan campuran dari kapang amylomyces
rouxii, Mucor rouxii, M. Javanicus, dan Rhizopus oryzae serta dari kelompok
yeast antara lain Saccharomyces cerevisiae, Candida sp, Endomycopsis fibuliger,
E. burtonii.
Pembuatan tape meliputi dua tahap fermentasi yaitu pengubahan
karbohidrat komplek (polisakarida) seperti pati yang terdapat dalam bahan baku
menjadi bentuk karbohidrat yang lebih sederhana (monosakarida) yaitu gula
(glukosa) dan pada proses selanjutnya gula diubah menjadi alkohol oleh yeast
dengan hasil sampingan dari reaksi tahap kedua adalah gas CO
2
dan asam-asam
organik (Dwidjoseputro, 1994).
Pada praktikum kali ini , dilakukan proses pembuatan tape singkong
dengan menggunakan ragi tape dengan konsentrasi dan kondisi fermentasi yang
berbeda-beda.
Untuk membuat tape singkong, pertama-tama kita harus mencuci singkong
sampai bersih, kemudian mengupas kulitnya setelah itu memotong satu buah
singkong menjadi sekitar 3-4 bagian, hal ini dilakukan agar saat dikukus,
singkong lebih cepat matang. Selain itu, pemotongan ini juga bertujuan agar yeast
Saccharomyces cerevisiae dapat memfermentasi tape sampai ke bagian dalam.
Setelah itu, mengukus singkong sampai 3/4 matang lalu singkong didinginkan
sambil mengipas-ngipas agar tidak terlalu panas. Pencampuran singkong yang
masih panas, memungkinkan mikroba pada ragi tape akan mati, sehingga proses
fermentasi tidak berjalan. Setelah dingin, singkong ditaruh di baskom, kemudian
ditaburkan ragi secara merata pada singkong. Perlakuan konsentrasi yang akan
kita amati yaitu konsentrasi ragi 0,5% dan 1% . Kemudian masukan singkong
yang telah ditaburi ragi kedalam besek , untuk perlakuan aerob, daun pisang
hanya ada di bagian bawah besek dan besek tidak ditutup rapat. Sedangkan untuk
perlakuan anaerob, daun pisang pada seluruh sisi besek, dan ditutup dengan rapat.
Setelah ditutup, tape singkong didiamkan selama 2 hari berturut-turut, dan
setiap hari dilakukan uji organoleptik. Uji organoleptik dilakukan oleh 15 panelis,
dengan parameter rasa, aroma, dan tekstur. Dalam proses fermentasi terjadi
perubahan-perubahan kimia dan fisik yang mengubah rupa, bentuk dan flavor dari
bahan aslinya. Perubahan-perubahan tersebut dapat memperbaiki gizi dari produk
dan mampu menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan.
Sebelum fermentasi, singkong masih berbentuk seperti awal sebelum
diberi ragi pada umumnya. Namun, setelah mengalami fermentasi singkong
tersebut mengalami perubahan tekstur dan menghasilkan air yang mengandung
alkohol serta menimbulkan rasa asam dan manis. Kondisi tersebut disebabkan
karena pada singkong diberikan ragi yang merupakan mikroorganisme yang
berfungsi mengubah glukosa menjadi alkohol dan menghasilkan air. Oleh karena
itu, pada saat sesudah fermentasi, singkong menjadi lunak. Singkong tidak boleh
terkena air jika sudah diberi ragi karena akan mematikan ragi (bakteri) sehingga
proses fermentasi tidak berjalan sempurna. Singkong juga harus diletakkan/
disimpan didalam tempat yang kedap udara. Karena jika terkena oksigen, proses
fermentasi juga akan gagal. Singkong yang merupakan karbohidrat diubah oleh
ragi menjadi alkohol dan air.
