You are on page 1of 16

PENDUGAAN EROSI DALAM SUATU SISTEM

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)


Oleh: Muh. Ansar, SP., M.Si.

A. ANALISIS SISTEM

Sistem adalah proses yang kompleks dan ditandai oleh adanya hubungan timbal
balik yang saling mempengaruhi (Mise and Cox 1968). Menurut Hillel (1977), suatu
bentuk komposisi interaksi yang dapat dibedakan dari lingkungan sekitarnya melalui
batasan fisik atau konseptual di sebut sistem.
Sistem dibedakan berdasarkan bentuk interaksinya. Jika interkasi yang terjadi
dalam suatu sistem mempunyai hubungan dengan lingkungan sekitarnya, maka sistem
tersebut digolongkan pada sistem yang terbuka. Sebaliknya pada sistem yang tertutup
hanya terjadi interaksi di dalam sistem itu sendiri (Hal and Dracup 1970).
Sesuai dengan pengertian tersebut, manurut Hillel (1977), analisis sistem
merupakan bentuk terapan dalam pengorganisasi data dan teori secara logis ke dalam
model dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan dari sistem-sistem yang
ada. Selanjutnya model tersebut diuji kesahihannya sebagai dasar dalam memperbaiki
atau menyesuaikan model untuk menduga perilaku dari sistem.

B. MODEL SIMULASI HIDROLOGI

Model merupakan representasi atau gambaran tentang sistem (systems), obyek


atau benda (objects) dan kejadian (events). Representasi tersebut dinyatakan dalam
bentuk sederhana yang dapat dipergunakan untuk berbagai macam tujuan penelitian.
Penyederhanaan dilakukan secara representatif terhadap perilaku proses yang relevan
dari keadaan sebenarnya.
Pembentukan model dan menerapkan model dalam percobaan merupakan
bentukan dari simulasi (Dent and Anderson 1971). Menurut Hillel (1977), model
simulasi merupakan teknik numerik dari percobaan hipotetik dari suatu gejala atau
sistem dinamis dan dinyatakan secara kuantitatif.
Penggunaan model sebagai usaha untuk memahami suatu sistem yang rumit
merupakan teknik pengkajian yang lebih sederhana dibandingkan jika melalui keadaan
sebenarnya. Model ini dapat digunakan untuk menduga dan menerangkan gejala-
gejala dalam suatu sistem secara tepat (Nasution dan Barizi 1980). Model yang
dibentuk berdasarkan peramalan terhadap sistem belum dapat dipastikan akan
menghasilkan peamalan yang tepat terhadap perilaku sistem yang sejenis.
Model simulasi hidrologi dapat diklasifikasikan berdasarkan luas kisaran
karakteristiknya. Untuk analisis DAS, model hidrologi diklasifikasikan ke dalam
lumped parameter versus distributed parameter, event versus continous, dan
stochastic versus deterministic.

1
C. MODEL HIDROLOGI DAS

Brooks et al. (1987), Model hidrologi merupakan gambaran sederhana dari suatu
sistem hidrologi yang aktual. Model hidrologi biasanya dibuat untuk mempelajari
fungsi dan respon suatu DAS dari berbagai masukan DAS. Melalui model hidrologi
dapat dipelajari kejadian-kejadian hidrologi yang pada gilirannya dapat digunakan
untuk memprediksi kejadian hidrologi yang akan terjadi. Harto (1993), model
hidrologi adalah sebuah sajian sederhana (simple representation) dari sebuah sistem
hidrologi yang kompleks.
Pendekatan sistem dalam dalam analisis hidrologi merupakan suatu teknik
penyederhanaan dari sistem prototipe ke dalam suatu sistem model, sehingga perilaku
sistem yang kompleks dapat ditelusuri secara kuantitatif. Hal ini menyangkut sistem
dengan mengidentifikasikan adanya aliran massa/energi berupa masukan dan keluaran
serta suatu sistem simpanan (Pawitan 1995).
Harto (1993) mengemukakan bahwa konsep dasar yang digunakan dalam setiap
sistem hidrologi adalah siklus hidrologi. Persamaan dasar yang menjadi landasan bagi
semua analisis hidrologi adalah persamaan neraca air (water balanced equation).
Persamaan neraca air dari suatu DAS untuk suatu periode dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut :
∆ S = Input – Output
Di mana : ∆ S = perubahan tampungan (storage change), Input = masukan
(inflow), dan Output = keluaran (outflow).
Harto (1993) mengemukakan bahwa tujuan penggunaan suatu model dalam
hidrologi, antara lain sebagai berikut : a) peramalan (forecasting) menunjukkan
besaran maupun waktu kejadian yang dianalisis berdasar cara probabilistik; b)
perkiraan (predicting) yang mengandung pengertian besaran kejadian dan waktu
hipotetik (hipotetical future time); c) sebagai alat deteksi dalam masalah pengendalian;
d) sebagai alat pengenal (identification) dalam masalah perencanaan; e) ekstrapolasi
data/informasi; f) perkiraan lingkungan akibat tingkat perilaku manusia yang
berubah/meningkat; dan g) penelitian dasar dalam proses hidrologi.
1. Klasifikasi Model Hidrologi
Harto (1993) mengemukakan bahwa secara umum model dapat dibagi dalam tiga
kategori, yaitu : 1) model fisik yang menerangkan model dengan skala tertentu untuk
menirukan prototipenya; 2) model analog yang disusun dengan menggunakan
rangkaian resistor-kapasitor untuk memecah persamaan-persamaan diferensial yang
mewakili proses hidrologi; 3) model matematik yang menyajikan sistem dalam
rangkaian persamaan dan kadang-kadang dengan ungkapan-ungkapan yang
menyajikan hubungan antar variabel dan parameter.
Model juga dapat diklasifikasikan menjadi: 1) model stokastik, di mana
hubungan antara masukan dan keluarannya didasarkan atas kesempatan kejadian dan
probabilitas; 2) model deterministik, di mana setiap masukan dengan sifat-sifat
tertentu, selalu akan menghasilkan keluaran yang tertentu pula.

