You are on page 1of 21

1

LATAR BELAKANG
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapai. Manifestasinya
bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa hingga perdarahan samar
yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan perdarahan dan lokasi perdarahan
saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan.
Hematemesis (muntah darah segar atau hitam) menunjukkan perdarahan dari saluran cerna
bagian atas, proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (tinja hitam, bau khas) biasanya akibat
perdarahan saluran cerna bagian atas, meskipun demikian perdarahan dari usus halus atau
kolon bagian kanan, juga dapat menimbulkan melena.
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu penyakit yang
sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Sebagian besar pasien datang dalam
keadaan stabil dan sebagian lainnya datang dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan
tindakan yang cepat dan tepat. Kejadian perdarahan akut saluran cerna ini tidak hanya terjadi
diluar rumah sakit saja namun dapat pula terjadi pada pasien-pasien yang sedang menjalani
perawatan di rumah sakit terutama di ruang perawatan intensif dengan mortalitas yang cukup
tinggi. Selain itu perdarahan akut SCBA sering menyertai penyakit-penyakit lainnya seperti
trauma kapitis, stroke, luka bakar yang luas, sepsis, renjatan dan gangguan hemostasis.
Perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 %
dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka
kematian dari perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada
perubahan selam 50 tahun terakhir.


2

TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan Fisiologi Saluran cerna

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal adalah sistem organ dalam manusia
yang berfungsi untuk menerima makanan dan mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi,
menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak
dapat dicerna atau merupakan sisa proses pencernaan tersebut dari tubuh. Sistem Pencernaan
merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap
oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran)
dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan (esofagus),
lambung (gaster), usus halus, usus besar (kolon), rektum dan anus. Sistem pencernaan juga
3

meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan
kandung empedu.
A. Mulut
1. Mulut adalah permulaan saluran pencernaan. Fungsi rongga mulut:
Mengerjakan pencernaan pertama dengan jalan mengunyah
Untuk berbicara
Bila perlu, digunakan untuk bernafas.
2. Pipi dan bibir
Mengandung otot-otot yang diperlukan dalam proses mengunyah dan bicara, disebelah
luar pipi dan bibir diselimuti oleh kulit dan disebelah dalam diselimuti oleh selaput
lendir (mukosa).
3. Gigi
Terdapat 2 kelompok yaitu gigi sementara atau gigi susu mulai tumbuh pada
umur 6-7 bulan dan lengkap pada umur 2 tahun jumlahnya 20 buah dan gigi
tetap (permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun jumlahnya 32 buah.
Fungsi gigi: gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring untuk memutuskan
makanan yang keras dan liat dan gigi geraham untuk mengunyah makanan yang
sudah dipotong-potong
4. Lidah
Fungsi Lidah:
Untuk membersihkan gigi serta rongga mulut antara pipi dan gigi
Mencampur makanan dengan ludah
Untuk menolak makanan dan minuman kebelakang
d. Untuk berbicara
Untuk mengecap manis, asin dan pahit
Untuk merasakan dingin dan panas.

4

Bagian lidah yang berperan dalam mengecap rasa makanan adalah papilla. Papilla ini
merupakan bentukan dari saraf-saraf sensorik (penerima rangsang).
5. Kelenjar ludah
Kelenjar parotis, terletak disebelah bawah dengan daun telinga diantara otot
pengunyah dengan kulit pipi. Cairan ludah hasil sekresinya dikeluarkan
melalui duktus stesen kedalam rongga mulut melalui satu lubang dihadapannya
gigi molar kedua atas. Saliva yang disekresikan sebanyak 25-35 %.
Kelenjar Sublinguinalis, terletak dibawah lidah salurannya menuju lantai
rongga mulut. Saliva yang disekresikan sebanyak 3-5 %
Kelenjar Submandibularis, terletak lebih belakang dan kesamping dari kelenjar
sublinguinalis. Saluran menuju kelantai rongga mulut belakang gigi seri
pertama. Saliva yang disekresikan sebanyak 60-70 %
6. Ada 2 jenis pencernaan didalam rongga mulut:
Pencernaan mekanik
Pencernaan kimiawi
B. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa
yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kelenjar limfe yang
banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini
terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga
mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
C. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan atau esofagus adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan
melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut
esofagus(dari bahasa Yunani: i, oeso membawa, dan , phagus
memakan).
5

Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
Berta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
D. Gaster (lambung)
Lambung terletak pada epigastrium dan terdiri dari mukosa, submukosa, lapisan otot
yang tebal, dan serosa. Mukosa ventriculus berlipat-lipat atau rugae. Secara anatomis
ventriculus terbagi atas kardiaka, fundus, korpus, dan pilorus. Sphincter cardia
mengalirkan makanan masuk ke dalam ventriculus dan mencegah reflux isi ventriculus
memasuki oesophagus kembali. Di bagian pilorus ada sphincter piloricum. Saat sphincter
ini berrelaksasi makanan masuk ke dalam duodenum, dan ketika berkontraksi sphincter
ini mencegah terjadinya aliran balik isi duodenum (bagian usus halus) ke dalam
ventriculus (Budiyanto, 2005; Faradillah, Firman, dan Anita. 2009).
Lapisan epitel mukosa lambung terdiri dari sel mukus tanpa sel goblet. Kelenjar
bervariasi strukturnya sesuai dengan bagiannya. Pada bagian cardiac kelenjar
terutama adalah sel mukus. Pada bagian fundus dan corpus kelenjar mengandung
sel parietal yang mensekresi HCl dan faktor intrinsik, dan chief cell mensekresi
pepsinogen. Bagian pilorus mengandung sel G yang mensekresi gastrin
(Chandrasoma, 2006).
Mukosa lambung dilindungi oleh berbagai mekanisme dari efek erosif asam
lambung. Sel mukosa memiliki permukaan apikal spesifik yang mampu menahan
difusi asam ke dalam sel. Mukus dan HCO3 dapat menetralkan asam di daerah
dekat permukaan sel. Prostaglandin E yang dibentuk dan disekresi oleh mukosa
lambung melindungi lambung dan duodenum dengan merangsang peningkatan
sekresi bikarbonat, mukus lambung, aliran darah mukosa, dan kecepatan
regenarasi sel mukosa. Aliran darah mukosa yang bagus, iskemia dapat
mengurangi ketahanan mukosa (Price dan Wilson, 2006).
6

Fungsi utama lambung adalah sebagai tempat penampungan makanan,
menyediakan makanan ke duodenum dengan jumlah sedikit secara teratur. Cairan
asam lambung mengandung enzim pepsin yang memecah protein menjadi pepton
dan protease. Asam lambung juga bersifat antibakteri. Molekul sederhana seperti
besi, alkohol, dan glukosa dapat diabsorbsi dari lambung (Guyton, 1997).
E. Usus halus
Usus halus adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung
dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat
yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan
yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna
protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M
sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah
Luar ). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus,
dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.Usus dua
belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya
oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada
derajat sembilan.
Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas
dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum
digitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan ke
7

dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari
usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam
jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
2. Jejunum
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan
usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus
antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus
penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat
jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis
dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar
Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni
sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus
kosong dan usus penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata
sifat jejune yang berarti lapar dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya
berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti kosong.
3. Ileum
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum
memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap
vitamin B12 dan garam-garam empedu.
F. Usus Besar (Kolon)
8

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
Kolon asendens (kanan)
Kolon transversum
Kolon desendens (kiri)
Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan
dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi
yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
G. Sekum
Sekum (Bahasa Latin: caecus, buta) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung
yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar.
Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar
herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum
yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
H. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada
organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen).
9

Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform
appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan
caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai
cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun
lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda bisa di retrocaecal
atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
I. Rektum
Rektum (Bahasa Latin: regere, meluruskan, mengatur) adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong
karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang
air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam
rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan
defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar,
di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode
yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
J. Anus
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar
dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya
dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari
tubuh melalui proses defekasi (buang air besar BAB), yang merupakan fungsi utama
anus.
K. Pankreas
10

