Penggunaan Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) sebagai evaluasi hasil perawatan dengan peranti lepasan (The use of Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) as an evaluation of treatment with removable appliances)
Deddy Desmar Dika*, Thalca Hamid**, Mieke Sylvia** * Mahasiswa Strata 1 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya Indonesia ** Staf Pengajar Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya Indonesia
ABSTRACT Background: IOTN has been used worldwide as an index for measuring the needs for orthodontic treatment. Perceived need varies with cultures, age, social and economic factors, personal knowledge and values, while normative need solely depends on objectives professional evaluation. The Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) consists of the Dental Health (DHC) and the Aesthetic Component (AC) attempt to fulfill the requirements to determine the perceived need and the normative need as well. To assess the DHC, a plastic IOTN ruler was used and the 10 scaled non color photographs for the AC assessment. Purpose: The aim of this study was determine if the IOTN could be presented as a good index for measuring needs of orthodontic treatment in Clinic of Orthodontic Faculty of Dentistry Airlangga University. Method: The study was a descriptive observational. The sample used were 178 study models. The models were patients who treated orthodontic treatment in orthodontic clinic. Measurement results will be analyzed using parametric statistics with correlation and regression methods to compare results before and after orthodontic treatment care. Results: This study showed significant differences between before treatment (Pearson Correlation Coeficient 0.202, p < 0.01) with after treatment done (Pearson Correlation Coeficient 0.409, p < 0.01) when tested with Pearson Correlation Test. Conclusion: Measurement results with the IOTN showed better progress after the treatment. DHC showed an average change of 10% for each score of severity, AC indicates the average change of 4% for each level of severity
Key words : IOTN (Index of Orthodontic Treatment Need), DHC (Dental Health Component), AC ( Aesthetic Component), malocclusion
Korespondensi (correspondence): Deddy Desmar Dika, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Jln. Mayjend. Prof. Dr. Moestopo no. 47 Surabaya 60132, Indonesia.
PENDAHULUAN Masalah maloklusi merupakan masalah penting dalam bidang kesehatan gigi, khususnya dalam bidang ortodonsia di Indonesia. Definisi maloklusi masih sering diperdebatkan hingga saat ini karena persepsi perseorangan tentang masalah maloklusi masih sangat berbeda. Maloklusi itu sendiri merupakan keadaan yang menyimpang dari oklusi normal, hal ini terjadi karena tidak sesuainya antara lengkung gigi dan lengkung rahang. Keadaan ini terjadi pada rahang atas maupun rahang bawah. Gambaran klinisnya berupa berdesakan, protrusi, gigitan silang baik anterior maupun posterior.
Kelainan oklusi pada umumnya terjadi akibat faktor bawaan yang antara lain termasuk gigi berdesakan, ruang atau celah antar gigi, kelebihan atau kekurangan gigi, celah bibir dan langit, serta kelainan pada rahang dan muka. Namun, maloklusi juga bisa ditimbulkan oleh kebiasaan buruk atau faktor lain, seperti kebiasaan menghisap jari tangan sejak kecil, kebiasaan menjulurkan lidah atau kondisi pasca kecelakaan yang melibatkan bagian muka, Research Report Orthodontic Dental Journal Vol. 2 No. 1 Januari Juni 2011: 45-48
46
kehilangan gigi terlalu dini dan banyak faktor lainnya 1 . Kelainan tersebut pada umumnya pada muka atau mulut yang menurunkan daya tarik anak-anak tersebut dan dapat menjadi bahan ejekan dari teman-temannya. Hal inilah yang dapat menimbulkan perasaan rendah diri, yang selanjutnya akan mempengaruhi proses pembentukan diri dengan cara menarik diri, pendiam dan pemalu. Untuk itu perlu dilakukan perawatan sedini mungkin 2 . Orangtua pasti menginginkan anaknya tampak normal, berpenampilan menarik, sehingga mereka membawa anaknya ke dokter gigi untuk memperbaiki maloklusi 3 . Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang dilakukan di bidang kedokteran gigi yang bertujuan untuk mendapatkan penampilan dentofasial yang menyenangkan secara estetika yaitu dengan menghilangkan susunan gigi yang berdesakan, mengoreksi penyimpangan rotasional dan apikal dari gigi- geligi, mengoreksi hubungan antar insisal serta menciptakan hubungan oklusi yang baik 4 . Menurut laporan penelitian Isnaniah Malik 5 , di Indonesia telah banyak dilakukan penelitian, diantaranya : Moendiyah Mochtar 6
dalam disertasinya menyampaikan Klinik Ortodonti Universitas Sumatra Utara diantara 405 orang penderita yang dirawat sebanyak 198 orang yang memilki kasus geligi berdesakan., sedangkan Kuswahyuning 7 meneliti pada anak- anak sekolah menengah atas di Yogyakarta mendapatkan sebanyak 35% gigi berdesakan. Gan-Gan 8 melakukan penelitian kepada murid-murid SMP di Kota Bandung mendapatkan data yang mengejutkan yaitu keadaan maloklusi telah mencapai angka 90,79%. Keadaan ini mencangkup maloklusi berat 26.32%, maloklusi sedang 11,84% dan maloklusi ringan 11,84%. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hampir separuh (54,4%) yang mengalami maloklusi memiliki pengetahuan yang kurang tentang akibat maloklusi dan perawatannya. Hasil penelitian Agusni 9 menujukkan 31% anak tidak perlu melakukan perawatan maloklusi, 45% perlu melakukan perawatan ringan dan 24 % sangat perlu untuk dilakukan perawatan karena kondisinya yang parah sehingga menggangu kesehatan fisik dan sosialnya. Sejak dimulainya sejarah ilmu ortodonti, telah terpikir membuat tata cara penilaian yang dapat menjadi acuan untuk dilakukan perawatan ortodonti. Acuan yang baik ialah suatu penilaian yang bersifat obyektif dan bersifat baku. Sampai saat ini ada beberapa acuan berupa indeks yang sering disebut indeks maloklusi. Salah satu indeks yang menjadi acuan dalam perawatan ortodonti adalah Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN). IOTN berfungsi sebagai indeks untuk mengukur kebutuhan perawatan, dapat juga dipakai untuk mengukur keberhasilan perawatan 10 .