Dengan adanya alkohol, tape singkong bersifat manis dan agak asam. Tape
membutuhkan amilosa, amilum dan karbohidrat kompleks, derajat keasaman (pH
5-6), dan suhu yang tepat dan kadar air. Karena fermentasi maka singkong
dibutuhkan kadar air yang cukup untuk ragi agar bisa hidup. Oleh karena itu,
singkong harus dikukus. Banyaknya ragi yang digunakan disesuaikan dengan
jumlah singkong. Bila terlalu banyak akan mempercepat proses fermentasi dan
menyebabkan rasa tape menjadi pengar, bila terlalu sedikit dapat menyebabkan
tape yang terbentuk tidak manis dan terasa keras.
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang
digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang
merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol
(2C2H5OH).
Persamaan Reaksi Kimia
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per
mol)
Dijabarkan sebagai : Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) Alkohol (etanol)
+ Karbon dioksida + Energi (ATP)
Jenis mikroorganisme yang terdapat dalam ragi tape bermacam-macam,
seperti kapang amylomyces rouxii, mucor sp., dan rhizopus sp.: yeast
saccharomyces fibuligera, saccharomyces malanga, pichia burtonii,
saccharomyces cerevisiae, dan candida utilis; serta bakteri pediococcus sp. Dan
bacillus sp. Kedua kelompok mikroorganisme tersebut bekerja sama dalam
menghasilkan tape.
Mikroorganisme dari kelompok kapang akan menghasilkan enzim
amilolitik yang akan memecahkan amilum pada bahan dasar menjadi gula-gula
yang lebih sederhana (disakarida dan monosakarida). Proses tersebut sering
dinamakan sakarifikasi (saccharification). Kemudian yeast akan merubah
sebagian gula-gula sederhana tersebut menjadi alkohol. Inilah yang menyebabkan
terbentuknya aroma alkohol pada tape. Semakin lama tape itu dibuat, semakin
kuat alkoholnya.
Proses pembuatan tape melibatkan proses fermentasi yang dilakukan oleh
jamur sachharomyces cerevisiae. Jamur ini memiliki kemampuan dalam
mengubah karbohidrat (fruktosa dan glukosa) menjadi alkohol dan
karbondioksida. Selain saccharomyces cerevisiae, dalam proses pembuatan tape
ini terlibat pula mikroorganisme lainnya, yaitu mucor chlamidosporus dan
endomycopsis fibuligera. Kedua mikroorganisme ini turut membantu dalam
mengubah pati menjadi gula sederhana (glukosa).

Jenis fermentasi dalam pembutan tape singkong adalah:
Berdasarkan tipe kebutuhan akan oksigen yaitu tipe anaerobik yaitu
fermentasi yang pada prosesnya tidak memerlukan oksigen. Berdasarkan sumber
mikroorganisme proses fermentasi pada tape yaitu fermentasi tidak spontan
adalah fermentasi yang terjadi dalam bahan pangan yang dalam pembuatannya
ditambahkan mikrorganisme dalam bentuk starter atau ragi, dimana
mikroorganisme tersebut akan tumbuh dan berkembang biak secara aktif merubah
bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan.
Perubahan biokimia yang terjadi selama proses fermentasi tape adalah
sebagai berikut:
a. Hidrolisa Pati
Pati merupakan polimer karbohidrat yang dibentuk dari ratusan atau ribuan
unit glukosa sehingga membentuk rantai yang panjang dalam bentuk granula.
Secara umum, pati tersusun atas dua komponen utama yaitu amilosa dan
amilopektin. Proses fermentasi diawali dengan hidrolisa pati oleh enzim amylase
yang dihasilkan oleh kapang, yeast atau bakteri yang bersifat amilolitik. Enzim
pemecah karbohidrat terbagi tiga golongan yaitu; -amilase, -amilase dan
amiloglukosidase.
b. Fermentasi Gula Menjadi Alkohol
Enzim yang mampu mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2 adalah
enzim komplek yang disebut Zimase yang dihasilkan oleh Saccharomyces
cerevisiae (Fardiaz, 1992). Proses ini terus berlangsung dan akan terhenti jika
kadar etanol sudah meningkat sampai tidak dapat ditolerir lagi oleh sel-sel yeast.
