You are on page 1of 7

MASTER

1. Apa yang menyebabkan keluhan di punggung tangan muncul penebalan dan perm kasar
sejak 6 bulan lalu?
The dermis is the second, deeper part of the skin. It is composed mainly of dense irregular connective
tissue
containing collagen and elastic fibers. The superficial part of the dermis, also known as the papillary
region, makes up about one-fifth of the thickness of the total layer (see Figure 4.1b). It contains fine elastic
fibers. Its surface area is greatly increased by small, fingerlike projections called dermal
papillae (pa-PIL-; papula = nipples; singular is papilla). These nipple-shaped structures project into the
undersurface of the epidermis and can contain the following:
Blood capillaries (capillary loops)
Nerve endings (sensory receptors):
Corpuscles of touch or Meissner corpusclesAssociated with touch
Free nerve endingsAssociated with sensations of warmth, coolness, pain, tickling, and itching

The deeper part of the dermis, also known as the reticular region, which is attached to the subcutaneous
layer,
contains bundles of collagen and some coarse elastic fibers interspersed with adipose cells, hair follicles,
nerves, oil glands, and sweat glands. This combination of collagen and elastic fibers provides the skin with
strength, extensibility (ability to stretch), and elasticity (ability to return to original shape after stretching).
The extensibility of skin can readily be seen in pregnancy and obesity. The skin has its limits, however;
extreme stretching may produce small tears in the dermis, forming striae (STR-; stria = streaks), or
stretch marks, that are visible as red or silvery white streaks on the skin surface.

2. Kenapa pada hasil pemeriksaan UKK didapatkan plakat hiperkeratotik dengan perm
verukosa diameter 2-3 cm dengan penyebaran serpiginosa?
Sifat respons inflamasi kulit terhadap bakteri tertentu, disamping bergantung dari
banyaknya bakteri yang masuk ke dalam kulit ( inokulasi bakteri) juga bergantung dengan
cara bakteri masuk ke daerah yang bersangkutan . dinding pembuluh darah sering

merupakan temapat utama kelaiana kulit berupa infeksi. Manifestasi permulaan beruapa
penadarhan atau trombosis yang disertai infark. Kemudian diikuti reakasi seluler akibat
inokulasi bakteri kedlam kulit, lau timbul inflamasi setempat dan supurasi. Hal ini dapat
menimbulkan peneybaran setempat.
(Buku ajar ilmu penyakit kk FKUI)


Hiperkeratotik adalah suatu lesi pada epidermis dengan penebalan stratum korneum.
Bila inti sel masih terlihat pada penebalan stratum korneum disebut parakeratosis,
sedangkan bila sudah tak terlihat lagi disebut ortokeratosis (IPKK FK UI)

- Infeksi pada tuberculosis kutis verukosa terjadi secara eksogen, jadi kuman
langsung masuk ke dalam kulit, oleh sebab itu tempat predileksinya pada tungkai
bawah dan kaki, tempat yang lebih sering mendapat trauma, yang tersering di
lutut.
- Gambaran klinisnya khas sekali, biasanya berbentuk bulan sabit akibat
penjalaran serpiginosa, yang berarti penyakit menjalar ke satu jurusan diikuti
penyembuhan di jurusan yang lain. Ruam terdiri atas papul-papul lentikular di
atas kulit eritematosa. Pada bagian yang cekung terdapat siktriks. Selain menjalar
secara serpiginosa, juga dapat menjalar ke perifer sehingga terbentuk sikatriks
ditengah.
Sumber : Djuanda, Adhi, Tuberkulosis kutis, Dalam Djuanda, Adhi., Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005. Pages: 64-72


Reaksi Hipersensititas tipe IV
Baik CD4 maupun CD 8 berperan dalam rx tipe IV. Sel T melepas sitokin, bersama dengan
produksi mediator sitokin lainnya menimbulkan respons inflamasi yang terlihat pada
penyakit kulit hipersensitivitas lambat.Rx tipe IV telah dibagi dalam DTH yang terjadi melalui
CD4
+
dan T Cell Mediated Cytolysis yang terjadi melalui sel CD8
+
.

Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV
Rx tipe IV merupakan Hipersensitivitas granulomatosis. Ada beberapa fasae pada respon tipe
IV yang dimulai dengan fase sensitisasi yang membutuhkan 1-2 minggu stetelah kontak
primer dengan antigen. Dalam fase itu Th diaktifkan oelh APC melalui MHC II. Rx khas DTH
mempunyai 2 fase yang dapat dibedakan yaitu fase sensitisasi dan fase efektor. Berbagai
APC seperti sel Langerhans (sd di kulit) dan makrofag yang menangkap antigen dan
membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan ke sel T. sel T yang
diaktifkan pada umumnya adalah CD4
+
,terutama Th1 tetapi dalam beberapa hal CD8
+
juga
dapat diaktifkan. Pajanan ulang dengan antigen menginduki sel efektor. Pada fase efektor
sel Th 1 melepas berbagai sitokin yang mengerahkan dan mengaktifkan makrofag dan sel
inflamasi nonspesifik lain. Gejala biasanya baru Nampak 24 jam setelah kontak kedua
dengan antigen. Makrofag merupakan efektor utama DTH.Sitokin yang dilepas sel Th 1
menginduksi monosit menempel ke endotel vascular, bermigrasi dari sirkulasi darah ke
jaringan sekitar.


