You are on page 1of 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian VBAC
VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section) adalah proses melahirkan
normal setelah pernah melakukan seksio sesarea. VBAC menjadi isu yang
sangat penting dalam ilmu kedokteran khususnya dalam bidang obstetrik
karena pro dan kontra akan tindakan ini. Baik dalam kalangan medis
ataupun masyarakat umum selalu muncul pertanyaan, apakah VBAC aman
bagi keselamatan ibu. Pendapat yang paling sering muncul adalah Orang
yang pernah melakukan seksio harus seksio untuk selanjutnya. Juga
banyak para ahli yang berpendapat bahawa melahirkan normal setelah
pernah melakukan seksio sesarea sangat berbahaya bagi keselamatan ibu
dan section adalah pilihan terbaik bagi ibu dan anak.

VBAC belum banyak diterima sampai akhir tahun 1970an. Melihat
peningkatan angka kejadian seksio sesarea oleh United States Public
Health Service, melalui Consensus Development Conference on Cesarean
Child Birth pada tahun 1980 menyatakan bahwa VBAC dengan insisi
uterus transversal pada segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman
dan dapat diterima dalam rangka menurunkan angka kejadian seksio
sesarea pada tahun 2000 menjadi 15% (Cunningham FG, 2001). Pada
tahun 1989 National Institute of Health dan American College of
Obstetricans and Gynecologists mengeluarkan statemen, yang
menganjurkan para ahli obstetri untuk mendukung "trial of labor" pada
pasien-pasien yang telah mengalami seksio sesarea sebelumnya, dimana
VBAC merupakan tindakan yang aman sebagai pengganti seksio sesarea
ulangan (O'Grady JP, 1995, Caughey AB, Mann S, 2001). Walau
bagaimanapun, mulai tahun 1996 jumlah percobaan partus pervaginal telah
berkurang dan menyumbang kepada peningkatan jumlah partus secara
seksio sesarea ulang.
Universitas Sumatera Utara
Pelbagai faktor medis dan nonmedis diperkirakan menjadi penumbang
kepada penurunan jumlah percobaan partus pevaginam ini. Faktor-faktor
ini sebenarnya masih belum difahami dengan jelas. Salah satu faktor yang
paling sering dikemukan para ahli adalah resiko ruptur uteri. Pada tindakan
percobaan partus pervaginal yang gagal, yaitu pada maternal yang harus
melakukan seksio sesarea ulang didapati resiko komplikasi lebih tinggi
berbanding VBAC dan partus secara seksio sesarea elektif. Faktor
nonmedis termasuklah restriksi terhadap akses percobaan partus
pervaginal. (NIH Consensus Development Conference Statement, 2010)


Gambar 2.1 : Kadar seksio sesarea total, seksio sesarea primer dan VBAC
(NIH Consensus Development Conference Statement, 2010)


2.2. Indikasi VBAC

American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun
1999 dan 2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang
direncanakan untuk persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea.



Universitas Sumatera Utara
Menurut Cunningham FG (2001) kriteria seleksinya adalah berikut :
1. Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah
rahim.
2. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
3. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
4. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring,
persalinan dan seksio sesarea emergensi.
5. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea
darurat

Menurut Cunningham FG (2001) kriteria yang masih kontroversi adalah :
1. Parut uterus yang tidak diketahui
2. Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal
3. Kehamilan kembar
4. Letak sungsang
5. Kehamilan lewat waktu
6. Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram


2.3. Kontraindikasi VBAC
Menurut Depp R (1996) kontra indikasi mutlak melakukan VBAC adalah :
1. Bekas seksio sesarea klasik
2. Bekas seksio sesarea dengan insisi T
3. Bekas ruptur uteri
4. Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang
luas
5. Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnya miomektomi
6. Disproporsi sefalopelvik yang jelas.
7. Pasien menolak persalinan pervaginal
8. Panggul sempit
9. Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi
persalinan pervaginal





Universitas Sumatera Utara
2.4. Prasyarat VBAC
Panduan dari American College of Obstetricians and Gynecologists pada
tahun 1999 dan 2004 tentang VBAC atau yang juga dikenal dengan trial
of scar memerlukan kehadiran seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli
anastesi dan staf yang mempunyai keahlian dalam hal persalinan dengan
seksio sesarea emergensi. Sebagai penunjangnya kamar operasi dan staf
disiagakan, darah yang telah di-crossmatch disiapkan dan alat monitor
denyut jantung janin manual ataupun elektronik harus tersedia (Caughey
AB, Mann S, 2001).

