Nama Mahasiswa : Cyntia Meta Tanda Tangan : NIM : 11-2011-217 Dokter Pembimbing : dr Haryono, Sp.PD dr. Fajar R, Sp.PD
IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : Ny. K Jenis kelamin : Perempuan Tempat / tanggal lahir :11 November 1960 Suku bangsa : Indonesia Status perkawinan : Kawin Agama : Islam Pekerjaan : Pedagang Pendidikan : SMA Alamat : Sidomulyo Lampung Selatan
A. ANAMNESIS
Keluhan Utama: Demam naik turun 3 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang: 3 hari SMRS pasien demam. Demam naik turun tidak diukur dengan menggunakan thermometer, tidak menentu naik atau turun pada siang atau malam. Demam tidak disertai mengigil. Pasien juga ada mual dan muntah. Mual terutama sesudah makan. Muntah 2x berisi makanan yang dimakan, muntah tidak ada darah gelas aqua sekali muntah. Pasien juga nyeri pada sendi sendi terutama pada punggung. BAK lancar, tapi sangat sering, >20x per hari. BAK tidak ada nyeri, darah, batu. BAB lancar.
2
Beberapa jam SMRS demam masih naik turun. Pasien lemas pada seluruh badan. Nyeri kepala berdenyut terutama ketika berdiri. Mual tetapi tidak muntah dan memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Pasien mengatakan tidak ada riwayat berpergian ke daerah tertentu maupun pantai. Tapi karena pasien seorang pedagang, kesehariannya adalah berpergian ke pasar. Pasien juga tinggal di perumahan yang pada musim hujan banyak genangan air tetapi tidak sampai banjir. Tidak ada riwayat gusi berdarah, bintik-bintik merah di kulit. Pasien juga mengatakan ada batuk sejak 3 bulan yang lalu. Batuk tidak sering dengan dahak yang sulit dikeluarkan. Tidak ada darah. Tidak ada keringat malam. Batuk tidak disertai sesak napas, dan tidak berkurang atau bertambah berat ketika posisi berbaring pada satu sisi. Pasien meminum obat warung tetapi keluhan tidak berkurang. Tidak ada penurunan berat badan secara mendadak. Sepengetahuan pasien tidak ada kontak dengan penderita TB. Selain itu pasien juga mengatakan terdapat riwayat diabetes 10 tahun dengan pengobatan kurang teratur. Kurang mengetahui obat yang di minum bila berobat ke puskesmas. Sering BAK, mudah merasa lapar dan haus. Tidak merasa ada baal, penglihatan kabur. Tidak merokok minum alcohol. Tidak ada riwayat hipertensi.
Riwayat Makanan Frekuensi / Hari : 3-4x/hari Jumlah / Hari : 1 porsi Variasi / Hari : variasi Nafsu makan : meningkat
Pendidikan ( ) SD ( ) SLTP (+) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan ( ) Akademi ( ) Universits ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah
Kesulitan Keuangan : tidak ada Pekerjaan : tidak ada Keluarga : tidak ada Lain-lain : -
A. PEMERIKSAAN JASMANI (tanggal 12.11.2012)
Pemeriksaan Umum Tinggi badan : 165 cm Berat badan : 62 kg Indek massa tubuh : 22.77 (BB Normal) Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi : 80x / menit, isi cukup, regular, ekual Suhu : 37,6 o C
8
Pernapasn (Frekuensi dan tipe) : 20x / menit ; thorakoabdominal Keadaan gizi : Baik Kesadaran : compos mentis Sianosis : Tidak ada Udema umum : Tidak ada Cara berjalan : normal Mobilitas (Aktif / Pasif) : aktif Umur menurut taksiran pemeriksa : sesuai dengan usia sebenarnya
Aspek Kejiwaan Tingkah laku : wajar / gelisah / tenang / hipoaktif / hiperaktif. Alam perasaan : biasa / sedih / gembira / cemas / takut / marah. Proses pikir : wajar / cepat / gangguan waham / fobia / obsesi.