3. Apa hubungan perkerjaan pasien dengan keluhan?
Merupakan faktor resiko dari penyakit Tuberkulosis Kutis karena sering berkontak
langsung dengan jaringan yang mengandung M. Tuberculosis (Saripati Penyakit Kulit)

Cara infeksi dari kuman M. Tuberculosis ini ada 6 macam yaitu penjalaran langsung ke
kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai penyakit tuberkulosis, misalnya
skrofuloderma, inokulasi langsung pada kulit sekitar orifisium alat dalam yang dikenai
penyakit tuberkulosis, misalnya tuberkulosis kutis orifisialis, penjalaran secara
hematogen, misalnya tuberkulosis kutis miliaris, penjalaran secara limfogen, misalnya
lupus vulgaris, penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah diserang penyakit
tuberkulosis, misalnya lupus vulgaris, atau bisa juga kuman langsung masuk ke kulit yang
resistensi lokalnya telah menurun atau jika ada kerusakan kulit, contohnya tuberkulosis
kutis verukosa.
Cara infeksi ada 6 macam :
1. Penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai penyakit
tuberkulosis, misalnya skrofuloderma.
2. Inokulasi langsung pada kulit sekitar orifisium alat dalam yang dikenai penyakit tuberkulosis,
misalnya tuberkulosis kutis orifisialis.
3. Penjalaran secara hematogen, misalnya tuberkulosis kutis miliaris
4. Penjalaran secara limfogen, misalnya lupus vulgaris.
5. Penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah diserang penyakit tuberkulosis, misalnya
lupus vulgaris.
6. Kuman langsung masuk ke kulit, jika ada kerusakan kulit dan resistensi lokalnya telah
menurun, contohnya tuberkulosis kutis verukosa.
Dimungkinkan juga berdasarkan vaktor imun dari seseorang