Tingginya kandungan alkohol akan menghambat pertumbuhan yeast dan hanya
mikroba yang toleran terhadap alkohol yang dapat tumbuh (Ketchum, 1988 dalam
Hambali 2001).
c. Pembentukan Asam
Jika proses fermentasi tape terus berlanjut maka terbentuk asam asetat
karena adanya bakteri Acetobacter yang sering terdapat pada ragi yang bersifat
oksidatif. Metanol yang dihasilkan dari penguraian glukosa akan dipecah oleh
Acetobacter menjadi asam asetat, asam piruvat dan asam laktat. Buckle (1987),
menyatakan bahwa asam piruvat adalah produk antara yang terbentuk pada
hidrolisa gula menjadi etanol. Asam piruvat dapat diubah menjadi etanol dan
asam laktat.
d. Pembentukan Ester
Alkohol yang dihasilkan dari penguraian glukosa oleh yeast akan dipecah
menjadi asam asetat pada kondisi aerobik. Pada proses fermentasi lanjut, asam-
asam organik yang terbentuk seperti asam asetat akan bereaksi dengan etanol
membentuk suatu ester aromatik sehingga tape memiliki rasa yang khas. Menurut
Fardiaz (1992), perubahan sebagian gula menjadi asam organik dan alkohol serta
pembentukan ester terjadi pelepasan air.









Analisis pengaruh konsentrasi ragi dan kondisi fermentasi terhadap sifat
organoleptik tape singkong.
Perlakuan
Parameter
Rasa
Hari-ke
Aroma
Hari-ke
Tekstur
Hari-ke
1 2 1 2 1 2
Kelompok 1
Ragi 0,5 % dan aerob
Asam Manis Alkohol Alkohol Keras Lunak
Kelompok 2
Ragi 1 % dan anaerob
Asam Manis Alkohol Alkohol Lunak Lunak

Pada hari pertama pengamatan, tape dengan konsentrasi ragi 1% dan
kondisi fermentasi anaerob serta konsentrasi tape 0,5% dan kondisi fermentasi
aerob, rata-rata panelis menilai rasa asam dari tape yang telah dibuat tersebut,
kemudian pada hari ke-dua pengamatan panelis menilai rasa manis untuk dua
perlakuan konsentrasi ragi dan kondisi fermentasi. Sedangkan pada hari kedua
panelis justru memberikan penilaian rasa manis pada kedua jenis perlakuan.
Penilaian rasa asam pada hari pertama ini dimungkinkan karena pada hari
pertama proses fermentasi belum berjalan sempurna, dimana gula pereduksi
belum terlalu banyak terbentuk sehingga rasa manisnya belum muncul. Dan pada
hari kedua barulah rasa manis muncul mungkin dikarenakan gula pereduksi sudah
banyak di dalam tape.
Penilaian panelis menghasilkan rasa yang sama dari tape dengan
konsentrasi ragi ragi 1% dan kondisi fermentasi anaerob serta konsentrasi tape
0,5% dan kondisi fermentasi aerob. Padahal menurut teori yang ada seharusnya
tingkat kemanisan berbanding lurus dengan jumlah ragi yang ditambahkan. Hal
ini disebabkan pati yang merupakan komponen utama singkong selama proses
fermentasi akan diubah menjadi gula-gula sederhana oleh enzim amilase sehingga
dapat menimbulkan rasa manis. Mikroorganisme dalam ragi yang mengubah pati
menjadi gula-gula sederhana yakni dari jenis kapang (genus Aspergillus).
Menurut Hidayat dkk (2006), proses fermentasi diawali dengan hidrolisa
pati oleh enzim amilase yang dihasilkan oleh kapang, yeast atau bakteri yang
bersifat amilolitik. Dalam proses fermentasi menggunakan ragi, pembentukan
glukosa disebabkan oleh enzim yang dihasilkan kapang Aspergillus yang berperan
dalam mengubah pati menjadi glukosa, dengan bertambahnya jumlah ragi yang
diberikan maka proses perombakan pati menjadi glukosa oleh kapang tersebut
semakin banyak pula.