2
Di samping itu, model dapat digolongkan menjadi : 1) model empirik, yaitu
model yang semata-mata mendasarkan pada percobaan dan pengamatan; 2) model
konseptual, yaitu model yang menyajikan proses-proses hidrologi dalam persamaan
matematik dan membedakan antara fungsi produksi (production) dan fungsi
penelusuran (routing).
2. Jenis Model Erosi
Sinukaban (1995) mengemukakan bahwa sebagai suatu sistem hidrologi, DAS
meliputi jasad hidup, lingkungan fisik dan kimia yang berinteraksi secara dinamik,
yang di dalamnya terjadi kesetimbangan dinamik antara energi dan material yang
masuk dengan energi dan material yang keluar. Dalam keadaan alami, energi
matahari, iklim di atas DAS dan unsur-unsur endogenik di bawah permukaan DAS
merupakan masukan (input). Sedangkan air dan sedimen yang keluar dari muara DAS
serta air yang kembali ke udara melalui evapotranspirasi adalah keluaran (output)
DAS.
Model USLE (universal soil loss equation), MUSLE (modified USLE), RUSLE
(revised USLE), CREAMS (chemical runoff and erosion from agricultural
management system) dan GLEAMS (groundwater loading effect of agricultural
management system), tergolong dalam lumped parameter, yaitu model yang
mentransformasi curah hujan (input) ke dalam aliran permukaan (output) dengan
konsep bahwa semua proses dalam DAS terjadi pada satu titik spasial.
WEPP (water erosion predicting project), KINEROS (kinematic erosion
simulation), EUROSEM (european soils erosion model), TOP MODEL
(topografically and physically based, variable contributing area model of basin
hidrology) dan ANSWERS (areal nonpoint source watershed environmental response
simulation) tergolong distributed parameter, yaitu model yang berusaha
menggambarkan proses dan mekanisme fisik dan keruangan, memperlakukan masing
komponen DAS atau proses sebagai komponen mandiri dengan sifatnya masing-
masing. Model tersebut secara teori sangat memuaskan, tetapi data lapangan sering
terbatas untuk mengkalibrasi dan memverifikasi hasil simulasi.
Model HEC-1 adalah event model yang mensimulasikan respon hujan tunggal
sebagai input data. Sedangkan SWM-IV (stanford watershed model) dan SWMM
(storm water management model) merupakan continous model yang didasarkan pada
persamaan kesetimbangan air dalam jangka yang lebih panjang. Model tersebut cocok
untuk digunakan pada DAS yang memiliki ukuran yang lebih luas.
Model AGNPS (agricultural non point source pollution model) merupakan
gabungan antara model distribusi dan model sekuensial. Sebagai model distribusi,
penyelesaian persamaan keseimbangan massa dilakukan serempak untuk semua sel.
Sedangkan sebagai model sekuensial, air dan cemaran ditelusuri dalam rangkaian
aliran dipermukaan lahan dan di saluran secara berurutan (Pawitan 1999).
Model SWAT (soil and water assessment toll) adalah model yang
dikembangkan untuk memprediksi dampak pengelolaan lahan (land management
practices) terhadap air, sedimen dan bahan kimia pertanian yang masuk ke sungai atau

3
badan air pada suatu DAS yang kompleks, dengan tanah, penggunaan tanah dan
pengelolaannya yang bermacam-macam sepanjang waktu yang lama (Arsyad 2006).

D. MODEL EROSI

1. Model USLE

Model penduga erosi USLE (universal soil loss equation) merupakan model
empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional,
Dinas Penelitian Pertanian, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) bekerja
sama dengan Universitas Purdue pada tahun 1954 (Kurnia 1997). Model tersebut
dikembangkan berdasarkan hasil penelitian erosi pada petak kecil (Wischmeier plot)
dalam jangka panjang yang dikumpulkan dari 49 lokasi penelitian. Berdasarkan data
dan informasi yang diperoleh dibuat model penduga erosi dengan menggunakan data
curah hujan, tanah, topografi dan pengelolaan lahan. Secara deskriptif model tersebut
diformulasikan sebagai (Arsyad 2006) :
A = RKLSCP
Di mana: A : jumlah tanah yang tererosi (ton/ha/tahun)
R : faktor erosivitas hujan
K : faktor erodibilitas tanah
L : faktor panjang lereng
S : faktor kemiringan lereng
C : faktor penutupan dan pengelolaan tanaman
P : faktor tindakan konservasi tanah
Pada awalnya model penduga erosi USLE dikembangkan sebagai alat bantu
para ahli konservasi tanah untuk merencanakan kegiatan usahatani pada suatu
landscape (skala usahatani). Akan tetapi mulai tahun 1970, model ini menjadi sangat
populer sebagai model penduga erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur (rill
erosion) dalam rangka mengaplikasikan kebijakan konservasi tanah. Model ini juga
pada awalnya digunakan untuk menduga erosi dari lahan-lahan pertanian, tetapi
kemudian digunakan pada daerah-daerah penggembalaan, hutan, pemukiman, tempat
rekreasi, erosi tebing jalan tol, daerah pertambangan dan lain-lain (Wischmeier
1976).
Model penduga erosi USLE juga telah secara luas digunakan di Indonesia.
Disamping digunakan sebagai model penduga erosi wilayah (DAS), model tersebut
juga digunakan sebagai landasan pengambilan kebijakan pemilihan teknik konservasi
tanah dan air yang akan diterapkan, walaupun ketepatan penggunaan model tersebut
dalam memprediksi erosi DAS masih diragukan (Kurnia 1997). Hal ini disebabkan
karena model USLE hanya dapat memprediksi rata-rata kehilangan tanah dari erosi
lembar dan erosi alur, tidak mampu memprediksi pengendapan sedimen pada suatu
landscape dan tidak menghitung hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan
dasar sungai (Wischmeier 1976).