a. hiperergik, positif dengan tuberkulin pengenceran tinggi ( 1: 1000.000)
termasuk : -liken sklofulosorum
-tb. Kutis verukosa
- lupus vulgaris
b. normoergik, positif dengan tuberkulin pengenceran sedang (1: 100.000)
termasuk : - lupus vulgaris
-skrofuloderma
-sebagian kecil tuberkulid papulonekrotika
-sebagian eritema induratum
-inokulasi tuberkulosis primer ( setelah minggu ke 3- 4)
c. hipoergik : tidak breaksi atau berakasi lemah dengan tuberkulin pengenceran rendah
(1 : 1.000)
- sebagian besar tuberkulid papulonekrotika
-sebgian kecil eritema induratum
-lupus miliaris desimenatus fasiei
d. anergenik, tidak bereaksi
- kompleks primer stadium dini
- tuberkulosis kutis miliaris lanjut
(buku kk fk ui)
Patofisiologi
Ketika terpapar, lesi kulit pada penampakan luar akan menjadi verruca atau borok,
hal ini akan dibingungkan oleh jenis veruka lainnya. Lesi ini akan berubah
menjadi plak anular berwarna merah kecoklatan seiring waktu, dengan central
healing dan ekspansi bertahap ke arah perifer, dimana pada fase ini akan
dipusingkan dengan infeksi jamur seperti blastomycosis dan
chromoblastomycosis. Akan tetapi pada area tengah lesi tuberculosis veruca
verrucosa akan mengeras dan menjadi fisura, dimana pus dan bahan keratin dapat
keluar dari fusura ini. Lesi biasanya soliter, dan nodul regional tidak terpengaruh
kecuali terdapat infeksi sekunder bakteri. Lesi dapat berkembang dan menetap
dalam beberapa tahun. Penyebuhan spontan dapat terjadi dengan bekas parut
(Goldman, 2002).
IMUNITAS SELULAR
Sistem imun selular melibatkan sel T dengan limfokinnya. Sel T meliputi 80-90%
jumlahlimfosit darah tepi dari 90% jumlah limfosit timus.
Sel T hanya mempunyai sedikit imunoglobulin pada permukaannya dibandingkan dengan sel
B sehingga apabila dilakukan inkubasi dengan antiimunoglobulin manusia dan diperiksa dengan
mikroskop imunofluoresensi tidak akan terjadi fluoresensi. Namun sel T mempunyai reseptor pada
permukann selnya yang dapat berikatan dengan sel darah merah kambing. Apabila sel T diinkubasi
dengan sel darah merah kambing akan terbentuk roset yang terdiri atas beberapa sel darah merah
mengelilingi sel T.
Sebelum sel T dapat bereaksi terhadap antigen, maka antigen tersebut harus diproses serta
disajikan kepada sel T oleh makrofag atau sel langerhans. Setelah terjadi interaksi antara makrofag,
antigen, dan sel T, maka sel tersebut akan mengalami transformasi blastogenesis sehingga terjadi
peningkatan aktivitas metabolik. Selama mengalami proses transformasi tersebut sel T akan
mengeluarkan zat yang disebut sebagailimfokinyang mampu merangsang dan mempengaruhi reaksi
peradangan selular, antara lain faktor penghambat migrasi makrofag (Macrophage Inhibitory Factor),
(MIF); faktor aktivasi makrofag (Macrophage Activating Factor), (MAF); faktor kemotaktik
makrofag; faktor penghambat leukosit (Leucocyte Inhibitory Factor), (LF); Inteferon dan limfotoksin.
Mediator-mediator tersebut mampu mempengaruhi makrofag, PMN, limfosit, dan sel-sel lain
sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas lambat (tipe IV). Contoh dalam bidang penyakit kulit ialah
dermatitis kontak alergik.
Reaksi peradangan yang dipacu oleh limfokin dimulai dengan aktivasi limfosit oleh adanya
kontak dengan antigen spesifik yang mampu mengeluarkan faktor kemotaktik limfokin yang akan
membawa sel radang ke tempat kontak. Sel-sel tersebut akan ditahan di tempat aktivasi limfosit oleh
faktor penghambat migrasi makrofag dan faktor penghambat leukosit. Kemudian makrofag akan
diaktivasi oleh faktor aktivasi makrofag menjadi sel pemusnah (killer cell) yang mengakibatkan
kerusakan jaringan.Terjadi jalinan amplifikasi yang melibatkan faktor mitogenik limfosit, akan
menyebabkan limfosit lain berperan serta pada respons hipersensitivitas lambat ini. Makrofag juga
dapat berperan dalam respons imun dengan jalan mengeluarkan monokin, misalnya interleukin 1 yang
melibatkan limfosit untuk berperan serta dalam reaksi peradangan tersebut. Mengikuti terikatnya
antigen spesifik dengan permukaan sel T, sel T akan mengalami proliferasi klonal untuk
memproduksi turunan limfosit yang secara genetik diprogramkan untuk bereaksi dengan antigen
spesifik yang telah mengaktivasi sel pendahulunya. Proliferasi klonal biasanya terjadi di jaringan
limfois. Sistem imun selular akan diatur oleh subset sel T, disebut sebagai sel T penekan dan sel T
penolong yang akan menambah atau menekan respins imun dan mengatur sintesis antibodi, sehingga
kedua sel tersebut di atas merupakan penghubung antara sistem imun selular dan sistem imun
humoral.
Sumber : Djuanda, Adhi, Tuberkulosis kutis, Dalam Djuanda, Adhi., Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005. Pages: 48-49
A classic example of DTH is the tuberculin reaction, elicited by antigen challenge in
an individual already sensitized to the tubercle bacillus by a previous infection.
Between 8 and 12 hours after intracutaneous injection of tuberculin (a protein extract
of the tubercle bacillus), a local area of erythema and induration appears, reaching a
peak (typically 1-2 cm in diameter) in 24 to 72 hours (hence the adjective, delayed)
and thereafter slowly subsiding. Histologically, the DTH reaction is characterized by
perivascular accumulation ("cuffing") of CD4+ helper T cells and macrophages (Fig.
5-14). Local secretion of cytokines by these mononuclear inflammatory cells leads to
increased microvascular permeability, giving rise to dermal edema and fibrin
deposition; the latter is the main cause of the tissue induration in these responses. The
tuberculin response is used to screen populations for individuals who have had prior
exposure to tuberculosis and therefore have circulating memory T cells specific for
mycobacterial proteins. Notably, immunosuppression or loss of CD4+ T cells (e.g.,
resulting from HIV infection) may lead to a negative tuberculin response even in the
presence of a severe infection.
4. Kenapa pada luka pasien asimtomatis/tidak ada rasa nyeri,gatal?
Berhubungan dengan perusakan saraf oleh bakteri
5. Apa hubungan riwayat TB dengan keluhan?
Natural history
M. tuberculosis and M. bovis are pathogenic to humans. M. bovis isalso found in a wide
range of animal species. The majority ofhuman disease is due to M. tuberculosis, M. bovis
being found inonly 11.5% of isolates [11]. Transmission of infection within andbetween
species is mainly by inhalation of airborne droplet nucleiparticles containing M.
tuberculosis complex, resulting in pulmonaryinfection. M. bovis may also penetrate the
gastrointestinalmucosa and lymphatic tissue of the oropharynx when ingested inmilk.
Direct inoculation of the skin by M. tuberculosis complex also
occurs. Survival of Mycobacterium species in aerosols generatedfrom human saliva is
usually less than an hour, indicating thatclose and prolonged contact is required for
transmission of infection[12]. Studies of contact tracing have shown that 1% of
closecontacts are affected [13].Spread takes place rapidly via the lymphatics to the
lymphnodes draining the area of infection, and then further spreadoccurs via the
bloodstream. In persons with intact cell-mediatedimmunity, activated T cells and
macrophages form granulomasthat limit spread of the organism. The granuloma that
forms at thesite of pulmonary infection constitutes the Ghon focus, and this,together with
the enlarged hilar nodes, is termed the primary
complex. The tuberculin test becomes positive after 38 weeks;this may be accompanied
by fever or erythema nodosum, whichis therefore a sign of a recent primary infection.The
subsequent course varies, depending on factors of virulence,
resistance and the immunological responses describedearlier. Often the organisms fail to
thrive and the disease is arrested;
less often, it progresses. Sometimes organisms may lie dormantafter a primary infection,
only to reactivate later, causing a recrudescenceof the primary infection.In the lung, the
Ghon focus may be absorbed, become fi broticand calcifi ed, or lay break down, liquefy
and discharge bacilliinto the lung. On the skin, the primary focus is a tuberculouschancre
(p. 31.11). If the contiguous regional lymph nodes breakdown, scrofuloderma occurs (p.
31.14).To the epidemiologist, primary tuberculosis means any lesionsdeveloping within
5 years of the original infection [14], while laterlesions are considered as secondary.
There must always be diffi -culty in determining whether post-primary lesions are due to
thereactivation of existing disease, for example as in patients withAIDS, or due to re-
infection, particularly since BCG protectiondiminishes with time.Exogenous re-infection
is probably rare, but does occur [15], andthe reactions seen in a host already sensitized by
a previous infectiondiffer from those of the non-sensitized. A primary infectionin the
skin, for example, will be manifest as a cutaneous

