You are on page 1of 4

Orthodontic Dental Journal Vol. 2 No.

1 Januari Juni 2011: 45-48



45



Penggunaan Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) sebagai evaluasi hasil
perawatan dengan peranti lepasan
(The use of Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) as an evaluation of treatment
with removable appliances)

Deddy Desmar Dika*, Thalca Hamid**, Mieke Sylvia**
* Mahasiswa Strata 1 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya Indonesia
** Staf Pengajar Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya Indonesia


ABSTRACT
Background: IOTN has been used worldwide as an index for measuring the needs for orthodontic
treatment. Perceived need varies with cultures, age, social and economic factors, personal knowledge and
values, while normative need solely depends on objectives professional evaluation. The Index of Orthodontic
Treatment Need (IOTN) consists of the Dental Health (DHC) and the Aesthetic Component (AC) attempt to
fulfill the requirements to determine the perceived need and the normative need as well. To assess the DHC, a
plastic IOTN ruler was used and the 10 scaled non color photographs for the AC assessment. Purpose: The aim
of this study was determine if the IOTN could be presented as a good index for measuring needs of orthodontic
treatment in Clinic of Orthodontic Faculty of Dentistry Airlangga University. Method: The study was a
descriptive observational. The sample used were 178 study models. The models were patients who treated
orthodontic treatment in orthodontic clinic. Measurement results will be analyzed using parametric statistics
with correlation and regression methods to compare results before and after orthodontic treatment care.
Results: This study showed significant differences between before treatment (Pearson Correlation Coeficient
0.202, p < 0.01) with after treatment done (Pearson Correlation Coeficient 0.409, p < 0.01) when tested with
Pearson Correlation Test. Conclusion: Measurement results with the IOTN showed better progress after the
treatment. DHC showed an average change of 10% for each score of severity, AC indicates the average change
of 4% for each level of severity

Key words : IOTN (Index of Orthodontic Treatment Need), DHC (Dental Health Component), AC ( Aesthetic
Component), malocclusion

Korespondensi (correspondence): Deddy Desmar Dika, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Jln.
Mayjend. Prof. Dr. Moestopo no. 47 Surabaya 60132, Indonesia.


PENDAHULUAN
Masalah maloklusi merupakan masalah
penting dalam bidang kesehatan gigi, khususnya
dalam bidang ortodonsia di Indonesia. Definisi
maloklusi masih sering diperdebatkan hingga
saat ini karena persepsi perseorangan tentang
masalah maloklusi masih sangat berbeda.
Maloklusi itu sendiri merupakan keadaan yang
menyimpang dari oklusi normal, hal ini terjadi
karena tidak sesuainya antara lengkung gigi dan
lengkung rahang. Keadaan ini terjadi pada
rahang atas maupun rahang bawah. Gambaran
klinisnya berupa berdesakan, protrusi, gigitan
silang baik anterior maupun posterior.

Kelainan oklusi pada umumnya terjadi
akibat faktor bawaan yang antara lain termasuk
gigi berdesakan, ruang atau celah antar gigi,
kelebihan atau kekurangan gigi, celah bibir dan
langit, serta kelainan pada rahang dan muka.
Namun, maloklusi juga bisa ditimbulkan oleh
kebiasaan buruk atau faktor lain, seperti
kebiasaan menghisap jari tangan sejak kecil,
kebiasaan menjulurkan lidah atau kondisi pasca
kecelakaan yang melibatkan bagian muka,
Research Report
Orthodontic Dental Journal Vol. 2 No. 1 Januari Juni 2011: 45-48