Kulit Warna : sawo matang Effloresensi : tidak ada Jaringan parut : ada (di dada) Pigmentasi : tidak ada Pertumbuhan rambut : merata, tidak rontok Pembuluh darah : teraba pulsasi Suhu raba : hangat Lembab / kering : kering Keringat Umum: (+) Turgor : normal Setempat: (-) Ikterus : tidak ada Lapisan lemak : merata Edema : tidak ada Lain-lain : ptekie (-), lesi luka (-)
Kelenjar Getah Bening Submandibula : tidak teraba membesar Leher : tidak teraba membesar Supraklavikula : tidak teraba membesar Ketiak : tidak teraba membesar Lipat paha : tidak teraba membesar
Kepala Ekspresi wajah : wajar Simetri muka : Simetri
9
Rambut : hitam dan beruban, merata Pembuluh darah temporal: teraba pulsasi
Mata Exophthalmus : tidak ada Enopthalmus : tidak ada Kelopak : normal Lensa : normal Konjungtiva : anemis -/- Visus : normal Sklera : ikterik -/- Gerakan mata : normal Lapangan penglihatan : normal Tekanan bola mata: normal Deviatio konjungae : tidak ada Nystagmus : tidak ada
Hidung Bentuk : normal Septum :deviasi septum tidak ada Sekret : sekret tidak ada Epistaksis : Tidak ada
Mulut Bibir : normal Tonsil : tidak membesar Langit-langit : normal Bau pernapasan: normal Gigi geligi : caries (-) Trismus : tidak ada Faring : tidak hiperemis Selaput lendir : normal Lidah : normal
10
Leher Tekanan vena Jugularis (JVP) : 5 2 cmH 2 O Kelenjar Tiroid : : tidak teraba membesar Kelenjar Limfe : : tidak teraba membesar
Dada Bentuk : simetris Pembuluh darah : tidak tampak
Paru-paru Depan Belakang Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis Palpasi Kiri - Tidak ada penonjolan iga - Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris
Kanan - Tidak ada penonjolan iga - Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris
Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru Auskultasi Kiri - Suara vesikuler - Wheezing (-), Ronki (-) - Suara vesikuler - Wheezing (-), Ronki (-) Kanan - Suara vesikuler - Wheezing (-), Ronki (-) - Suara vesikuler - Wheezing (-), Ronki (-)
Jantung Inpeksi Ictus cordis tidak tampak Palpasi Ictus cordis tidak kuat angkat Perkusi Batas kanan jantung Batas kiri : linea midclavicula kiri. Batas kiri jantung Batas kanan : linea parasternalis kanan. Batas atas jantung ICS II linea parasternal kiri.
Abdomen Inspeksi - Simetris Tidak cembung - Jaringan parut (-) - Vena kolateral (-) Palpasi Dinding perut Supel, Nyeri Tekan (-) Hati Tidak teraba membesar Limpa Tidak teraba membesar Ginjal - Ballotement (-) - Nyeri ketok costovertebral (-) Lain-lain (-) Perkusi Shifting dullness (-) Auskultasi Bising usus (+) normal
Alat kelamin (atas indikasi) : tidak dilakukan pemeriksaan
Anggota gerak Lengan Kanan Kiri
12
Otot Tonus Normotonus Normotonus Massa Normal Normal Gerakan Aktif Aktif Sendi Normal Normal Kekuatan +5 +5 Lain-lain Akral hangat, Ulkus diabetikum (-) Tungkai dan Kaki Kanan Kiri Luka Tidak ada Tidak ada Varises Tidak ada Tidak ada Otot Tonus Normotonus Normotonus Massa Normal Normal Gerakan Aktif Aktif Sendi Normal Normal Kekuatan +5 +5 Edema Tidak Ada Tidak Ada Lain lain Akral hangat, Ulkus diabetikum (-)
Refleks Kanan Kiri Bisep (+) (+) Trisep (+) (+) Patella (+) (+) Achilles (+) (+) Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan Refleks patologis (-) (-)
Colok dubur (atas indikasi) : tidak dilakukan pemeriksaan
Tanggal 15 November 2012 Jam 08.09 Trombosit 35 ribu/ul (150-350 ribu/ul) Hb : 13.1 g/dl (L : 12-17; P 11-15) Ht : 38 % (37 54)
Glukosa Puasa : 111mg/dl (76-110) Jam 14.04 dan 16.43 Bakteri AFB 1+(ditemukan 10 99 BTA/100 LPB)
Radiologi - Cor tidak membesar - Sinuses dan Diafragma : normal - Pulmo : Tampak bercak infiltrate dan lapang atas dextra, serta rongga berbatas tebal di lapang atas kiri
16
Kesan : Susp KP aktif dengan pembentukkan caverna
Tanggal 16 November 2012 Trombosit 76 Hb 12.8 Ht 37.2