6. Kenapa bintil-bintil kecil padat dengan perm kasar menjalar ke sekitarnya secara
serpiginosa?

7. Interpretasi dari tes mantoux dan histopatologi?
1. Pembengkakan
(Indurasi)
: 04mm,uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi
Mikobakterium tuberkulosa.
2. Pembengkakan
(Indurasi)
: 39mm,uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik,
reaksi silang dengan Mikobakterium
atipik atau setelah vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan
(Indurasi)
: 10mm,uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi
Mikobakterium tuberkulosa.
a. Histopatologi :
- Pada epidermis tampak hiperkeratosis, akantosis. Pada reaksi radang yang akut sering
dengan gambaran abses di lapisan ini. Pada dermis tampak nekrosis kaseosa
(Saripati Penyakit Kulit)

8. Mengapa keluar cairan seperti nanah?
Ketika terpapar, lesi kulit pada penampakan luar akan menjadi verruca atau borok, hal ini akan
dibingungkan oleh jenis veruka lainnya. Lesi ini akan berubah menjadi plak anular berwarna merah
kecoklatan seiring waktu, dengan central healing dan ekspansi bertahap ke arah perifer, dimana pada
fase ini akan dipusingkan dengan infeksi jamur seperti blastomycosis dan chromoblastomycosis. Akan
tetapi pada area tengah lesi tuberculosis veruca verrucosa akan mengeras dan menjadi fisura, dimana
pus dan bahan keratin dapat keluar dari fusura ini. Lesi biasanya soliter, dan nodul regional tidak
terpengaruh kecuali terdapat infeksi sekunder bakteri. Lesi dapat berkembang dan menetap dalam
beberapa tahun. Penyebuhan spontan dapat terjadi dengan bekas parut (Goldman, 2002).

Proses terbentukny ananahialah selama infeksi, makrofagmelepaskansitokin yang
memicuneutrofiluntukmencaritempatinfeksiolehkemotaksis. Di
bagiantersebutneutrofilmenghancurkanbakteridanbakterimenolakresponkekebalantubu
hdenganmelepaskanracun yang disebut leukocidins. Neutrofil yang
matikarenaterkenaracunatau yang berusiasingkatdihancurkanolehmakrofag,
membentuknanahkental(http://www.erha.co.id/skin-klopedia/pus)


9. DD(definisi,etiologi,manifestasi,klasifikasi,pathogenesis,Patofisiologi,pemeriksaan
fisik,pemeriksaan penunjang,komplikasi,penatalaksanaan)?

You might also like