Indeks ini terdiri dari dua buah komponen yaitu Dental Health Component (DHC) dan Aesthetic Component (AC). Dalam penggunaannya, Dental Health Component dipergunakan terlebih dahulu, baru kemudian Aesthetic Component (AC) 9 . Dental Health Component diajukan untuk mengatasi subyektifitas pengukuran dengan batas ambang yang jelas; tingkatan derajat DHC menunjukkan berapa besar prioritas untuk perawatan, dengan perincian sebagai berikut: skor 1-2: tidak perlu perawatan/perawatan ringan, skor 3: perawatan borderline/sedang, skor 4-5: sangat memerlukan perawatan. Untuk membantu pengukuran DHC digunakan penggaris plastik yang transparan dimana pada penggaris tersebut berisi semua informasi yang diperlukan. Aesthetic Component terdiri dari 10 foto berwarna yang menunjukkan tingkatan derajat yang berbeda dari penampilan estetik susunan geligi. Dengan mengacu pada gambar ini, derajat penampilan estetik gigi dari pasien dapat dinilai dalam salah satu tingkatan derajat tertentu. Tingkat 1 menunjukkan susunan gigi yang paling menarik dari sudut estetik geligi, sedangkan tingkat 10 menunjukkan susunan geligi yang paling tidak tidak menarik. Dengan demikian skor ini merupakan refleksi dari kelainan estetik susunan geligi. Tingkatan derajat keparahan dari Aesthetic Component adalah sebagai berikut: skor 1-4: tidak perlu perawatan/perawatan ringan, skor 5- Orthodontic Dental Journal Vol. 2 No. 1 Januari Juni 2011: 45-48
47
7: perawatan borderline/sedang, skor 8-10: sangat memerlukan perawatan.
BAHAN DAN METODE Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif observasional. Penelitian dilakukan di Klinik Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Populasi penelitian adalah pasien ortodonti yang dirawat di Klinik Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya yang telah selaesai dirawat pada Tahun 2010. Kriteria populasi yaitu, dibedakan jenis kelamin, telah dirawat selama 1,5 - 2 tahun, model gigi dalam keadaan baik, utuh dan lengkap tidak ada gigi yang patah. Hasil perawatan ortodonti lepasan sebelum perawatan dan progres perawatan dinilai dengan Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN).
HASIL
Tabel 1. Persentase DHC sebelum perawatan dan sesudah perawatan.
*orang
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa: yang sangat memerlukan perawatan awalnya ada sebanyak 95 orang (53%), perlu perawatan sedang 42 orang (24%) dan tidak perlu perawatan atau perawatan ringan sebanyak 41 orang (23%). Setelah dilakukan perawatan hasil DHC menjadi, hanya 66 orang (37%) yang sangat memerlukan perawatan, perlu perawatan sedang sebanyak 60 orang (34%) dan tidak perlu perawatan atau perawatan ringan sebanyak 52 orang (29%).
Tabel 2. Persentase AC sebelum perawatan dan sesudah perawatan.