4
Berdasarkan hasil pembandingan besaran erosi hasil pengukuran pada petak
erosi standar (Wischmeier plot) dan erosi hasil pendugaan diketahui bahwa model
USLE memberikan dugaan yang lebih tinggi untuk tanah dengan laju erosi rendah,
dan erosi dugaan yang lebih rendah untuk tanah dengan laju erosi tinggi. Dengan
kata lain kekurang-akuratan hasil pendugaan erosi pada skala plot, mencerminkan
hasil dugaan model ini pada skala DAS akan mempunyai keakuratan yang kurang
baik. Disamping itu, model USLE tidak menggambarkan proses-proses penting
dalam proses hidrologi (Risse et al.1993). Berdasarkan beberapa kelemahan tersebut,
model erosi USLE disempurnakan menjadi RUSLE (Revised USLE) dan MUSLE
(Modified USLE) dengan menggunakan teori erosi modern dan data-data terbaru
(Renard 1992 dalam Risse et al. 1993), tetapi masih tetap berbasis plot.
Hasil-hasil penelitian pengujian model penduga erosi USLE baik yang
dilakukan di Indonesia maupun di luar negeri seperti Afrika, Eropa, negara-negara
Asia dan di Amerika Serikat itu sendiri, menunjukkan bahwa model penduga erosi
USLE tidak dapat digunakan secara universal (Kurnia 1997) dan memberikan hasil
pendugaan yang bias jika digunakan untuk memprediksi erosi DAS. Hal tersebut
disebabkan karena ekstrapolasi hasil penelitian dari areal yang sempit ke areal yang
lebih luas (DAS) akan memberikan hasil yang keliru (Lal 1988).

2. Model ANSWERS

Model ANSWERS (areal nonpoint source watershed environmental response


simulation) merupakan sebuah model hidrologi dengan parameter terdistribusi yang
mensimulasikan hubungan hujan-limpasan dan memberikan dugaan hasil sedimen.
Model hidrologi ANSWERS dikembangkan dari US-EPA (United States Environment
Protection Agency) oleh Purdue Agricultural Enviroment Station (Beasley and
Huggins 1991).
Salah satu sifat mendasar dari model ANSWERS adalah termasuk kategori
model deterministik dengan pendekatan parameter distribusi. Model distribusi
parameter DAS dipengaruhi oleh variabel keruangan (spatial), sedangkan parameter-
parameter pengendalinya, antara lain : topografi, tanah, penggunaan lahan dan sifat
hujan.
Struktur Model ANSWERS
Model ANSWERS adalah model deterministik yang didasarkan pada hipotesis
bahwa setiap titik di dalam DAS mempunyai hubungan fungsional antara laju aliran
permukaan dan beberapa parameter hidrologi yang mempengaruhi aliran, seperti
intensitas hujan, infiltrasi, topografi, jenis tanah dan beberapa faktor lainnya. Laju
aliran yang terjadi dapat digunakan untuk memodelkan fenomena pindah massa,
seperti erosi dan polusi dalam wilayah DAS.
Dalam model ini suatu DAS yang akan dianalisis responnya dibagi menjadi
satuan elemen yang berukuran bujursangkar, sehingga derajat variabilitas spasial
dalam DAS dapat terakomodasi. Konsep distribusi disefinisikan melalui hubungan
matematika untuk semua proses simulasi, model ini mengasumsikan bahwa suatu DAS
merupakan gabungan dari banyak elemen yang diartikan sebagai suatu areal yang
5
memiliki paramater hidrologi yang sama. Setiap elemen akan memberikan kontribusi
sesuai dengan karakteristik yang dimiliki. Model ini juga mengikut sertakan semua
parameter kontrol secara spasial. Oleh karena itu model ANSWERS melakukan
analisis pada setiap satuan elemen.
Parameter Masukan Model ANSWERS
Data masukan model ANSWERS dikelompokkan dalam lima bagian (de Roo
1993), yaitu :
1) Data curah hujan, yaitu : jumlah dan intensitas hujan pada suatu kejadian hujan.
2) Data tanah, yaitu : porositas total (TP), kapasitas lapang (FP), laju infiltrasi
konstan (FC), selisih laju infiltrasi maksimum dengan laju infiltrasi konstan (A),
eksponen infiltrasi (P), kedalaman zona kontrol iniltrasi (DF), kandungan air
tanah awal (ASM), dan erodibilitas tanah (K).
3) Data penggunaan dan kondisi permukaan lahan, meliputi : volume intersepsi
potensial (PIT), persentase penutupan lahan (PER), koefisien kekasaran
permukaan (RC), tinggi kekasaran maksimum (HU), nilai koefisien manning
untuk permukaan lahan (N), faktor tanaman dan pengelolaannya (C).
4) Data karakteristik saluran, yaitu lebar saluran (CW) dan koefisien manning (N).
5) Data satuan individu elemen, yaitu : kemiringan lereng, arah lereng, jenis tanah,
jenis penggunaan lahan, liputan penakar hujan, kemiringan saluran, dan elevasi
elemen rata-rata.
Mekanisme model ANSWERS
Mekanisme model ANSWERS dapat dijelaskan sebagai berikut (de Roo 1993) :
1) Hujan yang jatuh pada suatu DAS dengan vegetasi tertentu, sebagian akan
diintersepsi oleh tajuk vegetasi (PER) sampai potensial simpanan intersepsi
(PIT) tercapai.
2) Apabila laju hujan lebih kecil dari laju intersepsi, maka air hujan tidak akan
mencapai permukaan tanah. Sebaliknya jika laju hujan lebih besar dari laju
intersepsi, maka terjadi infiltrasi.
3) Laju infiltrasi awal tersebut dipengaruhi oleh kandungan air tanah awal (ASM =
anticedent soil moisture), porositas tanah total (TP), kandungan air tanah pada
kapasitas lapang (FP), laju infiltrasi pada saat konstan (FC), laju infiltrasi
maksimum (FC+A), dan kedalaman zona kontrol infiltrasi (DF). Laju infiltrasi
akan menurun secara eksponensial dengan bertambahnya kelembaban tanah.
4) Jika hujan terus berlanjut, maka laju hujan menjadi lebih besar dari laju infiltrasi
dan intersepsi. Pada kondisi ini air mulai mengumpul dipermukaan tanah dalam
depresi mikro (retention storage) yang dipengaruhi oleh kekasaran permukaan
tanah, yaitu RC dan HU.
5) Jika retensi permukaan melebihi kapasitas depresi mikro, maka akan terjadi
limpasan permukaan, di mana besarnya limpasan permukaan tersebut
dipengaruhi oleh kekasaran permukaan (N), kelerengan dan arah aliran.
6
6) Bila hujan terus berlanjut, maka akan tercapai laju infiltrasi konstan (FC).
7) Pada saat hujan reda, proses infiltrasi masih terus berlangsung sampai simpanan
depresi sudah tidak tersedia lagi.
Parameter Keluaran Model ANSWERS
Keluaran model berupa hasil prediksi, yaitu : ketebalan aliran permukaan, debit
puncak, waktu puncak, rata-rata kehilangan tanah, laju erosi maksimum tiap elemen,
laju deposisi maksimum tiap elemen dan pengurangan jumlah sedimen akibat tindakan
konservasi tanah.
Model ANSWERS juga menampilkan grafik yang berisi hyetograf hujan terpilih,
hidrograf aliran permukaan, dan sedimentasi. Dari setiap kajadian hujan dapat
dianalisis debit puncak dan waktu puncak. Debit puncak adalah nilai puncak
(tertinggi) dari suatu hidrograf aliran, dan waktu puncak adalah selang waktu mulai
dari awal terjadinya aliran permukaan sampai terjadinya debit puncak (Beasley and
Huggin 1991).
Asumsi yang digunakan untuk memprediksi erosi dengan model ini adalah : 1)
erosi tidak terjadi di lapisan bawah permukaan; 2) sedimen dari suatu elemen ke
elemen lain akan meningkatkan lapisan permukaan elemen tempat pengendapan; dan
3) pada segmen saluran tidak terjadi erosi akibat hempasan butir hujan (Beasley and
Huggin 1991).
Penghancuran dan pengangkutan partikel tanah disebabkan oleh pukulan butir
hujan (DTR) dan energi limpasan permukaan. Jumlah partikel tanah yang dapat
dipindahkan tergantung dari besarnya sedimen yang dihasilkan dan kapasitas
transpornya (TC). Air limpasan dan sedimen yang dapat mencapai elemen yang
memiliki saluran, akan bergerak menuju outlet DAS, di mana sedimentasi yang terjadi
dalam saluran akan terjadi ketika besarnya kapasitas transpor telah terlewati (de Roo
1993).
Kelebihan dan Kelemahan Model ANSWERS
Beasley dan Huggins (1991) menyebutkan bahwa model ANSWERS dapat
digunakan untuk DAS yang luasnya kurang dari 10.0000 ha. Kelebihan dan model
ANSWERS adalah : a) analisis parameter distribusi yang dipergunakan dapat
memberikan hasil simulasi yang akurat terhadap sifat daerah tangkapan; b) dapat
mensimulasi secara bersamaan dari berbagai kondisi dalam DAS; c) memberikan
keluaran berupa limpasan dan sedimen dari suatu DAS yang dianalisis.
Beasley dan Huggins (1991), mengemukakan bahwa model ANSWERS sebagai
sebuah model hidrologi mempunyai kelebihan, antara lain :
1) Dapat mendeteksi sumber-sumber erosi di dalam DAS serta memiliki
kemampuan sebagai alat untuk strategi perencanaan dan evaluasi kegiatan RLKT
DAS.
2) Dapat mengetahui tanggapan DAS terhadap mekanisme pengangkutan sedimen
ke jaringan aliran yang ditimbulkan oleh kejadian hujan.

