You are on page 1of 120

LAPORAN DRAFT FINAL PAKET 12 TA 2010

i
KAK KAJIAN KEBIJAKAN PENGADAAN TANAH DALAM MENDUKUNG PEMBA -
NGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM, Paket 12, tersurat bahwa isi
Laporan Akhir adalah seluruh hasil pekerjaan termasuk kesimpulan dan rekomen -
dasi.
Esensi kajian kebijakan, seperti yang diuraikan dalam Bab I, yaitu: Pertama,
kebijakan dalam arti produk hukum terkait pengadaan tanah, khususnya yang
menunjang pelaksanaan pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum;
Kedua, kebijakan dalam arti tindakan yang telah diambil oleh Kementerian
Pekerjaan Umum selama ini dalam mencapai tujuan pengadaan tanah, khususnya
pada pelaksanaan pembangunan bidang pekerjaan umum yang tepat biaya, waktu
dan kualitas serta manfaat.
Pembangunan infrastruktur bidang PU merupakan pembangunan fisik yang
membutuhkan tanah, sebagai lokasi bangunan maupun dukungan kemanfaatan.
Pembangunan bersifat sektoral sehingga pengadaan tanah mengacu NSPM sektor
ybs. Pengalaman dan pembelajaran pengadaan tanah per sektor sebagai masukan
rekomendasi kebijakan.
Berbagai produk hukum mempengaruhi/menentukan kebijakan pengadaan
tanah. Sumber dana pinjaman/hibah luar negeri sampai kesiapan pemerintah
kabupaten/kota mempengaruhi praktek pengadaan tanah di lokasi pembangunan
infrastruktur bidang PU.
Jakarta, 2010
PT KANTA KARYA UTAMA
LAPORAN DRAFT FINAL PAKET 12 TA 2010
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Tabel . v
Daftar Gambar . vi
BAB I. PENDAHULUAN .. 1-1
1.1 Substansi dan Fokus KAK . 1-2
1.1.1 Latar Belakang . 1-2
1.1.2 Maksud dan Tujuan . 1-3
1.1.3 Sasaran .. 1-3
1.1.4 Keluaran . 1-3
1.1.5 Lingkup, Lokasi Kegiatan, Data dan Fasilitas . 1-4
1.1.6 Pendekatan dan Metodologi 1-4
1.2 Apresiasi Konsultan Atas KAK 1-5
1.2.1 Apresiasi Judul .. 1-6
1.2.2 Apresiasi Maksud, Tujuan, Sasaran, dan Keluaran . 1-12
1.2.3 Apresiasi Pendekatan dan Metodologi ... 1-13
1.3 Sistematika Pelaporan .. 1-14
BAB II. RENCANA STRATGEIS SEBAGAI DASAR PERENCANAAN
PENGADAAN TANAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2-1
2.1 Tugas, Fungsi, Mandat dan Kewenangan serta Peran Kemen-
terian PU 2010-2014 .. 2-2
2.1.1 Tugas dan Fungsi Kementerian PU . 2-3
2.1.2 Mandat Kementerian PU 2-4
2.1.3 Kewenangan Kementerian PU . 2-11
2.1.4 Peran Infrastruktur PU dan Permukiman .. 2-13
2.2 Program dan Kegiatan Kementerian PU ... 2-14
2.2.1 Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian PU .. 2-19
2.2.2 Kebijakan Pengadaan Tanah ... 2-21
2.3 Kontribusi Infrastruktur Bidang Pekerjaan Umum . 2-22
2.3.1 Capaian dan Target Pembangunan Infrastruktur Sumber
Daya Air ................ 2-23
2.3.2 Capaian dan Target Pembangunan Infrastruktur Jalan
dan Jembatan ... .. 2-26
2.3.3 Capaian dan Target Pembangunan Infrastruktur Cipta
Karya ......... 2-28
LAPORAN DRAFT FINAL PAKET 12 TA 2010
iii
2.4 Kebijakan Pengembangan KPS (Kerja sama Pemerintah-
Swasta) ....... 2-28
2.4.1 Arah Kebijakan Penyediaan Infrastruktur Dengan Skema
KPS ....... 2-29
BAB III. PERENCANAAN PENGADAAN TANAH PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR BIDANG PU UNTUK KEPENTINGAN UMUM 3-1
3.1 Maksud dan Tujuan Rencana Pembangunan .. 3-2
3.1.1 Pembangunan Untuk Kepentingan Umum .. 3-3
3.1.2 Pembangunan Sebagai Kegiatan Pekerjaan Konstruksi 3-4
3.1.3 Pembangunan Infrastruktur Bidang PU 3-8
3.2 Kesesuaian Dengan RTRW atau Rencana Pembangunan
Nasional dan Daerah .. 3-11
3.2.1 Rencana Tata Ruang Wilayah . 3-11
3.2.2 Musyawarah Rencana Pembangunan.. 3-11
3.2.3 Sinergi Pusat-Daerah dan Antar Daerah .. 3-11
3.3 Letak Tanah ........ 3-11
3.3.1 Lokasi Program/Kegiatan Pembangunan Infrastruktur
Bidang PU .. 3-12
3.3.2 Dukungan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota ...... 3-13
3.4 Luas Tanah Yang Dibutuhkan 3-15
3.5 Perkiraan Jangka Waktu Pelaksanaan Pengadaan Tanah .. 3-15
3.6 Perkiraan Jangka Waktu Pelaksanaan Pembangunan . 3-15
3.7 Perkiraan Nilai Tanah . 3-15
3.7.1 Nilai Ganti Rugi .... 3-16
3.7.2 Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) .. 3-16
3.7.3 Biaya Pengadaan Tanah .... 3-17
3.7.4 Biaya P
2
T ........ 3-17
3.8 Rencana Penganggaran 3-18
BAB IV. KERANGKA KEBIJAKAN PENGADAAN TANAH PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR BIDANG PU 4-1
4.1 Perencanaan Pengadaan Tanah Dalam Tahap Pra Konstruksi 4-2
4.1.1 Data dan Informasi Kegiatan Pembangunan Infrastruktur
Bidang PU ...... 4-3
4.1.2 Proposal Rencana Pembangunan ... 4-10
4.1.3 Alternatif Pengadaan/Penggantian Tanah .. 4-18
4.2 Perencanaan Pengadaan Tanah Dalam Tahap Konstruksi . 4-27
4.2.1 Penetapan Lokasi Kegiatan ... 4-28
4.2.2 Penghormatan Terhadap Hak Atas Tanah .. 4-28
LAPORAN DRAFT FINAL PAKET 12 TA 2010
iv
4.2.3 Jaminan Kehidupan Yang Lebih Baik .. 4-29
4.2.4 Pembangunan Yang Berkeadilan .... 4-30
4.2.5 Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia ..... 4-31
4.2.6 Masyarakat Sebagai Mitra . 4-31
4.3 Perencanaan Pengadaan Tanah Dalam Tahap Pasca Konstruksi 4-31
4.3.1 Dukungan dan Kerja Sama Antar Daerah ... 4-31
4.3.2 Obyek Kerja Sama Daerah 4-31
4.3.3 Sinkronisasi Kegiatan Pusat-Daerah ... 4-31
4.3.4 Tanggung Jawab Kelembagaa ...... 4-31
4.3.5 Masyarakat Sebagai Pemanfaat/Pengelola Lahan
Sekitar Lokasi ... 4-31
4.3.6 Pemantauan dan Evaluasi .. 4-35
BAB V. ALTERNATIF DAN FOKUS KEBIJAKAN PENGADAAN TANAH 5-1
5.1 Fokus Kebijakan Pengadaan Tanah.. 5-1
5.1.2 Sinkronisasi Dengan BPN . 5-2
5.1.2 Program/Kegiatan Berbasis Daerah . 5-3
5.2 Alternatif Pengadaan Tanah .... 5-4
5.2.1 Mekanisme Pengadaan Tanah 5-4
5.2.2 Konfirmasi Pengadaan Tanah .. 5-4
5.2.3 P
2
T Internal Satker . 5-5
5.2.4 Asas Musyawarah . 5-5
5.2.5 Penetapan Ganti Rugi 5-5
5.2.6 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 5-6
5.2.7 Pengurusan Serifikasi . 5-6
5.2.8 Tata Cara Pembayaran Tanah .. 5-6
BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGADAAN
TANAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6-1
6.1 Kesimpulan .... 6-1
6.1.1 Masyarakat Sebagai Pemegang Hak Atas Tanah 6-1
6.1.2 Pihak Terkait Pengadaan Tanah . 6-2
6.1.3 Karaktersitik Infrastruktur Bidang PU . 6-2
6.2 Rekomendasi .... 6-2
6.2.1 Produk Hukum . 6-2
6.2.2 Tanggung jawab kelembagaan . 6-3
6.2.3 Masyarakat Sebagai Subyek . 6-3
LAPORAN DRAFT FINAL PAKET 12 TA 2010
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Program dan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum . 1-10
Tabel 1.2 Program dan Unit Organisasi Pelaksana Kementerian PU .. 1-11
Tabel 2.1 Lokasi Program dan Kegiatan Kementerian PU .. 2-2
Tabel 2.2 Jumlah Satuan Kerja per Satminkal . 2-3
Tabel 2.3 Pencapaian 2005-2009 dan Target Pembangunan Irigasi 2010-2014 2-25
Tabel 2.4 Rekapitulasi Pembangunan Waduk/Bendungan 2010-2014 . 2-25
Tabel 3.1. Klasifikasi Fungsi dan Sub Fungsi ... 3-4
Tabel 3.2 Rincian Menurut Program dan Kegiatan .... 3-5
Tabel 3.3 Rencana Rinci Bidang Infrastruktur untuk Irigasi 3-6
Tabel 3.4 Rencana Rinci Bidang Infrastruktur untuk Rehabilitasi/
Pembangunan Jalan dan Jembatan .. 3-7
Tabel 3.5 Rencana Rinci Bidang Infrastruktur untuk Air Baku 3-7
Tabel 3.6 Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang PU 3-9
Tabel 3.7 Target Pembangunan Waduk 2010-2014 . 3-12
Tabel 3.8 Matriks Sinkronisasi Pusat dan Daerah 3-12
Tabel 3.3 Rencana Rinci Bidang Infrastruktur untuk Irigasi 3-12
Tabel 4.1 Identifikasi Permasalahan Perumahan 4-27
Tabel 4.2 Substansi Inti/Kegiatan Prioritas Tanah dan Tata Ruang . 4-33
Tabel 4.3 Kondisi Perumahan . 4-36
LAPORAN DRAFT FINAL PAKET 12 TA 2010
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram Alir Kajian Kebijakan Pengadaan Tanah ... 1-14
Gambar 2.1 Target Program Strategis Sub Bidang Prasarana SDA Sebagai
Bagian Program 5 Tahun .... 2-17
Gambar 2.2 Target Program Strategis Sub Bidang Prasarana Jalan
Sebagai Bagian Program 5 Tahun (1) . 2-17
Gambar 2.3 Target Program Strategis Sub Bidang Prasarana Jalan
Sebagai Bagian Program 5 Tahun (2) ....... 2-18
Gambar 2.4 Target Program Strategis Sub Bidang Prasarana Jalan
Sebagai Bagian Program 5 Tahun (3) . 2-18
Gambar 2.5 Target Program Strategis Sub Bidang Infrastruktur Permukiman
Sebagai Bagian Program 5 Tahun .. 2-19
Gambar 2.6 Peran Pembangunan Infrastruktur Bidang PU . 2-23
Laporan Akhir. Paket 12 . TA 2010 halaman 1- 1
Peningkatan pembangunan infrastruktur bidang Pekerjaan Umum (khususnya
infrastruktur jalan, untuk distribusi lalu lintas barang dan manusia maupun
pembentuk struktur ruang wilayah. Infrastuktur sumber daya air, untuk mendukung
penyimpanan dan pendistribusian air maupun prasarana dan sarana untuk
pengendalian daya rusak air. Infrastruktur cipta karya, termasuk infrastruktur
lingkungan perumahan dan permukiman, sebagai pendukung kualitas kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang mencakup pelayanan transportasi lokal,
pelayanan air minum dan sanitasi lingkungan termasuk penanganan persampahan,
penyediaan drainase untuk mengatasi genangan dan pengendalian banjir, serta
penanganan air limbah domestik) memerlukan dukungan jaminan kepastian hukum
di bidang pertanahan. Tanah dibutuhkan dalam semua tahapan konstruksi, baik
pada saat prakonstruksi maupun dalam tahap pascakonstruksi atau dalam
menunjang asas manfaat.
Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan
cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah,
bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau
dengan pencabutan hak atas tanah (Perpres 36/2005).
Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan
cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah,
bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah (Perpres
65/2006).
Kerangka Acuan Kerja (KAK) KAJIAN KEBIJAKAN PENGADAAN TANAH DALAM
MENDUKUNG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM
TA 2010 sebagai bagian tak terpisahkan dari dokumen kontrak, secara umum
merupakan landasan kerja bagi Konsultan dalam menyelesaikan tugas. Di sisi lain,
KAK berfungsi sebagai alat kendali, pemantauan dan evaluasi bagi pemberi tugas/
pengguna jasa. Melalui pemahaman atas KAK, Konsultan akan mendapatkan
kejelasan atas proses atau tahapan pekerjaan dan substansi yang akan disajikan.
Laporan Akhir. Paket 12 . TA 2010 halaman 1- 2
Mengantispasi berbagai perubahan yang akan mempengaruhi proses pekerjaan
maupun hasil yang diharapkan, baik dari hasil konsultasi dengan Tim Teknis,
pembahasan laporan, masukan manajemen, kondisi di lapangan, perkembangan
kebijakan, percepatan kegiatan 2010 akan diakomodir dalam laporan pekerjaan.
Tahapan proses sesuai dengan KAK, baik bersifat laporan maupun status kegiatan.
1.1. SUBSTANSI DAN FOKUS KAK
KAK sebagai landasan operasional (kandungan administratif maupun muatan
substantif) dalam melaksanakan pekerjaan jasa konsultasi. Bab ini menyajikan
substansi dan administratif dan fokus KAK, meliputi :
1.1.1. LATAR BELAKANG
Pengadaan tanah masih merupakan persoalan utama pembangunan bidang
Pekerjaan Umum, terutama pada masa Reformasi ini. Kendala pengadaan
tanah akibat naiknya harga tanah secara ekstrim sesungguhnya bukanlah hal
baru, namun sejauh ini, Pemerintah belum juga berhasil menemukan formula
yang tepat dalam memecahkan masalah klasik ini.
Sistem pertanahan di Indonesia mengadopsi sistem Eropa daratan, di mana
pengakuan atas hak-hak kepemilikan tanah (individu, kolektif, maupun adat)
diakui secara penuh (sacred) dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa oleh
siapapun (unviolated). Namun, atas nama keselamatan dan/atau kepentingan
umum Pemerintah dapat menggunakan haknya untuk mengambil alih hak
atas tanah tersebut melalui mekanisme kompensasi yang layak. Hak
Pemerintah ini disebut dengan Empirium.
Pemerintah menterjemahkan hak emporium tersebut, misalnya, melalui
penerbitan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 tentang PERUBAHAN
ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG
PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK
KEPENTINGAN UMUM atau UU No. 26/2007 tentang PENATAAN RUANG,
khususnya pasal 33 ayat (3) yang berbunyi : Penatagunaan tanah pada
ruang yang direncanakan untuk pembangunan prasarana dan sarana bagi
kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama bagi Pemerintah dan
pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari
pemegang hak atas tanah
Khusus dalam hal pembebasan tanah, Perpres 65/2006 terdapat 3 (tiga)
alternatif yang bisa ditempuh : pertama, masyarakat menerima uang ganti
rugi berdasarkan musyawarah; kedua, jika mereka memerlukan tanah lagi,
maka Pemerintah bisa mencarikan tempat lain sebagai penggantinya dan jika
jumlahnya banyak dan minta di-resttlement maka kemungkinan bisa saja di-
Laporan Akhir. Paket 12 . TA 2010 halaman 1- 3
resettlement; sedangkan alternatif ketiga, dana ganti rugi tanah dapat
dikonversi menjadi saham proyek infrastruktur yang bersangkutan.
Berkaitan dengan percepatan pembangunan proyek infrastruktur terutama
adanya ketidakpastian dalam hal pengadaan tanah, diperlukan suatu
mekanisme pengadaan tanah yang mendukung.
Dari penjelasan di atas, Pemerintah dapat memahami bahwa masalah
pengadaan tanah sangatlah kompleks. Pemerintah perlu meninjau kembali
aturan-aturan pengadaan tanah sehingga menjadi lebih sederhana namun
tegas. Pada satu titik di mana negosiasi mengenai harga tanah mengalami
kebuntuan, Pemerintah perlu mengefektifkan instrument / prosedur terakhir
yang sifatnya final untuk mengkompensasi pengalihan hak atas tanah sesuai
dengan pagu harga tertinggi sesuai dengan masukan tim auditor independen.
Secara hukum, prosedur ekspropriasi ini dimungkinkan.
Dengan pertimbangan uraian di atas, maka kegiatan ini dibuat untuk mengkaji
kebijakan mengenai pengadaan tanah dalam mendukung pembangunan
infrastruktur bidang pekerjaan umum.
1.1.2. MAKSUD DAN TUJUAN
a. MAKSUD
Mengkaji kompleksitas permasalahan pengadaan tanah agar dapat
dilakukan dengan transparan dan tidak berlarut-larut.
b. TUJUAN
Tersusunnya kajian kebijakan mengenai pengadaan tanah dalam
mendukung pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum.
1.1.3. SASARAN
Sasaran dari kegiatan ini adalah tersedianya mekanisme untuk pengadaan
tanah yang mudah prosesnya, bersifat jangka panjang dan mengoptimalkan
prinsip investasi, serta alternatif-alternatif lain dalam pengadaan tanah.
1.1.4. KELUARAN
Keluaran yang dihasilkan dari pelaksanaan pekerjaan ini adalah konsep
pengembangan kebijakan dan mekanisme pengadaan tanah dalam
mendukung pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum.
Laporan Akhir. Paket 12 . TA 2010 halaman 1- 4
1.1.5. LINGKUP, LOKASI KEGIATAN, DATA DAN FASILITAS PENUNJANG
SERTA ALIH PENGETAHUAN.
a. LINGKUP KEGIATAN
Lingkup kegiatan ini, adalah :
1). Studi kepustakaan mengenai peraturan perundangan dan literatur
terkait dengan prosedur pengadaan tanah baik di Indonesia maupun di
luar negeri (best-practice).
2). Identifikasi dan analisis berbagai program-program pembangunan
beserta permasalahan pengadaan tanah dalam pembangunan bidang
PU.
3). Menyusun rekomendasi kebijakan pembiayaan pengadaan tanah
dalam mendukung kerja sama pemerintah dengan swasta untuk
penyelenggaraan pembangunan bidang PU.
b. LOKASI KEGIATAN
Kegiatan jasa konsultasi ini harus dilaksanakan di Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
c. DATA DAN FASILITAS PENUNJANG
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) akan mengangkat Tim Teknis yang
bertindak sebagai pengawas atau pendamping/counterpart Tenaga Ahli
dalam rangka pelaksanaan jasa konsultasi.
d. ALIH PENGETAHUAN
Apabila dipandang perlu oleh PPK, maka penyedia jasa harus meng -
adakan pelatihan, kursus singkat, diskusi dan seminar terkait dengan
substansi pelaksanaan pekerjaan dalam rangka alih pengetahuan kepada
staf di lingkungan Pusat Kajian Strategis.
1.1.6. PENDEKATAN DAN METODOLOGI.
Sebagai bahan acuan untuk mengerjakan pekerjaan ini dapat menggunakan
metodologi sebagai berikut :
a. PENGUMPULAN DATA
Sebagai dasar analisis diperlukan pengumpulan data antara lain data
sekunder yang dapat dikumpulkan dengan cara kaji ulang dokumen data
sekunder yang merupakan dokumen resmi/hasil kajian yang menyatakan
informasi tentang keadaan, aturan, pedoman, standar dan sebagainya
baik yang diterbitkan oleh internal maupun eksternal Departemen PU.
Laporan Akhir. Paket 12 . TA 2010 halaman 1- 5
Selanjutnya untuk pengumpulan data primer dilakukan dengan cara
wawancara dengan berbagai sumber untuk meggali informasi dari internal
dan eksternal Departemen PU.
b. ANALISIS DATA
Untuk melakukan kajian ini secara umum menggunakan metode analisis
kualitatif yaitu untuk mengkaji tentang permasalahan yang hanya dapat
dianalisis secara deskriptif dan bersifat tidak terukur.
c. PERUMUSAN KONSEP REKOMENDASI KEBIJAKAN
Sebagai bagian dari upaya memberikan masukan kepada kebijakan
Departemen, diperlukan pengembangan konsep kebijakan yang dilandasi
oleh hasil-hasil pengumpulan dan analisis data yang dilakukan dan
mampu direkomendasikan dengan muatan substansi yang lebih aplikatif.
1.2. APRESIASI KONSULTAN ATAS KAK
Berdasarkan Usulan Teknis waktu proses pengadaan barang / jasa,
pemahaman dan tanggapan atas KAK, sebagai apresiasi Konsultan, namun
dengan mengantisipasi Jenis Laporan yang harus diserahkan kepada PPK,
khususnya pada Laporan Akhir yang diharapkan berisikan :
a. Rencana kerja penyedia jasa secara menyeluruh;
b. Mobilisasi tenaga ahli dan tenaga pendukung lainnya;
c. Jadual kegiatan penyedia jasa;
d. Pendekatan dan metodologi serta hasil observasi dan analisa awal.
Laporan Pendahuluan harus diserahkan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan
sejak SPMK diterbitkan dan dibuat sebanyak 10 (sepuluh) buku laporan.
Konsultan akan menguraikan baik yang tersurat maupun yang tersirat, mulai
dari :
i. judul [dari judul banyak hal yang perlu diklarifikasi, baik secara terminologi
maupun acuan normatif serta kajian pustaka (bahan acuan dan kompilasi
data/informasi) dan kajian lapangan, faktor pengaruh / penentu kegiatan];
ii. analisis maksud, tujuan, sasaran dan keluaran (sebagai umpan balik);
serta
iii. pendekatan dan metodologi (ilustrasi dalam bentuk diagram alir).
Kemungkinan terjadinya pengulangan atau duplikasi redaksi antar bab, untuk
memperkuat alur pikir atau adanya benang merah. Mulai dari judul, prosesi
pelaksanaan pekerjaan sampai pemantapan hasil akhir tetap dalam koridornya
atau benang merahnya.
Laporan Akhir. Paket 12 . TA 2010 halaman 1- 6
Kemungkinan studi ini akan terfokus bagaimana membuat mekanisme atau
aturan yang umum guna dapat menyelenggarakan pengadaan tanah untuk
kebutuhan pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum ke depan.
Kerangka sistem penyelenggaraan pengadaan tanah untuk infrastruktur bidang
pekerjaan umum yang akan disusun harus dapat diterapkan dalam semua jenis
penyelenggaraan infrastruktur bidang pekerjaan umum, mulai dari
pembangunan di bidang Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Cipta Karya,
dengan tetap memperhatikan aspek Penataan Ruang di dalamnya.
Sebagai langkah awal harus ditetapkan aspek-aspek apa saja yang akan
digunakan sebagai penyusun kerangka sistem penyelenggaraan pengadaan
tanah untuk infrastruktur bidang pekerjaan umum tersebut. Aspek-aspek ini
merupakan faktor utama dalam penyusunan kebijakan. Ada 4 (empat) aspek
yang akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan kerangka sistem
penyelenggaraan pengadaan tanah untuk infrastruktur bidang pekerjaan
umum, antara lain: 1) hukum; 2) sosial; 3) ekonomi; dan 4) kelembagaan.
Dari masing-masing aspek tersebut akan diuraikan parameter sebagai bahan
untuk melakukan kajian dan analisis, yang selanjutnya dengan memperhatikan
faktor internal dan eksternal dari penyelenggaraan infrastruktur bidang
pekerjaan umum, sistem penyelenggaraan pengadaan tanah tersebut akan
disusun.
1.2.1. APRESIASI JUDUL
Judul KAJIAN KEBIJAKAN PENGADAAN TANAH DALAM
MENDUKUNG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN
UMUM, dapat diuraikan dengan beberapa persepsi antara lain :
a. KAJIAN KEBIJAKAN PENGADAAN TANAH
Diawali dengan penetapan makna yang akan memperjelas dan
membatasi tahapan berikutnya, yaitu :
Pertama, kebijakan dalam arti produk hukum terkait pengadaan tanah,
khususnya yang menunjang pelaksanaan pembangunan infrastruktur
bidang pekerjaan umum;
Kedua, kebijakan dalam arti tindakan yang telah diambil oleh Kementerian
Pekerjaan Umum selama ini dalam mencapai tujuan pengadaan tanah,
khususnya pada pelaksanaan pembangunan bidang pekerjaan umum
yang tepat biaya, waktu dan kualitas serta manfaat.
Jadi, kajian secara paralel atau yang merupakan gabungan pengalaman
dan pembelajaran dengan landasan yuridis dalam pengadaan tanah di
lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum.
Laporan Akhir. Paket 12 . TA 2010 halaman 1- 7
Melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 603/PRT/M/2005
tentang PEDOMAN UMUM SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA BIDANG
PEKERJAAN UMUM, telah diputuskan Sistem Pengendalian Manajemen,
disingkat dengan Sisdalmen, adalah Pedoman Umum Sistem
Pengendalian Manajemen Penyelenggaraan Pembangunan Prasarana
dan Sarana Bidang Pekerjaan Umum.
Sisdalmen disusun menurut :
1). Tahap Survei, Investigasi, dan Desain (SID)
2). Tahap Pengadaan Lahan (Land Acquisition/LA)
3). Tahap Pelaksanaan Konstruksi (Construction/C)
4). Tahap Operasi dan Pemeliharaan/O&P (Operation & Maintenance
/O&M).
Sisdalmen ini menguraikan secara rinci, lengkap, dan jelas tentang tata
cara pelaksanaan kegiatan Penyelenggaraan Kontrak Jasa Pelaksanaan
Konstruksi (Pemborongan), yang disusun sesuai kaidah penyelenggaraan
pembangunan prasarana dan sarana dalam lingkungan Departemen
Pekerjaan Umum, dengan urutan tahapan kegiatan SIDLACOM.
Sisdalmen yang merupakan sarana baik pengawasan melekat maupun
pengendalian penyelenggaraan pembangunan oleh setiap kepala satuan
kerja (pejabat yang ditugasi), minimal harus digunakan pada setiap
tahapan pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan berkesinambungan.
Sisdalmen ini berisi hal-hal sebagai berikut :
1. Perencanaan Konstruksi (SID)
a. Tahap Pra Kontrak
1). Persiapan Pengadaan
2). Pemilihan Penyedia Jasa
b. Tahap Penandatanganan Kontrak
1). Penyusunan Dokumen Kontrak
2). Penandatanganan Kontrak
c. Tahap Pasca Penandatanganan Kontrak
1). Persiapan Pelaksanaan Kontrak
2). Pelaksanaan Kontrak
3). Serah Terima Pekerjaan
4). Evaluasi Produk Konsultan / Desain
5). Pemanfaatan Produk
Laporan Akhir. Paket 12 . TA 2010 halaman 1- 8
2. Pengadaan Lahan (Land Acquisition)
a. Penetapan Lokasi Pembangunan
b. Permohonan Pengadaan Tanah
c. Pelaksanaan Pengadaan Tanah
d. Keberatan atas Keputusan Panitia
e. Pelaksanaan Pemberian Ganti Rugi
f. Pelepasan, Penyerahan, dan Permohonan Hak atas Tanah
g. Risalah Pengadaan Lahan
h. Pengamanan Aset
3. Pelaksanaan Konstruksi (Construction)
a. Tahap Pra Kontrak
1). Persiapan Pengadaan
2). Pemilihan Penyedia Jasa
b. Tahap Penandatanganan Kontrak
1). Penyusunan Dokumen Kontrak
2). Penandatanganan Kontrak
c. Tahap Pasca Penandatanganan Kontrak
1). Persiapan Pelaksanaan Kontrak
2). Pelaksanaan Kontrak
a) Mobilisasi
b) Pemeriksaan bersama
c) Tinjauan desain
d) Pembayaran uang muka
e) Buku harian dan laporan harian, mingguan, dan bulanan
f) Pengendalian pelaksanaan pekerjaan
g) Pengukuran prestasi pekerjaan
h) Pembayaran prestasi pekerjaan
i) Perubahan kegiatan pekerjaan
j) Denda dan ganti rugi
k) Penyesuaian/eskalasi harga
l) Keadaan kahar/force majeure
m) Penghentian dan pemutusan kontrak
n) Perpanjangan waktu
o) Kerja sama dengan sub kontraktor
p) Kompensasi
q) Perselisihan/dispute
r) Serah terima pekerjaan
s) Laporan hasil penilaian pelaksanaan program mutu
3). Serah Terima Pekerjaan
4). Evaluasi Produk Konsultan / Desain
5). Pemanfaatan Produk
Laporan Akhir. Paket 12 . TA 2010 halaman 1- 9
4. Operasi dan Pemeliharaan / O & P (Operation & Maintenance / O &
M).
a. Penyiapan perangkat O & P
b. Program O & P
c. Ketersediaan perangkat/sumber daya O & P
d. Perencanaan Perbaikan
e. Pelaksanaan Perbaikan
f. Kegagalan Bangunan
g. Keluaran/output
h. Manfaat/outcome
i. Penyerahan proyek selesai
b. PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM.
Bidang Pekerjaan Umum mempunyai beberapa pengertian, antara lain :
Bidang Pekerjaan Umum adalah kegiatan yang meliputi subbidang
Sumber Daya Air, Bina Marga, Perkotaan dan Perdesaan, Air Minum, Air
Limbah, Persampahan, Drainase, Permukiman, Bangunan Gedung dan
Lingkungan, serta Jasa Konstruksi.
(sumber Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 03/PRT/M/2008
tentang PEDOMAN PELAKSANAAN KEGIATAN DEPARTEMEN PEKERJAAN
UMUM YANG MERUPAKAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAN
DILAKSANAKAN MELALUI DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN).
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 03/PRT/M/2007 tentang
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR
51/PRT/2005 TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPARTEMEN PEKERJAAN
UMUM TAHUN 20052009 menyebutkan bahwa berdasarkan tugas dan
fungsi Departemen Pekerjaan Umum, infrastruktur dalam lingkup bidang
pekerjaan umum tersebut meliputi: infrastruktur jalan, untuk distribusi
lalulintas barang dan manusia maupun pembentuk struktur ruang wilayah.
Infrastuktur sumber daya air, untuk mendukung penyimpanan dan
pendistribusian air maupun prasarana dan sarana untuk pengendalian
daya rusak air. Infrastruktur cipta karya, termasuk infrastruktur
lingkungan perumahan dan permukiman, sebagai pendukung kualitas
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang mencakup pelayanan
transportasi lokal, pelayanan air minum dan sanitasi lingkungan termasuk
penanganan persampahan, penyediaan drainase untuk mengatasi
genangan dan pengendalian banjir, serta penanganan air limbah
domestik.
Laporan Akhir. Paket 12 . TA 2010 halaman 1- 10
Berdasarkan Peprpres 67/2005 jenis infrastruktur yang dapat dikerja -
samakan dengan Badan Usaha mencakup:
a. infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol;
b. infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku;
c. infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan air baku,
jaringan transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum;
dan
d. infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolah air limbah,
jaringan pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan
yang meliputi pengangkut dan tempat pembuangan.
Jenis infrastruktur ini dikerjasamakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di sektor yang bersangkutan.