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu
menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas
terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua
belas jari).
Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
Asini menghasilkan enzim-enzim pencernaan
Pulau Langerhans menghasilkan hormon
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon
ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein,
karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat
digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif
jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar
sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam
lambung.
L. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki
berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan. Organ ini
memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh
termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga
memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan
dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati,
hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh
darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang
bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai
vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana
11

darah yang masuk diolah. Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi,
setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
M. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang
dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan.
Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap
bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui
saluran empedu.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb)
yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.


12

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS
Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi di
sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar perdarahan
saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer
disease) yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid
(OAINS) atau alkohol. Robekan Mallory-Weiss, varises esofagus, dan gastritis merupakan
penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang jarang.
Epidemiologi
Upper gastrointestinal tract bleeding (UGI bleeding) atau lebih dikenal perdarahan
saluran cerna bahagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh kasus
perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari
perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan
selam 50 tahun terakhir. Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan besar
berhubungan dengan bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan saluran cerna serta
dengan meningkatnya kondisi comorbid.
Peptic ulcers adalah penyebab terbanyak pada pasien perdarahan saluran cerna,
terhitung sekitar 40 % dari seluruh kasus. Penyebab lainnya seperti erosi gastric (15 % - 25 %
dari kasus), perdarahan varises (5 % - 25 % dari kasus), dan Mallory-Weiss Tear (5 % - 15 %
dari kasus). Penggunaan aspirin ataupun NSAIDs memiliki prevalensi sekitar 45 % hingga 60
% dari keseluruhan kasus perdarahan akut.
Di Indonesia kejadian yang sebenarnya di populasi tidak diketahui. Berbeda dengan di
negera barat dimana perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak maka di
Indonesia perdarahan karena ruptura varises gastroesofagei merupakan penyebab tersering
yaitu sekitar 50-60%, gastritis erosif hemoragika sekitar 25-30%, tukak peptik sekitar 10-15%
dan karena sebab lainnya < 5%. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar
25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian pada
perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebahagian besar penderita perdarahan SCBA
13

meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri melainkan karena penyakit lain yang ada
secara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit hati kronis,
pneumonia dan sepsis.
Etiologi
Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yaitu :
1. Duodenal ulcer (20 30 %)
2. Gastric atau duodenal erosions (20 30 %)
3. Varices (15 20 %)
4. Gastric ulcer (10 20 %)
5. Mallory Weiss tear (5 10 %)
6. Erosive esophagitis (5 10 %)
7. Angioma (5 10 %)
8. Arteriovenous malformation (< 5 %)
9. Gastrointestinal stromal tumors

Patofisiologi
Manifestasi Klinik
Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami perdarahan. Dari
seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber perdarahannya berasal dari
esofagus,gaster dan duodenum.
Manifestasi klinis pasien dapat berupa :
Hematemesis : Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas,
yang berwarna coklat merah atau coffee ground.
14

Melena : Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur asam
lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bagian atas, atau
perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bagian kanan dapat juga menjadi sumber
lainnya.
Hematemesis dan melena
Hematoskezia : Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna
bagian bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna bagian atas yang
sudah berat. Biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan perdarahan masif dimana
transit time dalam usus yang pendek
Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah anemia, sinkope, instabilitas
hemodinamik karena hipovolemik dan gambaran klinis dari komorbid seperti penyakit
hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal
Diagnosis
Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana dalam
melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis yang sangat cermat
dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang diutamakan adalah penanganan A
- B C ( Airway Breathing Circulation ) terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak
stabil yang didahulukan adalah resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka
dapat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama.
a. Anamnesis
Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit hati kronis, riwayat
dispepsia,riwayat mengkonsumsi NSAID,obat rematik,alkohol,jamu jamuan,obat untuk
penyakit jantung,obat stroke. Kemudian ditanya riwayat penyakit ginjal,riwayat penyakit
paru dan adanya perdarahan ditempat lainnya. Riwayat muntah-muntah sebelum
terjadinya hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya sindroma Mallory Weiss.

b. pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik yang pertama harus dilakukan adalah penilaian ABC,pasien-
pasien dengan hematemesis yang masif dapat mengalami aspirasi atau sumbatan jalan
15

nafas, hal ini sering ini sering dijumpai pada pasien usia tua dan pasien yang mengalami
penurunan kesadaran. Khusus untuk penilaian hemodinamik(keadaan sirkulasi) perlu
dilakukan evaluasi jumlah perdarahan :
Perdarahan < 8% hemodinamik stabil
Perdarahan 8%-15% hipotensi ortostatik
Perdarahan 15-25% renjatan (syok)
Perdarahan 25%-40% renjatan + penurunan kesadaran
Perdarahan >40% moribund
Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu mencari stigma penyakit hati kronis
(ikterus, spider nevi, asites, splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai), masa abdomen,
nyeri abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit rematik
dll. Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur. Warna feses ini mempunyai
nilai prognostik. Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Naso Gastric Tube
(NGT). Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif, aspirat berwarna
merah marun menandakan perdarahan masif sangat mungkin perdarahan arteri. Seperti halnya
warna feses maka warna aspirat pun dapat memprediksi mortalitas pasien. Walaupun
demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan tukak duodeni ditemukan adanya
aspirat yang jernih pada NGT.
c. Pemeriksaan penunjang
Dalam prosedur diagnostik ini perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang
Antara lain laboratorium darah lengkap, faal hemostasis, faal hati, faal ginjal ,gula darah,
elektrolit, rontgen dada dan elektrokardiografi.
1) Endoskopi
Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold standard.
Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk terapi. Prosedur
ini tidak perlu dilakukan segera( bukan prosedur emergensi), dapat dilakukan dalam
kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien masuk dan keadaan hemodinamik stabil . Tidak
ada keuntungan yang nyata bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan
16

pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan hemetemesis, melena
atau hematemesis melena dapat ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab
perdarahannya.
Lokasi dan sumber perdarahan
Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor
Gaster :Erosi,ulkus,tumor,polip,angiodisplasia,varises,gastropati kongestif
Duodenum :Ulkus,erosi,tumor,divertikulitis
Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur varises dan
perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding dan non variceal bleeding).
Identifikasi varises biasanya memakai cara red whale marking. Yaitu dengan
menentukan besarnya varises(F1-F2-F3), jumlah kolom(sesuai jam), lokasi di
esophagus (Lm,Li,Lg) dan warna ( biru,cherry red,hematocystic).
Untuk ulkus memakai kriteria Forrest.
Forrest Ia :Tukak dengan perdarahan aktif dari arteri
Forrest Ib :Tukak dengan perdarahan aktif berupa oozing
Forrest IIa :Tukak dengan visible vessel
Forrest IIb :Tukak dengan ada klot diatasnya yang sulit dilepas
Forrest IIc :Tukak dengan klot diatasnya yang dapat dilepas
Forrest III :Tukak dengan dasar putih tanpa klot

2) Angiography
Angiography dapat digunakan untuk mendiagnosa dan menatalaksana
perdarahan berat, khususnya ketika penyebab perdarahan tidak dapat ditentukan
dengan menggunakan endoskopi atas maupun bawah.