7
3) Sebagai suatu paket program komputer yang ditulis dalam bahasa fortran,
mempunyai kemampuan untuk melakukan simulasi hujan-limpasan dari berbagai
perubahan kondisi penggunaan lahan dalam DAS.
4) Untuk melakukan inputing data base (topografi, tanah, penggunaan lahan, sistem
saluran) ke dalam model dapat diintegrasikan dengan data dari remote sensing
maupun SIG.
5) Adanya variasi pemilihan parameter input dan output dari model disesuaikan
dengan kebutuhan pengguna.
6) Sesuai untuk diterapkan pada lahan pertanian, hutan, maupun perkotaan.
7) Satuan pengukuran dapat berupa metrik ataupun British unit.
8) Dapat diterapkan pada DAS dengan ukuran lebih kecil dari 10.000 ha.
Sedangkan kekurangan nodel ANSWERS antara lain :
1) Semakin kompleks, terutama pada data perlukan dan waktu penghitungan,
dimana besarnya tergantung dari berbagai faktor, seperti luas DAS dan jumlah
grid.
2) Model terdistribusi relatif masih bari dibanding lumped parameter, sehingga
masih perlu pengembangan dan penyesuaian.
3) Karena hanya untuk tiap kejadian hujan (individual event), maka model ini
tidak memiliki sub model untuk evapotranspirasi.
4) Erosi dari saluran belum diperhitungkan ke dalam model.
5) Batas grid kemugkinan tidak menggambarkan batas yang sebenarnya.
6) Untuk sebuah grid dalam kenyataan dapat lebih besar dari luas sub-sub DAS.
Aplikasi Model ANSWERS
Hipotesis yang dikembangkan dalam model ini adalah bahwa setiap bagian
dalam DAS terjadi hubungan antara laju aliran dan parameter-parameter hidrologi,
serta tipe tanah, topografi, infiltrasi, penggunaan lahan dan sifat hujan. Laju aliran
yang terjadi dapat digunakan untuk mengkaji hubungan antara komponen hidrologi
yang menjadi dasar dalam pemodelan fenomena transport, seperti erosi tanah dan
pengangkutan serta pergerakan bahan kimia tanah.
Model ANSWERS ini telah diaplikasikan penggunaannya pada beberapa DAS di
Indonesia melalui beberapa riset, di antaranya :
1) Irianto (1993) mempelajari model ANSWERS untuk memprediksi erosi dan
aliran permukaan pada areal waduk Batujai Nusa Tenggara Timur agar dapat
memanfaatkan sumberdaya air dan lahan secara lestari. Kesimpulan: Model
ANSWERS cukup informatif dalam menampilkan arah lereng, kelas lereng dan
areal penyuplai sedimen. Di samping itu, dapat menampilkan hasil prediksi
aliran permukaan per satuan waktu pada tiap elemen. Informasi yang diberikan
berupa: hasil sedimen maksimum, hasil sedimen rata-rata, hasil sedimen tiap