Pada kebanyakan senter merekomendasikan pada setiap unit persalinan
yang melakukan VBAC harus tersedia tim yang siap untuk melakukan
seksio sesarea emergensi dalam waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi
apabila terjadi fetal distress atau ruptur uteri (Jukelevics N, 2000).


2.5. Faktor yang berpengaruh
Seorang ibu hamil dengan bekas seksio sesarea akan dilakukan seksio
sesarea kembali atau dengan persalinan pervaginal tergantung apakah
syarat persalinan pervaginal terpenuhi atau tidak. Setelah mengetahui ini
dokter mendiskusikan dengan pasien tentang pilihan serta resiko masing-
masingnya. Tentu saja menjadi hak pasien untuk meminta jenis persalinan
mana yang terbaik untuk dia dan bayinya (Golberg B, 2000).

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan VBAC telah diteliti
selama bertahun-tahun. Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan
tingkat keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio (Caughey
AB, Mann S, 2001).



Universitas Sumatera Utara
2.5.1. Teknik operasi sebelumnya
Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal
merupakan salah satu syarat dalam melakukan VBAC, dimana pasien
dengan tipe insisi ini mempunyai resiko ruptur yang lebih rendah dari pada
tipe insisi lainnya. Bekas seksio sesarae klasik, insisi T pada uterus dan
komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea yang lalu misalnya laserasi
serviks yang luas merupakan kontraindikasi melakukan VBAC. (Toth PP,
Jothivijayani, 1996, Cunningham FG, 2001). Menurut American College
of Obstetricians and Gynecologists (2004), tiada perbedaan dalam
mortalitas maternal dan perinatal pada insisi seksio sesarea transversalis
atau longitudinalis.

2.5.2. Jumlah seksio sesarea sebelumnya
VBAC tidak dilakukan pada pasien dengan insisi korporal sebelumnya
maupun pada kasus yang pernah seksio sesarea dua kali berurutan atau
lebih, sebab pada kasus tersebut diatas seksio sesarea elektif adalah lebih
baik dibandingkan persalinan pervaginal (Flamm BL, 1997).

Resiko ruptur uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah seksio sesarea
sebelumnya. Pasien dengan seksio sesarea lebih dari satu kali mempunyai
resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya ruptur uteri. Ruptur uteri pada
bekas seksio sesarea 2 kali adalah sebesar 1.8 3.7 %. Pasien dengan
bekas seksio sesarea 2 kali mempunyai resiko ruptur uteri lima kali lebih
besar dari bekas seksio sesarea satu kali (Caughey AB, 1999, Cunningham
FG, 2001).

Menurut Spaan (1997) mendapatkan bahwa riwayat seksio sesarea yang
lebih satu kali mempunyai resiko untuk seksio sesarea ulang lebih tinggi.