*orang Dari tabel 2 diketahui bahwa: yang sangat memerlukan perawatan awalnya ada sebanyak 23 orang (13%), perlu perawatan sedang 61 orang (34%) dan tidak perlu perawatan atau perawatan ringan sebanyak 94 orang (53%). Setelah dilakukan perawatan hasil AC setelah perawatan menjadi hanya 22 orang (12%) yang sangat memerlukan perawatan, perlu perawatan sedang sebanyak 51 orang (29%) dan tidak perlu perawatan atau perawatan ringan sebanyak 105 orang (59%). Dari perhitungan statistik didapatkan korelasi DHC sebelum perawatan dan sesudah perawatan berdasarkan Pearson Correlation Test (Pearson Correlation Coeficient 0.202, p < 0.01), menunjukkan adanya korelasi yang bermakna. Begitu pula dengan korelasi AC sebelum perawatan dan sesudah perawatan menurut Pearson Correlation Test (Pearson Correlation Coeficient 0.409, p < 0.01), menunjukkan adanya korelasi yang bermakna.
PEMBAHASAN Penelitian dilakukan terhadap 178 pasien sesuai kriteria penelitian dengan Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) hampir tidak mengalami kendala yang berarti sehingga dalam melakukan penelitian dapat dikatan hampir ada hambatan yang berarti. Pemeriksaan keparahan maloklusi dengan memakai Index Of Orthodontic Treatment Need (IOTN) sangat mudah dan praktis untuk dilakukan. Indeks ini memang belum bisa dikatakan ideal, namun indeks ini memiliki keunggulan dalam waktu pemakaian dimana mampu diaplikasikan selama 30 detik sampai 1 menit sehingga memudahkan peneliti Skor perawatan IOTN DHC pre post 1-2 41* 23% 52* 29% 3 42* 24% 60* 34% 4-5 95* 53% 66* 37% TOTAL 178* 100% 178* 100% Skor perawatan IOTN AC pre Post 1-4 94* 53% 105* 59% 5-7 61* 34% 51* 29% 8-10 23* 13% 22* 12% TOTAL 178* 100% 178* 100% Orthodontic Dental Journal Vol. 2 No. 1 Januari Juni 2011: 45-48
48
untuk memeriksa sampel dalam jumlah yang besar sehingga baik dipakai untuk survei epidemiologi. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kemajuan dari perawatan ortodonti yang telah menggunakan peranti lepasan. Keberhasilan perawatan ini berupa perubahan derajat keparahan maloklusi menjadi lebih baik dari sebelum masa awal perawatan ortodonti lepasan dilakukan. Berdasarkan data DHC sebelum perawatan, yang sangat memerlukan perawatan awalnya ada sebanyak 95 orang (53%), perlu perawatan sedang 42 orang (24%) dan tidak perlu perawatan atau perawatan ringan sebanyak 41 orang (23%). Setelah dilakukan perawatan hasil DHC setelah perawatan menjadi hanya 66 orang (37%) yang sangat memerlukan perawatan, perlu perawatan sedang sebanyak 60 orang (34%) dan tidak perlu perawatan atau perawatan ringan sebanyak 52 orang (29%). Begitu pula berdasarkan AC sebelum perawatan, yang sangat memerlukan perawatan awalnya ada sebanyak 23 orang (13%), perlu perawatan sedang 61 orang (34%) dan tidak perlu perawatan atau perawatan ringan sebanyak 94 orang (53%). Setelah dilakukan perawatan hasil AC setelah perawatan menjadi hanya 22 orang (12%) yang sangat memerlukan perawatan, perlu perawatan sedang sebanyak 51 orang (29%) dan tidak perlu perawatan atau perawatan ringan sebanyak 105 orang (59%).
DAFTAR PUSTAKA 1. Sony S. Hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan tuntutan perawatan ortodonti. Ceril XVII 2005; 8: 90-5. 2. Ardhana W. Prosedur pemeriksaan ortodonti. Materi Kuliah. 2009. p: 2-20. 3. Finn SB. Clinical pedodontics. 4th ed. Birmingham: WB Saunders Co. 2003. 4. William JK. Prinsip dan praktik alat-alat ortodonti cekat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. p:1-8. 5. Isnaniah, M. Distribusi maloklusi di Klinik Terpadu Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran. Laporan Penelitian. 1988.p:10-1. 6. Moendiyah M. Masalah gigi berjejeal, suatu studi pembandingan morfologi gigi, ukuran gigi dan ukuran lengkung rahang pada suku Batak dan suku Melayu di Sumatra Utara. Disertasi. Universitas Padjajaran Bandung. 1982. 7. Kuswahyuning. Prevalensi anomali gigi geligi pada maloklusi Angle Klas 1 murid murid SLTP dan SLTA (umur antara 15 Th.-18 Th.) di Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Gajah Mada. 1978. 8. Gan Gan P, Soemantri ES, Sowondo S. Penelitian survei maloklusi murid-murid Sekolah Lanjutan Pertama di Wilayah Kotamadya Bandung. Journal of Dentistry UNPAD 1997; 9(2); 14-20. 9. Agusni T. Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) untuk mengukur kebutuhan perawatan ortodonti pada anak Indonesia di Surabaya. Maj Ked Gigi 1998; 31:119-23. 10. Agusni, T. Beberapa indeks maloklusi. Maj Ked Gigi 2001;.34: 3-17.