Mengacu pada Perpres 65/2006, pembangunan untuk kepentingan umum
yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah, yang selanjutnya
dimiliki atau akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah,
meliputi :
a. jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas
tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih,
saluran pembuangan air dan sanitasi;
b. waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan
lainnya;
c. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api ,dan terminal;
d. fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya
banjir, lahar, dan lain-lain bencana;
e. tempat pembuangan sampah;
f. cagar alam dan cagar budaya;
g. pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
Mulai tahun anggaran 2010, Kementerian Pekerjaan Umum menetapkan
Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Permukiman. Program dan kegiatan,
meliputi :
Tabel 1.1. Program dan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum
9 PROGRAM DAN 56 KEGIATAN
SDA 1 Program 9 kegiatan
Bina Marga 1 Program 8 kegiatan
Cipta Karya 1 Program 7 kegiatan
Penataan Ruang 1 Program 6 kegiatan
Setjen 1 Program 8 kegiatan
1 Program 2 kegiatan
Laporan Akhir. Paket 12 . TA 2010 halaman 1- 11
Itjen 1 Program 6 kegiatan
Balitbang 1 Program 5 kegiatan
BPKSDM 1 Program 5 kegiatan
Tabel 1.2. Program dan Unit Organisasi Pelaksana
Kementerian Pekerjaan Umum
P R O G R A M
UNIT ORGANISASI
PELAKSANAN
1. PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
DIREKTORAT JENDERAL
SUMBER DAYA AIR.
2. PENYELENGGARAAN JALAN
DIREKTORAT JENDERAL
BINA MARGA.
3. PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN INFRASTRUK -
TUR PERMUKIMAN.
DIREKTORAT JENDERAL
CIPTA KARYA.
4. PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG
DIREKTORAT JENDERAL
PENATAAN RUANG.
5. DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN
TUGAS TEKNIS LAINNYA KEMENTERIAN
PEKERJAAN UMUM.
SEKRETARIAT JENDERAL
6. PENINGKATAN SARANA DAN PRASARANA
APARATUR KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM.
7. PENINGKATAN PENGAWASAN DAN
AKUNTABILITAS APARATUR NEGARA.
INSPEKTORAT JENDERAL
8. PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN
PEKERJAAN UMUM.
BADAN PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN.
9. PROGRAM PEMBINAAN KONSTRUKSI
BADAN PEMBINAAN
KONSTRUKSI.
Pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman mempunyai
manfaat langsung untuk peningkatan taraf hidup masyarakat dan kualitas
lingkungan, karena semenjak tahap konstruksi telah dapat menciptakan
lapangan kerja bagi masyarakat sekaligus menggerakkan sektor riil.
Sementara pada masa layanan, berbagai multiplier ekonomi dapat
dibangkitkan melalui kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan
infrastruktur. Infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman yang telah
terbangun tersebut pada akhirnya juga akan dapat memperbaiki kualitas
permukiman.
Perwujudan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman
tersebut terlihat melalui: (i) Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan
yang berperan untuk mendukung distribusi lalu-lintas barang dan manusia
maupun pembentuk struktur ruang wilayah; (ii) Infrastuktur sumber daya
air yang berperan dalam penyimpanan dan pendistribusian air untuk
keperluan domestik (rumah tangga), industri, dan pertanian guna
Laporan Akhir. Paket 12 . TA 2010 halaman 1- 12
mendukung ketahanan pangan, dan pelaksanaan konservasi sumber daya
air, serta pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak
air; dan (iii) Infrastruktur permukiman yang berperan dalam menyediakan
pelayanan air minum dan sanitasi lingkungan, infrastruktur permukiman di
perkotaan dan perdesaan dan revitalisasi kawasan serta pengembangan
kawasan agropolitan. Seluruh penyediaan infrastruktur tersebut
diselenggarakan berbasiskan penataan ruang.
1.2.2. APRESIASI MAKSUD, TUJUAN, SASARAN DAN KELUARAN.
Maksud, tujuan dan sasaran serta keluaran jika ditarik mundur, bisa sebagai
faktor penentu/pengaruh, sebagai koridor yang mengarahkan atau
mengerucutkan substansi pekerjaan.
a. MAKSUD
Mengkaji kompleksitas permasalahan pengadaan tanah agar dapat
dilakukan dengan transparan dan tidak berlarut-larut.
Mengkaji diperlukan data/informasi yang lengkap, akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan serta metode kajian.
Data/informasi tersebut diperoleh secara primer (ke instansi ybs,
kuesioner,dll) maupun secara sekunder (laporan bulanan/tahunan,
format sesuai PP 39/2006, memorandum program, bahan pidato
kenegaraan, hasil monev internal, dsb khususnya pengalaman
Kementerian Pekerjaan Umum).
Permasalahan pengadaan tanah, mulai dari penerapan produk hukum
sampai hasil pelaksanaan di lapangan.
Pengadaan tanah tidak bisa dilakukan sendiri oleh Kementerian
Pekerjaan Umum.
Dimungkinkan untuk mengembangkan sistem informasi pengadaan
tanah.
b. TUJUAN
Tersusunnya kajian kebijakan mengenai pengadaan tanah dalam
mendukung pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum.
Hasil kebijakan yang berbasis apakah pencapaian (keluaran/hasil/
dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan yang
ingin dipecahkan.
Hasil kajian yang menyiratkan efisiensi (keluaran dan hasil
dibandingkan masukan), efektivitas (hasil dan dampak terhadap
sasaran), ataupun manfaat (dampak terhadap kebutuhan) dari suatu
program.
Hasil kajian ini juga mengidentifikasi atau menemukenali potensi
pengadaan tanah mendatang dengan mempertimbangkan berbagai
Laporan Akhir. Paket 12 . TA 2010 halaman 1- 13
faktor kunci pembentuk daya tarik investasi pembangunan infrastruktur
bidang pekerjaan umum.
c. SASARAN
Sasaran dari kegiatan ini adalah tersedianya mekanisme untuk
pengadaan tanah yang mudah prosesnya, bersifat jangka panjang dan
mengoptimalkan prinsip investasi, serta alternatif-alternatif lain dalam
pengadaan tanah.
Analisa kebijakan dan pelaksanaan pengadaan tanah, mulai dari
peraturan perundang-undangan, paket kebijakan pengadaan tanah
dalam investasi, paket kebijakan percepatan pembangunan
infrastruktur, kelembagaan, SDM, dsb.
Memberikan rekomendasi implementasi pembangunan infrastruktur
bidang pekerjaan umum yang berisiko tinggi
Memberikan rekomendasi berbagai alternatif dalam pengadaan tanah.
d. KELUARAN
Keluaran yang dihasilkan dari pelaksanaan pekerjaan ini adalah konsep
pengembangan kebijakan dan mekanisme pengadaan tanah dalam
mendukung pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum.
Rancangan kerangka kebijakan dan pedoman operasional pengadaan
tanah.
Rancangan bersifat umum untuk pengadaan tanah dalam
pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum.
1.2.3. APRESIASI PENDEKATAN DAN METODOLOGI.
Gambar 1. menunjukkan pendekatan dan metodologi berdasarkan KAK,
dengan batasan :
a. Fokus Masalah
Merupakan upaya pengumpulan data/informasi, baik sekunder maupun
primer, dengan melihat berbagai permasalahan dalam pengadaan tanah.
Kajian bersifat pararel, antara produk hukum dengan operasionalisasi di
lapangan.
b. Pengalaman dan pembelajaran
Berbagai permasalahan hanya dapat dianalisis secara deskriptif dan
bersifat tidak terukur, khususnya pengalaman dalam pengadaan tanah
yang mewakili sumber daya air, bina marga dan cipta karya. Berbagai
pengalaman, antar satminkal bisa berbeda atau tidak sama, namun
mempunyai basis yang sama (untuk kepentingan umum atau bernilai
strategis).
Laporan Akhir. Paket 12 . TA 2010 halaman 1- 14
c. Kesimpulan
Pengolahan data sekunder diimbangi konfirmasi dari pihak terkait, baik
dari aspek yuridis maupun operasional, mungkin sudah dapat diambil
berbagai kesimpulan. Melalui mekanisme diskusi, review, pembahasan,
maka perumusan konsep rekomendasi kebijakan secara substansial dapat
lebih aplikatif.
Gambar 1.1. Diagram alir kajian kebijakan pengadaan tanah dalam mendukung
pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum.
1.3. SISTEMATIKA PELAPORAN
Jenis laporan yang harus diserahkan kepada PPK meliputi :
a. LAPORAN PENDAHULUAN, berisi :
1). Rencana kerja penyedia jasa secara menyeluruh;
2). Mobilisasi tenaga ahli dan tenaga pendukung lainnya;
3). Jadwal kegiatan penyedia jasa;
4). Pendekatan dan metodologi serta hasil observasi dan analisa awal.
Laporan harus diserahkan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak SPMK
diterbitkan dan dibuat sebanyak 10 (sepuluh) buku laporan.
b. LAPORAN ANTARA/INTERIM, berisi :
Hasil sementara pelaksanaan pekerjaan, diserahkan selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan sejak SPMK diterbitkan dan dibuat sebanyak 15 (lima belas)
buku laporan.
KESIMPULAN PENGALAMAN DAN PEMBELAJARAN
Kebutuhan
akan
infrastruktur
bidang PU
Pengadaan
Tanah
Produk Hukum
Pertanahan
Titik kritis
Pengadaan
Tanah
Pelaksanaan
Pengadaan
Tanah
Alternatif
Pengadaan
Tanah
Pemilikan,
Penguasaan,
Penggunaan,
dan
Pemanfaatan
Tanah
1. Konsolidasi
Tanah.
2. Bank Tanah.
Rekomendasi
Kebijakan
Pengadaan
Tanah
FOKUS MASALAH
Produk Hukum
Sektoral
Laporan Akhir. Paket 12 . TA 2010 halaman 1- 15
c. LAPORAN DRAFT FINAL, berisi :
Konsep pengembangan kebijakan pengadaan tanah dalam mendukung
pembangunan infrastruktur PU.
Diserahkan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak SPMK diterbitkan
dan dibuat sebanyak 15 (lima belas) buku laporan,
d. LAPORAN AKHIR, berisi :
Seluruh hasil pekerjaan termasuk kesimpulan dan rekomendasi, serta telah
disempurnakan berdasarkan hasil pembahasan dengan Tim Teknis.
Laporan dilengkapi dengan eksekutif summary yang menyajikan secara
ringkas isi keseluruhan pekerjaan yang dilakukan.
Laporan harus diserahkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) bulan sejak SPMK
diterbitkan dan dibuat sebanyak 20 (dua puluh) buku laporan disertai
penyerahan 5 (lima) buah dalam bentuk Compact Disk (CD) yang berisi
seluruh laporan dan 15 (lima belas) laporan eksekutif summary.
Untuk Laporan Draft Final disajikan dalam bentuk bab-bab :
BAB I. PENDAHULUAN
Bersisikan antara lain substansi KAK, apresiasi konsultan atas KAK
dan sistematika pelaporan. Juga mengakomodir masukan dari hasil
pembahasan Laporan Antara.
BAB II. RENCANA STRATEGIS SEBAGAI DASAR PERENCANAAN
PENGADAAN TANAH.
Mengacu pada Rencana Strategis Kementerian PU 2010-2014,
memang secara tak langsung tersirat adanya pembangunan
infrastruktur yang membutuhkan tanah.
BAB III. PERENCANAAN PENGADAAN TANAH INFRASTRUKTUR BIDANG
PU UNTUK KEPENTINGAN UMUM.
Sebagian pembangunan infrastruktur PU masuk pembangunan untuk
kepentingan umum. Berbagai produk hukum tentang tanah, jasa
konstruksi, pengadaan barang/jasa, dsb mempengaruhi pengadaan
tanah untuk pembangunan infrastruktur bidang PU.
Pengadaan tanah sebagai domain BPN, berarti setiap K/L yang
membutuhkan tanah harus berkoordinasi dengan BPN.
Laporan Akhir. Paket 12 . TA 2010 halaman 1- 16
BAB IV. KERANGKA KEBIJAKAN PENGADAAN TANAH INFRASTRUKTUR
BIDANG PU.
Praktek pengadaan tanah di Kementerian PU sangat kompleks dan
dinamis. Sumber dana pinjaman/hibah luar negeri, pemberi pinjaman
juga mengatur pengadaan tanah.
Pengadaan tanah disesuaikan dengan tahapan dalam pekerjaan
konstruksi atau berdasarkan Sisdalmen. Sampai tahap operasi dan
pemeliharaan, Kementerian PU tetap peduli pada masyarakat terkena
dampak pembangunan infrastruktur bidang PU.
BAB V. ALTERNATIF DAN FOKUS PENGADAAN TANAH
Pemerintah kabupaten/kota sebagai penerima manfaat berdampak
pada perencanaan, pemrograman dan penganggaran pada
pembangunan daerah.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 1
Perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yang menjadi tanggung
jawab dan wewenang Kementerian PU, didasarkan atas prioritas pembangunan
yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana
Strategis dan Rencana Kerja Pemerintah.
Rencana Strategis Kementerian PU yang selanjutnya disebut Renstra Kementerian
PU, adalah dokumen perencanaan Kementerian PU untuk periode 5 (lima) tahun
terhitung sejak tahun 2010 sampai dengan 2014. Renstra Kementerian PU
ditetapkan dengan Peraturan Menteri PU Nomor: 02/PRT/M/2010 Tentang RENCANA
STRATEGIS KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM TAHUN 2010-2014, pada tanggal 29
Januari 2010. Renstra Kementerian PU disebut pula sebagai Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) Kementerian/Lembaga.
Renstra Kementerian PU meliputi uraian tentang Mandat, Tugas, Fungsi dan
Kewenangan serta Peran Kementerian PU, Kondisi dan Tantangan serta Isu
Strategis, Visi dan Misi Kementerian PU, Tujuan, Sasaran, Arah Kebijakan, Strategi,
Program, Kegiatan dan Target Capaian yang dilengkapi dengan pendanaan,
indikator output, outcome dan indikator kinerja utama (IKU).
Renstra Kementerian PU merupakan acuan untuk menyusun Renja Kementerian PU
(yang selanjutnya disebut Renja 2. Kementerian PU, adalah dokumen perencanaan
Kementerian Pekerjaan Umum untuk periode 1 (satu) tahun) yang dijabarkan lebih
lanjut oleh setiap Satminkal di lingkungan Kementerian PU dalam penyusunan
program 5 (lima) tahun tiap Satminkal. Dengan ditetapkannya Renstra Kementerian
PU ini maka selanjutnya Renstra harus menjadi acuan dalam penyusunan program
masing-masing satminkal di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum serta
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum setiap tahun mulai
tahun 2010, 2011, 2112, 2013, sampai dengan tahun 2014.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 2
2.1. TUGAS, FUNGSI, MANDAT DAN KEWENANGAN SERTA PERAN KEMEN -
TERIAN PU 2010-2014.
Untuk mendapatkan kondisi nyata kebutuhan akan tanah, diperlukan pemahaman
atas berbagai uraian yang tercantum dalam Renstra Kementerian PU. Narasi
dalam Renstra mengarah s.d. program dan kegiatan, yang terbagi dalam
sistem satu satminkal 1 program (bisa lebih), seperti tergambar dalam Tabel
2.1. Program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi
Kementerian Pekerjaan Umum yang disusun dengan berpedoman pada
RPJMN 2010 - 2014 yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 5
Tahun 2010 pada tanggal 20 Januari 2010 dan bersifat indikatif..
Mulai tahun anggaran 2010, Kementerian Pekerjaan Umum menetapkan
Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Permukiman. Lokasi Program dan kegiatan,
dijabarkan oleh setiap Satminkal :
Tabel 2.1. Lokasi Program dan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum
9 PROGRAM DAN 56 KEGIATAN LOKASI
SDA 1 Program 9 kegiatan Pusat, tersebar
di kab/kota,
lintas kab/kota,
provinsi, lintas
provinsi, skala
nasional
Bina Marga 1 Program 8 kegiatan
Cipta Karya 1 Program 7 kegiatan
Penataan Ruang 1 Program 6 kegiatan
Setjen 1 Program 8 kegiatan
1 Program 2 kegiatan
Itjen 1 Program 6 kegiatan
Balitbang 1 Program 5 kegiatan
BPKSDM 1 Program 5 kegiatan
Berbagai upaya untuk mencapai tujuan dan sasaran Kementerian Pekerjaan
Umum akan dilaksanakan melalui target-target berupa program dan kegiatan,
baik yang bersifat reguler maupun berupa dukungan terhadap prioritas dan
fokus prioritas nasional, dengan mempertimbangkan kondisi keuangan negara
dan perkembangan situasi ekonomi gobal.
Pelaksanan program dan kegiatan sebagaimana tertuang dalam Renstra
tersebut akan memerlukan koordinasi, konsolidasi, dan sinergi antara
Pemerintah dengan Pemerintah Daerah dan antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah dengan Dunia Usaha agar keseluruhan sumber daya yang ada dapat
digunakan secara optimal dan dapat mencapai kinerja yang maksimal dalam
rangka meningkatkan ketersediaan dan kualitas pelayanan infrastruktur yang
lebih merata.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 3
Oleh karenanya penyelenggaraan infrastruktur pekerjaan umum dan
permukiman perlu dilandasi dengan kerangka peraturan perundang-undangan
yang mantap dan supportif dan menjadi dasar bagi penyelenggaraan
pembangunan infrastruktur ke depan yang lebih terpadu dan efektif yang
mengedepankan proses partisipatif dan menghasilkan output dan outcome
yang optimal.
Tabel 2.2. Jumlah Satuan Kerja per Satminkal
SATMINKAL Pusat
UPT /
Balai
S N V T
S K P D
Total
T P Dekon
Prov
Kab/
Kota
Prov
Kab/
Kota
Prov
1. Ditjen SDA 8 30 40 --- 27 132 --- 237
2. Ditjen MB 10 14 144 --- 31 --- --- 199
3. Ditjen CK 15 --- 162 355 --- --- --- 532
4. Ditjen PR 6 1 --- --- --- --- 32 39
5. Sekjen 10 13 1 --- --- --- --- 24
6. Itjen 1 --- --- --- --- --- --- 1
7. Balitbang 5 13 --- --- --- --- --- 18
8. Bapekon 3 12 --- --- --- --- --- 15
9. B P J T 1 --- --- --- --- --- --- 1
10. BPPSPAM 1 --- --- --- --- --- --- 1
T o t a l 60 83 347 355 58 132 32 1.067
2.1.1 TUGAS DAN FUNGSI KEMENTERIAN PU
Tugas dan Fungsi Kementerian PU, sudah dipatok dalam Pasal 391 dan
Pasal 392, Peraturan Presiden RI Nomor : 24 tahun 2010 Tentang KEDUDUKAN,
TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI,
TUGAS, DAN FUNGSI ESELON I KEMENTERIAN NEGARA, tertanggal 14 April
2010, tersurat sebagai berikut :
Bagian Keempatbelas
Kementerian Pekerjaan Umum
Pasal 390
(1) Kementerian Pekerjaan Umum berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden.
(2) Kementerian Pekerjaan Umum dipimpin oleh Menteri Pekerjaan
Umum.
Pasal 391
Kementerian Pekerjaan Umum mempunyai tugas menyelenggarakan
urusan di bidang pekerjaan umum dalam pemerintahan untuk
membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 4
Pasal 392
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 391,
Kementerian Pekerjaan Umum menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang
pekerjaan umum;
b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi
tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum;
c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian
Pekerjaan Umum;
d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan
urusan Kementerian Pekerjaan Umum di daerah; dan
e. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
Susunan organisasi Eselon I Kementerian PU, tugas Wakil Menteri PU, tugas
Staf Ahli, dan tugas dan fungsi Satminkal diuraikan lebih lanjut dalam Pasal
393 s.d. Pasal 411.
2.1.2 MANDAT KEMENTERIAN PU
Terkait dengan tugas dan fungsi tersebut, dalam PP RI 38/2007 tentang
PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN
DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA, telah
ditetapkan secara lebih spesifik tentang mandat yang diberikan kepada
Kementerian PU yang terbagi ke dalam 2 (dua) bidang utama, yaitu urusan
bidang Pekerjaan Umum dan urusan bidang Penataan Ruang yang
selanjutnya dibagi lagi ke dalam sub-sub bidang. Setiap sub bidang terdiri dari
sub-sub bidang yang meliputi pengaturan, pembinaan dan pemberdayaan,
pembangunan dan pengelolaan, serta pengawasan dan pengendalian.
Berdasarkan Undang-Undang sektor ke-PU-an yang terdiri atas :
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang PENATAAN RUANG,
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang SUMBER DAYA AIR,
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN,
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang PENGELOLAAN SAMPAH,
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang BANGUNAN GEDUNG,
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang PERUMAHAN DAN
PERMUKIMAN, dan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang JASA KONSTRUKSI,
penyelenggaraan bidang PU dan permukiman telah dimandatkan secara
tegas oleh ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut dan peraturan
pelaksanaannya yang menjadi turunan dari UU di atas.
Sebagai dasar hukum pelaksanaan pengelolaan sumber daya air, telah
diterbitkan empat Peraturan Pemerintah (PP) dari sepuluh PP turunan UU No.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 5
7 Tahun 2004 tentang SUMBER DAYA AIR, yaitu: (a) PP No.16 Tahun 2005
tentang PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM; (b) PP No.20
Tahun 2006 tentang Irigasi; (c) PP No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air; dan (d) PP No.43 Tahun 2008 tentang Air Tanah.
Beberapa peraturan perundangan yang telah disahkan sebagai pedoman
operasional dalam pelaksanaan koordinasi/pengelolaan sumber daya air,
yaitu: (a) Perpres No.12 Tahun 2008 tentang Dewan Sumber Daya Air; (b)
Keppres No. 6 Tahun 2009 tentang Pembentukan Dewan Sumber Daya Air;
dan (c) Kepmen PU No.390/KPTS/M/2007 tentang Penentuan Status Daerah
Irigasi serta 4 (empat) Permen PU lainnya.
Sub bidang dalam bidang PU yang menjadi mandat Kementerian PU adalah
sebagai berikut:
a. SUB BIDANG SUMBER DAYA AIR
1). Pengaturan, meliputi 1) penetapan kebijakan nasional sumber daya air;
2) penetapan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai
strategis nasional; 3) penetapan rencana pengelolaan sumber daya air
pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan
wilayah sungai strategis nasional; 4) penetapan dan pengelolaan
kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai lintas provinsi,
wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; 5)
pembentukan Dewan Sumber Daya Air Nasional, wadah koordinasi
sumber daya air wilayah sungai lintas provinsi, dan wadah koordinasi
sumber daya air wilayah sungai strategis nasional; 6) penetapan
norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) pengelolaan sumber
daya air; 7) penetapan status daerah irigasi yang sudah dibangun yang
menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah, pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota; dan 8) pengesahan
pembentukan komisi irigasi antar provinsi.
2). Pembinaan, meliputi 1) penetapan dan pemberian izin atas
penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya
air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara,
dan wilayah sungai strategis nasional; 2) penetapan dan pemberian
rekomendasi teknis atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan
pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas provinsi dan
cekungan air tanah lintas negara; 3) menjaga efektivitas, efisiensi,
kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air
pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan
wilayah sungai strategis nasional; 4) pemberian bantuan teknis dalam
pengelolaan sumber daya air kepada provinsi dan kabupaten/kota; 5)
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 6
fasilitasi penyelesaian sengketa antar provinsi dalam pengelolaan
sumber daya air; 6) pemberian izin pembangunan, pemanfaatan,
pengubahan, dan/atau pembongkaran bangunan dan/atau saluran
irigasi pada jaringan irigasi primer dan sekunder dalam daerah irigasi
lintas provinsi, daerah irigasi lintas negara, dan daerah irigasi strategis
nasional; 7) pemberdayaan para pemilik kepentingan dalam pengelolaan
sumber daya air tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/ kota; dan 8)
pemberdayaan kelembagaan sumber daya air tingkat pusat, provinsi
dan kabupaten/kota.
3). Pembangunan/Pengelolaan, meliputi 1) konservasi sumber daya air
pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan
wilayah sungai strategis nasional; 2) pendayagunaan sumber daya air
pada wilayah sungai lintas provinsi,wilayah sungai lintas negara, dan
wilayah sungai strategis nasional; 3) pengendalian daya rusak air yang
berdampak skala nasional; 4) penyelenggaraan sistem informasi
sumber daya air tingkat nasional; 5) pembangunan dan peningkatan
sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi lintas provinsi,
daerah irigasi lintas negara, dan daerah irigasi strategis nasional; 6)
operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi sistem irigasi primer dan
sekunder pada daerah irigasi yang luasnya lebih dari 3.000 ha atau
pada daerah irigasi lintas provinsi, daerah irigasi lintas negara, dan
daerah irigasi strategis nasional; dan 7) Operasi, pemeliharaan dan
rehabilitasi pada sungai, danau, waduk dan pantai pada wilayah sungai
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara dan wilayah sungai
strategis nasional.
4). Pengawasan dan Pengendalian, meliputi pengawasan pengelolaan
sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai
lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
b. SUB BIDANG BINA MARGA
1). Pengaturan, meliputi pengaturan jalan secara umum dan pengaturan
jalan nasional serta pengaturan jalan tol.
2). Pembinaan, meliputi pembinaan jalan secara umum dan jalan
nasional; pengembangan teknologi terapan di bidang jalan untuk jalan
kabupaten/kota; pembinaan jalan tol yaitu penyusunan pedoman dan
standar teknis, pelayanan, pemberdayaan serta penelitian dan
pengembangan.
3). Pembangunan dan Pengusahaan, meliputi pembangunan jalan
nasional dan pengusahaan jalan tol.
4). Pengawasan, meliputi pengawasan jalan secara umum dan
pengawasan jalan nasional.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 7
c. SUB BIDANG PERSAMPAHAN
1). Pengaturan, antara lain penetapan kebijakan dan strategi nasional
pengembangan prasarana dan sarana persampahan.
2). Pembinaan, antara lain fasilitasi penyelesaian masalah dan
permasalahan antarprovinsi.
3). Pembangunan, antara lain fasilitasi penyelenggaraan dan pembiayaan
pembangunan prasarana dan sarana persampahan secara nasional
(lintas provinsi).
4). Pengawasan, antara lain pengawasan dan pengendalian
pengembangan persampahan secara nasional.
d. SUB BIDANG DRAINASE
1). Pengaturan, antara lain penetapan kebijakan dan strategi nasional
dalam penyelenggaraan drainase dan pematusan genangan.
2). Pembinaan, antara lain fasilitasi bantuan teknis pembangunan,
pemeliharaan dan pengelolaan drainase.
3). Pembangunan, antara lain fasilitasi penyelesaian masalah dan
permasalahan operasionalisasi sistem drainase dan penanggulangan
banjir lintas provinsi.
4). Pengawasan, antara lain evaluasi kinerja penyelenggaraan sistem
drainase dan pengendali banjir secara nasional.
e. SUB BIDANG AIR MINUM
1). Pengaturan, antara lain penetapan kebijakan dan strategi nasional
pengembangan pelayanan air minum.
2). Pembinaan, antara lain fasilitasi penyelesaian masalah dan
permasalahan antarprovinsi, yang bersifat khusus, strategis, baik yang
bersifat nasional maupun internasional.
3). Pembangunan, antara lain fasilitasi pemenuhan kebutuhan air baku
untuk kebutuhan pengembangan Sistem Pengelolaan Air Minum
(SPAM) secara nasional.
4). Pengawasan, antara lain pengawasan terhadap seluruh tahapan
penyelenggaraan pengembangan SPAM secara nasional.
f. SUB BIDANG AIR LIMBAH
1). Pengaturan, antara lain penetapan kebijakan dan strategi nasional
pengembangan prasarana dan sarana air limbah.
2). Pembinaan, antara lain fasilitasi penyelesaian permasalahan antar
provinsi yang bersifat khusus, strategis baik yang bersifat nasional
maupun internasional.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 8
3). Pembangunan, antara lain fasilitasi pengembangan PS air limbah
skala kota untuk kota-kota metropolitan dan kota besar dalam rangka
kepentingan strategis nasional.
4). Pengawasan, antara lain pengendalian dan pengawasan atas
penyelenggaraan pengembangan prasarana dan sarana air limbah.
g. SUB BIDANG BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN
1). Pengaturan, antara lain penetapan peraturan perundang-undangan,
norma, standar, prosedur dan kriteria/bangunan gedung dan lingkungan.
2). Pembinaan, antara lain pemberdayaan kepada pemerintah daerah dan
penyelenggara bangunan gedung dan lingkungannya.
3). Pembangunan, antara lain fasilitasi bantuan teknis penyelenggaraan
bangunan gedung dan lingkungan.
4). Pengawasan, antara lain pengawasan secara nasional terhadap
pelaksanaan peraturan perundang-undangan, pedoman, dan standar
teknis bangunan gedung dan lingkungannya, serta gedung dan rumah
negara.
h. SUB BIDANG PERMUKIMAN
1). Kawasan Siap Bangun (Kasiba) dan Lingkungan Siap Bangun (Lisiba)
yang berdiri sendiri, terdiri dari:
a). Pengaturan, antara lain penetapan kebijakan teknis Kasiba dan
Lisiba nasional.
b). Pembinaan, antara lain fasilitasi peningkatan kapasitas daerah
dalam pembangunan Kasiba dan Lisiba.
c). Pembangunan, antara lain fasilitasi penyelenggaraan pembangunan
Kasiba dan Lisiba strategis nasional.
d). Pengawasan, antara lain pengawasan dan pengendalian kebijakan
nasional penyelenggaraan Kasiba dan Lisiba.
2). Permukiman Kumuh/Nelayan, terdiri dari:
a). Pengaturan, antara lain penetapan kebijakan nasional tentang
penanggulangan permukiman kumuh perkotaan dan nelayan.
b). Pembinaan, yaitu fasilitasi peningkatan kapasitas daerah dalam
pembangunan dalam penanganan permukiman kumuh secara
nasional (bantuan teknis).
c). Pembangunan, antara lain fasilitasi program penanganan
permukiman kumuh bagi lokasi yang strategis secara nasional.
d). Pengawasan, antara lain melaksanakan pengawasan dan
pengendalian penanganan permukiman kumuh nasional.
3). Pembangunan Kawasan, terdiri dari:
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 9
a). Pengaturan, antara lain penetapan kebijakan pembangunan
kawasan strategis nasional.
b). Pembinaan, antara lain fasilitasi peningkatan kapasitas daerah
dalam pembangunan kawasan strategis nasional.
c). Pembangunan, yaitu fasilitasi penyelenggaraan pembangunan
kawasan strategis nasional.
d). Pengawasan, antara lain pengawasan dan pengendalian
pembangunan kawasan strategis nasional.
i. SUB BIDANG PERKOTAAN DAN PERDESAAN
1). Pengaturan, antara lain penetapan kebijakan dan strategi nasional
pembangunan perkotaan dan perdesaan.
2). Pembinaan, antara lain fasilitasi peningkatan kapasitas manajemen
pembangunan dan pengelolaan Prasarana dan Sarana (PS) perkotaan
dan pedesaan tingkat nasional.
3). Pembangunan, antara lain fasilitasi perencanaan program
pembangunan PS perkotaan dan perdesaan jangka panjang dan
jangka menengah.
4). Pengawasan, antara lain pengawasan dan pengendalian program
pembangunan dan pengelolaan kawasan perkotaan dan perdesaan
secara nasional.
j. SUB BIDANG JASA KONSTRUKSI
1). Pengaturan, antara lain penetapan dan penerapan kebijakan nasional
pengembangan usaha, termasuk upaya mendorong kemitraan
fungsional sinergis.
2). Pemberdayaan, antara lain pemberdayaan Lembaga Pengembangan
Jasa Konstruksi (LPJK) Nasional serta asosiasi badan usaha dan
profesi tingkat nasional.
3). Pengawasan, antara lain pengawasan guna tertib usaha mengenai
persyaratan perizinan dan ketentuan ketenagakerjaan.
Sub bidang dalam bidang Penataan Ruang, yang menjadi mandat
Kementerian PU terdiri dari:
k. SUB BIDANG PENGATURAN, meliputi :
1). Penetapan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang.
2). Penetapan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) bidang
penataan ruang.
3). Penetapan penataan ruang perairan di luar 12 (dua belas) mil dari
garis pantai.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 10
4). Penetapan kriteria penentuan dan kriteria perubahan fungsi ruang
suatu kawasan yang berskala besar dan berdampak penting dalam
rangka penyelenggaraan penataan ruang.
5). Penetapan kawasan strategis nasional.
6). Penetapan kawasan-kawasan andalan.
7). Penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang penataan ruang.
l. SUB BIDANG PEMBINAAN, meliputi :
1). Koordinasi penyelenggaraan penataan ruang pada semua tingkatan
wilayah.
2). Sosialisasi NSPK bidang penataan ruang.
3). Sosialisasi SPM bidang penataan ruang.
4). Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan
penataan ruang terhadap pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
5). Pendidikan dan pelatihan.
6). Penelitian dan pengembangan.
7). Pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang
nasional.
8). Penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat.
9). Pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.
10). Koordinasi dan fasilitasi penataan ruang lintas provinsi.
11). Pembinaan penataan ruang untuk lintas provinsi.
m. SUB BIDANG PEMBANGUNAN, meliputi :
1). Perencanaan Tata Ruang
a). Penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN).
b). Penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan
Strategis Nasional
c). Penetapan rencana detail tata ruang untuk RTRWN.
2). Pemanfaatan Ruang
a). Penyusunan program dan anggaran nasional di bidang penataan
ruang, serta fasilitasi dan koordinasi antar provinsi.
b). Pemanfaatan kawasan strategis nasional.
c). Pemanfaatan kawasan andalan sebagai bagian dari RTRWN
d). Pemanfaatan investasi di kawasan andalan dan kawasan strategis
nasional serta kawasan lintas provinsi bekerjasama dengan
pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha.
e). Pemanfaatan SPM di bidang penataan ruang.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 11
f). Penyusunan neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan
sumber daya air, neraca penatagunaan udara, neraca penatagunaan
sumberdaya alam lainnya.
g). Perumusan kebijakan strategis operasionalisasi RTRWN dan
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional.
h). Perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur
dan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional dan kawasan
strategis nasional.
i). Pelaksanaan pembangunan sesuai program pemanfaatan ruang
wilayah nasional dan kawasan strategis nasional.
3). Pengendalian Pemanfaatan Ruang
a). Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional termasuk lintas
provinsi.
b). Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional.
c). Penyusunan peraturan zonasi sebagai pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang nasional.
d). Pemberian izin pemanfaatan ruang yang sesuai dengan RTRWN.
e). Pembatalan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
RTRWN.
f). Pengambilalihan kewenangan pemerintah provinsi dalam hal
pemerintah provinsi tidak dapat memenuhi SPM di bidang penataan
ruang.
g). Pemberian pertimbangan atau penyelesaian permasalahan
penataan ruang yang tidak dapat diselesaikan pada tingkat
provinsi.
h). Fasilitasi penyelesaian perselisihan dalam pelaksanaan penataan
antara provinsi dengan kabupaten/kota.
n. SUB BIDANG PENGAWASAN, meliputi :
1). Pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang di wilayah
nasional.
2). Pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang di wilayah
provinsi.
3). Pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang di wilayah
kabupaten/kota.
2.1.3 KEWENANGAN KEMENTERIAN PU
Dalam menyelenggarakan mandat, tugas dan fungsinya, Kementerian PU
mempunyai kewenangan sebagai berikut:
a. penetapan kebijakan di bidang PU dan permukiman untuk mendukung
pembangunan secara makro;
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 12
b. penetapan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimum
yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang PU dan
permukiman;
c. penetapan kriteria penentuan dan perubahan fungsi ruang kawasan/
lahan wilayah;
d. penyusunan rencana nasional secara makro di bidang PU dan
permukiman;
e. penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi
tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang PU dan
permukiman;
f. pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah
yang meliputi kelembagaan, pemberian pedoman/bimbingan, pelatihan,
arahan, dan supervisi di bidang PU dan permukiman;
g. pengaturan penetapan perjanjian atau persetujuan internasional yang
disahkan atas nama negara di bidang PU dan permukiman; penetapan
standar pemberian izin oleh daerah di bidang PU dan permukiman;
h. penanggulangan bencana yang berskala nasional di bidang PU dan
permukiman;
i. penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang PU dan
permukiman; pengaturan sistem lembaga perekonomian negara di bidang
PU dan permukiman;
j. penyelesaian perselisihan antarprovinsi di bidang PU dan permukiman;
penetapan persyaratan untuk penetapan status dan fungsi jalan;
pengaturan dan penetapan status jalan nasional;
k. penetapan pedoman konservasi arsitektur bangunan dan pelestarian
kawasan bangunan bersejarah serta pedoman teknis pengelolaan fisik
gedung dan pengelolaan rumah negara;
l. penetapan standar prasarana dan sarana kawasan terbangun dan
sistem manajemen konstruksi;
m. penetapan standar pengembangan konstruksi bangunan sipil dan
arsitektur; dan kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kewenangan lain yang melekat tersebut adalah penetapan pedoman
perencanaan, pengembangan, pengawasan, dan pengendalian
pembangunan infrastruktur perumahan dan permukiman;
n. penetapan kriteria penataan perwilayahan ekosistem daerah/ kawasan
tangkapan air pada daerah aliran sungai dan pedoman pengelolaan
sumber daya air;
o. penetapan standar prasarana dan sarana wilayah di bidang sumber
daya air dan jaringan jalan;
p. perencanaan makro dan pedoman pengelolaan sumber daya air lintas
provinsi;
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 13
q. penyelenggaraan dan pemberian izin pengelolaan sumber daya air
lintas provinsi;
r. penetapan standar prasarana dan sarana perkotaan dan pedesaan;
s. penetapan pedoman perizinan penyelenggaraan jalan bebas hambatan
lintas provinsi;
t. penetapan kebijakan dan pembinaan pengembangan bidang
konstruksi nasional; dan
u. pembangunan dan pemeliharaan jaringan jalan nasional serta
prasarana dan sarana sumber daya air lintas provinsi atau yang strategis
nasional sesuai dengan kesepakatan Daerah.
2.1.4 PERAN INFRASTRUKTUR PU DAN PERMUKIMAN
Pembangunan infrastruktur PU dan permukiman mempunyai manfaat
langsung untuk peningkatan taraf hidup masyarakat dan kualitas lingkungan,
karena semenjak tahap konstruksi telah dapat menciptakan lapangan kerja
bagi masyarakat sekaligus menggerakkan sektor riil. Sementara pada masa
layanan, berbagai multiplier ekonomi dapat dibangkitkan melalui kegiatan
pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur. Infrastruktur PU dan
permukiman yang telah terbangun tersebut pada akhirnya juga akan dapat
memperbaiki kualitas permukiman.
Disamping itu, infrastruktur PU dan permukiman juga berperan sebagai
pendukung kelancaran kegiatan sektor pembangunan lainnya antara lain
sektor pertanian, industri, kelautan dan perikanan. Pembangunan infrastruktur
PU dan permukiman karenanya berperan sebagai stimulan dalam
mendukung perkembangan ekonomi wilayah yang signifikan. Oleh
karenanya, upaya pembangunan infrastruktur perlu direncanakan dengan
matang sesuai dengan tingkat kebutuhan dan perkembangan suatu wilayah,
yang pada gilirannya akan menjadi modal penting dalam mewujudkan
berbagai tujuan dan sasaran pembangunan nasional, termasuk kaitannya
dengan pencapaian sasaran-sasaran Millennium Development Goals (MDGs)
pada tahun 2015 mendatang.
Dengan demikian, pembangunan infrastruktur PU dan permukiman pada
dasarnya dimaksudkan untuk mencapai 3 (tiga) strategic goals, yaitu: a)
meningkatkan pertumbuhan ekonomi; b) meningkatkan kesejahteraan
masyarakat; dan c) meningkatkan kualitas lingkungan.
Perwujudan pembangunan infrastruktur PU dan permukiman tersebut terlihat
melalui: (i) Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang berperan
untuk mendukung distribusi lalu-lintas barang dan manusia maupun
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 14
pembentuk struktur ruang wilayah; (ii) Infrastuktur sumber daya air yang
berperan dalam penyimpanan dan pendistribusian air untuk keperluan
domestik (rumah tangga), industri, dan pertanian guna mendukung ketahanan
pangan, dan pelaksanaan konservasi sumber daya air, serta pendayagunaan
sumber daya air dan pengendalian daya rusak air; dan (iii) Infrastruktur
permukiman yang berperan dalam menyediakan pelayanan air minum dan
sanitasi lingkungan, infrastruktur permukiman di perkotaan dan perdesaan
dan revitalisasi kawasan serta pengembangan kawasan agropolitan. Seluruh
penyediaan infrastruktur tersebut diselenggarakan berbasiskan penataan
ruang.
Oleh karenanya, pembangunan infrastruktur bukan hanya harus benar-benar
dirancang dan diimplementasikan secara sistematis, tetapi juga harus
berkualitas supaya mampu menciptakan dan membuka peluang untuk
mendapatkan keuntungan ekonomi (economic gains), menghadirkan
keuntungan sosial (social benefits), meningkatkan layanan publik (public
services), serta meningkatan partisipasi politik (political participation) di
segenap lapisan masyarakat. Pembangunan infrastruktur PU dan
permukiman juga harus selaras dan bersinergi dengan sektor-sektor lainnya
sehingga mampu mendukung pengembangan wilayah dan permukiman
dalam rangka perwujudan dan pemantapan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
2.2. PROGRAM DAN KEGIATAN KEMENTERIAN PU 2010-2014 .
Program, kegiatan, dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan di dalam
Renstra Kementerian PU harus dijabarkan ke dalam sasaran-sasaran program
per wilayah (provinsi, kabupaten/kota) sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah-
nya.
Perwujudan program, kegiatan, dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan di
dalam Renstra Kementerian PU ini akan dicapai melalui pembiayaan yang
bersumber dari dana pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.
Program pada dokumen Renstra Kementerian PU 2010-2014 merupakan
program yang disusun pada masa transisi menjelang ditetapkannya struktur
program berbasis arsitektur program dan penerapan kerangka pengeluaran
jangka menengah sebagai amanat UU 17/2003 tentang Keuangan Negara dan
UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Target Program Strategis Kementerian PU dalam periode 2010-2014 secara
keseluruhan akan meliputi:
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 15
1. Preservasi pada ruas jalan nasional baik lintas maupun non-lintas,
sehingga 94% jaringan jalan nasional dalam kondisi mantap.
2. Peningkatan kapasitas jalan sepanjang 19.370 Km, sehingga Lintas Timur
Sumatera dan Pantura Jawa memiliki lebar minimum 7 m, dengan Pantura
Jakarta-Surabaya memenuhi spesifikasi jalan raya; Lintas Selatan
Kalimantan dan Lintas Barat Sulawesi memiliki lebar minimum 6 m; terjadi
penurunan panjang jalan sub standar sebesar 10% dan penambahan lajur
kilometer sepanjang 13.000 Km; serta panjang jalan yang memenuhi
spesifikasi jalan raya bertambah 400 Km.
3. Pengurangan jumlah lokasi rawan kecelakaan terkait kondisi jalan.
4. Dukungan infrastruktur permukiman sebanyak 240 kawasan permukiman,
MBR 26.700 unit hunian rusunawa dan infrastruktur pendukungnya.
5. Penyelesaian Banjir Kanal Timur.
6. Pelaksanaan pembangunan prasarana pengendalian banjir dan
pengembangan terpadu aliran Sungai Bengawan Solo.
7. Konsolidasi kebijakan penanganan dan pemanfaatan tanah untuk
kepentingan umum secara menyeluruh di bawah satu atap dan
pengelolaan ruang terpadu.
8. Konsolidasi struktural dan peningkatan kapasitas kementerian/lembaga
terkait pemanfaatan tanah dan penataan ruang bagi kepentingan rakyat
banyak.
9. Inventarisasi lahan dan pengendalian pemanfaatan ruang.
10. Pembangunan/rehabilitasi/OP prasarana sumber daya air untuk melayani
daerah sentra produksi pertanian.
11. Fasilitasi pembangunan dan preservasi jalan nasional menuju kawasan
perbatasan (yang terdepan dan terluar serta masih banyak yang tertinggal)
di Aruk, Entikong, Nanga Badau, Simanggaris, dan Nunukan di Pulau
Kalimantan dan Sota (Merauke) di Papua serta memfasilitasi pembangunan
jalan daerah untuk memberi akses transportasi di daerah tertinggal
terdepan, terluar dan pasca-konflik.
12. Memberikan program-program terkait mitigasi bencana untuk 15 kawasan,
8.803 desa di daerah tertinggal mendapatkan dukungan infrastruktur
permukiman, dan 102 kawasan perbatasan dan pulau kecil mendapatkan
dukungan infrastruktur permukiman
13. Pembangunan dan preservasi jaringan jalan tol sepanjang 700 km yang
dilaksanakan oleh Pemerintah sepanjang 44 km dan fasilitasi pembangunan
jalan tol yang dilaksanakan oleh swasta sepanjang 656 km serta melakukan
pembangunan akses tol pada koridor-koridor dengan intensitas pergerakan
barang dan jasa yang tinggi dan berorientasi ekspor seperti: Pembangunan
Jalan Akses Tanjung Priok, Dry Port Cikarang dan Gedebage, Bandara
Juanda dan Kualanamu, maupun jalan non-tol yang merupakan jalan-jalan
akses dari Lintas Timur Sumatera menuju Pelabuhan Belawan dan
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 16
Pelabuhan Dumai, serta pembangunan jalan-jalan akses dari Pantura
Pulau Jawa menuju Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Cirebon,
Pelabuhan Tanjung Mas, Pelabuhan Tanjung Perak, dan lain-lain.
14. Program pembangunan infrastruktur perdesaan di 8.803 desa tertinggal,
program penanggulangan kemiskinan perkotaan di 9.956 kelurahan/desa,
program air minum (4.650 desa) dan sanitasi masyarakat (220 kawasan),
dan program pengembangan infrastruktur sosial ekonomi wilayah di 185
kawasan.
15. Fasilitasi terhadap 107 PDAM untuk mendapatkan pinjaman bank dan 185
PDAM mendapatkan pembinaan teknis.
16. Peningkatan kapasitas produksi Sistem Penyediaan Air Minum di 32
provinsi dengan total peningkatan 9.470 liter/detik.
17. Revisi Perpres No. 67/2005 yang mencakup: (i) penyesuaian ketentuan
pelelangan sesuai Peraturan Pemerintah tentang Jalan Tol (apabila
peserta pelelangan kurang dari 2, dapat dilakukan negosiasi setelah
mendapat persetujuan Menteri); (ii) perubahan pemegang saham sebelum
jalan tol beroperasi atas ijin Menteri; penataan ruang bagi kepentingan
rakyat banyak, dan (iii) perubahan preferensi untuk prakarsa Badan Usaha
dari 10% menjadi 20%.
18. Pembentukan unit Pemerintah untuk melaksanakan pembangunan jalan
bebas 18. hambatan yang secara finansial/komersial masih marginal dan
unit tersebut dapat langsung menggunakan pendapatan tol untuk
membangun jalan bebas hambatan lainnya.
19. Mengusulkan penyempurnaan Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional 19. No.3 Tahun 2007 sehingga lebih operasional terutama terkait
dengan pengaturan dan konsinyasi.
Sebaran target program strategis tiap sektor di Kementerian PU dapat dilihat
pada Gambar 2.1 s.d. Gambar 2.5 di bawah ini:
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 17
Gambar 2.1
Target Program Strategis Sub Bidang Prasarana SDA Sebagai Bagian Program 5 Tahun
Gambar 2.2
Target Program Strategis Sub Bidang Prasarana Jalan Sebagai Bagian Program 5 Tahun (1)
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 18
Gambar 2.3
Target Program Strategis Sub Bidang Prasarana Jalan Sebagai Bagian Program 5 Tahun (2)
Gambar 2.4
Target Program Strategis Sub Bidang Prasarana Jalan Sebagai Bagian Program 5 Tahun (3)
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 19
Gambar 2.5
Target Program Strategis Sub Bidang Infrastruktur Permukiman Sebagai Bagian Program 5
Tahun
2.2.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) KEMENTERIAN PU
Sementara Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Pekerjaan Umum
yang sekaligus juga mencerminkan indikator impact dari seluruh sasaran
strategis Kementerian PU yang merupakan gabungan, perampatan dan
sinergitas dari seluruh indikator kinerja utama (outcome) unit-unit Eselon I
adalah sebagai berikut:
1. Jumlah K/L, Provinsi, Kabupaten, Kota yang RPJM dan program
tahunannya sesuai dengan RTRWN dan RTRW.
2. a. Kapasitas debit layanan air baku untuk air minum yang dibangun
/ditingkatkan.
b. Kapasitas tampung sumber air yang dibangun dan dijaga/dipelihara.
c. Luas areal yang dilayani jaringan irigasi.
3. a. Luas kawasan yang terlindungi dari dampak banjir.
b. Panjang garis pantai yang terlindungi dari abrasi pantai.
4. Prosentase panjang jalan nasional dengan kondisi mantap.
5. Jumlah kawasan permukiman yang tertangani infrastruktur permukiman,
terlayani penataan bangunan gedung dan lingkungannya, mendapat
akses prasarana dan sarana air limbah, tertangani pelayanan
drainasenya, tertangani sistem persampahannya, dan mendapat
pelayanan air minumnya.
6. Indeks pembinaan jasa konstruksi nasional dan daerah.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 20
Secara rinci yang menggambarkan hasil-hasil utama dari unit-unit kerja
Eselon I di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum adalah:
a. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air :
1). Kapasitas tampung sumber air yang dibangun dan dijaga/dipelihara.
2). Luas cakupan layanan jaringan irigasi yang dibangun/ditingkatkan dan
dijaga/dipelihara.
3). Luas cakupan layanan jaringan irigasi air tanah yang dibangun/
ditingkatkan dan dijaga/dipelihara.
4). Luas cakupan layanan jaringan reklamasi rawa yang dibangun/
ditingkatkan dan dijaga/dipelihara.
5). Kapasitas debit layanan air baku untuk air minum yang dibangun/
ditingkatkan.
6). Luas target kawasan yang terlindungi dari bahaya banjir.
7). Panjang garis pantai yang terlindungi dari abrasi pantai.
b. Direktorat Jenderal Bina Marga :
1). Prosentase jalan nasional dengan kondisi mantap.
2). Tingkat penggunaan jalan pada ruas jalan nasional yang meningkat.
3). Prosentase fasilitasi pembinaan pelaksanaan teknis dan NSPK
penyelenggaraan jalan daerah yang meningkat.
c. Direktorat Jenderal Cipta Karya :
1). Jumlah kabupaten/kota yang menerbitkan produk pengaturan dan
mereplikasi bantek permukiman, bangunan gedung dan lingkungan,
pengelolaan air limbah dan drainase, pengelolaan persampahan dan
air minum.
2). Jumlah kebijakan, program dan anggaran, kerjasama luar negeri, data
informasi serta evaluasi kinerja infrastruktur bidang permukiman.
3). Jumlah kawasan yang tertangani infrastruktur permukimannya,
terlayani penataan bangunan gedung dan lingkungannya, mendapat
akses prasarana dan sarana air limbah, tertangani pelayanan drainasenya,
tertangani sistem persampahannya, serta mendapatkan pelayanan air
minumnya.
4). Jumlah penyelenggara air minum yang mampu meningkatkan kinerja
pelayanannya.
d. Direktorat Jenderal Penataan Ruang :
1). Prosentase K/L, provinsi, kabupaten, dan kota yang RPJM dan
program tahunannya sesuai dengan RTRWN dan RTRW.
2). Prosentase kesesuaian pembangunan infrastruktur dengan rencana
struktur dan pola ruang wilayah nasional.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 21
e. Sekretariat Jenderal :
1). Prosentase hasil evaluasi kinerja kebijakan perencanaan dan yang
dimanfaatkan.
2). Prosentase tingkat dukungan pelayanan sumber daya yang prima.
3). Prosentase dukungan manajemen melalui mutu kompetensi aparatur
PU sesuai yang disyaratkan.
4). Prosentase tingkat pelayanan pimpinan dan publik yang akurat.
f. Inspektorat Jenderal :
1). Prosentase peningkatan kualitas pembangunan infrastruktur dan
penurunan kebocoran keuangan negara.
g. Badan Pembinaan Konstruksi :
1). Indeks pembinaan jasa konstruksi nasional dan daerah.
h. Badan Penelitian dan Pengembangan :
1). Prosentase rekomendasi IPTEK yang siap diterapkan oleh
stakeholders (melalui instansi yang berwenang).
2). Prosentase NSPK dan teknologi yang diberlakukan oleh stakeholders
(melalui instansi yang berwenang).
3). Prosentase rekomendasi IPTEK yang diterima oleh stakeholders
(melalui instansi berwenang)
4). Prosentase peningkatan kapasitas Litbang.
2.2.2 KEBIJAKAN PENGADAAN TANAH
Hal lainnya adalah perlunya dukungan Pemerintah dalam pengadaan
tanah/lahan yang merupakan komponen penting dalam pembangunan
infrastruktur. Sejauh ini kebijakan yang diterapkan adalah biaya pengadaan
tanah yang dibutuhkan ditanggung oleh Pemerintah atau sekaligus oleh pihak
Swasta yang akan diperhitungkan dalam masa konsesi. Kebijakan ke depan
yang akan diterapkan terkait dengan lahan ini adalah pentingnya
mengimplementasikan land capping dengan dukungan dana APBN. Untuk
menjamin hal tersebut, maka diterapkannya payung hukum untuk mengurangi
aksi spekulan tanah dan payung hukum yang lebih tinggi tentang penitipan
ganti rugi (konsinyasi) ke pengadilan dan pelaksanaan pembangunan pada
tanah yang ganti ruginya telah dititipkan tersebut mutlak diperlukan.
Percepatan pemulihan infrastruktur jalan arteri dan jalan tol tangat tergantung
pada tersedianya lahan yang bisa dibebaskan. Sampai dengan akhir tahun
anggaran 2009, masih terdapat beberapa warga pemilik tanah darat/kering
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 22
yang belum sepakat dengan besaran ganti rugi dan menuntut harga yang
melampaui penawaran tim appraisal.
Strategi yang akan ditempuh dalam penyediaan infrastruktur melalui skema
KPS adalah sebagai (a) membentuk jejaring dan meningkatkan kapasitas
untuk mendorong perencanaan dan persiapan proyek KPS, melakukan
promosi KPS, peningkatan kapasitas dalam pengembangan, dan memantau
pelaksanaan KPS; (b) membentuk fasilitas-fasilitas yang mendorong
pelaksanaan proyek KPS, seperti: fasilitasi dalam penyediaan tanah dan
pendanaan seperti Infrastructure funds dan guarantee funds; (c) mendorong
terbentuknya regulator ekonomi sektoral yang adil dalam mewakili
kepentingan pemerintah, badan usaha, dan konsumen; (d) memfasilitasi
penyelesaian sengketa pelaksanaan proyek KPS secara efisien dan mengikat
(e) mempersiapkan proyek KPS yang akan ditawarkan secara matang melalui
proses perencanaan yang transparan dan akuntabel; (f) memberi jaminan
adanya sistem seleksi dan kompetisi yang adil, transparan, dan akuntabel; (g)
meningkatkan pelayanan sarana dan prasarana daerah melalui peningkatan
pengeluaran pemerintah daerah yang didukung oleh kerangka insentif yang
lebih baik.
Fasilitasi BLU yang tersalurkan untuk pengadaan tanah jalan tol dalam
penyelenggaraan jalan tol.
2.3. KONTRIBUSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM
Pembangunan infrastruktur bidang Pekerjaan Umum dan Permukiman pada
dasarnya sangat penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah,
ketahanan pangan dan pemenuhan kebutuhan dasar lingkungan permukiman.
Tema Prioritas
Pembangunan infrastruktur nasional yang memiliki daya dukung dan daya
gerak terhadap pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dan
mengutamakan kepentingan masyarakat umum di seluruh bagian negara
kepulauan Republik Indonesia dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Substansi Inti
Tanah dan tata ruang: Konsolidasi kebijakan penanganan dan pemanfaatan
tanah untuk kepentingan umum secara menyeluruh di bawah satu atap dan
pengelolaan tata ruang secara terpadu
Jalan: Penyelesaian pembangunan Lintas Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan,
Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua
sepanjang total 19.370 km pada 2014
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 23
Perhubungan: Pembangunan jaringan prasarana dan penyediaan sarana
transportasi antar-moda dan antar-pulau yang terintegrasi sesuai dengan
Sistem Transportasi Nasional dan Cetak Biru Transportasi Multimoda dan
penurunan tingkat kecelakaan transportasi sehingga pada 2014 lebih kecil
dari 50% keadaan saat ini
Perumahan rakyat: Pembangunan 685.000 Rumah Sederhana Sehat
Bersubsidi, 180 Rusunami dan 650 twin block berikut fasilitas pendukung
kawasan permukiman yang dapat menampung 836.000 keluarga yang kurang
mampu pada 2012
Pengendalian banjir: Penyelesaian pembangunan prasarana pengendalian
banjir, diantaranya Banjir Kanal Timur Jakarta sebelum 2012 dan penanganan
secara terpadu Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo sebelum 2013
Telekomunikasi: Penuntasan pembangunan jaringan serat optik di Indonesia
bagian timur sebelum 2013 dan maksimalisasi tersedianya akses komunikasi
data dan suara bagi seluruh rakyat
Transportasi perkotaan: Perbaikan sistem dan jaringan transportasi di 4 kota
besar (Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan) sesuai dengan Cetak Biru
Transportasi Perkotaan, termasuk penyelesaian pembangunan angkutan
kereta listrik (MRT dan Monorail) Jakarta selambat-lambatnya 2014
Gambar 2.6. Peran Pembangunan Infrastruktur Bidang PU
2.3.1 CAPAIAN DAN TARGET PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SUMBER
DAYA AIR (untuk mendukung ketahanan pangan).
Kondisi infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman saat ini menunjukkan
tingkat yang beragam. Infrastruktur Sumber Daya Air (SDA) belum optimal
dalam mendukung pencapaian kinerja pembangunan bidang pekerjaan umum
B
E
R
B
A
S
I
S
K
A
N

P
E
N
A
T
A
A
N

R
U
A
N
G
INFRASTRUKTUR
SUMBER DAYA AIR
INFRASTRUKTUR
JALAN DAN
JEMBATAN
INFRASTRUKTUR
CIPTA KARYA
Penyimpanan dan pendistribusian air untuk
keperluan domestik (rumah tangga), industri,
pertanian guna mendukung KETAHANAN
PANGAN, dan pelaksanaan konservasi, serta
pendayagunaan dan perlindungan terhadap
daya rusak air.
Mendukung KELANCARAN ARUS ORANG
DAN BARANG (dalam rangka DOMESTIC
CONNECTIVITY) dan mengurangi Kesenjangan
Wilayah maupun pembentuk struktur ruang
wilayah.
Mendukung PELAYANAN DASAR
PERMUKIMAN seperti air minum, sanitasi
perumahan dan persampahan baik di
perkotaan dan perdesaan.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 24
secara keseluruhan, seperti kinerja layanan jaringan irigasi yang ada dalam
mendukung pemenuhan produksi pangan. Seluas 7,2 juta ha jaringan sawah
beririgasi yang sudah terbangun seluruhnya berfungsi. Namun demikian,
masih ada kerusakan jaringan irigasi, tercatat mencapai lebih kurang 18%,
yang banyak terjadi di daerah irigasi yang potensial menyumbang
pemenuhan kebutuhan pangan nasional. Menurunnya fungsi jaringan irigasi
(termasuk rawa) disebabkan oleh tingginya tingkat kerusakan karena umur
konstruksi, bencana alam dan kurang optimalnya kegiatan operasi dan
pemeliharaan di samping rendahnya keterlibatan petani dan stakeholders
lainnya dalam pengelolaan jaringan irigasi. Selain itu, kondisi debit sungai
yang airnya digunakan untuk kebutuhan irigasi sangat fluktuatif antara musim
hujan dan musim kemarau.
a. PERMASALAHAN BIDANG IRIGASI
o Terbatasnya potensi perluasan tanah irigasi di pulau Jawa yang sangat
subur, di lain pihak ancaman ancaman alih fungsi sangat tinggi.
o Masih rendahnya efisiensi pemanfaatan air irigasi.
o Tingginya kehilangan air irigasi akibat penyimpangan operasi dan
pemanfaatan air.
o Beralihnya lahan beririgasi ke lahan komoditas lain non-padi atau ke
sektor lain.
o Terjadinya degradasi sarana dan prasarana irigasi.
o Terjadinya penurunan debit sungai.
o Pembangunan bendung, saluran primer dan saluran sekunder belum
diikuti dengan pembangunan jaringan irigasi tersier dan pencetakan
sawah.
o Bencana alam, baik banjir maupun kekeringan.
o Kurangnya alokasi sumber daya (prasarana, SDM, pembiayaan) untuk
pengelolaan irigasi.
b. KEBIJAKAN BIDANG IRIGASI
o Perbaikan pengelolaan irigasi di pulau Jawa dalam rangka
mengoptimalkan daerah-daerah itigasi yang telah dibangun.
o Meningkatkan fungsi jaringan irigasi yang sudah dibangun tapi belum
berfungsi, merehabilitasi jaringan yang mengalami kerusakan dan
meningkatkan kinerja opreasi dan pemeliharaan.
o Penyusunan mekanisme pemberian insentif bagi para petani yang
bersedia bercocok tanam padi.
o Perlu ada jaminan dari pemerintah provinsi atau kabupaten/kota bahwa
areal yang akan dikembangkan adalah lahan untuk tanaman pangan
perutama padi, yang dituangkan dalam perda rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 25
o Melakukan modernisasi (rekonstruksi dan perbaikan pengelolaan)
irigasi dalam rangka mengoptimalkan daerah-daerah irigasi yang telah
dibangun.
o Membangun irigasi baru secara selektif di luar pulau Jawa pada
daerah potensoal.
o Mensosialisasikan pengembangan teknologi usaha tani hemat air,
melaui System of Rice Intensification (SRI).
o Perlunya upaya konservasi di bagian hulu Daerah Aliran Sungai
dengan memperkuat Gerakan Nasional Kemitraan Penyelematan Air
(GNKPA).
o Membangun dan mempertahankan keberadaan waduk/embung/situ
untuk menjamin ketersediaan air untuk irigasi.
Tabel 2.3. PENCAPAIAN 2005-2009 DAN TARGET PEMBANGUNAN IRIGASI 2010-2014
KEGIATAN 2005 - 2009 2010 - 2014
Pembangunan/
Peningkatan.
504.294 Ha 500.000 Ha
Rehabilitasi 1.455.839 Ha 1.340.000 Ha
Operasi dan
Pemeliharaan
2.051.370 Ha 2.315.000 Ha
W a d u k 11 Buah 19* Buah
* terdiri atas 6 waduk selesai sebelum 2014 dan 13 pembangunan baru
akan selesai tahun 2014.
7 dari 19 waduk tersebut merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai
Bengawan Solo.
Tabel 2.4. REKAPITULASI PEMBANGUNAN WADUK / BENDUNGAN 2010-2014
No. Nama Waduk Provinsi
Tampungan
(juta m
3
)
2010 2011 2012 2013 2014 Ket
1. R a j u i N A D 2,6 selesai
2. K a r i a n Banten 219
3. Sindanghuela Banten 8
4. Jatigede Jawa Barat 980 selesai
5. Diponegoro Jawa Tengah 1,2
6. Jatibarang Jawa Tengah 20,4 selesai
7. P i d e k s o
Jawa Tengah
*)
83,1
8. Gonggang
Jawa Timur
*)
2,2 selesai
9. K r e s e k
Jawa Timur
*)
12
10. Kedung Bendo
Jawa Timur
*)
1,7
11. Gondang
Jawa Tengah
*)
25,9
12. Bajulmati Jawa Timur 7,4 selesai
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 26
13. B e n d o
Jawa Timur
*)
33,5
14. Kendang
Jawa Timur
*)
6,2
15. Marangkayu Kaltim 9,3 selesai
16. T r i t i b Kaltim 2,5
17. T i t a b B a l i 12,79
18. Pandanduri N T B 27,2
19. Raknamo N T T 14,09
T o t a l 1.469,08
*)
DAS Bengawan Solo
2.3.2 CAPAIAN DAN TARGET PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN
JEMBATAN.
Untuk infrastruktur jalan, dari panjang jalan nasional yang sampai saat ini
telah mencapai 34.628 km, tercatat kondisi jalan mantap mencapai 83,23%
(2008), rusak ringan 13,34%, dan rusak berat 3,43%. Sedangkan kinerja
kondisi jalan nasional mantap pada tahun 2009 adalah sebesar 89%, rusak
ringan 11%, dan rusak berat 0%. Untuk jalan provinsi, total panjang jalan
adalah 48.681 km, sedangkan total panjang jalan kabupaten adalah 288.185 km.