Universitas Sumatera Utara
Menurut Jamelle (1996) menyatakan diktum sekali seksio sesarea selalu
seksio sesarea tidaklah selalu benar, tetapi beliau setuju dengan pernyataan
bahwa setelah dua kali seksio sesarea selalu seksio sesarea pada
kehamilan berikutnya , dimana diyakini bahwa komplikasi pada ibu dan
anak lebih tinggi.
Menurut Farmakides (1987) dalam Miller (1994) melaporkan 77 % dari
pasien yang pernah seksio sesarea dua kali atau lebih yang diperbolehkan
persalinan pervaginal dan berhasil dengan luaran bayi yang baik. Menurut
Cunningham (2001), American College of Obstetricians and
Gynecologists pada tahun 1999 telah memutuskan bahwa pasien dengan
bekas seksio dua kali boleh menjalani persalinan pervaginal dengan
pengawasan yang ketat.
Menurut Miller (1994) melaporkan bahwa insiden ruptur uteri terjadi 2
kali lebih sering pada VBAC dengan riwayat seksio sesarea 2 kali atau
lebih. Pada penelitian ini, jumlah VBAC dengan riwayat seksio sesarea 1
kali adalah 83% manakala 2 kali atau lebih adalah 17 %.
2.5.3. Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya
Pada seksio sesarea insisi kulit pada dinding abdomen biasanya melalui
sayatan horizontal, kadang-kadang pemotongan atas bawah yang disebut
insisi kulit vertikal. Kemudian pemotongan dilanjutkan sampai ke uterus.
Daerah uterus yang ditutupi oleh kandung kencing disebut segmen bawah
rahim, hampir 90 % insisi uterus dilakukan di tempat ini berupa sayatan
horizontal (seperti potongan bikini). Cara pemotongan uterus seperti ini
disebut "Low Transverse Cesarean Section". Insisi uterus ini ditutup/jahit
akan sembuh dalam 2 6 hari. Insisi uterus dapat juga dibuat dengan
potongan vertikal yang dikenal dengan seksio sesarea klasik, irisan ini
dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus dengan cara ini mungkin
tidak dapat pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi sepanjang
kehamilan atau persalinan berikutnya (Hill AD, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Depp R (1996) dianjurkan VBAC, kecuali ada tanda-tanda ruptur
uteri mengancam, parut uterus yang sembuh persekundum pada seksio
sesarea sebelumnya atau jika adanya penyulit obstetrik lain ditemui.
Pemeriksaan USG trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat
mengetahui ketebalan segmen bawah rahim. Ketebalan segmen bawah
rahim (SBR) 4,5 mm pada usia kehamilan 37 minggu adalah petanda
parut yang sembuh sempurna. Parut yang tidak sembuh sempurna didapat
jika ketebalan SBR < 3,5 mm. Oleh sebab itu pemeriksaan USG pada
kehamilan 37 minggu dapat sebagai alat skrining dalam memilih cara
persalinan bekas seksio sesarea. (Cheung V, 2004)
Menurut Cunningham FG (2001) menyatakan bahwa penyembuhan luka
seksio sesarea adalah suatu generasi dari fibromuskuler dan bukan
pembentukan jaringan sikatrik.

Menurut Cunningham FG (1993), dasar dari keyakinan ini adalah dari
hasil pemeriksaan histologi dari jaringan di daerah bekas sayatan seksio
sesarea dan dari 2 tahap observasi yang pada prinsipnya :

1. Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik
pada uterus pada waktu dilakukan seksio sesarea ulangan
2. Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau
hanya ditemukan suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam
uterus tanpa ditemukannya sikatrik diantaranya.

Menurut Schmitz (1949) dalam Srinivas (2007) menyatakan bahwa
kekuatan sikatrik pada uterus pada penyembuhan luka yang baik adalah
lebih kuat dari miometrium itu sendiri. Hal ini telah dibuktikannya dengan
memberikan regangan yang ditingkatkan dengan penambahan beban pada
uterus bekas seksio sesarea (hewan percobaan).
Universitas Sumatera Utara
Ternyata pada regangan maksimal terjadi ruptura bukan pada jaringan
sikatriknya tetapi pada jaringan miometrium dikedua sisi sikatrik.

Dari laporan-laporan klinis pada uterus gravid bekas seksio sesarea yang
mengalami ruptura selalu terjadi pada jaringan otot miometrium sedangkan
sikatriknya utuh. Yang mana hal ini menandakan bahwa jaringan sikatrik
yang terbentuk relatif lebih kuat dari jaringan miometrium itu
sendiri (Srinivas S. 2007).

Dua hal yang utama penyebab dari gangguan pembentukan jaringan
sehingga menyebabkan lemahnya jaringan parut tersebut adalah :
1. Infeksi, bila terjadi infeksi akan mengganggu proses penyembuhan
luka.
2. Kesalahan teknik operasi (technical errors) seperti tidak tepatnya
pertemuan kedua sisi luka, jahitan luka yang terlalu kencang, spasing
jahitan yang tidak beraturan, penyimpulan yang tidak tepat, dan lain-
lain.

Menurut Schmitz (1949) dalam Srinivas (2007) menyatakan jahitan luka
yang terlalu kencang dapat menyebabkan nekrosis jaringan sehingga
merupakan penyebab timbulnya gangguan kekuatan sikatrik, hal ini lebih
dominan dari pada infeksi ataupun technical error sebagai penyebab
lemahnya sikatrik.

Pengetahuan tentang penyembuhan luka operasi, kekuatan jaringan
sikatrik pada penyembuhan luka operasi yang baik dan
pengetahuan tentang penyebab-penyebab yang dapat mengurangi
kekuatan jaringan sikatrik pada bekas seksio sesarea, menjadi panduan
apakah persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea dapat
dilaksanakan atau tidak (Srinivas, 2007).