Ringkasan 3 hari SMRS pasien demam. Demam naik turun tidak diukur dengan menggunakan thermometer, tidak menentu naik atau turun pada siang atau malam. Demam tidak disertai mengigil. Pasien juga ada mual dan muntah. Mual terutama sesudah makan. Muntah 2x berisi makanan yang dimakan, muntah tidak ada darah gelas aqua sekali muntah. Pasien juga nyeri pada sendi sendi terutama pada punggung. BAK lancar, tapi sangat sering, >20x per hari. BAK tidak ada nyeri, darah, batu. BAB lancar. Beberapa jam SMRS demam masih naik turun. Pasien lemas pada seluruh badan. Nyeri kepala berdenyut terutama ketika berdiri. Mual tetapi tidak muntah dan memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Pasien mengatakan tidak ada riwayat berpergian ke daerah tertentu maupun pantai. Tapi karena pasien seorang pedagang, kesehariannya adalah berpergian ke pasar. Pasien juga tinggal di perumahan yang pada musim hujan banyak genangan air tetapi tidak sampai banjir. Tidak ada riwayat gusi berdarah, bintik-bintik merah di kulit. Pasien juga mengatakan ada batuk sejak 3 bulan yang lalu. Batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan. Tidak ada darah. Tidak ada keringat malam. Batuk tidak disertai sesak napas, dan tidak berkurang atau bertambah berat ketika posisi berbaring pada satu sisi. Pasien meminum obat warung tetapi keluhan tidak berkurang. Tidak ada penurunan berat badan secara mendadak. Sepengetahuan pasien tidak ada kontak dengan penderita TB. Selain itu pasien juga mengatakan terdapat riwayat diabetes 10 tahun dengan pengobatan kurang teratur. Kurang mengetahui obat yang di minum bila berobat ke
17
puskesmas. Sering BAK, mudah merasa lapar dan haus. Tidak merasa ada baal, penglihatan kabur. Tidak merokok minum alcohol. Tidak ada riwayat hipertensi.
Tanggal 15 November 2012 Jam 08.09 Trombosit 35 ribu/ul (150-350 ribu/ul) Hb : 13.1 g/dl (L : 12-17; P 11-15) Ht : 38 % (37 54)
Glukosa Puasa : 111mg/dl (76-110) Jam 14.04 dan 16.43 Bakteri AFB 1+(ditemukan 10 99 BTA/100 LPB)
Radiologi - Cor tidak membesar
19
- Sinuses dan Diafragma : normal - Pulmo : Tampak bercak infiltrate dan lapang atas dextra, serta rongga berbatas tebal di lapang atas kiri Kesan : Susp KP aktif dengan pembentukkan caverna
Tanggal 16 November 2012 Trombosit 76 ribu/ul (150-350 ribu/ul) Hb 12.8 g/dl (L : 12-17; P 11-15) Ht 37.2 % (37 54)
Diagnosis kerja dan dasar diagnosis
Demam Dengue Diabetes Melitus tipe 2 TBC
1. Demam Dengue
Dasar diagnosis : Pada pasien ini didapatkan demam, nyeri kepala, mialgia. Pada pemeriksaan lab didapatkan trombositopenia dengan tidak adanya bukti kebocoran plasma, kerena itu dapat di simpulkan bahwa pada pasien ini menderita Demam Degue.
Demam Dengue Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut: Nyeri kepala. Nyeri retro-oebital. Mialgia / artralgia. Ruam kulit. Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif).
20
Leukopenia. dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
2. Diabetes Melitus tipe 2 Dasar diagnosis :
Pada pasien ini ditemukan ciri khas penderita DM yaitu berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah. Selain itu pasien juga mengatakan bahwa ia menderita DM selama 10 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur. Pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu maupun puasa, dapat disimpulkan pasien ini menderita diabetes tipe 2.
21
3. TBC Pada pemeriksaan Bakteri AFB 1+ (ditemukan 10 99 BTA/100 LPB), pemeriksaan rontgen juga di dapatkan Susp KP aktif dengan pembentukkan caverna
Pemeriksaan yang dianjurkan - Cek Hematologi (Hemoglobin, Hematokrit, leukosit, dan trombosit) tiap 24 jam - Pemeriksaan Sputum BTA 3x pagi-sewaktu-pagi - Ro Thorax
22
- GDS tiap 24 jam - HBa1C
Rencana pengelolaan
- Diet DM 1700 kalori
- Tab psidii 3x2 tab Mekanisme kerja PSIDII dapat menghambat perkembangbiakan virus dengue dengan menghambat enzim reverse transcriptase. Selain itu juga dapat meningkatkan kadar GM- CSF yang menstimulasi pembentukan megakariosit sebagai bahan awal trombosit, sehingga produksi trombosit dapat ditingkatkan.