Sampai akhir tahun 2009, jalan tol yang telah beroperasi baru mencapai
697,12 km. Panjang jalan tol tidak mengalami pertumbuhan signifikan sejak
dioperasikannya jalan tol pertama tahun 1978 (Jalan Tol Jagorawi sepanjang
59 km). Sejak tahun 1987, swasta mulai ikut dalam investasi jalan tol dan
telah membangun jalan tol sepanjang 203,30 km. Sejumlah kendala investasi
jalan tol memang masih terus menghambat yaitu masalah pembebasan
tanah, sumber pembiayaan, serta belum intensnya dukungan Pemerintah
Daerah dalam pengembangan jaringan jalan tol.
Pembangunan infrastruktur jalan tol tidaklah begitu mudah. Penyebab
utamanya adalah masalah pembebasan lahan. Pertumbuhan jalan tol di
Indonesia relatif rendah, yakni hanya 20 km/tahun.
Saat ini dari rencana jaringan tol nasional sepanjang 3.087,88 km, baru 693
km (22%) yang sudah beroperasi, sepanjang 1.432 km (46%) akan ditender
dalam 5 tahun ke depan, dan sisanya sebagian besar masih dalam tahap
pembebasan lahan. Saat ini PT Jasa Marga (Persero) Tbk atau JSMR
menguasai 530 km atau 77% dari panjang tol yang sudah beroperasi di
Indonesia. Kenaikan tarif tol sesuai tingkat inflasi tiap dua tahun sekali
merupakan hasil kontrak dengan pemerintah. Kenaikan tersebut dalam
rangka pengembalian investasi yang sangat besar, biaya pemeliharaan, dan
juga untuk membangun jalan tol baru. Pemerintah sendiri tidak mempunyai
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 27
dana yang cukup untuk membangun dan memelihara jalan tol, oleh karena itu
pemerintah memerlukan investor. Untuk menarik investor maka diberikanlah
hak konsensi dengan penyesuaian tarif secara berkala.
Pada tahun 2010 JSMR menganggarkan investasi jalan tol baru sebesar Rp 3
triliun atau naik 50% dibandingkan tahun 2009. Diharapkan dalam 3-4 tahun
ke depan dapat diselesaikan pembangunan jalan tol baru sepanjang 190 km,
sehingga jalan tol yang dikuasai JSMR kelak menjadi 720 km.
a. PERMASALAHAN UMUM
1) Terbatasnya kemampuan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dalam
penyediaan equitas.
2) Biaya pengadaan tanah menjadi beban BUJT dan waktu pengadaan
tanah dan waktu pengadaan tanah tidak pasti.
3) Berbagai masalah dalam pengadaan tanah, antara lain faktor P2T,
sengketa tanah, aturan-aturan yang multitafsir, UUPA 5/1960 dimana
proses pengadaan tanah melalui musyawarah.
4) Waktu konsesi berkurang (terbuang percuma) akibat dari lamanya
proses pengadaan tanah (ketidakpastian waktu) sehingga menurunkan
tingkat kelayakan finansial.
b. HASIL EVALUASI
1) Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) diteruskan
Restrukturisasi pemegang saham (pemegang sahanm tidak
mampu) sesuai Peraturan Menteri PU Nomor 6 tahun 2010.
Kepastian tersedianya dana pengadaan tanah sebesar Rp 20,4 T
(Rp 13,3 T merupakan kewajiban BUJT dan Rp 8,1 T merupakan
kewajiban Pemerintah) dan dana dukungan untuk konstruksi
sebesar Rp 2,7 T.
Diperlukan :
Dana bergulir BLU sebesar Rp 6 T (2010 s.d 2012)
APBN sebesar Rp 8,6 T (2010 s.d 2013)
Kepastian proses pengadaan tanah, dengan percepatan
penyelesaian UU Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum,
serta PP terkait.
Dukungan dari instansi terkait, yaitu :
Kementerian Keuangan (kepastian pencairan anggaran BLU
melalui APBN-P 2010 sebesar Rp 2,3 T, kepastian alokasi
tahun 2011 sebesar Rp 3,7 T, kepastian alokasi land capping).
Badan Pertanahan Nasional (peningkatan koordinasi di
lapangan).
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 28
Kementerian Kehutanan (ijin Dispensasi penggunaan lahan dan
lahan pengganti).
Kementerian Negara BUMN (rekomendasi penggunaan tanah
perkebunan).
Kementerian Dalam Negeri (penyelesaian tanah kas desa,
koordinasi dengan P2T).
Dukungan dari lembaga keuangan/perbankan untuk pemenuhan
pembiayaan/pinjaman.
Dukungan Pemerintah untuk ruas tol Solo-Kertosono :
Tanah sebesar Rp 1.388,7 M (2010 s.d 2012).
Konstruksi sebesar Rp 2.678,7 M (2012 dan 2013).
Agar pembangunan jalan tol dapat terwujud pada tahun 2014 maka
berbagai dukungan sebagaimana dimaksud di atas harus dipenuhi.
2) PPJT diakhiri
Penyelesaian masalah hukum (ada potensi terjadi masalah hukum).
Opsi penerusan selanjutnya :
Dibangun Pemerintah (APBN), tersedianya APBN yang cukup.
Built Operate Transfer (BOT), tersedianya dana APBN untuk
pengadaan tanah.
2.3.3 CAPAIAN DAN TARGET PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG
CIPTA KARYA.
Infrastruktur bidang Cipta Karya yang mencakup sub bidang air minum,
sanitasi, pengembangan permukiman, dan penataanbangunan dan
lingkungan menunjukkan pula kondisi yang beragam.
2.4. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KPS (KERJASAMA PEMERINTAH-SWASTA)
Penyediaan infrastruktur dengan skema KPS diarahkan untuk infrastruktur
yang dapat memenuhi pemulihan biaya melalui struktur tarif yang
mempertimbangkan aspek sosio-ekonomi dan kemampuan daya beli
masyarakat, sehingga memungkinkan adanya subsidi silang bagi tingkat
konsumen tertentu, yang tidak memiliki kemampuan membayar layanan. Di
samping itu, pemerintah juga dapat memberikan subsidi yang merupakan
kewajiban pemerintah (PSO) kepada penyedia jasa infrastruktur untuk
mencapai standar pelayanan minimum tertentu yang akan dicapai. Hal tersebut
diharapkan dapat meningkatkan kesinambungan pelayanan infrastruktur dan
akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. KPS yang diselenggarakan
melalui kompetisi yang adil, terbuka dan transparan akan meningkatkan
efektifitas dan efisiensi pelayanan infrastruktur yang berkesinambungan dan
akan menurunkan tarif pelayanan infrastruktur. Seiring dengan semakin
terjangkaunya layanan infrastruktur oleh konsumen, peningkatan kuantitas dan
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 29
perluasan pelayanan akan semakin mudah dicapai oleh penyedia jasa.
Tersedianya infrastruktur yang murah, handal, dan berkelanjutan akan
menurunkan biaya produksi dan distribusi barang, jasa, dan informasi untuk
meningkatkan daya saing produk nasional.
Infrastruktur yang telah dibangun memerlukan pendanaan untuk pemeliharaan
agar dapat mempertahankan tingkat pelayanannya. Selama ini pendanaan
pemerintah dalam investasi sarana dan prasarana transportasi masih sangat
dominan, padahal kemampuan pemerintah sangat terbatas. Sementara itu,
peran swasta dan masyarakat masih belum optimal. Peningkatan KPS masih
terkendala kerangka hukum dan peraturan untuk meningkatkan investasi
swasta masih belum memadai. Kebijakan tarif yang memperhatikan kelayakan
investasi, serta sistem konsesi, pembagian risiko antara pemerintah dan
investor serta pola kompetisi masih belum menarik investasi swasta.
Terbatas pendanaan untuk mendukung keseluruhan aspek penyediaan air
minum. Pendanaan air minum masih bertumpu pada anggaran pemerintah.
Rendahnya kinerja keuangan PDAM juga menyebabkan PDAM sulit
mendapatkan sumber pendanaan alternatif. Sementara itu, sumber pendanaan
dari pihak swasta, baik dalam bentuk KPS ataupun Corporate Social
Responsibility (CSR) masih belum dimanfaatkan secara signifikan.
Penyediaan infrastruktur yang efektif, efisien, dan berkelanjutan merupakan
salah satu faktor pendorong pertumbuhan dan pemerataan perekonomian jika
dilaksanakan melalui kompetisi secara terbuka, adil, dan akuntabel. Untuk itu,
pemerintah akan mengurangi perannya sebagai penyedia keseluruhan layanan
infrastruktur menjadi fasilitator atau enabler sarana dan prasarana yang sudah
dapat dilakukan melalui peran serta masyarakat (termasuk badan usaha
swasta). Perubahan peran tersebut diwujudkan melalui perubahan peraturan
perundang-undangan, baik sektor maupun lintas sektor dengan membuka
peluang penyediaan infrastruktur melalui skema KPS.
2.4.1 ARAH KEBIJAKAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN SKEMA KPS
Sehubungan dengan hal itu, arah kebijakan dalam penyediaan infrastruktur
melalui skema KPS adalah: (a) melanjutkan reformasi strategis kelembagaan
dan peraturan perundang-undangan pada sektor dan lintas sektor yang
mendorong pelaksanaan KPS, (b) mempersiapkan proyek KPS secara
matang sehingga dapat menekan biaya transaksi yang tidak perlu, dan (c)
menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mendukung investasi dalam
pembangunan dan pengoperasian proyek KPS, termasuk menyediakan dana
pendukung di dalam APBN.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 30
Untuk mendukung tercapainya sasaran pembangunan sarana dan prasarana
tahun 20102014, diperkirakan total investasi yang dibutuhkan adalah
sebesar Rp 1.429,3 Trilyun, yang didalamnya kemampuan pemerintah pusat
dalam penyediaan pendanaannya hanya sekitar 35,75% dari total kebutuhan.
Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan, dilakukan pengembangan KPS,
privatisasi, CSR, serta partisipasi pemerintah daerah dan masyarakat. Hal ini
harus sejalan dengan visi, misi, dan program aksi presiden terpilih untuk
mempercepat pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan melalui dual
track strategy, yaitu membangun sarana dan prasarana yang dapat
memperlancar arus lalu-lintas barang dan informasi, serta mendorong
program industrialisasi berupa pengembangan pusat kegiatan (kawasan)
yang dapat menarik industri lanjutan untuk berinvestasi di Indonesia.
Arah kebijakan secara rinci dalam pengembangan KPS pada setiap sub
bidang infrastruktur adalah sebagai berikut :
a. SUMBER DAYA AIR
Kebijakan dalam mendukung KPS diarahkan untuk mendorong peran
swasta dan masyarakat dalam penyediaan infrastruktur sumber daya air,
terutama saluran pembawa air baku. Kebijakan tersebut perlu didukung
dengan upaya untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, di
antaranya melalui penetapan hak guna air, peningkatan jaminan atas
resiko oleh pemerintah, dan peningkatan willingness to pay bagi penerima
manfaat. Strategi pelaksanaan kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:
(a) menyusun peraturan perundangan yang menjamin swasta untuk dapat
berpartisipasi dalam penyediaan sarana dan prasarana sumber daya air;
(b) meningkatkan koordinasi antarkementerian/lembaga, pemerintah
daerah, dan masyarakat; (c) mendorong restrukturisasi dan reformasi
kelembagaan penyelenggara pelayanan air baku; (d) mengembangkan
inovasi sumber pendanaan termasuk penyediaan dukungan pemerintah;
(e) mengembangkan kegiatan yang terpadu antara sumber penyediaan air
baku dengan sistem penyediaan air minum pada kawasan komersial
(termasuk water conveyance).
b. TRANSPORTASI
Untuk mendukung kelancaran distribusi barang, jasa, dan informasi baik
dalam transportasi perkotaan, antarkota maupun antarpulau, arah kebijakan
pembangunan transportasi melalui skema KPS dilakukan dengan: (a)
mendorong peran swasta pada sektor transportasi melalui reformasi
kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang memungkinkan
penyediaan infrastruktur dilakukan secara efektif dan efisien melalui
kompetisi yang adil, transparan dan terbuka, (b) mendorong kerjasama dan
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 31
peningkatan kapasitas pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam
merencanakan, mempersiapkan serta melakukan transaksi proyek KPS, (c)
melakukan bundling dan unbundling proyek KPS sektor transportasi dan
menyediakan fasilitas pendukung kelayakan proyek untuk lebih menarik
untuk swasta dalam KPS.
Strategi untuk pelaksanaan arah kebijakan tersebut adalah: (a) melibatkan
berbagai sumber pendanaan dalam pembiayaan pembangunan sarana dan
prasarana transportasi termasuk dana infrastruktur, perbankan, pasar
modal, dana pensiun, asuransi, dan obligasi, baik domestik maupun
internasional; (b) deregulasi sektor transportasi untuk meningkatkan
keterlibatan swasta dan masyarakat, antara lain, melalui penerapan tarif
yang bersifat pemulihan biaya dan kepastian penerapan tarif berkala,
dengan mempertimbangkan aspek sosio-ekonomi dan kemampuan daya
beli masyarakat, dan penerapan manajemen resiko yang tepat; (c)
menciptakan peraturan perundang-undangan yang lebih operasional yang
merupakan turunan dari UU bidang transportasi; (d) mendorong
restrukturisasi dan reformasi kelembagaan meliputi pemberdayaan Simpul
KPS (PPP Nodes) dan peningkatan kapasitas fungsi regulator ekonomi dan
penanggung jawab proyek serta reposisi BUMN sektor transportasi sebagai
operator sepenuhnya (bukan sebagai regulator); (e) mengembangkan
bundling pembangunan sarana dan prasarana transportasi dengan
pengembangan pusat kegiatan, kawasan industri, kawasan ekonomi
khusus, kawasan perdagangan bebas, atau sektor infrastruktur lainnya
(seperti jaringan migas, listrik, telekomunikasi, air bersih); (f)
mengembangkan unbundling pembangunan infrastruktur transportasi
melalui penyediaan dukungan pemerintah, baik langsung maupun tidak
langsung, yang bersumber dari APBN/APBD murni dan/atau
pinjaman/hibah luar negeri untuk penyediaan prasarana nonkomersial
termasuk lahan, sedangkan dana pihak swasta digunakan untuk membiayai
sarana dan prasarana komersial; (g) mengembangkan skema subsidi/PSO
khususnya untuk tarif pelayanan sarana transportasi kelas ekonomi agar
terjangkau masyarakat; (h) meningkatkan kerjasama daerah dalam
pembangunan sarana dan prasarana transportasi, baik yang bersifat lokal,
regional, maupun nasional; serta (i) meningkatkan kerjasama regional dan
bilateral serta multilateral khususnya dalam penyediaan fasilitas pendanaan
jangka panjang termasuk hibah dan pinjaman lunak yang disertai transfer
pengetahuan dan teknologi yang tepat.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 2 - 32
c. PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
1) Air Minum
Arah kebijakan dalam penyediaan air minum dengan skema KPS
adalah mengembangkan inovasi pendanaan yang disesuaikan dengan
modalitas proyek. Strategi yang ditempuh untuk meningkatkan peran
aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra penyediaan air
minum adalah: (a) memperbaharui perangkat peraturan yang
mendukung pelaksanaan KPS dalam penyediaan air minum; (b)
mengembangkan inovasi sumber pendanaan dalam pembiayaan air
minum; (c) memperkuat koordinasi kerjasama antarpemerintah daerah
dalam konteks pelayanan regional; serta (d) mengembangkan bundling
untuk sistem penyediaan air minum, seperti instalasi pengolahan air
(IPA), transmisi, dan distribusi khususnya dalam skala kawasan
komersial, dan unbundling untuk penyediaan air minum yang paling
komersial, seperti water meter.
2) Persampahan
Arah kebijakan dalam persampahan yang dikembangkan dengan
skema KPS adalah meningkatkan peran aktif masyarakat dan dunia
usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan. Strategi yang ditempuh
untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta
sebagai mitra persampahan adalah: (a) upaya pengurangan timbulan
sampah mulai dari sumbernya melalui penerapan prinsip 3 R (reuse,
reduce and recycle), dan mendorong swasta untuk menggunakan
kemasan pembungkus yang ramah lingkungan; (b) pengelolaan
persampahan secara profesional, melalui pemasaran bisnis
persampahan pada masyarakat dan swasta; (c) perkuatan lembaga
pengelolaan sampah untuk peningkatan pelayanan persampahan
dalam satu wilayah; (d) pemeberian jaminan kepastian hukum
kerjasama pengelolaan sampah antarpemda dalam pengelolaan akhir
sampah bersama dan antara pemda dengan swasta; (e) memperkuat
koordinasi kerjasama antarpemda dalam konteks pelayanan regional;
(f) mengembangkan sistem tarif (tipping fee) yang mempertimbangkan
pemulihan biaya dan kemampuan APBD dan masyarakat di daerah;
serta (g) mengembangkan bundling untuk sistem pengelolaan sampah,
seperti pengumpulan, pengangkutan, dan pengolahan akhir sampah,
khususnya dalam skala kawasan komersial, serta pentahapan
(unbundling) untuk sistem pengelolaan persampahan yang paling
komersial, sehingga menarik bagi masyarakat dan swasta.
___________________________________________________________________
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 3 - 1
Pengadaan tanah (untuk kepentingan umum) diawali dengan tahapan Perencanaan
Pengadaan Tanah. Instansi yang memerlukan tanah membuat perencanaan
pengadaan tanah untuk kepentingan umum menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan. Perencanaan pengadaan tanah dalam bentuk Dokumen Perencanaan
Pengadaan Tanah, yang memuat antara lain :
a. Maksud dan tujuan rencana pembangunan;
b. Kesesuaian dengan RTRW atau rencana pembangunan nasional dan daerah;
c. Letak tanah;
d. Luas tanah yang dibutuhkan;
e. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah;
f. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan;
g. Perkiraan nilai tanah; dan
h. Rencana penganggaran.
Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah didasarkan atas Studi Kelayakan yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Secara
substansial, muatan dalam Dokumen dimaksud telah tersurat mulai dari RPJMN,
Renstra, RKP sampai DIPA di setiap K/L.
RPJMN II 20102014, kegiatan pembangunan akan diarahkan untuk beberapa
tujuan, yaitu: (a) memantapkan penataan kembali Negara Kesatuan Republik
Indonesia, (b) meningkatkan kualitas sumber daya manusia, (c) membangun
kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan (d) memperkuat daya saing
perekonomian. Upaya pencapaian tujuan-tujuan tersebut akan diimplementasikan
melalui pencapaian sasaran pembangunan di tiap tahun dengan fokus yang
berbeda, sesuai dengan tantangan dan kondisi yang ada. Fokus kegiatan tersebut
diterjemahkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) di tiap-tiap tahun.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 3 - 2
Melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 603/PRT/M/2005 tentang
PEDOMAN UMUM SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN
PRASARANA DAN SARANA BIDANG PEKERJAAN UMUM, telah diputuskan Sistem
Pengendalian Manajemen, disingkat dengan Sisdalmen, adalah Pedoman Umum
Sistem Pengendalian Manajemen Penyelenggaraan Pembangunan Prasarana dan
Sarana Bidang Pekerjaan Umum.
Ruang lingkup Sisdalmen ini meliputi pengendalian atas kegiatan perencanaan
konstruksi, pengadaan lahan, pelaksanaan konstruksi, dan persiapan operasi dan
pemeliharaan prasarana dan sarana bidang pekerjaan umum.
Pelaksanaan pengendalian kegiatan dilakukan dengan menggunakan daftar simak
Sisdalmen sebagai dokumen catatan pengendalian penyelenggaraan kegiatan
dimaksud.
Sisdalmen ini menguraikan secara rinci, lengkap, dan jelas tentang tata cara
pelaksanaan kegiatan Penyelenggaraan Kontrak Jasa Pelaksanaan Konstruksi
(Pemborongan), yang disusun sesuai kaidah penyelenggaraan pembangunan
prasarana dan sarana dalam lingkungan Departemen Pekerjaan Umum, dengan
urutan tahapan kegiatan SIDLACOM.
Sisdalmen yang merupakan sarana baik pengawasan melekat maupun pengendalian
penyelenggaraan pembangunan oleh setiap kepala satuan kerja (pejabat yang
ditugasi), minimal harus digunakan pada setiap tahapan pelaksanaan kegiatan secara
sistematis dan berkesinambungan.
Sisdalmen disusun menurut :
1). Tahap Survei, Investigasi, dan Desain (SID)
2). Tahap Pengadaan Lahan (Land Acquisition/LA)
3). Tahap Pelaksanaan Konstruksi (Construction/C)
4). Tahap Operasi dan Pemeliharaan/O&P (Operation & Maintenance /O&M).
Mengacu pada batasan konsep pengembangan kebijakan pengadaan tanah dalam
mendukung pembangunan infrastruktur PU, maka uraian berikut akan mengarah ke
dasar-dasar pengadaan tanah dalam mendukung pembangunan infrastruktur PU.
3.1. MAKSUD DAN TUJUAN RENCANA PEMBANGUNAN
Pembangunan infrastruktur PU mempunyai 2 (dua) terminologi, yaitu :
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 3 - 3
3.1.1 PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM
a. Mengacu pada Perpres 65/2006 tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN
PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI
PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM, disebutkan
bahwa pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan
Pemerintah atau Pemerintah, yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, meliputi :
1). jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas
tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih,
saluran pembuangan air dan sanitasi;
2). waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan
lainnya;
3). pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal;
4). fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya
banjir, lahar, dan lain-lain bencana;
5). tempat pembuangan sampah;
6). cagar alam dan cagar budaya;
7). pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
b. Mengacu pada draft RUU PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN,
disebutkan bahwa jenis pembangunan untuk kepentingan umum yang akan
diatur dalam UU meliputi pembangunan untuk :
1). jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api,
dan fasilitas operasi kereta api;
2). waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran
pembuang air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
3). pelabuhan, bandar udara dan terminal;
4). infrastruktur minyak, gas dan panas bumi, kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi serta meluputi transmisi dan/atau distribusi minyak, gas
dan panas bumi;
5). pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;
6). jaringan telekomunikasi dan informatika;
7). tempat pembuangan dan pengelolaan sampah;
8). rumah sakit pemerintah/pemerintah daeah;
9). tempat pemakaman umum pemerintah/pemerintah daerah;
10). fasilitas keselamatan umum;
11). cagar alam dan cagar budaya;
12). pertahanan dan keamanan nasional;
13). kantor pemerintah/pemerintah daerah/desa; dan
14). penataan pemukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah;
15). sekolah pemerintah;
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 3 - 4
16). pendidikan dan olah raga dan kepentingan umum lainnya.
Sebagian pembangunan infrastruktur PU masuk pembangunan untuk
kepentingan umum.
3.1.2 PEMBANGUNAN SEBAGAI KEGIATAN/PEKERJAAN KONSTRUKSI
a. Mengacu pada PP 21/2004 tentang PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN
ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA, Pembangunan dimaksud adalah
kegiatan, berdasarkan urutan fungsi/sub fungsi/program/ kegiatan :
Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu
yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
nasional.
Program adalah penjabaran kebijakan Kementerian Negara/Lembaga
dalam bentuk upaya yang berisi satu atau beberapa kegiatan dengan
menggunakan sumber daya yang disediakan untuk mencapai hasil
yang terukur sesuai dengan misi Kementerian Negara/Lembaga.
Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau
beberapa satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur
pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan
sumber daya baik yang berupa personil (sumber daya manusia),
barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi
dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai
masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk
barang/jasa.
Sebagai contoh dalam 2 tabel berikut :
Tabel 3.1. KLASIFIKASI FUNGSI DAN SUB FUNGSI
K O D E FUNGSI DAN SUB FUNGSI
04 Ekonomi
04 01 Perdagangan, Pengembangan Usaha, Koperasi, dan UKM
04 02 Tenaga Kerja
04 03 Pertanian, Kehutanan, Perikanan dan Kelautan
04 04 Pengairan
04 05 Bahan Bakar dan Energi
04 06 Pertambangan
04 07 Industri dan Konstruksi
04 08 Transportasi
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 3 - 5
Administrasi dari operasi, penggunaan, konstruksi,
pemeliharaan dari transportasi jalan raya, transportasi
air, transportasi kereta api, transportasi udara, dan
bentuk transportasi lainnya;
Pengawasan dan pengaturan yang berhubungan
dengan dari transportasi jalan raya, transportasi air,
transportasi kereta api, transportasi udara, dan bentuk
transportasi lainnya;
Konstruksi atau operasi dari fasilitas lainnya pendukung
transportasi jalan raya, transportasi air,
transportasi kereta api, transportasi udara, dan bentuk
transportasi lainnya;
Penyiapan dan penyebaran informasi, dokumentasi,
dan statistik yang berhubungan dengan transportasi
jalan raya, transportasi air, transportasi kereta api,
transportasi udara, dan bentuk transportasi lainnya;
Hibah, pinjaman, atau subsidi untuk mengembangkan
kebijakan dan program transportasi jalan raya,
transportasi air, transportasi kereta api, transportasi
udara, dan bentuk transportasi lainnya.
04 09 Telekomunikasi dan Informatika
04 10 Litbang Ekonomi
04 90 Ekonomi lainnya
Tabel 3.2.. RINCIAN MENURUT PROGRAM DAN KEGIATAN
KODE/NAMA
FUNGSI/SUB FUNGSI/PROGRAM/KEGIATAN
04.08 TRANSPORTASI
01 PROGRAM REHABILITASI/PEMELIHARAAN JALAN DAN JEMBATAN
1 0055 PENINGKATAN FASILITAS PELAYANAN UMUM DAN OPERASIONAL
2 0089 PENGADAAN PERALATAN DAN PERLENGKAPAN GEDUNG
3 4244 BANTUAN PENANGGULANGAN DARURAT JALAN DAN JEMBATAN
4 4326 REHABILITASI JALAN NASIONAL
5 4327 PEMELIHARAAN JALAN NASIONAL
6 4328 REHABILITASI JEMBATAN RUAS JALAN NASIONAL
7 4329 PEMELIHARAAN JEMBATAN RUAS JALAN NASIONAL
02 PROGRAM PENINGKATAN/PEMBANGUNAN JALAN DAN JEMBATAN
1 0021 PEMBINAAN/KOORDINASI/PELAKSANAAN MONITORING, EVALUASI DAN
PELAPORAN
2 0055 PENINGKATAN FASILITAS PELAYANAN UMUM DAN OPERASIONAL
3 0111 PERAWATAN/PEMELIHARAAN SARANA DAN PRASARANA
4 4246 PENGADAAN PERALATAN / BAHAN JALAN DAN JEMBATAN
5 4247 PEMBINAAN MANAJEMEN KEBINAMARGAAN
6 4250 PENERAPAN TEKNOLOGI PENINGKATAN/PEMBANGUNAN JALAN DAN
JEMBATAN
7 4251 ADVIS TEKNIS PENINGKATAN/PEMBANGUNAN JALAN DAN JEMBATAN
8 4252 PENGATURAN JALAN TOL
9 4253 PENGUSAHAAN JALAN TOL
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 3 - 6
10 4254 PENGAWASAN JALAN TOL
11 4330 PEMBANGUNAN JALAN NASIONAL
12 4331 PEMBANGUNAN JEMBATAN RUAS JALAN NASIONAL
13 4333 PEMBINAAN PELAKSANAAN TEKNIS JALAN DAN JEMBATAN
14 4334 PEMBEBASAN LAHAN
15 4346 PERENCANAAN DAN PENGAWASAN TEKNIS JALAN DAN JEMBATAN
16 4587 PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PROGRAM JALAN DAN JEMBATAN
17 4610 PEMBANGUNAN FLY OVER
18 4626 PENINGKATAN/PEMBANGUNAN JALAN DAN JEMBATAN LINTAS
19 4627 PENINGKATAN/PEMBANGUNAN JALAN DAN JEMBATAN NON LINTAS
20 4642 PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU
21 4643 PEMBANGUNAN JALAN KAWASAN DI PERBATASAN
22 4644 PEMBANGUNAN JALAN LINTAS PANTAI SELATAN JAWA
23 4645 PEMBANGUNAN JALAN DI PULAU-PULAU TERPENCIL DAN PULAU
TERLUAR
24 4646 PEMBANGUNAN JALAN AKSES
25 4648 PEMBINAAN PENYELENGGARAN JALAN BEBAS HAMBATAN
26 4651 PEMBINAAN TEKNIK JALAN DAN JEMBATAN
27 4653 PEMBINAAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JALAN DAN JEMBATAN
WILAYAH TIMUR
28 4655 PEMBANGUNAN JALAN BARU DAN PENINGKATAN JALAN STRATEGIS
29 9309 PEMBANGUNAN JALAN TOL
Sumber : Perpres 72/2008 tentang RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN ANGGARAN
2OO9
Berdasarkan butir 3.1.1. dan 3.1.2. , maka maksud dan tujuan pembangunan
sebagaimana tersirat dalam DIPA K/L ybs. Atau dalam bentuk RENCANA
RINCI, sebagaimana Tabel 3.3. berikut :
Tabel 3.3. Rencana Rinci Bidang Infrastruktur untuk Irigasi
No. Uraian I r i g a s i
1. Nama Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa
dan Jaringan Irigasi lainnya.
2. Nama Kegiatan Pembangunan/Rehabilitasi jaringan irigasi
3. Sasaran Terlaksananya pelayanan air irigasi untuk lahan basah
Meningkatnya hasil produksi petani
4. Kelompok Sasaran Masyarakat korban bencana yang membutuhkan
pelayanan air irigasi.
5. Lokasi Daerah Irigasi Fanating, Kokar, Aimoli, Mainang dan Daro.
6. Cakupan Kegiatan Pembangunan Bandung
Bangunan Air
Saluran Irigsi
7. Indikator Keberhasilan Sarana dan prasarana irigasi dapat berfungsi lebih baik
8. Jadwal Waktu Fase rehabilitasi dan rekonstruksi Tahun 2005
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 3 - 7
Tabel 3.4. Rencana Rinci Bidang Infrastruktur
Untuk Rehabilitasi/Pembangunan Jalan Kabupaten
,
Tabel 3.5. Rencana Rinci Bidang Infrastruktur untuk Air baku
9. Instansi Pelaksana
dan Penanggung
jawab
Departemen Pekerjaan Umum, Dinas Pekerjaan Umum
provinsi NTT, dan Dinas Pekerjaan Umum kab. Alor.
10. Perkiraan Biaya Rp 4,85 miliar
11. Sumber Pembiayaan APBN, APBD, kontribusi masyarakat dan swasta
No. Uraian Transportasi Jalan dan Jembatan
1. Nama Program Rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan
2. Nama Kegiatan Rehabilitasi ruas jalan perdesaan dan perkotaan akibat
bencana alam kabupaten Alor.
3. Sasaran Jalan desa dan kota kabupaten Alor.
4. Kelompok Sasaran Pulihnya fungsi pelayanan transportasi jalan.
5. Lokasi P. Alor.
6. Cakupan Kegiatan Rehabilitasi ruas jalan desa dan kota di kab. Alor akibat
dampak bencana alam.
7. Volume Pekerjaan 9.5 km jalan dengan lebar bervariasi.
8. Indikator
Keberhasilan
Meningkatnya pelayanan lalu lintas kendaraan dan barang
pada ruas-ruas jalan desa dan kota kab. Alor.
9. Jadwal Waktu Tahun 2006
10. Instansi Pelaksana
dan Penanggung
jawab
Departemen Pekerjaan Umum, Ditjen Cipta Karya, Dinas
PU provinsi NTT, dan Dinas PU kab. Alor.
11. Perkiraan Biaya Rp 7,5 miliar
12. Sumber Pembiayaan APBN/APBD/Dana Bencana Alam dan atau Hibah Luar
Negeri.
No. Uraian A i r B a k u
1. Nama Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Baku
2. Nama Kegiatan Pengobaran air tanah dan rehabilitasi embung.
3. Sasaran Tersedianya air baku untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga rawan air minum.
4. Kelompok Sasaran Masyarakat korban bencana yang membutuhkan
pelayanan air minum.
5. Lokasi Desa Alor Besar, desa Adang, Petleng dan pada lokasi
yang terkena bencana.
6. Cakupan Kegiatan Rehabilitasi dan pembuatan sumur.
Pengadaan pompa air dan rumah pompa.