Universitas Sumatera Utara
Pada sikatrik uterus yang intak tidak mempengaruhi aktivitas selama
kontraksi uterus. Aktivitas uterus pada multipara dengan bekas seksio
sesarea sama dengan multipara tanpa seksio sesarea yang menjalani
persalinan pervaginal (Chua S, Arulkumaran S, 1997).
2.5.4. Indikasi operasi pada seksio sesarea yang lalu
Indikasi seksio sesarea sebelumnya akan mempengaruhi keberhasilan
VBAC. Maternal dengan penyakit CPD memberikan keberhasilan
persalinan pervaginal sebesar 60 65 % manakala fetal distress
memberikan keberhasilan sebesar 69 73% (Caughey AB, Mann S,
2001).

Keberhasilan VBAC ditentukan juga oleh keadaan dilatasi serviks pada
waktu dilakukan seksio sesarea yang lalu. VBAC berhasil 67 % apabila
seksio sesarea yang lalu dilakukan pada saat pembukaan serviks kecil dari
5 cm, dan 73 % pada pembukaan 6 sampai 9 cm. Keberhasilan persalinan
pervaginal menurun sampai 13 % apabila seksio sesarea yang lalu
dilakukan pada keadaan distosia pada kala II (Cunningham FG, 2001).

Menurut Troyer (1992) pada penelitiannya mendapatkan keberhasilan
penanganan VBAC boleh dihubungkan dengan indikasi seksio sesarea
yang lalu seperti pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Hubungan indikasi seksio sesarea lalu dengan
keberhasilan penanganan VBAC
Indikasi seksio yang lalu Keberhasilan VBAC (%)
Letak sungsang 80.5
Fetal distress 80.7
Solusio plasenta 100
Plasenta previa 100
Gagal induksi 79.6
Disfungsi persalinan 63.4
(Troyer, 1992)
Universitas Sumatera Utara
2.5.5. Usia maternal
Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun sampai 35
tahun. Usia melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
digolongkan resiko tinggi. Dari penelitian didapatkan wanita yang
berumur lebih dari 35 tahun mempunyai angka seksio sesarea yang lebih
tinggi. Wanita yang berumur lebih dari 40 tahun dengan bekas seksio
sesarea mempunyai resiko kegagalan untuk persalinan pervaginal lebih
besar tiga kali dari pada wanita yang berumur kecil dari 40 tahun
(Caughey AB, Mann S, 2001).
Menurut Weinstein (1996) dan Landon (2004) mendapatkan pada
penelitian mereka bahwa faktor umur tidak bermakna secara statistik
dalam mempengaruhi keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas
seksio sesarea.
2.5.6. Usia kehamilan saat seksio sesarea sebelumnya
Pada usia kehamilan < 37 minggu dan belum inpartu misalnya pada
plasenta previa dimana segmen bawah rahim belum terbentuk sempurna
kemungkinan insisi uterus tidak pada segmen bawah rahim dan dapat
mengenai bagian korpus uteri yang mana keadaannya sama dengan insisi
pada seksio sesarea klasik (Salzmann B, 1994).
2.5.7. Riwayat persalinan pervaginal
Riwayat persalinan pervaginal baik sebelum ataupun sesudah seksio
sesarea mempengaruhi prognosis keberhasilan VBAC (Cunningham FG,
2001).

Pasien dengan bekas seksio sesarea yang pernah menjalani persalinan
pervaginal memiliki angka keberhasilan persalinan pervaginal yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa persalinan pervaginal (Caughey
AB, Mann S, 2001).

Universitas Sumatera Utara
Menurut Benedetti TJ (1982) dalam Toth PP (1996), pada pasien bekas
seksio sesarea yang sesudahnya pernah berhasil dengan persalinan
pervaginal, makin berkurang kemungkinan ruptur uteri pada kehamilan
dan persalinan yang akan datang.

Walaupun demikian ancaman ruptur uteri tetap ada pada masa kehamilan
maupun persalinan, oleh sebab itu pada setiap kasus bekas seksio sesarea
harus juga diperhitungkan ruptur uteri pada kehamilan trimester ketiga
terutama saat menjalani persalinan pervaginal (Toth PP, 1996).