- Paracetamol 3x500mg
- Neurobion Vit B komplkes 5000mg Melindungi efek samping dari rifampisin yaitu defisiensi vit B6
- HP Pro 3x1 tab Digunakan untuk menghentikan nekroinflamasi hepar, meningkatkan kemampuan detoksifikasi (menetralkan racun) sel hepar terhadap bahan toksik, mencegah kerusakan sel hepar akibat lipid peroksida, mencegah kerusakan sel hepar akibat radikal bebas, meningkatkan salah satu enzim anti oksidan fisiologi sel hepar yang penting yaitu super oxide dismutase (SOD), menstimulasi sintesa albumin & glikogen oleh sel hepar.
23
Pencegahan Demam Berdarah 1. Primer : - Mencegah gigitan nyamuk dengan menggunakan repelant. - Melakukan fogging - Menjaga kebersihan lingkungan - Melaksanakan abatisasi pada bak-bak penampungan air - Melaksanakan 3M(menguras bak air, menutup tempat penampungan air, dan mengubur barang bekas)
2. Sekunder - Melakukan terapi suportif dengan pemberian Rumus Pemberian Cairan Kristaloid per Hari: 1500 + {20 x (BB(kg) 20)} - Terapi gejala yang muncul dengan obat-obatan simptomatis - Pemeriksaan darah lengkap (Hb,Ht,leukosit, dan trombosit)
3. Tersier - Bila terjadi syok, diberikan oksigen 2-4 Liter/menit dan pengguyuran 10-20 ml/kgBB cairan kristaloid dan dievaluasi setelah 15-40 menit, bila renjatan teratasi jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB dan bila stabil dalam waktu 60 menit, pemberican cairan menjadi 5 ml/kgBB. - Bila terjadi DIC(Disseminated Intravascular Coagulation) diberikan heparin. - Bila terjadi perdarahan spontan dengan jumlah trombosit < 100.000/mm 3 diberikan transfusi trombosit. - Pemberian tranfusi FFP bila PT dan APTT memanjang untuk mencegah terjadinya perdarahan masif. - Pemasangan kateter untuk memantau keseimbangan cairan. - Pemantauan kondisi pasien setiap 3 jam (tanda-tanda vital, diuresis, hematologi).
24
TBC 1. Pencegahan Primer Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif, walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi. Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi ; (1) Imunisasi Aktif, melalui vaksinasi BCG secara nasional dan internasional pada daerah dengan angka kejadian tinggi dan orang tua penderita atau beresiko tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host tambahan dan lingkungan, (2)Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak dijalankan dan tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak, (3) Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental. 2. Pencegahan Sekunder Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan. Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga. Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif. Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC, dengan imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol lingkungan dengan membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat mengungkapkan investigasi epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi lingkungan memegang peranan terhadap epidemi TBC. Melalui usaha pembatasan ketidakmampuan untuk membatasi kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan menghindari tekanan psikis. 3. Pencegahan Tersier Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis,
25
rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi. Selain itu, tindakan pencegahan sebaiknya juga dilakukan untuk mengurangi perbedaan pengetahuan tentang TBC, yaitu dengan jalan sebagai berikut : 1. Perkembangan media. 2. Metode solusi problem keresistenan obat. 3. Perkembangan obat Bakterisidal baru. 4. Kesempurnaan perlindungan dan efektifitas vaksin. 5. Pembuatan aturan kesehatan primer dan pengobatan TBC yang fleksibel. 6. Studi lain yang intensif. 7. Perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TBC yang terkontrol.
Prognosis ad vitam : dubia ad bonam ad fungsionam : dubia ad bonam ad sanasionam : dubia ad bonam
26
ANALISIS MASALAH 1. Bagaimana pendekatan terhadap demam <1 minggu? Demam adalah kenaikkan suhu tubuh melebihi normal berkisar antara 36,5-37,5C.