46

kehilangan gigi terlalu dini dan banyak faktor
lainnya
1
.
Kelainan tersebut pada umumnya pada
muka atau mulut yang menurunkan daya tarik
anak-anak tersebut dan dapat menjadi bahan
ejekan dari teman-temannya. Hal inilah yang
dapat menimbulkan perasaan rendah diri, yang
selanjutnya akan mempengaruhi proses
pembentukan diri dengan cara menarik diri,
pendiam dan pemalu. Untuk itu perlu dilakukan
perawatan sedini mungkin
2
. Orangtua pasti
menginginkan anaknya tampak normal,
berpenampilan menarik, sehingga mereka
membawa anaknya ke dokter gigi untuk
memperbaiki maloklusi
3
.
Perawatan ortodonti merupakan
perawatan yang dilakukan di bidang kedokteran
gigi yang bertujuan untuk mendapatkan
penampilan dentofasial yang menyenangkan
secara estetika yaitu dengan menghilangkan
susunan gigi yang berdesakan, mengoreksi
penyimpangan rotasional dan apikal dari gigi-
geligi, mengoreksi hubungan antar insisal serta
menciptakan hubungan oklusi yang baik
4
.
Menurut laporan penelitian Isnaniah
Malik
5
, di Indonesia telah banyak dilakukan
penelitian, diantaranya : Moendiyah Mochtar
6

dalam disertasinya menyampaikan Klinik
Ortodonti Universitas Sumatra Utara diantara
405 orang penderita yang dirawat sebanyak 198
orang yang memilki kasus geligi berdesakan.,
sedangkan Kuswahyuning
7
meneliti pada anak-
anak sekolah menengah atas di Yogyakarta
mendapatkan sebanyak 35% gigi berdesakan.
Gan-Gan
8
melakukan penelitian kepada
murid-murid SMP di Kota Bandung
mendapatkan data yang mengejutkan yaitu
keadaan maloklusi telah mencapai angka
90,79%. Keadaan ini mencangkup maloklusi
berat 26.32%, maloklusi sedang 11,84% dan
maloklusi ringan 11,84%. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa hampir separuh (54,4%)
yang mengalami maloklusi memiliki
pengetahuan yang kurang tentang akibat
maloklusi dan perawatannya.
Hasil penelitian Agusni
9
menujukkan
31% anak tidak perlu melakukan perawatan
maloklusi, 45% perlu melakukan perawatan
ringan dan 24 % sangat perlu untuk dilakukan
perawatan karena kondisinya yang parah
sehingga menggangu kesehatan fisik dan
sosialnya.
Sejak dimulainya sejarah ilmu ortodonti,
telah terpikir membuat tata cara penilaian yang
dapat menjadi acuan untuk dilakukan perawatan
ortodonti. Acuan yang baik ialah suatu penilaian
yang bersifat obyektif dan bersifat baku. Sampai
saat ini ada beberapa acuan berupa indeks yang
sering disebut indeks maloklusi. Salah satu
indeks yang menjadi acuan dalam perawatan
ortodonti adalah Index of Orthodontic
Treatment Need (IOTN). IOTN berfungsi
sebagai indeks untuk mengukur kebutuhan
perawatan, dapat juga dipakai untuk mengukur
keberhasilan perawatan
10
.


Indeks ini terdiri dari dua buah
komponen yaitu Dental Health Component
(DHC) dan Aesthetic Component (AC). Dalam
penggunaannya, Dental Health Component
dipergunakan terlebih dahulu, baru kemudian
Aesthetic Component (AC)
9
.
Dental Health Component diajukan
untuk mengatasi subyektifitas pengukuran
dengan batas ambang yang jelas; tingkatan
derajat DHC menunjukkan berapa besar
prioritas untuk perawatan, dengan perincian
sebagai berikut: skor 1-2: tidak perlu
perawatan/perawatan ringan, skor 3: perawatan
borderline/sedang, skor 4-5: sangat memerlukan
perawatan. Untuk membantu pengukuran DHC
digunakan penggaris plastik yang transparan
dimana pada penggaris tersebut berisi semua
informasi yang diperlukan.
Aesthetic Component terdiri dari 10 foto
berwarna yang menunjukkan tingkatan derajat
yang berbeda dari penampilan estetik susunan
geligi. Dengan mengacu pada gambar ini,
derajat penampilan estetik gigi dari pasien dapat
dinilai dalam salah satu tingkatan derajat
tertentu. Tingkat 1 menunjukkan susunan gigi
yang paling menarik dari sudut estetik geligi,
sedangkan tingkat 10 menunjukkan susunan
geligi yang paling tidak tidak menarik.
Dengan demikian skor ini merupakan
refleksi dari kelainan estetik susunan geligi.
Tingkatan derajat keparahan dari Aesthetic
Component adalah sebagai berikut: skor 1-4:
tidak perlu perawatan/perawatan ringan, skor 5-
Orthodontic Dental Journal Vol. 2 No. 1 Januari Juni 2011: 45-48