8
elemen, total hasil sedimen; dan aliran permukaan dari suatu DAS, sehingga
akan meningkatkan akurasi penanganannya.
2) Rauf (1994) melakukan penelitian di DAS Palu Timur dengan tujuan: a)
memprediksi limpasan dan sedimen di DAS Palu Timur dengan menggunakan
model ANSWERS; b) menentukan kawasan yang memiliki potensi erosi tinggi
melalui simulasi; dan c) mempelajari pengaruh penggunaan lahan terhadap
respon hidrologi DAS. Kesimpulan: Penggunaan model ANSWERS dalam
analisis respon Hidrologi DAS, dapat diperoleh informasi berupa limpasan dan
sedimen rata-rata, pengurangan sedimen akibat tindakan konservasi tanah, serta
dapat diidentifikasi daerah pemasok sedimen. Akan tetapi model ini lebih sesuai
untuk DAS yang berukuran kecil karena model ini hanya mampu mensimulasi
satu liputan penakar hujan.
3) Rompas (1996) melakukan penelitian di daerah tangkapan Citere, DAS Citarik,
Pangalengan, Jawa Barat. Tujuan penelitian adalah memprediksi aliran
permukaan dan sedimen dengan model ANSWERS, serta melakukan simulasi
dengan model ANSWERS untuk digunakan dalam perencanaan pengelolaan
daerah tangkapan Citere pangalengan. Kesimpulan: Uji statistik menunjukkan
bahwa aliran permukaan dan sedimen hasil prediksi model ANSWERS tidak
berbeda dengan hasil observasi. Model ANSWERS cukup baik digunakan untuk
memprediksi aliran permukaan dan sedimen di dalam DAS.
4) Tikno (1996) melakukan penelitian di DAS Cibarengkok, Cimuntur, Jawa Barat.
Tujuan penelitian adalah: a) memprediksi aliran permukaan dan hasil sedimen di
DAS Cibarengkok dengan menggunakan model ANSWERS; b) membandingkan
hasil prediksi model dengan hasil pengukuran (pengujian model); dan c) aplikasi
model untuk perencanaan pengelolaan DAS. Kesimpulan: Model ANSWERS
cukup peka terhadap perubahan nilai parameter kekasaran permukaan lahan (N)
dalam memprediksi aliran langsung, khususnya pada debit puncak (Qp). Selain
itu model ANSWERS juga sangat peka terhadap parameter faktor tanaman dan
pengelolaan tanah (C) dalam memprediksi kehilangan tanah (Sy).
5) Aswandi (1996) melakukan penelitian di DAS Cikapundung, Jawa Barat.
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi dan menentukan perencanaan
pengelolaan DAS dengan menggunakan model ANSWERS. Kesimpulan:
Perubahan vegetasi (hutan) paling berpengaruh terhadap fluktuasi debit aliran
dan penambahan kebun campuran menimbulkan ersoi paling besar dalam DAS.
6) Ramdan (1999) melakukan penelitian di DTA Cikumutuk DAS Cimanuk Hulu.
Tujuan penelitian ini adalah: a) memprediksi besarnya erosi dan aliran
permukaan yang terjadi di DAS Cimanuk menggunakan model ANSWERS; dan
b) menentukan alternatif penggunaan lahan yang dapat mengendalikan erosi dan
aliran permukaan yang terjadi di DAS Cimanuk. Hasil simulasi model
ANSWERS menunjukkan bahwa penggunaan lahan yang seluruhnya berupa
hutan paling efektif menurunkan erosi, yaitu sebesar 91,8%. Sedangkan
penggunaan lahan yang paling besar meningkatkan erosi adalah penggunaan
lahan yang seluruhnya berupa tegalan dengan kenaikan erosi mencapai 328%
dari erosi pada saat penelitian.

9
7) Hidayat (2002) melakukan penelitian di DTA Bodong Jaya dan DAS Way Besay
Hulu, Lampung Barat. Penelitian bertujuan untuk memprediksi erosi dan aliran
permukaan di DTA Bodong Jaya dan DAS Way Besay Hulu, Lampung Barat
dengan menggunakan model ANSWERS dan menentukan alternatif pengelolaan
lahan yang efektif mengendalikan erosi dan aliran permukaan di DTA Bodong
Jaya dan DAS Way Besay Hulu. Kesimpulan: Model ANSWERS memprediksi
erosi dan aliran permukaan secara baik pada curah hujan dengan jumlah dan
intensitas yang cukup tinggi. Pada curah hujan yang rendah, hasil prediksi
model mengalami deviasi yang cukup besar, walaupun secara keseluruhan hasil
prediksi model tersebut tidak berbeda nyata dengan hasil pengukuran.
8) Utami (2002) melakukan penelitian di DAS Padas. Tujuan penelitian ini adalah:
a) memprediksi aliran permukaan dan eosi menggunakan model ANSWERS;
dan 2) mengkaji pengaruh teknik RLKT terhadap hidrologi DAS Padas.
Kesimpulan: Parameter hidrologi-erosi hasil pengukuran dan keluaran model
ANSWERS tidak berbeda nyata dengan nilai koefisien korelasi yang cukup
tinggi. Dengan demikian model ANSWERS cukup baik untuk memprediksi
erosi tanah rata-rata, jumlah aliran permukaan, dan debit puncak aliran
permukaan di daerah penelitian.

3. Model AGNPS
Model AGNPS (agricultural non point source pollution model) dikembangkan
oleh USDA-ARS, North Central Soil Consrvation Service, Morris, Minnesota yang
bekerjasama dengan USDA-SCS, MPCA (Minnesota Pollution Control Agency),
LCMR (Legeslative Commission in Minnesota Resources) dan EPA (Environmental
Protection Agency) (Young et al. 1994). Model ini terus berkembang dan telah
diterapkan di beberapa negara untuk menentukan langkah-langkah kebijakan dan
evaluasi dalam kegiatan konservasi, seperti di Amerika, Canada dan negara-negara di
Eropa (Yoon 1996).
Struktur Model AGNPS
Model AGNPS bekerja pada basis sel geografis (dirichlet tesselation) yang
digunakan untuk menggambarkan kondisi daratan (upland) dan saluran (channel).
Dirichlet tesselation adalah proses pembagian dan pengelompokan DAS menjadi sel
(tiles) yang juga dikenal dengan nama polygon Thiessen atau Voronoi. Setiap sel
berbentuk bujur sangkar seragam yang membagi DAS secara merata, di mana
memungkinkan analisis pada titik dalam suatu DAS.
Polutan potensial ditelusuri melalui sel-sel dari awal hingga outlet secara
bertahap, sehingga aliran pada setiap titik antar sel dapat diperhitungkan. Seluruh
karakteristik DAS dan masukan digambarkan pada tingkatan sel. Setiap sel
mempunyai resolusi 2,5 akre (1,01 ha) hingga 40 akre (16,19 ha). Ukuran sel yang
lebih kecil dari 10 akre direkomendasikan untuk DAS dengan luas kurang dari 2000
akre (809,36 ha). Untuk DAS yang luasnya lebih dari 2000 akre, maka ukuran
seladapat berukuran 40 akre (Yoon 1996).