Fever of unknown origin (FUO) dapat diartikan sebagai suatu keadaandimana suhu lebih tinggi dari 3 8.3C (101F), yang berlangsung lebih dari 3minggu tanpa adanya penegakan diagnosis meskipun telah dilakukan investigasiseksama selama di rawat-inap pada orang dewasa. Empat kategori etiologi potensial dari fever of unknown origin adalah klasik, nosokomial, defisiensi imun dan humanimmunodeficiency virus (HIV). Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jela seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien
27
dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap inveksi bakterial. Kausa demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, karena keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat. Juga gangguan pada pusat regulasi suhu sentral dapat menyebabkan peninggian temperatur seperti pada heat stroke, pendarahan otak, koma atau gangguan sentral lainnya. Pada pendarahan internal pada saat terjadinya reabsorpsi darah pula menyebabkan peningkatan temperatur. Dalam praktek perlu sekali diketahui penyakit-penyakit infeksi yang endemik di lingkungan tempat tinggal pasien, dan mengenai kemungkinan infeksi import dapat dinetralisasi dengan pertanyaan apakah pasien baru pulang dari suatu perjalanan dari daerah mana dan tempat apa saja yang telah dikunjunginya. Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain, ketelitian pengambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisis yang seteliti mungkin, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium serta penunjang lainnya secara tepat dan holistik. Salah diagnosis paling sering dibuat karenan pemeriksaan fisis yang tergesa-gesa sehingga kurang lengkap atau tidak tepat, dan terlalu cepat mendeduksi suatu kesimpulan dari suatu keadaan tertentu saja dengan tidak melihat kasus yang dihadapi dalam konteks keseluruhan. Beberapa hal yang secara khusus perlu diperhatikan pada demam, adalah cara timbul demam, lama demam, sifat harian demam, tinggi demam dan keluhan serta gejala lain yang menyertai demam. Demam yang tiba-tiba tinggi lebih sering disebabkan oleh penyakit virus. Waktu yang dikorbankan untuk menanyakan riwayat penyakit yang terperinci dan akurat dalam kenyataannya adalah waktu yang digunakan demi kepentingan pasien yang mencari pertolongan sehingga dapat terhindar dari orientasi diagnosis yang salah dan sebagai konsekuensinya mungkin pemberian obat yang kurang tepat serta permintaan pemeriksaan laboratorium yang mungkin salah pula, yang kesemuanya merupakan beban yang perlu ditanggung pasien. Salah orientasi ini dalam konteks yang luas merupakan suatu pemborosan fasilitas kesehatan yang disediakan dan merupakan pengorbanan finansial pasien yang sama sekali tidak diinginkan.
28
2. Bagaimana penanganan DM dengan adanya infeksi?
DM dihubungkan dengan abnormalitas metabolik, hormonal dan mikrovaskular gangguan banyak sistem organ. Konsekuesi : memperngaruhi ginjal, mata, sistem kardiovaskuler dan pernapasan, kerusakkan organ dan infeksi. Infeksi pada DM misalnya saja pyelonefritis, infeksi jaringan lunak, kaki diabetes, infeksi jamur candida, otitis eksterna. Penyebabnya adalah 1. Sistem imun pada hiperglikemia - Fungsi neutrofil dan makrofag terganggu : kemotaksis, adherence, fagositosis - Kemampuan membunuh kuman dengan fagositosis dengan radikal bebas terganggu - Jumlah komplemen berkurang 2. Perubahan Mikrosirkulasi Mikroangiopati pada pembuluh darah menyebabkan suplai oksigen ke jaringan menurun sehingga dapat menyebabkan oksigen sehingga dapat meningkatkan resiko infeksi
Adanya infeksi pada pasien sangat berpengaruh terhadap pengendalian glukosa darah. Infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan kemudahan atau memperburuk infeksi. Prinsip penting dalam mengobati infeksi adalah menjaga glukosa darah pasien terkontrol. Antibiotik sering digunakan untuk mengobati infeksi bakteri. Obat antijamur dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh jamur. Krim antibiotik topikal dapat digunakan untuk mengobati beberapa infeksi kulit ringan. Dalam kasus tulang atau kulit yang lebih parah, pembedahan mungkin diperlukan untuk menghilangkan jaringan yang terinfeksi.