Pengadaan/pemasangan pipa.
Rehabilitasi dan pembangunan embung-embung.
Perbaikan spillway, tubuh bendung, intake air baku
dan jaringan pipa air baku.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 3 - 8
b. Mengacu pada UU 18/1999 tentang JASA KONSTRUKSI disebutkan bahwa
pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian
kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang
mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata
lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan
suatu bangunan atau bentuk lain.
3.1.3 PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM
a. Mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 03/PRT/
M/2008 tentang PEDOMAN PELAKSANAAN KEGIATAN DEPARTEMEN
PEKERJAAN UMUM YANG MERUPAKAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAN
DILAKSANAKAN MELALUI DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN,
disebutkan bahwa Bidang Pekerjaan Umum mempunyai beberapa
pengertian, antara lain :
Bidang Pekerjaan Umum adalah kegiatan yang meliputi subbidang
Sumber Daya Air, Bina Marga, Perkotaan dan Perdesaan, Air Minum, Air
Limbah, Persampahan, Drainase, Permukiman, Bangunan Gedung dan
Lingkungan, serta Jasa Konstruksi.
b. Mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 03/PRT/
M/2007 tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR 51/PRT/2005 TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPARTEMEN PEKERJAAN
UMUM TAHUN 20052009 menyebutkan bahwa berdasarkan tugas dan
fungsi Departemen Pekerjaan Umum, infrastruktur dalam lingkup bidang
pekerjaan umum tersebut meliputi: infrastruktur jalan, untuk distribusi
lalulintas barang dan manusia maupun pembentuk struktur ruang wilayah.
Infrastuktur sumber daya air, untuk mendukung penyimpanan dan
pendistribusian air maupun prasarana dan sarana untuk pengendalian
daya rusak air. Infrastruktur cipta karya, termasuk infrastruktur
lingkungan perumahan dan permukiman, sebagai pendukung kualitas
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang mencakup pelayanan
transportasi lokal, pelayanan air minum dan sanitasi lingkungan termasuk
7. Indikator Keberhasilan Sarana dan prasarana air baku yang rusak dapat
berfungsi kembali
8. Jadwal Waktu Fase Rehabilitasi dan Rekonstruksi 2005
9. Instansi Pelaksana
dan Penanggung
jawab
Departemen Pekerjaan Umum, Dinas PU provinsi NTT,
dan Dinas PU kab. Alor.
10. Perkiraan Biaya Rp 5,65 miliar
11. Sumber Pembiayaan APBN, APBD, konstribusi masyarakat dan swasta.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 3 - 9
penanganan persampahan, penyediaan drainase untuk mengatasi
genangan dan pengendalian banjir, serta penanganan air limbah domestik.
c. Mengacu pada PP 38/2007 tentang PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN
ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA, disebutkan bahwa
urusan pemerintahan terdiri atas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan
pemerintahan meliputi:
1. pendidikan;
2. kesehatan;
3. pekerjaan umum;
4. perumahan;
5. penataan ruang;
6. perencanaan pembangunan;
7. perhubungan;
8. lingkungan hidup;
9. pertanahan;
10. kependudukan dan catatan
sipil;
11. pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak;
12. keluarga berencana dan
keluarga sejahtera;
13. sosial;
14. ketenagakerjaan dan
ketransmigrasian;
15. koperasi dan usaha kecil dan
menengah;
16. penanaman modal;
17. kebudayaan dan pariwisata;
18. kepemudaan dan olah raga;
19. kesatuan bangsa dan politik
dalam negeri;
20. otonomi daerah, pemerintahan
umum, administrasi keuangan
daerah, perangkat daerah,
kepegawaian, dan persandian;
21. pemberdayaan masyarakat
dan desa;
22. statistik;
23. kearsipan;
24. perpustakaan;
25. komunikasi dan informatika;
26. pertanian dan ketahanan
pangan;
27. kehutanan;
28. energi dan sumber daya
mineral;
29. kelautan dan perikanan;
30. perdagangan; dan
31. perindustrian.
Setiap bidang urusan pemerintahan sebagaimana terdiri dari sub bidang,
dan setiap sub bidang terdiri dari sub sub bidang, sebagaimana Tabel 3.3.
Tabel 3.6. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN
BIDANG PEKERJAAN UMUM
SUB BIDANG SUB-SUB BIDANG
1. Sumber Daya Air (SDA). 1. Pengaturan
2. Pembinaan
3. Pembangunan / Pengelolaan.
4. Pengawasan dan Pengedalian
2. Bina Marga 1. Pengaturan
2. Pembinaan
3. Pembangunan dan Pengusahaan
4. Pengawasan
3. Perkotaan dan Perdesaan 1. Pengaturan
2. Pembinaan
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 3 - 10
3. Pembangunan
4. Pengawasan
4. Air Minum 1. Pengaturan
2. Pembinaan
3. Pembangunan
4. Pengawasan
5. Air Limbah 1. Pengaturan
2. Pembinaan
3. Pembangunan
4. Pengawasan
6. Persampahan 1. Pengaturan
2. Pembinaan
3. Pembangunan
4. Pengawasan
7. Drainase 1. Pengaturan
2. Pembinaan
3. Pembangunan
4. Pengawasan
8. Permukiman 1. Kawasan Siap Bangun (Kasiba)
dan Lingkungan Siap Bangun
(Lisiba) yang Berdiri Sendiri.
a. Pengaturan
b. Pembinaan
c. Pembangunan
d. Pengawasan
2. Permukiman Kumuh/Nelayan
a. Pengaturan
b. Pembinaan
c. Pembangunan
d. Pengawasan
3. Pembangunan Kawasan
a. Pengaturan
b. Pembinaan
c. Pembangunan
d. Pengawasan
9. Bangunan Gedung dan
Lingkungan.
1. Pengaturan
2. Pembinaan
3. Pembangunan
4. Pengawasan
10. Jasa Konstruksi 1. Pengaturan
2. Pemberdayaan
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 3 - 11
3.2. KESESUAIAN DENGAN RTRW ATAU RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL
DAN DAERAH.
Setiap program/kegiatam dalam DIPA K/L telah melalui mekanisme sistem
perencanaan, pemrograman dan penganggaran, termasuk kriteria usulan.
Mekanisme dimaksud antara lain :
3.2.1 RENCANA TATA RUANG WILAYAH
Perencanaan tata ruang dilakukan antara lain untuk menghasilkan Rencana
Umum Tata Ruang (RUTR). RUTR sebagaimana dimaksud secara hierarkis
terdiri atas:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. rencana tata ruang wilayah provinsi; dan
c. rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah
kota.
3.2.2 MUSYAWARAH RENCANA PEMBANGUNAN
Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang selanjutnya disingkat
Musrenbang adalah forum antar pelaku dalam rangka menyusun rencana
pembangunan Nasional dan rencana pembangunan Daerah.
Selain kesesuaian ada kondisi yang patut dicermati, yaitu :
3.2.3 SINERGI PUSAT-DAERAH DAN ANTAR DAERAH
Mengurangi kesenjangan antarwilayah secara lebih terarah dan sistematik
dengan skenario yang disepakati semua pihak.
Meningkatkan keterkaitan pembangunan antarwilayah dalam rangka
memperkuat perekonomian domestik.
Mendorong pembangunan kawasan perbatasan, terdepan, terluar,
tertinggal, pasca konflik dan kawasan ekonomi khusus.
3.3. LETAK TANAH
Letak tanah secara koordinat atau letak geografis dipengaruhi oleh lokasi dan
spesifikasi teknis pembangunan infrastruktur bidang PU. Letak tanah bersifat
operasional, namun tak lepas dari acuan landasan kebijakan yang telah
menetapkan lokasi program/kegiatan pembangunan infrastruktur PU.
3. Pengawasan
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 3 - 12
3.3.1. LOKASI PROGRAM/KEGIATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
BIDANG PU.
a. Peraturan Menteri PU Nomor: 02/PRT/M/2010 Tentang RENCANA STRA -
TEGIS KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM TAHUN 2010-2014, pada tanggal
29 Januari 201, khususnya pada LAMPIRAN 3, TARGET PEMBANGUNAN
UNTUK TAHUN 2010-2014 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM.
Atau dalam contoh seperti dalam Tabel 3.7.
Tabel 3.7. TARGET PEMBANGUNAN UNTUK TAHUN 2010-2014
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM (pembangunan waduk)
PROGRAM/
KEGIATAN
OUTCOME/
OUTPUT
INDIKATOR
TARGET
KETERANGAN/LOKASI 2010 2014
angka satuan angka satuan
Program :
PENGELOLAAN
SUMBER DAYA
AIR
Meningkatnya
kinerja
pengelolaan
sumber daya
air.
Indikator
Outcome :
a. Kapasitas
tampung
sumber air yg
dibangun/
ditingkatkan
(1,1 mliyar
m3) dan
dijaga/
dipelihara
(12,5 milyar
m3).
5,4 miliar
m3
12,4 miliar
m3
6 waduk selesai :
Jatigede (Jabar); Jatibarang
(Jateng); Bajulmati, Bendo,
Gonggang (Jatim); Marangkayu
(Kaltim).
12 waduk dimulai dan
dilanjutkan :
Rajui (NAD); Diponegoro
(Jateng); Tritib (Kaltim); Titab
(Bali); Pandaduri (NTB); Karian,
Sindangheula (Banten);
Pidekso, Gondang (Jateng);
Kresek, Kedung Bendo (Jatim);
Raknamo (NTT).
b. Mengacu pada MATRIKS SINKRONISASI PUSAT DAN DAERAH DALAM
PENCAPAIAN PRIORITAS NASIONAL, khususnya pada PRIORITAS 6 :
INFRASTRUKTUR. Atau dalam contoh Tabel 3.5.
Tabel 3.8. MATRIKS SINKRONISASI PUSAT DAN DAERAH
DALAM PENCAPAIAN PRIORITAS NASIONAL
PRIORITAS 6 : INFRASTRUKTUR (contoh PEMBANGUNAN JALAN)
SUBSTANSI INTI /
KEGIATAN
PRIORITAS
INSTANSI
PELAKSANA
Sumatera Jawa Bali Kalimantan Sulawesi
Nusa
Tenggara
Maluku Papua
JALAN
Penyelesaian
pembangunan
Lintas
Sumatera,
Jawa, Bali,
Kalimantan,Sul
awesi NTB,
NTT, dan
Papua
sepanjang
19,370 km
pada tahun
2014.
Kementerian PU
Kementerian
Perhubungan
Terbangun-
nya Jalan
Lintas
Sumatera,
sepanjang
6.081,50 km.
Terbangun-
nya Jalan
Lintas Jawa
Bali,
sepanjang
1730,7 km.
Terbangun-
nya Jalan
Lintas
Kalimantan,
sepanjang
3.331,04 km.
Terbangun-
nya Jalan
Lintas
Sulawesi,
sepanjang
3.978,34 km.
Terbangun-
nya Jalan
Lintas
Nusa
Tenggara,
sepanjang
1.583,38 km.
Terbangun-
nya Jalan
Lintas
Maluku,
sepanjang
830 km.
Terbangun-
nya Jalan
Lintas
Papua,
sepanjang
1.835.16 km.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 3 - 13
3.3.2. DUKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI DAN PEMERINTAH KAB/KOTA
Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan cara
pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
(Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara jual
beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh
pihak-pihak yang bersangkutan.
Alternatif khusus, seperti pembangunan jalan tol secara bertahap, juga harus
dipertimbangkan. Sebagai contoh, di wilayah-wilayah di mana volume lalu
lintas saat ini masih rendah (seperti Kalimantan atau Sulawesi) pembangunan
jalan raya baru di alinyemen baru untuk jalan bebas hambatan di kemudian
hari dapat dilakukan tinimbang melakukan pelebaran secara berulang pada
jalan yang ada dengan alinyemen berkecepatan rendah. Ini dapat
menghasilkan keuntungan jangka menengah atas konektivitas antar-wilayah
melalui jarak dan waktu tempuh yang lebih pendek, menambah kapasitas lalu
lintas, dan memudahkan pembebasan tanah dan pemukiman kembali. Ini
juga akan memfasilitasi pembangunan akhir jalan bebas hambatan.
a. PERENCANAAN DAN PENGGANGGARAN PARTISIPATIF
Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif dapat diartikan sebagai:
mekanisme (atau proses) yang memungkinkan penduduk secara langsung
memutuskan atau berkontribusi terhadap keputusan yang dibuat mengenai
semua atau sebagian sumber daya publik (termasuk anggaran) yang
tersedia. Istilah secara langsung atau berkontribusi terhadap keputusan
sangat penting digarisbawahi. Istilah ini menunjukkan bahwa partisipasi
harus dibedakan dengan pemberian informasi dan konsultasi.
Mengapa perlu partisipasi dalam perencanaan dan penganggaran daerah?
Bukankah proses demokratis sudah menempatkan perwakilan di
pemerintahan (baik legislatif maupun eksekutif) yang memang bertugas
mengagregasi dan membuat kebijakan publik? Pertanyaan ini penting
dijawab untuk menghindari dispute mengenai partisipasi dalam pembuatan
kebijakan publik dengan sistem demokrasi perwakilan. Setidaknya ada
lima alasan mengapa perencanaan dan alokasi barang publik (termasuk
alokasi anggaran) harus partisipatif.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 3 - 14
b. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, pembangunan
infrastruktur di daerah diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan
fasilitas pelayanan umum, baik secara kuantitas maupun kualitas,
sehingga ketersediaannya yang memadai dapat meningkatkan
kesejahteraan dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah
daerah sebagai penyelenggara utama pembangunan di daerah, memiliki
kewenangan yang dapat memaksimalkan potensi dan sumber daya yang
tersedia dalam pembangunan infrastruktur.
Dalam pengembangan infrastruktur di daerah perlu dipertimbangkan
sektor-sektor unggulan yang ada di daerah, kemampuan pendanaan
daerah, dan dukungan kelembagaan yang ada.
c. PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAERAH
Kebijakan pembangunan infrastruktur daerah telah tertampung di dalam
masing-masing produk Rencana Tata Ruang Wilayah, baik wilayah
Provinsi (RTRWP), maupun wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK). Rencana
pembangunan infrastruktur yang termuat di dalam produk rencana tata
ruang tersebut tidak terlepas dari pedoman RTRWN yang merupakan
penjabaran teknis dari UU 26/2007. RTRWN merupakan perencanaan
makro strategis nasional yang menggambarkan arah dan kebijakan
pembangunan nasional secara ketataruangan yang memuat antara lain
infrastruktur nasional seperti jalan nasional, pelabuhan samudera maupun
bandara internasional. Sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang
Penataan Ruang, muatan yang terdapat di dalam produk rencana tata
ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota harus memuat aturan
mengenai pemanfaatan lahan (zoning regulation) dan sanksi serta insentif
dan disinsentif dari pelaksanaan pemanfaatan ruang di daerah.
RTRW Provinsi merupakan perencanaan regional yang menjabarkan
RTRWN dalam konteks ruang wilayah Provinsi secara lebih rinci termasuk
memuat rencana pengembangan infrastruktur jalan provinsi, terminal,
maupunpelabuhan regional. Sementara itu RTRW Kabupaten/Kota
merupakan rencana tata ruang skala kabupaten/kota dengan muatan
utama kelengkapan infrastruktur di tingkat lokal atau regional seperti jalan
kabupaten/kota, kebutuhan jaringan air bersih, listrik, dan telekomunikasi
yang disesuaikan dengan karakteristik zona-zona pengembangan
kawasan yang ada.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 3 - 15
3.4. LUAS TANAH YANG DIBUTUHKAN
Luas tanah bisa diperkirakan dari hasil studi, standar perencanaan (NSPK)
maupun asumsi dari berbagai pengalaman. Luas tanah bisa dipengaruhi oleh
kebutuhan lokasi pada saat pekerjaan konstruksi maupun dukungan pada saat
pemanfaatan, operasi dan pemeliharaan.
3.5. PERKIRAAN JANGKA WAKTU PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH
Pendekatan prioritas yang kuat diperlukan karena proyek-proyek konstruksi
besar butuh waktu lama untuk pelaksanaannya, dari 5 sampai 15 tahun
mengingat masalah pembebasan tanah yang begitu kompleks, masalah
pembiayaan dan masalah kontrak. Di sana selalu tersedia pilihan-antara
dengan biaya yang lebih rendah yang mungkin lebih cocok untuk jangka
pendek, tapi mungkin tidak ekonomis untuk jangka menengah hingga jangka
panjang.
3.6. PERKIRAAN JANGKA WAKTU PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
Pelaksanaan pembangunan pada umumnya dibatasi waktu dalam satu tahun
anggaran, atau bisa juga merupakan pembangunan tahun jamak.
Pembangunan infrastruktur memerlukan waktu yang lama sehingga
pengembalian investasinya juga lama. Oleh karena itu, sumber dana untuk
membiayainya, idealnya harus memiliki jangka waktu yang panjang.
Pembangunan jaringan jalan bebas hambatan telah jauh ketinggalan dari
pertumbuhan permintaan beban lalu lintas, dan saat ini telah menyebabkan
kendala yang signifikan pada efisiensi perjalanan antar-wilayah dan akses ke
dan di sekitar kota-kota metropolitan. Meskipun beberapa hambatan utama
dalam pelaksanaan program pembangunan jalan bebas hambatan itu telah
ditanggulangi - proses yang transparan dan kuat untuk memobilisasi investasi
sektor swasta dan pengelolaan risiko, serta pengelolaan pendanaan dan
pengelolaan pembebasan tanah - tetap saja terdapat kesenjangan pendanaan
yang signifikan. Juga ada kekurangan dalam pengaturan kelembagaan yang
menghambat perencanaan dan pengelolaan program jalan bebas hambatan,
dengan tanggung jawab yang berbagi antara BM dan BPJT.
3.7. PERKIRAAN NILAI TANAH
Penilaian harga tanah yang terkena pembangunan untuk kepentingan umum
dilakukan oleh Lembaga Penilai Harga Tanah atau Tim Penilai Harga Tanah.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 3 - 16
Nilai atau harga jual tanah dipengaruhi oleh berbagai faktor, estimasi biaya
pengadaan tanah menurut klasifikasi lahan/tanah dan bangunan perlu dihitung,
karena akan menjadi salah satu komponen bagi perhitungan biaya proyek.
Harga pasar tanah di lokasi pembangunan, sebagai patokan untuk mengetahui
nilai tanah.
3.7.1 NILAI GANTI RUGI
Dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas :
a. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya dengan
memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan berdasarkan
penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh panitia;
b. nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung
jawab di bidang bangunan;
c. nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung
jawab di bidang pertanian.
Dalam rangka menetapkan dasar perhitungan ganti rugi, Lembaga/Tim
Penilai Harga Tanah ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur bagi
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah adalah lembaga/tim yang profesional dan
independen untuk menentukan nilai/harga tanah yang akan digunakan
sebagai dasar guna mencapai kesepakatan atas jumlah/besarnya ganti rugi.
Tim Penilai Harga Tanah adalah tim yang dibentuk dengan Keputusan
Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
untuk menilai harga tanah, apabila di wilayah kabupaten/kota yang
bersangkutan atau sekitarnya tidak terdapat Lembaga Penilai Harga Tanah.
3.7.2 NILAI JUAL OBYEK PAJAK (NJOP)
Tim Penilai Harga Tanah melakukan penilaian harga tanah berdasarkan pada
NJOP atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun
berjalan, dan dapat berpedoman pada variabel-variabel sebagai berikut :
a. lokasi dan letak tanah;
b. status tanah;
c. peruntukan tanah;
d. kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah atau
perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada;
e. sarana dan prasarana yang tersedia; dan
f. faktor lainnya yang mempengaruhi harga tanah.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 3 - 17
Penilaian harga bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain
yang berkaitan dengan tanah dilakukan oleh Kepala Dinas/Kantor/Badan di
Kabupaten/Kota yang membidangi bangunan dan/atau tanaman dan/atau
benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, dengan berpedoman pada
standar harga yang telah ditetapkan peraturan perundang-undangan.
Hasil penilaian sebagaimana dimaksud di atas diserahkan kepada P
2
T
Kabupaten/Kota, untuk dipergunakan sebagai dasar musyawarah antara
instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para memilik.
3.7.3 BIAYA PENGADAAN TANAH
Biaya pengadaan tanah dibebankan kepada instansi pemerintah yang
memerlukan tanah, yang terdiri dari biaya :
a. pengukuran dan pemetaan tanah;
b. pemberian ganti rugi kepada pemilik;
c. Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota, Provinsi, dan/atau Nasional;
d. Lembaga Penilai Harga Tanah/Tim Penilai Harga Tanah;
e. Pengurusan hak atas tanah sampai dengan penerbitan sertipikat;
f. penitipan ganti rugi apabila diperlukan;
g. pemisahan dari sisa bagian tanah pemilik;
h. dalam rangka pembinaan, koordinasi, konsultasi, evaluasi, supervisi, dan
penyelesaian masalah; dan
i. lainnya yang diperlukan dalam menunjang pelaksanaan tugas Panitia
Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota, Provinsi, dan/atau Nasional.
Besaran biaya P
2
T sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan setelah berkonsultasi dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A Perpres 65/2006.
3.7.4 BIAYA P
2
T
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan NOMOR 58/PMK.02/2008 tentang
BIAYA PANITIA PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
UNTUK KEPENTINGAN UMUM disebutkan bahwa :
a. Biaya P
2
T bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
adalah biaya operasional yang disediakan untuk Panitia Pengadaan
Tanah dalam rangka membantu pengadaan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum.
b. Biaya operasional dimaksud disediakan dalam Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) satuan kerja yang memerlukan pengadaan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 3 - 18
c. Besaran biaya operasional P
2
T ditentukan paling tinggi 4% (empat
perseratus) untuk ganti rugi sampai dengan atau setara Rp 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dan selanjutnya dengan prosentase menurun.
d. Besaran biaya sebagaimana dimaksud pada butir c. didasarkan pada
perhitungan ganti rugi yang ditetapkan oleh P
2
T.
3.8. RENCANA PENGANGGARAN.
Anggaran infrastruktur di K/L mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Dari program dan proyek yang ditawarkan terlihat bahwa pemeliharaan dan
pembangunan infrastruktur yang strategis dan vital menjadi prioritas utama.
Sumber daya yang diperlukan untuk program jalan bebas hambatan yang dapat
dimulai dalam periode 2010-2014 diperkirakan mencapai Rp 34,4 triliun, atau
rata-rata Rp 6,9 triliun/tahun. Pembebasan tanah berkisar antara 10-30 persen
dari biaya investasi. Rata-rata biaya konstruksi, termasuk pembebasan tanah,
berada di kisaran Rp 70-85 miliar/km, atau 15 kali lebih tinggi daripada
pembangunan jalan arteri dengan 2-lajur, tidak termasuk biaya pembebasan
tanah. Tiga ruas jalan bebas hambatan yang direncanakan akan didanai oleh
pemerintah, diperkirakan memakan biaya Rp 6.6 triliun untuk selama kurun
waktu yang belum dapat ditentukan, tetapi mungkin untuk sepuluh tahun
sampai tahun 201911. Program jalan bebas hambatan ini mungkin akan
menjadi pengguna dana Kerjasama Swasta-Publik terbesar untuk kurun waktu
tahun 2009-2011. Namun jangka waktu untuk mengikat besaran dana dan
kebutuhan akan dana publik (APBN) tidak jelas.
Percepatan pembangunan tol: Pengeluaran sebesar Rp 1,7 triliun per tahun di
jalan tol diharapkan akan meningkatkan output sekitar 140 km per tahun. Selain
itu, akan ada Rp 0,85 triliun per tahun yang akan digunakan untuk sekitar 30
km interurban baru dan perkotaan jalan raya per tahun, dan sekitar 2.450 m
untuk jalan layang. Namun alokasi untuk pembangunan jalan tol hanya sekitar
Rp 12 miliar per km (termasuk anggaran untuk tanah) atau 20 persen dari biaya
konstruksi substansial sehingga ketergantungan pada investasi sektor swasta
akan tetap ada. Sebagian besar dana ditujukan untuk tiga proyek besar dengan
total 146 km (Solo-Kertosono dan Bandung Intra-kota di Jawa, dan Medan-
Kualanamu di Sumatra) ditambah biaya tanah untuk 443 km lainnya.
__________________________________________________________________________________
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 1
Pengalaman Kementerian PU dalam menjalankan tugas menyelenggarakan urusan
di bidang pekerjaan umum dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara, mempunyai berbagai pengalaman dalam
pengadaan tanah. NSPM berbasis pengadaan tanah telah diterbitkan, mulai dari
Sisdalmen (Permen PU 603/2005) sampai dengan tiap satminkal mempunyai
pedoman pengadaan tanah.
Program/kegiatan yang ditunjang oleh dana pinjaman/hibah luar negeri, dalam
pelaksanaannya mempunyai pedoman pengadaan tanah. Kegiatan yang dapat
diusulkan untuk dapat dibiayai dengan pinjaman/hibah luar negeri adalah kegiatan
prioritas untuk mencapai sasaran RPJM dan sesuai dengan Rencana Strategis
Kementerian Negara/Lembaga.
Rencana pengadaan tanah dan/atau resettlement telah ada, termasuk ketersediaan
dana yang diperlukan termasuk salah satu kriteria kesiapan kegiatan yang harus
dipenuhi sebelum dilaksanakannya perundingan dengan calon pemberi pinjaman
luar negeri (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 18/KPTS/M/2006 tentang
PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI BIDANG
PEKERJAAN UMUM). Rencana pembebasan tanah/pengadaan lahan dan atau
rencana pemindahan penduduk untuk keperluan Pelaksanaan Pekerjaan Sipil Tahun
I telah selesai 2 (dua) minggu sebelum negosiasi NPHLN/NPHLN dilaksanakan.
Naskah Perjanjian Hibah Luar Negeri, yang selanjutnya disebut NPHLN, adalah
naskah perjanjian atau naskah lain yang disamakan yang memuat kesepakatan
mengenai Hibah Luar Negeri antara Pemerintah dengan Pemberi Hibah Luar Negeri.
Mengacu pada ruang lingkup Sisdalmen yang meliputi pengendalian atas kegiatan
perencanaan konstruksi, pengadaan lahan, pelaksanaan konstruksi, dan persiapan
operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana bidang pekerjaan umum, maka
uraian Bab 4 berdasarkan hal dimaksud, meliputi :
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 2
4.1. PERENCANAAN PENGADAAN TANAH DALAM TAHAP PRA KONSTRUKSI
Perencanaan dalam tahapan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi :
prastudi kelayakan, studi kelayakan, perencanaan umum dan perencanaan teknik.
Terkait dengan pengadaan tanah, bisa sejalan dengan pekerjaan konstruksi,
kontrak, prosesi lainnya atau sebagai masukan manajemen dalam sistem
perencanaan, pemrograman dan penganggaran.
Pekerjaan Konstruksi adalah seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan
pelaksanaan konstruksi bangunan atau pembuatan wujud fisik lainnya.
Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup
pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan masing-
masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau
bentuk lain.
Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi tahap perencanaan dan tahap
pelaksanaan beserta pengawasannya yang masing-masing tahap dilaksanakan
melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan pengakhiran (UU18/1999).
Usaha perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa perencanaan
dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-
bagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan
penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi.
Usaha pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa pelaksanaan
dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-
bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan
penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi.
Usaha pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa pengawasan baik
sebagian atau keseluruhan pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari
penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil konstruksi.
Perpres 54/2010 tentang PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH menyebutkan
pasal yang salah satu ayatnya menetapkan bahwa ketentuan pengadaan tanah
diatur dengan peraturan perundang-undangan tersendiri.
Sisdalmen Kementerian PU menyiratkan tahapan SIDLA (survey, investigasi,
desain dan Pengadaan Lahan (Land Acquisition) masuk tahap prakonstruksi.
SID juga merupakan Perencanaan Konstruksi yang meliputi Tahap Pra Kontrak,
Tahap Penandatangan Kontrak, dan Tahap Pasca Kontrak.
Secara umum kondisi yang harus ditampilkan meliputi :
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 3
4.1.1 DATA DAN INFORMASI KEGIATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
BIDANG PU.
Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih
Unit Pelaksana Teknis (UPT) pada Kementerian Pekerjaan Umum sebagai
bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri atas
sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya manusia, barang modal
termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau
semua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan untuk menghasilkan
keluaran dalam bentuk barang/jasa.
Kegiatan yang berasal dari proyek atau bagian proyek dimasukkan sebagai
salah satu kegiatan pada Satuan Kerja (satker) yang membawahi proyek
tersebut. Kegiatan yang berasal dari proyek atau bagian proyek yang tidak
dapat dimasukkan ke dalam Satuan Kerja tertentu dibuat sebagai Satuan
Kerja Sementara. Menteri/pemimpin lembaga selaku Pengguna Anggaran
bertanggung jawab atas keberhasilanpencapaian sasaran program berupa
hasil (political accountability). Kepala Kantor/Satuan Kerja selaku Kuasa
Pengguna Anggaran bertanggung jawab atas keberhasilan pencapaian
sasaran kegiatan berupa keluaran (operational accountability).
Penerapan anggaran terpadu berbasis kinerja telah mulai dilakukan bertahap
mulai TA 2005 dengan konsekuensi pengelolaan anggaran Kementerian PI
berunah, antara lain yang semula dilaksanakan oleh lembaga dalam bentuk
Proyek, menjadi Satuan Kerja. Kementeria PU membentuk UPT sesuai
dengan kewenangan satminkal dalam bentuk Balai, SNVT, dan SKPD.
UPT adalah satuan vertical dari K/L. Satuan Vertikal adalah satker di daerah
yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dan mengelola anggaran
K/L untuk mencapai keluaran/output dalam rangka menunjang sasaran
program K/L ybs. Balai merupakan satker UPT pusat yang melaksanakan
urusan pemerintahan bidang PU kewenangan Pemerintah yang dilaksanakan
sendiri dan berada di daerah
Tampilan data dan informasi kegiatan, khususnya untuk tahun anggaran
sedang berjalan, sangat bervariasi dengan tingkat kedalaman yang beragam.
Data dan informasi kegiatan yang disajikan, bisa bersifat umum atau dengan
tujuan tertentu. Media atau format yang dipakai dalam bentuk antara lain :
a. KERANGKA ACUAN KERJA atau TERMS OF REFERENCE.
KAK atau TOR adalah uraian tentang latar belakang, tujuan, ruang
lingkup, masukan yang dibutuhkan dan hasil yang diharapkan dari suatu
kegiatan. Muatan dan kedalaman KAK bisa berkembang sesuai dengan
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 4
besaran kegiatan (misal terkait dengan lokasi tanah yang diperlukan; luas
dan gambar kasar tanah yang diperlukan; penggunaan tanah pada saat
permohonan diajukan; uraian rencana kegiatan, aspek pembiayaan, waktu
pelaksanaan), karakteristik dan spesifikasi kegiatan (lintas sektor, lintas
provinsi/kabupaten/ kota, multi fungsi, tahun jamak), dll.
Deskripsi kegiatan bisa bersifat dari aspek historis, aspek yuridis, aspek
geografis, aspek lingkungan sampai aspek teknis
b. URAIAN POKOK KEGIATAN atau PROJECT DIGEST.
Uraian pokok kegiatan dalah uraian singkat tentang suatu kegiatan yang
mencakup tujuan/sasaran kegiatan, lingkup kegiatan, lokasi kegiatan, dan
biaya kegiatan termasuk kebutuhan pembiayaan dari dana luar negeri
(Foreign Exchange) yang diperlukan.
c. PRA STUDI KELAYAKAN KEGIATAN
Pra studi kelayakan merupakan salah satu bagian dari kegiatan
perencanaan secara keseluruhan yang dimulai dari identifikasi masalah,
perencanaan umum, kelayakan, dan desain/perancangan teknis. Pra studi
kelayakan merupakan bagian dari tahapan evaluasi kelayakan, dimana
rekomendasi formulasi kebijakan berupa koridor/alternatif solusi yang
dihasilkan akan ditindaklanjuti dalam kegiatan studi kelayakan.
1) KRITERIA KEBUTUHAN PRA STUDI KELAYAKAN
Kegiatan pra studi kelayakan diharapkan menghasilkan rekomendasi
tentang formulasi kebijakan dan identifikasi alternatif solusi yang
dibutuhkan sebagai dasar pembuatan studi kelayakan.