Seperti hasil penelitian Kurniawati (2001) menunjukkan bahwa total gula
mengalami peningkatan pada pemberian ragi 0,5-1,5% dari 100 gram berat bahan
dan mengalami penurunan pada pemberian 2,0% karena pemberian ragi 2,0%
dianggap terlalu tinggi sehingga mengakibatkan mikroba yang berperan dalam
proses fermentasi semakin banyak jumlahnya.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian Purbayanti (1990) yang
menyatakan bahwa , selama proses fermentasi kadar gula pereduksi cenderung
meningkat. Pada awal fermentasi kandungan gula pereduksi singkong hanya
0,47% dan pada akhir fermentasi 72 jam meningkat hingga mencapai 18%.
Peningkatan yang tajam terjadi pada waktu fermentasi antara 36 dan 48 jam dan
setelah itu peningkatan terjadi dengan laju yang lebih lambat. Selama fermentasi
tape ubi kayu dengan menggunakan ragi pasar, maka terjadi pembentukan
glukosa, tetapi selanjutnya terjadi penurunan kandungan glukosa. Nilai pH
mengalami penurunan sampai fermentasi jam ke-60, tetapi mulai jam ke-72
terjadi sedikit penurunan pH. Hasil identifikasi jenis gula tape singkong
menunjukkan bahwa jenis gula yang terdapat di dalam tape singkong adalah
glukosa dan fruktosa. Setelah 12 jam fermentasi, jumlah glukosa meningkat
dengan tajam dari 0,174% menjadi 6,034%, sedangkan maltosa jumlahnya relatif
stabil dan fruktosa hanya meningkat sedikit.
Pada hasil uji organoleptik aroma, dapat diketahui bahwa aroma alkohol
dari tape sudah terbentuk sejak hari pertama pada kedua jenis perlakuan. Alkohol
dihasilkan dari perubahan glukosa yang dikatalisa oleh enzim zimase dan
intervase dari yeast S. cerevisiae, dengan pemberian inokulum S. cerevisiae yang
semakin banyak jumlahnya maka semakin mempercepat terbentuk alkohol. Enzim
yang mampu mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2 adalah enzim
kompleks yang disebut Zimase (Fardiaz, 1992).
Zubaidah dkk (2000) menambahkan bahwa pembentukan alkohol terjadi
setelah jumlah gula yang dibutuhkan yeast mencukupi untuk pertumbuhannya.
Adapun pembentukan alkohol akan menghambat proses hidrolisis pati sehingga
kadar gula yang terbentuk semakin kecil. Hal ini disebabkan pada proses
fermentasi dengan pemberian inokulum S. cerevisiae, gula-gula sederhana yang
dihasilkan dari pemecahan pati oleh yeast tersebut dapat diubah menjadi alkohol,
asam organik disertai dengan pembentukan air dan ester. Adapun ester mampu
menimbulkan aroma tertentu apabila bereaksi dengan alkohol. Diperkuat oleh
Suliantari dan Rahayu (1990) dalam Hambali (2001) bahwa asam dan alkohol
dapat bereaksi membentuk ester yaitu senyawa pembentuk aroma sehingga
memberikan aroma yang kuat. Hasil penelitian Supriyanto (1995) menunjukkan
bahwa pada proses fermentasi dengan kultur ragi aroma yang terbentuk sangat
kuat, hal ini menunjukkan bahwa jumlah komponen aroma yang terbentuk sangat
besar, sedangkan aroma khas yang terbentuk pada kultur campuran (Rhizopus dan
Saccharomycopsis) sama dengan aroma tape yang menggunakan inokulum ragi.
Komponen aroma seperti; etil alkohol, etil asetat, isobutil alkohol dan lainnya.
Hal ini dikarenakan pada awal proses fermentasi tape terjadi pemecahan
pati menjadi gula-gula sederhana oleh kapang yang dapat menimbulkan rasa
manis, dengan semakin lama fermentasi gula-gula tersebut diubah menjadi
alkohol dan sebagian asam organik sehingga tape berasa sedikit alkoholis dan
keasam-asaman. Pemberian ragi yang terlalu banyak akan menyebabkan
dihasilkan berasa sangat asam, karena alkohol diubah menjadi asam asetat (asam
cuka).