2.5.8. Keadaan serviks pada saat partus

Penipisan serviks serta dilatasi serviks memperbesar keberhasilan VBAC
(Flamm BL, 1997).

Menurut Guleria dan Dhall (1997) menyatakan bahwa laju dilatasi seviks
mempengaruhi keberhasilan penanganan VBAC. Dari 100 pasien bekas
seksio sesarea segmen bawah rahim didapat 84 % berhasil persalinan
pervaginal sedangkan sisanya adalah seksio sesarea darurat. Gambaran
laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang berhasil pervaginal
pada fase laten rata-rata 0.88 cm/jam manakala fase aktif 1.25 cm/jam.
Sebaliknya laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang gagal
pervaginal pada fase late rata-rata 0.44 cm/jam dan fase aktif adalah 0.42
cm/jam.

Induksi persalinan dengan misoprostol akan meningkatkan resiko ruptur
uteri pada maternal dengan bekas seksio sesarea (Plaut MM, et al, 1999).
Dijumpai adanya 1 kasus ruptur uteri bekas seksio sesaraea segmen bawah
rahim transversal selama dilakukan pematangan serviks dengan
transvaginal misoprostol sebelum tindakan induksi persalinan (Scott,
1997).

Universitas Sumatera Utara
2.5.9. Keadaan selaput ketuban
Menurut Carrol (1990) dalam Miller (1994) melaporkan pasien dengan
ketuban pecah dini pada usia kehamilan diatas 37 minggu dengan bekas
seksio sesarea (56 kasus) proses persalinannya dapat pervaginal dengan
menunggu terjadinya inpartu spontan dan didapat angka keberhasilan yang
tinggi yaitu 91 % dengan menghindari pemberian induksi persalinan
dengan oksitosin, dengan rata-rata lama waktu antara ketuban pecah dini
sampai terjadinya persalinan adalah 42,6 jam dengan keadaan ibu dan bayi
baik.
2.6. Induksi VBAC
Penelitian untuk induksi persalinan dengan oksitosin pada pasien bekas
seksio sesarea satu kali memberi kesimpulkan bahwa induksi persalinan
dengan oksitosin meningkatkan kejadian ruptur uteri pada wanita hamil
dengan bekas seksio sesarea satu kali dibandingkan dengan partus spontan
tanpa induksi. Secara statistik tidak didapatkan peningkatan yang
bermakna kejadian ruptur uteri pada pasien yang melakukan akselerasi
persalinan dengan oksitosin. Namun pemakaian oksitosin untuk drip
akselerasi pada pasien bekas seksio sesarea harus diawasi secara
ketat (Zelop CM, 1999).

Menurut Scott (1997) tingkat keberhasilan pemberian oksitosin pada
persalinan bekas seksio sesarea cukup tinggi yaitu 70% pada induksi
persalinan dan 100% pada akselerasi persalinan.







Universitas Sumatera Utara
2.7. Risiko terhadap maternal
Menurut Kirt EP (1990) dan Goldberg (2000) menyatakan resiko terhadap
ibu yang melakukan persalinan pervaginal dibandingkan dengan seksio
sesarea ulangan elektif pada bekas seksio sesarea adalah seperti berikut :
1. Insiden demam lebih kecil secara bermakna pada persalinan pervaginal
yang berhasil dibanding dengan seksio sesarea ulangan elektif
2. Pada persalinan pervaginal yang gagal yang dilanjutkan dengan seksio
sesarea insiden demam lebih tinggi
3. Tidak banyak perbedaan insiden dehisensi uterus pada persalinan
pervaginal dibanding dengan seksio sesarea elektif.
4. Dehisensi atau ruptur uteri setelah gagal persalinan pervaginal adalah 2.8
kali dari seksio sesarea elektif.
5. Mortalitas ibu pada seksio sesarea ulangan elektif dan persalinan
pervaginal sangat rendah
6. Kelompok persalinan pervaginal mempunyai rawat inap yang lebih
singkat, penurunan insiden transfusi darah pada paska persalinan dan
penurunan insiden demam paska persalinan dibanding dengan seksio
sesarea elektif

2.8. Risiko terhadap anak
Angka kematian perinatal dari hasil penelitian terhadap lebih dari 4.500
persalinan pervaginal adalah 1.4% serta resiko kematian perinatal pada
persalinan percobaan adalah 2.1 kali lebih besar dibanding seksio sesarea
elektif namun jika berat badan janin < 750 gram dan kelainan kongenital
berat tidak diperhitungkan maka angka kematian perinatal dari persalinan
pervaginal tidak berbeda secara bermakna dari seksio sesarea ulangan
elektif (Kirk, 1990).