Kegiatan yang memerlukan pra studi kelayakan harus memenuhi
kriteria :
a) Menggunakan dana publik yang cukup besar dan atau kegiatan
yang penting dan strategis berdasarkan kebijakan publik;
b) Mempunyai sifat ketidakpastian dan risiko cukup tinggi;
c) Memiliki alternatif/pilihan akses atau teknologi yang cukup banyak;
d) Membutuhkan penentuan prioritas pelaksanaan karena keterbatasan
dana;
e) Atau berdasarkan keinginan pemberi kerja, dan lain-lain.
2) LINGKUP DAN HASIL PRA STUDI KELAYAKAN
Lingkup kegiatan pra studi kelayakan meliputi :
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 5
a) Formulasi kebijakan perencanaan yang meliputi kajian terhadap
kebijakan dan sasaran perencanaan, lingkungan dan penataan
ruang, serta pembebasan lahan;
b) Kajian terhadap kondisi eksisting pada wilayah studi termasuk
melakukan kajian terhadap dampak yang mungkin timbul untuk
setiap solusi yang diusulkan;
c) Pengambilan data fisik, ekonomi dan lingkungan serta identifikasi
lokasi-lokasi rawan bencana (hazard);
d) Studi kom parasi beberapa koridor yang terpilih.
Hasil kegiatan pra studi kelayakan meliputi :
a) Formulasi dari sasaran proyek;
b) Penajaman tujuan dan implementasi strategi;
c) Urutan dari alternatif solusi yang dipelajari atas dasar indikasi
kelayakan, sebagai masukan dari pihak pengambil keputusan;
d) Rekomendasi tipe penanganan;
e) Identifikasi kebutuhan investigasi lingkungan dan sosial;
f) Kerangka acuan studi kelayakan;
g) Rona awal lingkungan atau kerangka acuan analisis mengenai
dampak lingkungan hidup (Amdal), jika dibutuhkan, atau upaya
pengelolaan lingkungan hidup (UKL) - upaya pemantauan
lingkungan hidup (UPL).
3) PENDEKATAN ANALISIS PRA STUDI KELAYAKAN
Metode pendekatan ada 2 cara, yaitu :
a) Metode before and after project;
b) Metode with and without project.
Metode yang lazim digunakan adalah metode with and without project.
Sehingga dalam pedoman ini menggunakan metode pendekatan
pembandingan kondisi dengan proyek (with project) dan tanpa proyek
(without project), dan atas dasar pendekatan kebijakan publik atau
pendekatan economic analysis.
Pendekatan dengan proyek (with project) diasumsikan sebagai suatu
kondisi, dimana diperlukan suatu investasi/proyek yang besar, yang
dilaksanakan untuk meningkatkan kapasitas maupun struktur jalan.
Sedangkan untuk pendekatan tanpa proyek (without project)
diasumsikan sebagai suatu kondisi, dimana tidak ada investasi/proyek
yang dilaksanakan untuk meningkatkan kapasitas maupun struktur
jalan, kecuali untuk mempertahankan fungsi pelayanan jalan, yaitu
berupa pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 6
Tahapan analisis yang dilakukan, antara lain :
a) Formulasi dari sasaran kegiatan pembangunan, monitoring dan
evaluasi manfaat kegiatan di masa mendatang akan merujuk pada
sasaran ini;
b) Ana;isa kualitatif untuk memformulasikan berbagai alternative solusi
yang dapat dilaksanakan secara teknis, dan dapat diterima oleh
lingkungan di sekitarnya;
c) Analisa ekonomi untuk membandingkan kelayakan ekonomi setiap
alternatif koridor untuk mendapatkan prioritas pilihan sebagai bahan
studi kelayakan;
d) Analisis kelayakan secara menyeluruh yang menggabungkan hasil
analisis ekonomi dengan aspek non ekonomi yang relevan.
4) PERIODE ANALISIS DAN ASPEK YANG DITINJAU
Periode analisis yang digunakan dalam pra studi kelayakan adalah 10
tahun, atau sesuai dengan rencana tata ruang dari wilayah studi,
dengan aspek yang ditinjau meliputi :
a) Aspek teknis;
b) Aspek lingkungan dan keselamatan;
c) Aspek ekonomi;
d) Aspek lain-lain.
d. DOKUMEN STUDI KELAYAKAN KEGIATAN
Studi Kelayakan atau Feasibility Study (FS) adalah hasil penelitian yang
dibuat oleh tenaga ahli pada Kementerian PU, maupun tenaga ahli yang
dikontrak oleh Kementerian PU, yang memberi gambaran secara lengkap
tentang layak tidaknya suatu kegiatan berdasarkan aspek-aspek yang
dianggap perlu, sebagai dasar untuk pengambilan keputusan
dilaksanakannya suatu kegiatan yang bersangkutan.
Studi Kelayakan adalah analisis dari segi teknis dan ekonomis untuk
lokasi kegiatan yang sedang dirumuskan, menentukan batasan/definisi
lokasi kegiatan dan sekaligus menetapkan prasarana yang diperlukan,
mengajukan program pelaksanaan, menetapkan syarat-syarat yang harus
dipenuhi sesuai dengan aspek-aspek teknis, melakukan survei pengukuran
topografi, survei geoteknik dan kualitas tanah secara ekstensif.
Beberapa aspek dimaksud meliputi :
i. Kelayakan Teknis adalah gambaran atas kondisi rencana kegiatan
yang memperhitungkan unsur keteknikan dan non keteknikan
sehingga kegiatan tersebut dapat dilaksanakan.
ii. Kelayakan Finansial adalah gambaran aspek finansial atas
penggunaan sumber daya dengan hasil yang diperoleh dari
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 7
pelaksanaan rencana kegiatan yang diperhitungkan dengan
menggunakan harga pasar
iii. Kelayakan ekonomi adalah gambaran atas efisiensi penggunaan
sumber daya dengan manfaat yang diperoleh dalam pelaksanaan
rencana kegiatan, mencakup aspek sosial, lingkungan dan/atau
ekonomi.
Studi Kelayakan merupakan bagian akhir dari tahapan evaluasi kelayakan
kegiatan, untuk menilai tingkat kelayakan suatu alinyemen pada koridor
yang terplilih pada pra studi kelayakan, dan untuk menajamkan analisis
kelayakan bagi beberapa alternatif rute terpilih yang diusulkan.
Ada beberapa perbedaan antara studi kelayakan dengan pra studi
kelayakan. Dalam studi kelayakan, data yang diperlukan berupa data
sekunder dan data primer. Sedangkan dalam pra studi kelayakan hanya
dibutuhkan data sekunder. Selain itu juga ketentuan teknis yang mengatur
tingkat kedalaman aspek-aspek yang ditinjau dan dianalisis juga berbeda.
Dalam studi kelayakan diperlukan survei-survei yang lebih detail dan
analisis-analisis dengan pendekatan secara lebih akurat dengan
menggunakan model. Sedangkan dalam pra studi kelayakan hanya
memerlukan survei pendahuluan (ground checking) saja.
1) KRITERIA KEBUTUHAN STUDI KELAYAKAN
Kegiatan studi kelayakan merupakan tindak lanjut dari rekomendasi
formulasi kebijakan berupa alternatif solusi yang dihasilkan dalam pra
studi kelayakan.
Kegiatan yang memerlukan studi kelayakan harus memenuhi kriteria :
a) Menggunakan dana publik yang cukup besar dan atau kegiatan
yang penting dan strategis berdasarkan kebijakan publik;
b) Mempunyai sifat ketidakpastian dan risiko cukup tinggi;
c) Merinci kegiatan-kegiatan yang dihasilkan dalam pra studi
kelayakan yang mempunyai kelayakan yang tinggi;
d) Kegiatan memerlukan penajaman dalam rencana, melalui
pembanding dua atau lebih alternatif solusi yang unggul;
e) Kegiatan memerlukan indikator kelayakan yang lebih teliti;
f) Atau berdasarkan keinginan pemberi kerja, dan lain-lain.
2) LINGKUP DAN HASIL KEGIATAN STUDI KELAYAKAN
Lingkup kegiatan studi kelayakan meliputi :
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 8
a) Formulasi kebijakan perencanaan yang meliputi kajian terhadap
kebijakan dan sasaran perencanaan, lingkungan dan penataan
ruang, serta pengadaan tanah;
b) Kajian terhadap kondisi eksisting pada wilayah studi;
c) Pengambilan data fisik, ekonomi dan lingkungan;
d) Prediksi hasil analisa kuantitatif untuk setiap alternatif solusi;
e) Kajian penggunaan alternatif teknologi dan standar yang berkaitan
dengan kebutuhan proyek;
f) Studi komparasi alternatif solusi pada koridor yang terpilih dalam
pra studi kelayakan.
Hasil kegiatan studi kelayakan meliputi :
a) Formulasi dari sasaran kegiatan;
b) Merupakan urutan unggulan, atas dasar indikator kelayakan yang
teliti dari alternatif solusi yang distudi, sebagai masukan bagi pihak
pengambil keputusan;
c) Penajaman rencana dan rekomendasi alinyemen yang cocok, serta
standar-standar yang akan digunakan;
d) Rekomendasi waktu optimum (timing optimum) dan program
konstruksi;
e) Rekomendasi investigasi lingkungan dan sosial;
f) Kerangka acuan analisis mengenai dampak lingkungan hidup
(Amdal), jika dibutuhkan, atau upaya pengelolaan lingkungan hidup
(UKL) - upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL);
g) Kebutuhan survei untuk Detaild Engineering Design (DED);
h) Estimasi biaya.
3) PENDEKATAN ANALISIS KEGIATAN STUDI KELAYAKAN
Metode pendekatan ada 2 cara, yaitu :
a) Metode before and after project;
b) Metode with and without project.
Metode yang lazim digunakan adalah metode with and without project.
Sehingga dalam pedoman ini menggunakan metode pendekatan
pembandingan kondisi dengan proyek (with project) dan tanpa proyek
(without project), dan atas dasar pendekatan kebijakan publik atau
pendekatan economic analysis.
Pendekatan dengan proyek (with project) diasumsikan sebagai suatu
kondisi, dimana diperlukan suatu investasi/proyek yang besar, yang
dilaksanakan untuk meningkatkan kapasitas maupun struktur jalan.
Sedangkan untuk pendekatan tanpa proyek (without project)
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 9
diasumsikan sebagai suatu kondisi, dimana tidak ada investasi/proyek
yang dilaksanakan untuk meningkatkan kapasitas maupun struktur
jalan, kecuali untuk mempertahankan fungsi pelayanan jalan, yaitu
berupa pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala.
Tahapan analisis yang dilakukan, antara lain :
a) Formulasi dari sasaran kegiatan pembangunan, monitoring dan
evaluasi manfaat kegiatan di masa mendatang akan merujuk pada
sasaran ini;
b) Formulasi dari satu atau lebih alternatif solusi yang potensial.
c) Analisa ekonomi untuk memperoleh/membandingkan kelayakan
ekonomi dari seluruh alternatif solusi;
d) Analisis kelayakan menyeluruh yang menggabungkan hasil analisis
ekonomi dengan aspek ekonomi yang relevan.
4) PERIODE ANALISIS DAN ASPEK YANG DITINJAU
Periode analisis yang digunakan dalam pra studi kelayakan adalah 10
tahun, atau sesuai dengan rencana tata ruang dari wilayah studi,
dengan aspek yang ditinjau meliputi :
a) Aspek teknis;
b) Aspek lingkungan dan keselamatan;
c) Aspek ekonomi;
d) Aspek lain-lain.
5) KEDUDUKAN DAN FUNGSI STUDI KELAYAKAN
Kedudukan studi kelayakan :
Studi kelayakan merupakan bagian akhir dari tahapan evaluasi
kelayakan proyek, untuk menindaklanjuti hasil proses seleksi proyek
jalan dan jembatan dengan indikasi kelayakan yang tinggi, yang telah
dihasilkan dalam pra studi kelayakan.
Fungsi studi kelayakan :
Fungsi kegiatan studi kelayakan adalah untuk menilai tingkat
kelayakan suatu alinyemen pada koridor yang terpilih pada pra studi
kelayakan, dan untuk menajamkan analisis kelayakan bagi satu atau
lebih alternatif solusi yang unggul. Apabila tahapan pra studi kelayakan
belum dilaksanakan, maka fungsi kegiatan untuk mengidentifikasi
alternatif solusi dengan menilai tingkat kelayakan, dan membandingkan
kinerja ekonomis suatu alternative terhadap alternatif yang lain tetap
dilakukan.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 10
h. KAJIAN TENTANG PENGADAAN TANAH
1) Pengadaan tanah merupakan langkah awal kegiatan pelaksanaan
konstruksi jalan dan jembatan, dalam pelaksanaannya tidak mudah
dan membutuhkan waktu, serta pelaksanaannya seringkali sangat
merugikan masyarakat.
2) Lahan/tanah harus dapat dibebaskan sesuai dengan kebutuhan akan
Rumija pada alternatif solusi yang terpilih. Dalam pelaksanaannya,
pengadaan tanah seringkali melebihi Rumija yang direncanakan,
karena adanya sedikit sisa lahan/tanah yang terpaksa harus
dibebaskan juga.
3) Luas Rumija yang dibutuhkan dan estimasi biaya pengadaan tanah
menurut klasifikasi lahan/tanah dan bangunan perlu dihitung, karena
akan menjadi salah satu komponen bagi perhitungan biaya proyek.
4) Pengadaan tanah harus sudah selesai pada tahap awal pelaksanaan
konstruksi, sehingga serah terima lapangan (site handover) kepada
pihak kontraktor dapat dilaksanakan.
5) Tanah yang diperuntukkan bagi proyek jalan dan jembatan dibebaskan
melalui mekanisme yang sesuai dengan peraturan dan perundangan
yang berlaku dengan mempertimbangkan kriteria/faktor tata guna
lahan/tanah dan kesesuaian lahan/tanah. Estimasi biaya pengadaan
tanah disesuaikan dengan Perpres 65/2006 dan keputusan Kepala
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 3/2007, serta kebijakan
pemukiman kembali yang didasarkan pada kepadatan penduduk, luas
pengadaan tanah serta prosentasi keluarga yang setuju untuk
dipindahkan, atau mengikuti pedoman pengadaan tanah untuk
pembangunan jalan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan
Umum.
6) Kegiatan yang berpengaruh besar terhadap pengadaan tanah, meliputi :
penetapan tanggal permulaan yang tepat untuk pekerjaan-
pekerjaan konstruksi;
penetapan dan perhitungan biaya-biaya proyek;
kebijakan dan regulasi pemerintah kaitannya dengan pertanahan
dan pengadaan tanah.
4.1.2 PROPOSAL RENCANA PEMBANGUNAN
Sebagai upaya untuk memperoleh tanah bagi pelaksanaan pembangunan
untuk kepentingan umum, Kementerian PU sebagai instansi pemerintah yang
memerlukan tanah menyusun proposal rencana pembangunan paling lambat
1 (satu) tahun sebelumnya, yang menguraikan :
a. maksud dan tujuan pembangunan;
b. letak dan lokasi pembangunan;
c. luasan tanah yang diperlukan;
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 11
d. sumber pendanaan;
e. analisis kelayakan lingkungan perencanaan pembangunan, termasuk
dampak pembangunan berikut upaya pencegahan dan pengendaliannya.
Penyusunan proposal rencana pembangunan Kementerian PU yang memerlukan
tanah dapat meminta pertimbangan Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia.
Proposal rencana pembangunan tidak diperlukan dalam hal pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum dipergunakan untuk fasilitas
keselamatan umum dan penanganan bencana yang bersifat mendesak.
a. PROAKTIF DAN ANTISIPASI TUGAS P
2
T
Berdasarkan Perpres 65/2006, tugas P
2
T meliputi :
1) mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan,
tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah
yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan;
2) mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya
akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya;
3) menetapkan besarnya ganti rugi atas yang haknya akan dilepaskan
atau diserahkan;
4) memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang
terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah
mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut dalam bentuk
konsultasi publik baik melalui tatap muka, media cetak, maupun media
elektronik agar dapat diketahui oleh seluruh masyarakat yang terkena
rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah;
5) mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan
instansi pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang memerlukan
tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi;
6) menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para
pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain
yang ada di atas tanah;
7) membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah;
8) mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas
pengadaan tanah dan menyerahkan kepada pihak yang berkompeten.
b. HASIL SURVEI LAPANGAN
Mengingat bahwa pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan
untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah,
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 12
maka data dan informasi kondisi eksisting tanah dari hasil survei lapangan
secara awal untuk mendapatkan :
kepastian jumlah penduduk/KK yang terkena pembangunan
infrastruktur bidang PU untuk menghindari masuknya orang-orang
yang mencoba mengambil keuntungan dari kebijaksanaan ini, dan
mengumpulkan data tentang kondisi sosial ekonomi penduduk dan
kondisi kegiatan infrastruktur bidang PU.
Ikhwal tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan
dengan tanah yang akan terkena kegiatan pembangunan infrastruktur
bidang PU, tampilan yang disajikan meliputi :
i. luas, kondisi, status tanah dan bangunan yang terkena pembangunan
infrastruktur bidang PU (disusun dalam tabel kelompok yang terkena
dampak : 0-25%, 25-50%, 50-75%, dan 75-100%);
ii. jumlah orang yang dipindahkan yang terkena;
iii. umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, standar hidup dan biaya
hidup orang yang dipindahkan serta mereka yang terpindahkan;
iv. jumlah, jenis dan besaran usaha formal maupun informal;
v. kemungkinan dampak positif dan negatif terhadap penduduk, aset
budaya serta lingkungan.
Secara rinci, ada pula yang perlu diketahui :
1) TANAH
Data dan informasi tentang tanah bisa menentukan besaran ganti rugi.
a) tanah perumahan :
apabila sisa tanah tidak layak huni, sisa luas tanah < 60 m
2
atau
tidak sesuai dengan ketentuan RTRW, dianggap seluruh bidang
tanah terkena kegiatan dan harus diganti seluruhnya;
b) tanah yang dipergunakan untuk bangunan tempat usaha :
apabila sisa tanah tidak layak usaha, sisa luas tanah < 24 m
2
atau
tidak sesuai dengan ketentuan RTRW, dianggap seluruh bidang
tanah terkena kegiatan dan harus diganti seluruhnya;
c) lahan usaha pertanian :
apabila sisa tanah tidak layak usaha yang berbasisikan tanah, sisa
luas tanah < 0,25 ha atau tidak sesuai dengan ketentuan RTRW,
dianggap seluruh bidang tanah terkena kegiatan dan harus diganti
seluruhnya.
2) BANGUNAN
Data dan informasi tentang bangunan bisa menentukan besaran ganti
rugi.
a) bangunan rumah tinggal :
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 13
apabila sisa luas bangunan tidak layak huni, sisa luas bangunan <
21 m
2
atau tidak sesuai dengan ketentuan RTRW, dianggap
seluruh bidang tanah terkena kegiatan dan harus diganti
seluruhnya;
b) bangunan tempat usaha :
apabila sisa bangunan tidak layak usaha, sisa luas bangunan < 18
m
2
atau tidak sesuai dengan ketentuan RTRW, dianggap seluruh
bangunan terkena kegiatan dan harus diganti seluruhnya;
c) bangunan lainnya :
apabila sisa bangunan tidak layak pakai atau tidak sesuai untuk
pengunaan seperti sebelumnya, atau tidak sesuai dengan
ketentuan RTRW, dianggap seluruh bangunan terkena kegiatan
dan harus diganti seluruhnya.
Perkiraan besarnya ganti kerugian bangunan didasarkan atas nilai jual
bangunan yang bersangkutan dengan mengacu pada standar harga
bangunan dari instansi terkait, misalnya NJOP, dengan memperhatikan
aspirasi masyarakat dan ijin mendirikan bangunan (IMB).
Besarnya gantu kerugian berdasarkan IMB, dihitung sebagai berikut :
a) Bangunan yang sudah memiliki IMB dinilai, 100%, atau disesuaikan
dengan peraturan daerah yang bersangkutan;
b) Bangunan yang belum meiliki IMB dinilai maksimal 75%, atau
disesuaikan dengan peraturan daerah yang bersangkutan.
3) TANAMAN
Nilai jual dari tanaman yang dilakukan oleh instansi terkait, sebagai
kondisi yang harus dicermati, dengan mempertimbangkan faktor-faktor
sebagai berikut :
a) Jenis tanaman dan nilai komersialnya;
b) Umur dan tingkat produktifitas.
4) BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
Nilai benda atau asset yang berkaitan dengan tanah, terkadang sulit
ditaksir nilainya, berdasarkan tingkat pentingnya dinilai berdasarkan :
a) Ketentuan dan standar harga dari instansi terkait;
b) Pedoman harga berdasarkan kebijakan pemerintah kabupaten/kota
setempat;
c) Aspirasi Masyarakat.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 14
c. HASIL JAJAG DAN PENYULUHAN MASYARAKAT
Masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah, sebagai subyek pembangunan,
sebagai pemangku kepentingan, sebagai pengguna/pemanfaat akhir
sampai sebagai masyarakat terkena dampak pembangunan infrastruktur
bidang PU.
Kementerian PU sebagai instansi pemerintah yang memerlukan tanah
bersama P
2
T Kabupaten/Kota melaksanakan penyuluhan untuk menjelaskan
manfaat, maksud dan tujuan pembangunan kepada masyarakat serta
dalam rangka memperoleh kesediaan dari para pemilik.
Penyuluhan dilaksanakan di tempat yang ditentukan dalam surat
undangan yang dibuat oleh P
2
T Kabupaten/Kota, dan dalam pelaksanaannya
dipandu P
2
T Kabupaten/Kota.
1) TANGGAPAN MASYARAKAT
Dalam hal penyuluhan terjadi keadaan atau tanggapan masyarakat :
a) diterima oleh masyarakat, dilanjutkan dengan kegiatan pengadaan
tanah;
b) tidak diterima oleh masyarakat, P
2
T Kabupaten/Kota melakukan
penyuluhan kembali .
Dalam hal penyuluhan kembali telah dilakukan, namun terjadi :
a) tetap tidak diterima oleh 75% (tujuh puluh lima persen) dari para
pemilik tanah, sedangkan lokasinya dapat dipindahkan, Kementerian
PU sebagai instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan
alternatif lokasi lain;
b) tetap tidak diterima oleh masyarakat, sedangkan lokasinya tidak
dapat dipindahkan ke lokasi lain sebagaimana kriteria yang telah
ditetapkan, maka P
2
T Kabupaten/Kota mengusulkan kepada Bupati
/Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta untuk menggunakan ketentuan UU 20/1961.
d. KELOMPOK MASYARAKAT TERKENA KEGIATAN PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR BIDANG PU.
Masyarakat dimaksud dapat dikelompokkan dalam:
1) Masyarakat yang mempunyai sertifikat yang sah, girik, atau hak adat
(perorangan atau kelompok);
2) Masyarakat yang menguasai tanah pada lahan pemukiman, komersial,
atau industri di lokasi proyek, tetapi belum mempunyai sertifikat atau
bukti pemilikan yang sah;
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 15
3) Masyarakat yang menduduki tanah pada lahan prasarana dan fasilitas
umum seperti: di atas sungai, jalan, taman atau fasilitas umum lainnya
di daerah proyek;
4) Masyarakat yang berstatus sebagai penyewa.
ad 1) Masyarakat yang mempunyai sertifikat yang sah, Girik atau
Adat.
a) Masyarakat terkena pembangunan infrastruktur bidang PU,
yang mempunyai sertifikat, girik atau hak adat, mendapat ganti
rugi atas tanah, bangunan dan aset yang terlekat sesuai dengan
status kepemilikan dan kondisi lingkungannya.
b) Masyarakat yang terpaksa pindah, dapat memilih kompensasi
tunai atau bentuk lainnya.
c) Kapling tanah pada lokasi yang baru tersebut akan berstatus
sama atau lebih tinggi dari hak-hak yang semula dimilikinya, dan
sertifikat akan diterbitkan dalam waktu enam bulan setelah
pemindahan masyarakat.
d) Mereka mendapat biaya transport untuk memindahkan barang-
barangnya tidak termasuk bahan sisa bangunan.
e) Mereka juga mendapat bantuan dan pembinaan untuk
meningkatkan kemampuannya untuk mengembangkan kehidupan
yang lebih baik.
ad 2) Masyarakat yang menguasai tanah pada lahan pemukiman,
komersial, atau industri di lokasi proyek, tetapi belum
mempunyai sertifikat atau bukti kepemilikan yang sah.
a) Masyarakat yang terkena pembangunan infrastruktur bidang
PU, yang terdaftar dalam survei dasar, yang menguasai tanah
dalam daerah pemukiman, komersial, atau industri pada lokasi
proyek, tetapi belum mempunyai sertifikat, girik atau hak adat,
mendapat ganti rugi atas tanah, bangunan dan aset yang
terlekat sesuai dengan lamanya tinggal dan nilai asetnya.
b) Masyarakat yang tersebut, yang terdaftar pada survei sosial
ekonomi, yang terpaksa pindah, dapat memilih kompensasi
tunai atau bentuk lainnya.
c) Kapling tanah pada lokasi yang baru tersebut akan berstatus
hak pakai atau hak yang lebih tinggi, dan sertifikatnya akan
diterbitkan dalam waktu enam bulan setelah pemindahan
masyarakat.
d) Masyarakat terkena pembangunan infrastruktur bidang PU
mendapat biaya pindah untuk memindahkan barang-barangnya
tidak termasuk bahan sisa bangunan.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 16
e) Masyarakat terkena pembangunan infrastruktur bidang PU juga
mendapat bantuan dan pembinaan dari Pemerintah Kabupaten/
Kota untuk meningkatkan keterampilan untuk mengembangkan
kehidupan yang lebih baik.
ad 3) Masyarakat yang menguasai tanah pada lahan prasarana dan
fasilitas umum.
a) Masyarakat terkena pembangunan infrastruktur bidang PU,
yang terdaftar pada survei sosial ekonomi yang berada di daerah
yang dikategorikan sebagai lahan umum, seperti: jalan kereta
api, atau di bawah jembatan layang, akan menerima santunan
atau bantuan pemukiman kembali lainnya dari pemerintah
daerah.
b) Dalam hal lahan umum tersebut: (i) telah ditempati dalam waktu
yang cukup lama tanpa sanksi dari pemerintah, (ii) mendapat
pengakuan dari pemerintah daerah dalam hal: kewajiban untuk
membayar pajak tanah atau biaya lainnya, persetujuan Camat/
Lurah dalam transaksi tanah sehingga tidak jelas apakah tanah
tersebut adalah milik umum, masyarakat terkena pembangunan
infrastruktur bidang PU harus mendapat kompensasi sesuai
rekomendasi dalam survei sosial ekonomi.
ad 4) Masyarakat yang berstatus sebagai penyewa
Masyarakat terkena pembangunan infrastruktur bidang PU yang
berstatus sebagai penyewa, dan terdaftar pada survei sosial
ekonomi akan dibantu dengan mencarikan rumah sewaan, atau
rumah tinggal dengan ukuran yang sama, yang dapat disewa atau
sewa beli dengan harga yang layak.
e. SURVEI SOSIAL EKONOMI, INFORMASI DAN KONSULTASI CALON
LOKASI.
Calon lokasi pembangunan infrastruktur bidang PU, baik yang membentuk
jaringan, menyebar maupun yang terkonsentrasi dalam satu lokasi,
khususnya sebagai pembangunan baru membutuhkan informasi lokasi.
1) SURVEI DASAR SOSIAL EKONOMI
a) Sebagai bagian dari proses perencanaan pembangunan infrastruktur
bidang PU, Pemerintah Kabupaten/Kota akan melakukan survei
dasar untuk: i) menentukan daerah yang akan dipengaruhi oleh
proyek dengan membuat alignment drawing; ii) mengidentifikasi
perkiraan dampak lingkungan dan sosial antara lain informasi
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 17
mengenai jumlah warga, tanah, bangunan dan aset lain yang
mungkin akan terkena.
b) Survey sosial ekonomi dilakukan setelah desain proyek tersedia
atau minimum setelah koridor jalan dapat dipastikan.
c) Tanggal pelaksanaan survei sosial ekonomi akan menjadi batas
akhir pencatatan masyarakat terkena pembangunan infrastruktur
bidang PU yang berhak menerima kompensasi, pemukiman
kembali dan pembinaan.
d) Survei sosial ekonomi dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
rinci mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat terkena
pembangunan infrastruktur bidang PU sebelum sub kegiatan
dilaksanakan. Kegiatan survei ini akan mencakup antara lain:
(1) luas, kondisi, status tanah dan bangunan.
(2) karakteristik sosial warga/rumah tangga yang terkena: jumlah,
umur, jenis kelamin, pendidikan, mata pencaharian (usaha
formal dan informal), standar hidup, lama tinggal.
(3) Informasi tentang kelompok rentan, misal kelompok yang hidup
di bawah garis kemiskinan, kepala rumah tangga perempuan,
janda, kelompok jompo, anak-anak, kelompok minoritas, orang-
orang yang tidak dilindungi oleh hukum terutama yang
berkaitan dengan kompensasi atas tanah.
(4) Status tanah dan sistem pengalihannya termasuk pola
penguasaan tanah.
(5) Harga pasar dan NJOP tanah dan bangunan. Informasi
didasarkan atas infromasi tertulis dari instansi berwenang
seperti bank lokal, broker lokal and notaris lokal.
(6) Dampak subproyek terhadap pola-pola interaksi sosial dalam
komunitas warga terkena subproyek termasuk jaringan sosial
dan sistem dukungan sosial.
(7) Karakteristik budaya masyarakat terkena pembangunan
infrastruktur bidang PU misal sistem kepercayaan yang dianut
warga, upacara tradisional keagamaan/kepercayaan, kelompok
-kelompok budaya.
(8) Karakteristik sosial budaya dari warga yang tinggal disekitar
relokasi baru.
e) Survei tersebut akan mencakup seluruh masyarakat terkena
pembangunan infrastruktur bidang PU, dan akan digunakan
sebagai informasi dasar bagi proses pengadaan tanah dan
pemukiman kembali serta program pembinaannya.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 18
2) INFORMASI, SOSIALISASI DAN KONSULTASI
a) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan sosialisasi secara intensif
kepada warga yang terkena proyek, untuk memberikan informasi
mengenai rencana, manfaat dan kemungkinan dampak kegiatan.
b) Sosialisasi dan konsultasi dilakukan bersamaan dengan survei
sosial ekonomi kepada seluruh masyarakat terkena pembangunan
infrastruktur bidang PU dan pemangku kepentingan terkait.
Kegiatan ini bisa dilakukan melalui diskusi terbuka, FGD (diskusi
kelompok), dialog, atau cara-cara lain sesuai dengan kondisi lokal.
c) Konsultasi dimaksudkan untuk menyerap pendapat/aspirasi dan
saran-saran dari masyarakat terkena pembangunan infrastruktur
bidang PU dan stakeholder terkait mengenai kebijakan pengadaan
tanah dan pemukiman kembali.
4.1.3 ALTERNATIF PENGADAAN/PENGGANTIAN TANAH
Pengadaan tanah tidak hanya untuk kepentingan pekerjaan konstruksi saja,
tetapi berorientasi pada nilai manfaat dari hasil pembangunan infrastruktur
bidang PU.
a. RENCANA KERJA PENGADAAN TANAH, PEMUKIMAN KEMBALI
DAN PEMBINAAN (RK-PTPKP).
Berdasarkan Land Aqcuisition and Resettlement Action Plan (LARAP),
sebagai upaya dalam pengadaan tanah dan pemukiman kembali.
1) Berdasarkan hasil survei sebagaimana dimaksud, selanjutnya
Pemerintah Kabupaten/Kota menyiapkan rencana kerja secara
menyeluruh mengenai RK-PTPKP.
2) Lingkup dan kedalaman RK-PTPKP ini akan bervariasi sesuai dengan
besaran dampak yang mungkin terjadi.