3) Conventional radiographic imaging
Conventional radiographic imaging biasanya tidak terlalu dibutuhkan pada
pasien dengan perdarahan saluran cerna tetapi adakalanya dapat memberikan beberapa
17

informasi penting. Misalnya pada CT scan; CT Scan dapat mengidentifikasi adanya
lesi massa, seperti tumor intra-abdominal ataupun abnormalitas pada usus yang
mungkin dapat menjadi sumber perdarahan.
Penatalaksanaan
Pengelolaan pasien
Pengelolaan pasien dengan perdarahan akut SCBA meliputi tindakan umum dan
tindakan khusus .
Tindakan umum:
Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC. Terhadap pasien yang stabil setelah
pemeriksaan dianggap memadai, pasien dapat segera dirawat untuk terapi lanjutan atau
persiapan endoskopi.
Untuk pasien-pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti:
Pemasangan IV line paling sedikit 2 dengan jarum(kateter) yang besar minimal no 18.
Hal ini penting untuk keperluan transfusi. Dianjurkan pemasangan CVP
Oksigen sungkup/ kanula.Bila ada gangguan A-B perlu dipasang ETT
Mencatat intake output,harus dipasang kateter urine
Memonitor Tekanan darah, Nadi,saturasi oksigen dan keadaan lainnya sesuai dengan
komorbid yang ada.
Melakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan endoskopi

Dalam melaksanakan tindakan umum ini,terhadap pasien dapat diberikan terapi
Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%
Pemberian vitamin K
Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)
Terapi lainnya sesuai dengan komorbid

18

Terhadap pasien yang diduga kuat karena ruptura varises gastroesofageal dapat diberikan
oktreotid bolus 50 g dilanjutkan dengan drip 50 g tiap 4 jam Sebagian besar pasien dengan
perdarahan SCBA dapat berhenti sendiri, tetapi pada 20% dapat berlanjut. Walaupun sudah
dilakukan terapi endoskopi pasien dapat mengalam perdarahan ulang. Oleh karena itu perlu
dilakuka assessmen yang lebih akurat untu memprediksi perdarahan ulang dan mortalitas.
Terapi khusus:
a. Varises gastroesofageal
1) Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif.
Otreotid
Somatostatin
Glipressin (Terlipressin)
2) Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau Minesota
3) Terapi endoskopi
Skleroterapi
Ligasi
4) Terapi secara radiologik dengan pemasangan TIPS( Transjugular Intrahepatic)
Portosystemic Shunting) dan Perkutaneus obliterasi spleno porta.
5) Terapi pembedahan
Shunting
Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi
Devaskularisasi + splenektomi
6) Outcome pasien ruptura varises gastroesofageal sangat bergantung pada berbagai
faktor antara lain:
Beratnya penyakit hati (Kriteria Child-Pugh)
Ada tidak adanya varises gaster, walupun disebutkan dapat diatasi
dengan semacam glue(histoakrilat)
Komorbid yang lain seperti ensefalopati,koagulopati, hepato renal
sindrom dan infeksi

19

b. Tukak peptik
1) Terapi medikamentosa
PPI
Obat vasoaktif
2) Terapi endoskopi
Injeksi (adrenalin-saline, sklerosan,glue,etanol)
Termal (koagulasi, heatprobe,laser
Mekanik (hemoklip,stapler)
3) Terapi bedah
Untuk pasien-pasien yang dilakukan terapi non bedah perlu dimonitor akan
kemungkinan perdarahan ulang. Second look endoscopy masih kontroversi.
Realimentasi bergantung pada hasil endoskopi. Pasien-pasien bukan risiko tinggi dapat
diberikan diit segera setelah endoskopi sedangkan pasen dengan risiko tinggi perlu
puasa antara 24-48 jam , kemudian baru diberikan makanan secara berthap.
Pencegahan perdarahan ulang
Varises esofagus
Terapi medik dengan betabloker nonselektif
Terapi endoskopi dengan skleroterapi atau ligasi
Tukak peptik
Tukak gaster PPI selama 8-12 minggu dan tukak duodeni PPI 6-8 minggu
Bila ada infeksi helicobacter pilory perlu dieradikasi
Bila pasien memerlukan NSAID,diganti dulu dengan analgetik dan kemudian
dipilih NSAID selektif(non selektif?) + PPI atau misoprostol




20


Prognosis



21

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : 2007
2. Djumhana A;Hadi S;Abdurachman SA;Wijojo J;Saketi R: Upper GI bleeding in Hasan
3.

You might also like