47

7: perawatan borderline/sedang, skor 8-10:
sangat memerlukan perawatan.

BAHAN DAN METODE
Jenis penelitian yang dilakukan adalah
penelitian deskriptif observasional. Penelitian
dilakukan di Klinik Ortodonti Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Airlangga.
Populasi penelitian adalah pasien
ortodonti yang dirawat di Klinik Ortodonti
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga
Surabaya yang telah selaesai dirawat pada
Tahun 2010. Kriteria populasi yaitu, dibedakan
jenis kelamin, telah dirawat selama 1,5 - 2
tahun, model gigi dalam keadaan baik, utuh dan
lengkap tidak ada gigi yang patah.
Hasil perawatan ortodonti lepasan
sebelum perawatan dan progres perawatan
dinilai dengan Index of Orthodontic Treatment
Need (IOTN).

HASIL

Tabel 1. Persentase DHC sebelum perawatan dan sesudah
perawatan.

*orang

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa:
yang sangat memerlukan perawatan awalnya
ada sebanyak 95 orang (53%), perlu perawatan
sedang 42 orang (24%) dan tidak perlu
perawatan atau perawatan ringan sebanyak 41
orang (23%).
Setelah dilakukan perawatan hasil DHC
menjadi, hanya 66 orang (37%) yang sangat
memerlukan perawatan, perlu perawatan sedang
sebanyak 60 orang (34%) dan tidak perlu
perawatan atau perawatan ringan sebanyak 52
orang (29%).


Tabel 2. Persentase AC sebelum perawatan dan sesudah
perawatan.








*orang
Dari tabel 2 diketahui bahwa: yang
sangat memerlukan perawatan awalnya ada
sebanyak 23 orang (13%), perlu perawatan
sedang 61 orang (34%) dan tidak perlu
perawatan atau perawatan ringan sebanyak 94
orang (53%).
Setelah dilakukan perawatan hasil AC
setelah perawatan menjadi hanya 22 orang
(12%) yang sangat memerlukan perawatan,
perlu perawatan sedang sebanyak 51 orang
(29%) dan tidak perlu perawatan atau perawatan
ringan sebanyak 105 orang (59%).
Dari perhitungan statistik didapatkan
korelasi DHC sebelum perawatan dan sesudah
perawatan berdasarkan Pearson Correlation
Test (Pearson Correlation Coeficient 0.202, p <
0.01), menunjukkan adanya korelasi yang
bermakna. Begitu pula dengan korelasi AC
sebelum perawatan dan sesudah perawatan
menurut Pearson Correlation Test (Pearson
Correlation Coeficient 0.409, p < 0.01),
menunjukkan adanya korelasi yang bermakna.

PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan terhadap 178 pasien
sesuai kriteria penelitian dengan Index of
Orthodontic Treatment Need (IOTN) hampir
tidak mengalami kendala yang berarti sehingga
dalam melakukan penelitian dapat dikatan
hampir ada hambatan yang berarti.
Pemeriksaan keparahan maloklusi
dengan memakai Index Of Orthodontic
Treatment Need (IOTN) sangat mudah dan
praktis untuk dilakukan. Indeks ini memang
belum bisa dikatakan ideal, namun indeks ini
memiliki keunggulan dalam waktu pemakaian
dimana mampu diaplikasikan selama 30 detik
sampai 1 menit sehingga memudahkan peneliti
Skor
perawatan
IOTN DHC
pre post
1-2 41* 23% 52* 29%
3 42* 24% 60* 34%
4-5 95* 53% 66* 37%
TOTAL 178* 100% 178* 100%
Skor
perawatan
IOTN AC
pre Post
1-4 94* 53% 105* 59%
5-7 61* 34% 51* 29%
8-10 23* 13% 22* 12%
TOTAL 178* 100% 178* 100%
Orthodontic Dental Journal Vol. 2 No. 1 Januari Juni 2011: 45-48