3) RK-PTPKP atau Land Aqcuisition and Resettlement Action Plan
(LARAP). Lengkap minimal harus mencakup elemen berikut :
a) deskripsi sub kegiatan;
b) dampak potensial dari sub-proyek, termasuk kegiatan proyek yang
memiliki dampak serta wilayah yang terkena dampak;
c) sasaran utama RK-PTPKP;
d) hasil temuan dari studi sosial-ekonomi;
e) kerangka institusi yang mengidentifikasi lembaga-lembaga yang
bertanggungjawab atas kegiatan pemukiman kembali serta langkah
-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan kapasitas lembaga
tersebut dalam melaksanakan pemukiman kembali;
f) kriteria kualifikasi bagi masyarakat terkena dampak pembangunan
infrastruktur bidang PU terhadap bentuk kompensasi dan
pembinaan pemukiman kembali yang akan diperoleh;
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 19
g) penilaian asset;
h) langkah-langkah pemukiman kembali, termasuk deskripsi mengenai
paket kompensasi dan langkah-langkah pemukiman kembali untuk
setiap kategori masyarakat terkena pembangunan infrastruktur
bidang PU, pemilihan lokasi, penyiapan dan strategi pemindahan
ke lokasi baru, perumahan, prasarana dan pelayanan sosial,
perlindungan dan pengelolaan lingkungan, mekanisme partisipasi
masyarakat dalam proses pemukiman kembali (termasuk warga
penerima);
i) prosedur penanganan keluhan ;
j) jadwal pelaksanaan dan organisasi penanggungjawab, termasuk
biaya dan anggaran ;
k) pemantauan dan evaluasi.
4) RK-PTPKP Sederhana (Abbreviated LARAP) Jika jumlah masyarakat
terkena pembangunan infrastruktur bidang PU kurang dari 200 orang
atau 40 KK, atau jika aset produktif yang terkena dampak subproyek
kurang dari 10%, maka dapat disusun RK-PTPKP sederhana. RK-
PTPKP Sederhana minimal harus mencakup elemen-elemen berikut :
a) survei sensus mengenai warga yang terkena proyek dan taksiran
aset;
b) deskripsi kompensasi dan pemukiman kembali;
c) konsultasi dengan masyarakat terkena pembangunan infrastruktur
bidang PU mengenai alternatif kompensasi;
d) tangggung jawab kelembagaan untuk pelaksanaan dan prosedur
penanganan keluhan dan solusinya;
e) pengaturan dan monitoring pelaksanaan; dan
f) jadwal dan pembiayaan.
5) RK-PTPKP disiapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk diserahkan
ke Kementerian PU untuk direview dan mendapat persetujuan. Setelah
Kementerian PU menyetujui, RK-PTPKP atau LARAP akan ditetapkan
sebagai Keputusan Bupati/Walikota.
6) Kementerian PU akan mengeluarkan Surat Tidak Berkeberatan (No
Objection Letter/NOL) apabila pengadaan tanah dapat diselesaikan
dan warga telah menerima kompensasi sesuai dengan RK-PTPKP.
7) Informasi kemajuan pelaksanaan pengadaan tanah disusun oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota dan dikirimkan kepada Kementerian PU.
b. KOMPENSASI DAN PILIHAN GANTI RUGI
Perlu jaminan agar masyarakat tidak dirugikan dalam proses pembangunan,
Kementerian PU berusaha mencegah atau mengurangi dampak pemukiman
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 20
kembali. Jika pemukiman kembali tidak dapat dihindari, Kementerian PU
membantu memulihkan mutu kehidupan dan mata pencaharian orang terkena
dampak. Apabila memungkinkan tidak hanya memulihkan tapi juga
meningkatkan mutu kehidupan, khususnya bagi kelompok rawan/rentan.
1) KOMPENSASI
a) Masyarakat terkena dampak pembangunan infrastruktur bidang PU,
terutama yang dipindahkan akan mendapat ganti kerugian. Ganti
kerugian atas tanah, bangunan, dan aset yang terlekat ditetapkan
sebagai biaya penggantian nyata sesuai yang ditetapkan. Ganti
kerugian tersebut disepakati dalam musyawarah antara pihak
Kementerian PU dan orang-orang yang dipindahkan berdasarkan
biaya penggantian nyata tersebut.
b) Kompensasi untuk pohon, tanaman dan harta lainnya disesuaikan
dengan standard harga per pohon dari instansi yang relevan dengan
memperhitungkan harga pasar setempat.
c) Tidak ada orang-orang yang dipindahkan diambil tanah dan asetnya
tanpa menerima kompensasi yang wajar.
d) Sistem pemantauan dan evaluasi untuk jalannya proses kompensasi
akan dilaksanakan untuk menjamin bahwa orang-orang yang
dipindahkan telah menerima kompensasinya sesuai dengan yang
dijelaskan di atas. Pemantauan akan dilaksanakan oleh lembaga
independen setempat (misalnya Perguruan Tinggi) dan akan berupa
survei sensus atau sampling tergantung pada jumlah rumah tangga
yang terkena proyek. Laporan mengenai hasil dan rekomendasinya
akan dipublikasikan.
2) REHABILITASI DAN PEMBINAAN
Disamping menerima ganti kerugian atas tanah/.bangunan, dan aset
yang terlekat, orang-orang yang dipindahkan akan mendapat bantuan
rehabilitasi dan pembinaan, agar mampu mengembangkan kehidupan
yang lebih baik dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang baru.
3) PILIHAN GANTI RUGI
a) Berdasarkan kesepakatan yang dicapai dalam musyawarah, warga
yang terpindahkan dapat mempunyai pilihan untuk mendapatkan
ganti kerugian yaitu berupa uang, pemukiman kembali atau bentuk
lainnya.
b) Ganti kerugian dalam bentuk lain adalah berupa alternatif pilihan
antara lain : kaveling siap bangun, pertukaran tanah, perumahan
murah, rumah susun, real estate dengan fasilitas KPR-BTN atau
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 21
kemungkinan lainnya yang dapat diusahakan oleh kepedulian
Pemerintah Kabupaten/Kota.
c) Di antara berbagai pilihan tersebut terdapat kemungkinan untuk
tempat penampungan, dimana warga yang terpindahkan tidak perlu
membayar lebih daripada pengeluaran rutin seperti tercatat pada
survei sosial ekonomi.
d) Orang-orang yang dipindahkan dapat pula membentuk kelompok
perumahan kooperatif melalui usaha bersama membangun
perumahannya. Untuk ini kepedulian Pemerintah Kabupaten/Kota
berkoordinasi dengan Instansi terkait memberikan bantuan
pelayanan dan pembinaan yang diperlukan.
e) Jika jumlah orang yang dipindahkan melebihi 200 orang, atau 40
keluarga, dimana pada lokasi disekitarnya tidak terdapat proyek
Perumnas, proyek perumahan pemerintah, atau proyek perumahan
murah dengan fasilitas KPR-BTN yang dapat dikoordinasikan,
maka Kepedulian Pemerintah Kabupaten/Kota akan membangun
lokasi pemukiman kembali sesuai permintaan orang-orang yang
dipindahkan secara khusus.
f) Orang-orang yang dipindahkan tidak akan dibebani penyusutan
(depresiasi) bangunan, pungutan atau pajak atas ganti rugi yang
diterimanya. Jika ada, maka penyusutan bangunan, pungutan dan
pajak atas ganti rugi tersebut akan dicakup dalam biaya proyek.
g) Biaya sertifikat baru yang diberikan kepada orang-orang yang
dipindahkan akan dicakup dalam biaya proyek.
h) Orang-orang yang dipindahkan dapat mengambil dan membawa
bekas bahan bangunan mereka ke lokasi yang baru. Mereka
mendapat bantuan biaya angkutan untuk pindah ke lokasi yang
baru.
i) Orang-orang yang dipindahkan yang mempunyai (i) sisa tanah dan
bangunannya tidak layak untuk hunian atau tempat kerja, atau (ii)
sisa tanahnya kurang dari 60 m
2
, atau (iii) sisa tanah pertaniannya
kurang dari 50
%
terhadap ukurannya semula, atau (iv) sisa
bangunannya kurang dari 21 m
2
, mempunyai pilihan untuk
dimasukkan dalam kelompok warga yang terpindahkan dengan
mendapat kompensasi 100% terhadap pemindahan hak aset-aset
yang terkena sesuai dengan nilai dan perjanjian.
j) Orang-orang yang dipindahkan yang memenuhi ketentuan a.l. yang
sisa luas tanahnya kurang dari 60 m
2
dan bangunannya kurang dari
21 m
2
akan mempunyai pilihan untuk pindah ke kaveling baru
dengan luas tanah 60 m
2
dan luas bangunan 21 m
2
.
k) Pembangunan lahan pemukiman kembali, pemindahan penduduk,
dan pembayaran ganti rugi sesuai dengan RK-PTPKP diselesaikan
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 22
sebelum pelaksanaan konstruksi bagian proyek yang bersangkutan
dimulai.
c. PEMUKIMAN KEMBALI
Pelaksanaan pembangunan infrastruktur bidang PU, khususnya pada Proyek
Prasarana Jalan Strategis (SRIP - Strategis Roads Infrastructure Project)
telah menerapkan kegiatan pemukiman kembali pada warga terkena proyek
maupun pada warga yang secara fisik terpindahkan.
Pemukiman kembali (Resettlement), adalah upaya/kegiatan memukimkan
kembali warga terkena proyek ke lokasi baru yang memenuhi syarat sehingga
dapat mengembangkan kehidupan yang lebih baik atau minimal sama
dengan kondisi sebelumnya.
Masyarakat terkena kegiatan pembangunan infrastruktur bidang PU adalah
orang-orang atau institusi atau unit usaha yang karena pelaksanaan sub
kegiatan mengalami atau akan mengalami dampak pada (i) tingkat
kehidupannya; (ii) hak, pemilikan atau manfaat atas bangunan, tanah (tanah
pertanian, tanah rumput dan tanah produktif lain), atau aset fisik lainnya yang
diperoleh atau dimiliki, untuk sementara atau permanen; (iii) akses menuju
aset produktif baik sementara atau permanen; atau (iv) tempat usaha, mata
pencaharian, pekerjaan atau tempat tinggal atau habitat;
Masyarakat yang secara fisik terpindahkan, adalah masyarakat terkena
proyek yang mempunyai (i) sisa tanah dan bangunannya tidak layak untuk
hunian atau tempat kerja, atau (ii) sisa tanahnya kurang dari 60 m
2
, atau (iii)
sisa tanah pertaniannya tidak layak usaha;
Praktek atas operasionalisasi pengadaan tanah yang telah dilakukan namun
tidak diakomodir dalam pasal produk hukum antara lain tentang permukiman
kembali. Kata lain dari bentuk ganti rugi berupa permukiman kembali
dilaksanakan hanya sekedar memindahkan warga masyarakat yang terkena
proyek pembebasan dari tempat yang lama ke tempat yang baru, tanpa diikuti
dengan kegiatan untuk memulihkan kehidupan sosial ekonomi mereka.
Hubungan antara rakyat sebagai pemilik tanah secara turun temurun, dengan
tanah yang dimiliki tidak sekadar hubungan manusia dengan barang atau
benda mati. Raihan kenikmatan yang tak terukur dalam Rp, walau luasan
tanah menjadi berkurang karena warisan, mereka tetap merasa nyaman dan
aman tinggal dalam komunitas yang dinamis. Secara ekonomis mereka
mampu memprediksi nilai produktif tanah (cukup untuk kehidupan keluarga,
bahkan investasi tanah walau fluktuatif tetap menjanjikan), harga tawar nilai
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 23
jual obyek pajak, mereka juga telah mengkalkulasi posisi strategis lokasi
tanah yang prospektif.
Kontribusi tanah milik bagi penataan lingkungan untuk menunjang komunitas
lokal. Tanah yang mereka miliki - dalam tataran pendayagunaan - pun telah
memberikan kegiatan produktif dan nilai ekonomi bagi tetangga dan atau
warga sekitar dalam satu wilayah hunian. Berarti, tanah milik warga telah
menghasilkan fungsi sosial.
Di tengah masyarakat yang statis pun telah berkembang mekanisme jual beli
tanah di antara mereka. Hubungan transaksi didasarkan pada kepentingan
meningkatkan taraf hidup ekonomi dengan semangat gotong royong. Mereka
kenal harga dan permintaan pasar berdasarkan nilai produktif dan lokasi
strategis investasi di sektor-sektor yang dibutuhkan.
Pasca Reformasi, masyarakat sudah memahami arti dibalik pembebasan
tanah untuk kepentingan umum sekali pun. Pemikiran tentang perlunya
pemulihan sosial ekonomi warga masyarakat yang terkena pembebasan
tanah masih bukan sebagai solusi yang jitu.
Bagi warga masyarakat yang sebelumnya tanah merupakan aset yang
berharga, sebagai tempat usaha produktif, terpaksa kehilangan aset nya
kerena mereka dipindahkan ketempat pemukiman yang baru. Pemulihan
lokasi pemukiman yang baru bagi warga masyarakat seharusnya dibarengi
dengan perencanaan pembangunan infrastruktur yang mendukung kegiatan
dalam upaya pemulihan kehidupan sosial ekonomi warga masyarakat.
Setidak-tidaknya masyarakat tidak akan menjadi lebih miskin sebelum tanah
dibebaskan.
1) LOKASI PEMUKIMAN KEMBALI
Lokasi yang dicadangkan untuk memukimkan kembali warga yang
terpindahkan, dilengkapi dengan prasarana dan sarana umum yang
mencukupi untuk mendukung pengembangan kehidupan sosial ekonomi
yang baik, di antaranya:
a) jalan kendaraan atau jalan setapak sesuai dengan kebutuhan;
b) saluran drainase;
c) sarana air minum, jika belum ada jaringan PDAM perlu tersedia air
sumur yang memenuhi syarat kesehatan ;
d) sambungan listrik;
e) fasilitas kesehatan, pendidikan, tempat kerja, ibadah, olahraga dsb
sesuai dengan besaran komunitas yang terbentuk;
f) kemudahan angkutan umum.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 24
Lokasi yang dicadangkan untuk pemukiman kembali sebagaimana
dimaksud di atas akan diumumkan secara luas sehingga masyarakat
umum dapat mengetahui.
Masyarakat terkena pembangunan infrastruktur bidang PU akan diberitahu
mengenai kesiapan lokasi pemukiman kembali paling sedikit satu bulan
sebelum pemindahan dan diberi kesempatan untuk meninjau lokasi
tersebut.
Pemindahan masyarakat dilaksanakan setelah prasarana dan sarana di
lokasi pemukiman kembali selesai dibangun dan dinyatakan layak huni
oleh direksi pengawas proyek dan tokoh masyarakat setempat
2) PRINSIP UMUM
Pemukiman kembali secara tidak suka rela harus sedapat mungkin
dihindari atau diminimalkan.
Jika pemukiman kembali tidak dapat dihindarkan, masyarakat terkena
kegiatan pembangunan infrastruktur bidang PU harus dibantu dalam
upaya mereka untuk meningkatkan mata pencaharian dan standard hidup
sehingga tingkat kehidupannya menjadi lebih baik atau setidak-tidaknya
sama dengan tingkat kehidupan sebelumnya.
Masyarakat terkena kegiatan pembangunan infrastruktur bidang PU akan
mendapatkan kompensasi yang layak sesuai dengan perhitungan biaya
penggantian riil (real replacement cost) atas hilangnya aset yang dimiliki
sebagai akibat dari sub-proyek.
Masyarakat terkena kegiatan pembangunan infrastruktur bidang PU harus
mendapatkan informasi yang layak atas hak-haknya serta mendapatkan
kesempatan untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan
pengadaan tanah dan pemukiman kembali.
Apabila antara warga terkena proyek dan pemerintah kabupaten/kota tidak
berhasil mencapai kesepakatan mengenai Resettlement Action Plan
(RAP) selama lebih dari satu tahun, maka subproyek yang bersangkutan
akan dikeluarkan dari program SRIP.
Jika jumlah warga terkena proyek kurang dari 200 orang atau 40 KK, atau
jika aset produktif yang hilang kurang dari 10% dan tidak terdapat warga
yang secara fisik terpindahkan, maka Land Aqcuisition and Resettlement
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 25
Action Plan (LARAP) Sederhana dapat dilakukan. Selain dari kondisi
tersebut, LARAP lengkap perlu dilakukan. Namun, ketentuan dilakukannya
LARAP Sederhana atau LARAP Lengkap dalam setiap sub-proyek harus
dikaji secara kasus per kasus.
3) PENTING/TIDAK PENTINGNYA PEMUKIMAN KEMBALI
Rencana pemukiman kembali tidak melihat seberapa penting/tindak
pentingnya dampak pemukiman kembali. Tingkat dampak dan jumlah
masyarakat terkena dampak kegiatan pembangunan infrastruktur bidang
PU, bukan sebagai faktor penentu diberlakukannya suatu pemukiman
kembali.
Pemukiman kembali ibarat menata ulang kehidupan masyarakat, baik
dalam tataran individu, keluarga atau dalam satu tatanan komunitas.
Pemukiman kembali diharapka tidak memutus mata rantai kehidupan
masyarakat. Kendati terjadi pemukiman kembali, ada beberapa faktor
pertimbagan :
a) Kerangka kebijakan, apa sudah tersedia dalam NSPM, bersifat
insidentil/kondisional, atau diperlukan kebijakan khusus?.
b) Mendefinisikan entitelmen (bantuan/hak yang layak diterima
masyarakat terkena dampak pembangunan inftasruktur bidang PU
berdasarkan jenis kerugian yang dialami dan kelayakan, siapa yang
akan menerima ganti rugi dan rehabilitasi serta bagaimana bentuk
langkah ini?
c) Perencanaan Jender, apakah hak dan kepentingan wanita sudah
masuk dalam pertimbangan?
d) Persiapan social, apakah kepentingan penduduk suku terasing dan
kelompok rentan/rawan dipenuhi?
e) Anggaran, bagaimana pengadaan lahan dan pemukiman kembali
dibiayai?
f) Batasan waktu, bagaimana pengadaan lahan dan pemukiman kembali
sesuai dengan jadwal kegiatan pembangunan secara keseluruhan?
4) MIGRASI SECARA SUKARELA
Pemindahan secara suka rela seperti migrasi dari desa ke kota dan
program transmigrasi yang dikelola pemerintah, umumnya meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang ikut dalam pemindahan seperti ini
(i) mungkin atas keinginan sendiri, berusia muda atau dewasa yang belum
berumah tangga; atau (ii) rumah-tangga yang dikepalai laki-laki pada
kategori (i) mereka bersifat dinamis, berinisiatif dan mau menghadapi
risiko dalam mengejar kesempatan dan tantangan baru. Program
transmigrasi, yang dilakukan oleh pemerintah, dan berhasil adalah yang
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 26
sering direncanakan dengan perhatian besar bukan saja terhadap tempat
perumahan baru tetapi juga terhadap kesempatan memperoleh mata
pencaharian, fasilitas sosial, organisasi kemasyarakatan serta kebutuhan
sosial budaya dan agama. Perencanaan program seperti ini, pada
umumnya, dibuat dengan seksama, melibatkan survai sumber daya alam
termasuk keadaan agroklimatik di daerah pemukiman dan identifikasi pola
tanam yang sesuai dan kesempatan mata pencaharian lain yang dapat
berhasil. Transmigran dibantu untuk pindah ke lokasi baru, diberikan
rumah dan bantuan makanan selama masa transisi, dilatih dan dibina
bagaimana mengembangkan diri dan diberikan bantuan fasilitas di daerah
transmigrasi, seperti mendapat pinjaman, pemasaran dan fasilitas
lanjutan.
5) MENGHINDARKAN ATAU MEMINIMALKAN PEMUKIMAN KEMBALI
Secara teknis, perencanaan umum maupun perencanaan teknis
infrastruktur bidang PU dapat menyesuaikan dengan kondisi fisik
lapangan, terutama pada lokasi padat penduduk, lahan produktif
pertanian, daerah berkembang, dsb.
Jika terjadi pemukiman kembali, diusahakan paling tidak seperti pola yang
pernah ada, yaitu :
a) Pemukiman kembali rudapaksa : suatu proyek pemukiman kembali
bagi orang terkena dampak karena adanya pembangunan atau proyek
yang mengakibatkan kerugian sehingga orang-orang tersebut tidak
mempunyai pilihan kecuali berusaha membangun kembali kehidupannya,
penghasilannya dan harta kekayaanya ditempat lain.
Pemukiman kembali rudapaksa melibatkan penduduk dari berbagai
tingkat usia dan jenis kelamin. Sebagian dari mereka dipindahkan ke
tempat lain yang bertentangan dengan keinginannya. Kebanyakan
mereka ini tidak suka mengambil resiko dan kurang dinamis, kurang
inisiatif dan tidak menginginkan pindah ke lokasi baru ini dan tidak
ingin melakukan pekerjaan baru. Kaum wanita dan rumah tangga yang
kepala rumah tangganya wanita akan lebih menderita daripada kaum
pria, karena ganti rugi seringkali diberikan kepada pria, dan rumah
tangga yang kepala rumah tangganya wanita biasanya berstatus
ekonomi lemah dan terbatas kemampuannya ke tempat-tempat
fasilitas umum/sosial. Tanpa bantuan yang cukup, orang yang
dimukimkan rudapaksa ini dapat menjadi miskin. Jika pemukiman ini
tidak dapat dihindarkan, harus direncanakan dan dilaksanakan
sedemikian rupa sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat dan
kemiskinan turun, khususnya, bagi orang-orang rentan/rawan.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 27
b) Relokasi : Membangun kembali perumahan, harta kekayaan, termasuk
tanah produktif dan prasarana umum di lokasi lain.
Melalui identifikasi permasalahan, khususnya yang terkait dengan
perumahan dapat dijaring pandangan keinginan masyarakat. Table 4.
Tabel 4.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PERUMAHAN
HASIL SURVEI
MASALAH YG
DIHADAPI
FAKTOR
PENYEBAB
KENDALA UTAMA
KEINGINAN
MASYARAKAT
Dibangunkan
rumah layak huni di
lokasi baru.
Memulai
kehidupan baru.
Akses ke
sumber daya
kunci terbatas.
Relokasi /
pemukiman
kembali
Akses ke tempat kerja,
pendidikan, dll.
Bangun baru dan
permanen.
Perbaikan rumah
Komunitas
berkurang.
Adaptasi
dengan
infrastruktur
terbangun.
50%-75%
tanah
dibebaskan
Pengaruh lingkungan
eksternal / infrastruktur
bid PU.
Perbaikan sesuai
kebutuhan.
4.2. PENGADAAN TANAH DALAM TAHAP PELAKSANAAN KONSTRUKSI
Mengacu pada pengertian pengadaan tanah (adalah setiap kegiatan untuk
mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang
melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda
yang berkaitan dengan tanah) maka data dan informasi tentang tanah,
bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah sangat
diperlukan sebagai tahap awal pengadaan tanah.
Pelaksanaan konstruksi (Construction) dalam Sisdalmen Kementerian PU
mempunyai tahap sesuai pengadaan barang/jasa pemerintah meliputi Tahap
Pra Kontra, Tahap Penandatangan Kontrak dan Tahap Pasca Penandatangan
Kontrak.
Untuk mendapatkan data dan informasi tentang kondisi eksisting tanah,
Kementerian PU yang telah menyusun Proposal Rencana Pembangunan dapat
mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada Bupati/Walikota atau
Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan tembusan
disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
Sejalan dengan proses formal di BPN tersebut, pihak Kementerian PU melalui
Satker atau UPT dapat melalukan proses informal ke masyarakat di calon
lokasi kegiatan. Proses yang dilakukan bisa merupakan penajaman dari lingkup
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 28
dan hasil studi kelayakan. Agar tak terjadi tumpang tindih maupun duplikasi
dengan tugas Panita Pengadaan Tanah (P
2
T), tak ada salahnya melakukan
upaya proaktif atau langkah antisipatif.
4.2.1 PENETAPAN LOKASI KEGIATAN
Sejalan dengan prosesi penetapan lokasi, Bupati/Walikota atau Gubernur
untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta melakukan pengkajian
kesesuaian rencana pembangunan dari aspek :
i. tata ruang;
ii. penatagunaan tanah;
iii. sosial ekonomi;
iv. lingkungan; serta
v. penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah.
Pelaksanaan pengkajian kesesuaian rencana pembangunan didasarkan atas
rekomendasi instansi terkait dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
Berdasarkan rekomendasi dimaksud, BupatilWalikota atau Gubernur untuk
wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta menerbitkan keputusan penetapan
lokasi.
Keputusan penetapan lokasi sebagaimana dimaksud disampaikan kepada
Kementerian PU selaku instansi pemerintah yang memerlukan tanah yang
tembusannya disampaikan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan
instansi terkait.
Keputusan penetapan lokasi tersebut berlaku juga sebagai ijin perolehan
tanah bagi Kementerian PU selaku instansi pemerintah yang memerlukan
tanah.
4.2.2 PENGHORMATAN TERHADAP HAK ATAS TANAH
Pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan tanah,
pengadaannya perlu dilakukan secara cepat dan transparan dengan tetap
memperhatikan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah
dan kepastian hukum.
Secara cepat dan transparan, termasuk prinsip dalam pembangunan
infrastruktur bidang PU yang juga merupakan pekerjaan konstruksi. Sebagai
pekerjaan konstruksi yang dalam pelaksanaannya diikat dengan kontrak dan
jadwal waktu.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 29
Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai Pengadaan
Tanah bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh instansi pemerintah
yang membutuhkan tanah serta oleh masyarakat pada umumnya.
Hak atas tanah sebagai awal proses untuk mendapatkan hak untuk hidup (UU
39/1999 tentang HAK ASASI MANUSIA, yaitu dalam hal :
i. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan
meningkatkan taraf kehidupannya.
ii. Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera
lahir dan batin.
iii. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
a. KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH
Kepastian hukum dimulai atau termasuk batasan bahwa Kabupaten/Kota
telah mempunyai RTRW. Dengan RTRW yang telah ditetapkan maka
pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah, yang diperlukan
bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dapat
dilakukan.
Pihak yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman,
dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah adalah perseorangan,
badan hukum, lembaga, unit usaha yang mempunyai hak penguasaan
atas tanah dan/atau bangunan serta tanaman yang ada di atas tanah.
b. PENGARUH HAK ATAS TANAH TERHADAP KONTRAK
Proses pengadaan tanah kemungkinan menemukan berbagai kendala di
lapangan, di lain pihak pekerjaan konstruksi tak bisa ditunda. Perpres
54/2010 tentang PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH telah
mengatur jika dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada
saat pelaksanaan, dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis yang
ditentukan dalam Dokumen Kontrak, PPK bersama Penyedia Barang/Jasa
dapat melakukan perubahan Kontrak yang meliputi :
i. menambah atau mengurangi volume pekerjaan yang tercantum dalam
Kontrak;
ii. menambah dan/atau mengurangi jenis pekerjaan;
iii. mengubah spesifikasi teknis pekerjaan sesuai dengan kebutuhan
lapangan; atau
iv. mengubah jadwal pelaksanaan.
4.2.3 JAMINAN KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK
Mengacu pada ganti rugi adalah penggantian terhadap kerugian baik bersifat
fisik dan/atau nonfisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 30
mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang
berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang
lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan
tanah.
Ganti rugi tidak hanya didasarkan pada aspek Rupiah saja, tetapi aspek
lainnya (sosial ekonomi). Outcome LARAP dirancang mengikuti prinsip yang
sama dengan makna ganti rugi, yaitu memberikan kelangsungan hidup yang
lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan
tanah.
Prinsip ini membawa konsekuensi pada proses pemantauan dan evaluasi,
yaitu pelaksanaannya dilakukan selama umur pakai infrastruktur publik yang
dibangun.
4.2.4 PEMBANGUNAN YANG BERKEADILAN
Berdasarkan identifikasi permasalahan pembangunan, pembangunan
infrastruktur diprioritaskan pada penyediaan infrastruktur dasar agar dapat
menjamin baik keberlangsungan fungsi masyarakat atau rumah tangga,
maupun dunia usaha dalam rangka mewujudkan kesejahteraan, memperkecil
kesenjangan, dan mewujudkan keadilan. Infrastruktur dasar merupakan
infrastruktur yang harus disediakan oleh pemerintah karena tidak memiliki
aspek komersial, sedangkan infrastruktur yang memiliki nilai komersial
diharapkan dibiayai melalui partisipasi pihak swasta ataupun masyarakat
melalu mekanisme unbundling maupun dual track strategy.
Penyediaan infrastruktur dasar diprioritaskan untuk menjamin akses
masyarakat terhadap jasa kegiatan infrastruktur, seperti air bersih, sanitasi,
perumahan, transportasi, listrik serta informasi dengan harga terjangkau bagi
seluruh masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah; serta
pengelolaan sungai beserta daerah tangkapan air, seperti pembangunan
Banjir Kanal Jakarta dan penanganan Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo
untuk mengatasi bencana alam banjir di berbagai daerah.
Pembangunan yang berkeadilan sesuai Inpres 3/2010 tentang PROGRAM
PEMBANGUNAN YANG BERKEADILAN, meliputi program :
i. Pro rakyat;
ii. Keadilan untuk semua (justice for all);
iii. Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development
Goals - MDGs).
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 31
4.2.5 PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
Esensi pembangunan yang berkeadilan termasuk pemenuhan kebutuhan
dasar manusia, melalui pembangunan infrastruktur dasar. Terkait dengan
pengadaan tanah, maka pilihan untuk tetap tinggal di sekitar tanah yang
dibebaskan atau pindah ke lokasi lain yang harus tersedia (sebagai relokasi
atau ganti untung). Pilihan lain seperti menerima uang tunai, ikut menanam
modal usaha, tukar guling, sebagai tenaga kerja, dan sebagainya dapat
dirumuskan dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kearifan lokal.
4.2.6 MASYARAKAT SEBAGAI MITRA
Belajar dari berbagai pengalaman dalam membangunan infrastruktur bidang
PU, tentu banyak faedah, manfaat maupun hikmah yang dapat dijadikan
pedoman selanjutnya.
Masyarakat sebagai mitra (dalam tataran pemangku kepentingan) lebih ke
arah penerapan pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive
approach) dengan lebih meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan, baik dalam pemilihan sistem yang dibangun, pola
pendanaan, maupun tata cara pengelolaannya.
4.3. DAMPAK PENGADAAN TANAH DALAM TAHAP PASCA KONSTRUKSI
Tahap Operasi dan Pemeliharaan dalam Sisdalmen Kementerian PU,
menandakan bahwa telah terjadi Serah Terima Pekerjaan.
4.3.1 DUKUNGAN DAN KERJA SAMA ANTAR DAERAH
Infrastruktur bidang PU memerlukan lahan luas di suatu lokasi (irigasi/waduk)
atau membutuhkan lahan yang memanjang (seperti jalan, jalan tol,
pematusan, jaringan pipa air minum) dapat melintas lebih dari satu batas
wilayah administratif. Masing-masing pemerintah provinsi, atau pemerintah
kabupaten/kota mungkin mempunyai pedoman mengenai Pemukiman
Kembali yang berbeda, cara pelaksanaan yang berbeda, kemampuan yang
berbeda dan sumber daya yang berbeda.
Kerja sama antar daerah diawali dari bidang penataan ruang, karena
penataan ruang daerah tidak dapat dibatasi oleh administratif daerah tapi
lebih ditentukan oleh terbangunnya kawasan yang fungsional dan lingkungan
ekosistem wilayah. Peran provinsi sangat menentukan dalam rangka
pelaksanaan penataan ruang terutama untuk mensinergikan pelaksanaan
penataan ruang di wilayah perbatasan antar kabupaten/antar kota/ antar
kabupaten-kota, pengembangan infrastruktur lintas daerah, dan pengendalian
pemanfaatan ruang diantara kedua wilayah administrasi yang berbatasan.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 32
Pembangunan infrastruktur berbasis penataan ruang untuk mendukung
pusat-pusat produksi dan ketahanan pangan, mendukung keseimbangan
pembangunan antar daerah, meningktakan kualitas lingkungan perumahan
dan permukiman dan mendorong industri konstruksi untuk mewujudkan
Indonesia yang lebih sejahtera.
Melalui kerja sama daerah diharapkan dapat mengurangi kesenjangan
daerah dalam penyediaan pelayanan umum khususnya yang ada di wilayah
terpencil, perbatasan antar daerah dan daerah tertinggal.