Pada hasil uji organoleptik tekstur, dapat dilihat bahwa semakin banyak
penambahan ragi cenderung menghasilkan tape dengan tekstur yang lunak. Tape
dengan konsentrasi ragi 1% dan anaerob sudah terasa lunak sejar hari pertama.
Sedangkan pada tape dengan konsentrasi ragi 0,5% dan aerob pada hari pertama
teksturnya masih keras. Perubahan tekstur menjadi lebih lunak ini, dikarenakan
dalam proses fermentasi yang terus berlanjut terjadi penguraian gula-gula
sederhana menjadi alkohol, asam organik yang disertai dengan pelepasan air oleh
yeast, salah satunya S. cerevisiae sehingga kandungan air dalam bahan meningkat
dan berakibat tekstur menjadi lebih lunak. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh
cara pengukusan yang kurang sesuai (sebelum pengolahan menjadi tape) sehingga
singkong akan menjadi lebih lembek apabila waktu pengukusan terlalu lama. Hal
ini sesuai dengan Harris dan Karmas (1989) menyatakan bahwa perubahan dalam
proses pemasakan (pengukusan) tergantung pada cara pengukusan dan bahan
yang di kukus. Oleh karena itu, pemasakan yang benar akan mendukung tekstur
dan penampakan produk sedangkan pemasakan yang kurang dapat merusak
kehidupan organisme dari inokulum yang diberikan (Hidayat dkk, 2006).
Semakin lama proses fermentasi, semakin berubah aroma, rasa, warna dan
tekstur tape. Hal ini disebabkan karena pada proses perubahan sebagian gula-gula
sederhana menjadi alkohol dan asam organik oleh yeast terjadi pula pelepasan air,
dengan semakin banyak jumlah ragi yang diberikan maka semakin cepat proses
pembentukan alkohol, asam organik dan pelepasan air yang mengakibatkan
peningkatan jumlah kadar air dalam tape. Hal ini diperkuat Fardiaz (1992) bahwa
perubahan sebagian gula menjadi alkohol dan asam organik disertai pembentukan
ester dan pelepasan air.
Proses fermentasi tape yang terus berlanjut akan terbentuk asam asetat
oleh bakteri yang terdapat pada ragi, bakteri akan menguraikan alkohol menjadi
asam asetat sehingga tape berasa asam. Winarno dkk (1984) menyatakan bahwa
suatu bahan disebut tape apabila bahan yang diragikan pada beberapa waktu
tertentu berubah menjadi lebih lunak, rasa manis keasam-asaman dan berbau
alkohol. Selain itu, rasa suatu bahan pangan dapat berasal dari bahan pangan itu
sendiri dan apabila telah dipengaruhi oleh bahan yang ditambahkan selama
pengolahan (Buckle dkk, 1987). Winarno dkk (1984) menyatakan bahwa suatu
bahan disebut tape apabila bahan yang diragikan pada beberapa waktu tertentu
berubah menjadi lebih lunak, rasa manis keasam-asaman dan berbau alkohol.
Selain itu, rasa suatu bahan pangan dapat berasal dari bahan pangan itu sendiri
dan apabila telah dipengaruhi oleh bahan yang ditambahkan selama pengolahan
(Buckle dkk, 1987). Menurut Hidayat dkk (2006), tape sebagai produk makanan
cepat rusak karena adanya fermentasi yang tetap berlangsung meskipun kondisi
optimum fermentasi telah tercapai sehingga harus segera dikonsumsi. Tape dapat
bertahan selama 2-3 hari bila disimpan pada suhu kamar, setelah itu akan terjadi
over fermentasi dan menjadi rusak sehingga rasa tape berubah.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pembuatan tape dilakukan dengan cara mengupas singkos, mengukus
singkong, menaburkan ragi pada singkong, dan menyimpannya dalam besek.
Pada praktikum kali ini dilakukan secara aerob dan anaerob.
2. Dalam pembuatan tape, ragi mengeluarkan enzim yang dapat memecah
karbohidrat pada singkong menjadi gula yang lebih sederhana. Oleh karena
itu, tape terasa manis apabila sudah matang walaupun tanpa diberi gula
sebelumnya.