29
3. Bagaimana penanganan DM dengan TBC? Pengobatan DM pada TB paru meliputi pengobatan terhadap DM nya dan pengobatan terhadap TB parunya. Pengobatan DM adalah sama saja pengobatan DM pada umumnya yang meliputi terapi perencanaan makan /diet, anti diabetes oral maupun insulin. Perencanaan makan selain untuk menormalkan kadar glukosa darah , juga untuk mengembalikan berat badan ke berat badan ideal. Bila pasien DM kurus diberikan diet DM yang lebih tinggi kalori sedang apabila gemuk maka diturunkan berat badan. Pada umumnya pengobatan diet diabetes berkisar 2000-2400 kalori. Pemberian obat anti diabetes pada DM disertai dengan TB paru dipilih pengobatan dengan insulin. Bagi pasien yang sementara dapat pengobatan anti diabetes oral, seperti sulfonilurea dan biguanid sebaiknya diganti dengan insulin. Pemberian sulfonilurea pada DM dengan TB paru adalah kontra indikasi karena tuberkulosis dianggap penyakit dengan infeksi serius yang intercurrent. Sedang biguanid tidak diberikan karena pada umumnya TB paru mempunyai keluhan nafsu makan menurun , berat badan menurun dan adanya malabsorbsi glukosa, dimana metformin mempunyai mekanisme kerja sama diatas. Pemberian rifampicin pada DM dengan TB paru dapat mempercepat metabolisme obat-obat anti diabetik oral, menginaktifasi sulfonilurea dan meningkatkan kebutuhan insulin. Disamping itu rifampicin menyebabkan early hyperglicaemia pada non DM maupun non TB paru dan meningkatkan absorbsi glukosa di usus. Sebaliknya isoniazid dapat mengganggu absorpsi karbohidrat di usus dan bekerja antagonis dengan sulfonilurea. Walaupun jarang isoniazid menyebabkan pankreatitis dan menghambat efek metformin pada absorbsi glukosa di usus. Pada DM tipe 2 disertai tuberkulosis paru pemberian insulin dianjurkan selama infeksi masih aktif. Telah dikenal berbagai macam insulin mulai kerja cepat, pendek, sedang sampai lama yang disuntikkan sendiri (tunggal) atau mixed dalam satu semprit. Saat ini tersedia insulin analog yang kerja cepat yaitu insulin lispro dan insulin aspart. Sedang untuk kerja
30
pendek tersedia Actrapid, HumulinR, kerja sedang seperti monotard, insulatard dan humulin N. Sedang kerja lama atau panjang adalah ultra lente, insulin glargine(lantus). Insulin yang dikombinasi (tercampur) antara insulin kerja pendek dan sedang adalah Insulin mixtard, yang terdiri Monotard 70% dan Actrapid 30%. Insulin yang beredar sekarang insulin murni atau human insulin yang dibuat dengan teknologi rekombinan DNA dan mempunyai kerja lebih cepat dan lama kerja lebih pendek dibanding dengan insulin babi.7 Di Indonesia hanya beredar insulin dengan dosis 40 unit per ml dan 100 unit per ml. Di luar negeri tersedia pula insulin dengan dosis 500 unit per ml yang ditujukan pada kasus-kasus resistensi insulin dimana memerlukan insulin dosis besar. Pemberian insulin pada DM dengan TB paru diindikasikan pada keadaan penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia berat apalagi disertai ketosis, perlu penanganan lebih ketat kadar glukosa darah dan obat-obat anti TB paru mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes. Pemberian insulin sebaiknya dimulai dengan insulin kerja cepat seperti actrapid atau humulin R dengan dosis kecil 5 unit diberikan tiap jam sebelum makan dan dosis ditingkatkan 2-4 unit dalam waktu 2-4 hari. Macam dan jadwal pemberian insulin dapat diubah sesuai respons pasien. Bila pengendalian DM berlangsung baik dan keadaan TB paru sudah membaik maka insulin kerja pendek dapat dilanjutkan dengan insulin kerja menengah seperti monotard atau Humulin N dengan dosis 2/3 dari dosis total insulin kerja pendek. Bila dosis total perhari diperlukan kurang 30 unit perhari maka cukup pemberian insulin kerja menengah sekali perhari dan apabila dosis lebih 30 unit maka pemberian insulin diberikan 2 kali perhari yaitu 2/3 dosis sebelum makan pagi dan 1/3 dosis sebelum makan malam. Pemberian insulin mixed lebih baik dalam menormalkan kadar glukosa darah dibanding insulin tunggal. Namun demikian insulin campuran sebaiknya mengikuti petunjuk dan prosedur standar pemberian seperti penyuntikan dilakukan 15 menit sebelum makan, dianjurkan hanya pada pasien yang sudah terkontrol baik. Tidak dianjurkan menggambungkan antara lente insulin dengan NPH karena Zink pospat dapat mempresipitasi sehingga insulin kerja lambat akan menjadi kerja pendek. Demikian pula