Universitas Sumatera Utara
Menurut Flamm BL (1997) melaporkan angka kematian perinatal adalah 7
per 1.000 kelahiran hidup pada persalinan pervaginal, angka ini tidak
berbeda secara bermakna dari angka kematian perinatal dari rumah sakit
yang ditelitinya yaitu 10 per 1.000 kelahiran hidup.

Menurut Caughey AB (2001) melaporkan 463 dari 478 (97 %) dari bayi
yang lahir pervaginal mempunyai skor Apgar pada 5 menit pertama adalah
8 atau lebih. Menurut McMahon (1996) bahwa skor Apgar bayi yang lahir
tidak berbeda bermakna pada VBAC dibanding seksio sesarea ulangan
elektif. Menurut Flamm BL (1997) juga melaporkan morbiditas bayi yang
lahir dengan seksio sesarea ulangan setelah gagal VBAC lebih tinggi
dibandingkan dengan yang berhasil VBAC dan morbiditas bayi yang
berhasil VBAC tidak berbeda bermakna dengan bayi yang lahir normal.

2.9. Komplikasi VBAC
Komplikasi paling berat yang dapat terjadi dalam melakukan persalinan
pervaginal adalah ruptur uteri. Ruptur jaringan parut bekas seksio sesarea
sering tersembunyi dan tidak menimbulkan gejala yang khas (Miller DA,
1999). Dilaporkan bahwa kejadian ruptur uteri pada bekas seksio sesarea
insisi segmen bawah rahim lebih kecil dari 1 % (0,2 0,8 %). Kejadian
ruptur uteri pada persalinan pervaginal dengan riwayat insisi seksio
sesarea korporal dilaporkan oleh Scott (1997) dan American College of
Obstetricans and Gynecologists (1998) adalah sebesar 4 9 %. Kejadian
ruptur uteri selama partus percobaan pada bekas seksio sesarea sebanyak
0,8% dan dehisensi 0,7% (Martel MJ, 2005).

Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi akan
keluar dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan pada ibu, gawat janin dan kematian janin serta
ibu. Kadang-kadang harus dilakukan histerektomi emergensi.

Universitas Sumatera Utara
Kasus ruptur uteri ini lebih sering terjadi pada seksio sesarea klasik
dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim. Ruptur
uteri pada seksio sesarea klasik terjadi 5-12 % sedangkan pada seksio
sesarea pada segmen bawah rahim 0,5-1 % (Hill DA, 2002).

Tanda yang sering dijumpai pada ruptur uteri adalah denyut jantung janin
tak normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun menjadi
deselerasi lambat, bradiakardia, dan denyut janin tak terdeteksi. Gejala
klinis tambahan adalah perdarahan pervaginal, nyeri abdomen, presentasi
janin berubah dan terjadi hipovolemik pada ibu (Miller DA, 1999).

Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut :
(Caughey AB, et al, 2001)

1. Nyeri akut abdomen
2. Sensasi popping ( seperti akan pecah )
3. Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold
4. Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi
5. Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginal
6. Perdarahan pervaginal

Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan
persalinan pervaginal karena resiko ruptur 2-10 kali dan kematian maternal
dan perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea
pada segmen bawah rahim (Chua S, Arunkumaran S, 1997).

Menurut Landon (2004), komplikasi terhadap maternal termasuklah ruptur
uteri, histerektomi, gangguan sistem tromboembolik, transfusi,
endometritis, kematian maternal dan gangguan-gangguan lain. Nilai
lengkap data tersebut adalah seperti berikut :-

Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 : Komplikasi maternal berdasarkan keberhasilan trial of labor

(Landon, 2004)

Menurut Landon (2004), secara keseluruhannya bayi yang dilahirkan term
secara trial of labor (TOL) mempunyai efek yang lebih buruk berbanding
bayi yang dilahirkan secara elective repeated cesarean delivery (ERCD).
Penilaian yang digunakan adalah antepartum stillbirth, intrapartum
stillbirth, hypoxic-ischemic encephalopathy dan kematian neonatus.









Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 : Komplikasi perinatal berdasarkan keberhasilan trial of labor

(Landon, 2004)

2.10. Monitoring
Ada beberapa alasan mengapa seseorang wanita seharusnya dibantu
dengan persalinan pervaginal. Hal ini disebabkan karena komplikasi
akibat seksio sesarea lebih tinggi. Pada seksio sesarea terdapat
kecendrungan kehilangan darah yang banyak, peningkatan kejadian
transfusi dan infeksi, akan menambah lama rawatan masa nifas di rumah
sakit.Selain itu, juga akan memperlama perawatan di rumah dibandingkan
persalinan pervaginal. Sebagai tambahan biaya rumah sakit akan dua kali
lebih mahal (Golberg B, MD, 2000).

Walaupun angka kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginal setelah
seksio sesarea adalah rendah, tapi hal ini dapat menyebabkan kematian
pada janin dan ibu. Untuk antisipasi perlu dilakukan monitoring pada
persalinan ini (Caughey AB, 1999).

Universitas Sumatera Utara
Menurut Farmer (1991) dalam Caughey AB (1999), pasien dengan bekas
seksio sesarea membutuhkan manajemen khusus pada waktu antenatal
maupun pada waktu persalinan. Jika persalinan diawasi dengan ketat
melalui monitor kardiotokografi; denyut jantung janin dan tekanan intra
uterin dapat membantu untuk mengidentifikasi ruptur uteri lebih dini
sehingga respon tenaga medis bisa cepat maka ibu dan bayi bisa
diselamatkan apabila terjadi ruptur uteri.

2.11. Sistem skoring VBAC
Untuk memprediksi keberhasilan penanganan persalinan pervaginal bekas
seksio sesarea, beberapa peneliti telah membuat sistem skoring. Flamm
dan Geiger menentukan panduan dalam penanganan persalinan bekas
seksio sesarea dalam bentuk sistem skoring. Weinstein dkk juga telah
membuat suatu sistem skoring untuk pasien bekas seksio
sesarea (Weinstein D, 1996, Flamm BL, 1997).

Adapun skoring menurut Flamm dan Geiger (1997) yang ditentukan untuk
memprediksi persalinan pada wanita dengan bekas seksio sesarea adalah
seperti tertera pada table dibawah ini:












Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 : Skor VBAC menurut Flamm dan Geiger
No Karakteristik Skor
1
2




3
4




5
Usia < 40 tahun
Riwayat persalinan pervaginal
- sebelum dan sesudah seksio sesarea
- persalinan pervaginal sesudah seksio sesarea
- persalinan pervaginal sebelum seksio sesarea
- tidak ada
Alasan lain seksio sesarea terdahulu
Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah Sakit dalam
keadaan inpartu:
- 75 %
- 25 75 %
- < 25 %
Dilatasi serviks > 4 cm
2

4
2
1
0
1


2
1
0
1
(Flamm BL dan Geiger AM, 1997)

Dari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap skor development group
diperoleh hasil seperti tabel dibawah ini:

Tabel 2.5 : Angka keberhasilan VBAC menurut Flamm dan Geiger
Skor Angka Keberhasilan (%)
0 2
3
4
5
6
7
8 10
42-49
59-60
64-67
77-79
88-89
93
95-99
Total 74-75
(Flamm BL dan Geiger AM, 1997)

Universitas Sumatera Utara
Weinstein (1996) juga telah membuat suatu sistem skoring yang bertujuan untuk
memprediksi keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea,
adapun sistem skoring yang digunakan adalah :

Tabel 2.6 : Skor VBAC menurut Weinstein
FAKTOR TIDAK YA
Bishop Score 4
Riwayat persalinan pervaginal sebelum seksio sesarea
Indikasi seksio sesarea yang lalu
Malpresentasi, Preeklampsi/Eklampsi, Kembar
HAP, PRM, Persalinan Prematur
Fetal Distres, CPD, Prolapsus tali pusat
Makrosemia, IUGR
0
0

0
0
0
0
4
2

6
5
4
3
(Weinstein D, 1996)


Angka keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea pada sistem
skoring menurut Weinstein (1996) adalah seperti di tabel berikut :

Tabel 2.7 : Angka keberhasilan VBAC menurut Weinstein
Nilai skoring Keberhasilan
4
6
8
10
12
58 %
67 %
78 %
85 %
88 %

(Weinstein D, 1996)






Universitas Sumatera Utara

You might also like