3. Dalam pembuatan tape saat proses fermentasi terus berlanjut terjadi
penguraian gula-gula sederhana menjadi alkohol sehingga terbentuk aroma
beralkohol.
4. Dalam pembuatan tape, saat pembentukan alkohol dan asam organik disertai
dengan pelepasan air oleh yeast sehingga kandungan air dalam bahan
meningkat dan berakibat tekstur menjadi lebih lunak.
5. Dari hasil praktikum diperoleh hasil tape yang hampir sama antara pemberian
ragi 0,5% aerob dan ragi 1% anaerob.
6. Dalam praktikum ini konsentrasi ragi dan kondisi fermentasi yang diamati
berbeda sehingga belum diketahui faktor mana yang lebih berpengaruh pada
sifat sensoris tape.
B. Saran

Dalam pembuatan tape, sebaiknya kebersihan harus selalu dijaga agar tape
tidak terkontaminasi oleh bakteri lainnya.
Praktikan harus memperhatikan faktor-faktor lain yang memungkinkan
terjadinya kegagalan dalam pembuatan tape, misalnya air dan udara.
Sebaiknya pada perlakuan, konsentrasi antar kondisi dibedakan, agar dapat
lebih diketahui secara jelas perubahan dari tape diakibatkan oleh konsentrasi
atau kondisi (aerob dan anaerob)
DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, L.H. 2004. Keunggulan Makanan Fermentasi. http://www.pikiranrakyat.
com.Cetak/0604/24/cakrawala/lainnya02.html. on-line diakses pada 31
Desember 2013
Amerine, M., A. Berg and M. V. Croes. 1972. The Technology of Wine Making,
The AVI Publishing Company, Wesport, Connecticut.
Apriadi, Muhandi.2012. Mikroorganisme yang berperan dalam pembentukan
makanan dan minuman.
http://muhandriapriadi.blogdetik.com/2012/03/28/mikroorganisme-yang-
berperan-dalam-pembentukan-makanan-dan-minuman/ on-line diakses pada
31 Desember 2013
Ardhana, M.M. 2000. Pengembangan Kultur Murni Ragi Untuk Memeperoleh
Produk Fermentasi dengan Kualitas yang Optimal. Malang: Pusat Kajian
Makanan Tradisional (PKMT) Universitas Brawijaya.
Buckle,K.A.,1987. Ilmu Pangan Terjemahan Hadi. Purnomo dan Adiono.
Universitas Indonesia Press.Jakarta.
Desrosier, N. W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M.
Muljohardjo. UI-Press, Jakarta.
Dwidjoseputro. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Haris. 2010. Cara pembuatan tape singkong.
http://haris1aja.wordpress.com/2010/04/28/cara-pembuatan-tape-singkong/
on-line diakses pada 31 Desember 2013
Hambali, M. 2001. Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Karaginan
Terhadap Aspek Kualitas Fisiko-kimia dan Organoleptik Tape Umbi Jalar.
Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya.
Hidayat. N. et al. 2006. Mikrobiologi Industri. Edisi Pertama. Yogyakarta : ANDI
Lia. 2012. Pembuatan Tape. http://liajegeg2.blogspot.com/2012/12/pembuatan-
tape.html on-line diakses pada 31 Desember 2013
Purwadi MS. 2006. Hand Out Mata Kuliah Pengendalian Mutu (Uji Inderawi).
Malang: Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya.
Soekarto S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
Susanto, T dan Saneto, B. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya:
PT Bina Ilmu
Winarno,F.G, dkk. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta.
Winarno FG. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.

LAMPIRAN









ubi kayu dipilih yang baik, kemudian dikupas dan dicuci, ubi kayu dipotong 8
cm dan rendam dalam air selama 15 menit








Ubi kayu dikukus hingga matang dan didinginkan lalu ditimbang










Siapkan besek, untuk perlakuan aerob aerob diberi alas daun bagian dasarnya saja,
timbang ragi sebanyak 0,5 %, taburi ragi hingga merata, susun di besek lalu
diperam

You might also like