48

untuk memeriksa sampel dalam jumlah yang
besar sehingga baik dipakai untuk survei
epidemiologi.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya
kemajuan dari perawatan ortodonti yang telah
menggunakan peranti lepasan. Keberhasilan
perawatan ini berupa perubahan derajat
keparahan maloklusi menjadi lebih baik dari
sebelum masa awal perawatan ortodonti lepasan
dilakukan.
Berdasarkan data DHC sebelum
perawatan, yang sangat memerlukan perawatan
awalnya ada sebanyak 95 orang (53%), perlu
perawatan sedang 42 orang (24%) dan tidak
perlu perawatan atau perawatan ringan sebanyak
41 orang (23%). Setelah dilakukan perawatan
hasil DHC setelah perawatan menjadi hanya 66
orang (37%) yang sangat memerlukan
perawatan, perlu perawatan sedang sebanyak 60
orang (34%) dan tidak perlu perawatan atau
perawatan ringan sebanyak 52 orang (29%).
Begitu pula berdasarkan AC sebelum
perawatan, yang sangat memerlukan perawatan
awalnya ada sebanyak 23 orang (13%), perlu
perawatan sedang 61 orang (34%) dan tidak
perlu perawatan atau perawatan ringan sebanyak
94 orang (53%). Setelah dilakukan perawatan
hasil AC setelah perawatan menjadi hanya 22
orang (12%) yang sangat memerlukan
perawatan, perlu perawatan sedang sebanyak 51
orang (29%) dan tidak perlu perawatan atau
perawatan ringan sebanyak 105 orang (59%).

















DAFTAR PUSTAKA
1. Sony S. Hubungan antara tingkat keparahan
maloklusi dengan tuntutan perawatan
ortodonti. Ceril XVII 2005; 8: 90-5.
2. Ardhana W. Prosedur pemeriksaan
ortodonti. Materi Kuliah. 2009. p: 2-20.
3. Finn SB. Clinical pedodontics. 4th ed.
Birmingham: WB Saunders Co. 2003.
4. William JK. Prinsip dan praktik alat-alat
ortodonti cekat. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2000. p:1-8.
5. Isnaniah, M. Distribusi maloklusi di Klinik
Terpadu Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjajaran. Laporan Penelitian.
1988.p:10-1.
6. Moendiyah M. Masalah gigi berjejeal, suatu
studi pembandingan morfologi gigi, ukuran
gigi dan ukuran lengkung rahang pada suku
Batak dan suku Melayu di Sumatra Utara.
Disertasi. Universitas Padjajaran Bandung.
1982.
7. Kuswahyuning. Prevalensi anomali gigi
geligi pada maloklusi Angle Klas 1 murid
murid SLTP dan SLTA (umur antara 15
Th.-18 Th.) di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Laporan Penelitian. Lembaga
Penelitian Universitas Gajah Mada. 1978.
8. Gan Gan P, Soemantri ES, Sowondo S.
Penelitian survei maloklusi murid-murid
Sekolah Lanjutan Pertama di Wilayah
Kotamadya Bandung. Journal of Dentistry
UNPAD 1997; 9(2); 14-20.
9. Agusni T. Index of Orthodontic Treatment
Need (IOTN) untuk mengukur kebutuhan
perawatan ortodonti pada anak Indonesia di
Surabaya. Maj Ked Gigi 1998; 31:119-23.
10. Agusni, T. Beberapa indeks maloklusi. Maj
Ked Gigi 2001;.34: 3-17.

You might also like