4.3.2 OBJEK KERJA SAMA DAERAH
Objek kerja sama daerah adalah seluruh urusan pemerintahan yang telah
menjadi kewenangan daerah otonom dan dapat berupa penyediaan
pelayanan publik (adalah pelayanan yang diberikan bagi masyarakat oleh
Pemerintah yang berupa pelayanan administrasi, pengembangan sektor
unggulan dan penyediaan barang dan jasa seperti rumah sakit, pasar,
pengelolaan air bersih, perumahan, tempat pemakaman umum, perparkiran,
persampahan, pariwisata, dan lain-lain).
Pelayanan publik (UU 25/2009 tentang PELAYANAN PUBLIK) adalah kegiatan
atau rangkaian kegiatan dalam r angka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Objek yang dapat dikerjasamakan meliputi seluruh urusan yang menjadi
kewenangan daerah otonom, aset daerah dan potensi daerah serta penyediaan
pelayanan umum. Pelaksanaan kerja sama harus berpegang pada prinsip
efisiensi, efektivitas, sinergi, saling menguntungkan, kesepakatan bersama,
itikad baik, mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, persamaan kedudukan, transparansi,
keadilan dan kepastian hukum. Objek kerja sama merupakan faktor utama
yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan kerja sama untuk selanjutnya
menentukan pilihan bentuk kerja sama yang akan dilaksanakan.
4.3.3 SINKRONISASI KEGIATAN PUSAT DAN DAERAH
Berdasarkan kebijakan penganggaran (2010), rambu-rambu sinkronisasi
kegiatan pusat dan daerah :
a. Memilih kegiatan dengan merujuk pada pembagian urusan dan
kewenangan pusat dan daerah;
b. Mensinkronisasi antara kegiatan pada Renja K/L dengan kegiatan di
daerah yang dibiayai dari Dana Perimbangan dan Dana Otsus.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 33
Kegiatan perencanaan (daerah) diatur Undang-Undang No. 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Sesuai
dengan undang-undang tsb, perencanaan pembangunan nasional mencakup
penyelenggaraan perencanaan makro semua fungsi pemerintahan yang
meliputi semua bidang kehidupan secara terpadu dalam Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Perencanaan pembangunan nasional
terdiri atas perencanaan pembangunan yang disusun secara terpadu oleh
Kementerian/Lembaga dan perencanaan pembangunan oleh Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya.
Perencanaan Pembangunan Nasional tersebut menghasilkan:
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP);
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM);
Rencana Pembangunan Tahunan (RKP = Rencana Kerja Pemerintah).
Dokumen rencana pembangunan yang disusun oleh pemerintah daerah
sesuai dengan SPPN adalah sebagai berikut:
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Rencana Pembangunan Tahunan/Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD).
Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD)
Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD).
Tabel 4.2. Substansi Inti/Kegiatan Prirotas Tanah dan Tata Ruang
SUBSTANSI INTI/KEGIATAN
PRIORITAS
INSTANSI PELAKSANA
SASARAN
PELAKSANAAN
DI WILAYAH
Tanah dan Tata Ruang
Konsolidasi kebijakan
penanganan dan pemanfaatan
tanah untuk kepentingan umum
secara menyeluruh di bawah
satu atap dan pengelolaan tata
ruang secara terpadu.
BPN,
Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Hukum dan
HAM, Setneg,
Kementerian Pertanian,
Kementerian Kehutanan.
Terlaksananya sinkronisasi
kebijakan terkait tata
ruang dan pertanahan.
Tanah dan Tata Ruang
Konsolidasi kebijakan
penanganan dan pemanfaatan
tanah untuk kepentingan umum
secara menyeluruh di bawah
satu atap dan pengelolaan tata
ruang secara terpadu.
Kementerian Kehutanan,
Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian ESDM,
Kementerian Kelautan dan
Perikanan,
Kemeneg LH,
Kementerian Nakertrans,
Kementerian PU,
Kemeneg PDT.
Penyusunan RPP tentang
Perubahan Peruntukan
Kawasan Hutan.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 34
4.3.4 TANGGUNG JAWAB KELEMBAGAAN
Kementerian PU sebagai penanggung jawab program/kegiatan pembangunan
infrastruktur bidang PU, selain memfungsionalisasikan P
2
T yang telah
dibentuk untuk menunjang penyelenggaraan pembangunan pada tahapan
pengadaan tanah, sedangkan peran pemerintah kabupaten/kota pada
tahapan pemukiman kembali dan pemberdayaan.
Kontribusi pemerintah kabupaten/kota dapat berupa :
a. Peningkatan keterampilan warga terutama penganggur sehingga memiliki
keterampilan siap pakai sesuai peluang usaha yang ada.
b. Pemberdayaan Perempuan dalam bidang Perekonomian bagi yang
memilki keterampilan.
c. Pelatihan Manjemen Usaha dan Keterampilan, Pembinaan usaha dan
membangun kemitraan.
d. Suntikan modal untuk pengembangan dan peningkatan uasaha kecil
Menengah.
e. Bantuan pinjaman modal/tambahan modal dan pendamping usaha.
f. Penyediaan informasi lapangan kerja, penyediaan lapangan kerja/usaha.
g. Pemberian Bea siswa kepada anak yatim/miskin/anak usia sekolah yang
putus sekolah.
h. Memenuhi kebutuhan anak usia sekolah dari keluarga dampak
pembangunan di lembaga pendidikan formal maupun informal dalam
pemenuhan gizi.
i. Meringankan beban pemenuhan kebutuhan dasar sehari-hari.
j. Membentuk TPA anak-anak, pengajian remaja dan dewasa.
k. Santunan untuk fakir miskin, janda dan orang jompo.
l. Membentuk organisasi kepemudaan tingkat lingkungan/kelurahan.
4.3.5 MASYARAKAT SEBAGAI PEMANFAAT/PENGELOLA LAHAN SEKITAR
LOKASI.
Sejauh ini kita mengenal adanya pekerjaan yang dapat dilakukan dengan
Swakelola meliputi a.l. pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya
memerlukan partisipasi langsung masyarakat setempat. Partisipasi langsung
masyarakat setempat antara lain pekerjaan pemeliharaan saluran irigasi
tersier, pemeliharaan hutan/tanah ulayat, pemeliharaan saluran/jalan desa.
Pada tahap pengoperasian dan pemeliharaan terdapat lahan sekitar lokasi
infrastruktur bidang PU yang dapat dimanfaatkan maupun dikelola oleh
masyarakat setempat. Sebagai contoh :
a. PERAN SERTA MASYARAKAT DAN SWASTA DALAM PEMANFAATAN
LAHAN SEKITAR TPA.
1) Ikut serta dalam pengambilan keputusan penentuan pemanfaatan
lahan di sekitar TPA.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 35
2) Ikut serta dalam penyelesaian sengketa pemanfaatan lahan di sekitar
TPA melalui:
Musyawarah mufakat;
Pengadilan; dan
Di luar pengadilan.
3) Memiliki hak untuk:
Mengetahui rencana pemanfaatan lahan di kawasan sekitar TPA;
dan
Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai rencana
pemanfaatan lahan.
4) Memiliki kewajiban untuk:
Berlaku tertib dalam keikutsertaan kegiatan pemanfaatan ruang;
dan
Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang.
b. PERAN SERTA MASYARAKAT DAN SWASTA DALAM PENGELOLAAN
KAWASAN SEKITAR TPA.
1) Memelihara kualitas ruang dan menaati ketentuan rencana pemanfaatan
ruang disekitar kawasan TPA yang telah ditetapkan.
2) Memiliki hak untuk:
Mengajukan keberatan kepada pihak yang berwenang terhadap
pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan pedoman; dan
mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan pedoman kepada pihak yang berwenang;
dan
Mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai
denganpedoman menimbulkan kerugian.
3) Memiliki kewajiban untuk:
Memanfaatkan ruang sesuai dengan pedoman pemanfaatan ruang
kawasan sekitar TPA sampah; dan
Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh pedoman
dinyatakan sebagai kawasan yang harus diatur.
4.3.6 PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Selain masyarakat mampu mengorganisir diri, baik yang masih berada di
sekit ar lokasi infrastruktur bidang PU, khususnya yang berada di tempat baru
(relokasi atau pemukiman kembali), Kementerian PU maupun organisasi
perangkat daerah tidak bisa lepas tangan.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 4 - 36
Kepedulian Pemerintah maupun pemerintah kabupaten/kota terhadap
masyarakat terkena dampak pembangunan infrastruktur bidang PU, terutama
di pemukiman baru, melalui program/kegiatan tertentu tetap dipantau.
Kebehasilan masyarakat dengan lingkungan barunya, bisa diidentifikasi a.l.
pada mendapatkan kegiatan produktif/mata pencaharian baru, akses ke
pendidikan, menyatu dengan lingkungan sampai termasuk kontribusi
pemerintah kabupaten/kota.
Salah satu bentuk pemantauan dan evaluasi, seperti dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3. KONDISI PERUMAHAN
NAMA
MASYARAKAT
PROFIL DAN KARAKTERISTIK PERUMAHAN MASYARAKAT TERKENA DAMPAK
STATUS
KEPEMILIKAN RUMAH
KONDISI RUMAH SEBELUM
PEMBANGUNAN
KONDISI RUMAH DI LOKASI
BARU
sendiri sewa lain-
lain
permanen Semi
permanen
kayu permanen semi
permanen
kayu
1. Agus Bambang
2. Bambang Agus
3.
___________________________________________________________________
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 5 - 1
Berbagai faktor pertimbangan yang harus dicermati, secara yuridis maupun
substansi akan mempengaruhi/menentukan pengadaan tanah dalam mendukung
pembangunan infrastruktur bidang PU. Tinjauan berikut bersifat generik, dan
mungkin ideal, untuk mengilustrasikan langkah-langkah pengadaan tanah dan
interaksinya dalam tiga kegiatan utama, yaitu: (i) pendekatan rencana anggaran rutin
Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia, (ii) tahapan teknis yang diperlukan dalam
pengadaan tanah, dan (iii) tindakan-tindakan dan kegiatan-kegiatan safeguard.
Pemerintah Kabupaten/Kota yang terlibat diminta untuk mempertimbangkan
pentahapan dan unsur-unsur bab ini, sebagai persyaratan minimum dalam
penyiapan dan pelaksanaan kegiatan.
Pendekatan ini berlaku baik untuk kegiatan/investasi 1 tahun maupun tahun jamak
(multi-year). Untuk kegiatan tahun jamak, Pemerintah Kabupaten/Kota yang terlibat
perlu mengalokasikan dana operasi dan pemeliharaan tiap tahun anggaran. Untuk
menjamin alokasi dana operasi dan pemeliharaan tersebut, Pemerintah Kabupaten
/Kota perlu membuat MOU dengan DPRD setempat.
Berkaitan dengan alokasi anggaran untuk kebutuhan safeguard, patut dicatat bahwa
anggaran untuk penyiapan ANDAL dan RKL/RPL harus dialokasikan bersamaan
dengan alokasi anggaran untuk perencanaan dan desain, baik melalui APBD
maupun KPS. Anggaran ini biasanya dialokasikan setahun sebelum investasi.
Anggaran untuk pemantauan dan pelaksanaan rencana pengelolaan perlu
dialokasikan dalam anggaran daerah selama tahap pelaksanaan maun tahap
operasi dan pemeliharaan.
5.1. FOKUS KEBIJAKAN PENGADAAN TANAH
Masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah, dan/atau pemilik bangunan,
dan/atau pemilik tanaman, dan/atau pemilik benda-benda lain yang berkaitan
dengan tanah, di pihak lain merupakan atau termasuk sebagai pemangku
kepentingan.
Karakteristik infrastruktur bidang PU, a.l. dalam hal lokasi yang membentuk
jaringan, terpusat, menyebar ataupun karena memerlukan dukungan K/L lain
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 5 - 2
(sebagai pembangunan terpadu) maupun mendukung program/kegiatan
daerah.
Koordinasi dengan K/L atau dengan organisasi perangkat daerah, dimulai dari
tahap perencanaan sampai tahap pemanfaatan hasil pembangunan
infrastruktur bidang PU.
5.1.1 SINKRONISASI DENGAN BPN
Kementerian PU dalam perencanaan maupun praktek pengadaan tanah
dapat memanfaatkan fungsi BPN, yang meliputi :
a. perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan;
b. perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan;
c. koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan;
d. pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan;
e. penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan di
bidang pertanahan;
f. pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian
hukum;
g. pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;
h. pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan
wilayah-wilayah khusus;
i. penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik
negara/daerah bekerja sama dengan Departemen Keuangan;
j. pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah;
k. kerja sama dengan lembaga-lembaga lain;
l. penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program
di bidang pertanahan;
m. pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;
n. pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di
bidang pertanahan;
o. pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan;
p. penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan;
q. pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang
pertanahan;
r. pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan;
s. pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang
pertanahan;
t. pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau
badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
u. fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 5 - 3
5.1.2 PROGRAM/KEGIATAN BERBASIS DAERAH
Berbagai kemasan dalam pembangunan infrastruktur bidang PU, khususnya
yang berbasis pinjaman/hibah luar negeri, dalam tataran dan tatanan tertentu
dapat menunjang pengadaan tanah.
Seperti Urban Sector Development Reform Project (USDRP) bertujuan
mendukung Pemerintah Kabupaten/Kota dalam usahanya menanggulangi
persoalan kemiskinan, mendorong perkembangan ekonomi lokal, dan
meningkatkan layanan perkotaan secara berkelanjutan dan berdasar-
permintaan (demand-driven). Tujuan akhir upaya-upaya ini adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup warga kota. Untuk mencapai tujuan tersebut,
proyek akan mendorong Pemerintah Daerah yang terlibat dalam proyek ini
untuk:
Memilih investasi prioritas untuk pengembangan prasarana, dengan
berdasar pada Strategi Pembangunan Jangka Panjang dan Program
Jangka Menengah (PJM) yang telah disepakati;
Terlibat dalam reformasi tata-pemerintahan yang mendorong partisipasi,
keterbukaan, dan akuntabilitas, serta reformasi dalam manajemen internal
yang berfokus pada pengadaan barang dan jasa, dan manajemen
keuangan
Mengembangkan kapasitas kelembagaan dan peraturan-perundangan
untuk menjamin pemberian layanan perkotaan yang lebih baik;
Menentukan dan melaksanakan investasi prioritas secara partisipatif dan
akuntabel.
USDRP menjawab kebutuhan masyarakat sipil, yang berubah pada
lingkungan yang terdesentralisasi dan demokratis. USDRP dibangun di atas
pendekatan proyek-proyek pengembangan perkotaan sebelumnya, seperti
IUIDP (Integrated Urban infrastructure Program), yang menempatkan
investasi prasarana sebagai tujuan utamanya. Namun demikian, USDRP
memandang investasi dalam infrastruktur hanyalah salah satu bagian dari
pendekatan pembangunan yang lebih luas dan komprehensif. Unsur-unsur
strategis lainnya, antara lain, adalah pembentukan dan pelaksanaan
reformasi tata-pemerintahan secara menyeluruh dan peningkatan kapasitas
pelayanan publik.
USDRP mendorong Pemerintah Kota/Kabupaten yang terlibat dalam proyek
ini untuk mengidentifikasi proyek melalui pendekatan open-menu. Untuk
memenuhi seluruh kebutuhan pembangunan perkotaan, Pemerintah
Kabupaten/Kota dapat melakukan investasi tanpa batasanspesifik tertentu.
Sektor investasi utama meliputi: pekerjaan umum, transportasi, pendidikan
dan kesehatan. Proses identifikasi dan seleksi kebutuhan proyek perlu
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 5 - 4
dilakukan secara partisipatif, dengan melibatkan: Pemerintahan Kabupaten/
Kota, DPRD dan Forum Stakeholders. Konsisten dengan pendekatan ini,
USDRP tidak menetapkan plafon angka bagi usulan proyek.
Namun proyek-proyek yang diajukan harus layak secara sosial, lingkungan
dan ekonomi, dan telah termaktub dalam Program Jangka Menengah (PJM)
yang disepakati. Jumlah pinjaman bagi masing-masing Pemerintah
Kabupaten/Kota bergantung pada kemampuan keuangannya masing-masing.
Sesuai namanya, investasi yang terkait dengan USDRP hanya akan
dilakukan di wilayah perkotaan dan tidak akan memasuki wilayah yang
dilindungi. Hal ini mempengaruhi jenis kerangka safeguard yang diperlukan
oleh sebagian terbesar subproyek USDRP, yaitu lingkungan, pengadaan
tanah dan pemukiman kembali, dan warga terasing dan rentan. Kerangka
safeguard lingkungan ini merupakan salah satu dari kerangka safeguard
dimaksud.
5.2. ALTERNATIF PENGADAAN TANAH
Berbagai kemungkinan dalam pengadaan tanah, termasuk kondisi masyarakat
maupun kesiapan pemerintah kabupaten/kota, serta dukungan yuridis yang
bersifat dinamis.
5.2.1 MEKANISME PENGADAAN TANAH
Pengadaan tanah berbeda dengan pengadaan barang/jasa Pemerintah
lainnya, yakni tidak perlu melalui pelelangan umum. Pengadaan tanah
dilakukan melalui kepanitiaan tersendiri di luar Panitia Pengadaan
Barang/Jasa yang telah ditetapkan oleh KPA yaitu dilaksanakan oleh P
2
T
yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah DKI
Jakarta dalam hal pengadaan tanah yang luasnya lebih dari 1 (satu) hektar
atau dilaksanakan secara langsung melalui jual beli, tukar menukar, atau cara
lain yang disepakati para pihak.
Berkaitan dengan percepatan pembangunan proyek infrastruktur terutama
adanya ketidakpastian dalam hal pengadaan tanah, diperlukan suatu
mekanisme pengadaan tanah yang mendukung.
5.2.2 KONFRIMASI PENGADAAN TANAH
Sebelum melaksanakan pengadan tanah untuk kepentingan umum pihak
instansi/satker terlebih dahulu perlu melakukan konfirmasi secara formal
kepada instansi terkait (Dinas Tata Kota) setempat mengenai Rencana Tata
Ruang, baik menyangkut peruntukan ataupun maksimum luasan yang dapat
dibangun, termasuk melakukan konfirmasi kepada Kantor BPN untuk
keabsahan Sertifikat.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 5 - 5
Konfirmasi perlu dilakukan dalam rangka pengamanan dan legalitas status
tanah, terkait dengan rencana pembangunan yang akan dilaksanakan, seperti
di DKI ternyata untuk daerah-daerah tertentu luasan bangunan yang
diperkenankan maksimal 20% dari luas tanah, hal tersebut dalam rangka
mempertahankan ruang hijau atau memperhitungkan penyerapan air agar
tidak banjir.
5.2.3 P
2
T INTERNAL SATKER
Pengadaaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Perpres 36 Tahun
2005 jo Perpres 65 tahun 2006, yakni pengadaan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan instansi pemerintah, yang dimiliki
pemerintah atau pemda, dapat dilakukan secara langsung melalui jual beli,
tukar menukar, atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak. Pengadaan
dimaksud dapat dilakukan tanpa melalui P
2
T yang ditetapkan oleh
Bupati/Walikota setempat, Namun untuk transparansi dan agar memperoleh
harga yang wajar, pihak Satker hendaknya membentuk P
2
T internal dalam
rangka membantu KPA.
5.2.4 ASAS MUSYAWARAH
Meskipun dalam pelaksanaan pengadaan tanah tidak termasuk kategori
untuk kepentingan umum, namun pelaksanaannya diharapkan dapat
ditempuh dengan musyawarah dan hasil kesepakatan bersama dan untuk
tertib administrasi dan pengamananya perlu dibuatkan surat undangan formal
dan Berita Acara Kesepakatan disamping disaksikan petugas /pejabat yang
berwenang (minimal lurah/camat) dan dibuatkan dokumentasi.
5.2.5 PENETAPAN HARGA GANTI RUGI
Harga yang dipergunakan sebagai dasar pembayaran/kesepakatan adalah
NJOP yang ditetapkan KP-PBB setempat. Namun jika harga tanah tersebut
melebihi NJOP disarankan untuk memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak
tahun berjalan berdasarkan Penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah
yang ditunjuk Panitia. Lembaga Penilai Harga Tanah adalah lembaga yang
ditetapkanoleh Bupati/Walikota dan sudah mendapat lisensi dari BPN,
sedangkan dalam hal di Kab/Kota belum terdapat lembaga dimaksud
Bupati/Walkota dapat membentuk Tim Penilai Harga Tanah.
Keanggotaan Tim Penilai Harga Tanah terdiri dari unsur-unsur instansi yang
membidangi bangunan/dan atau tanaman, instansi pusat yang membidangi
pertanahan nasional, instansi pelayanan PBB, ahli yang berpengalaman
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 5 - 6
sebagai penilai harga tanah, dan akademisi yang mampu menilai harga
tanah/bangunan/tanaman atau benda lain yang berkaitan dengan tanah. Tim
Penilai yang ditunjuk Bupati atau minimal data pendukung lainnya seperti
Surat Keterangan Harga Pasar yang diketahui oleh Lurah dan Camat
setempat).
Khusus dalam hal pembebasan tanah, Perpres 65/2006 terdapat 3 (tiga)
alternatif yang bisa ditempuh: pertama, masyarakat menerima uang ganti rugi
berdasarkan musyawarah; kedua, jika mereka memerlukan tanah lagi, maka
Pemerintah bisa mencarikan tempat lain sebagai penggantinya dan jika
jumlahnya banyak dan minta di-resttlement maka kemungkinan bisa saja di-
resettlement; sedangkan alternatif ketiga, dana ganti rugi tanah dapat
dikonversi menjadi saham proyek infrastruktur yang bersangkutan.
5.2.6 BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)
Mengingat yang melakukan pembelian adalah instansi pemerintah, maka
sesuai ketentuan Ditjen Pajak, pengadaan tanah tersebut tidak dipungut
BPHTB, untuk itu perlu dimintakan Surat Keterangan Bebas BPHTB dari KP-
PBB setempat atau Direktur PBB sesuai kewenangannya.
5.2.7 PENGURUSAN SERTIFIKASI
Untuk menampung pengeluaran yang tidak resmi dalam penerbitan/ balik
nama Sertifikat Tanah yang kurang tidak dapat dipertanggung-jawabkan,
maka dalam pengurusan/ pembuatan Akta Jual Beli di Notaris agar
dimasukkan komponen pengurusan penyelesaian Sertifikat Has Atas Tanah
atau Pelepasan Hak Atas Tanah dengan menerbitkan Surat Perintah Kerja
atau Surat Perjanjian/Kontrak tersendiri.
5.2.8 TATA CARA PEMBAYARAN TANAH
Pembayaran pengadaan tanah untuk kepentingan umum sesuai Peraturan
Direktur Jenderal Perbendaharaan No.PER-66/2005 dilakukan melalui
mekanisme pembayaran Langsung (LS). Namun apabila tidak mungkin
dilaksanakan dengan LS, dapat dilakukan melalui UP/TUP. Sedangkan untuk
pembayaran biaya panitia pengadaan tanah diatur dalam Peraturan Dirjen
Perbendaharaan No. PER-31/PB/2008 tentang MEKANISME PEMBAYARAN
BIAYA PANITIA PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK
KEPENTINGAN UMUM YANG DANANYABERSUMBER DARI APBN.
Untuk pembayaran pengadan tanah yang pembayarannya dilaksanakan
melalui UP/TUP terlebih dahulu harus mendapatkan ijin dispensasi dari
Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan untuk satker pusat pada K/L atau Kanwil
Ditjen Perbendaharaan untuk Satker Instansi Vertikal, sedang-kan besaran
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 5 - 7
uangnya harus mendapatkan dispensasi UP/TUP sesuai ketentuan yang
berlaku, yakni di bawah 200 juta rupiah oleh Kepala KPPN, sedangkan di atas
200 juta rupiah oleh Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan.
Mencermati kompleksitas permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam
proses pengadaan tanah, komitmen P
2
T saja tidaklah cukup. Patut diingat
bahwa pengadaan tanah oleh Pemerintah diatur dan dibatasi oleh ketentuan
dan peraturan-perundangan. Dengan demikian, pada setiap langkahnya
memiliki implikasi hukum, terutama yang berkenaan dengan penggunaan
uang negara.
a. Persyaratan SPP-Langsung:
Sebagai dokumen pendukung dalam penerbitan SPP-LS antara lain
adalah:
1) Persetujuan Panitia Pengadaan Tanah untuk tanah yang luasnya lebih
dari 1 (satu) hektar di Kabupaten/Kota;
2) Photo kopi bukti kepemilikan tanah/sertifikat hak atas tanah;
3) Kuitansi pembayaran;
4) SPPT PBB tahun transaksi;
5) Surat Persetujuan Harga;
6) Pernyataan dari penjual bahwa tanah tidak dalam sengketa dan tidak
sedang dalam agunan;
7) Pelepasan/penyerahan hak atas tanah/akta jual beli dihadapan PPAT;
8) SSP Pph final atas pelepasan hak = 6%;
9) Surat pelepasan adat (bila diperlukan).
b. Persyaratan SPP-UP/TUP:
1) Pengadaan tanah yang luasnya kurang dari 1 (satu) hektar dilengkapi
persyaratan daftar nomitatif pemilik tanah yang ditandatangani oleh
Kuasa PA;
2) Pengadaan tanah yang luasnya lebih dari 1 (satu) hektar dilakukan
dengan bantuan panitia pengadaan tanah di Kabupaten /Kota setempat
dan dilengkapi dengan daftar nominatif pemilik tanah dan besaran
harga tanah yang ditandatangani oleh Kuasa PA dan diketahui oleh
Panitia Pengadaan tanah;
3) Ijin dispensasi pembayaran dengan UP/TUP dari Kantor Pusat Ditjen
PB atau untuk satker pusat K/L atau Kanwil DJPB untuk satker Instansi
Vertikal dan Ijin dispensasi permintaan UP/TUP dari Kanwil Ditjen
Perbendaharaan/KPPN setempat sesuai besarannya untuk satker
Instansi Vertikal.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 5 - 8
Dokumen yang dipergunakan sebagai data pendukung pada setiap satker
baik untuk pembayaran melalui SPP-LS maupun melalui UP/TUP pada
dasarnya tetap sama, sehingga pada setiap satker harus menyimpan
dokumen, sebagai dokumen arsip sekaligus dipergunakan sebagai bahan
untuk pemeriksaan instansi yang berwenang.
_________________________________________________________________
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 6 - 1
Formulasi pengadaan tanah berdasarkan pengalaman Kementerian PU selama ini,
ada yang bersifat ideal, sesuai standar baku, melalui tahapan yang sistematis,
hubungan operasional yang bersifat seri sampai kepada modus operasional yang
bersifat praktis, luwes, simple, hubungan operasional yang bersifat pararel atau yang
paling mungkin dikerjakan sesuai rencana.
Pengadaan tanah pada lokasi yang berdekatan, belum tentu akan mengalami
proses dan prosedur yang sama, tingkat kemudahan/kesulitan yang sama, waktu
penyelesaian yang sama, kendala dan masalah yang sama.
Pembangunan infrastruktur bidang PU tak lepas dari pekerjaan konstruksi;
pengadaan barang/jasa pemerintah; perencanaan, pemrograman dan penganggaran;
sinkronisasi kegiatan pusat dengan daerah; koordinasi dengan antar K/L.
6.1. KESIMPULAN
Berbagai faktor pertimbangan yang akan mempengaruhi/menentukan pengadaan
tanah, dimulai dari :
6.1.1 MASYARAKAT SEBAGAI PEMEGANG HAK ATAS TANAH
a. Masyarakat sebagai pihak yang melepaskan atau menyerahkan tanah,
bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah
tidak hanya masyarakat individual atau perseorangan, tetapi juga sebagai
badan hukum, lembaga, unit usaha yang mempunyai hak penguasaan
atas tanah dan/atau bangunan serta tanaman yang ada di atas tanah.
b. Masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah, dan/atau pemilik
bangunan, dan/atau pemilik tanaman, dan/atau pemilik benda-benda lain
yang berkaitan dengan tanah, di pihak lain merupakan atau termasuk
sebagai pemangku kepentingan.
c. Masyarakat terkena dampak pembangunan baik selama pekerjaan
konstruksi maupun pada tahap operasi dan pemeliharaan.
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 6 - 2
6.1.2 PIHAK TERKAIT PENGADAAN TANAH
Pengadaan tanah merupakan tahapan yang sistematis serta melibatkan
banyak pihak, mulai sejak usulan penetapan lokasi sampai tahap operasi dan
pemeliharaan.
a. Koordinasi dengan BPN yang tugas dan fungsinya bergerak di bidang
pertanahan, baik secara administratif maupun teknis lapangan.
b. Koordinasi dengan K/L dan organisasi perangkat daerah yang menangani
fungsi, peruntukan atau lingkungan tertentu.
c. Sinkronisasi program/kegiatan pembangunan infrastruktur bidang PU
dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
d. Musrenbang dilanjutkan dengan koordinasi dengan organisasi perangkat
daerah.
6.1.3 KARAKTERISTIK INFRASTRUKTUR BIDANG PU
Lokasi pembangunan infrastruktur bidang PU sangat bervariasi, mulai dari
yang terpusat di satu lokasi, menyebar atau yang membentuk jaringan akan
mempengaruhi/menentukan kebutuhan tanah.
a. Pembangunan infrastruktur bidang PU pada umumnya membutuhkan
waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran.
b. Pembangunan infrastruktur bidang PU sebagai pekerjaan konstruksi
dilaksanakan melalui mekanisme pengadaan barang/jasa pemerintah.
c. Pembangunan infrastruktur bidang PU menunjang program nasional,
terkait dengan sektor lainnya sehingga membutuhkan dukungan dari para
pemangku kepentingan.
d. Pembangunan infrastruktur bidang PU terkait dengan kebutuhan dasar
manusia maupun kebutuhan daerah.
6.2. REKOMENDASI
Berdasarkan kesimpulan tadi, ada beberapa item yang perlu ditingkatkan :
6.2.1 PRODUK HUKUM
Peraturan perundang-undangan bertujuan untuk menjamin agar
pembangunan infrastruktur bidang PU bisa dilaksanakan, juga memberikan
kepastian hukum bagi pihak pemegang hak atas tanah yang terkena
pembebasan.
a. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum perlu dukungan dalam bentuk Undang-Undang dan
kelengkapannya.
b. Pengadaan tanah juga mengacu pada atau terkait dengan sektor lain
(penataan ruang, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
penggunaan kawasan hutan, kebijakan sektoral).
Laporan Akhir . Paket 12 . TA 2010 halaman 6 - 3
c. Di tingkat operasional, tiap K/L menetapkan NSPK yang berlaku nasional
sebagai landasan yuridis secara administratif maupun teknis.
d. Di lingkungan Kementerian PU, NSPK yang ada (yang ditetapkan oleh
Menteri maupun produk satminkal), perlu dievaluasi secara berkala serta
diselaraskan dengan jasa konstruksi; pengadaan barang/jasa pemerintah;
perencanaan, pemrograman dan penganggaran; kerja sama pemerintah
dengan swasta; tata cara penggunaan dana pinjaman/hibah luar negeri.
6.2.2 TANGGUNG JAWAB KELEMBAGAAN
a. Kementerian PU dalam melaksanakan pembangunan, kepedulian
terhadap masyarakat atau pihak pemegang hak atas tanah tidak hanya
pada saat pembebasan atau prakonstruksi tetapi juga sampai tahap pasca
konstruksi (operasi dan pemeliharaan), termasuk pemanfaatan kawasan
sekitar lokasi bangunan.
b. Bersama K/L yang mempunyai program/kegiatan berbasis masyarakat
dapat dilakukan keterpaduan pelaksanaan.
c. Memberikan informasi dan akses ke sumber daya kunci, agar masyarakat
dan aparat kelurahan/desa dapat terlibat secara aktif dan menerus.
6.2.3 MASYARAKAT SEBAGAI SUBYEK
a. Pelibatan masyarakat dalam setiap tahapan pembangunan sangat
dimungkinkan, baik masyarakat yang tanahnya dibebaskan maupun
masyarakat sekitar lokasi bangunan.
b. Rencana Tindak Masyarakat atau bentukan dari masyarakat
mengorganisir diri perlu dukungan pihak lurah/desa dalam mendapatkan
program/kegiatan pembangunan.
c. Program/kegiatan berbasis masyarakat dengan prinsip dari, oleh, dan
untuk masyarakat melalui mekanisme perencanaan yang ada.
_________________________________________________________________

You might also like