10
Setiap sel utama dapat dibagi lagi menjadi sel-sel yang lebih kecil untuk
memperoleh resolusi yang lebih rinci dari kondisi topografi yang komplek. Ketelitian
hasil dapat ditingkatkan dengan mengurangi ukuran sel, tetapi hal ini akan
membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak untuk menjalankan model.
Nilai-nilai parameter model untuk skala sel ditetapkan berdasarkan kondisi
biofisik aktual pada masing-masing sel. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan satu nilai
parameter yang seragam pada masing-masing sel, perlu ditetapkan nilai tunggal
parameter sel dengan menghitung nilai rata-rata tertimbang dari berbagai kondisi
bergam yang ada (Yoon 1996).
Parameter Masukan Model AGNPS
Ada dua parameter masukan dalam model AGNPS, yaitu inisial data dan data
per sel (spreadseheet data entry) (Yoon 1996). Parameter masukan inisial data,
meliputi : 1) identifikasi DAS; 2) deskripsi DAS; 3) luas sel (akre); 4) jumlah sel; 5)
curah hujan (inci); 6) konsentrasi N dalam curah hujan (ppm); 7) energi intensitas
hujan maksimum 30 menit (EI30); 8) durasi hujan (jam); 9) perhitungan debit puncak
aliran; 10) perhitungan geomorfik; dan 11) faktor bentuk hidrograf.
Sedangkan parameter masukan per sel dalam model AGNPS terdiri dari 22
parameter, yaitu : 1) nomor sel; 2) nomor sel penerima; 3) divisi sel; 4) divisi sel
penerima; 5) arah aliran; 6) bilangan kurva aliran permukaan; 7) kemiringan lereng
(%); 8) faktor bentuk lereng; 9) panjang lereng; 10) koefisien aliran Manning; 11)
faktor erosibilitas tanah; 12) faktor pengelolaan tanaman; 13) faktor pengelolaan tanah;
14) konstanta kondisi permukaan; 15) faktor COD; 16) tekstur tanah; 17) indikator
pemupukan; 18) indikator pestisida; 19) indikator point source; 20 ) indikator
tambahan erosi; 21) faktor genangan; dan 22) indikator saluran.
Parameter Keluaran Model AGNPS
Young et al. (1989), hasil keluaran (output) dari model AGNPS dapat berupa
grafik dan tabular dengan informasi yang sangat lengkap, baik keluaran DAS
(watershed summary) maupun keluaran per sel. Keluaran DAS, meliputi : 1) volume
aliran permukaan; 2) laju puncak aliran permukaan; 3) total hasil sedimen; 4) total N
dalam sedimen; 5) total N terlarut dalam aliran permukaan; 6) konsentrasi N terlarut
dalam aliran permukaan; 7) total P dalam sedimen; 8) total p terlarut dalam aliran
permukaan; 9) konsentrasi P terlarut dalam aliran permukaan; 10) total COD terlarut
dan konsentrasi COD terlarut dalam aliran permukaan.
Sedangkan keluaran per sel dari masing-masing sel yang terdapat dalam DAS
dapat berupa :
1) Hidrologi, meliputi : a) volume aliran permukaan; b) laju puncak aliran
permukaan; dan c) bagian aliran permukaan yang dihasilkan di dalam sel.
2) Sedimen, meliputi : a) hasil sedimen; b) konsentrasi sedimen; c) distribusi
ukuran partikel sedimen; d) erosi yang dipasok dari sel sebelah atasnya; e)
jumlah deposisi; f) sedimen di dalam sel; g) rasio pengkayaan oleh ukuran
partikel; dan h) rasio pengangkutan oleh ukuran partikel.