31
insulin glargine tidak dapat dicampur dengan insulin lainnya karena pH rendah karena akan saling mengencerkan. Dosis insulin pada pasien DM tergantung respos glikemik setiap individu dan asupan makanan serta latihan jasmani. Pada umumya pada pemberian awal diberikan 3 kali atau lebih suntikan perhari dengan insulin kerja pendek untuk memperoleh derajat euglikemik. Jadwal penyuntikan tergantung dari kadar glukosa darah, jumlah asupan makanan, aktifitas fisik (olahraga) dan tipe insulin yang dipakai.. Pada umumnya penyuntikan dilakukan 30 menit sebelum makan khusus untuk insulin kerja pendek karena penyuntikan setelah makan atau segera sebelum makan akan menyebabkan hipoglikemia atau insulin tidak efektif menekan kenaikan glukosa darah postprandial. Pada saat ini setiap pemberian insulin khususnya dalam periode lama seperti DM dengan TB paru maka perlu monitor glukosa darah sendiri . Untuk memantau kadar glukosa dapat dipakai darah kapiler dengan memakai meter. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah dengan meter dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala , hasil pemantauan dengan cara meter atau reagens kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional. Waktu pemeriksaan untuk pemantauan adalah pada saat sebelum makan dan waktu tidur untuk menilai risiko hipoglikemia. Pemeriksaan glukosa darah 2 jam setelah makan untuk menilai ekskursi maksimal glukosa selama sehari. Pengobatan antituberkulosis untuk pasien dengan DM adalah terapi quadripel yang meliputi rifampicin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol. Selama 2 bulan pertama, dan diikuti 4 bulan berikutnya dengan pengobatan rifampicin dan isonoazid. Pemberian rifampicin pada DM dengan TB paru dapat mempercepat metabolisme obat-obat anti diabetik oral dan meningkatkan kebutuhan insulin. Sebaliknya isoniazid dapat mengganggu absorpsi karbohidrat di usus dan bekerja antagonis dengan sulfonilurea. Sebagai petunjuk atau guidelines untuk pengelolalaan DM selama infeksi adalah sebagai berikut : Pada pasien yang berobat jalan tindakan adalah : - Monitor kadar glukosa plasma sekurang-kurangnya 4 jam terakhir.
32
- Pada pasien yang sudah mendapat pengobatan dengan insulin, dosis insulin ditingkatkan untuk mengantisipasi hiperglikemia persisten. - Kebutuhan kalori disesuaikan dengan berat badan. Bagi pasien yang kurus kebutuhan kalori lebih besar dari yang semestinya, demikian pula pada pasien gemuk, kalori yang diberikan lebih rendah dari kalori standard. Indeks massa tubuh dipertahankan antara 18,5-23. - Kendalikan DM seoptimal mungkin yaitu mempertahankan kadar glukosa darah puasa antara 80-109 mg/dl, 2 jam setelah makan antara 80-144 mg/dl, A 1c <6,5, Kendalikan kadar dari fraksi lipid antara lain kadar kolesterol total dipertahankan < 200 mg/dl, kolesterol LDL < 100mg/dl, kolesterol HDL>45, trigliserid <150 mg/dl. Tekanan darah dipertahankan < 130/80 mgHg . - Awasi bila timbul muntah-muntah atau terjadi hiperglikemia berat atau hipoglikemia dan tindaki segera. Pada pasien rawat nginap tindakan adalah sebagai berikut: - Monitor kadar glukosa plasma 4 jam terakhir; tingkatkan dosis insulin untuk mengatasi hiperglikemia bila perlu berikan insulin intravena atau tetes. - Pada pasien yang memakai obat hipoglikemia oral pertimbangkan untuk mengganti atau menambah dengan insulin
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Juwita, Erni. Lima Puluh Masalah Keshatan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam 2011 2. Ezung T, Taruni Devi NG, Singh NT, Sing THB. Pulmonary tuberculosis and Diabetes mellitus-A Study JIMA 2002;100:1-2.