11
3) Kimiawi, meliputi : a) nitrogen (massa N per satuan luas di dalam sedimen,
konsentrasi material terlarut, dan massa dari material terlarut); b) fosfor (massa P
per satuan luas di dalam sedimen, konsentrasi dari material terlarut, dan massa
dari material terlarut); dan c) COD (konsentrasi COD dan massa COD terlarut
per satuan luas).
Kelebihan Model AGNPS
Kelebihan model ini terletak pada parameter-parameter model yang terdistribusi
di seluruh areal DAS, sehingga nilai-nilai parameter model benar-benar mencerminkan
kondisi biofisik DAS pada setiap satuan luas di dalam DAS. Selain erosi, model ini
mampu menghasilkan keluaran-keluaran seperti : volume dan laju puncak aliran
permukaan, hasil sedimen, kehilangan N, P dan COD (Young et al. 1994).
Aplikasi Model AGNPS
Model AGNPS ini juga telah diaplikasikan penggunaannya pada beberapa DAS
di Indonesia melalui beberapa penelitian, di antaranya :
1) Muhlis (1999) melakukan penelitian integrasi parsial penginderaan jauh dan
sistem informasi geografi dalam pembangkitan masukan model AGNPS. Tujuan
penelitian ini adalah : a) mengekstraksi bilangan kurva SCS (SCS curve number)
sebagai salah satu masukan dalam model dari data penginderaan jauh; b)
mengintegrasikan SIG ke dalam model, baik sebagai pre-prosesor (masukan
data) maupun sebagai sarana tampilan grafis dan tabel keluaran model; dan c)
menilai sensitivitas parameter masukan model yang berhubungan dengan aliran
permukaan. Kesimpulan : Data penginderaan jauh dapat menurunkan beberapa
parameter masukan AGNPS, meliputi faktor pengelolaan tanaman, koefisien
kekasaran permukaan Manning, koefisien kondisi permukaan, dan bilangan
kurva aliran permukaan.
2) Rahayu (2000) melakukan studi ancaman erosi DAS Kelara di Sulawesi Selatan.
DAS seluas 37.175 ha dibagi dalam 1.487 sel dengan luas masing-masing 25 ha.
Prediksi erosi setiap sel menggunakan metode MUSLE. Kesimpulan : Laju erosi
DAS Kelara berkisar antara 0 – 577 ton/ha/bulan, dengan rata-rata 12,65
ton/ha/bulan pada musim hujan.
3) Nugroho (2000) melakukan penelitian di DAS Dumpul yang bertujuan : a)
melakukan analisis aliran permukaan, sedimen dan kehilangan hara nitrogen,
fosfor dan kebutuhan oksigen kimiawi dengan menggunakan model AGNPS;
dan b) melakukan simulasi model sesuai dengan kondisi biogeofisik DAS untuk
perencanaan pengelolaan DAS. Kesimpulan : Volume dan laju aliran
permukaan, hasil sedimen, dan kehilangan hara nitrogen, fosfor dan konsentrasi
COD terlarut tidak berbeda antara hasil pengamatan dan model. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai-nilai parameter yang digunakan dalam model AGNPS
cukup akurat untuk memprediksi aliran permukaan, hasil sedimen, dan
kehilangan hara nitrogen, fosfor dan konsentrasi COD terlarut, sehingga dapat
digunakan sebagai alat bantu dalam perencanaan pengelolaan DAS.
4) Tarigan (2000) melakukan studi perencanaan pengelolaan daerah tangkapan
untuk pelestarian situ Cibuntu Cibinong menggunakan model AGNPS.
12
Tujuannya adalah membuat perencanaan pengelolaan daerah tangkapan tersebut
menggunakan model AGNPS. Kesimpulan yang diperoleh adalah pengelolaan
lahan di daerah tangkapan Cibuntu dengan cara menanam tanaman campuran di
lereng agak curam dan landai dengan membuat guludan searah kontur harus
diterapkan.
5) Salwati (2004) mengkaji dampak perubahan penggunaan lahan terhadap respons
hidrologi di DAS Cilalawi Sub DAS Citarum Jawa Barat menggunakan model
AGNPS. Hasil analisis menggambarkan bahwa perubahan penggunaan lahan
mengakibatkan perubahan respons hidrologi, di mana pada tahun 2003 volume
aliran permukaan meningkat 6,1 %, debit puncak aliran permukaan meningkat
6,8 %, hal ini mengakibatkan hasil sedimen meningkat sampai 45,6 % dibanding
tahun 1997.

E. PENUTUP
Penggunaan model erosi skala DAS dengan parameter terdistribusi masih
terbatas pada skala penelitian. Disamping memerlukan input parameter yang relatif
banyak dan kompleks, input parameter model tersebut juga sering tidak tersedia di
lapangan. Penggunaan model ANSWERS mulai dirintis pada beberapa DAS seperti
DAS Solo bagian hulu dan Brantas bagian hulu di bawah pengelolaan Balai
Teknologi Pengelolaan DAS (Priyono dan Mulyadi, 2000). Penggunaannya pada
DAS-DAS yang lain dihadapkan pada kendala penyediaan parameter input yang
tidak dapat dipenuhi, karena instrumentasi pengukur debit aliran air dan sedimen
biasanya tidak tersedia di sebagian besar DAS di Indonesia.
Model ANSWERS (areal non-point source watershed environmental response
simulation) dan model AGNPS (agricultural non point source pollutioan model)
merupakan model penduga erosi skala DAS yang telah mulai banyak digunakan di
Indonesia. Walaupun masih mempunyai beberapa kelemahan, model tersebut
memberikan hasil pendugaan erosi yang cukup baik. Sinukaban (1997) telah
menggunakan model AGNPS untuk memprediksi aliran permukaan, erosi,
kehilangan nitrogen dan fosfor dan COD dari DAS seluas 10,4 hektar di wilayah
perbukitan. Hasilnya menunjukkan bahwa hasil prediksi model tidak berbeda secara
stastistik dengan hasil pengukuran. Sedangkan Ginting dan Ilyas (1997) yang
melakukan simulasi berbagai penggunaan lahan dengan menggunakan model
ANSWERS di DAS Siluak, menyimpulkan bahwa model ANSWERS memerlukan
validasi lebih lanjut.
Disamping disebabkan adanya perbedaan ukuran raster sel dan DAS yang
digunakan, bervariasinya hasil dugaan model ANSWERS diduga terkait dengan
dinamika proses erosi pada suatu bentang lahan. Dinamika erosi terjadi akibat
bervariasinya jumlah dan intensitas hujan serta karakteristik permukaan lahan yang
mempengaruhi proses deposisi sedimen (barrier/filter). Sinukaban et al. (2000) dan
Susswein et al. (2001) menunjukkan bahwa jenis dan konfigurasi barier/filter sangat
mempengaruhi jumlah erosi dan volume aliran permukaan yang dihasilkan dari suatu
bentang lahan dan wilayah DAS.

13
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press.


Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Aswandi. 1996. Aplikasi Model ANSWERS Dalam Perencanaan Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai Cikapundung Jawa Barat. Tesis Magister. Program Pascasarjana,
IPB. Bogor.
Beasley DB and Huggins LF. 1991. ANSWERS. User’s Manual. Agricultural
Engineering Department, Purdue University, West Laffayete, Indiana.
Brooks KN, Folliot PF, Gregesen HM, and Thames JL. 1987. Hydrology and The
Management of Watershed. USA.
Chow VT, Maidment DR, and Mays LW. 1988. Applied Hydrology. Singapore :
McGraw-Hill Book Company.
de Roo. 1993. Modelling Surface Runoff and Soil Erosion in Catchment Using
Geographical Information System. Utrecht. Utrecht University.
Dent FJ and Anderson EA. 1971. System Analysis in Agricultural Management.
John Willey & Sons. Sidney.
Ginting AN, dan Ilyas MA. 1997. Pendugaan Erosi pada Sub DAS Siulak di
Kabupaten Kerinci dengan Menggunakan Model ANSWERS. Makalah
Lokakarya Penetapan Model Erosi Tanah. Puslitbang Hutan dan Konservasi
Alam, Bogor. 7 Maret 1997.
Hal WA and Dracup JA. 1970. Water Resources System Engineering. Mc Graw-Hill
Book Co., New York.
Harto SBr. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hidayat Y. 2002. Aplikasi Model ANSWERS dalam Mempredikasi Erosi dan
Aliran Permukaan di DTA Bodong Jaya dan DAS Way Besay Hulu, Lampung
Barat. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Hillel D. 1977. Computer Simulation of Soil Water Dynamics : A Compendium of
Recent Work. IDRC. Ottawa
Irianto G. 1993. Prediksi Aliran Permukaan, Laju Erosi dan Kualitasnya Dengan
Model ANWERS Untuk Mendukung Usaha Pemanfaatan Sumberdaya Air dan
Tanah pada Areal Waduk Batujai, NTB. Tesis Magister. Program Pascasarjana,
IPB. Bogor.
Kurnia U. 1997. Pendugaan Erosi dengan Metoda USLE : Kelemahan dan
Keunggulan. Lokakarya Penetapan Model Pendugaan Erosi Tanah, Bogor, 7
Maret.

14
Lal R. 1988. Soil Erosion by Wind and Water : Problems and Prospects. Pp 1 –6. In
R. Lal (ed). Soil Erosion Research Methods. Soil and Water Conservation
Society, Ankeny. Iowa.
Mise JH and Cox JG. 1968. Essential of Simulation. Prentice Hall Inc. Englewood
Cliffs, New Jersey.
Muhlis M. 1999. Integrasi Parsial Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi
Dalam Pembangkitan Masukan Model AGNPS. Tesis Magister. Program
Pascasarjana, IPB. Bogor.
Nasution AH dan Barizi. 1980. Metode Statistik untuk Penarikan Kesimpulan.
Gramedia. Jakarta.
Nugroho SP. 2000. Analisis Aliran Permukaan, Sedimen dan Hara Nitrogen, Fosfor
dan Kebutuhan Oksigen Kimiawi dengan Menggunakan Model AGNPS Di Sub
DAS Dumpul. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Pawitan H. 1995. Metode Analisis Sistem Hidrologi Dalam Pendugaan Erosi dan
Sedimen Daerah Aliran Sungai. Diskusi Penelitian Erosi dan Sedimentasi Di
Puslitbang PU Di Bandung.
Pawitan H. 1999. Hidrologi Daerah Aliran Sungai : Terapan Teknik Modeling.
Makalah Pelatihan Dosen-Dosen PTN Indonesia Bagian Barat dalam Bidang
Agroklimatologi. Bogor.
Priyono CNS dan Mulyadi D. 2000. Penyempurnaan Perencanaan Pengelolaan DAS
di Indonesia. Disampaikan pada Seminar Hasil-Hasil Penelitian BTPDAS, 15
Januari 2000. Surakarta.
Ramdan H. 1999. Aplikasi Model ANSWERS Dalam Pendugaan Erosi dan Aliran
Permukaan Di DTA Cikumutuk Sub DAS Cimanuk Hulu. Tesis Magister.
Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Rauf A. 1994. Aplikasi Model ANSWERS Untuk Analisis Respon Hidrologi Sub
DAS Palu Timur Sulwesi Tengah. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB.
Bogor.
Risse, L.M., M.A. Nearing, A.D. Nicks, and J.M. Laflen. 1993. Error Assessment in
the Universal Soil Loss Equation. Soil. Sci. Soc. Am. J. Vol. 57 : 825-833.
Rompas JJ. 1996. Penerapan Model ANWERS Dalam Memprediksi Aliran
Permukaan dan Erosi Di Daerah Tangkapan Citere Sub DAS Citarik Pengalengan
Jawa Barat. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Salwati. 2004. Kajian Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Respon
Hidrologi Sub DAS Cilalawi DAS Citarum Jawa Barat Menggunakan Model
ANSWERS. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Schwab GO, Frevert RK, Edminster TV, and Barnes KK. 1981. Soil and Water
Conservation Engineering. John Willey and Sons, Inc. New York.
Sinukaban N. 1995. Manajemen/Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Diskusi
Penelitian Erosi dan Sedimentasi Di Puslitbang PU Di Bandung.
15
Sinukaban N, Tarigan SD, Purwakusuma W, Baskoro DPT dan Wahyunie ED. 2000.
Analysis of watershed Function (Sediment Transfer Across Various Type of
Filter Strips). Lab. of Soil Physics and Soil & Water Conservation, Dept. of Soil
Science, IPB-ICRAF. Bogor.
Sosrodarsono S dan Takeda K. 1987. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta : PT.
Pradnya Paramita.
Susswein PM, Noordwijk MV, and Verbist B. 2001. Forest Watershed Function and
Tropical Land Use Change. ASB Lecture Note 7. International Centre for
Research in Agroforestry. Bogor.
Tarigan T. 2000. Perencanaan Pengelolaan Daerah Tangkapan Untuk Pelestarian
Situ Cibuntu Cibinong Menggunakan Model AGNPS. Tesis Magister. Program
Pascasarjana, IPB. Bogor.
Tikno S. 1996. Penggunaan Model ANSWERS Untuk Mempredikasi Aliran
Permukaan dan Sedimen di Sub DAS Cibarengkok-Cimuntur, Jawa Barat. Tesis
Magister. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Utami Y. 2000. Kajian Hidrologi Sebagai Pengaruh Dari Teknik Rehabilitasi Lahan
dan Konservasi Tanah Menggunakan Model ANSWERS Di Sub DAS Padas.
Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Wishmeier WH. 1976. Use and Misuse of the Universal Soil Loss Equation. Journal
of Soil and Water Conservation. Vol. 31(1) : 5 – 9.
Yoon J. 1996. AGNPS (Agricultural Non Point Source Pollution Model).
Department of Agricultural Engineering Purdue University. Purdue.
Young RA, Onstad CA, Bosch DD and Anderson WP. 1994. Agricultural Non-Point
Source Pollution Model, Version 5.00. AGNPS User’s Guide. North Central
Soil Conservation Research Laboratory. Morris. Minnesota.

16

You might also like